INTEGRASI NASIONAL
Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
Alfi Nura
Anisa Khairany Siregar
Amin Amanah
Hutraindo
Muhammad Ikhsan
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentu kami tidak akan mampu untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Model integrasi kedua atau lebih tepat disebut dengan integrasi atas wilayah Hindia
Belanda baru sepenuhnya dicapai pada awal abad XX dengan wilayah yang terentang
dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah kolonial mampu membangun integrasi
wilayah juga dengan menguasai maritim, sedang integrasi vertikal antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah dibina melalui jaringan birokrasi kolonial yang terdiri dari
ambtenaar-ambtenaar (pegawai) Belanda dan pribumi yang tidak memiliki jaringan
dengan massa rakyat.
Dengan kata lain pemerintah tidak memiliki dukungan massa yang berarti. Integrasi
model kolonial ini tidak mampu menyatukan segenap keragaman bangsa Indonesia
tetapi hanya untuk maksud menciptakan kesetiaan tunggal pada penguasa kolonial.
Model integrasi ketiga ini merupakan proses berintegrasinya bangsa Indonesia sejak
bernegara merdeka tahun 1945. Meskipun sebelumnya ada integrasi kolonial, namun
integrasi model ketiga ini berbeda dengan model kedua.
Integrasi model kedua lebih dimaksudkan agar rakyat jajahan (Hindia Belanda)
mendukung pemerintahan kolonial melalui penguatan birokrasi kolonial dan
penguasaan wilayah.
Integrasi model ketiga dimaksudkan untuk membentuk kesatuan yang baru yakni
bangsa Indonesia yang merdeka, memiliki semangat kebangsaan (nasionalisme) yang
baru atau kesadaran kebangsaan yang baru.
Model integrasi nasional ini diawali dengan tumbuhnya kesadaran berbangsa
khususnya pada diri orang-orang Indonesia yang mengalami proses pendidikan sebagai
dampak dari politik etis pemerintah kolonial Belanda. Mereka mendirikan organisasi-
organisasi pergerakan baik yang bersifat keagamaan, kepemudaan, kedaerahan, politik,
ekonomi perdagangan dan kelompok perempuan.
Para kaum terpelajar ini mulai menyadari bahwa bangsa mereka adalah bangsa jajahan
yang harus berjuang meraih kemerdekaan jika ingin menjadi bangsa merdeka dan
sederajat dengan bangsa-bangsa lain.
Mereka berasal dari berbagai daerah dan suku bangsa yang merasa sebagai satu nasib
dan penderitaan sehingga bersatu menggalang kekuatan bersama. Misalnya, Sukarno
berasal dari Jawa, Mohammad Hatta berasal dari Sumatera, AA Maramis dari Sulawesi,
Tengku Mohammad Hasan dari Aceh.
4. Strategi Integrasi
Masalah integrasi nasional merupakan persoalan yang dialami oleh
semuanegara, terutama adalah negara-negara berkembang. Dalam usianya yang masih
relatif muda dalam membangun negara bangsa (nation state), ikatan antara kelompok-
kelompok yang berbeda dalam negara masih rentan dan mudah tersulut untuk terjadinya
pertentangan antar kelompok. Di samping itu masyarakat di negara berkembang
umumnya memiliki ikatan primordial yang masih kuat. Kuatnya ikatan primordial
menjadikan masyarakat lebih terpancang pada ikatan-ikatan primer yang lebih sempit
seperti ikatan keluarga, ikatan kesukuan, ikatan sesama pemeluk agama, dan
sebagainya. Dengan demikian upaya mewujudkan integrasi nasional yang notabene
mendasarkan pada ikatan yang lebih luas dan melawati batas-batas kekelua rgaan,
kesukuan, dan keagamaan menjadi sulit untuk diwujudkan.
Dalam rangka mengupayakan terwujudnya integrasi nasional yang mantap ada beberapa
strategi yang mungkin ditempuh,yaitu:
1. Stategi Asilmilasi
2. Strategi Akulturasi
3. Strategi Pluralis
Ketiga strategi tersebut terkait dengan seberapa jauh penghargaan yang
diberikan atas unsur-unsur perbedaan yang ada dalam masyarakat.Strategi asimilasi,
akulturasi, dan pluralisme masing-masing menunjukkan penghargaan yang secara
gradual berbeda dari yang paling kurang, yang lebih, dan yang paling besar
penghargaannya terhadap unsur-unsur perbedaan dalam masyarakat, di dalam upaya
mewujudkan integrasi nasional tersebut.
1. Strategi Asimilasi
Asimilasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih
menjadi satu kebudayaan yang baru, di mana dengan percampuran tersebut maka
masing-masing unsur budaya melebur menjadi satu sehingga dalam kebudayaan yang
baru itu tidak tampak lagi identitas masing-masing budaya pembentuknya. Ketika
asimilasi ini menjadi sebuah strategi integrasi nasional, berarti bahwa negara
mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan agar unsur-unsur budaya yang
ada dalam negara itu benar-benar melebur menjadi satu dan tidak lagi menampakkan
identitas budaya kelompok atau budaya lokal. Dengan strategi yang demikian tampak
bahwa upaya mewujudkan integrasinasional dilakukan tanpa menghargai unsur-unsur
budaya kelompok atau budaya lokal dalam masyarakat negara yang bersangkutan.
Dalam konteks perubahan budaya, asimilasi memang bisa saja terjadi dengan sendirinya
oleh adanya kondisi tertentu dalam masyarakat. Namun bisa juga hal itu merupakan
bagian dari strategi pemerintah negara dalam mengintegrasikan masyarakatnya, yaitu
dengan cara melakukan rekayasa budaya agar integrasi nasional dapat diwujudkan.
Dilihat dari perspektif demokrasi, apabila upaya yang demikian itu dilakukan dapat
dikatakan sebagai cara yang kurang demokratis dalam mewujudkan integrasi nasional.
2. Strategi Akulturasi
Akulturasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih
sehingga memunculkan kebudayaan yang baru, di mana ciri-ciri budaya asli
pembentuknya masih tampak dalam kebudayaan baru tersebut. Dengan demikian berarti
bahwa kebudayaan baru yang terbentuk tidak “melumat” semua unsur budaya
pembentuknya. Apabila akulturasi ini menjadi strategi integrasi yang diterapkan oleh
pemerintah suatu negara, berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan
mengupayakan adanya identitas budaya bersama namun tidak menghilangkan seluruh
unsur budaya kelompok atau budaya lokal. Dengan strategi yang demikian tampak
bahwa upaya mewujudkan integrasi nasional dilakukan dengan tetap menghargai unsur-
unsur budaya kelompok atau budaya lokal, walaupun penghargaan tersebut dalam
kadaryang tidak terlalu besar. Sebagaimana asimilasi, proses akulturasi juga bisa terjadi
dengan sendirinya tanpa sengaja dikendalikan oleh negara. Namun bisa juga akulturasi
menjadi bagian dari strategi pemerintah negara dalam mengintegrasikan
masyarakatnya. Dihat dari perspektif demokrasi, strategi integrasi nasional melalui
upaya akulturasi dapat dikatakan sebagai cara yang demokratis dalam mewujudkan
integrasi nasional karena masih menunjukan pengharhaan terhadap unsur kelompok
budaya lokal
3.Strategi Pluralis
Paham Pluralis merupakan paham yang menghargai terdapatnya perbedaan
dalam masyarakat. Paham Pluralis pada prinsipnya mewujudkan integrasi nasional
dengan memberi kesempatran pada segala unsur perbedaan yang ada dalam masyarakat
untuk hidup dan berkembang. Ini berarti bahwa dnegan strategi pluralis dalam
mewujudkan integrasi nasional negara memberi kesempatan kepada semua unsur
keragaman dalam negara. Baik suku, agama, buaya daerah, dan perbedaan-perbedaan
lainnya untuk tumbuh dan berkembang serta hidup berdampingan secara damai. Jadi
Integrasi nasional diwujudkan dengan tetap ,menghargai terdapatnya perbvedaan-
perbedaan dalam msyarakat. Hal ini sejalan dengan pandangan multikulturalisme bahwa
setiap unsur perbedaan memiliki nilai dan kedudukan yang sama, sehingga masing-
masing berhak mendapatkan kesempatan untuk berkembang.
3.1 Kesimpulan
Masalah integrasi nasional merupakan persoalan yang dialami hampir semua negara,
terutama negara-negara yang usianya masih relatif muda, termasuk Indonesia. Hal ini
disebabkan karena mendirikan negara berarti menyatukan orang-orang dengan segala
perbedaan yang ada menjadi satu entitas kebangsaan yang baru menyertai berdirinya
negara tersebut. Begitu juga negara Indonesia yang usianya masih relatif muda. Sejak
proklamasi kemerdekaan sampai sekarang negara Indonesia masih menghadapi
persoalan bagaimana menyatukan penduduk Indonesia yang didalamnya terdiri dari
berbagai macam suku, memeluk agama yang berbeda-beda, berbahasa dengan bahasa
daerah yang beranekaragam, serta memiliki kebudayaan daerah yang berbeda satu sama
lain, untuk menjadi satu entitas baru yang dinamakan bangsa Indonesia.
Pengalaman menunjukkan bahwa dalam perjalanan membangun kehidupan bernegara
ini, kita masih sering dihadapkan pada kenyataan adanya konflik atar kelompok dalam
masyarakat, baik konflik yang berlatar belakang kesukuan, konflik antar pemeluk
agama, konflik karenakesalahpahaman budaya, dan semacamnya. Hal itu menunjukkan
bahwa persoalan integrasi nasional Indonesia sejauh ini masih belum tuntas perlu terus
dilakukan pembinaan. Walaupun harus juga disadari bahwa integrasi nasional dalam arti
sepenuhnya tidak mungkin diwujudkan, dan konflik di antara sesama warga bangsa
tidak dapat dihilangkan sama sekali. Tulisan ini akan memaparkan kondisi masyarakat
Indonesia yang diwarnai oleh berbagai macam perbedaan dan upaya mewujudkan
integrasi nasional dengan tetap menghargai terdapatnya perbedaan- perbedaan tersebut.
Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika tersebut mempunyai peran terhadap bangsa
Indonesia yaitu agar menjadi bangsa yang berhasil mewujudkan integrasi nasional di
tengah masyarakatnya yang majemuk. Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
tersebut juga diharapkan sebagai landasan atau dasar perjuangan untuk mewujudkan
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia agar dikenal di mata dunia sebagai bangsa
yang multikulturalisme
DAFTAR PUSTAKA
Wibowo, I, 2000, Negara dan Mayarakat : Berkaca dari Pengalaman Republik Rakyat
Cina. Jakarta : Gramedia
Winarno. 2007, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi.
Jakarta : Bumi Aksara
Haviland, W. A, .1999. Antopologi jilid I. Jakarta : Erlangga
Koentjoroningrat. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : PT Dian Rakyat
Seokanto, S. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Rajawali Press
Universitas Sriwijaya. 2014. Buku Panduan Kewarganegaraan. UPT Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian.
Nikolas. 2007. Pentingnya integrasi nasional indonesia. (http://www.education-
penteingnya-integrasi-nasional.org/wiki)