Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk, menuntut untuk
menerapkan sikap yang toleran. Akan tetapi, menjadi sebuah paradoks di tengah
masyarakat Indonesia yang beragam, timbulnya sikap intoleran, radikalisme,
ekstrimisme begitu memprihatinkan. Sebagai proteksi, perlu ada pemahaman yang
moderat terutama di kalangan generasi milenial. Masyarakat Indonesia dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia memiliki keragaman, mencakup beraneka ragam
bahasa, agama, budaya,dan status sosial. Keragaman dapat menjadi ”integrating
force” yang mengikat kemasyarakatan namun dapat menjadi penyebab terjadinya
benturan antar budaya, antar ras, etnik, agama dan antar nilai-nilai hidup. Keragaman
budaya (multikultural) merupakan peristiwa alami karena bertemunya berbagai
budaya, berinteraksinya beragam individu dan kelompok dengan membawa perilaku
budaya, memiliki cara hidup berlainan dan spesifik. Keragaman seperti keragaman
budaya, agama, dan etnis tersebut saling berinteraksi dalam komunitas masyarakat
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah peran Organisasi Kemasyarakatan dalam modal sosial kultural
moderasi beragama?
2. Bagaimanakah peran keberagaman dalam modal sosial kultural moderasi
beragama?
3. Bagaimanakah peran musyawarah dalam modal sosial kultural moderasi
beragama?
C. Tujuan
1. Mengetahui peran organisasi kemasyarakatan dalam modal sosial kultural
moderasi beragama.
2. Mengetahui peran keberagaman dalam modal sosial kultural moderasi
beragama.
3. Mengetahui peran musyawarah dalam modal sosial kultural moderasi
beragama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Organisasi Kemasyarakatan Modal Sosial Kultural Moderasi Beragama
Indonesia memiliki sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan
yang mampu memberikan kontribusi signifikan dalam penguatan harmoni dan
demokrasi dan mendapat pengakuan luas dari masyarakat global, khususnya dari
negara-negara yang juga plural dan multikultural tapi tidak memiliki ormas
keagamaan seperti di Indonesia. Tokoh-tokoh demokrasi, tokoh agama, dan para
cendekiawan di Indonesia pun meyakini bahwa ormas keagamaan di Indonesia telah
memberikan sumbangsih tak terhingga terhadap keberlangsungan kehidupan
berbangsa dan beragama.
Hal ini terjadi karena hampir semua ormas keagamaan di Indonesia tumbuh
mengakar di kalangan umatnya. Para pengikutnya meyakini bahwa mereka memiliki
kewajiban, sekaligus kontribusi, secara bersama-sama membangun model praktik
keberagamaan khas, yang tidak tercerabut dari akar kebudayaan dan kemasyarakatan,
tetapi pada saat yang sama juga terus menerus meresepsi, beradaptasi dengan budaya
baru, seraya berinovasi memikirkan kemajuan di berbagai bidang.
Organisasi kemasyarakatan keagamaan di Indonesia memiliki komitmen besar
pada kebangsaan, NKRI, demokrasi, serta nilai-nilai luhur tradisi dan budaya yang
sudah lama berkembang, sehingga membentuk karakter nasional sebagai bangsa yang
religius sekaligus moderat. Ini semakin membuktikan bahwa keberagamaan yang
lebih condong pada antara dua kutub ekstrem, ekstrem kanan dan ekstrem kiri, tidak
cocok untuk sebuah keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bangsa
kita telah memilih jalan moderat yang diejawantahkan dalam lima sila (Pancasila)
yang kemudian disepakati menjadi nilai-nilai moral publik.
Ditinjau dari sudut pandang setiap agama yang ada di Indonesia, Pancasila
memang seirama dan selaras dengan tujuan diturunkannya ajaran agama. Hal itu
tercermin dalam sila pertama yang di dalamnya menyimpan semangat untuk
mewujudkan kemaslahatan publik (common good) dengan bertumpu pada nilai
agama, sila kedua menegaskan perlindungan nyawa yang merupakan hal mendasar
bagi manusia, dalam sila ketiga ada jaminan untuk keturunan, sila keempat adalah
cerminan dari perlindungan terhadap akal/kebijaksanaan dan sila kelima jaminan
untuk pengamanan harta.Indonesia merupakan potret ideal bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara, karena menempatkan relasi agama secara harmonis dengan negara.
Praktik yang baik ini mesti diadvokasi atau dikampanyekan secara masif ke public
bahwa pemahaman keagamaan yang moderat merupakan nature dari bangsa kita. Hal
ini merupakan warisan (legacy) yang harus kita rawat bersama.
Suatu rumusan terkenal hubungan antara agama dan negara di Indonesia bahwa
“Indonesia bukanlah negara teokratis, tetapi bukan pula negara sekuler.” Rumusan ini
berarti bahwa tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara tidak didasarkan pada satu
paham atau keyakinan agama tertentu, namun nilai-nilai keluhuran, keutamaan dan
kebaikan yang terkandung dalam agama-agama diakui sebagai sumber dan landasan
spiritual, moral dan etik bagi kehidupan bangsa dan negara.
Indonesia termasuk negeri paling majemuk di dunia. Keragaman yang sangat
tinggi ini menyimpan potensi disintegrasi yang juga sangat tinggi. Kemajemukan
merupakan potensi positif apabila dijaga dan dikelola dengan benar. Namun
sebaliknya, ia dapat menjadi sumber konflik jika tidak disertai dengan kuatnya
pemahaman budaya serta komitmen untuk menjaga kebinekaan. Sejauh ini,
masyarakat
Indonesia telah banyak menunjukkan kearifan lokalnya (local wisdom) untuk
menjaga persatuan dan keutuhan. Dan, kearifan lokal semacam itu adalah modal
sosial yang sangat berharga untuk membangun cara pandang, sikap, dan perilaku
beragama yang moderat.
Modal sosial yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia adalah budaya gotong
royong yang sejak lama telah melekat pada setiap lapisan masyarakat. Gotong royong
secara harfiyah berarti mengangkat atau mengerjakan sesuatu secara bersama-sama.
Gotong royong adalah perwujudan nyata dari semangat kesatuan dan persatuan
bangsa Indonesia. Sikap ini mempunyai nilai moral yang tinggi, seperti kebersamaan,
rasa empati, saling membantu, dan lebih mengutamakan kepentingan bersama. Sikap
ini dapat dijumpai pada aktivitas keseharian masyarakat Indonesia seperti kegiatan
perayaan, bakti sosial, aktivitas pertanian, peristiwa bencana atau kematian, bahkan
sosial keagamaan. Sikap ini menggambarkan bagaimana bangsa Indonesia lebih
mengedepankan kemanusiaan dan persamaan daripada perbedaan. Kebersamaan yang
ditunjukkan warga dengan melakukan gotong royong terkait sosial keagamaan tanpa
saling mengganggu keyakinan.
Arifin, M. J., Saodah, R. N., Anan, M., Sakti, B., Irawan, I., Habir, Y., ... & Wahyuni, I.
(2022). Budaya gotong royong sebagai modal sosial potret moderasi beragama dalam
kegiatan pembuatan pupuk organik. Insaniyah, 1(1).
https://beritajatim.com/postingan-anda/moderasi-beragama-dalam-perspektif-sosio-kultural/.
Kementrian Agama RI. (2019). MODERASI BERAGAMA. Jakarta : Badan Litbang dan
Diklat Kementrian Agama RI.