Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN TEOLOGIS ETIS KRISTEN TENTANG PENGARUH BUDAYA

BATAK TOBA TERHADAP GEREJA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Wajib Kurikulun Agama Kristen Protestan
Dosen Pengampu : Ance Marintan D. Sihotang, S.P., M.Div., M.Th

Disusun Oleh :
Kelompok 7
Rizky Isonris Balige Marpaung 220709083
Putra Hernando Munte 220710040
Pretty Sintauli Tampubolon 221101041
Cindy Aulia Tritintanti Sinaga 221101084
Rebecca Marianne Simangunsong 221101117
Selviah Dwiheriani 221101140

KELAS 12 AGAMA KRISTEN PROTESTAN


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................................2
BAB I...............................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................5
2.1 Kumpulan Klipping...........................................................................................................5
2.2 Rangkuman Klipping........................................................................................................6
BAB III..........................................................................................................................................11
3.1 Pandangan Iman Kristen Terhadap Budaya Batak..........................................................11
3.2 Tinjauan Etis Kristen Mengenai Pengaruh Budaya Batak Dengan Gereja dan Alkitab. 13
3.3 Peran Mahasiswa Dalam Meperkuat Hubungan Antara Budaya Dan Agama Di Dalam
Gereja14
BAB IV..........................................................................................................................................15
4.1 Kesimpulan.....................................................................................................................15
4.2 Saran................................................................................................................................15

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas,pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan
bagian yang tidak dapat terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi
dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Ada pertanyaan, mana yang lebih dahulu ada kebudayaan atau agama? Pertanyaan ini
tidak dapat disamakan dengan mana terlebih dahulu ada telur atau ayamnya. Pastinya
jawabannya adalah kebudayaan. Kebudayaanlah yang lebih dahulu ada daripada
agama.Bukti-bukti mendukung pendapat ini, hingga saat ini masih ditemukan yaitu masih
ada masyarakat yang belum beragama, namun mempunyai kebudayaan.Kebudayaan adalah
prestasi atau hasil cipta, rasa, dan karsa manusia dalam alam ini.Kemampuan untuk
berprestasi/berkarya ini merupakan sikap hakiki yang hanya ada padamanusia yang
diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Karena itu sejak penciptaan,manusia telah diberi
amanat kebudayaan (Kej 1:26-30). Namun kejatuhan manusia dalam dosa telah
menyebabkan manusia hanya mampumenghasilkan kebudayaan yang menyimpang dari
rencana Allah dan hanya demi kemuliaandiri manusia sendiri.Manusia lalu berusaha untuk
mengisi keadaan kosong dalam hatinya dengan kebudayaan(agama, ilmu dan teknologi,
seks, hiburan, harta, kesalehan, kedudukan tinggi, dll.) Namunkebudayaan manusia tidak
akan pernah dapat memulihkan keadaan manusia yang sudah jatuhdalam dosa. Pemulihan
keadaan manusia dan kebudayaannya terjadi ketika Anak Allah yang Tunggal turun ke
dalam dunia untuk menebus dosa manusia.
Dalam kehidupan manusia, agama dan budaya jelas tidak berdiri sendiri, keduanya
memiliki hubungan yang sangat erat dalam dialektikanya; selaras dalam menciptakan
ataupun kemudian saling menegasikan.
Agama sebagai pedoman hidup manusia yang diciptakan oleh Tuhan, dalam menjalani
kehidupannya. Sedangkan kebudayaan sebagai kebiasaan tata cara hidup manusia yang
diciptakan oleh manusia itu sendiri dari hasil daya cipta, rasa dan karsanya yang diberikan
oleh Tuhan. Agama dan kebudayaan saling mempengaruhi satu sama lain. Agama
mempengaruhi kebudayaan, kelompok / masyarakat / suku / bangsa. Kebudayaan cenderung
mengubah-ubah keaslian agama sehingga menghasilkan penafsiran berlainan.
Indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat beragam, salah satunya adalah budaya
Batak Toba yang berasal dari Sumatera Utara. Budaya Batak Toba memiliki ciri khas yang
kaya dan unik, seperti bahasa, adat istiadat, dan musik tradisional yang menjadi bagian
integral dari kehidupan masyarakat Batak Toba. Pengaruh budaya Batak Toba pun tidak

3
hanya terlihat dalam kehidupan sehari-hari, melainkan juga dalam kehidupan agama.
Banyak umat Kristen di daerah Sumatera Utara yang menggabungkan adat istiadat Batak
Toba dengan kehidupan gereja mereka, seperti penggunaan bahasa Batak Toba dalam ibadah
dan musik tradisional Batak Toba yang dimainkan dalam acara kebaktian.
Namun, penggabungan antara budaya Batak Toba dan agama Kristen tidak jarang
menimbulkan pertanyaan mengenai relevansi dan konsekuensi etisnya dari sudut pandang
agama Kristen. Sebagai agama yang mengajarkan tentang kebenaran mutlak dan prinsip-
prinsip etika yang ditentukan oleh Tuhan, hal ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh
mana pengaruh budaya Batak Toba yang mencakup adat istiadat, bahasa, dan musik
tradisional dapat diterima dan diintegrasikan dalam kehidupan gereja. Oleh karena itu,
melalui makalah ini, kita akan mencoba melakukan tinjauan etis Kristen tentang pengaruh
budaya Batak Toba terhadap gereja, dengan tujuan untuk memahami dan menggali implikasi
dari pengaruh budaya Batak Toba tersebut bagi kehidupan gereja.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pandangan Iman Kristen terhadap budaya Batak?
2. Bagaimana tinjauan etis Kristen mengenai pengaruh budaya Batak dengan gereja?
3. Bagaimana peran kita sebagai mahasiswa dalam meperkuat hubungan antara budaya
dan agama di dalam gereja?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pandangan Iman Kristen terhadap budaya Batak.
2. Mengetahui tinjauan etis Kristen mengenai pengaruh budaya Batak dengan gereja.
3. Mengetahui peran kita sebagai mahasiswa dalam meperkuat hubungan antara budaya
dan agama di dalam gereja.

4
BAB II
KLIPPING

2.1 Kumpulan Klipping

1. Helen br Turnip Ngaku Menikah dengan Pasu-pasu Raja dan Tak Ada Dokumen
Pernikahan
https://www.bentengtimes.com/news/regional/2018/03/24/3537/helen-br-turnip-ngaku-
menikah-dengan-pasu-pasu-raja-dan-tak-ada-dokumen-pernikahan/
2. Tarian Mistis Si Gale-Gale sebagai Ritual Penguburan Mayat Suku Batak di Pulau
Samosir (Sumatera Utara)
https://www.kompasiana.com/yunzeta/607d037744b57842d567f022/tarian-mistis-
sigalegale-sebagai-ritual-penguburan-mayat-suku-batak-di-pulau-samosir-sumatera-
utara
3. Mangongkal Holi, Memindah dan Mengubur Tulang
https://www.liputan6.com/news/read/274092/mangongkal-holi-memindah-dan-
mengubur-tulang
4. Tradisi Mangongkal Holi dalam Budaya Batak Toba diperhadapkan dengan Kekristenan
https://kliktodaynews.com/pematangsiantar/tradisi-mangongkal-holi-dalam-budaya-
batak-toba-diperhadapkan-dengan-kekristenan/
5. Sipaha Lima, Ritual Sakral Agama Leluhur Suku Batak
https://travel.kompas.com/read/2017/07/10/120400027/
sipaha.lima.ritual.sakral.agama.leluhur.suku.batak?page=all
6. Kepercayaan Parmalim Rayakan Upacara Sipaha Lima
https://medan.tribunnews.com/amp/2016/07/18/kepercayaan-parmalim-rayakan-
upacara-sipaha-lima
7. Pusuk Buhit, Lokasi Orang Batak Berdoa Minta Jodoh dan Rezeki Sambil Taruh Telur
Ayam Seperti Ini
https://www.tribunnews.com/travel/2016/02/11/pusuk-buhit-lokasi-orang-batak-berdoa-
minta-jodoh-dan-rezeki-sambil-taruh-telur-ayam-seperti-ini
8. Mangalahat Horbo, Tradisi Kurban Khas Batak Zaman Dulu
https://regional.kompas.com/read/2013/09/13/1647261/
Mangalahat.Horbo.Tradisi.Kurban.Khas.Batak.Zaman.Dulu
9. Agama Parmalim, Kepercayaan Spiritual Asli Batak
https://www.suarakarya.id/muda/pr-2604071183/agama-parmalim-kepercayaan-
spiritual-asli-batak
10. Budaya Batak Untuk Semua Kalangan
https://medan.tribunnews.com/2012/03/10/budaya-batak-untuk-semua-kalangan
11. Batak Menyapa Dunia Melalui Museum
https://nasional.kompas.com/read/2014/09/06/181600927/
Batak.Menyapa.Dunia.Melalui.Museum?page=all

5
12. Ulos Diburu Wisatawan untuk Suvenir
https://travel.kompas.com/read/2014/06/29/0908225/NaN
13. Ulos Jadi Ikon Festival Danau Toba 2014
https://travel.kompas.com/read/2013/09/22/1753000/
Ulos.Jadi.Ikon.Festival.Danau.Toba.2014
14. HKBP Apresiasi Musyawarah Besar Pemuka Agama
https://analisadaily.com/berita/arsip/2018/2/12/503936/hkbp-apresiasi-musyawarah-
besar-pemuka-agama/
15. Etnis Batak Toba Akan Adakan Seminar Budaya di Binjai
https://medan.tribunnews.com/2014/11/27/etnis-batak-toba-akan-adakan-seminar-
budaya-di-binjai

2.2 Rangkuman Klipping


1. Helen br Turnip Ngaku Menikah dengan Pasu-pasu Raja dan Tak Ada Dokumen
Pernikahan
Helen mengaku menikah dengan Margomgon melalui pasu-pasu raja. Yang
dimaksudkan dengan pernikahan pasu-pasu raja adalah adat istiadat Batak dimana
ketika ada perkawinan, kedua mempelai tidak melakukan pemberkatan di gereja
melainkan meminta berkat dan mempercayakannnya pada tua-tua kampung atau tua-tua
setempat. Segala sesuatunya dipercayakan dan diserahkan pada penatua adat.Tarian
Mistis Si Gale-Gale sebagai Ritual Penguburan Mayat Suku Batak di Pulau Samosir
(Sumatera Utara)

2. Tarian Mistis Si Gale-Gale sebagai Ritual Penguburan Mayat Suku Batak di Pulau
Samosir (Sumatera Utara)
Sigale Gale atau Si Gale-Gale atau Sigalegale adalah sebuah patung kayu yang
digunakan dalam pertunjukan tari saat ritual penguburan mayat suku Batak di Pulau
Samosir, Sumatra Utara. Sigale Gale berasal dari kata “gale” artinya lemah, lesu,
lunglai. Sigale Gale cukup terkenal di kalangan para turis. Selama menari-nari, patung
ini dikendalikan oleh seorang pemain dari belakang mirip boneka marionette
menggunakan tali tersembunyi yang menghubungkan bagian-bagian patung melalui
podium kayu berukir tempatnya berdiri. Hal ini memungkinkan bagian lengan, kepala
dan tubuhnya digerakkan. Konon, jumlah tali yang menggerakkan Sigale gale sama
dengan jumlah urat yang ada di tangan manusia.
Pada masa sekarang, yakni setelah agama Kristen semakin mendalam dan meresap
dalam kehidupan masyarakat Batak di Tapanuli utara, upacara-upacara Sigale gale
mulai ditinggalkan. Menurut pandangan mereka, upacara ini dianggap sebagai upacara
keagamaan parbegu, yaitu suatu upacara yang didasarkan pada kepercayaan terhadap
begu (roh dari orang yang sudah meninggal).

3. Mangongkal Holi, Memindah dan Mengubur Tulang

6
Salah satu tradisi masyarakat Batak adalah penggalian atau pemindahan tulang
belulang ke suatu tempat atau tugu atau biasa disebut mangongkal holi. Dalam bahasa
Batak Toba, holi berarti tulang yaitu tulang tengkorak. Berdasarkan buku pedoman
pelaksanaan adat Batak Dalihan Natolu, upacara mangongkal holi adalah memindahkan
dan mengubur tulang orang meninggal ke batu napir atau bangunan yang lebih tinggi
dan mewah dari makam sebelumnya.

4. Tradisi Mangongkal Holi dalam Budaya Batak Toba diperhadapkan dengan Kekristenan
Tradisi “Mangokal Holi” dulunya berasal dari kultur Batak pra-Kristen yang
menganggap hal itu perlu sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada orang tua
atau leluhur yakni dengan meninggikan posisi tulang-belulang di atas tanah, khusunya
di bukit yang tinggi dengan batu yang keras.
Gereja HKBP ( Huria Kristen  Batak Protestan) yang pada awal abad ke 20
melarang segala bentuk acara adat, namun dalam Sinode tahun 1952 mulai
menerima Mangongkal Holi  dengan beberapa persyaratan yaitu dihilangkannya prosesi
mengiring tulang belulang ke kampung, ratapan keluarga, dan juga memberi makan
tulang belulang dengan sirih pinang. Penghilangan ritual tersebut dilakukan karena
dianggap tidak sesuai dengan ajaran Kristen, khususnya tentang kehidupan setelah
mati. 

5. Sipaha Lima, Ritual Sakral Agama Leluhur Suku Batak


Tiap bulan ke lima penanggalan suku Batak atau Juli pada kalender Masehi, ruas (umat)
Parmalim yang merupakan penganut agama leluhur Batak mengadakan ritual Sipaha
Lima. Ini adalah bentuk syukur atas rezeki, kesehatan, dan keselamatan sepanjang tahun
kepada Debata Mula Jadi Na Bolon atau Tuhan Yang Maha Esa. Satu ekor kerbau jantan
akan disembelih untuk dijadikan persembahan, diiringi tarian Tortor dan irama Gondang
Sebangunan, musik khas Batak.

6. Kepercayaan Parmalim Rayakan Upacara Sipaha Lima


Pada upacara ini, umat Parmalim menyediakan persembahan, dan saat ini warga
Parmalim masih mempersiapkan altar persembaha yang diiringi oleh alat musik khas
batak yang sering disebut dengan uning-uningan.
Sirait salah seorang umat Parmalim yang berprofesi sebagai pemain musik asli khas
batak yang berbincang dengan www.tribun-medan.com menyampaikan upacara Sipaha
Lima merupakan ritual tahunan yang mereka lakukan untuk menyampaikan rasa
syukurnya.
"Upacara Persembahan Sipaha Lima adalah upacara sebagai tanda rasa syukur atas
anugerah dari yang kami percayai, dan ritual ini kami lakukan setiap tahun," ujarnya.
Ia menuturkan bahwa upacara persembahan ini adalah upacara yang bersumber dari adat
batak. "Ugamo Parmalim ini adalah kepercayaan asli orang batak, segala aturan maupun
ritual yang kami lakukan ini adalah ritual adat batak," ujarnya.

7. Pusuk Buhit, Lokasi Orang Batak Berdoa Minta Jodoh dan Rezeki Sambil Taruh Telur
Ayam Seperti Ini

7
Ada kepercayaan, Siraja Batak yang diturunkan di Pusuk Buhit merupakan keturunan
dari Dewa, sehingga tidak sedikit yang datang ke sana memiliki maksud tertentu.
Sagala, penduduk sekitar menuturkan kalau ke puncak bukit, sayang rasanya jika tidak
punya permintaan.
Konon, permintaan orang-orang yang berhasil sampai ke puncak dikabulkan.
"Banyak yang datang ke Pusuk Buhit untuk panjatkan doa, mulai dari jodoh, kesehatan
apalagi perkara rezeki agar dimudahkan usahanya juga banyak," tuturnya.

8. Mangalahat Horbo, Tradisi Kurban Khas Batak Zaman Dulu


Salah seorang panitia pelaksana Mangalahat Horbo, Pastor Herman Tagor Nainggolan,
mengatakan, Mangalahat Horbo Bius adalah tradisi tua milik orang Batak Toba. Kata
Herman, ini merupakan perayaan kurban kerbau kepada Mula Jadi Na Bolon yang
merupakan pencipta segala sesuatu.
"Dulu, upacara Mangalahat Horbo Bius itu dilakukan untuk mengawali, atau
pembukaan sebelum orang Batak turun ke sawah. Ada upacara seperti tadi kita saksikan.
Untuk kesuburan tanah, perkembangbiakan ternak, dan juga untuk kesejahteraan
manusia atau sinur na pinahan, gabe naniula, dan horas jolma," kata Pastor Herman.
Jadi upacara ini dilakukan suatu komunitas bernama Bius —sebuah perkampungan
Batak— untuk menyampaikan kurban persembahan yang mana upacara merupakan
sebuah pesta besar seluruh masyarakat Bius.

9. Agama Parmalim, Kepercayaan Spiritual Asli Batak


Agama Parmalim, Ugamo Malim adalah sebuah kepercayaan kuno yang dianut
masyarakat Batak di Indonesia, sangat jauh sebelum masuknya agama - agama yang
telah disahkan oleh negara Republik Indonesia seperti saat ini. Para penganut
kepercayaan ini disebut sebagai Parmalim. Ugamo Malim ini menganut kepercayaan
pada satu Tuhan yang disebut sebagai Mulajadi Nabolon yang berarti Sang Awal
Penjadi Yang Agung. Para penganut Ugamo Malim atau yang disebut sebagai Parmalim
tersebar di wilayah Sumatera Utara, terutama di sekeliling Danau Toba, seperti Samosir,
,Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Dairi, Toba, Humbang Hasundutan,
Simalungun dan Pak Pak Bharat.
Ugamo Malim mengajarkan untuk selalu memelihara alam yang menjadi tumpuan
hidup dan anugerah yang telah diberikan oleh Mulajadi Nabolon yang harus dijaga.
Spiritualitas memelihara alam sekitar juga dipadukan dengan rasa berserah diri kepada
Mulajadi Nabolon.

10. Budaya Batak Untuk Semua Kalangan


Pagelaran yang mengangkat seni budaya, tepatnya budaya Batak ternyata masih
memiliki pangsa pasar yang cukup menjanjikan. Apalagi pagelaran musik tersebut
dilakukan ditanah kelahiran, dipastikan semua yang memiliki darah batak dari segala
kalangan akan menyaksikan musik tradisional yang dimainkan secara apik ini. Inilah
yang terlihat saat acara Batak Night yang diselenggarakan di The View Swiss Bell
Hotel Medan, Jumat malam( 9/3).

8
Acara itu dipenuhi dengan berbagai aksesoris yang bercirikan Batak. Mulai dari
aksesoris yang digunakan karyawan yang dibalut ulos, tata panggung yang juga
bermotif ulos, hingga makanan yang disajikan, seperti kue lapet, ombus-ombus, dan
kacang goreng. Dan jangan heran, bila musik yang didengarkan pun berupa musik
Batak. "Batak Night ini digelar karena kita menyadari darah batak itu sangat kental
mengalir, dan tentu saja ini sebagai pertunjukkan untuk meningkatkan dan
membangkitkan rasa bangga akan budaya Batak," ujar Direktur Utama Batak Nature
(selaku penyelenggara), Paulina Ginting.

11. Batak Menyapa Dunia Melalui Museum


MANTAN Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara TB Silalahi bercerita tentang
museum miliknya, Museum Batak TB Silalahi Center, di Balige, Sumatera Utara. ”Saya
ingin menunjukkan tingginya budaya Batak lewat museum itu, tidak hanya kepada
Indonesia, tetapi juga dunia internasional,” katanya.

12. Ulos Diburu Wisatawan untuk Suvenir


Kain tenun Batak yang biasa disebut ulos hingga kini tetap ramai diburu wisatawan
domestik maupun mancanegara untuk dijadikan suvenir, karena keunikannya yang khas
dan kualitasnya tidak kalah bersaing dengan produk luar daerah.
"Selain digunakan konsumen sebagai kelengkapan prosesi adat Batak, tenun ikat
tersebut selalu banyak diburu para wisatawan untuk dijadikan sebagai buah tangan,"
kata Sianipar, pedagang ulos di Pasar Balerong Balige, Sabtu (28/6/2014).
Ulos, menurut Sianipar, memiliki keistemewaan dan keunikan sebagai pakaian adat
tradisional Batak serta menyimpan rahasia keterampilan seni yang tersendiri dalam
proses pembuatannya dan biasa dipadukan dengan budaya.

13. Ulos Jadi Ikon Festival Danau Toba 2014


Ulos Batak akan dijadikan sebagai ikon pada Festival Danau Toba 2014 oleh Pemkab
Toba Samosir yang ditunjuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menjadi tuan
rumah pelaksanaan festival budaya yang akan deselenggarakan sekitar Juni 2014.
"Kami mengandalkan Ulos Batak menjadi ikon pada pelaksanaan pesta rakyat yang
akan diselenggarakan pada Juni atau Juli bertepatan dengan hari libur sekolah," ujar
Bupati Toba Samosir, Kasmin Simanjuntak di Balige, Minggu (22/9/2013).
Bahkan, menurut Kasmin, pihaknya merencanakan pembuatan ulos terpanjang yang
disain dan ukuran detailnya masih dalam pengkajian.
Bagi suku Batak, Ulos tidak hanya berfungsi sebagai lambang penghangat dan kasih
sayang, melainkan juga sebagai lambang kedudukan, lambang komunikasi, dan
lambang solidaritas.

14. HKBP Apresiasi Musyawarah Besar Pemuka Agama


Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) mengapresiasi Musyawarah Besar Pemuka
Agama yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, akhir pekan lalu.

9
Acara ini dihadiri pemuka-pemuka agama, termasuk diantaranya Budha, Hindu, Islam,
Kristen Katolik, Kong Hu Cu dan Protestan. Ada  juga organisasi atau persekutuan
agama, seperti PGI, PWI, PHDI, WALUBI, Denominasi Gereja-gereja.
“Kita mengapresiasi karena ini merupakan upaya dalam memelihara persatuan dan
kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Ephorus HKBP, Pdt. Dr. Darwin
Lumbantobing saat diundang Utusan Khusus Presiden, Prof. Din Syamsudin.
Ini pun jadi motivasi, lanjut Ephorus, karena pemerintah memberikan perhatian serius
demi kerukunan umat beragama dan memajukan bangsa. Mengingat, di beberapa
wilayah banyak masalah yang dikait-kaitkan dengan agama dan akhirnya menimbulkan
kebencian dan keributan.

15. Etnis Batak Toba Akan Adakan Seminar Budaya di Binjai


Wali Kota Binjai HM Idaham menerima audiensi Forum Etnis Batak Toba di Rumah
Dinas Wali Kota, Rabu (26/11/2014). Ketua I Burhanuddin Siahaan didampingi
Sekretaris Umum J Sihombing, penasehat Alexander Situmorang menjelaskan jumlah
etnis Batak Toba di kota rambutan tersebut berkisar 22.000 orang dengan berbagai latar
belakang profesi.
"Dengan potensi itu, etnis Batak Toba diharapkan dapat menggerakkan pembangunan di
Binjai," kata Burhanuddin Siahaan. Ditambahkannya perkumpulan Forum Etnis Batak
Toba merupakan organisasi yang baru dibentuk di lima kecamatan yang ada di Kota
Binjai.

10
BAB III
TINJAUAN TEOLOGIS ETIS KRISTEN TENTANG PENGARUH BUDAYA
BATAK TOBA TERHADAP GEREJA

3.1 Pandangan Iman Kristen Terhadap Budaya Batak


Persoalan yang utama bagi orang Batak yang menganut agama Kristen ialah persoalan
tentang adat, adanya keraguan dalam pelaksanakan adat. Bagi segolongan orang, adat
dikatakan sebagai bentuk kekafiran atau praktek okultisme. Persoalan ini sudah menjadi
perbincangan yang hangat dari masa ke masa. Seorang yang sudah memutuskan mengikut
Kristus, apakah dia masih boleh terlibat dalam upacara adat Batak yang berasal dari masa
ketika leluhurnya hidup dalam kegelapan rohani (haholomon) dan penyembahan berhala
(hasipelebeguon)?. Pada zaman ini, masih terdapat orang Batak beragama Kristen yang
melaksanakan adat Batak yang memiliki unsur hasipelebeguon dan lebih mementingkan
pesta adat daripada acara gereja (ibadah). Sebagai contoh, upacara kematian (hamatean),
upacara memindahkan tulang belulang (mangongkal holi), dan upacara lainnya. Bukan itu
saja, upacara penyembahan nenek moyang yang merupakan inti agama Batak pada masa
haholomon, kembali merebak dilakukan oleh masyarakat Batak Kristen sekarang.
Kebangkitan penyembahan ini mengambil bentuk baru yang ditandai dengan
menjamurnya pembangunan tugu-tugu marga Batak. Tugu tersebut dibangun oleh keturunan
marga yang berasal dari satu garis leluhur (ompu parsadaan). Pembangunan ini telah
menghabiskan dana sangat besar, bahkan mendatangkan kemerosotan rohani yang dalam.
Kalau dahulu Nommensen mau dikorbankan oleh orang Batak kepada roh sembahan leluhur
marganya diatas bukit Siatas Barita, maka sekarang yang terjadi sebaliknya. Banyak pendeta
dan penatua pemimpin kebaktian pada acara pemujaan roh nenek moyang di tugu-tugu
marga.
Ironisnya lagi, pelaksanaan upacara dari masa kegelapan itu dibungkus dengan kebaktian
gerejawi, yang dilaksanakan di lokasi pendirian tugu marga dimana tulang belulang leluhur
tersebut dikuburkan kembali. Proses pembangunan tugu juga banyak melibatkan kuasa-
kuasa setan melalui datu (spirit medium), misalnya untuk menentukan lokasi penggalian
tulang belulang leluhur marga. Orang Batak telah melupakan prinsip rohani bahwa terang
tidak dapat bersatu dengan gelap, dan kebenaran tidak dapat dipersatukan dengan
ketidakbenaran. Tuhan Yesus berkata: “Tidak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan.
Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan
setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi
kepada Tuhan dan kepada Mammon” (Mat. 6:24). Selain itu, kelompok yang menolak adat
Batak mengatakan bahwa keterlibatan dalam adat di dalam perkawinan telah merampas hak-
hak Allah dalam memberi berkat, yaitu praktek Dalihan Na Tolu, terutama dari pihak hula-
hula yang diharapkan dapat memberikan berkat yang melimpah bagi kedua pengantin.
Bagi orang Batak, kata-kata berkat dari hula-hula sangat besar maknanya. Sehingga ada
istilah “Hata do hangoluan”, artinya ucapan atau perkataan adalah kehidupan yang akan
membawa kesejahteraan sosial rohaniah kepada golongan yang melaksanakan pesta.

11
Kadang-kadang orang Batak sendiri mengatakan bahwa hula-hula itu seumpama illahi yang
kelihatan, oleh sebab itu harus dihormati. Bagi saya ucapan atau perkataan dari hulahula itu
hanya sebagai simbol berkat yang tidak memilki kuasa untuk memberkati, hanya ucapan-
ucapan nasehat yang dapat menjadi pedoman atau cerminan dalam menjalani kehidupan.
Ucapan-ucapan nasehat itu bila diresapi dan dipratekkan dalam kehidupan sehari-hari maka
akan memberikan kesejahteraan bagi yang mempraktekkannya. Tetapi, kalau ucapan yang
dipahami sebagai berkat dari hula-hula dijadikan suatu keharusan yang utama di setiap pesta
adat. Ucapannya dianggap punya kuasa yang dapat memberikan kesejahteraan hidup dan
hula-hula tersebut dihormati secara berlebihan sehingga dianggap illah yang tampak, hal itu
yang tidak bisa diterima.
Hanya Firman Tuhan di dalam Alkitab yang merupakan Firman (ucapan) yang hidup, dan
telah menjadi manusia yaitu Yesus Kristus, Anak Tunggal Bapa yang diberikan kepada-Nya
kemuliaan Allah (Yoh. 1:14). Dia saja yang dapat memberikan berkat yang melimpah,
memberikan kesejahteraan, melindungi hidup kita, dan memberikan keturunan yang banyak
bagi orang-orang yang selalu berserah dan mengandalkan-Nya (Bnd. Bil. 6:24; Ibr. 6:14).
Oleh karena itu, sudah selayaknya puji-pujian dan sembah disampaikan hanya kepada Allah
yang selalu memelihara dan memperhatikan ciptaan-Nya, tidak kepada kuasa-kuasa duniawi
(Mzm. 81:10; Why. 4:11). Sedangkan iblis sendiri harus menyembah Allah dan hanya
kepada Dia sajalah berbakti (Mat. 4:10). Dan, penggunaan ulos juga dikatakan sebagai
praktek okultisme karena dulunya ulos dipercaya sebagai selembar kain yang indah Debata
Mulajadi Nabolon yang membungkus jiwa (roh) manusia, sehingga mendatangkan
kesejahteraan jasmani dan rohaniah. Karena hal itu maka banyak terjadi pembakaran ulos
yang dilakukan oleh golongan atau gereja yang menentang adat.
Hanya Allah yang berhak mengenakan ulos/membungkus roh kita dengan darah Yesus
Kristus yang telah mati di kayu salib sehingga memberikan berkat keselamatan jasmani dan
rohani (Gal. 3:27). Ulos harus dipahami sebagai kekayaan budaya, alat yang dapat
menghangatkan tubuh secara fisik. Tidak ada kuasa apapun di dalamnya. Lothar Schreiner
berpendapat, adat sebagai tata tertib yang diciptakan oleh nenek moyang dan mempunyai
dasar agamawi, yakni pemujaan-pemujaan yang biasa dilakukan oleh nenek moyang (dalam
agama suku). Melalui pertemuannya dengan Injil harus dapat membebaskan adat tersebut
dari sifat agamawinya yang berkaitan dengan pemujaanpemujaan nenek moyang, misalnya,
penyembahan kepada Debata Mulajadi Nabolon.
Apabila demikian, adat dapat diterima oleh gereja dan permasalahan mengenai pro dan
kontra terhadap adat dapat diatasi dengan berhasil. Dengan demikian adat dapat
dipraktekkan oleh orang-orang Kristen sebagai tata tertib sosial yang bebas dari dasar
agamawinya. Adat itu tidak dapat memperbaharui hati. Dengan bertitik tolak pada
pandangan dan pernyataan tersebut kita dapat mengatakan secara tegas bahwa adat yang
memiliki dan membuahkan nilai-nilai positif dalam tata kehidupan masyarakat Batak dapat
atau bahkan perlu tetap dipertahankan. Persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam
mempertahankan itu adalah bahwa adat itu harus dilepaskan dari sifat agamawinya. Contoh
adat yang memberikan nilai positif yaitu, di dalam hukum-hukum adat orang Batak dulu
khususnya di dalam perkawinan dilarang menceraikan istri meskipun menikah lagi dengan
perempuan lain yang berbeda (poligami), dan dilarang berzinah. Walaupun tidak tertulis

12
tetapi harus ditaati. Jadi ada nilai-nilai positif yang dapat diambil. Dengan begitu, jauh
sebelum orang Batak menerima ajaran kekristenan, mereka telah mengamalkan bunyi
hukum Allah yang berbunyi: “Jangan berzinah. Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan
mengingini istrinya, atau hambanya laki-laki atau hambanya perempuan...” (Kel. 20:14, 17).
Di dalam Perjanjian Lama terdapat pengaruh adat yang positif, yaitu Hak. 18:7,
dikatakan: “…Dilihat merekalah, bahwa rakyat yang diam di sana hidup dengan tenteram,
menurut adat orang Sidon, aman dan tenteram. Orang-orang itu tidak kekurangan apapun
yang ada di muka bumi, malah kaya harta.” Gereja harus selalu mengawasi agar unsurunsur
adat yang bertentangan dengan Injil tidak memasuki kehidupan umat Kristen. Oleh karena
itu, gereja menolak kultus roh nenek moyang dan semua ritus-ritus untuk menguatkan roh
atau jiwa ini, agar tidak terjadi penyembahan kepada ilah-ilah selain dari Tuhan Allah (Kel.
20: 2-5).

3.2 Tinjauan Etis Kristen Mengenai Pengaruh Budaya Batak Dengan Gereja dan Alkitab
Alkitab adalah pedoman utama dan berwibawa bagi iman dan kehidupan. Adat istiadat
kebudayaan tidak memiliki kewibawaan yang mengatasi Alkitab.
Kita mengetahui bahwa adat Batak merupakan hasil karya manusia yang memiliki dua sisi,
yaitu sisi yang baik dan yang buruk. Hal itu sesuai dengan doktrin penciptaan manusia
sebagaimana tertulis dalam Kitab Kejadian. Di satu sisi, kondisi atau keberadaan manusia
tersebut adalah sangat mulia, di mana dia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej.
1:26-27). Tapi di sisi lain, manusia telah jatuh ke dalam dosa (Kej. 3:6-8) sehingga
menciptakan adat yang buruk, yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, bahkan sebagian
di antaranya mengandung unsur kuasa gelap atau iblis.
Di dalam Perjanjian Baru telah jelas digambarkan bagaimana sikap Yesus terhadap adat
Yahudi. Yesus melampaui adat kebudayaan dan telah memperbaruinya ke arah kebenaran
firman Tuhan. Cara pandang dari sudut manusia yang telah mengagungkan adat melebihi
kebesaran Allah, dipatahkan-Nya dengan mengajarkan bahwa firman Allah berkuasa di atas
segala kehendak manusia, termasuk adat yang diciptakannya. Di samping firman Allah yang
disampaikan langsung kepada para nabi dan hakim di zaman Perjanjian Lama, Yesus sendiri
telah menjadi contoh, bagaimana sikap kita seharusnya dalam menghadapi adat. Jelaslah
bahwa sikap yang benar terhadap adat Batak bukanlah menolak adat tersebut atau menerima
semuanya, tetapi kita harus bersikap selektif. Dengan sikap selektif tersebut, kita akan
menerima semua praktek dalam adat Batak yang sesuai dengan friman Allah dan menolak
berbagai praktek yang bertentangan dengan firman Allah. Selain itu, kita juga perlu
membangun sikap aktif dan kreatif untuk terus-menerus memperbarui adat Batak tersebut
demi kemuliaan Allah dan demi kesejahteraan kita bersama.
“Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua,
karena jika demikian, kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah
koyaknya. Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua,
karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong
itupun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan
dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya” (Mat. 9:16-17).

13
Ayat di atas menunjukkan pembaruan yang dibawa oleh Tuhan Yesus. Adat bukanlah
suatu hal yang tak berubah. Kita perlu memikirkan suatu prinsip agar tidak merelatifkan atau
meniadakan perbedaan yang ada antara adat dan firman Tuhan, melainkan memelihara
ketegangan di antara keduanya secara positif, kreatif dan konstruktif, demi untuk
mempertinggi kualitas rohani maupun kualitas kultural orang Batak Kristen. Di sisi lain kita
terus-menerus bertanya dan menilai sejauh mana adat-istiadat itu kita hayati dan ungkapkan
secara mendalam dan mendasar, bukan sekedar kulit dalam wujud upacara dan formalitas,
serta sejauh mana adat itu menopang kita untuk memajukan iman kita dan meningkatkan
kualitas kehidupan kita.

3.3 Peran Mahasiswa Dalam Meperkuat Hubungan Antara Budaya Dan Agama Di Dalam
Gereja

1. Kita harus memiliki hubungan yang benar dengan Yesus Kristus


Ini merupakan syarat yang pertama. Kepada jemaat di Roma (Rom. 8:5-8), rasul
Paulus menegaskan bahwa keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera, sedangkan
keinginan daging adalah perseteruan dengan Allah. Mereka yang hidup dalam daging,
tidak mungkin berkenan kepada Allah. Itu sebabnya kita perlu serius meresponi seruan
firman Tuhan agar kita bertumbuh menjadi dewasa, sebagaimana tertulis di Efesus 4:13;
“…sampai kita semua mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang
Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
kepenuhan Kristus”.
2. Kita harus memahami adat Batak dengan benar
Pemahaman adat dengan benar merupakan syarat kedua untuk dapat bersikap
selektif terhadap adat. Ada kelompok yang jelas dan tegas menyatakan penolakannya
terhadap adat Batak. Kita perlu mengamati apakah mereka telah memahami adat Batak
dengan benar, sehingga memiliki alasan yang kuat untuk menolak adat tersebut.
3. Kita harus memahami Alkitab dengan benar
Agar dapat menyeleksi adat Batak mana yang sesuai dengan Alkitab dan mana
yang tidak, maka berita dan pesan Alkitab harus dipahami dengan baik dan benar.

4. Kita harus dapat menyelaraskan pemahaman adat dan firman Tuhan dengan benar
Kita tidak perlu mempertentangkan antara adat dan firman Tuhan, yang sebenarnya
tidak bertentangan. Dan sebaliknya, kita juga jangan menyamakan antara adat dan
firman Tuhan, yang sebenarnya tidak sama.

14
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Di dalam pemberitaan Injil dan penyebaran agama Kristen, sudah pasti akan berhadapan
dengan adat setempat. Demikian juga dengan pemberitaan Injil ke tanah Batak, tentunya
berhadapan dengan adat batak. Adat batak dulunya mengandung hasipelebeguon. Oleh
karena itu, Injil harus dapat menerangi adat kebudayaan di daerah tempat pemberitaannya.
Apabila adat Batak di dalam pelaksanaannya mengandung hasipelebeguon atau
pemujaanpemujaan kepada roh nenek, maka sudah selayaknya masyarakat Batak yang
Kristen harus menolak dan menentangnya dengan tegas. Tidak semua adat Batak tersebut
mengandung nilai negatif, karena ada juga nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya,
misalnya: laki-laki tidak diperbolehkan menceraikan isterinya dan tidak boleh berzinah.
Mereka sudah mengenal hal tersebut, sebelum datangnya ajaran kekristenan ke tanah Batak.
Adat Batak nampaknya tidak mungkin berlalu, melainkan akan terus hidup di dalam
setiap orang Batak. Namun adat selalu berubah seiring dengan perubahan zaman. Di sinilah
kesempatan kita untuk melakukan pembaruan adat ke arah yang benar sejalan dengan firman
Tuhan. Kita tidak dapat membuang adat namun kita dapat menyelaraskan adat dengan
kebenaran firman Tuhan. Adat Batak, sebagai tata-tertib kehidupan dapat kita praktekkan
tanpa harus jatuh ke dalam praktek-praktek adat yang menimbulkan dosa. Pengajaran firman
Tuhan tidak menghasilkan adat Kristen yang meniadakan adat suku bangsa Batak,
melainkan adat orang-orang yang menghayati persekutuan mereka di dalam kasih karunia
Allah. Persekutuan yang kuat dengan Yesus Kristus akan memampukan kita bersikap dengan
benar terhadap adat.

4.2 Saran

15
DAFTAR PUSTAKA

Manalu, HP. (2020). Adat Batak Ditinjau dari Perspektif Iman Kristen. Vol 1, No 1, April
2020(32-41). HAGGADAH: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen :
https://core.ac.uk/download/pdf/267032923.pdf

Nainggolan, T. (2007). Adat dan Iman Kristen di Tanah Batak. Media Publikasi Ilmiah
UNIKA (Universitas Katolik) Santo Thomas Medan :
https://core.ac.uk/download/pdf/267032923.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai