Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

INTEGRASI NASIONAL

Mata Kuliah : Pancasila dan Kewarganegaraan


Dosen : T. Citra Nisa Farza, SPd, MSi

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
Alfi Nura
Anisa Khairany Siregar
Amin Amanah
Hutraindo
Muhammad Ikhsan

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SYEKH H. ABDUL HALIM HASAN


AL-ISHLAHIYAH
BINJAI
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentu kami tidak akan mampu untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Seluruh anggota kelompok II mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas


limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga
kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah mata kuliah Pancasila dan
Kewarganegaraan dengan judul “Integrasi Nasional”.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Binjai, 28 September 2019


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan negara kesatuan yang penuh dengan kenekaragaman, yang
terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan
kepercayaan, dan lain-lain. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak
dapat dipungkiri keberadaannya. Sejarah membuktikan bahwa kebudayaan di Indonesia
mampu hidup secara berdampingan, saling mengisi. Hubungan-hubungan antar
kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam bingkai ”Bhinneka Tunggal Ika” .
Namun seiring berjalannya waktu, kemajemukan masyarakat cenderung menjadi
beban bangsa Indonesia. Hal ini terlihat dari munculnya berbagai masalah yang
sumbernya berbau kemajemukan, saat ini makna bhineka Tunggal Ika semakin luntur.
Sudah tampak kecondongan terpecah belah. Semangat “Bhinneka Tunggal Ika” perlu
untuk disosialisasikan lagi.
Saat ini pula bangsa Indonesia, masih mengalami krisis multidimensi yang
menggoncang kehidupan kita. Sebagai salah satu masalah utama dari krisis besar itu
adalah ancaman disintegrasi bangsa yang hingga saat ini masih belum mereda.
Kesadaran akan pentingnya kerukunan antar agama, suku, ras, dan budaya harus selalu
di wujudkan melalui pemahaman integrasi nasional.
Dewasa ini masih banyak masyarakat yang belum mempunyai toleransi yang
baik dengan banyaknya perbedaaan yang ada. Mereka masih belum menerima
perbedaan tersebut. Padahal untuk menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa, masyarakat
harus menempatkan dan menerapkan sistem integrasi nasional tersebut.
Semoga dengan makalah ini, kita lebih bisa memahami tentang pentingnya
integrasi nasional dan toleransi dalam mengatasi masalah yang memicu perpecahan. kita
bisa bersikap lebih apresiatif terhadap integrasi dan mempertahankan ciri khas
kebudayaan masing-masing daerah/suku, serta berusaha untuk dapat bereksplorasi akan
keilmuwan yang menunjang dalam segala aspek pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Integrasi Nasional


Integrasi nasional berasal dari dua kata, yaitu “Integrasi” dan “Nasional”.
Integrasi berasal dari bahasa inggris, Integrate artinya menyatupadukan,
menggabungkan, mempersatukan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Integrasi
artinya pembauran hingga menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh. Sedangkan kata
Nasional berasal dari bahasa Inggris, nation yang artinya bangsa. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, integrasi nasional mempunyai arti politis dan antropologis.
a) Secara Politis
Integrasi nasional secara politis berarti penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial
dalam kesatuan wilayah nasional yang membentuk suatu identitas nasional.
b) Secara Antropologis
Integrasi nasional secara antropologis berarti proses penyesuaian di antara unsur-unsur
kebudayaan yang berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam kehidupan
masyarakat.
Howard Wriggins, seorang ahli sosiologi menyatakan bahwa pengertian nasional
sudah mengandung adanya integrasi bangsa. Artinya, pernyataan unsur-unsur yang
berbeda dari suatu masyarakat menjadi satu kesatuan yang lebih utuh. Atau dengan kata
lain, nasional berarti berpadunya unsur-unsur masyarakat kecil dan banyak jumlahnya
menjadi satu kesatuan bangsa.
Menurut Ernest Renant, ahli sosiologi Perancis, proses perpaduan itu timbul
akibat adanya kesadaran, hasrat dan kemauan untuk bersatu. Pengertian integrasi ini
dengan jelas mencerminkan adanya kemajemukan atau pluralitas masyarakat Indonesia.
Disini dijumpai adanya pengelompokan masyarakat berdasarkan ikatan premodialisme,
daerah asal, bahasa, ras, agama, kepercayaan dan suku bangsa. Kelompok masyarakat
ini menyatu menjadi masyarakat besar, yaitu bangsa Indonesia. Kemauan untuk bersatu
atau to became together itu muncul akibat adanya berbagai kesamaan , antara lain nasib
yang sama dalam perjalanan sejarah.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik
dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi
bangsa karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau
mengelola budaya budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain
menimbulkan sebuah keuntungan,hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang
baru.Kita ketahui dengan wilayah dan budaya yang melimpah itu akan menghasilkan
karakter atau manusia manusia yang berbeda pula sehingga dapat mengancam keutuhan
bangsa Indonesia.
Intergasi nasional dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur
yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi.
Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan
tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan berbagai aspek
perbedaan sosial budaya yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian
dan keselarasan secara nasional dalam mencapai tujuan bersama sebagai suatu bangsa..
Dengan demikian Integrasi nasional dapat diartikan penyatuan bagian-bagian yang
berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh, atau
memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu
bangsa.

2. Pentingnya Integrasi Nasional


Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap
negara, salah satunya Indonesia. Sebab masyarakat yang terintegrasi diperlukan bagi
negara untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan.
Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan belum terupaya dengan baik untuk
mengintegrasikan masyarakat. Seperti halnya pada era reformasi tahun 1998, berbagai
macam perbedaan suku,budaya dan agama bahkan kepentingan pribadi membuat
Indonesia tidak dapat mencapai tujuannya sehingga dengan adanya integrasi usaha
untuk menyatukan berbagai macam perbedaan dapat dilakukan.
Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin
diwujudkan, karena setiap masyarakat disamping membawakan potensi integrasi juga
menyimpan potensi konflik atau pertentangan. Persamaan kepentingan, kebutuhan
untuk bekerja sama, serta konsensus tentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat,
merupakan potensi yang mengintegrasikan. Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada
dalam masyarakat seperti perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya, dan
perbedaan kepentingan adalah menyimpan potensi konflik, terlebih apabila perbedaan-
pebedaan itu tidak dikelola dan disikapi dengan cara dan sikap yang tepat.
Indonesia sangat dikenal dengan keanekaraganm suku,budaya dan agama. Oleh
sebab itu, adanya pengaruh globalisasi yang masuk ke Indonesia membuat masyarakat
Indonesia lebih memilih untuk suatu yang trend walaupun hal tersebut membuat upaya
integrasi tidak terwujud. Masyarakat Indonesia belum sadar akan pengaruh globalilasi
yang ternyata tidak baik bagi masyarakat Indonesia. Selain pengaruh globalisasi,
masyarakat Indonesia bertindak atas wewenang sendiri maupun kelompok sehingga
konflik terjadi dimana-mana seperti pertengkaran antar suku, pembakaran tempat-
tempat ibadah dan lain sebagainya. Konflik tersebutlah yang membuat integrasi
nasional susah diwujudkan. Upaya integrasi terus dilakukan agar Indonesia menjadi satu
kesatuan yang mana disebutkan dalam semboya bhinneka tunggal ika.
Integrasi nasional penting untuk diwujudkan dalam kehidupan masyrakat
Indonesia dikarenakan Indonesia merupakan negara yang masih berkembang atau dapat
dikatakan negara yang masih mencari jati diri. Selain itu, integrasi nasional sangat
penting untuk diwujudkan karena integrasi nasional merupakan suatu cara yang dapat
menyatukan berbagai macam perbedaan yang ada di Indonesia.

3. Perkembangan Sejarah Integrasi di Indonesia


Menurut pendapat Suroyo (2002), ternyata sejarah menjelaskan bangsa kita
sudah mengalami pembangunan integrasi sebelum bernegara Indonesia yang merdeka.
Menurut Suroyo, terdapat tiga model integrasi dalam sejarah perkembangan integrasi di
Indonesia, yakni:

a. Model Integrasi Imperium Majapahit

Model integrasi pertama ini bersifat kemaharajaan (imperium) Majapahit. Struktur


kemaharajaan yang begitu luas ini berstruktur konsentris. Dimulai dengan konsentris
pertama yaitu wilayah inti kerajaan (nagaragung): pulau Jawa dan Madura yang
diperintah langsung oleh raja dan saudarasaudaranya. Konsentris kedua adalah wilayah
di luar Jawa (mancanegara dan pasisiran) yang merupakan kerajaan-kerajaan otonom.
Konsentris ketiga (tanah sabrang) adalah negara-negara sahabat di mana Majapahit
menjalin hubungan diplomatik dan hubungan dagang, antara lain dengan Champa,
Kamboja, Ayudyapura (Thailand).

b. Model Integrasi Kolonial

Model integrasi kedua atau lebih tepat disebut dengan integrasi atas wilayah Hindia
Belanda baru sepenuhnya dicapai pada awal abad XX dengan wilayah yang terentang
dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah kolonial mampu membangun integrasi
wilayah juga dengan menguasai maritim, sedang integrasi vertikal antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah dibina melalui jaringan birokrasi kolonial yang terdiri dari
ambtenaar-ambtenaar (pegawai) Belanda dan pribumi yang tidak memiliki jaringan
dengan massa rakyat.

Dengan kata lain pemerintah tidak memiliki dukungan massa yang berarti. Integrasi
model kolonial ini tidak mampu menyatukan segenap keragaman bangsa Indonesia
tetapi hanya untuk maksud menciptakan kesetiaan tunggal pada penguasa kolonial.

c. Model Integrasi Nasional Indonesia

Model integrasi ketiga ini merupakan proses berintegrasinya bangsa Indonesia sejak
bernegara merdeka tahun 1945. Meskipun sebelumnya ada integrasi kolonial, namun
integrasi model ketiga ini berbeda dengan model kedua.
Integrasi model kedua lebih dimaksudkan agar rakyat jajahan (Hindia Belanda)
mendukung pemerintahan kolonial melalui penguatan birokrasi kolonial dan
penguasaan wilayah.

Integrasi model ketiga dimaksudkan untuk membentuk kesatuan yang baru yakni
bangsa Indonesia yang merdeka, memiliki semangat kebangsaan (nasionalisme) yang
baru atau kesadaran kebangsaan yang baru.
Model integrasi nasional ini diawali dengan tumbuhnya kesadaran berbangsa
khususnya pada diri orang-orang Indonesia yang mengalami proses pendidikan sebagai
dampak dari politik etis pemerintah kolonial Belanda. Mereka mendirikan organisasi-
organisasi pergerakan baik yang bersifat keagamaan, kepemudaan, kedaerahan, politik,
ekonomi perdagangan dan kelompok perempuan.

Para kaum terpelajar ini mulai menyadari bahwa bangsa mereka adalah bangsa jajahan
yang harus berjuang meraih kemerdekaan jika ingin menjadi bangsa merdeka dan
sederajat dengan bangsa-bangsa lain.

Mereka berasal dari berbagai daerah dan suku bangsa yang merasa sebagai satu nasib
dan penderitaan sehingga bersatu menggalang kekuatan bersama. Misalnya, Sukarno
berasal dari Jawa, Mohammad Hatta berasal dari Sumatera, AA Maramis dari Sulawesi,
Tengku Mohammad Hasan dari Aceh.

4. Strategi Integrasi
Masalah integrasi nasional merupakan persoalan yang dialami oleh
semuanegara, terutama adalah negara-negara berkembang. Dalam usianya yang masih
relatif muda dalam membangun negara bangsa (nation state), ikatan antara kelompok-
kelompok yang berbeda dalam negara masih rentan dan mudah tersulut untuk terjadinya
pertentangan antar kelompok. Di samping itu masyarakat di negara berkembang
umumnya memiliki ikatan primordial yang masih kuat. Kuatnya ikatan primordial
menjadikan masyarakat lebih terpancang pada ikatan-ikatan primer yang lebih sempit
seperti ikatan keluarga, ikatan kesukuan, ikatan sesama pemeluk agama, dan
sebagainya. Dengan demikian upaya mewujudkan integrasi nasional yang notabene
mendasarkan pada ikatan yang lebih luas dan melawati batas-batas kekelua rgaan,
kesukuan, dan keagamaan menjadi sulit untuk diwujudkan.
Dalam rangka mengupayakan terwujudnya integrasi nasional yang mantap ada beberapa
strategi yang mungkin ditempuh,yaitu:
1. Stategi Asilmilasi
2. Strategi Akulturasi
3. Strategi Pluralis
Ketiga strategi tersebut terkait dengan seberapa jauh penghargaan yang
diberikan atas unsur-unsur perbedaan yang ada dalam masyarakat.Strategi asimilasi,
akulturasi, dan pluralisme masing-masing menunjukkan penghargaan yang secara
gradual berbeda dari yang paling kurang, yang lebih, dan yang paling besar
penghargaannya terhadap unsur-unsur perbedaan dalam masyarakat, di dalam upaya
mewujudkan integrasi nasional tersebut.
1. Strategi Asimilasi
Asimilasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih
menjadi satu kebudayaan yang baru, di mana dengan percampuran tersebut maka
masing-masing unsur budaya melebur menjadi satu sehingga dalam kebudayaan yang
baru itu tidak tampak lagi identitas masing-masing budaya pembentuknya. Ketika
asimilasi ini menjadi sebuah strategi integrasi nasional, berarti bahwa negara
mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan agar unsur-unsur budaya yang
ada dalam negara itu benar-benar melebur menjadi satu dan tidak lagi menampakkan
identitas budaya kelompok atau budaya lokal. Dengan strategi yang demikian tampak
bahwa upaya mewujudkan integrasinasional dilakukan tanpa menghargai unsur-unsur
budaya kelompok atau budaya lokal dalam masyarakat negara yang bersangkutan.
Dalam konteks perubahan budaya, asimilasi memang bisa saja terjadi dengan sendirinya
oleh adanya kondisi tertentu dalam masyarakat. Namun bisa juga hal itu merupakan
bagian dari strategi pemerintah negara dalam mengintegrasikan masyarakatnya, yaitu
dengan cara melakukan rekayasa budaya agar integrasi nasional dapat diwujudkan.
Dilihat dari perspektif demokrasi, apabila upaya yang demikian itu dilakukan dapat
dikatakan sebagai cara yang kurang demokratis dalam mewujudkan integrasi nasional.

2. Strategi Akulturasi
Akulturasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih
sehingga memunculkan kebudayaan yang baru, di mana ciri-ciri budaya asli
pembentuknya masih tampak dalam kebudayaan baru tersebut. Dengan demikian berarti
bahwa kebudayaan baru yang terbentuk tidak “melumat” semua unsur budaya
pembentuknya. Apabila akulturasi ini menjadi strategi integrasi yang diterapkan oleh
pemerintah suatu negara, berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan
mengupayakan adanya identitas budaya bersama namun tidak menghilangkan seluruh
unsur budaya kelompok atau budaya lokal. Dengan strategi yang demikian tampak
bahwa upaya mewujudkan integrasi nasional dilakukan dengan tetap menghargai unsur-
unsur budaya kelompok atau budaya lokal, walaupun penghargaan tersebut dalam
kadaryang tidak terlalu besar. Sebagaimana asimilasi, proses akulturasi juga bisa terjadi
dengan sendirinya tanpa sengaja dikendalikan oleh negara. Namun bisa juga akulturasi
menjadi bagian dari strategi pemerintah negara dalam mengintegrasikan
masyarakatnya. Dihat dari perspektif demokrasi, strategi integrasi nasional melalui
upaya akulturasi dapat dikatakan sebagai cara yang demokratis dalam mewujudkan
integrasi nasional karena masih menunjukan pengharhaan terhadap unsur kelompok
budaya lokal

3.Strategi Pluralis
Paham Pluralis merupakan paham yang menghargai terdapatnya perbedaan
dalam masyarakat. Paham Pluralis pada prinsipnya mewujudkan integrasi nasional
dengan memberi kesempatran pada segala unsur perbedaan yang ada dalam masyarakat
untuk hidup dan berkembang. Ini berarti bahwa dnegan strategi pluralis dalam
mewujudkan integrasi nasional negara memberi kesempatan kepada semua unsur
keragaman dalam negara. Baik suku, agama, buaya daerah, dan perbedaan-perbedaan
lainnya untuk tumbuh dan berkembang serta hidup berdampingan secara damai. Jadi
Integrasi nasional diwujudkan dengan tetap ,menghargai terdapatnya perbvedaan-
perbedaan dalam msyarakat. Hal ini sejalan dengan pandangan multikulturalisme bahwa
setiap unsur perbedaan memiliki nilai dan kedudukan yang sama, sehingga masing-
masing berhak mendapatkan kesempatan untuk berkembang.

5. Integrasi Nasional Indonesia


Salah satu persoalan yang dialami oleh negara-negara berkembang termasuk
indonesia dalam mewujudkan integrasi nasional adalah masalah primordialisme yang
masih kuat. Titik pusat goncangan primordial biasanya berkisar pada beberapa hal, yaitu
masalah hubungan darah (kesukuan), jenis bangsa (ras), bahasa, daerah, agama, dan
kebiasaan.
Di era globalisasi, tantangan itu bertambah oleh adanya tarikan global dimana
keberadaan negara dan bangsa sering dirasa terlalu sempit untuk mewadahi tuntunan
dan kecenderungan global. Dengan demikian keberadaan negara berada dalam dua
tarikan sekaligus, yaitu tarikan dari luar berupa globalisasi yang cenderung
mengabaikan batas-batas negara-bangsa, dan tarikan dari dalam berupa kecenderungan
menguatnya ikatan-ikatan yang sempit seperti ikatan etnis, kesukuan, atau kedaerahan.
Disitulah nasionalisme dan keberadaan negara nasional mengalami tantangan yang
semakin berat.
Namun demikian harus tetap diyakini bahwa nasionalisme sebagai karakter
bangsa tetap diperlukan di era indonesia merdeka sebagai kekuatan untuk menjaga
eksistensi, sekaligus mewujudkan taraf peradaban yang luhur, kekuatan yang tangguh,
dan mencapai negara-bangsa yang besar. Nasionalisme sebagai karakter semakin
diperlukan dalam menjaga harkat dan martabat bangsa di era globalisasi karena
gelombang “peradaban kesejagatan” ditandai oleh semakin kaburnya batas-batas
teritorial negara akibat gempuran informasi dan komunikasi.
Dengan kondisi masyarakat indonesia yang diwarnai oleh berbagai
keanekaragaman, harus disadari bahwa masyarakat indonesia menyimpan potensi
konflik yang sangat besar, baik konflik yang bersifat vertikal maupun bersifat
horizontal. Dalam dimensi vertikal, sepanjang sejarah sejak proklamasi indonesia
hampir tidak pernah lepas dari gejolak kedaerahan berupa tuntutan untuk memisahkan
diri. Sedangkan dalam dimensi horizontal, sering pula dijumpai adanya gejolak atau
pertentangan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat, baik konflik yang
bernuansa ras, kesukuan, keagamaan, atau antar golongan. Disamping itu juga konflik
yang bernuansa kecemburuan sosial.
Dalam skala nasional, kasus aceh, papua, ambon, merupakan konflik yang
bersifat vertikal dengan target untuk memisahkan diri dari negara republik indonesia.
Kasus-kasus tersebut dapat dilihat sebagai konflik antara masyarakat daerah dengan
otoritas kekuasaan yang ada di pusat. Disamping masuknya kepentingan-kepentingan
tertentu dari masyarakat yang ada di daerah, munculnya konflik tersebut merupakan
ekspresi ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat yang diberlakukan di
daerah. Kebijakan pemerintah pusat dianggap memunculkan kesenjangan antar daerah,
sehingga ada daerah-daerah tertentu yang sangat maju pembangunannya, sementara ada
daerah-daerah yang masih terbelakang. Dalam hubungan ini isu dikhotomi jawa dan
luar jawa sangat menonjol, dimana jawa dianggap mempresentasikan pusat kekuasaan
yang kondisinya sangat maju, sementara hanya daerah-daerah di luar jawa yang merasa
menyumbangkan pendapatan yang besar pada negara, kondisinya masih terbelakang.
Dengan mengacu pada faktor-faktor terjadinya konflik kedaerahan sebagaimana
disebutkan diatas, konflik kedaerahan di indonesia terkait secara akumulatif dengan
berbagai faktor tersebut.
Sejak awal berdirinya negara indonesia, para pendiri negara menghendaki
persatuan di negara ini diwujudkan dengan menghargai terdapatnya perbedaan di
dalamnya. Artinya bahwa upaya mewujudkan integrasi nasional indonesia dilakukan
dengan tetap memberi kesempatan kepada unsur-unsur perbedaan yang ada untuk dapat
tumbuh dan berkembang secara bersama-sama. Proses pengesahan pembukaan UUD
1945 oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 yang bahannya diambil dari naskah
piagam jakarta, dan didalamnya terdapat rumusan dasar-dasar negara pancasila,
menunjukkan pada kjita betapa tokoh-tokoh pendiri negara (the founding fathers) pada
waaktu itu menghargai perbedaan-perbadaan yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat indonesia. Para pendiri negara rela mengesampingkan persoalan perbedaan-
perbedaan yang ada demi membangun sebuah negara yang dapat melindungi seluruh
rakyat indonesia.
Sejalan dengan itu dipakailah semboyan bhineka tunggal ika, yang artinya
walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu adanya. Semboyan tersebut sama maknanya
dengan istilah “unity in diversity:”, yang artinya bersatu dalam keanekaragaman, sebuah
ungkapan yang menggambarkan cara menyatukan secara demokratis suatu masyarakat
yang didalamnya diwarnai oleh adanya berbagai perbedaan. Dengan semboyan bhineka
tunggal ika tersebut segala perbedaan dalam masyarakat ditanggapi bukan sebagai
keadaan yang menghambat persatuan dan kesatuan bangsa, melainkan sebagai kekayaan
budaya yang dapat dijadikan sumber pengayaan kebudayaan nasional kita.
Untuk terwujudnya masyarakat yang menggambarkan semboyan bhineka
tunggal ika, diperlukan pandangan atau wawasan multikulturalisme. Multikulturalisme
adalah pandangan bahwa setiap kebudayaan memiliki nilai dan kedudukan yang sama
dengan kebudayaan lain, sehingga setiap kebudayaan berhak mendapatkan tempat
sebagaimana kebudayaan lainnya. Perwujudan dari multikulturalisme adalah kesediaan
orang-orang dari kebudayaan yang beragam untuk hidup berdampingan secara damai.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masalah integrasi nasional merupakan persoalan yang dialami hampir semua negara,
terutama negara-negara yang usianya masih relatif muda, termasuk Indonesia. Hal ini
disebabkan karena mendirikan negara berarti menyatukan orang-orang dengan segala
perbedaan yang ada menjadi satu entitas kebangsaan yang baru menyertai berdirinya
negara tersebut. Begitu juga negara Indonesia yang usianya masih relatif muda. Sejak
proklamasi kemerdekaan sampai sekarang negara Indonesia masih menghadapi
persoalan bagaimana menyatukan penduduk Indonesia yang didalamnya terdiri dari
berbagai macam suku, memeluk agama yang berbeda-beda, berbahasa dengan bahasa
daerah yang beranekaragam, serta memiliki kebudayaan daerah yang berbeda satu sama
lain, untuk menjadi satu entitas baru yang dinamakan bangsa Indonesia.
Pengalaman menunjukkan bahwa dalam perjalanan membangun kehidupan bernegara
ini, kita masih sering dihadapkan pada kenyataan adanya konflik atar kelompok dalam
masyarakat, baik konflik yang berlatar belakang kesukuan, konflik antar pemeluk
agama, konflik karenakesalahpahaman budaya, dan semacamnya. Hal itu menunjukkan
bahwa persoalan integrasi nasional Indonesia sejauh ini masih belum tuntas perlu terus
dilakukan pembinaan. Walaupun harus juga disadari bahwa integrasi nasional dalam arti
sepenuhnya tidak mungkin diwujudkan, dan konflik di antara sesama warga bangsa
tidak dapat dihilangkan sama sekali. Tulisan ini akan memaparkan kondisi masyarakat
Indonesia yang diwarnai oleh berbagai macam perbedaan dan upaya mewujudkan
integrasi nasional dengan tetap menghargai terdapatnya perbedaan- perbedaan tersebut.
Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika tersebut mempunyai peran terhadap bangsa
Indonesia yaitu agar menjadi bangsa yang berhasil mewujudkan integrasi nasional di
tengah masyarakatnya yang majemuk. Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
tersebut juga diharapkan sebagai landasan atau dasar perjuangan untuk mewujudkan
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia agar dikenal di mata dunia sebagai bangsa
yang multikulturalisme
DAFTAR PUSTAKA

Wibowo, I, 2000, Negara dan Mayarakat : Berkaca dari Pengalaman Republik Rakyat
Cina. Jakarta : Gramedia
Winarno. 2007, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi.
Jakarta : Bumi Aksara
Haviland, W. A, .1999. Antopologi jilid I. Jakarta : Erlangga
Koentjoroningrat. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : PT Dian Rakyat
Seokanto, S. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Rajawali Press
Universitas Sriwijaya. 2014. Buku Panduan Kewarganegaraan. UPT Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian.
Nikolas. 2007. Pentingnya integrasi nasional indonesia. (http://www.education-
penteingnya-integrasi-nasional.org/wiki)

Anda mungkin juga menyukai