Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

“ AGAMA DAN MULTIKULTUR DALAM PERSPEKTIF IMAN


KRISTEN “

DOSEN PENGAMPU :

YUNILDA MEGAWATI TULAK ALLO, S.Th., M.d

DISUSUN OLEH:

JOSHUA NATHANIEL NGGAU C10122147 INDAH CHRISTIANI O10122150

INDAH CHRISTIANI C10122150 SHEREN CLAUDIA O12122158

PASCAL BINTINDJAYA C20022019 ZEFANYA KAWUN O12122159

KRISTINA NTOPU C30122030 MERLIN Y.S LOMO O12122299

CRISTI FILYA DUNGGA C30122101 AGRIANTO BAMOLELE O12122350

SILVANDA M.W MOROKUHI C30122237 RIVALDO TEMPALI O12122352

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS TADULAKO 2022/2023


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Pendidikan Agama Kristen dalam memenuhi tugas akhir ujian semester
yang berjudul “ Agama dan Multikultur dalam Perspektif Iman Kristen “.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah


Pendidikan Agama Kristen Ibu Yunilda Mega Tulak Allo, S.Th., M.d yang
memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan makalah. Penulis juga
mngucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang membantu sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari jika dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna maka dari itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang
membangun. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat
tentang ‘Agama dan Multikultur dalam Perspektif Iman Kristen.”

Palu, 14 Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL…………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………..

1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………………


1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………..
1.3 Tujuan…………………………………………………………………

BAB 2 PEMBAHASAN…………………………………………………………
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1.1 Pengertian Agama

Definisi Agama Menurut Beberapa Ahli Edward Burnett Tylor, dikutip dari
Seven Theories of Religion (1996) karya Daniel L. Pals, definisi agama adalah
kepercayaan seseorang terhadap makhluk spiritual, misalnya roh, jiwa, dan hal-hal
lain yang punya peran dalam kehidupan manusia. James George Frazer dalam
bukunya berjudul The Golden Bough cenderung sepakat dengan Tylor, namun ia
membedakan sihir dengan agama. Menurutnya, agama adalah keyakinan bahwa
dunia alam dikuasai oleh satu atau lebih dewa dengan karakteristik pribadi dengan
siapa bisa mengaku, bukan oleh hukum. pengertian agama menurut Elizabet K.
Notthigham dalam bukunya Agama dan Masyarakat berpendapat bahwa agama
adalah gejala yang begitu sering terdapat dimana-mana sehingga sedikit
membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah. Lebih lanjut, ia
mengatakan bahwa agama terkait dengan usaha-usaha manusia untuk mengatur
dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan kederadaan alam semesta.
Agama telah menimbulkan khayalnya yang paling luas dan juga digunakan untuk
membenarkan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama dapat
membangkitkan kebahagiaan batin yang sempurna, dan juga perasaan takut dan
ngeri. Agama juga merupakan pantulan dari solidaritas sosial.

Agama secara umum dapat didefisinikan sebagai sistem yang mengatur


kepercayaan dan peribadatan Kepada Tuhan serta tata kaidah yang berhubungan
dengan budaya, serta pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan
tatanan kehidupan.Agama identik dengan kepercayaan, yakni apa yang diyakini
dan dipercayai. Masing-masing agama biasanya mempunyai mitologi, simbol,
atau sejarah untuk menjelaskan makna hidup dan asal-usul kehidupan atau alam
semesta. Manusia beribadah kepada Tuhan yang mereka yakini keberadaan dan
kekuasaannya. Mereka yakin bahwa ada kekuatan dan kekuasaan yang patut
disembah yang jauh melebihi kekuatan manusia. Lalu apa arti kata “Agama” itu?
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya. Kata “Agama” berasal dari bahasa Sanskerta,
āgama yang berarti “tradisi”. Dilihat dari sudut pandang kebudayaan, agama dapat
berarti sebagai hasil dari suatu kebudayaan, dengan kata lain agama diciptakan
oleh manusia dengan akal budinya serta dengan adanya kemajuan dan
perkembangan budaya tersebut serta peradabanya. Bentuk penyembahan Tuhan 9
terhadap umatnya seperti pujian, tarian, mantra, nyanyian dan yang lainya, itu
termasuk unsur kebudayaan.Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi
yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang
berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan bereligi, seseorang mengikat
dirinya kepada Tuhan. Menurut filolog Max Müller, akar kata bahasa Inggris
“religion”, yang dalam bahasa Latin religio, awalnya digunakan untuk yang
berarti hanya “takut akan Tuhan atau dewa-dewa, merenungkan hati-hati tentang
hal-hal ilahi, kesalehan” ( kemudian selanjutnya Cicero menurunkan menjadi
berarti ” ketekunan) .Pada prakteknya selain memuja-muji Tuhan atau Dewa,
agama juga dipergunakan sebagai kontrol tindakan manusia dengan sesamanya.
Bahwa menyakiti manusia lain adalah tindakan dosa yang tidak disukai Tuhan.

2.1.2 Asal – Usul Agama

Secara umum, agama muncul dari keyakinan yang sudah tertanam kepada
orang-orang terdahulu. Sebagian penganut agama menunjukkan bukti kebenaran
keyakinannya dengan berbagai dokumentasi keagamaan. Sebagian lainnya hanya
meyakininya dalam hati saja. Penganut meyakini agama adalah perintah Tuhan
yang disampaikan melalui manusia pilihan (Nabi) untuk ditaati. Terbentuknya 3
agama tua (Kristen, Yahudi, dan Islam) memiliki sejarah atau asal usul yang sama
yaitu dari asal usul Bangsa Semit. Bangsa Semit berasal dari Jazirah Arab. Kata
Arab yang pertama kali muncul pada abad ke-9 sebelum masehi. Bangsa Arab
tidak semua terdiri oleh orang-orang Islam, tapi juga ada orang Kristen dan orang
Yahudi. Beberapa buktinya adalah adanya perabadan Nabath yang didirikan oleh
bangsa Arab beragama Kristen. Kristen, Yahudi, dan Islam mempunyai latar
belakang yang sama, dapat dibuktikan dari adanya Kitab Agama Islam, Kitab
Agama Kristen (Perjanjian lama), ditulis dalam suatu rumpunan yang sama yaitu
dari bahasa Semit. Salah satu isi dari perjanjian lama kata “Tuhan” yang
mempunyai arti yang sama dengan kata “Allah” yang di maksud oleh kaum
Muslim (kata “Allah” berarti Tuhan). Agama Islam, Yahudi, dan Kristen
mempunyai gagasan dasar yang sama yaitu percaya kepada satu Tuhan
(Monoteisme). Bangsa Semit mempunyai pandangan yang Linier terhadap
sejarah, seperti sebuah garis lurus dimana garis itu merupakan lambangan
terciptanya dunia adalah awal dari kehidupan dan kiamat sebagai akhir dari
kehidupan. Sekarang ini, Yerusalem adalah kota yang dianggap penting bagi
ketiga agama tersebut. ini juga merupakan suatu bukti bahwa ketiga agama
tersebut berasal dari satu asal yang sama. Di kota jerusalem tersebut terdapat
berbagai Sinagog (Yahudi), Greja ( Kristen), dan juga Mesjid (Islam) yang
terkemuka atau terkenal.Bangsa Indo – Eropa percaya ada banyak Dewa pada
masa itu. Sementara Bangsa Semit juga menjadikan ciri khas Bangsa Semit
disatukan dengan kepercayaan satu Tuhan (Monoteisme).

Sejak dahulu kala, manusia telah memperhatikan sekitarnya dan


mempertimbangkan dunia, alam semesta, dan makna kehidupan. Lain dari
binatang, manusia mempunyai keinginan bawaan untuk memahami bagaimana
kita hadir disini, mengapa kita berada disini, dan apa yang terjadi setelah
kematian. Adam dan Hawa mengenal Allah secara pribadi (Kejadian 3) dan
berbicara dengan-Nya (Kejadian 4:1). Anak-anak mereka mempersembahkan
kurban kepada Tuhan (Kejadian 4:3-4). Dan pada zaman cucu mereka, "waktu
itulah orang mulai memanggil nama TUHAN" bersama dalam ibadah (Kejadian
4:26). Di dalam setiap kebudayaan di sepanjang sejarah, manusia merasakan
keinginan untuk menyembah apa yang mereka anggap sebagai sumber kehidupan.
Alkitab menjelaskan alasannya - kita telah diciptakan menurut gambar dan rupa
Allah (Kejadian 1:27), dan Allah telah menempatkan kekekalan di dalam hati kita
(Pengkhotbah 3:11). Kita telah diciptakan untuk berhubungan dengan sang
Pencipta kita. Ritual dan praktek semua agama dimulai sebagai ekspresi keinginan
makhluk tercipta menyembah sang Pencipta. Di dalam setiap kebudayaan di
sepanjang sejarah, manusia merasakan keinginan untuk menyembah apa yang
mereka anggap sebagai sumber kehidupan. Alkitab menjelaskan alasannya - kita
telah diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:27), dan Allah telah
menempatkan kekekalan di dalam hati kita (Pengkhotbah 3:11). Kita telah
diciptakan untuk berhubungan dengan sang Pencipta kita. Ritual dan praktek
semua agama dimulai sebagai ekspresi keinginan makhluk tercipta menyembah
sang Pencipta.

Seorang pakar biologi bernama Julian Huxley mengatakan agama


merupakan warisan peninggalan zaman kebodohan dan takhayul: “Allah-allah
adalah fenomena perifer yang dihasilkan oleh evolusi.” Dalam kata lain, manusia
purba menciptakan ide Allah pada zaman purba, yang penuh takhayul, dan teisme
tidak lagi berlaku di zaman ini. Teori yang dibangun di atas asumsi evolusi
membayangkan bahwa kepercayaan manusia akan Allah pertamanya di
eskspresikan melalui animisme, penyembahan hantu, penyembahan tugu, dan
sihir. Akan tetapi tidak semua orang terpelajar mencapai konklusi serupa. Pendeta
Wilhelm Schmidt mengajukan bahwa agama monoteis merupakan agama pertama
yang dipraktekkan oleh manusia, dan argumen yang diajukan juga kuat. Manusia
memulai dengan kepercayaan pada satu Allah, namun kemudian teologinya
menyimpang menjadi kepercayaan pada lebih dari satu Allah.

Alkitab mengajar bahwa setelah peristiwa Air Bah, Allah menetapkan


sebuah perjanjian antara DiriNya dengan Nuh dan keturunannya (Kejadian 9:8-
17). Manusia melanggar perintah Allah untuk menyebar ke seluruh pelosok bumi
dan memenuhinya, dan mereka kemudian membangun sebuah kota dan malah
mendirikan sebuah menara yang tinggi. Allah kemudian mengacaukan bahasa
mereka dan memaksa mereka untuk berpencar (Kejadian 11:1-9). Setelah itu,
berbagai agama politeis bermunculan di muka dunia. Di kemudian waktu, Allah
mengungkapkan DiriNya kepada Abram dan menetapkan Perjanjian Abraham
(pada sekitar tahun 2,000 SM).
Setelah Allah menyelamatkan Israel dari perbudakan di Mesir, Ia memberi
mereka Perjanjian Musa dan kemudian Perjanjian Daud. Dalam semua peristiwa
ini, Allah yang memicu hubungan tersebut dengan umat-Nya. Dalam sejarah
agama di dunia, naratif ini unik.

Mengenai kekristenan, Allah Sendiri yang bertanggung-jawab atas


penetapan Perjanjian Baru – sebuah janji tanpa kondisi kepada Israel yang tak
setia untuk mengampuni dosanya berdasarkan kasih karunia-Nya yang murni dan
tak bernoda melalui pengurbanan sang Mesias. Perjanjian Baru ini juga
menyediakan cara supaya orang non-Yahudi dapat diselamatkan. Dalam semua
ini, Allah yang memulai hubungannya. Agama alkitabiah selalu berdasar pada
fakta bahwa Allah yang mengulurkan tangan kepada kita; bukan sebaliknya kita
yang menggapai Allah. Agama alkitabiah adalah respon terhadap kemurahan
Allah pada kita, bukan semata-mata kode perilaku yang harus pelihara bagi Allah.

Salah satu sebab kenapa adanya begitu banyak agama di dunia ini adalah
karena tipuan yang diciptakan oleh musuh jiwa kita, yang mencari kemuliaan dan
penyembahan bagi dirinya (2 Korintus 4:4; 1 Timotius 4:1). Salah satu alasan lain
adalah keinginan bawaan manusia untuk menjelaskan hal yang tidak dapat
dijelaskan dan menertibkan kekacauan. Banyak agama berhala mula-mula
mengajar bahwa, demi menjauhi malapetaka, mereka harus menyenangkan dewa-
dewa mereka yang plin-plan dan pemarah. Selama berabad-abad, agama
seringkali dibajak oleh raja dan penguasa demi menundukkan penduduknya
melalui sistem “gereja” yang dikelola negara.

Agama yang benar, yang dimulai oleh Allah ribuan tahun yang lalu antara
Israel dengan DiriNya, menunjuk kepada sang Mesias yang akan menyediakan
jalan supaya semua orang dapat berdamai dengan Pencipta mereka. Setelah
Kristus datang, agama Kristen menyebar melalui kesaksian pribadi ketika para
murid Yesus membawa kabar baik Injil kepada dunia dan Roh Kudus mengubah
kehidupan. Firman Allah juga direkam dalam bentuk tulisan dan tersedia pada
zaman ini di seluruh dunia dalam bentuk Alkitab.
Agama—Bagaimana Asal Mulanya? Sejarah agama sudah setua sejarah
manusia itu sendiri. Demikianlah kata para arkeolog dan para antropolog. Dalam
berbagai peradaban yang paling ”primitif” pun, yaitu yang belum maju,
ditemukan bukti adanya ibadat dalam bentuk tertentu. Malahan, The New
Encyclopædia Britannica mengatakan bahwa ”sejauh yang telah ditemukan oleh
para pakar, tidak pernah ada seorang pun, di mana pun, dan kapan pun, yang sama
sekali tidak religius”. Selain sudah ada sejak purbakala, agama juga banyak
variasinya. Para pemburu kepala manusia di hutan belantara di Kalimantan, orang
Eskimo di Kutub Utara yang dingin membeku, orang nomad di Gurun Sahara,
penduduk kota-kota metropolis besar di dunia—setiap orang dan setiap bangsa di
bumi mempunyai allah atau dewa-dewi dan cara beribadatnya sendiri.
Keanekaragaman agama benar-benar mencengangkan.

Maka, timbullah berbagai pertanyaan. Dari mana munculnya semua agama


ini? Karena ada perbedaan maupun kesamaan yang mencolok, apakah agama-
agama ini muncul sendiri-sendiri, atau mungkin berkembang dari satu sumber?
Kita bahkan mungkin bertanya: Mengapa ada agama? Dan, bagaimana asal
mulanya? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini benar-benar penting bagi
semua orang. Jika kita berbicara tentang asal usul agama, nama-nama seperti
Muhammad, Buddha, Konghucu, dan Yesus terlintas dalam benak orang-orang
dari berbagai agama. Dalam hampir setiap agama, ada seorang tokoh utama yang
diakui sebagai pendiri ’iman yang benar’. Beberapa di antaranya adalah reformis
yang menentang penyembahan berhala. Yang lainnya, filsuf moral. Yang lain lagi,
pahlawan rakyat yang tidak mementingkan diri. Banyak dari mereka
meninggalkan tulisan atau kata-kata mutiara yang menjadi dasar suatu agama
baru. Lambat laun, apa yang mereka katakan dan lakukan dikembangkan,
dibumbui, dan diberi kesan mistis. Beberapa dari para pemimpin ini bahkan
didewakan. Walaupun pribadi-pribadi ini dianggap sebagai pendiri agama-agama
besar yang kita kenal, perlu diperhatikan bahwa mereka tidak benar-benar
menciptakan agama. Dalam kebanyakan kasus, ajaran mereka berkembang dari
gagasan-gagasan keagamaan yang sudah ada, meskipun sebagian besar pendiri
mengaku bahwa sumber ajaran mereka terilham. Atau, mereka mengganti dan
memodifikasi sistem keagamaan yang sudah ada, yang dalam segi tertentu bisa
jadi tidak memuaskan lagi. Sebagai contoh, menurut sejarah yang dapat dikatakan
akurat, Buddha dulunya adalah seorang pangeran yang terkejut melihat
penderitaan dan keadaan yang memilukan di sekelilingnya dalam masyarakat
yang didominasi oleh Hinduisme. Buddhisme adalah hasil pencariannya akan
jalan keluar dari problem-problem kehidupan yang menyedihkan. Demikian pula,
Muhammad sangat resah melihat penyembahan berhala dan perbuatan amoral
dalam ibadat di sekelilingnya. Ia belakangan mengaku menerima wahyu istimewa
dari Allah, yang kemudian disusun menjadi Quran serta menjadi dasar suatu
gerakan agama baru, Islam. Protestanisme muncul dari Katolikisme sebagai hasil
Reformasi yang dimulai pada awal abad ke-16, ketika Martin Luther memprotes
penjualan surat pengampunan dosa oleh gereja Katolik pada masa itu. Jadi,
sehubungan dengan agama-agama yang ada sekarang, tersedia cukup banyak
informasi mengenai asal usul dan perkembangannya, para pendirinya, tulisan-
tulisan sucinya, dan sebagainya. Tetapi, bagaimana dengan agama-agama yang
ada sebelum itu dan bahkan yang lebih awal lagi? Jika kita mundur cukup jauh
dalam sejarah, cepat atau lambat kita akan dihadapkan pada pertanyaan:
Bagaimana asal mulanya agama? Jelaslah, untuk mendapatkan jawabannya, kita
harus mempertimbangkan faktor-faktor di luar agama-agama itu sendiri.

2.1.3 Berbagai Aliran Agama

Anda mungkin juga menyukai