Anda di halaman 1dari 23

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beras adalah bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam. Sekam
(Jawa merang) secara anatomi disebut 'palea' (bagian yang ditutupi) dan 'lemma'
(bagian yang menutupi). Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi,
gabah ditumbuk dengan lesung atau digiling sehingga bagian luarnya (kulit
gabah) terlepas dari isinya. Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan,
ungu, atau bahkan hitam, yang disebut beras. Pada umumnya beras banyak
dimanfaatkan oleh sebagian besar penduduk didunia sebagai makanan pokok yang
mengandung karbohidrat yang cukup tinggi. Beras tidak hanya dapat
dimanfaatkan sebagai nasi saja tetapi dapat digunakan sebagai tepung beras yang
dikeringkan kemudian bisa diolah menjadi kue kering melalui pengovenan, kue
basah, brownis dengan proses pengkukusan, bubur, dan makanan untuk bayi.
Kue mangkok merupakan produk olahan dengan bahan baku tepung beras
yang ditambahkan tepung terigu dan tapai singkong yang di masak dengan cara
pengukusan. Kue mangkok sendiri biasanya berbentuk seperti mangkok dan
mekar pada ujungnya. Adonan kue mangkok biasanya diberi pengembang kue
atau ragi agar dapat mengembang dan mekar. Perbedaan kosentrasi ragi pada saat
pencampuran adonan juga dapat menyebabkan perbedaan karakteristik pada kue
mangkok. Oleh karena itu, pada praktikum ini melakukan pembuatan kue
mangkok dengan melakukan perbedaan kosentrasi ragi dan dengan cara
pengukusan agar dapat mengetahui karakteristik kue mangkok yang dapat
diterima di masyarakat.
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui karakteristik dari beras sebagai teknologi pengolahan
kue mangkok.
1.2.2 Untuk mengetahui cara pembuatan kue apem kukus dengan teknologi
pengolahan yang tepat.
1.2.3 Untuk mengetahui perbedaan dari kue apem kukus dengan penambahan
ragi dengan kosentrasi berbeda.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kue Mangkok (Apem Kukus)

Kue apem adalah jenis kue tradisional jajanan pasar yang banyak digemari
oleh semua kalangan. Kue ini memiliki rasa manis yang pas juga memiliki tektur
yang empuk, lembut dan kenyal. Untuk membuat kue apem bisa dilakukan
dengan dua cara pembuatan yaitu kue apem yang dibuat dengan gula merah dan
kue apem yang dibuat dengan gula pasir. Keduanya sama-sama memiliki rasa
yang enak dan empuk sehingga kue ini sangat cocok disajikan ketika kedatangan
tamu sebagai cemilannya atau dapat dinikmati ketika sedang santai bersama
keluarga.
Kue Apem mengandung energi sebesar 84 kilokalori, protein 1,5 gram,
karbohidrat 17,8 gram, lemak 0,7 gram, kalsium 0,01 miligram, fosfor 0 miligram,
dan zat besi 0,1 miligram. Selain itu di dalam Kue Apem juga terkandung vitamin
A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil
tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 45 gram Kue Apem, dengan
jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 % (Muchtadi,2010).

2.2 Karakteristik Bahan

2.2.1 Tepung Beras

Tepung beras putih berasal dari beras yang digiling dan bertekstur lembut.
Tepung beras memiliki kandungan protein yang sedikit tetapi tidak mengandung
gluten, sehingga sering digunakan untuk membuat produk yang gluten-free. Dari
sisi nutrisi hal ini menguntungkan karena tidak memperberat fungsi organ cerna.
Tapi untuk sisi kuliner, ketiadaan gluten dalam tepung lokal membuat sifat cake-
kue menjadi berat.
Granula pati beras memiliki ukuran yang kecil (3-8 µm), berbentuk
polygonal & cenderung terjadi agregasi atau bergumpal-gumpal. Komposisi kimia
beras berbeda-beda tergantung pada varietas dan cara pengolahannya. Selain
sebagai sumber energi dan protein, beras juga mengandung berbagai unsur
mineral dan vitamin. Sebagian besar karbohidrat beras adalah pati (85-90 persen),
sebagian kecil pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula. Dengan demikian sifat
fisikokimia beras terutama ditentukan oleh sifat fisikokimia patinya.
Pati beras adalah pati yang diperoleh dari biji Oryza sativa L (familia
Poaceae). Pati beras memiliki serbuk sangat halus dan putih. Pati beras praktis
tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol dan bila diamati dengan
mikroskopik tampak butir bersegi banyak ukuran 2µm-5µm, tunggal atau
majemuk, bentuk bulat telur ukuran 10µm-20µm. Pada pati beras hilus di tengah
tidak terlihat jelas dan tidak ada lamela konsentris. Pati beras bila diamati
dibawah cahaya terpolarisasi, tampak bentuk silang berwarna hitam, memotong
pada hilus.
Granula pati beras berbentuk polihedral atau pentagonal dodekahedron.
Temperatur optimum gelatinisasi dari pati besarnya sangat bervariasi tergantung
pada varietas padinya. Pati beras mengandung amilosa 40-80% (Whistler et al,
1984)
Kandungan Persentase
Abu 0,51 %
Lemak 0,41%
Protein 9,15%
Karbohidrat 89,93%
Serat Kasar 0,45 %
Selulosa 1,81%
Lignin 0,29%
Hemiselulosa Tidak terukur
Substansi pekat 3,40%
2.2.2 Ragi

Dalam pembuatan roti, ragi/yeast dibutuhkan agar adonan bisa


mengembang. Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan bagi ragi/yeast,
khususnya gula, maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula menjadi gas
karbondioksida dan senyawa beraroma. Gas karbondioksida yang terbentuk
kemudian ditahan oleh adonan sehingga adonan menjadi mengembang. Agar
mikroba dapat beraktivitas optimal maka beberapa persyaratan harus dipenuhi
diantaranya adalah adanya keseimbangan gula, garam, terigu dan air, oksigen
cukup tersedia karena mikroba yang hidup bersifat aerob (Mudjajanto dan
Yulianti, 2004).
Ragi instan dibuat dari ragi yang dipanaskan dan lalu dikeringkan hingga
mengandung 94% – 95% materi kering dengan jumlah sel ragi 105-107 pergram
ragi, berbentuk vermicelli (seperti potongan pasta yang sangat pendek), mendekati
butiran kecil yang halus. Di negara-negara tropis lebih aman memakai ragi instan.
Aplikasinya tanpa dilarutkan terlebih dahulu, dapat langsung dicampurkan dalam
tepung, dikemas dalam kemasan tanpa udara (vacuum packed) dan memiliki umur
kadaluarsa 2 tahun dalam kemasannya. Kelebihan lain dari pada ragi instan ini
adalah menghasilkan fermentasi yang lebih konsisten, dan penyimpanan yang
sangat mudah (pada suhu ruang normal).
Ragi yang sudah rusak tidak layak untuk digunakan dalam pembuatan
makanan karena sudah tidak dapat berfermentasi lagi. Agar kondisinya tetap baik,
ragi harus disimpan pada suhu 4,50C. Kondisi ragi akan semakin buruk apabila
disimpan pada udara yang panas karena akan meyerap panas dan kemudian akan
beremah. Adanya remah merupakan pertanda bahwa dalam diri ragi telah terjadi
fermentasi yang dikenal dengan istilah autolysis yang disebabkan oleh enzim dari
ragi itu sendiri. Pada akhirnya ragi akan berubah wujud menjadi massa yang
sedikit lengket, berbau tidak enak, berwarna gelap dan tidak bermanfaat lagi. Ragi
tidak boleh dicampur dengan garam, gula, atau larutan garam maupun gula yang
pekat. Pada saat membuat adonan, sebaiknya ragi tidak langsung dicampur
dengan kedua unsur tersebut (garam dan gula)
2.2.3 Santan Kelapa

Santan adalah emulsi minyak dalam air yang berwarna putih susu yang
diperoleh dengan cara pemerasan parutan daging kelapa dengan atau tanpa
penambahan air. Santan kental merupakan hasil olahan santan kelapa yang telah
diberi emulsifier, sehingga emulsinya lebih stabil. Namun, santan kental mudah
rusak dan berbau tengik, karena itu perlu diupayakan produk santan kental siap
pakai yang mempunyai daya simpan cukup. Untuk memperpanjang masa simpan
santan kental diperlukan perlakuan pemanasan. Adapun komposisi dari santan
adalah 66% air, 28% minyak dan 6% kandungan non minyak (Suhardiyono,
1988).
Santan merupakan bentuk emulsi minyak dalam air dengan protein sebagai
stabilisator emulsi. Air sebagai pendispersi dan minyak sebagai fase terdispersi.
Di dalam sistem emulsi minyak air, protein membungkus butir-butir minyak
dengan suatu lapisan tipis sehingga butir-butir tersebut tidak dapat bergabung
menjadi satu fase kontinyu. Butir-butir minyak dapat bergabung menjadi satu fase
kontinyu jika sistem emulsi di pecah dengan jalan merusak protein sebagai
pembungkus butir-butir minyak (Ramdhoni et all., 2009).

2.2.4 Vanili

Vanili merupakan suatu aldehida fenolat, senyawa organik dengan rumus


molekul C8H8O3. Gugus fungsionalnya meliputi aldehida, eter, dan fenol.
Senyawa ini merupakan komponen utama dari ekstrak biji vanilla. Vanillin
sintetik, selain dari ekstrak vanilla alami, terkadang digunakan sebagai bahan
penguat-rasa dalam makanan, minuman dan produk farmasi. Vanillin serta
etilvanillin digunakan oleh industri makanan. Etil ini lebih mahal tetapi
mempunyai cita rasa lebih kuat. Ia berbeda dari vanillin yang mempunyai satu
gugus etoksi (–O–CH2CH3) selain dari gugus metoksi (–O–CH3).
Bentuk komoditas vanilli yang diekspor dan diimpor dapat dikelompokkan
dalam 2 bentuk, yaitu whole bean (bentuk vanilli utuh kering) dan other vanilli
(bentuk olahan vanilli lainnya berupa ekstrak vanilli, oleoresin, bubuk, dll).
Ekstrak vanili merupakan salah satu bentuk vanili olahan yang lebih mudah dan
luas penggunaannya. Ekstrak vanili digunakan sebagai flavouring agent dessert,
like baked goods, es krim, minuman dan custard. Selain itu ekstrak vanilli
digunakan juga oleh industri selain pangan seperti parfum, obat-obatan dan
kosmetik (Winarno,2004).
Komponen cita rasa yang khas dari biji vanilli adalah vanillin (4-hydroxy-
3-methoxybenzaldehyde) yang merupakan Kristal fenolik aldehid, dengan
persentase sebesar 85 % dari senyawa volatile yang terdapat pada buah vanilli.
Besarnya kadar vanillin merupakan parameter terpenting untuk menilai kualitas
vanilli. Komponen lainnya adalah p-hidroksi benzaldehid (sampai 9 %) dan p-
hidroksi benzyl metal eter (1 %). Disamping itu, khusus untuk vanilli Tahiti
memiliki flavor berbeda akibat adanya komponen tambahan yakni piperonal
(heliotropin, 3,4-dioksimetilen benzaldehid) dan diasetil (butandion).

2.2.5 Daun Pandan

Pandan wangi memiliki aroma yang khas pada daunnya. Komponen aroma
dasar dari daun pandan wangi itu berasal dari senyawa kimia 2-acetyl-1-pyrroline
(ACPY) yang terdapat juga pada tanaman jasmin, hanya saja konsentrasi ACPY
pada pandan wangi lebih tinggi dibandingkan dengan jasmin (Cheetangdee dan
Sinee, 2006). Pandan wangi memiliki senyawa metabolik sekunder yang
merupakan suatu senyawa kimia pertahanan yang dihasilkan oleh tumbuhan di
dalam jaringan tumbuhannya, senyawa tersebut bersifat toksik dan berfungsi
sebagai alat perlindungan diri dari gangguan pesaingnya. Pandan wangi memiliki
kandungan alkaolida, saponin, dan flafonoida(Winarno,2004).
2.2.6 Gula
Gula merupakan komoditas utama perdagangan di Indonesia. Gula
merupakan salah satu pemanis yang umum dikonsumsi masyarakat. Gula biasa
digunakan sebagai pemanis di makanan maupun minuman, dalam bidang
makanan, selain sebagai pemanis, gula juga digunakan sebagai stabilizer dan
pengawet. Gula merupakan suatu karbohidrat sederhana yang umumnya
dihasilkan dari tebu. Namun ada juga bahan dasar pembuatan gula yang lain,
seperti air bunga kelapa, aren, palem, kelapa atau lontar. Gula sendiri
mengandung sukrosa yang merupakan anggota dari disakarida (Fellows,2000).
2.2.7 Garam
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal
yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida
(>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat,
Calsium Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik
higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan)
sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 8010C ( Fellows, 2000).
Garam Natrium klorida untuk keperluan masak dan biasanya diperkaya dengan
unsur iodin (dengan menambahkan 5 g NaI per kg NaCl) padatan Kristal
berwarna putih, berasa asin, tidak higroskopis, bila mengandung MgCl2 menjadi
berasa agak pahit dan higroskopis. Digunakan terutama sebagai bumbu penting
untuk makanan, sebagai bumbu penting untuk makanan, bahan baku pembuatan
logam Na dan NaOH ( bahan untuk pembuatan keramik, kaca, dan pupuk ),
sebagai zat pengawet ( Fellows, 2000).
2.3 Teknologi Pengolahan

2.3.1 Pengeringan
Pengeringan ( drying) zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau
zat cair lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di
dalam zat padat itu sampai suatu nilai terendah yang dapat diterima. Pengeringan
biasanya merupakan alat terakhir dari sederetan operasi, dan hasil pengeringan
biasanya siap untuk dikemas (McCabe, 2002)
Proses pengeringan merupakan proses perpindahan panas dari sebuah
permukaan benda sehingga kandungan air pada permukaan benda berkurang.
Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya perbedaan temperatur yang
signifikan antara dua permukaan. Perbedaan temperatur ini ditimbulkan oleh
adanya aliran udara panas diatas permukaan benda yang akan dikeringkan yang
mempunyai temperatur lebih dingin.
Proses pengeringan tepung selama ini dilakukan oleh masyarakat adalah
dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari, namun cara penjemuran ini
mempunyai kapasitas yang dengan adanya sinar matahari, temperatur dan
kelembaban yang tidak dapat dikontrol. Pengeringan dengan menggunakan alat
pengering dapat meningkatkan mutu produk (Sutrisno dan Budiraharjo, 2009)
2.3.2 Pengukusan
Pengukusan adalah proses pemanasan yang bertujuan menonaktifkan
enzim yang akan merubah warna, cita rasa dan nilai gizi. Pengukusan dilakukan
dengan menggunakan suhu air lebih besar dari 660C dan lebih rendah dari
820C.pengukusan dapat mengurangi zat gizi namun tidak sebesar perebusan.
Pemanasan pada saat pengukusan terkadang tidak merata karena bahan
makanandibagian tepi tumpukan terkadang mengalami pengukusan yang
berlebihan dan bagian tengah mengalami pengukusan lebih sedikit (Laily, 2010).
Proses pemanasan adonan tepung akan menyebabkan granula semakin
membengkak karena penyerapan air semakin banyak.Suhu dimana pembengkakan
maksimal disebut dengan suhu gelatinisasi. Selanjutnya pengembangan granula
pati juga disebabkan masuknya air ke dalam granula dan terperangkap pada
susunan molekul-molekul penyusun pati. Mekanisme pengembangan tersebut
disebabkan karena molekul–molekul amilosa dan amilopektin secara fisik hanya
dipertahankan oleh adanya ikatan hidrogen lemah. Atom hidrogen dari gugus
hidroksil akan tertarik pada muatan negatif atom oksigen dari gugus hidroksil
yang lain. Bila suhu suspensi naik, maka ikatan hidrogen makin lemah, sedangkan
energi kinetik molekul-molekul air meningkat, memperlemah ikatan hidrogen
antar molekul air. Tian et al., (1991) menyatakan bahwa bila pati dipanaskan
dalam suhu kritikal dengan adanya air yang berlebih granula akan mengimbibisi
air, membengkak dan beberapa pati akan terlarut dalam larutan yang ditandai
dengan perubahan suspensi pati yang semula keruh menjadi bening dan tentunya
akan berpengaruh terhadap kenaikan viskositas.
2.3.3 Fermentasi
Fermentasi adalah proses yang memanfaatkan kemampuan mikroba untuk
menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder dalam suatu lingkungan
yang dikendalikan. Mulanya, fermentasi digunakan untuk menunjukkan proses
perubahan glukosa menjadi alkohol yang berlangsung secara anaerob.
Ferementasi merupakan proses perubahan bahan organik menjadi bentuk lain
yang lebih berguna dengan bantuan miktoorganisme secara terkontrol.
Mikroorganisme yang terlibat diantaranya adalah bakteri, protozoa, jamur atau
kapang atau fungi dan ragi atau yeast. Beberapa keuntungan dari proses
fermentasi ialah dapat menghilangkan atau mengurangi zat antinutrisi,
meningkatkan kandungan nutrisi, meningkatkan kecernaan, menaikkan tingkat
kesehatan, menaikkan waktu simpan yang menjadi tahan lama dan awet
(Pujilestari,2010).
Ragi berupa gumpalan jenis jamur Saccaromices cerevisioae. Di dalam cairan
sel ragi terdapat sejumlah enzim yang berperan dalam proses fermentasi. Fungsi
utama ragi dalam pembuatan roti, adalah untuk mengembangkan adonan,
membangkitkan aroma dan rasa. Proses fermentasi menghasilkan gas CO2, asam,
dan alkohol. Asam berfungsi untuk melunakkan adonan supaya mudah dibentuk
setelah proses istirahat kedua. Alkohol yang bersifat cair dan gas mudah menguap
dan hilang pada proses pembakaran roti karena panas. Proses fermentasi yang
ideal apabila terdapat keseimbangan antara faktor-faktor, antara lain: jumlah ragi,
gula, garam, air, suhu serta derajat keasaman adonan. Jumlah ragi tergantung jenis
ragi sebagai pedoman adalah ragi instan. Bila menggunakan ragi kering dan atau
ragi basah, maka perbandingan nya adalah 1 (ragi instan): 1,5 (ragi kering): 3 (ragi
basah).
Pengembangan roti terjadi akibat hasil dari reaksi yang berurutan yang
dipengaruhi gas yang terjebak dari panas sehingga menaikkan tekanan, dan
kebanyakan gas yang dilepaskan terjebak dalam film gluten yang elastis.
Pengaruh pemanasan juga terjadi pada kelarutan gas, yaitu melepaskan gas
karbon dioksida sehingga gas yang dilepaskan menimbulkan tekanan dan
mengembangkan adonan yang panas. Granula pati akan menggembung pada suhu
130°F yang disertai dengan penyerapan air dari bahan adonan lain.
Kenaikan suhu mencapai 140°F akan menyebabkan kenaikan aktivitas
metabolisme di dalam sel khamir, meningkat sampai titik kematian termal
khamir. Kenaikan suhu menyebabkan kerusakan enzim. Alkohol yang dihasilkan
selama proses fermentasi akan dibebaskan pada suhu 170°F, reaksi ini membantu
pengembangan tambahan dari sel gas, misalnya bertambahnya ukuran granula
pati dan menjadi lebih terikat dengan gluten. Selain gelatinasi pati, jaringan
gluten mengalami denaturasi yang menyebabkan pencairan gluten dan
pemanasan selanjutnya menyebabkan pelepasan air dari gluten yang akan
berpindah ke dalam pati (Pujilestari,2010).
Pada saat pencampuran ragi untuk proses fermentasi, dilakukan dengan air
hangat. Hal ini terjadi karena kegiatan enzim pada ragi akan bekerja secara
optimum saat suhu 28-300C. Pencampuran air hangat juga berfungsi agar
kandungan enzim dan mikroorganisme yang ada didalam ragi tidak rusak
melainkan dapat bertahan dan membuat adonan menjadi mengembang secara
menyeluruh. Mikroorganisme juga dapat mengontrol kepadatan adonan,
membentuk gluten, dan menjaga kualitas roti menjadi mengembang secara
optimum dan adonan menjadi lembut.
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Pada praktikum yang telah dilakukan, adapun alat yang digunakan yaitu:

1. Baskom
2. Sendok
3. Dandang
4. Cetakan apem/cup
5. Mangkuk
6. Kompor
7. Oven
8. Timbangan
9. Ayakan

3.1.2 Bahan

Pada praktikum yang telah dilakukan, adapun bahan yang digunakan yaitu:

1. 720 gr tepung beras


2. 450 ml santan kelapa dari 1 butir kelapa tua
3. 250 gr gula pasir
4. 1 sendok makan ragi instan
5. ½ sendok makan garam
6. 5 lembar daun pandan
7. Vanilli
8. 1 gelas air matang hangat
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

3.2.1 Skema Kerja

3.2.1.1 Skema Kerja Pembuatan Tepung Beras

1 kg
Beras

Pencucian

Penggilingan

Pengeringan selama 30
menit dengan suhu 65°C

Pengayakan

Tepung
Beras
3.2.1.2 Skema Kerja Kue Mangkok

1 sendok
450 ml air santan + 5 makan ragi
lembar daun pandan 250 gram
dan ½ sendok
+ ½ sendok makan gula
makan ragi
garam + vanili pasir

Di larutkan
Perebusan (di aduk secara terus menerus)
1 gelas
air
hangat
720 gr
Pencampuran
tepung beras

Didiamkan (±1-2 jam)

Pencetakan adonan

Pengukusan (±20-30 menit)

Kue
Mangkok

Uji Organoleptik

3.2.2 Fungsi Perlakuan

1. Tepung Beras

Pada proses pembuatan tepung beras, ada beberapa tahapan yang


dilakukan dari awal sampai akhir. Hal pertama yang dilakukan ialah 1 kg beras
dicuci bersih terlebih dahulu yang berfungsi untuk menghilangkan kotoran yang
ada di dalam beras seperti batu, kulit pari, atau tanah-tanah yang ada didalamnya.
Selain itu, pencucian ini akan memudahkan beras saat digiling karena beras sudah
mengandung air dan menjadi sedikit lunak sehingga mesin penggiling dapat
dengan mudah untuk menggiling beras tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan
penggilingan beras menjadi tepung beras. Penggilingan ini mengunakan mesin
giling yang akan membuat butiran-butiran beras menjadi halus seperti tepung.
Saat beras sudah halus, langkah selanjutnya ialah dikeringkan dengan suhu 65 0C
dengan waktu 30 menit. Pengeringan ini dilakukan dengan tujuan mengurangi
kadar air yang ada didalam beras karena standart kandungan air pada tepung beras
ialah dibawah 13% agar mendapatkan kualitas tepung beras yang bagus. Selain itu
pengeringan ini menggunakan oven yang bertujuan agar tidak menunggu waktu
yang lama seperti menggunakan sinar matahari dan dapat kering secara merata.
Langkah selanjutnya ialah pengayakan yang bertujuan untuk memisahkan
gumpalan-gumpalan tepung beras yang masih basah atau memiliki ukuran yag
terlalu besar sehingga hasil dari tepung beras tersebut dapat memiliki ukuran yang
sama atau merata dan saat pengayakan sudah selesai, tepung beras siap untuk
digunakan.

2. Kue Mangkok
Kue mangkok atau yang biasanya disebut dengan kue apem kukus ini
memiliki beberapa tahapan dari awal hingga akhir sampai menjadi kue mangkok
kukus. Hal yang dilakukan pertama kali ialah 450 ml air santan, 5 lembar daun
pandan, ½ sendok makan garam, dan vanili direbus secara bersamaan dengan
diaduk secara terus menerus sampai mendidih. Perebusan ini dilakukan agar air
santan menjadi matang dan mematikan mikroorganisme yang masih hidup di
dalam air santan. Sedangkan untuk pengadukan secara terus menerus ini bertujuan
agar santan tidak menjadi pecah sehingga tidak ada komponen yang rusak.
Saat menunggu air santan menjadi dingin, yang dapat dilakukan ialah
melarutkan 250 gr gula dengan perbedaan kosentrasi ragi yaitu 1 sendok makan
dan ½ sendok makan ragi dengan 1 gelas air hangat. Pelarutan dengan
menggunakan air hangat ini dilakukan karena kegiatan enzim pada ragi akan
bekerja secara optimum saat suhu 28-300C. Pencampuran air hangat juga
berfungsi agar kandungan enzim dan mikroorganisme yang ada didalam ragi tidak
rusak melainkan dapat bertahan dan membuat adonan menjadi mengembang
secara menyeluruh. Mikroorganisme juga dapat mengontrol kepadatan adonan,
membentuk gluten, dan menjaga kualitas roti menjadi mengembang secara
optimum dan adonan menjadi lembut.
Kemudian dilanjutkan dengan pencampuran antara 720 gr tepung beras
dengan air santan dan larutan gula yang dilakukan sambil mengaduk-aduk
menggunakan sendok dan dicampur dengan sedikit pewarna makanan.
Pencampuran ini bertujuan agar dapat menjadi adonan kue mangkok yang akan di
diamkan selama 1 jam. Pendiaman ini befungsi untuk mengoptimalkan kinerja
ragi yang ada didalam adonan sehingga adonan dapat mengembang secara
maksimal. Setelah itu, adonan dicetak dengan bentuk cup sesuai selera dan
dikukus dengan waktu 20 sampai 30 menit. Pengukusan ini dilakukan untuk
mematangkan adonan kue mangkok dan mengembangkan adonan kue mangkok
sehingga akan didapatkan tekstur yang lembut. Setelah matang, kue mangkok
diuji organoleptik yang meliputi uji warna, tektur, aroma, dan rasa.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
Kosentrasi ragi 1 sendok makan
Panelis
Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan
1 6 6 4 4 4
2 6 6 4 4 4
3 4 6 4 3 4
4 6 5 4 6 6
5 6 7 6 5 7
6 4 4 5 6 6
7 3 4 3 5 5
8 3 6 3 3 3
9 5 4 3 6 5
10 5 6 6 5 6
11 4 4 4 4 4
12 7 7 6 7 7
13 7 7 5 6 7
14 6 6 6 6 6
15 6 7 7 7 7
16 6 5 6 6 6
17 6 6 4 5 6
18 4 4 4 4 4
19 6 7 4 6 4
20 3 6 4 6 6
Kosentrasi ragi ½ sendok makan
Panelis
Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan
1 6 5 3 3 3
2 6 5 3 3 3
3 4 6 3 2 3
4 5 4 5 5 5
5 6 5 5 4 5
6 5 3 4 4 5
7 5 3 2 3 3
8 5 6 3 4 4
9 3 4 5 3 3
10 4 3 2 2 3
11 6 5 4 4 4
12 6 4 4 4 4
13 5 5 2 2 2
14 5 5 5 5 5
15 6 6 6 6 6
16 6 5 5 4 5
17 6 5 6 4 5
18 4 5 6 3 5
19 3 3 6 3 4
20 4 3 3 2 5

Keterangan:
1: Sangat Tidak Suka
2: Tidak Suka
3: Sedikit Tidak Suka
4: Sedikit Suka
5: Agak Suka
6: Suka
7: Sangat Suka
4.2 Hasil Perhitungan
Kosentrasi
Uji
1 sendok ½ sendok
Warna 5,15 5
Aroma 5,65 4,5
Rasa 4 4,1
Tekstur 5,2 3,5
Keseluruhan 5,35 4,1
BAB 5. PEMBAHASAN

Uji Organoleptik
6
5
rata-rata

4
3
2
1 sendok makan
1
0 1/2 sendok makan

Parameter uji

Pada praktikum pembuatan kue apem kukus dengan kosentrasi ragi 1


sendok makan dan ½ sendok makan didapatkan hasil sebagai berikut. Untuk uji
warna dengan kosentrasi ragi 1 sendok makan, rata-rata panelis mendapatkan hasil
5,15 sedangkan untuk kosentrasi ragi ½ sendok makan rata-rata panelis
mendapatkan hasil 5. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa banyak panelis
yang lebih menyukai warna dari kue apem kukus dengan kosentrasi ragi 1 sendok
makan. Hal ini sudah sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa warna kue
juga dipengaruhi oleh reaksi Maillard yang terjadi selama pengukusan. Glukosa
dalam reaksi Maillard diperoleh dari proses hidrolisis pati dan pemecahan gula
sederhana yang terjadi selama fermentasi. Hidrolisis pati terjadi karena
pemutusan ikatan glikosidik pada rantai polimernya oleh enzim amilase sehingga
menghasilkan molekul sederhana seperti glukosa, maltosa, dan dekstrin (Nangin
dan Sutrisno,2015). Selama proses fermentasi ragi roti menghasilkan enzim-enzim
yang mengkatalisis reaksi-reaksi dalam fermentasi.
Kosentrasi ragi 1 sendok makan untuk uji aroma didapatkan rata-rata dari
panelis sebanyak 5,65 sedangkan untuk kosentrasi ragi ½ sendok makan
didapatkan rata-rata dari panelis sebanyak 4,5. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa panelis lebih menyukai aroma kue apem kukus dengan
kosentrasi ragi 1 sendok makan. Panelis lebih menyukai kue apem kukus dengan
kosentrasi ragi 1 sendok makan dikarenakan apabila penambahan ragi sesuai
dengan takaran maka aroma roti akan tercium sedap dan menundang selera
konsumen untuk mencobanya. Hal ini sudah sesuai dengan literatur yang
menyebutkan bahwa apabila ragi dicampurkan kedalam adonan dengan takaran
yang sesuai maka aroma roti akan tercium sedap sengakan apabila takaran ragi
terlalu banyak akan menyebabkan kue berbau seperti asam. Aroma dalam produk
pangan tidak hanya ditentukan oleh satu komponen saja tetapi dari beberapa
komponen bahan pangan tertentu serta perbandingan jumlah bahan yang
digunakan (Budiayu, 2002).
Pada uji rasa dengan kosentrasi ragi 1 sendok makan didapatkan rata-rata
panelis sebanyak 4 sedangkan untuk kosentrasi ragi ½ sendok makan didapatkan
rata-rata panelis sebanyak 4,1. Hal ini sudah sesuai dengan literatur yang
menyebutkan bahwa semakin banyak pemberian ragi ke dalam adonan kue maka
akan menyebabkan rasa kue akan asam dan sedikit menyengat. Pemberian ragi
pada adonan akan menghasilkan aroma dan rasa. Hal ini disebabkan karena
selama fermentasi, ragi juga menghasilkan sejenis etanol yang dapat memberikan
aroma khusus (Winarno,1995).
Uji tekstur dengan kosentrasi ragi 1 sendok makan didapatkan data rata-
rata panelis sebanyak 5,2 sedangkan untuk kosentrasi ragi ½ sendok makan
didapatkan rata-rata 3,5. Hal ini terjadi karena tekstur kue apem kukus dengan
kosentrasi ragi 1 sendok makan lebih lunak dibandingkan dengan kosentrasi ragi
½ sendok makan. Hasil ini sudah sesuai dengan literatur yang menyebutkan
bahwa tekstur kue apem kukus dipengaruhi oleh komponen bahan yang digunakan
dan perbandingan jumlah bahan yang digunakan. Tekstur kue apem kukus ini
dipengaruhi oleh proses gelatinisasi selama pemanasan. Gelatinisasi adalah proses
pembengkakan luar biasa yang bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi
semula (Winarno,2004). Selama proses pengukusan gluten membentuk adonan
yang viskoelatis dan membentuk struktur tiga dimensi akibat dari kontak langsung
dengan air. Semakin besar daya serap air selama pengukusan akan menyebabkan
perubahan tekstur roti (Noor Azizah et al,.2012)
Untuk keseluruhan produk kue apem kukus dengan kosentrasi ragi 1
sendok makan didapatkan data dari rata-rata panelis sebanyak 5,35 sedangkan
untuk kosentrasi ragi ½ sendok makan didapatkan data 4,1. Dari data tersebut
dapat disimpulkan bahwa banyak panelis yang lebih menyukai kue apem kukus
dengan kosentrasi ragi 1 sendok makan daripada kue apem kukus dengan
kosentrasi ragi ½ sendok makan. Hal ini disebabkan karena pada kosentrasi 1
sendok makan, warna kue lebih cerah dan memikat hati para panelis, aroma lebih
terasa dan harum, rasa tidak terlalu disukai karena kemungkinan pencampuran
ragi tidak rata, tekstur kue sangat lembut. Sedangkan untuk kosentrasi ragi ½
sendok makan, warna kue kurang menarik karena tidak cerah, aroma kurang
tercium karena kandungan ragi hanya sedikit sehingga tidak adanya reaksi yang
menyebabkan aroma menjadi muncul, rasanya lebih enak karena kandungan ragi
tidak terlalu banyak, namun untuk tekstur kue apem kukus ini bantet karena
kurangnya proses fermentasi dan pengembangan adonan.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Pada praktikum yang telah dilakukan, adapun beberapa kesimpulan yang
didapat, yaitu:
1. Tepung beras putih berasal dari beras yang digiling dan bertekstur lembut.
Tepung beras memiliki kandungan protein yang sedikit tetapi tidak
mengandung gluten, sehingga sering digunakan untuk membuat produk
yang gluten-free. Oleh karena itu tepung beras sangat cocok sekali untuk
produk kue apem kukus karena memiliki tekstur yang lembut dan
memiliki nilai gizi yang cukup tinggi.
2. Teknologi yang tepat untuk digunakan dalam proses pembuatan kue apem
kukus yaitu dengan cara dikukus. Pengukusan ini dilakukan agar adonan
dapat menjadi matang. Didalam proses pembuatan kue apem kukus ini
adanya proses fermentasi yang disebabkan oleh adanya penambahan ragi
yang akan menghasilkan adonan menjadi mengembang dan memiliki
tekstur yang lembut.
3. Hasil dari praktikum kue apem dengan kosentrasi ragi 1 sendok makan
menghasilkan kue yang sangat diminati oleh para panelis karena warnanya
yang cerah, aroma yang khas, rasa dan tekstur yang lembut. Sedangkan
untuk kosentrasi ragi ½ sendok makan memiliki tekstur yang bantet,
aroma yang tidak tercium, rasa sedikit enak, dan warna kue yang kurang
cerah.
6.2 Saran
1. Sebaiknya pada saat praktikum, semua anggota kelompok dapat bekerja
sama sehingga tidak hanya satu atau dua orang yang lelah bekerja tetapi
hasil praktikum dipakai untuk satu kelompok tersebut.
2. Tidak adanya kegaduhan saat praktikum.
3. Kondisi laboratoriu tetap bersih sehingga tidak menyusahkan asisten untuk
membersihkannya setelah praktikum selesai
DAFTAR PUSTAKA

Fellows, J. P. 2000. Food Processing Technology : Principles and Practise. 2nd

Ed.WoodheadPubl, Lim. England, Cambridge.

Harborne, J.B. 1987. Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung:


ITB.

Mc.Cabe, Warren L. 2002.Unit Operation of Chemical Engineering.Edition


4th.Mc. Grow Hill International Book Co : Singapore

Muchtadi,T.R.,dkk.2010.” Teknologi Proses Pengolahan Pangan ”ALFABETA”


CV.IPB. Bogor

Mudhahanto dan Yulianti. 2004. Praktikum Pengolahan Pangan Dengan


Teknologi Pengukusan. Surabaya. Universitas Katolik Widya
Mandala

Pujilestari, Shanti. 2010. Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan 1-


Teknologi Pembuatan Produk Bakery (Roti Tawar). Jakarta;
Universitas Sahid; Fakultas Teknologi Industri Pertanian; Jurusan
Teknologi Pangan.

Ramdhoni, A. Nawansih, O. Nuraini, F., 2009. Pengaruh Pasteurisasi Dan Lama


Simpan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Mikrobiologis Dan Organoleptik
Santan Kental.

Romdhijati, Laily. 2010. Olahan Dari Kentang. Yogyakarta :Kanisus

Sutrisno, 2009, Manajemen Keuangan ,Cetakan Ketujuh, Penerbit EKONISIA,


Yogyakarta.

Suhardiyobo, 1988, Teknologi Pengolahan Pangan untuk Agroindustri. Jakarta

Whistler, R., Bemiller, J.N., Paschall, E., 1984, Starch: Chemistry and
Technology, 2 nd , Academic Press Inc, London: 88, 516, 524

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia

Anda mungkin juga menyukai