Anda di halaman 1dari 155

1

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN


DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

Talizaro Tafona’o

Penerbit:
illumiNation Publishing
Perum Permata Land, No. 1 Pojok Tiyasan Rt 02 Rw 01
Condongcatur 55283, Sleman, Yogyakarta-Indonesia; Telp. 0274-
4533025
Hp. 081338956657; 081325768388; 081804070911 e-mail:
illumination.publish@gmail.com
2

ISBN: 978-602-19080-5-1
KATALOG DALAM TERBITAN (KDT)
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Jl. Salemba Raya No. 28 Jakarta Pusat 10430 Indonesia
Tlp. (021)92920979; Fax (021) 3927919; 31908479
E-mail:isbn.indonesia@gmail.com-http://www.pnri.go.id

Penulis: Talizaro Tafona’o


Judul: Pendidikan Agama Kristen dalam Masyarakat Majemuk

Cetakan Pertama: Juli, 2015; Illustrator: Zuragan’96

Revisi/Cetakan Kedua: November, 2016; Illustrator: Zuragan’96

Jumlah lembar halaman: 167


Ukuran kertas: A5 (14,8 x 21 cm), 70 gr; Font teks: Cambria (Headings)12; Spasi 1
Footnote: Cambria (Headings) 8; spasi 1

1. Pendidikan 2. Agama 3. Kristen 4. Masyarakat 5. Majemuk

Penerbit: illumiNation
Publishing
Perum Permata Land, No. 1 Pojok Tiyasan Rt 02 Rw 01
Condongcatur 55283, Sleman, Yogyakarta-Indonesia
Telp. 0274-4533025
Hp. 081338956657; 081325768388; 081804070911
e-mail: illumination.publish@gmail.com

Anggota IKAPI-Ikatan Penerbit Indonesia, Nomor Anggota: 075/DIY/2012

Badan Hukum Cv. illumination:


SIUP-Surat Izin Usaha Pedagang, Nomor: 503/01043/PK/IV/2012
Pemerintah Kab. Sleman, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi, Yogyakarta
Surat Izin Gangguan Pemerintah Kab. Sleman Nomor: 503/003177/.68.12/HO//2012
TDP-Tanda Daftar Perusahaan Persekutuan Komanditer Nomor TDP: 120234703597
KEMENTRIAN KEUANGAN RI, Dirjen Pajak, Kanwil DJP D.I. Yogyakarta
Nomor NPWP: 31.483.588.5.542.000

Akta Notaris: Siti Asmaul Khusnah, SH.


Jl. Hos. Cokroaminoto No. 115 Telp. (0274) 619112, Yogyakarta 55253
Akta Nomor: 23/28 Feb 2012

Copyright© 2015 pada Talizaro Tafona’o


Diatur UU RI. tentang Hak cipta pasal 44 ayat 1 dan 2; UU.RI No. 19. Thn. 2012.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun termasuk
menggunakan mesin fotocopy tanpa seizin tertulis dari penulis.
3

DAFTAR ISI hal

Kata Pengantar :
PAK dalam Masyarakat Multikultural: MembawaTeori ke
Praksis, Elia Tambunan ................................................................ 5
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................
14
B. Pengertian Masyarakat Majemuk .......................................
32 C. Jenis-Jenis Masyarakat Majemuk.........................................
35
D. Jenis-Jenis Masyarakat Majemuk......................................... 37
BAB II. HAKIKAT DAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
A. Definisi Pendidikan ...................................................................
40
B. Agama ............................................................................................ 49
C. Pendidikan Agama Kristen ....................................................
55
D. Tujuan Pendidikan Agama Kristen .....................................
63 E. Manfaat Pendidikan Agama Kristen ..................................
70
F. Tantangan Dasar Alkitab tentang
Pendidikan Agama Kristen .................................................... 72
G. Sifat Pendidikan Agama Kristen .......................................... 77

BAB III. PERGUMULAN PAK DI INDONESIA


A. PAK dalam Konteks Gereja .................................................... 83
B. PAK dalam Konteks Sekolah ................................................. 94
C. PAK dalam Konteks Masyarakat Indonesia .....................101
4

D. PAK dalam Konteks Keluarga ...............................................105

BAB IV. HETEROGENITAS DAN PERMASALAHANNYA


A. Pluralisme Tantangan bagi Semua Agama ......................117
B. Sumber Konflik Bernuansa Agama di Indonesia ...........122
C. Agama-agama di Indonesia....................................................124
D. Kristen di Indonesia .................................................................128
E. Iman Kristen dalam Pergaulan Lintas Agama ................130

BAB V. KONTEKS PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK


A. Pentingnya PAK dalam Masyarakat Majemuk ...............132
B. PAK dalam Konteks Kekristenan .........................................134
C. PAK dalam Konteks Agama-Agama ....................................138

BAB VI. STRATEGI PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK


A. PAK dalam Perubahan Sosial ................................................140
B. Isi Pengajaran Kristen ..............................................................142
C. Ciri PAK Masyarakat Majemuk .............................................143
D. Tujuan PAK dalam Masyarakat Majemuk ........................144
BAB VII. ARAH PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK
A. Belajar Hidup dalam
Perbedaan ..........................................146
B. Membangun Saling
Percaya ...................................................147 C. Memelihara Saling
Pengertian ..............................................148
D. Perjumpaan Lintas Agama .....................................................149

BAB VIII. ORIENTASI PAK DALAM MASYARAKAT


MAJEMUK
B. Menghadapi Pergumulan Bersama.....................................150
C. Menghadapi Krisis Nilai-nilai Sosial ...................................155
5

D. Persoalan Sosial Masa Kini ....................................................157


E. Tanggung Jawab Kristen Terhadap Masalah Sosial .....159

BAB IX. TRANSFORMASI PAK DALAM MASYARAKAT


MAJEMUK
A. Peran Gereja ................................................................................161
B. Peran PAK di Sekolah ...............................................................161
C. Peranan Umat Kristen .............................................................162
D. Intergasi Kurikulum .................................................................162
E. Kesimpulan ..................................................................................163

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................164

PENGANTAR

PAK dalam Masyarakat Multikultural: Membawa Teori


ke Praksis
EliaTambunan1

Bagaimana cara membawa teori Pendidikan Agama Kristen


(sering disingkat PAK) di dalam buku dan diskusi di kelas-
kelas teologi agar sampai kepada kehidupan nyata, inilah
fokus issu disini. Dengan berhasil mempelajari materi ajar
ini dibangku kuliah, lantas apakah memang benar selama
ini kita telah mempraktekkan Kristen yang bisa dipahami
olah orang lain yang bukan seagama dengan kita,
khususnya Islam?

Pertanyaan ini penting karena selama ini kita hanya


berputar-putar soal konsep alamiah, misalnya
membicarakan tentang multietnik, banyak agama atau
apalah namanya, namun belum sampai pada berperan aktif
1 Dosen STT Salatiga; Pendeta GPdI di Salatiga; Mahasiswa Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prodi Studi Islam, sudah selesai teori dan sedang riset
lapangan untuk kepentingan Disertasi.
6

untuk berbuat sesuatu yang menyejukkan di dalam


dinamika dan perubahan sosial, bahkan konflik teologis
dan sosiologis di sekitar kedua komunitas masyarakat
beragama itu.

Dengan dijadikannya topik ini menjadi salah satu


Kurikulum Nasional di STT oleh Ditjen Bimas Kristen sejak
2010-an, kini, semua orang seperti sedang latah, dan
bahkan sedang asik-asiknya membicarakan issu
multikulturalisme dengan berbagai sebutan. Topik inipun
menghangat sejak akhir dekade 1960-an dan awal 1970-an
di kalangan akademis Barat. Cuman, kelihatan issunya
masih lebih fokus pada pengakuan hak-hak hidup politik,
sosial, budaya dan agama, sebagai warga negara yang sah di
negara masing-masing. Seperti diketahui, di belahan dunia
yang lain Eropa, Amerika, dan Australia, perdebatan politis
mengenai keberadaan hidup migran atau keturunan yang
bukan kulit putih sangat tajam.

Pendidikan multikultural di Barat itu, masih sebagai kritik


terhadap imajinasi penjajahan dan cara mereka melihat
orang lain secara remeh. Ditambah, meningkatnya rasa
superioritas politis, atau semakin diutamakannya
keturunan Eropa yang beragama Kristen atau biasa disebut
eurocentric (secara genealogis ras berkulit putih) untuk
hidup yang layak.2 Dalam situasi seperti itu, maka materi
ajar pendidikan disana dibuat sebagai instrumen kritik
terhadap adanya mentalitas Barat sebagai bangsa terhebat
di dunia sebagai keturunan dan geneologis Eropa.3 Kontras
2 John M. Hobson, The Eurocentric Conception of World Politics: Western International
Theory 1760-2010, (Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2012); Ella Shohat,
Robert Stam, Unthinking Eurocentrism: Multiculturalism and the Media (London:
Routledge, 2014).
3 Bhikhu C. Parekh, Rethinking Multiculturalism: Cultural Diversity and Political
Theory (London: Macmillan Press Ltd, 2000).
7

sekali dengan setting sosial di Indonesia. Seharusnya, kita


bukan lagi berdiskusi soal multi etnik atau etnisitas yang
beragam kayak di Barat itu tadi.

Dilihat dari realita geo-historis kepulauan nusantara ini,


memang kita meiliki silang budaya sekaligus samudra yang
tidak satu4. Misalnya lagi dari sisi konsep “indigenous” atau
orang asli Indonesia (saya: bermaksud status warga negara,
bukan urutan kronologis genealogisnya), sedari dulu telah
ada di sini, bahkan sebelum kita berbentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia, bahkan jauh sebelum bentuk
negara Barat itu ada.

Dibandingkan dengan Barat, rupanya, Indonesia salah satu


negara yang tidak terlalu hebat tergoncang soal migran,
perbudakan, kasta sosial, pendatang atau yang didatangi
yang sangat tajam issunya di Barat. Hal seperti itu tidak
terlalu merisaukan disini. Karena itu, kita tidak gampang
untuk seenaknya bisa mengadopsi teori dan pemikiran
Barat ke dalam pembicaraan dan buku ajar kuliah, apalagi
tidak mengerti asal usul pembicaraan ini dan konteks
masyarakat dan negara dimana kita membicirakannya.

Saya melihat dalam kebutuhan kekinian, kita sedang


menuntut keabsahan atau kebebasan hak hidup sebagai
orang Indonesia yang merdeka, sekali lagi orang Indonesia
untuk mengekspresikan ritual atau liturgi ber-agama
lengkap dengan ekspresi aliran-aliran keberagamaanya.
Artinya, persoalan kita khususnya Islam dan Kristen, bukan
teori dan pemikiran, juga bukan lagi soal legalitas hukum
4 Lengkapnya di “Kata Pengantar: Pertimbangan Geohistoris.” Lombardpeneliti Francis
meneliti Indonesia selama 30 tahun dengan pendekatan historis. Denys Lombard, Nusa
Jawa: Batas-batas Pembaratan 1 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996) hlm 1118;
Nusa Jawa: Jaringan Asia 2 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996); Nusa Jawa:
Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris 3(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996).
8

dan jaminan perlindungannya, dan juga bukan soal hak-hak


politik seperti di negara Barat tadi.

Adanya konflik berlinang darah disejumlah daerah salah


satunya dikarenakan karena buntunya cara-cara orang
Indonesai sebagai pemilik negeri ini untuk
mengekspresikan kebebasan beragamanya, sebagai
manusia, yang padahal dijamin dan dilindungi oleh Undang
Undang Dasar.
Di lain sisi, adanya“majority minded” di pihak Islam.5
Artinya, yang lebih banyaklah yang selalu harus menang,
sehingga yang agama lain yang lebih sedkit harus ikut
aturan karena dalam prinsip demokrasi suara terbanyaklah
yang menang dan yang berhak mengatur. Sebaliknya, di
pihak Kristen, adanya perasaan superior teologis dalam
konsep “summa theologiae”6 yang sempat diajarkan oleh
Thomas Aquinas. Doktrin ini masih diyakini dengan kuat
oleh gereja hingga kini. Disitu, dengan pangkat akademik
dan kedudukan sosialnya yang terpandang karena
dianggap sebagai Orang Suci yakni Santo, maka Aquinas
mengindoktrinasi umat Kristen di zamannya bahwa tidak
ada keselamatan di luar gereja. Artinya, semua orang yang
bukan Kristen atau diluar gereja pasti masuk neraka dan
tidak diperbolehkan selamat sampai ke sorga. Padahal,
bukan manusia yang punya sorga. Bahkan, kita tidak
pernah tahu apakah disana memang sudah ada
kaplingkapling di sorga sana. Mungkinkah ada sorga khusus
untuk Kristen atau lapak di sorga hanya untuk Islam?

5 Frederic Volpi, Introduction: Critically Studying Political Islam dalam Frederic


Volpi(ed.), Political Islam: A Critical Reader (New York: Routledge, 2011), hlm. 3.
6 Saint Thomas Aquinas, Aquinas: Summa Theologiae, Questions on God edited by
Brian Leftow, Brian Davies (Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2006).
9

Menimbang realitas ini, disinilah tugas edukasi PAK yang


diajarkan di STT untuk menaikkan tingkat kesadaran kritis
Kristen dan Islam agar tercapai ruh pendidikan
multikulturalisme dan pluralisme sehari-hari yang
menghidupkan.

Saya tunjukkan contoh kongkrit disini. Sebagai gembala


sidang gereja di Tejokusuman-Yogyakarta sejak 3 Juli 2004
hingga 19 Juli 2012, (meskipun terbilang seadanya), saya
mengundang ustadz dan dosen Islam untuk khotbah
Pasakah dan Natal di gereja yang pernah dilayani, mulai
dari ibadah kebaktian, perayaan hingga makanmakan. 7 Kala
itu, saya minta beliau beliau itu untuk naik mimbar
menjelaskan apa kata Alqur’an tentang Paskah dan Natal.
Suasananya semakin menyenangkan karena dihadiri
sejumlah teman satu kelas, yang tentunya Muslim beneran
lengkap dengan jilbab dan assessoris keislaman lainnya.
Perlu disebutkan, pengetahuan mereka sudah setingkat
doktor, malahan semuanya mereka dosen di pendidikan
Tinggi Islam di tempatnya masing-masing.

Pun hingga hari ini, bersama istri, saya membuka PAUD dan
TK Jungle School Salatiga Jawa Tengah,8 meskipun
dinyatakan terbuka kepada orang tua anak dan ketika
wawancara seleksi pelamar kerja, bahwa itu sekolah
Kristen, namun 6 orang dari antara 18 guru dan staff
adalah Muslim yang soleh dan Muslimah yang soleha.
Bahkan, ada sejumlah murid yang memang Muslim
agamanya sejak lahir. Padahal, guru itu harus mengajarkan

7 http://eliatambunan.blogspot.com/search/label/Sosiologi%20Pelayanan
%20Gereja.
8 http://www.jungleschool.org/.
10

apa itu Paskah, Natal dan soal-soal Kristen lainnya. Pun,


murid mendapatkan penjelasan terkait pemahaman
Kristen.

Dengan diterimanya guru dan murid Muslim, itu bukan


sebagai upaya gagah-gahan, tetapi ingin memberi pesan
bagi siapapun yang melihat, bahwa mereka adalah orang
Indonesia yang punya kesempatan yang sama dengan kita.
Bahwa, yang dinilai bukan pula agama semata, namun juga
berdasarkan kompetensi dan kemauan belajar. Disamping
itu sebagai metode agar sempat saling berbagi rasa soal
bagaimana menjadi Kristen diantara Muslim, dan
sebaliknya. Selebihnya, biarlah berproses secara alamiah.
Meski diakui, tentu ada sejumlah hal yang canggung di awal
mula, yang tersisa sebagai bahan perenungan satu dengan
lainnya, namun disitulah proses bersosialisasinya agama
dan iman. Bagi saya, dunia ini adalah tempat iman
bertumbuh terus,9 tak soal di daerah mana dan sedang
musim apa. Yang penting diyakini, bahwa selama ada tanah
tersedia, sejumlah bibit-iman yang disemaikan si Penabur,
ada sejuta kemungkinan mereka bertumbuh, biarpun
terserak di tanah berbatu-batu hingga semak belukar
berduri, yang penting dijaga agar tidak dipatuk burung
yang tak bertanggung jawab.

Jika demikian, seberapa berani STT Kristen lain membuat


terobosan untuk menerima mahasiswa Islam kuliah? Perlu
diberitahukan, sejumlah STT Protestan sudah melakukan,
misalnya UKDW, UKSW sekedar memberi contoh saja.
Lanjutnya, sekuat apa keinginan STT Kristen untuk
melibatkan dosen Muslim sebagai team teaching mengajar
9 John MacArthur, A Faith to Grow On (Nashville, TN: Thomas Nelson
Incorporated, 2004).
11

mata kuliah yang masih ada kaitan dengan ajaran dan


masyarakat Islam seperti ekklesiologi, missiologi,
Islamologi? Menerima Muslim hanya sebagai satpam
perumahan, sopir pribadi, cleaning service, babu rumah
tangga, tukang kebon semata-mata bisa menimbulkan
stigma negatif tertentu. Meskipun juga, bisa dianggap
sebagai tanda positif adanya penerimaan perbedaan di
kalangan Kristen terhadap keberadaan Muslim, tetapi
kelihatannya masih tetap sebatas majikan dengan
bawahan, atau perbudakan, jika bisa meminjam sebutan
lain dari Douglas A. Blackmon.10

Beranikah gereja secara jujur dan terbuka mengalokasikan


duit diakonia untuk membantu masjid? Seberapa ikhlas
atau tuluskah sebagian orang Kristen yang menyekolahkan
anak-anak di sekitar gerejanya, jika sudah ada yang
melakukan, tanpa ada paksaan pada mereka untuk jadi
Kristen? PAK sedang membutuhkan contoh nyata praksis
pendidikan yang kritis sehingga orang Indonesia bisa saling
berterima dan sanggup hidup bersama, serta sanggup
melihat dunia sekitar apa adanya jangan lagi hanya dari
perspektif teologis saja.11 Karenanya PAK dituntut untuk
sanggup memberikan analisis mendalam mengenai strategi
mengajar dengan caraorang lain melihat dirinya sendiri.
Hasilnya bisa dipakai untuk mengembangkan PAK yang
bisa “klik” dengan masyarakat, entah siapapun dia.

Meskipun buku ini ditulis masih sebatas mengumpulkan


pendapat orang lain, yang sangat minim pemberitahuan
10 Douglas A. Blackmon, Slavery by Another Name: The Re-enslavement of Black
Americans from TheCivil War to World War II (London: Icon Books LTD, 2012).
11 Elia Tambunan, Pendidikan Agama Kristen dalam Masyarakat Multikultural:
Rekonstruksi Teori ke Sosio-Praksis (Yogyakarta: illumiNation Publishing, 2011),
khususnya Bab III.
12

sumbernya, tapi, ini upaya awal mengintrodusir materi ajar


terkait masyarakat majemuk. Setidaknya ada upaya
penulisnya mengajak kita agar segera bisa bertindak nyata,
bukan sekedar tahu teorinya. Memang, agar bisa bertindak
kadang mesti paham seperti apa teorinya. Harapannya, ini
sebagai ajakan untuk meninjau ulang hal yang terkait
dengan bahan ajar PAK. Semoga saja. Selamat membaca!
Sumber Bacaan:
Aquinas, Saint Thomas, Aquinas: Summa
Theologiae, Questions on God edited by Brian
Leftow, Brian Davies, Cambridge, UK: Cambridge
University Press,
2006.
Blackmon, Douglas A., Slavery by Another Name: The Re
enslavement of Black Americans from TheCivil War to World
War II, London: Icon Books LTD, 2012.
Hobson, John M., The Eurocentric Conception of World
Politics: Western International Theory 1760-2010,
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2012.
Lombard, Denys, Nusa Jawa: Batas-batas Pembaratan 1,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996.
_______, Nusa Jawa: Jaringan Asia 2, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1996.
_______, Nusa Jawa: Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris 3,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996.
MacArthur, John, A Faith to Grow On, Nashville, TN: Thomas
Nelson Incorporated, 2004.
Parekh, Bhikhu C.,Rethinking Multiculturalism: Cultural
Diversity and Political Theory, London: Macmillan
Press Ltd, 2000.
13

Shohat, Ella, Robert Stam, Unthinking


Eurocentrism: Multiculturalism and the Media,
London: Routledge,
2014.
Tambunan, Elia, Pendidikan Agama Kristen dalam
Masyarakat Multikultural: Rekonstruksi Teori ke Sosio-
Praksis, Yogyakarta: illumiNation Publishing,
2011.
_______, http://elia-
tambunan.blogspot.com/search/label/Sosiologi%20
Pe layanan%20Gereja.
Volpi, Frederic, Introduction: Critically Studying Political
Islam dalam Frederic Volpi(ed.), Political Islam: A Critical
Reader, New York: Routledge, 2011.
14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia secara demografis maupun


sosiologis merupakan wujud dari bangsa yang majemuk.
Ciri yang menandai sifat kemajemukan ini adalah adanya
keragaman budaya yang terlihat dari perbedaan bahasa,
suku bangsa, budaya, ras dan agama serta
kebiasaankebiasaan kultural lainnya. M. Amin Abdullah
menjelaskan bahwa bangsa Indonesia memiliki sebuah
keberagaman, baik dilihat dari suku, ras, agama maupun
budaya.12 Sebenarnya, kalau kita memperhatikan,
mengamati dan mempelajarinya dengan seksama bahwa
Indonesia adalah negara kepulauan.
Luas wilayah kelautan di Negara Kesatuan Indonesia
melebihi dari daratan, hal ini yang mendorong Pusat
Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Badan
Pembinaan Hukum Nasional-Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia untuk menyelenggarakan kegiatan Focus
Group Discussion (FGD) Tim Analisis dan Evaluasi Hukum
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
12 M. Amin Abdullah, Falsafah Kalam; di Era Postmoderenisme cet. ke-1,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 105
15

Selasa (27/10).13 Indonesia juga merupakan salah satu


negara multikultural terbesar di dunia.
Dalam sambutannya Kepala Pusat Perencanaan
Pembangunan Hukum Nasional, Agus Subandriyo
menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara
kepulauan yang terbesar di dunia yang terdiri dari 17.499
pulau dari Sabang hingga Merauke. Luas total wilayah
Indonesia adalah 7,81 juta km2 yang terdiri dari 2,01 juta
km2 daratan, 3,25 juta km2 lautan, dan 2,55 juta km2 Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE).14
Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk di
Indonesia tahun 2010 adalah 237.641.326 juta jiwa, 15 yang
terdiri dari sekitar 300 suku dan 200 bahasa yang
berbedabeda.
Penghitungan jumlah penduduk dilakukan setiap 10 tahun
sekali, artinya Badan Pusat Statistik akan melakukan
sensus penduduk pada tahun 2020 mendatang.16
Jumlah Penduduk di Indonesia Tahun 2017

13 http://bphn.go.id/news/2015102805455371/INDONESIA-
MERUPAKANNEGARA-KEPULAUAN-YANG-TERBESAR-DI-DUNIA, diunduh pada hari
Selasa 3 Oktober 2017. Pukul. 9:14 Wib.
14 Ibid, Http://Bphn.Go.Id/News/2015102805455371/Indonesia-Merupakan-
Negara-Kepulauan-Yang-Terbesar-Di-Dunia
15 Badan Pusat Statistik, penduduk Indonesia menurut Propinsi tahun 2010 dalam
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=12, diakses 26 Juni 2014
16
https://www.bagi-in.com/jumlah-penduduk-di-indonesia, diunduh pada hari Selasa,
3 Oktober 2017. Pukul. 10:38 Wib.
16

Sumber: https://www.bagi-in.com/jumlah-
pendudukdi-indonesia.
Namun jika kita penasaran berapa jumlah penduduk
Indonesia tahun 2017, kita sudah bisa menghitung dengan
melihat laju pertumbuhan setiap tahunnya, tetapi kita
harus mengacu pada data yang dikeluarkan oleh Bank
Dunia, yaitu laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar
1,2% tahun maka jumlah penduduk tahun 2017 adalah
256.603.197 juta jiwa.16 Data ini masih dalam perkiraan/
masih belum valid, hanya sekedar hitung-hitung kasar.
Hasil perhitungan tersebut di atas, kita sudah bisa
memperkirakan jumlah penduduk di Indonesia pada tahun
2030, bisa mencapai 300 juta jiwa!.
Kita perlu ketahui bersama bahw bangsa lain mengakui
Indonesia memiliki keragaman dari sisi kebudayaan dan
tak terkecuali agama asli nusantara. Namun lebih dari itu,
Indonesia juga dianggap sebagai negara yang paling subur
dalam perkembangan agama lintas benua. Sebab, Indonesia
ini merupakan negara multirelijius, karena penduduknya
menganut beragam agama, yakni Islam, Katolik, Kristen
Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam
16 Ibid, https://www.bagi-in.com/jumlah-penduduk-di-indonesia, diunduh pada
hari Selasa, 3 Oktober 2017. Pukul. 10:38 Wib.
17

aliran kepercayaan lainnya.17 Sejalan dengan itu, Pulau


Jawa pernah disebut sebagai “Le carrefour javanis” atau
“Perempatan Jawa” oleh Sejarawan asal Perancis, Denys
Lombard. Hal ini dikarenakan menurut Lombard secara
geografis banyak kebudayaan bertemu di Pulau Jawa.18
Dari pertemuan tersebut Hefner juga mengatakan Pulau
Jawa sebagai “persilangan budaya” yang mempertemukan
keenam agama besar dunia19 yang telah disebut di atas.
Tetapi agama di Indonesia memegang peranan penting
dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam
ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang
Maha Esa”.
Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif
terhadap politik, ekonomi dan budaya.20 Menurut hasil
sensus tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk
Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9%
Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu,
0,13% agama lainnya, dan 0,38% tidak terjawab atau tidak
ditanyakan.2122
Hampir semua agama-agama besar tersebut di atas
berkembang dengan baik di Indonesia. Sebenarnya
kekayaan ini dijadikan sebagai daya tarik bagi Bangsa
Indonesia dalam berbagai pembahasan. Namun faktanya
17 Abd. Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari
Berbasis Integratif-Interkonektif cet. ke-1 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011),
hlm. 309
18 Lombard, Denys. Nusa Jawa Silang Budaya. Jakarta: Gramedia, 1996
19 Hefner, Robert W. Agama: Berkembangnya Pluralisme. Dalam Indonesia Beyond
Soeharto: Negara, Ekonomi, Maysarakat Transisi, di rubah oleh Donald K. Emerson.
Jakarta, Gramedia Pustaka Utama dan The Asia Foundation, 2001a.
20 Instant Indonesia: Religion of Indonesia. Swipa. Diakses tanggal 2006-10-02.
21 Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut". Sensus Penduduk 2010. Jakarta,
Indonesia: Badan Pusat Statistik. 15 May 2010. Islam 207176162 (87,18%), Kristen
16528513 (6,96), Katolik 6907873 (2,91), Hindu 4012116 (1,69), Buddha 1703254
(0,72), Kong Hu Cu 117091 (0,05), lainnya 299617 (0,13), tidak terjawab
22 (0,06), tidak ditanyakan 757118 (0,32), total 237641326
18

tidak seperti itu, karena kebanyakan dari masyarakat


Indonesia menjadi lebih kritis dan sensitif jika berbicara
tentang isu agama. Dalam perkembangan pluralitas agama
lebih sering ditemukan konflik ketimbang pembicaraan
hangat dan terstruktur tentang isu pluralitas itu sendiri.
Pada satu sisi, kemajemukan budaya dan agama ini
merupakan kekayaan bangsa yang sangat bernilai, namun
pada sisi yang lain keragaman kultural memiliki potensi
terjadinya disintegrasi atau perpecahan bangsa. Salah satu
perpecahan yang sering terjadi di bangsa Indonesia ini
adalah:
Pertama. Masalah keamanan, sosial, ekonomi, politik, dan
hukum yang saat ini semakin melemah dalam menegakkan
keadilan. Faktor yang menjadi penyebab lemahnya
penegakan hukum di Indonesia adalah lemahnya kehendak
konstitusional dari para pemimpin dan penyelenggara
negara di Indonesia.
Kita melihat saja partai yang dulu berkoar-koar tentang
anti korupsi, namun justru sekarang paling banyak
melakukan pelanggaran hukum dan tidak sedikit juga yang
masuk penjara.
Kedua. Korupsi. Semakin merajalela dan meratanya korupsi
keseluruh sendi kehidupan masyarakat Indonesia baik
yang kelas teri sampai kelas kakap semuanya ada. Artinya
bahwa korupsi ini sudah sedemikian parah dengan
berbagai penyimpangan yang tidak saja dilakukan oleh
aparat birokrasi, tetapi juga wakil rakyat.
Faktor penyebabnya juga beragam dan saling kait mengait
antara penyebab yang satu dengan penyebab yang lain dan
merupakan lingkaran setan yang tidak bisa dipisahkan satu
19

sama lain serta sulit untuk dicari penyebab mana yang


memicu terlebih dahulu.
Ada beberapa penyebab yang dominan sebagai pencetus
tindakan korupsi yang akhirnya menjadi berkelanjutan
tiada henti sehingga membudaya di bangsa Indonesia ini.
Salah satunya persoalan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, ketimpangan penghasilan sesama Pegawai
Negeri/Pejabat Negara. Kedua, sifat tamak dan
keserakahan. Tamak adalah sikap rakus terhadap harta
dunia tanpa melihat halal dan haramnya. Tamak bisa
menyebabkan timbulnya sifat dengki, permusuhan,
perbuatan keji, dusta, curang, dan bisa menjauhkan
pelakunya dari ketaatan, dan lain-lain. Dalam Alkitab
ditegaskan bahwa “Siapa mencintai uang tidak akan puas
dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan
puas dengan penghasilannya. Pengkhotbah 5:10; Ibrani
13:5; Lukas 12:15; Matius 6:24. Ketiga, gaya hidup
konsumtif. Keempat, penghasilan yang tidak memadai.
Kelima, kurang adanya keteladanan dari pimpinan. Keenam,
tidak adanya kultur organisasi yang benar. Ketujuh, sistem
akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai.
Kedelapan, sistem pengendalian manajemen.
Ketiga. Kemiskinan. Yang digolongkan orang miskin yaitu
orang-orang yang tidak mampu untuk menghidupi
kehidupannya didalam kelompok tertentu dianggap miskin.
Dengan perkembangan jaman seiring dengan perdangan
keseluruh dunia dan ditetapkannya taraf kehidupan
tertentu sebagai suatu kebiasaan masyarakat, kemiskinan
muncul sebagai masalah sosial. Kemiskinan itu diukur dari
keadaan seseorang didalam ekonominya yang mampu atau
tidak dalam kehidupannya. Jika kemiskinan itu dijadikan
20

masyarakat suatu perbedaan yang sangat serius, maka


disinilah adanya masalah-masalah sosial itu.
Keempat. Kejahatan. Kejahatan bukan merupakan peristiwa
hereditas (bawaan sejak lahir, warisan), juga bukan
merupakan warisan biologis. Tindak kejahatan bisa
dilakukan siapapun, baik wanita maupun pria, dengan
tingkat pendidikan yang berbeda. Tindak kejahatan bisa
dilakukan secara sadar yaitu dipikirkan, direncanakan dan
diarahkan pada maksud tertentu secara sadar benar.
Kejahatan merupakan suatu konsepsi yang bersifat abstrak,
dimana kejahatan tidak dapat diraba dan dilihat kecuali
akibatnya saja.23 Tetapi kejahatan adalah suatu tindakan
yang tidak baik dan merugikan orang lain.
Salah satu yang memecah belah kerukunan bangsa
Indonesia ini adalah kejahatan itu sendiri. Kejahatan ini
bisa mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat kepada
orang lain sehingga kerukunan itu sudah mulai pudar yang
tadinya saling bersentuhan satu sama lain tetapi karena
kejahatan itu sudah mulai bereaksi dan dapat meresahkan
masyarakat sehingga menjadi menjauh satu sama lain.
Keresahan ini yang menimbulkan ketidaknyamanan pada
masyarakat saat ini dan tidak sedikit masyarakat sudah
mulai was-was ketika berpergian karena takut dirampok,
dicopet dan ditodong. Ini bukan hanya cerita belaka
tentang premanisme, perampokan, pembunuhan dan
terorisme, kita dapat membaca, melihat dan mendengar
langsung berita-berita ini melalui media sosial yang sudah
ada seperti Internet, Facebook, Blackberry messenger, Line,
Koran, Radio dan TV semuanya disajikan disana.

23 Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.
125126
21

Tujuannya adalah supaya masyarakat mengerti dan paham


bahwa lingkungan dimana dia ada sekarang ini tidak aman
dan perlu hati-hati kepada setip orang yang baru ia kenal.
Sungguh ironis memang tetapi itulah fakta kehidupan
manusia modern saat ini yang serba sulit dan menekan.
Satu alasan untuk menyambung hidup hari esok banyak
cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan apa yang dia
inginkan, tanpa berpikir panjang bahwa tindak yang dia
lakukan adalah tindakan yang menimbulkan persoalan
dalam masyarakat.
Orang bisa melakukan kejahatan atau melanggar hukum
karena faktor keserakahan yang tidak pernah merasa puas
dan tidak bisa mengontrol diri sendiri. Gejala ini timbul di
jaman modern; white-collar crime (proses perkembangan
ekonmi yang terlalu cepat). Ingin mendapatkan sesuatu
tetapi dari segi hukum sudah melanggar tetapi karena
keinginan dan keserakahanya untuk memiliki sesuatu itu,
sehingga timbul dalam hati untuk melakukan kejahatan
demi memenuhi kebutuhan semata, ia tidak peduli apakah
itu hal atau haram yang penting dia bisa memperolehnya.
Hal-hal seperti inilah yang memicu perpecahan dalam
masyarakat majemuk ini.
Kelima. Kenakalan remaja/ pemuda. Salah satu pemicu dan
permasalahan dalam masyarakat majemuk saat ini adalah
adanya kenakalan remaja atau pemuda yang tidak bisa
dikendalikan sehingga menimbulkan perpecahan dalam
masyarakat yang berkepanjangan. Salah satu bentuk
kenakalan remaja/ pemuda yang sering kita lihat baik
melalui media sosial (internet dan Koran dll) maupun
media elektronik (TV), seperti yang diuraikan oleh
Sunarwiyati S (1985) bahwa ada tiga tingkatan kenakalan
22

remaja; (1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka


keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa
pamit (2) kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan
kejahatan seperti mengendarai sepera motor tanpa SIM,
mengambil barang orang tua tanpa ijin (3) kenakalan
khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks
diluar nikah, pemerkosaan dll.
Sedangkan menurut Sudarsono (1995:13) yang termasuk
kenakalan siswa atau remaja meliputi:
Pertama, perbuatan awal pencurian meliputi perbuatan
berkata bohong dan tidak jujur; kedua, perkelahian antar
siswa termasuk juga tawuran antar pelajar dan membentuk
geng sendiri; ketiga, mengganggu teman; keempat,
memusuhi orang tua dan saudara, meliputi perbuatan
berkata kasar dan tidak hormat pada orang tua dan
saudara; kelima, menghisap ganja, meliputi perbuatan awal
dari menghisap ganja yaitu merokok; keenam, menonton
pornografi; dan, ketujuh, corat-coret tembok sekolah.
Pada umumnya generasi muda di pengaruhi oleh rasa
emosional yang tidak terkontrol, pada jaman usia remaja
banyak kaum remaja yang tidak bisa mengontrol rasa
emosinya sehingga menimbulkan suatu gejolak bahwa apa
yang dilakukannya benar semua dan sering kali tidak
memperhatikan norma-norma dimasyarakat. Sikap-sikap
generasi muda ditandai dengan rasa apatis terhadap
masyarakat (rasa kecewa terhadap masyarakat).
Permasalahan generasi Muda pada jaman modern ini
sangat kompleks apalagi di kota-kota besar. Generasi muda
di kota-kota besar cenderung tidak diperhatikan, itu karena
kurangnya perhatian orang tua terhadap generasi muda.
Sebenarnya, kenakalan remaja ini bisa diminimalisir oleh
23

beberapa pihak, seperti pihak sekolah, orang tua,


masyarakat dan gereja/ mesjid untuk berperan aktif dalam
menanamkan nilai-nilai religious kepada anak-anak muda
sehingga anak-anak remaja atau pemuda ini tidak mudah
terprovokasi dengan hal-hal yang negatif dari luar yang
selalu merusak nilai-nila yang sudah tertanam selama ini.
Oleh karena itu, pihak-pihak di atas sangat di harapkan
terlibat langsung dalam mengatasi faktor-faktor penyebab
dari masalah ini maka persoalan kenakalan remaja itu bisa
teratasi dengan maksimal, sekalipun membutuhkan
pengorbanan dalam menghadapi berbagai permasalahan
yang ada. Satu hal yang kita butuhkan adalah kerjasama
dari berbagai pihak termasuk pemerintah. Walaupun rasa
kepedualian masyarakat saat ini masih minim untuk
memperhatikan kenakalan remaja atau generasi muda yang
semakin brutal dimana-mana, melalui buku ini, saya
mengajak kita kembali untuk lebih peka lagi dalam
memperhatikan dunia sekitar kita saat ini bahwa banyak
sekali persolan-persolan anak-anak kita di luar sana yang
perlu diatasi, jangan ada lagi dalam pikiran dan hati kita
saat ini bahwa mereka bukan anak-anak kandung saya atau
saudara saya, teman saya, dst, biarkan saja dia
melakukannya toh juga bukan saya yang rugi.
Nah sikap-sikap seperti inilah yang perlu dikikis dalam
masyarakat yang plural agar kerukunan itu tetap kokoh
dan hidup, sehingga generasi muda kita saat ini bisa
terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif yang akan
mengakibatkan pada kemajuan bangsa Indonesia ini.
Harapan kita adalah bukan semakin mundur dalam
kemajuan bangsa ini tetapi maju kedepan untuk
mewujudkan cita-cita bangsa yang berdaulat dan beradab.
24

Jadi, ada beberapa faktor yang menyebabkan perilaku


kenakalan remaja yang sering terjadi di masyarakat pada
umumnya, yaitu :
Pertama, kurangnya pendidikan agama, kedua, lingkungan
sekolah yang tidak aman, ketiga, kontrol diri yang lemah,
keempat, keluarga dan perceraian orangtua, kelima, teman
sebaya yang kurang baik, ketujuh, komunitas/lingkungan
tempat tinggal yang kurang baik.24
Selanjutnya menurut Kumpfer dan Alvarado, faktor faktor
penyebab kenakalan remaja antara lain:
Pertama, kurangnya sosialisasi dari orangtua ke anak
mengenai nilai-nilai moral dan sosial; kedua, contoh
perilaku yang ditampilkan orang tua dirumah terhadap
perilaku-perilaku anti social; ketiga, kurangnya
pengawasan terhadap anak; keempat, kurangnya disiplin
yang diterapkan orang tua pada anak; kelima, rendahnya
kualitas hubungan antara orang tua dan anak; keenam,
tingginya konflik dan perilaku agresif yang terjadi di dalam
lingkungan keluarga; ketujuh, kemiskinan dan kekerasan
dalam lingkungan keluarga; kedelapan, anak tinggal jauh
dari orang tua dan tidak adanya pengawasan.
Keenam. Penyimpangan norma-norma di masyarakat
majemuk. Dalam blognya mbak desy suliyastini
menjelaskan bahwa kita semua menginginkan suatu
kehidupan yang harmonis, selaras, dan sesuai dengan
tatanan sosial yang berlaku. Akan tetapi, di kehidupan
masyarakat yang majemuk seperti sekarang ini, hal
tersebut sangatlah sulit dijumpai. Bahkan dapat dikatakan
bahwa kondisi masyarakat yang harmonis dan selaras saat

24 Muhammad
Akbar_http://muhammadakbar2.blogspot.co.id/2015/11/realitapemuda-saat-ini-
kenakalan_24, diakses pada hari minggu, 13 Juni 2016.Pukul: 23:1 Wib
25

ini hanyalah sebatas angan-angan belaka, karena tindakan


penyimpangan sosial pasti selalu ada, meskipun bentuk
penyimpangan yang terjadi tersebut sangat kecil atau
ringan.25 Sepertinya kecil dan ringan, tetapi tunggu dulu
dari hal-hal yang sepele ini yang menimbulkan banyak
persoalan-persoalan besar yang berdampak pada
kehidupan bermasyarakat saat ini. Akhir-akhir ini memang
menjadi berita utama diberbagai media tentang
penyimpangan norma-norma yang sering terjadi di dalam
masyarakat saat ini. Secara skologi semua masyarakat
merasakan ketakutan bila hal-hal itu akan terjadi dan
dialami oleh keluarganya.
Kita mengakui hal itu bahwa banyak sekali penyimpangan-
penyimpangan yang sering terjadi di dalam masyarakat
Indonesia saat ini, sehingga menimbulkan masalah sosial
dan menghilangkan norma-norma yang sudah ada dalam
masyarakat tersebut. Penyimpangan itu bisa terjadi karena
faktor keadaan, situasional dan tidak ada bimbingan yang
baik terhadap seseorang, sehingga orang tersebut tidak
berpikir panjang ketika melakukan perbuatan-perbuatan
yang keji di mata masyarakat. Karena dipengaruhi oleh
dunia yang semakin modern dan serba canggih.
Ada beberapa bentuk-bentuk penyimpangan yang sering
kita lihat dan juga sebagai penyakit sosial yang ada dalam
masyarakat majemuk saat ini, yaitu:
Pertama, Mengkonsumsi minuman-minuman keras di luar
batas. Kedua, Mengkonsumsi obat-obat terlarang seperti:
Ganja, Heroin, Ekstasi, Shabu-Shabu, Amphetamin dan
Inhalen, dll. Ketiga, Berjudi, seperti: adu ayam, adu sapi,

25 Desy
suliyastini_http://desysuliyastini.blogspot.co.id/2012/04/contohpenyimpangan-sosial-
diakses pada hari selasa, 14 Juni 2016.Pukul. 11:10 Wib
26

adu kerbau, pacu kuda, karapan sapi, adu domba/kambing,


dll. Keempat, Perkelahian antarpelajar. Kelima, Perilaku
seks di luar nikah (Prostitusi). Keenam, Pemerkosaan
dimana-mana, baik dikalangan pelajar maupun dikalangan
masyarakan pada umumnya dan tidak ketinggal juga orang-
orang berduit saat ini. Ketujuh, Homo seksualitas. Perilaku
homoseksualitas adalah suatu perilaku yang menyukai
sesama jenis atau berkelamin sama.
Jadi, segala tindakan atau perilaku yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat
dianggap sebagai bentuk penyimpangan dan melawan
hukum-hukum yang ada. Bentuk-bentuk penyimpangan
tersebut apabila terus berkembang akan menyebabkan
timbulnya penyakit sosial dalam masyarakat. Oleh karena
itu, kita sebagai masyarakat perlu memperhatikan hal-hal
ini dan salaing menjaga mulai dari diri sendiri, keluarga
kita sendiri, lingkungan, masyarakat dan bangsa Indonesia
ini, agar hidup di dalam masyarakat dan bernegara itu
terasa ada karena kita ada dan peduli.
Walaupun penegakan hukum masih sebatas harapan,
kualitas kesehatan masyarakat masih memprihatinkan, dan
kemiskinan masih ada dimana-mana.
Selain persolan yang di atas, ada beberapa persoalan lain
yang sering kita temukan di Bangsa Indonesia adalah
masalah konflik. Konflik adalah proses sosial disosiatif yang
dapat menyebabkan perpecahan dalam masyarakat karena
ketidakselarasan dan ketidakseimbangan dalam suatu
hubungan masyarakat. Konflik atau pertikaian antar
kelompok antar etnis, antar umat beragama dan antar
kelompok juga dilakukan oleh mahasiswa yang konon
merupakan generasi penerus negeri ini. Mereka melakukan
27

tawuran massal untuk mengekspresikan kebencian satu


sama lain, seperti yang terjadi di Jakarta dan Makassar dan
tempat lain. Tawuran massal antar kelompok mahasiswa
sudah berulangkali terjadi di negeri ini.
Ada dua penyebab terjadinya konflik dalam masyarakat
majemuk pada umumnya adalah konflik horizontal dan
vertikal.
Pertama, konflik horizontal. Konflik horizontal adalah
konflik yang terjadi diantara kelompok-kelompok sosial
yang sifatnya sederajat. Konflik sosial horizontal dapat
berupa konflik antar suku, antar ras, agama, maupun
konflik antar golongan. Contoh Konflik Horizontal:
a. Konflik antar suku, konflik antar suku pada umumnya
disebabkan oleh primordialisme yang berkembang menjadi
etnosentrisme. Contoh : konflik antara suku Dayak dan
suku Madura yang terjadi di Sampit, konflik antara suku-
suku kecil di Papua.
b. Konflik antar ras, konflik antar ras pada umumnya
disebabkan oleh primordialisme yang berkembang menjadi
stereotipe. Contoh : sistem politik Apartheid di Afrika,
segregasi di Amerika.
c. Konflik agama, konflik maslaah agama pada umumnya
disebabkan oleh primordialisme yang berkembang menjadi
fanatisme. Konflik agama dapat berupa konflik intern umat
beragama misalnya konflik antar golongan pemeluk Islam
murni dengan golongan Ahmadiyah, maupun konflik antar
umat beragama (ekstern) misalnya konflik masyarakat
Ambon pemeluk Islam dengan masyarakat Ambon pemeluk
Kristen.
d. Konflik antar golongan, konflik antar golongan pada
umumnya disebabkan oleh semangat in group yang kuat
28

sehingga dengan kelompok out group akan menimbilkan


antipati. Contoh : konflik antar pendukung partai Demokrat
dengan simpatisan PDIP,
dll.26
Kedua, konflik vertikal. Konflik vertical adalah konflik yang
terjadi diantara lapisan-lapisan di dalam masyarakat.
Contoh konflik vertical :
a. Konflik antar kelas atas dengan kelas bawah, konflik antar
kelas atas dengan kelas bawah dapat berupa konflik
kolektif dan individual. Konflik kolektif misalnya konflik
antara buruh dengan pimpinan perusahaan untuk
menuntut kenaikan gaji. Konflik individual misalnya konflik
antara pembantu dengan majikan yang berakibat pada
kekerasan.
b. Konflik antara pemerintah pusat dengan daerah, misalnya
pemberontakan dan gerakan seporadis seperti OPM, GAM,
dan gerakan Papua merdeka.
c. Konflik antara orang tua dan anak, konflik antara orang tua
dan anak akan menimbulkan hambatan dalam sosialisasi
nilai dan norma dan terkadang menimbulkan kenakalan
remaja.27
Sumber terjadinya disintegrasi atau perpecahan dalam
masyarakat majemuk di Indonesia ditandai oleh
beberapa gejala, antara lain:
Pertama, tidak adanya persamaan pandangan (persepsi)
antara anggota masyarakat mengenai tujuan yang semula
dijadikan patokan oleh masing-masing anggota masyarakat.
Kedua, perilaku para warga masyarakat cenderung
26 Riri
Nurmasithoh_http://rinesaa.blogspot.co.id/2012/06/masalahkeanekaragaman-sosial-
dalam.html, diakses pada hari minggu, 5 Juni 2016. Pukul: 23.52 Wib
27 Ibid, Riri
Nurmasithoh_http://rinesaa.blogspot.co.id/2012/06/masalahkeanekaragaman-sosial-
dalam.html, diakses pada hari minggu, 5 Juni 2016. Pukul: 23.52 Wib
29

melawan/melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang


telah disepakati bersama. Ketiga, kerap kali terjadi
pertentangan antara norma-norma yang ada di dalam
masyarakat. Keempat, nilai-nilai dan norma-norma yang
ada di masyarakat tidak lagi difungsikan dengan baik dan
maksimal sebagaimana mestinya. Kelima, tidak adanya
konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan
sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma yang ada
di masyarakat. Keenam, kerap kali terjadinya proses-proses
sosial di masyarakat yang bersifat disosiatif, seperti
persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut,
pertentangan antarindividu maupun kelompok, perang urat
syaraf, dan seterusnya.28
Negeri yang sudah merdeka lebih dari setengah abad ini
juga masih dihadapkan dengan “perang tradisional” antar
kelompok, suku) seperti yang terjadi di provinsi Papua.
Apabila kasus-kasus pertikaian tersebut tidak disikapi
dengan bijak oleh semua pihak maka Bangsa Indonesia
akan mengalami kehancuran.
Daniel Stevanus menanggapi persolan di atas bahwa
hidup di tengah-tengah orang-orang yang beragama atau
berkepercayaan lain kadang menjadi persoalan. 29 Secara
sosiologis, pluralisme agama adalah suatu kenyataan
bahwa kita adalah berbeda-beda, beragam dan plural
dalam hal beragama.30 Selain itu, menurut Rasjidi, umat
beragama sulit berbicara objektif dalam soal keagamaan,
karena manusia dalam keadaan involved (terlibat). Sebagai
28 Pengembangan Strategi Pertahanan Untuk Menanggulangi Kemungkinan Disintegrasi
Bangsa Dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Nasional". Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementrian Pertahanan RI. 2011-06-28. Diakses tanggal 2014-06-26.
29 Daniel Stevanus, Pendidikan Agama Kristen Kemajemukan, (Bandung: Bina
Media Informasi, 2009), hlm. 7.
30 Abas, Zainul. Hubungan Antar Agama di Indonesia: Tantangan dan Harapan.
diakses pada hari jumat, 3 Juni 2016. Pukul: 10:37 Wib
30

seorang muslim misalnya, ia menyadari sepenuhnya bahwa


ia involved (terlibat) dengan Islam.31 Namun, Rasjidi
mengakui bahwa dalam kenyataan sejarah masyarakat
adalah multi-complex (multi kompleks) yang mengandung
religious pluralism (pluralisme agama), bermacam-macam
agama. Hal ini adalah realitas, karena itu mau tidak mau
kita harus menyesuaikan diri, dengan mengakui adanya
pluralisme agama dalam masyarakat Indonesia.32 Demikan
juga dengan agama lain, seperti Katolik, Kristen Protestan,
Hindu, Budha, Konghucu seharusnya mampu
menyesuaikan diri dan mampu memahami keragaman ini.
Jadi, dalam menghadapi persolan ini perlu adanya
kesadaran bersaman bahwa adanya keragaman diantara
kita. Paul F. Knitter menjelaskan bahwa kesadaran akan
adanya keragaman dan vitalitas berbagai agama
mendorong banyak orang mengatakannya.33
Oleh karena itu, dalam mengatasi berbagai pergumulan
yang ada maka diperlukan kebijakan guna untuk
memperkokoh integrasi atau pembauran hingga menjadi
suatu kesatuan dengan cara adalah:
Pertama, menciptakan kondisi yang mendukung komitmen,
kesadaran dan kehendak untuk bersatu dan membiasakan
diri untuk selalu membangun kesatuan yang utuh.
Kedua, membangun kelembagaan (Pranata) yang
berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan
dan kesatuan bangsa.
Ketiga, merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret,
tegas dan tepat dalam aspek kehidupan bersama dan

31 M. Rasjidi, Al-Djami’ah, Nomor Khusus, Mei 1968 Tahun ke VIII, hlm. 35.
32 Ibid. M. Rasjidi
33 Paul F. Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, (Yogyakarta: Kanisius,
2008), hlm. 7.
31

pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan bagi


semua pihak, semua wilayah.
Lalu pelajaran apa yang bisa kita peroleh dari permusuhan
antar kelompok tersebut? Sifat dari konflik tersebut sudah
mengarah pada upaya untuk
“menghilangkan” satu kelompok terhadap kelompok lain
(the others) karena dianggap salah, sementara diri,
kelompok dan keyakinanyalah yang paling benar. Sungguh
suatu hal yang ironis, ketika kita dalam banyak kesempatan
sering membanggakan diri sebagai bangsa yang santun,
ramah, dan beradab. Namun dalam kenyataannya, kita
justru melakukan tindakan yang mengingkari nilai-nilai
kemanusiaan. Malahan, tindakan yang menjadi destruktif
itu dilakukan atas nama agama dan demi membela Tuhan
yang diyakini ada dan benar di dalam agama itu oleh orang
yang mengaku beragama pula. Hal inilah yang menarik
untuk dijelaskan selanjutnya di dalam buku ini.

B. Pengertian Masyarakat Majemuk


Banyak sekali kita menemukan soal pengertian atau
definisi masyarakat majemuk. Hal itu biasanya dijelaskan
berdasarkan sudut pandang keilmuan seseorang dan dia
menjelaskan hal itu disertai dalam rangka tujuan apa pula
ia menjelaskannya. Disini, saya akan menjelaskan
berdasarkan hasil bacaan terhadap tulisan-tulisan yang
termuat di internet, semisal blog. Salah satu contoh Seta
Basri34 disana ia menjelaskan pengertian masyarakat
majemuk termasuk bangsa Indonesia. Masyarakat
majemuk merupakan topik yang menarik untuk
34 Lebih lengkap baca di
http://setabasri01.blogspot.com/2012/04/indonesiaadalah-masyarakat-
majemuk.html.
32

disampaikan kepada semua kalangan termasuk mahasiswa


sebagai generasi penerus dalam membangun bangsa
Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika, demikian slogan yang
dicengkeram oleh Garuda, burung lambang Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Ironisnya, atas dasar
tersebut, asumsi yang kini terus bertahan adalah Indonesia
selalu dianggap majemuk bukan multikultur. Asumsi ini
harus mulai dipertanyakan karena pola masyarakat
majemuk sarat bias kolonial Belanda.
Sejumlah ahli kemasyarakatan Indonesia, semisal Parsudi
Suparlan, berupaya mendekonstruksi asumsi majemuk
masyarakat Indonesia menjadi multikultural. Asumsi
majemuk dianggap tidak sehat dalam menciptakan
harmoni dan integrasi Indonesia yang ditengarai berbagai
kerusuhan berbias etnis maupun agama. Pada kesempatan
ini perlu dinyatakan kaum intelektual Indonesia pun
dianggap bertanggung jawab karena turut
mempertahankan konsepsi masyarakat majemuk Indonesia
ke dalam wacana publik.
Menurut John Sydenham Furnivall termasuk orang yang
pertama kali menyebut Indonesia masuk ke dalam kategori
masyarakat majemuk (plural society). Masyarakat majemuk
adalah suatu masyarakat di mana sistem nilai yang dianut
berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagianbagiannya
membuat mereka kurang memiliki loyalitas terhadap
masyarakat sebagai keseluruhan, kurang memiliki
homogenitas kebudayaan atau bahkan kurang memiliki
dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain.35
Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri atas
kelompok-kelompok, yang tinggal bersama dalam suatu
35 Tafsiran Furnivall oleh Nasikun dalam Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, (Jakarta:
Rajawali Press, 2006), hal.39-40.
33

wilayah, tetapi terpisah menurut garis budaya masing-


masing. Kemajemukan suatu masyarakat patut dilihat dari
dua variabel yaitu kemajemukan budaya dan kemajemukan
sosial. Kemajemukan budaya ditentukan oleh indikator-
indikator genetik-sosial (ras, etnis, suku), budaya (kultur,
nilai, kebiasaan), bahasa, agama, kasta, ataupun wilayah.
Kemajemukan sosial ditentukan indikator-indikator seperti
kelas, status, lembaga, ataupun power.36
Dalam pengamatannya atas Burma yang ia samakan
dengan Jawa, Furnivall menyatakan masyarakat majemuk
terpisah menurut garis budaya yang spesifik, di mana
kelompok-kelompok di dalam unit politik menganut
budaya yang berbeda. Kelompok yang satu berbaur dengan
kelompok lainnya tetapi masing-masing tidak saling
mengkombinasikan budayanya. Kelompok-kelompok
masyarakat berbeda tersebut saling bertemu dalam
kegiatan sehari-hari (semisal di pasar), tetapi
masingmasing mempraktekkan budayanya masing-masing.
Di pasar-pasar tradisional, para pedagang berasal dari etnis
berbeda, sehingga kerap memperdengarkan percakapan
dalam aneka bahasa: Jawa, Batak, Padang, Madura, Sunda,
dan lain-lain. Pedagang pun terkotak berdasarkan
komoditas yang didagangkan misalnya pedagang Minang di
bagian pakaian, pedagang Batak di kelontong/grosir,
pedagang Jawa di sayur-mayur dan bahan mentah,
pedagang Madura di lapak ikan, pedagang Banten di los
daging, dan seterusnya.
Jadi, berdasarkan penjelasan di atas, Parsudi Suparlan
mengakui bahwa Indonesia adalah sebuah masyarakat
majemuk. Yang mencolok dari ciri kemajemukan
36 Ibrahim Saad, Competing Identities in a Plural Society, (Singapore: Institute of
Southeast Asian Studies, 1981) p. 8.
34

masyarakat Indonesia adalah penekanan pada pentingnya


kesukubangsaan yang terwujud dalam bentuk
komunitikomuniti suku bangsa, dan digunakannya
kesukubangsaan sebagai acuan utama bagi jati diri.
Sedangkan masyarakat multikultural adalah suatu
masyarakat yang terdiri atas 2 atau lebih komunitas
(kelompok) yang secara kultural dan ekonomi
terpisahpisah serta memiliki struktur kelembagaan yang
berbeda antara yang satu sama lainnya.3738

C. Ciri-ciri Masyarakat Majemuk


Bagi seorang ahli Indonesia lain, Clifford Geertz,
masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi
ke dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri
sendirisendiri, dalam mana masing-masing subsistem
terikat ke dalam ikatan-ikatan yang bersifat primordial. 39
Hal yang menarik kemudian dinyatakan Pierre L. van den
Berghe seputar ciri dasar dari masyarakat majemuk
adalah:40
a. Terjadi segmentasi ke dalam kelompok sub budaya yang
saling berbeda.
b. Memiliki struktur yang terbagi ke dalam lembaga non
komplementer.
c. Kurang mengembangkan konsensus di antara anggota
terhadap nilai yang bersifat dasar.
d. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan
saling tergantung secara ekonomi.
37 http://www.kamubisa-io.com/2015/11/pengertian-masyarakat-
multikulturalmateri-pelajaran-sosiologi-kelas-11.html, diakses pada hari senin, 6 Juni
2016. Pukul:
38 .37
39 Clifford Geertz seperti termuat dalam Nasikun, Sistem ..., op.cit., hlm. 40
40 Pierre L. van der Berghe seperti dikutip dalam Ibid, hlm.40-1.
35

e. Adanya dominasi politik suatu kelompok atas kelompok


lain.
Penjelasan di atas memberikan pelajaran penting bagi kita,
setidaknya bisa menyadarkan kita bahwa memang sedari
awalnya masyarakat Indonesia itu tidak seragam.
Hendaknya itu bukanlah tinggal hanya topik yang menarik
untuk dibahas, tetapi sebagai tindakan nyata dalam
membangun bangsa. Apapun perbedaannya, yang tidak
boleh dihindari adalah kita hidup bersama di dalam
masyarakat yang terdiri atas kelompok-kelompok, yang
tinggal bersama dalam suatu wilayah, tetapi terpisah
menurut garis budaya masing-masing tanpa
menjelekjelekkan yang lain sembari membangga-
banggakan diri dan kelompoknya semata-mata.
Seharusnya, semakin berbedanya ras, etnis, suku, budaya,
kultur, nilai, kebiasaan, bahasa, agama, kasta, ataupun
wilayah, merupakan identitas nasional untuk
memperkokoh atau menonjolkan keunikan sendiri.

D. Jenis-Jenis Masyarakat Majemuk


Menurut konfigurasi dari komunitas etnisnya, masyarakat
majemuk dapat dibedakan menjadi tiga kategori sebagi
berikut:
1. Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang, yaitu
masyarakat majemuk yang terdiriatas sejumlah komunitas
atau kelompok etnis yang memiliki kekuatan kompetitif
seimbang.
2. Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan, yaitu
masyarakatmajemuk yang terdiri atas sejumlah komunitas
atau kelompok etnis yang kekuatan kompetitip tidak
seimbang.
36

3. Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan, yaitu


masyarakat yang antara komunitas atau kelompok etnisnya
terdapat kelompok minoritas, tetapi mempunyai kekuatan
kompetitip di atas yang lain, sehingga mendominasi politik
dan ekonomi.
4. Masyarakat majemuk dengan fragmentasi. Adalah
masyarakat yang terdiri dari sejumlah kelompok etnik,
namun semuanya dalam jumlah yang kecil sehingga tidak
ada satu kelompok pun yang memiliki posisi politik atau
ekonomi yang dominant terhadap yang lainnya.41
BAB II

HAKIKAT DAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN


Setuju atau tidak setuju bahwa pendidikan dimulai
dari keluarga. Pertama kali manusia menerima pendidikan
adalah dalam lingkungan keluarga, setelah bertambah usia
pendidikan dilanjutkan di sekolah dalam pendidikan formal
secara berjenjang.
Kita sebagai anak mengikuti orang tua dan berbagai
kebiasaan dan perilaku dalam keluarga. Keluarga adalah
salah satu elemen pokok pembangunan entitas-entitas
pendidikan, menciptakan proses naturalisasi social,
membentuk kepribadian-kepribadian serta memberi
berbagai kebiasaan baik pada anak-anak yang akan terus
bertahan lama. Dalam Kitab Amsal menegaskan “Didiklah
orang muda menurut jalan yang patut baginya , maka pada
masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan
itu. Ams. 22:6.

41 Ibid, http://www.kamubisa-io.com/2015/11/pengertian-
masyarakatmultikultural-materi-pelajaran-sosiologi-kelas-11.html, diakses pada hari
senin, 6 Juni 2016. Pukul: 21.37
37

Ayat ini, Allah berpesan kepada setiap orang tua


supaya membesarkan anak-anak menjadi orang percaya,
yang bermoral, takut akan Allah, maka Allah berjanji bahwa
mereka akan menjadi baik pada akhirnya.
Keluarga memiliki dampak yang besar dalam
pembentukan perilaku individu serta pembentukan
vitalitas dan ketenangan dalam benak anak-anak karena
melalui keluarga anak-anak mendapatkan bahasa, nilainilai,
dan lain sebagainya. Keluarga bertanggungjawab mendidik
anak-anak dengan benar dalam kriteria yang benar, jauh
dari penyimpangan. Karena Alkitab menyatakan bahwa
tugas utama dalam mendidik anak ada pada orangtua. 42
Jadi, tugas dan kewajiban keluarga adalah
bertanggungjawab menyelamatkan cinta kasih serta
kedamaian dalam rumah, menghilangkan kekerasan,
keluarga harus mengawasi proses-proses pendidikan dan
sekaligus menerapkan nilai-nilai kekristenan dalam
keluarga sebagai kekuatan masa depan anak-anak.

Keluarga yang penuh dengan dengan percecokan


tanpa ada damai dan
kasih dan damai keharominisan
42 Khoe Yao Tung, Menuju Sekolah Kristen Impian Masa Kini, Yogyakarta: Andi
Offset, 2017, hal. 106
38

tanpa ada kekerasan

Keluarga yang penuh

Selain di keluarga dan di sekolah pendidikan agama


juga senantiasa diajarkan di tempat ibadah atau dalam
lembaga agama masing-masing. Dapat dikatakan bahwa
proses belajar pendidikan agama adalah proses belajar
yang paling panjang dan rutin dilakukan oleh sebagian
besar orang. Karena pendidikan agama dilakukan dalam
segala umur mulai dari bayi sampai kakek nenek.
Dengan demikan hakikat pendidikan yaitu upaya
memanusiakan manusia”.42 Dalam Undang-undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 (2003: 4) diungkapkan
bahwa, “Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

A. Definisi Pendidikan
Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan,
keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya
39

melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan


sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga
memungkinkan secara otodidak.43
Secara teoritis, para ahli berpendapat pertama; bagi
manusia pada umumnya, pendidikan berlangsung sejak 25
tahun sebelum kelahiran. Pendapat itu dapat didefini sikan
bahwa sebel um menikah, ada kewajiban bagi siapapun
untuk mendidik diri sendiri terlebih dahulu sebelum

42
Suyitno, Landasan Filosofis Pendidikan Dasar. Modul Perkuliahan Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2009, hal. 2
43
Dewey, John, Democracy and Education. (The Free Press, 1916/1944). pp. 1–4
mendidik anak keturunannya. Pendapat kedua; bagi
manusia individual, pendidikan dimulai sejak bayi lahir dan
bahkan sejak masih didalam kandungan. Memperhatikan
kedua pendapat itu, dapat disimpulkan bahwa keberadaan
pendidikan melekat erat pada dan di dalam diri manusia
sepanjang zaman.43
Istilah Pendidikan adalah salah satu istilah yang sangat
populer. Meskipun demikian, belum ada satu istilah yang
dapat memberi definisi yang komprehensip mengenai apa
itu Pendidikan. Jika dilihat dari sudut etimologis, paling
tidak ada dua pengertian pendidikan antara lain:
Pertama, pendidikan adalah terjemahan dari
‘education’ dalam bahasa Inggris. Kata “education” berasal
dari bahasa Latin : ducere yang berarti membimbing (to
lead), ditambah awalan “e” yang berarti keluar (out). Jadi
arti dasar pendidikan adalah suatu tindakan untuk
membimbing keluar.45

43 Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007),


77 45Daniel Nuhamara,Pembimbing PAK(Bandung: Jurnal Infi Media, 2007), hlm.8.
40

Kedua, Pendidikan berasal dari kata “didik” ditambahi


awalan “pe” menjadi kata benda “pendidikan” dan
ditambahi awalah “me” menjadi kata kerja “mendidik”,
pendidikan adalah pengasuhan, pembinaan atau bantuan
untuk tumbuh.
Ada beberapa definisi Pendidikan antara lain:
1. Menurut Kamus dan Ensiklopedi
Pertama, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan, seperti proses, cara, pembuatan mendidik.
Kedua, Menurut Ensiklopedi Wikipedia, education is a
social science that encompasses teaching and
learningspecific knowledge, beliefs, and skills. The word
education is derived from theLatin educare meaning "to
raise", "to bring up", "to train", "to rear", via"educatio/nis",
bringing up, raising. Pendidikan adalah ilmu sosial yang
meliputi ajaran dan pengetahuan khusus, keyakinan, dan
keterampilan. Kata pendidikan ini berasal dari bahasa Latin
"Educare" berarti "untuk meningkatkan", "untuk
membuka", "untuk melatih", "ke belakang", melalui
"educatio/nis", membesarkan, meningkatkan.

2. Menurut Undang-Undang
Pendidikan menurut UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan
bagi peranannya di masa yang akan datang. Sedangkan
menurut UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
41

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta


didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
3. Menurut Bahasa
Pertama, Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari dari
kata “Pedagogi”, yaitu dari kata “paid” artinya anak dan
“agogos” artinya membimbing. Itulah sebabnya istilah
pedagogi dapat diartikan sebagai “ilmu dan seni mengajar
anak (the art and science of teaching children).
Kedua, Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare,
yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan
merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan
di dunia.
Ketiga, Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai
Erziehung yang setara dengan educare, yakni:
membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan
kekuatan atau potensi anak.
Keempat, Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti
panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah
kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan
watak, mengubah kepribadian sang anak.

4. Menurut Para Ahli


Pertama, Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa
pendidikan adalah segala daya upaya untuk memajukan
budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup, yaitu hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan
masyarakatnya.
42

Kedua, Menurut Prof. Herman H. Horn, pendidikan adalah


proses abadi dari penyesuaian lebih tinggi bagi makhluk
yang telah berkembang secara fisik dan mental yang bebas
dan sadar kepada Tuhan seperti termanifestasikan dalam
alam sekitar, intelektual, emosional dan kemauan dari
manusia.
Ketiga, menurut Prof. H. Mahmud Yunus, pendidikan adalah
usaha-usaha yang sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan
membantu anak dengan tujuan peningkatan keilmuan,
jasmani dan akhlak sehingga secara bertahap dapat
mengantarkan si anak kepada tujuannya yang paling tinggi.
Agar si anak hidup bahagia, serta seluruh apa yang
dilakukanya menjadi bermanfaat bagi dirinya dan
masyarakat.
Keempat, Education is preparation for life. “To get ready
for” (Pendidikan adalah persiapan hidup “kesiapan untuk
sesuatu”). Preparation di sini dimaksudkan dalam
hubungannya dengan kesiapan untuk sesuatu (to get ready
for). Persiapan untuk apa? Untuk menjadi dewasa? Untuk
memiliki arti hidup? Atau apa esensi kehidupan? Definisi
ini mempunyai banyak kelemahan. Kelemahan dalam
definisi ini adalah bahwa semua orang telah memiliki hidup
setelah lahir, oleh sebab itu definisi ini masih
membingungkan.
Kelima, Education is preparation for citizenship. Persiapan
untuk menjadi warga masyarakat artinya menjadi warga
masyarakat yang bertanggungjawab. Definisi menjadi
warga negara yang bertanggungjawab juga masih kabur.
Tanggungjawab untuk bayar pajak? Untuk menjadi
pemilih? Dengan demikian definisi ini juga tidak dapat
memuaskan.
43

Keenam, Education is the transmitting of ideas, values, and


knowledge from older generation to a younger generation”.
Pendidikan sebagai pewarisan ide-ide, nilai dan
pengetahuan dari generasi lama ke generasi baru.
Terdapat dua kelemahan dalam definisi ini. Pertama, yang
bisa disalurkan adalah sesuatu yang kita miliki. Kedua,
dalam penyaluran ada berkurangnya kekuatan,
penghisapan, keengganan terhadap pengetahuan yang
disalurkan itu.
Ketujuh, Education is a process and Product. Pendidikan
sebagai sebuah proses dan produk. Dalam definisi ini
mengakui bahwa ada banyak proses yang terlibat karena
anak-anak pergi ke sekolah untuk menerima sebuah
proses. Pendidikan itu berlaku seumur hidup sampai
kepada kematian dan semua itu menuntut proses. Artinya,
para pelajar melewati proses pendidikan agar supaya
mereka mendapat pendidikan, itulah sebuah proses.
Kedelapan, Education is Life Yoh. 14:6. Definisi terkenal ini
dikemukakan oleh John Dewey. Dia memang tidak
membedakan antara apa yang dilakukan di sekolah dan
yang dilakukan di luar sekolah. Tidak ada dualisme atau
dikotomi dalam definisi ini. Namun, definisi ini juga
memunyai kelemahan yang sama hebatnya. Definisi ini
tidak lagi fokus pada kata “pendidikan”, tetapi juga definisi
kehidupan. John Dewey.
Kesembilan, Thomas H Groome: Pendidikan sebagai “usaha
yang sadar, sistematis, dan berkesinambungan untuk
mewariskan, membangkitkanatau memperoleh baik
pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai,
keterampilanketerampilan, atau kepekaan-kepekaan,
maupun hasil apapun dari uhasa tersebut. Kekuatan dalam
44

definisi ini adalah: pendidikan sebagai suatu kegiatan,


sengaja, sistematis dan berkesinambungan. Kedua, aktifitas
mencakup pengetahuan, sikap, nilai, dll.
Nuhamara mengutip pandangan Groome yang melihat
konsep pendidikan dari beberapa sudut pandang yaitu:
dimensi penekanan, asumsi dan pengertian. Dimensi
penekanan berhubungan waktu masa lampau, kini dan
masa yang akan datang. Masa lampau artinya dari aktivitas
itu dibawa dan apa yang dimiliki oleh pendidikan dan
peserta didik. Masa kini artinya pendidikan sebagai suatu
proses yang berlangsung untuk menemukan sesuatu. Masa
yang akan datang artinya ke arah mana tujuan tersebut
dibawa.
Asumsi dasar tehadap dimensi masa lampau adalah apa
yang perlu dibawa sebagai warisan dari masa lampau yang
harus di pelihara. Terhadap kini adalah bahwa kita terlibat
dengan realitas kekinian mencakup apa yang sudah
diketahui dan apa yang belum, jadi ada suatu aktifitas
untuk menemukan sesuatu yang baru. Masa yang akan
datang berhubungan dengan hal-hal yang belum dicapai,
sesuatu yang belum direalisasikan.
Menurut Fuad Ihsan bahwa pendidikan bagi kehidupan
umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus
dipengaruhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama
sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup
berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju,
sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup
mereka.44
Semua definisi di atas belum dapat memberi pemahaman
yang komprehensip mengenai apa itu pendidikan 45 oleh

44 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013, hal. 2


45

sebab itu, untuk memberi definisi yang memadai tentang


pendidikan ada beberapa hal yang perlu kita ketahui, yaitu:
Pertama, semua pembaharuan kepercayaan atau
pengetahuan yang benar harus melibatkan kedautalatan
Allah. Karena pengetahuan adalah karunia Allah dan karena
keadaulatan Allah doktrin utama kitab Suci, maka semua
pemulihan pada posisi yang dimiliki Adam dan Hawa
sebelum kejatuhan selalu melibatkan pekerjaan Penciptaan
Allah Trituggal.
Kedua, pekerjaan Allah tidak terlepas dari pekerjaan
manusia. Tanggung jawab manusia adalah juga doktrin
utama dari Alkitab: manusia dipanggil dalam pemulihan itu.
Allah melibatkan manusia dalam perkembangan anak-anak.
Ketiga, dalam mendefinisikan pendidikan, maka kita perlu
melibatkan pemahaman dan hubungan yang muncul di
antara Adam dan Allah, antar Allah dan Hawa, dan antar
Adam dan alam semesta. Bagi orang kristen, untuk
memulihkan pemahaman dan hubungan tersebut, tidak ada
jalan lain selain Kristus.
Dengan menyatukan elemen-elemen tersebut maka
sebelum merumuskan tentang definisi yang memuaskan
tentang pendidikan, terhadap beberapa pokok pikiran
penting yaitu pendidikan sebagai rekreasi dan
pengembanagan pemahaman sejati hubungan antara Allah
dan manusia, manusia dan sesamanya dan manusia dan
alam semesta. Dengan kata lain, pendidikan adalah proses
yang dimulai oleh Allah dan yang melibatkan manusia di
mana manusia (anak) bertumbuh dan berkembang dalam
45 Defenisi ini menunjukkan pendidikan sebagai proses pembelajaran secara formal
dan non formal. Pendidikan secara formal biasanya diterima melalui sekolah.
Pendidikan formal melalui sekolah adalah pendidikan yang terstruktur atau
metodologis ataupun sistematis sedangkan non formal adalah pendidikan yang diterima
selama hidup.
46

kehidupan, yaitu dalam pengetahuan, iman, pengharapan


dan kasih lewat Kristus. Dengan demikian semua pendidikan
itu bersifat religius.
Lalu apakah bersekolah itu? Dalam pandangan
kontemporer, kita bisa mengatakan bahwa bersekolah itu
adalah pendidikan formal. Kita kemudian bisa
membedakannya dengan pendidikan dengan pendidikan
tidak formal. Yang dimaksud dengan kata formal adalah
sesuatu yang terstruktur atau sistematik atau sesuai
metode.
Pendidikan formal adalah pendidikan yang terstruktur dan
padat. Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003
pendidikan formal didefinisikan sebagai jalur pendidikan
yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi. Sedangkan pendidikan tidak formal tidak terstruktur
dan dipadatkan. Intinya tidak ada perbedaan mendasar
antara pendidikan di dalam sekolah dan di luar sekolah.
Keduanya nyata dan rindu mendidik anak untuk takut akan
Allah, yang merupakan esensi dari pengetahuan.

B. Agama
Secara bahasa agama berasal dari bahasa sansekerta, yaitu
dari a berarti tidak, dan gama berarti kacau. Jadi agama
berarti tidak kacau atau tertatur. Dengan demikian agama
adalah aturan yang mengatur manusia agar kehidupanya
menjadi tertaur dan tidak kacau.
47

Sementara dalam bahasa Inggris, agama disebut religion;


dalam bahasa Belanda disebut religie berasal dari bahasa
latin relegere berarti mengikat, mengatur, atau
menggabungkan. Jadi religion atau religie dapat diartikan
sebagai aturan hidup yang mengikat manusia dan
menghubungkan manusia dengan Tuhan. Agama adalah
sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem
budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan
manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. 46
Sedangkan menurut Syamsul Arifin bahwa gama adalah
keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan; akidah, din(ul);
ajaran atau kepercayaan yang mempercayai satu atau
beberapa kekuatan ghaib yang mengatur dalam menguasai
alam, manusia dan jalan hidupnya.47
Berdasarkan definisi di atas maka Harun Nasution
merangkum lima poin penting tentang pengertian agama
sebagai berikut:
Pertama, pengakuan terhadap adanya hubungan manusia
dengan apa yang dia percayai, kedua, pengakuan terhadap
adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia, ketiga,
mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang
mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di
luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatanperbuatan
manusia, keempat, kepercayaan pada suatu kekuatan gaib
yang menimbulkan cara hidup tertentu, kelima, suatu
sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari
kekuatan gaib, keenam, pengakuan terhadap adanya
kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu
kekuatan gaib, ketujuh, pemujaan pada sumber kekuatan
46 The Everything World's Religions Book: Explore the Beliefs, Traditions and
Cultures of Ancient and Modern Religions, page 1 Kenneth Shouler - 2010
47 Arifin, Syamsul. Studi Agama; Perspektif Sosiologis dan Isu-Isu Kontemporer.
Malang: UMM Press. 2009, hal. 6
48

gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut


terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam
sekitar manusia, kedelapan, ajaran yang di wahyukan
Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.4849
Secara terminologis, pengertian agama di kalangan para
ahli juga berbeda-beda, tergantung dari sudut pandang dan
perspektifnya. Misalanya:
Pertama, Soerjono Soekanto: Pengertian agama ada tiga
macam, yaitu: (1) kepercayaan pada hal-hal yang spiritual;
(2) perangkat kepercayaan dan praktik-praktik spiritual
yang dianggap sebagai tujuan tersendiri; dan (3) idiologi
mengenai hal-hal yang bersifat supranatural.50
Kedua, Thomas F.O`Dea: Agama adalah pendayagunaan
sarana-sarana supra-empiris untuk maksud-maksud non
empiris atau supra-empiris.51
Ketiga, Hendropuspito: Agama adalah suatu jenis system
sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang
berproses pada kekuatan-kekuatan non empiris yang
dipercayainya dan didayagunkanya untuk mencapai
keselamatan bagi mereka dan masyarkat luas umumnya.52
Daniel Nuhamara mengatakan bahwa definisi agama begitu
bermacam-macam, dari yang sederhana (seperti animisme
dan dinamisme) sampai ke yang kompleks misalnya dalam
agama-agama yang monoteisme. Definisidefinisi menjadi

48 Nata, Abudin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Cet-VIII,


49 , hal. 13
50 Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998,
hlm. 34.
51 Thomas F. O`Dea, The Sociology of Relegion, Terjemahan Tim Penerjemah
Yasogama, CV. Rajawali, Jakarta, hlm. 13.
52 D. Hendropuspito OC., Sosiologi Agama, Penerbit Kanisius, Yogyakarta: 1998,
hlm. 34.
49

sangat bervariasi karena sangat bergantung kepada disiplin


ilmu.53
Mengapa hal itu terjadi? Karena pada dasarnya manusia
adalah makhluk yang berpikir dan merasa serta
berkehendak dimana perilakunya mencerminkan apa yang
sedang dia dipikirkan. Manusia juga makhluk yang bisa
menjadi subyek dan obyek, disamping ia dapat menghayati
perasaan keagamaan dirinya, ia juga dapat meneliti
keberagamaan orang lain.
Istilah ‘agama’ baru muncul pada periode abad
pertengahan yaitu ketika Gereja Kristen Barat bertemu
dengan agama-agama lain sehingga untuk membedakan
antara praktek-praktek kekristenan yang diyakini sebagai
agama sejati dengan agama-agama bangsa lainnya maka
muncullah istilah agama. Pada abad ke 15 (XVI), ketika
bangsa Eropa menemukan dunia atau pulau-pulau lainnya,
yaitu ketika mereka mencoba mengelilingi dunia untuk
mencari rempah-rempah seperti Indonesia atau ketika
menjajah dunia, menemukan bahwa ternyata ada dunia lain
di mana terdapat orang-orang asing yang mempunyai
sistem dan praktek-praktek keagamaan.
Van den End menjelaskan bahwa sebelum agama Kristen
masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah
mengenal agama yang dinamakan agama suku/agama
Indonesia Asli. Agama Indonesia Asli dibawa oleh sukusuku
yang pada zaman dahulu kala memasuki Indonesia, seperti
Agama suku dari orang Batak, Agama suku dari orang-
orang Jawa, Agama suku dari orang-orang Dayak, Agama
suku dari orang-orang Irian.54 Ternyata setiap suku

53 4Ibid., Nuhamara,hlm. 172.


54 Van den End, Sejarah Gereja Indonesia 1500-1860, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2009), hlm. 13.
50

mempunyai masing agama. Pertanyaan baru muncul:


Apakah dunia baru ini juga dunia manusia? Apakah mereka
mempunyai jiwa yang memerlukan keselamatan?
Bagaimana cara hidup mereka dihubungkan dengan dunia
Barat? Apakah mereka mempunyai agama? Jawabannya
adalah ternyata bangsa-bangsa lain juga mempunyai agama
atau sistem kepercayaan. Oleh sebab itu untuk
membedakan antara kepercayaan Barat dengan
kepercayaan lainnya maka muncullah istilah agama yang
dalam bahasa Inggris disebut ‘Religion’.
Istilah ‘religion’ berasal dari bahasa Latin yaitu ‘religio.’
Kata ‘religio’ berasal dari akar kata ‘lig,’ yang berarti
mengikat (to bind). Pada mulanya kata ini mempunyai
pengertian yang berkaitan dengan politik dan moral.
Berdasarkan pada akar kata tersebut maka istilah ‘religion’
mempunyai arti suatu relasi antara manusia dan atau
mengikat manusia dengan allah-allah atau Allah. Perasaan
takut atau takjub terhadap kehadiran dari suatu roh atau
suatu Allah Tuhan diyakini sebagai asal mula agama.
Selain itu kata religion juga berkaitan dengan suatu
sumpah, tugas-tugas suci, kesalehan pribadi, ritual, dan
budaya yang dilakukan dalam kaitannya dengan
penyembahan kepada ilah-ilah atau Allah. Berasal dari
pengertian istilah-istilah tersebut maka istilah tersebut
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan istilah
religion, artinya: rasa takut atau takjub terhadap kehadiran
dari suatu roh atau suatu Allah. Dalam bahasa Indonesia
kata ‘agama’ berasal dari bahasa Sansekerta yang sepadan
dengan kata ‘religion’ dalam bahasa Inggeris.
Ada beberapa definisi dari agama dan kepercayaan, yaitu:
51

Pertama, Kamus Webster’s New International Dictionary


menyebut agama sebagai “The Service and Adoration of God
or a god as expressed in forms of worship, in obedience to
divine commandments…and in the pursuit of a way of life
regarded as incubent on true believers” artinya pelayanan
dan penyembahan kepada Allah atau ilah yang
diekspresikan dalam bentuk-bentuk penyembahan,
ketaatan terhadap perintah yang kuasa… dan yang mencari
suatu jalan hidup yang dianggap sebagai kewajiban bagi
orang yang benar-benar beriman. Definisi semacam ini
menimbulkan permasalahan besar khususnya terhadap
agama yang tidak mempunyai sistem kepercayaan tentang
Allah (God) seperti Buddhism, Toism dan lain-lain.
Kedua, Lewis M. Hofpe meneliti ratusan agama-agama dan
kepercayaan. Hasil penelitiannya membawanya kepada
suatu kesimpulan bahwa agama sebagai hubungan antara
manusia dan dunia roh, dewa-dewa dan setan-setan yang
tidak kelihatan. Hubungan ini mengakibatkan manusia
mengembangkan suatu sistem mitos mengenai dunia yang
tidak kelihatan dan upacara-upacara yang dirancang untuk
persekutuan dengan atau menyenangkan roh-roh. Semua
ini kemudian dikembangkan dalam ritual yang teratur,
membangun kuil, mengembangkan jabatan-jabatan
(Imam), dan kitab suci dalam sejarah. Kemudian muncullah
pengajaran-pengajaran tentang kehidupan diluar kematian,
bayangan-bayangan maut, atau tentang surga dan neraka.
Yang memiliki pengikutnya-pengikut baik dulu dan
sekarang.
Ada lima poin yang sangat ditekankan yang ada dalam
agama, yaitu:
52

Pertama, Hubungan antara manusia dan dunia roh yang


tidak kelihatan, dewa-dewa dan setan-setan.
Kedua, Yang mengembangkan suatu sistem mitos mengenai
dunia yang tidak kelihatan dan upacara-upacara yang
dirancang untuk persekutuan dengan atau menyenangkan
roh-roh.
Ketiga, Yang berkembang menjadi suatu ritual okultisme
yang terartur, kuil-kuil, imam-imam, dan ayatayat suci
dalam sejarah.
Keempat, Yang memberi pernyataan tentang kehidupan
diluar kematian, bayang-bayang maut, atau tentang surga
dan neraka.
Kelima, Yang memiliki pengikut-pengikut baik dulu dan
sekarang.
Bagi sebagian orang agama adalah suatu sistem
kepercayaan yang terorganisir dan dipraktekkan dalam
upacara-upacara, praktek-praktek, dan ibadah yang
berpusat kepada satu Allah yang maha tinggi atau yang
Ilahi. Untuk banyak orang, agama melibatkan sejumlah
allah atau ilah-ilah namun untuk beberapa orang, tidak ada
allah yang spesifik untuk disembah. Namun hampir semua
orang yang mengikuti beberapa bentuk agama percaya
bahwa ada seseorang yang ilahi yang mempunyai kuasa
telah menciptakan dunia ini dan yang mempengaruhi hidup
mereka.
Kesimpulan: Agama adalah renspons manusia terhadap
penyataan diri Allah (Yang Kudus) melalui alam semesta
dan melalui hakekat manusia sebagai gambar dan rupa
Allah sehingga manusia mencari kebenaran, berusaha
mendapatkan perlindungan dari sang Penciptanya,
menetapkan seperangkat sistem (beliefs) kepercayaan,
53

melaksanakan praktek-praktek kepercayaan (values), dan


menetapkan struktur sosial yang mendasari hati manusia
untuk menyembah Allah Yang Maha Kuasa. Semua ini
dilakukan karena diyakini bahwa Allah atau Yang Kudus
dapat memberi keselamatan, pertolongan, perlindungan
(feelings) dari ancaman.

C. Pendidikan Agama Kristen


Pendidikan Agama Kristen mengajarkan setiap orang
Kristen untuk mengenal Tuhan Yesus dengan dasar iman
yang benar berdasarkan Alkitab. Sebab Pendidikan Agama
Kristen dapat mengimplementasikan Firman Tuhan
menjadi bagian hidup setiap orang dan komunitas
masyarakat beragama Kristen di dalam seluruh dimensi
kehidupan mereka. Dalam tingkatan tertentu, Pendidikan
Agama Kristen bisa diatur sebagai media penginjilan dan
menjadikan semua orang sebagai Kristen yang matang dan
dewasa secara spiritual.55
Dari pemikiran di atas dapat dikatakana bahwa Pendidikan
Agama Kristen adalah suatu usaha untuk mempersiapkan
manusia untuk meyakini, memahami dan mengamalkan
agama itu sendiri. Pendidikan Agama Kristen berfungsi
menumbuhkan sikap dan perilaku manusia berdasarkan
iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari serta
pengetahuan tentang pendidikan Kristen dalam kehidupan
pendidikan Kristen dengan tujuan untuk meningkatkan
keyakinan, pemahaman, penghayatan agar manusia dapat
mengetahui mana yang baik dan yang tidak baik.56

55 Elia Tambunan, Pendidikan Agama Kristen : Handbook untuk Pendidikan


Tinggi, (Yogyakarta: IllumiNation, 2013) Hlm. 45-46
56 B. Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen, Yogyakarta: Andi Offset, 1994,
hal. 15
54

Maksudnya adalah Pendidikan Agama Kristen adalah


pendidikan yang mengajarkan tentang moral dan mental
serta rohani seseorang (anak didik), penekanan pendidikan
mengarah pada tiga aspek pendidikan yaitu pengetahuan,
keterampilan dan sikap, yang terjadi pada proses belajar
mengajar secara sistematis.
Dalam bukunya Louis Berkhof & Cornelius Van Til, yang
berjudul "Dasar Pendidikan Kristen," disana dijelaskan
bahwa “pendidikan Kristen sangat berbeda dengan
pendidikan sekuler”. Pendidikan Kristen berdasarkan
kebenaran Firman Tuhan, sedangkan pendidikan sekuler,
tidak demikian. Sesungguhnya, pendidikan tidak hanya
berbicara tentang pengetahuan, tetapi juga moralitas dan
integritas hidup sesuai dengan panggilan dan tuntutan
moralitas Allah. Pendidikan sekuler mengajarkan bahwa
manusia merupakan hasil dari suatu proses evolusi yg
terjadi secara kebetulan dan tdk memiliki makna kekekalan
apapun. Itulah sebabnya, pendidikan sekuler tdk
membicarakan iman, moralitas dan panggilan
Allah.57
Namun, kita perlu menyadari bahwa pendidikan (atau
Pengajaran) Agama lebih menuju kepada kita, tetapi
keberatannya ialah nama ini terlampau luas. Di Indonesia
misalnya, agama yang dianut oleh kebanyakan penduduk
ialah agama Islam, jadi mungkin pikiran orang terus
terarah kepada pengajaran tentang agama Islam,
seandanya kita hanya mengatakan Pengajaran Agama saja 58
maka terjadi pergulatan pemikiran setiap kita dalam

57 Louis Berkhof & Cornelius Van Til, Dasar Pendidikan Kristen, Surabaya:
Momentum, 2010, hal. V).
58 E.G.Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1985), hal. 19
55

memahami tentang pendidikan agama tersebut. Artinya


kita tidak bisa membedakannya.
Demikain pula di Amerika istilah pendidikan agama
(“religious education”) lama kelamaan telah dikosongkan
dari isinya yang mula-mula itu, yakni agama Kristen. Oleh
sebab itu, kini Gereja Protestan ortodoks di Amerika lebih
suka memakai istilah Pendidikan Kristen (Christian
Education) atau Pendidikan Agama Kristen (Christian
Religious Education). Mengapa hal ini terjadi? Karena
gereja-gereja di Amerika banyak terdapat aliran-aliran
agama dan bidat-bidat (Suatu ajaran atau aliran yang
menyimpang dariajaran resmi)59. Rasanya nama
Pendidikan agama itu sudah terlalu bercorak samar-samar
atau kabur.60 Dengan demikian sebutan Pendidikan Agama
Kristen dilakukan oleh persekutuan orang Kristen
(agamawi) dan dari perspektif agama Kristen.
Menurut E.G. Homrighausen mengatakan: “Pendidikan
Agama Kristen berpangkal pada persekutuan umat Tuhan.
Dalam Perjanjian Lama pada hakekatnya dasar-dasar
terdapat pada sejarah suci purbakala, bahwa Pendidikan
Agama Kristen itu mulai sejak terpanggilnya Abraham
menjadi nenek moyang umat pilihan Tuhan, bahkan
bertumpu pada Allah sendiri karena Allah menjadi peserta
didik bagi umat-Nya”.61
59 Menurut Dr. H. Berkhof dan Dr. I.H. Enklaar, "Bidat ditinjau dari sudut historis adalah
persekutuan Kristen (yang kecil) yang dengan sengaja memisahkan diri dari gereja
besar dan ajarannya menekankan iman Kristen secara berat sebelah, sehingga
teologinya dan praktik kesalehannya pada umumnya membengkokkan kebenaran Injil."
Bid'at/bid'ah adalah sesuatu yang ditambahkan kepada apa yang tidak terdapat di
dalam ketentuan-ketentuan yang sudah digariskan. Bida'ah adalah ajaran yang
menyalahi ajaran yang benar. Bidat menurut Yunani kuno memunyai pengertian
"memilih", "perbedaan pendapat". Di kalangan para filsuf, kata ini memunyai pengertian
"aliran", "golongan". Dalam Kisah Para Rasul 5:17 dan 15:5, kata ini diterjemahkan
dengan istilah "mazhab" atau "golongan".
60 Loc.cit, E.G.Homrighausen, hal. 19
61 Ibid, E.G.Homrighausen, hal. 12
56

Berdasarkan penjelasan E.G.Homrighausen tentang


Pendidikan Agama Kristen di atas maka Warner C. Graedorf
mendefinisikan bahwa Pendidikan Agama Kristen adalah
“Proses pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan
Alkitab, berpusat pada Kristus, dan bergantung kepada Roh
Kudus, yang membimbing setiap pribadi pada semua
tingkat pertumbuhan melalui pengajaran masa kini ke arah
pengenalan dan pengalaman rencana dan kehendak Allah
melalui Kristus dalam setiap aspek kehidupan, dan
melengkapi mereka bagi pelayanan yang efektif, yang
berpusat pada Kristus sang Guru Agung dan perintah yang
mendewasakan pada murid”.62
Sedangkan menurut, Groome, Thomas H bahwa Pengertian
pendidikan agama Kristen adalah kegiatan politis bersama
pada peziarah dalam waktu yang secara sengaja bersama
mereka memberi perhatian pada kegiatan Allah di masa
kini kita, pada cerita komunitas iman Kristen, dan visi
kerajaan Allah, benih-benih yang telah hadir diantara kita.63
Selain pengertian di atas maka di bawah ini ada beberapa
pengertian pendidikan agama kristen menurut pandangan
para tokoh-tokoh dan lembaga gereja sebagai berikut:
Pertama, Hieronimus (345-420). Pendidikan Agama
Kristen adalah pendidikan yang tujuannya mendidik jiwa
sehingga menjadi bait Tuhan. “Haruslah kamu sempurna
sama seperti Bapamu yang disurga adalah sempurna” (Mat.
5:48).

62 Paulus Lilik Kristanto, Prinsip dan Praktek PAK Penuntun bagi Mahasiswa Teologi
dan PAK, Pelayan Gereja, Guru Agama dan keluarga Kristen, (Yogyakarta : Andi Offset ),
Hal. 4
63 Groome, Thomas H. Christian Religious Education-Pendidikan Agama Kristen.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010. Hal 37
57

Kedua, Agustinus (345-430). Pendidikan Agama Kristen


adalah pendidikan yang bertujuan mengajar orang supaya
“melihat Allah” dan “hidup bahagia”. Dalam pendidikan ini
para pelajar sudah diajar secara lengkap dari ayat pertama
Kitab Kejadian “ Pada mulanya Allah menciptakan langit
dan bumi” sampai “arti penciptaan itu pada masa gereja
sekarang ini”. Pelajaran Alkitab difokuskan pada perbuatan
Allah.
Ketiga, Martin Luther (1483-1548). Pendidikan Agama
Kristen adalah pendidikan yang melibatkan warga jemaat
untuk belajar teratur dan tertib agar semakin menyadari
dosa mereka serta bersukacita dalam firman Yesus Kristus
yang memerdekakan. Di samping itu Pendidikan Agama
Kristen memperlengkapi mereka dengan sumber iman,
khususnya yang berkaitan dengan pengalaman berdoa,
firman tertulis (Alkitab) dan rupa-rupa kebudayaan
sehingga mereka mampu melayani sesamanya termasuk
masyarakat dan negara serta mengambil bagian dengan
bertanggung jawab dalam persekutuan Kristen.
Keempat, John Calvin (1509-1664). Pendidikan Agama
Kristen adalah pendidikan yang bertujuan mendidik semua
putra-putri gereja agar mereka: 1. terlibat dalam
penelaahan Alkitab secara cerdas sebagamana dengan
bimbingan Roh Kudus. 2. mengambil bagian dalam
kebaktian dan memahami keesaan gereja. 3. diperlengkapi
untuk memilih cara-cara mengejawantahkan pengabdian
diri kepada Allah Bapa dan Yesus Kristus dalam pekerjaan
sehari-sehari serta hidup bertanggung jawab di bawah
kedaulatan Allah demi kemuliaah-Nya sebagai lembaga
ucapan syukur mereka yang dipilih dalam Yesus Kristus.
58

Kelima, Campbell Wyckoff (1947). Pendidikan Agama


Kristen adalah pendidikan yang menyadarkan setiap akan
Allah dan kasih-Nya dalam Yesus Kristus, agar mereka
mengetahui diri mereka yang sebenarnya, keadaannya,
bertumbuh sebagai anak Allah dalam persekutuan Kristen,
memenuhi panggilan bersama sebagai murid Yesus tetap
percaya pada pengharapan Kristen.
Keenam, Werner C. Graendorf (1976). Pendidikan Agama
Kristen adalah proses pengajaran dan pembelajaran yang
berdasarkan Alkitab, berpusat pada Kristus, dan
bergantung pada kuasa Roh Kudus yang membimbing
setiap pribadi pada semua tingkat pertumbuhan melalui
pengajaran masa kini ke arah pengenalan dan pengalaman
rencana kehendak Allah melalui Kristus dalam setiap aspek
kehidupan, dan memperlengkapi mereka bagi pelayanan
yang efektif, yang berpusat pada Kristus sang Guru Agung
dan perinntah yang mendewasakan para murid.
Jadi, dari definis Werner di atas terdapat tiga aspek utama
Pendidikan Agama Kristen, yaitu:
Pertama, Diskripsi Pendidikan Agama Kristen. Pendidikan
Agama Kristen merupakan proses pengajaran dan
pembelajaran berdasarkan Alkitab, berpusatkan pada
Kristus, dan bergantung pada kuasa Roh Kudus.
Kedua, Aspek fungsional Pendidikan Agama Kristen.
Pendidikan Agama Kristen usaha membimbing setiap
pribadi ke semua tingkat pertumbuhan melalui pengajaran
masa kini ke arah pengenalan dan pengalaman tentang
rencana masa kini ke arah pengenalan dan pengalaman
tentang rencana dan kehendak Allah melalui Kristus dalam
setiap aspek kehidupan dan untuk memperlengkapi
mereka bagi pelayanan yang efektif. Proses Pendidikan
59

Agama Kristen berfungsi sebagai penyedia, pendorong, dan


fasilitator dalam pembimbingan.
Ketiga, Aspek Filosofi Pendidikan Agama Kristen.
Pendidikan Agama Kristen merupakan proses
pembelajaran dan pengajaran yang berpusatkan pada
Kristus, sang Guru Agung dan perintah untuk
mendewasakan para murid.64
Keempat, Randolph Crump Miller. Pendidikan Agama
Kristen adalah upaya untuk mencerdaskan generasi kita:
Anak-anak, orang muda, dan dewasa – harta yang
terakumulasi dari kehidupan Kristen dan berpikir, dengan
suatu cara bahwa Allah dalam Kristus membawa karya
penebusan-Nya di setiap jiwa manusia dan dalam
kehidupan umum manusia.
Kelima, Mark Lamport. Pendidikan Agama Kristen adalah
penghargaan Allah bagi manusia, dengan pengertian bahwa
tugasnya adalah menjadi sebuah pengalaman keseluruhan
hidup bertumbuh dan dewasa, dan memberikan
kesempatan untuk melayani melalui tindakan dari apa yang
telah dialami. Definisi ini menunjukkan bahwa Pendidikan
Agama Kristen adalah terjemahan dari Christian Education
dan bukan Religious education.
Jadi, pada dasarnya Pendidikan Agama Kristen adalah suatu
usaha untuk memperlengkapi orang-orang kudus untuk
pekerjaan pelayanan dan pembangunan tubuh Kristus
sampai kepada kesatuan iman, pengetahuan yang benar
tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat
pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.

D. Tujuan Pendidikan Agama Kristen


64 5Paulus Lilik Kristianto, Prinsip & Praktik Pendidikan Agama
Kristen(Yogyakarta: Andi Offset, 2012), hlm. 2-5.
60

Segala sesuatu ada tujuannya, begitu pula dengan


Pendidikan Agma Kristen. Pendidikan agama Kristen bukan
hanya sekedar untuk menunjukkan tentang eksistensi
“agama Kristen”, tetapi Pendidikan Agama Kristen adalah
diajarkan kepada semua orang. Pada hakekatnya,
Pendidikan Agama Kristen merupakan perintah dari Tuhan
Yesus Kristus yang disebut dengan Amanat Agung dalam
Matius 28:18-20.
Selain itu, Pendidikan Agama Kristen sangat berbeda
dengan pendidikan umum. Pendidikan umum hanya
melibatkan kemampuan manusia semata tanpa melihat
karya Allah di dalamnya, tetapi Pendidikan Agama Kristen
bukan hanya melibatkan manusia semata, tetapi juga
melibatkan Allah sebagai dasar pendidikan tersebut,
karena Pendidikan Agama Kristen bukan hanya sekedar
mendidik secara ilmu pengetahuan, namun juga
membentuk karakter. Groome mengusulkan tujuan utama
kita sebagai para pendidik agama Kristen adalah untuk
menuntun orang-orang ke luar menuju ke Kerajaan Allah di
dalam Yesus Kristus.
Groom memberikan tiga alasan untuk mendukung usulan
ini. Pertama, dalam kitab suci orang Yahudi visi Kerajaan
Allah ditempatkan sebagai visi dan rencana Allah sendiri
bagi seluruh manusia dan ciptaan. Kedua, dalam
kesinambungan dengan dan dalam tradisi orang Yahudi itu
Yesus memberitakan Kabar baik-Nya. Ketiga, meskipun
Kerajaan Alla sebagai tema utama pemberitaan Kristen,
namun mengalami stagnasi.
Dengan demikian, tujuan pendidikan agama Kristen adalah
bukan sekedar menjadikan tema “Kerajaan Allah hanya
61

sebagai slogan”65 melainkan membimbing setiap orang


untuk hidup dalam kerajaan Allah dalam kekinian bersama
yang lain.

Dalam Surat Kolose


ditegaskan bahwa supaya
hati mereka terhibur dan
mereka bersatu dalam kasih,
sehingga mereka
memperoleh segala kekayaan
dan keyakinan pengertian,
dan
mengenal rahasia Allah, yaitu

Kristus, sebab di dalam Dialah


tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan.
Kol. 2:2-3.

Jadi, tujuan daripada Pendidikan Agama Kristen ialah untuk


mengajak, membantu, menghantar seseorang untuk
mengenal kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus,
sehingga dengan pimpinan Roh Kudus ia datang ke dalam
persekutuan yang hidup dengan Tuhan. Hal tersebut
dinyatakan dalam kasihnya terhadap Allah dan sesama,
yang dihayati dalam hidupnya sehari-hari, baik dengan
kata-kata maupun perbuatan selaku anggota tubuh
Kristus.66
65 Andar, Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989),
h. 131
66 Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen, (Bandung : Jurnal
Info Media, 2009), 31.
62

Yesus datang dan menawarkan Kerajaan Allah. Setiap orang


datang untuk menghuni Kerajaan Allah ketika kehendak
mereka sejalan dengan Allah. Dengan demikian, Kerajaan
Allah tersedia bagi siapa saja yang bersedia untuk
menyerahkan hidupnya kepada Allah. Selain daripada itu,
Allah juga akan memakai setiap orang percaya sebagai alat
ditangan-Nya untuk memeberitakan Injil Kerajaan Allah itu,
agar orang lain menikmati hidup dalam Kerajaan Allah.
Pada tingkat yang paling sederhana, hidup di dalam
Kerajaan Allah adalah harus memilih untuk melakukan apa
yang TUHAN inginkan. Ketaatan adalah unsur terpenting.
“Hidup dalam Kerajaan Allah berarti bahwa saya dengan
sengaja (akan) menempatkan hidup saya di tangan TUHAN
dan mengejar ketaatan … bahkan pengalaman jasmaniah
dari realitas, keberadaan, kekuasaan dan kebaikan
TUHAN”.
Jadi intinya adalah tujuan utama Pendidikan Agama Kristen
ialah Kerajaan Allah dan membawa setiap individu (peserta
didik) untuk mengalami perjumpaan dengan Kristus,
mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh, hidup dalam
keataatan serta mampu mempraktekkan imannya dalam
kehidupan sehari hari.
Dari berbagai penjelasan dan pengertian di atas tentang
tujuan Pendidikan Agama Kristen, maka di bahwa ini
adalah urain dari berbagai pandangan para ahli tentang
tujuan Pendidikan Agama Kristen antara lain:
Pertama, Randolph Crump Miller menyatakan, “tujuan
Pendidikan Agama Kristen adalah membimbing setiap
pribadi kedalam keputusan untuk hidup sebagai orang
Kristen”.
63

Kedua, Robert R. Boehlke merumuskan tujuan Pendidikan


Agama Kristen berikut, “menolong orang dari semua
golongan umur yang dipercayakan kepada pemeliharaan
gereja untuk memberi tanggapan akan pernyataan Allah
dalam Yesus Kristus … supaya mereka di bawah pimpinan
Roh Kudus diperlengkapi guna melayani sesama manusia
atas nama Tuhan mereka di tengah-tengah keluarga, gereja,
masyarakat dan dunia alam …”.
Ketiga, Joseph Lewis Sherrill merumuskan tujuan
Pendidikan Agama Kristen demikian, “Pendidikan Agama
Kristen adalah usaha, biasanya oleh anggota-anggota umat
Kristen, untuk berpartisipasi dalam dan untuk
membimbing perubahan-perubahan yang terjadi dalam
pribadi-pribadi dalam hubungan-hubungan mereka Allah,
dengan gereja dengan orang-orang lain, dengan dunia dan
diri sendiri”.
Keempat, James D. Smart dalam bukunya The Teaching
Ministry of the Church mengatakan bahwa tujuan
Pendidikan Agama Kristen adalah agar “kita mengajar agar
melalui pengajaran kita, Allah dapat bekerja di hati mereka
yang diajar, untuk menjadikan mereka murid-murid yang
meyakinkan baik dengan kata-kata maupun
perbuatanperbuatan di tengah-tenah dunia (menjadi
murid).
Kelima, Paul H. Vieth merumuskan tujuan-tujuan
Pendidikan Agama Kristen yang diambil oleh International
Council of Religious Education pada 1930, sebagai berikut:
Pertama, Meningkatkan dalam diri pribadi yang bertumbuh
kesadaran akan Allah sebagai realitas dalam pengalaman
manusia dan rasa adanya hubungan pribadi dengan Dia.
Kedua, Membimbing pribadi yang bertumbuh kepada
64

pengertian dan penghargaan akan kepribadian, kehidupan,


dan pengajaran Yesus Kristus. Ketiga, Meningkatkan dalam
pribadi yang bertumbuh perkembangan progresif dan
terus-menerus dari watak Kristus. Keempat,
Mengembangkan dalam pribadi yang bertumbuh
kemampuan dan kecenderungan untuk berpartisipasi
dalam dan menyumbang secara konstruktif kepada
pembangunan tata sosial. Kelima, Membimbing pribadi
yang bertumbuh untuk membangun falsafah hidup
berdasarkan tafsiran Kristen tentang kehidupan dan alam
semesta. Keenam, Mengembangkan dalam pribadi yang
bertumbuh kemampuan dan kecenderungan untuk
berpartisipasi dalam gereja. Ketujuh, Memungkinkan dalam
pribadi yang bertumbuh mengasimilasikan pengalaman
religius yang terbaik dari bangsa sebagai bimbingan efektif
bagi pengalaman kini.67
Selain dari pada itu, John M. Nainggolan menguraikan
beberapa tujuan penting Pendidikan Agama Kristen
sebagai berikut:
Pertama, Pertobatan. Pendidikan Agama Kristen di sekolah
mengalami kegagalan karena tidak mementingkan nilai-
nilai pertobatan. Pertobatanlah yang memungkinkan tiap-
tiap orang dapat melihat Kerajaan Allah dan mengalami
kelahiran baru dalam Kristus. Pertobatan menyangkut
penyesalan dan kesedihan atas perilaku yang lama ( 2 Kor.
7:9).
Kedua, Pertumbuhan rohani. Pertumbuhan rohani terlihat
dari dua aspek yaitu aspek “vertikal dan horizontal”. Aspek
vertikal ialah diperbaharuinya hubungan seseorang dengan
Allah yang dikokohkan melalui firman Allah dan doa.
67 Marulak Pasaribu, Diktat S2 Teologi dan PAK dalam Masyarakat Majemuk,
Semester II (Yogyakarta: STT KADESI, 2012).
65

Sedangkan hubungan horizontal ditandai dengan praktek


iman dalam hubungan dengan sesama.
Ketiga, Pemuridan. Semua orang percaya adalah murid
Kristus dan mempunyai hak untuk memperoleh
pemeliharaan dan pertumbuhan untuk menjadikannya
menjadi murid-murid Kristus. Pengertian murid-murid
Kristus, mereka dipanggil untuk mengikut Tuhan dengan
setia dan dapat mewujudkannyatakan imannya sebagai
pengikut Kristus. Kemudia orang-orang percaya yang
dengan rela hati melayani Tuhan secara khusus dan
menjadi pelayan-pelayan Kristus.
Keempat, Pembentukan Spiritual. Pendidikan Agama
Kristen haruslah bertujuan untuk pembentukan spiritual
peserta didik. Melalui Pendidikan Agama Kristen yang
diperolehnya peserta didik mengalami pembentukan
rohani yang sungguh-sungguh. Kata spiritiual berkaitan
erat dengan “spirit” atau “roh” yaitu kekuatan yang
menghidupkan atau menggerakkan.68
Dalam bukunya Kristanto, Paulus Lilik, yang berjudul:
“Prinsip dan Praktek PAK Penuntun bagi Mahasiswa Teologi
dan PAK, Pelayan Gereja, Guru Agama dan keluarga Kristen”
di sana di uraikan bahwa Pendidikan Agama Kristen adalah
pendidikan yang bertujuan mendidik semua putra-putri
gereja agar mereka:
Pertama, Terlibat dalam penelaahan Alkitab secara cerdas
sebagaimana dengan bimbingan Roh kudus. Kedua,
Mengambil bagian dalam kebaktian dan memahami
keesaan gereja. Ketiga, Diperlengkapi untuk memilih
caracara mengejawantahkan pengabdian diri kepada Allah
Bapa dan Yesus Kristus dalam pekerjaan sehari-hari serta
68 John M. Nainggolan, PAK dalam Masyarakat Majemuk, (Bandung: Bina Media
Informasi, 2009), hlm. 80-81.
66

hidup bertanggung jawab di bawah kedaulatan Allah dan


kemuliaan-Nya sebagai lambang ucapan syukur mereka
yang dipilih dalam Yesus Kristus.69
Menurut hemat Calvin bahwa tujuan Pendidikan Agama
Kristen bukan hanya sekedar dilibatkan, mengambil bagian
dan diperlengkapi seperti yang diuraikan oleh Kristanto,
Paulus Lilik di atas, tetapi ada yang lebih esensial dalam
Pendidikan Agama Kristen, yakni Pendidikan Agama
Kristen adalah pendidikan gereja yang mendewasakan
umat Allah. Berkaitan dengan hal ini, Calvin mengutip
tulisan Paulus dalam Surat Efesus 4:10.70

E. Manfaat Pendidikan Agama Kristen


Pendidikan Agama Kristen memiliki beberapa manfaat
sebagai berikut:
Pertama, dengan adanya Pendidikan Agama Kristen gereja
dapat menyampaikan Injil kepada anak-anak dan pemuda-
pemuda yang sulit dikumpulkan dalam Pendidikan Agama
Kristen yang diadakan gereja seperti dalam Sekolah Minggu
atau katekisasi.
Kedua, anak-anak yang menerima Pendidikan Agama
Kristen disekolah akan merasa bahwa pendidikan umum
dan agama di sekolah bukanlah dua hal yang tidak
berhubungan, melainkan sebaliknya harus berjalan
bersama-sama.
Ketiga, apalagi jika gereja tidak mampu membiayai
pekerjaan Sekolah Minggu dan Sekolah Kristen secara
besar-besaran, Pendidikan Agama Kristen disejumlah

69 Op.cit, Kristanto, Paulus Lilik


70 http://eiren3s.blogspot.com/2013/10/pendidikan-agama-kristen-
sebagaitugas.html diakses pada tgl 3 Januari 2015.
67

sekolah Negeri akan banyak menolong gereja yang


keuangannya lemah.
Keempat, dengan masuknya pengajaran agama dalam
rencana pelajaran umum, dengan sendirinya agama itu
mulai menempatkan dirinya sebagai bagian mutlak dari
kebudayaan segenap rakyat.
Menurut W. A. Criswell bahwa Amanat Agung dari Matius
28:19-20 ditujukan kepada setiap orang di gereja lokal
Perjanjian Baru. Maksudnya adalah Amanat agung Yesus
Kristus adalah perintah bagi jemaat secara keseluruhan di
setiap zaman. Kata imperatif dalam amanat agung ini
adalah “ajarlah segala bangsa,” atau secara harfiah
“menjadikan murid”71
Jadi, dengan demikian, manfaat Pendidikan Agama Kristen
berdasarkan Amanat Agung dalam Injil Matius adalah
sebagai berikut:
Pertama, Pendidikan Agama Kristen sebagai alat dalam
menjangkau jiwa-jiwa bagi Tuhan dengan mulai “pergilah.”
Kita tidak dapat menunggu dunia untuk datang dengan
sendirinya. Tetapi kitalah yang bereaksi untuk
memberitakan Injil tersebut kepada siapapun, seperti
keluarga, lingkungan, tempat kerja, sekolah, kampus dan
orang-orang yang kita sering jumpai setiap hari. Kita harus
menyadari bahwa Allah yang berdaulat memperlengkapi
setiap umat-Nya dan dijadikan sebagai alat untuk mencapai
tujuan-Nya.
Kedua, Pendidikan Agama Kristen sebagai alat untuk
membawa orang kepada jalan yang benar. Tidak cukup
hanya mengajarkan tentang siapa Tuhan Yesus Kristus itu.
Namun, Pendidikan Agama Kristen harus berperan aktif

71 W. A. Criswell., The Criswell Study Bible, Thomas Nelson, 1979


68

dalam mengajarkan tentang kasih Allah yang begitu besar


bagi semua orang.
Ketiga, Pendidikan Agama Kristen sebagai alat dalam
penginjilan. Penginjilan adalah penyampaian kabar baik
bagi orang, atas apa yang diperbuat Allah melalui Yesus
Kristus. Kata penginjilan berasal dari kata “evanggeliso”
artinya mengumkan, memberitakan atau membawa kabar
baik.72 Injil ditulis untuk menjelaskan makna kehidupan
dan kematian Yesus. Injil tersebut memberikan gambaran
tentang Yesus, tetapi lebih dari itu Injil juga mengajarkan
banyak orang tentang makna hidup dan cara hidup.73

F. Tantangan Dasar Alkitab tentang Pendidikan Agama


Kristen
Pendidikan adalah alat yang dikehendaki oleh Allah untuk
membantu kekuatan, pertumbuhan, dan pelayanan umat-
Nya. Pendidikan adalah pokok dari pemuridan,
pembentukan pelajar seperti yang ditunjukan oleh Yesus
dalam pengajaran-Nya yang dipenuhi dengan Roh. Proses
pengajaran pendidikan yang kita Jalani harus membentuk
apa yang kita percaya, apa yang kita hargai dan apa yang
dapat kita capai. Jika hal itu tidak tercapai, maka yang
terjadi adalah sebagai berikut:
Pertama, Kebenaran firman Allah sebagai kebenaran yang
mutlak yang dinyatakan oleh Allah dalam Alkitab akan
menjadi kabur dan tidak bermakna. Oleh karena itu, Alkitab
harus berfungsi sebagai pondasi pendidikan Kristen. Setiap
orang (peserta didik) harus mengakui bahwa dirinya
adalah makhluk ciptaan Allah berdasarkan Alkitab.
72 James Strong, Strong Exhsaustive Concordance of the Bible (USA:Nelson,
Inc.1999,s.v. “evanggeliso”
73 Jack L. Seymour, Memetakan Pendidikan Kristiani Pendekatan-Pendekatan
Menuju Pembelajaran Jemaat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hal. 5
69

Kedua, penerapan iman yang belandaskan pada Alkitab


akan mengalami pergeseran yang sesungguhnya. Hal ini
dipengaruhi oleh ketidakmampuan seseorang dalam
memahami karya Allah dan Alkitab secara utuh. Oleh
karena itu, Pendidikan Agama Kristen harus mampu
mengakomudir persoalan ini dengan baik, bahwa
kebenaran Alkitab adalah kebenaran Allah yang tidak bisa
ditentangb oleh siapapun.
Ketiga, lemahnya keteladanan guru dalam menerapkan
nilai-nilai kekristenan itu sendiri. Guru adalah jajaran
pendidik dan nonpendidik yang bukan hanya mengaku
Kristen dan mengenal Kristus, melainkan juga
menghadirkan gaya hidup kristiani yang akan dicontoh
oleh peserta didik. Dalam Surat Titus di tegaskan bahwa
"dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat
baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh
dalam pengajaranmu". Tit. 2:7. Sebab, Sang Pencipta adalah
teladan kita, karena itu kita harus menjadi pengajar yang
kreatif74 untuk mentransfer ilmu itu dengan baik.
Keempat, upaya dalam membangun potensi anak didalam
Kristus masih lemah. Pada hal Alkitab menegaskan bahwa
kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Dalam
kitab Kejadian menulis tentang hal itu demikian:
“Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas
ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang
melata yang merayap di bumi”. Maka Allah menciptakan
manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah
diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya
74 Marlene D. Lefever, Creative Teaching Methods (Strategi Pembelajaran), Malang:
Gandum Mas, 2016, hal. 16
70

mereka” Kejadian 1:26-27. Artinya lembaga pendidikan


kristiani hendaknya menjadi wadah bagi anakanak untuk
menemukan potensinya sendiri sebagai cipta yang
sempurana.
Berdasarkan firman Tuhan tersebut di atas, kita melihat
bahwa manusia diberi potensi diri oleh Allah untuk
menaklukkan ciptaan yang lain. Namun, karena dosa,
potensi diri manusia menjadi terpendam. Dosa
menghambat manusia mengenali dan mengembangkan
potensi dirinya. Itulah sebabnya, manusia mencari cara
mengembangkan potensi diri dalam Tuhan agar bisa
melaksanakan mandate yang Allah berikan kepadanya.
Potensi diri yang terpendam harus digali dan diasah agar
berkembang secara optimal dan menjadi berkat bagi
banyak orang.
Tujuan akhir pendidikan bukan aktualisasi diri yang
berorientasi kepada diri sendiri, melainkan desentralisasi
diri yang berorientasi pada sesama dan Tuhan.
Berikut ini akan disajikan beberapa cara mengembangkan
potensi diri anak-anak dalam Tuhan, yaitu:
Pertama, wawasan. Mengembangkan potensi diri mereka
dimulai dengan memperluas wawasan dengan mengenal
Allah sebagai sumber pengetahuan. Alkitab menegaskan
bahwa “Takut akan TUHAN adalah permulaan
pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan
didikan” – Amsal 1:7.
Kedua, Mengembangkan gambar diri yang sehat
berdasarkan perspektif Allah. Kita semua sangat berharga
di mata-Nya. Tetapi karena dosa manusia kehilangan
pengenalan diri yang benar kepada dirinya. Akibatnya,
potensinya tidak berkembang. Penulis kitab Ayub
71

menegaskan hal itu demikian: “Apakah gerangan manusia,


sehingga dia Kauanggap agung dan Kau perhatikan, dan
Kau datangi setiap pagi, dan Kauuji setiap saat?” – Ayub
7:17-18. Menggali setiap potensi anak didik sebagai orang
yang telah ditebus oleh Kristus, maka seluruh potensi
hendaknya dimaksimalkan berdasarkan sistem nilai
kekekalan.
Ketiga, menemukan kekuatan dibalik pikiran dan perkataan
positif. Target utama serangan musuh adalah pikiran dan
kata-kata. Ia tahu sekiranya ia berhasil mengendalikan dan
memanipulasi apa yang Anda pikirkan, maka ia akan
berhasil mengendalikan dan memanipulasi seluruh
kehidupanmu. Pikiran menentukan perilaku, sikap dan
gambar diri dan menentukan tujuan.
Alkitab memperingatkan kita untuk senantiasa menjaga
pikiran. Penulis kitab Amsal menulis demikian: “Jagalah
hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah
terpancar kehidupan” – Amsal 4:23.
Selain tantangan di atas, berikut ini adalah tantangan
dasar–dasar Pendidikan Agama Kristen sebagai berikut:
Pertama, Pemahaman alkitabiah tentang iman
kitamengetahui apa yang kita percayai. Kedua,
Pengembangan pengalaman kehidupan sebagai orang
Kristen adalah kehidupan Kristen yang dapat dilihat dari
kehidupan/ pengalaman sehari-hari.
Ketiga, Pertumbuhan keluarga Kristen intergenerasi
mempunyai keluarga yang benar-benar Kristen. Keempat,
Perkembangan moral anak-anak kita persiapan untuk
hidup didalam kebudayaan yang sangat tidak bermoral.
Kelima, Pengaruh yang bermakna sebagai orang kristen
72

dalam masyarakat kontemporer menyentuh masyarakat


untuk Kristus.
Dalam menjawab semua tantangan ini, diharapkan para
guru dan pemimpin gereja hendaknya berpartisipasi secara
aktif dengan cara merumuskan ulang filosofi pendidikan
kristiani dengan baik. Filosofi pendidikan Kristen berisi
tentang pernyataan-pernyataan dari prinsipprinsip dasar
yang esensial, yang mendasari praksis pendidikan Kristen
secara komprehensif di lapangan.
Beberapa prinsip dasar tersebut di antaranya adalah: (1)
meyakini dan menjunjung tinggi Alkitab sebagai kebenaran
mutlak, karena Alkitab adalah penyataan Tuhan secara
tertulis; (2) meyakini Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru
Selamat, sehingga pendidikan Kristen diawali dengan
keselamatan/hidup baru di dalam Kristus; (3) meyakini
bahwa setiap murid adalah ciptaan Allah menurut gambar
dan rupa Allah, yaitu sebagai ciptaan yang sangat baik di
hadapan-Nya, tetapi yang telah jatuh ke dalam dosa; (4)
meyakini bahwa lulusan yang pandai/berhikmat tidaklah
diukur dari kepemilikan ilmu pengetahuan natural yang
tanpa pengenalan akan Kristus sebagai hikmat Allah yang
sejati. Tanpa Kristus, hikmat manusia adalah kebodohan;
(5) meyakini bahwa sekolah adalah lembaga pendidikan
formal yang hadir sebagai mitra keluarga.
Oleh karena itu, berdasarkan pemikiran di atas maka
Pendidikan Agama Kristen harus dibangun diatas dasar:
1. Pendidikan Agama Kristen berdasar pada Alkitab. Artinya
pendekatan Pendidikan Agama Kristen berakar pada
hubungan dengan Allah dan berorientasi kepada
Allah.
73

2. Pendidikan Agama Kristen bersifat Pendidikan. Artinya


Pendidikan Agama Kristen yang berakar pada Alkitab. Ia
adalah “a teaching learning proses” sebagaimana
diamanatkan dalam kitab Ulangan 6:10 dengan istilah
“mengajar dan belajar” (Ul. 4:10; 2 Tim. 3:10-15).
Pendidikan Agama Kristen bertujuan untuk
kedewasaan orang percaya yaitu untuk pertumbuhan
individu (Kol. 1:28;1Pet.2:2).
3. Pendidikan Agama Kristen bersifat Kristiani. Artinya
pembelajaran dalam pendidikan agama Kristen dilihat
dalam rangka berorientasi kekristenan. Berorientasi
kekristenan berarti berorientasi pada kebenaran Allah. Ia
berfokus pada Kristus. Roh Kudus sebagai penolong utama
mengajar (Yoh. 14:26).
4. Pendidikan Agama Kristen bersifat Kontemporer. Artinya
bahwa Pendidikan Agama Kristen yang benarbenar
merdeka dari segala tuntutan dan tekanan.

G. Sifat Pendidikan Agama Kristen


Pendidikan Agama Kristen bersifat Alkitabiah. Artinya
pendekatan yang berakar pada hubungan dengan Allah dan
berorientasi kepada Allah. Alkitab adalah sumber
pengajaran iman Kristen yang tertulis, diwahyukan oleh
Roh Kudus dan mejadi dasar serta sumber utama materi
Pendidikan Agama Kristen. Tidak dapat dipungkiri bahwa
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
berdampak terhadap perkembangan Pendidikan Agama
Kristen, permasalahannya adalah apakah Alkitab masih
tetap relevan sebagai sumber materi Pendidikan Agama
Kristen, dan apakah Alkitab masih dapat menjadi jawaban
bagi berbagai persoalan di zaman modern ini?
74

Ada empat alasan mengapa disebut Alkitab sebagai sumber


Pendidikan Agama Kristen yakni pendidikan,
mendewasakan, kristiani, dan kontemporer. Pendidikan
Agama Kristen bersifat Pendidikan. Artinya pendidikan
yang berakar pada Alkitab harus dimengerti sebagai
benarbenar pendidikan. Ia adalah “a teaching learning
proses” sebagaimana diamanatkan dalam kitab Ulangan
6:10 dengan istilah “mengajar dan belajar” (Ul. 4:10; 2 Tim.
3:10-15).
Pendidikan Agama Kristen bertujuan untuk kedewasaan
orang percaya yaitu untuk pertumbuhan individu (Kol.
1:28; 1 Pet. 2:2). Pendidikan Agama Kristen bersifat
Kristiani. Artinya pembelajaran dalam pendidikan agama
Kristen dilihat dalam rangka berorientasi kekristenan.
Berorientasi kekristenan berarti berorientasi kebenaran
Allah. Ia berfokus pada Kristus. Roh Kudus diberikan
sebagai penolong untuk mengajar (Yoh. 14:26).
Pendidikan Agama Kristen bersifat Kontemporer yakni
karena ia adalah deskriptif yaitu: pembelajaran berdasar
pada Alkitab dan berpusat pada kristus. Lalu, fungsional
yaitu: mencari, membimbing individu ke semua level
pertumbuhan, melalui pembelajaran kontemporer,
membimbing kepada pengenalan dan pengalaman
terhadap rencana dan tujuan Allah, melalui Kristus, Dalam
semua aspek kehidupan dan memperlengkapi orang
percaya untuk pelayanan. Selanjutnya, falsafah yakni:
berfokus pada Kristus sebagai Guru Agung dan teladan,
diperintahkan untuk memuridkan.
75

BAB III PERGUMULAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN


DI INDONESIA

Indonesia adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia


(NKRI) yang memiliki keanekaragaman baik dari suku,
bahasa, adat istiadat, dan budayanya. Indonesia menjadi
negara karena adanya kesatuan dan persatuan yang
76

dipegang, sehingga dibentuklah negara yang berasaskan


kepada Pancasila.
Disisi lain masih ada beberapa persoalan yang sering kita
temukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini
khususnya dalam penerapan Pendidikan Agama Kristen.
Berbagai faktor penghambat masih dihadapi di sekitar
penyelenggaraan Pendidikan Agama Kristen di Indonesia.
Kita mengakui bahwa Pendidikan Agama Kristen sering
tidak mendapat tempat sebagai mana mestinya. Tetapi lagi-
lagi persoalan ini bukan hanya karena yang beragama
Kristen minoritas dan lain sebagainya, tetapi persoalan
utama yang dihadapi oleh Pendidikan Agama Kristen saat
ini adalah derasnya pengaruh paham sekularisme yang
telah mempengaruhi berbagai lini kehidupan masyarakat
saat ini.
Michael J. Anthony menjelaskan dalam bukunya yang
berjudul "Introducing Christian Education: Foundations for
the Twenty-first Century" bahwa tantangan-tantangan yang
dihadapi oleh pendidikan Kristen pada abad ke-21 ini
adalah menghadapi serangan dari semua paham filosofis
humanistik sekuler pada satu sisi, dan pada sisi lain
mendidik orang Kristen dengan kebenaran mutlak yang
hanya terdapat di dalam Alkitab. Tantangan yang lebih luas
datangnya dari kalangan masyarakat masa kini yang
semakin lama semakin sekuler dalam sistem nilai dan
kehidupan setiap individu. Pada era globalisasi ini, jelas
bahwa pengaruh filsafat humanistik telah menyebar dan
berdampak pada sekolah-sekolah Kristen, bahkan
perguruan tinggi Kristen. Maksudnya filsafat
humanistik/Humanisme secular adalah salah satu
pandangan yang mencerminkan bangkitnya globalisme,
77

teknologi, dan jatuhnya kekuasaan agama. Humanisme


sekular juga percaya pada martabat dan nilai seseorang
dan kemampuan untuk memperoleh kesadaran diri melalui
logika. Orang-orang yang masuk dalam kategori ini
menganggap bahwa mereka merupakan jawaban atas
perlunya sebuah filsafat umum yang tidak dibatasi
perbedaan kebudayaan yang diakibatkan adat-istiadat dan
agama.

Sumber:https://www.google.com/search?client=firefox -
b&biw=1024&bih=488&tbm=isch&sa=1&ei=eM4TWp3dBcvovgS By Taufikurrahman Ruki (mantan
t5J_QDg&q=sekuler&oq=sekuler&gs_l=psy Ketua KPK).

Pemahaman di atas menjadi ancaman bagi


penyelenggaran pendidikan dan yang lebih mengerikan lagi
bahwa Pendidikan Agama Kristen sudah semakin sekuler,
percaya atau tidak itu fakta yang terjadi saat ini. Hal ini
diakui oleh Chadwick bahwa memang pendidikan Kristen
semakin sekuler, yaitu pendidikan digambarkan sebagai
kekristenan yang berlapis cokelat/"chocolate-coating
Christianity".
Maksudnya adalah, keseluruhan praksis/pendekatan
pendidikan di sekolah Kristen telah dibangun di atas basis
filosofi pendidikan sekuler, cuma telah ditambahkan
dengan program-program pendidikan Kristen, seperti:
78

kebaktian sekolah di tengah minggu, saat teduh setiap pagi,


pelajaran khusus agama Kristen, retret tahunan, dan
lainlain.
Jika hal itu yang terjadi maka saatnya kita membenahi
semua apa yang menjadi tantangan dan hambatan dalam
mengupayakan Pendidikan Agama Kristen agar Pendidikan
Agama Kristen dapat terselenggara dengan baik,
faktorfaktor penghambat tersebut harus terus dikurangi.
Keberhasilan penyelenggaraan Pendidikan Agama Kristen
tergantung dari dukungan berbagai pihak seperti gereja
atau sekolah sebagai penyelenggara, guru sebagai pengajar,
kurikulum yang digunakan, sarana dan prasarana yang
tersedia, serta dukungan lingkungan masyarakat.
Dalam menghadapi berbagai faktor penghambat atau
pergumulan Pendidikan Agama Kristen di Indonesia maka
berikut ini adalah langkah-langkah yang harus dibenahi
bersama:
A. Pendidikan Agama Kristen dalam Konteks Gereja
Pendidikan perlu memperhatikan penanaman nilainilai
luhur sebagai unsur utama dalam aspek afektif. Nilainilai
luhur kehidupan manusia seperti kasih, kejujuran, adil,
disiplin, toleransi, menghargai, bertanggungjawab, dan
hidup dalam moralitas yang baik, harus senantiasa
mewarnai corak pendidikan masa kini. Harapannya adalah
agar setiap peserta didik hidup dalam nilai-nilai yang sudah
ditanamkan, sehingga tercipta generasi yang memiliki
tanggungjawab moral yang baik.
Oleh karena itu, Pendidikan Agama Kristen pertamatama
haruslah berbasiskan gereja. Gereja yang dimaksudkan
dalam buku ini adalah sebagai sekelompok orang percaya
pada Kristus Yesus yang diidentifikasi sebagai jemaat
79

lokal atau sekelompok orang yang berkumpul di


suatu tempat. Henry C. Thiessen maupun Paul Enns
menjelaskan bahwa gereja dapat dipahami dalam dua arti
salah satunya adalah gereja lokal sebagai sekelompok
orang percaya pada Kristus Yesus yang diidentifikasi
sebagai jemaat lokal atau sekelompok orang yang
berkumpul di suatu tempat sebagai contoh dalam PB
disebutkan gereja di Yerusalem (Kis. 8:1), Efesus (Kis.
20:17), dan lain sebagainya.75
Mengapa gereja harus terlibat dalam pendidikan, karena
gereja dianggap sebagai wadah pendidikan di segala
jenjang (umur). Artinya gereja nampaknya sangat berperan
aktif dalam meningkatkan kualitas setia individu. Salah
satu peran gereja saat ini adalah: Pertama, mencerdaskan
anak bangsa. Gereja dapat berperan dengan turut
mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan
kualitas manusia seutuhnya.76 Dalam hal ini gereja dapat
terlibat meningkatkan kualitas manusia melalui
Pendidikan Agama Kristen dalam gereja. Menurut Khoe Yao
Tung bahwa Pendidikan Agama Kristen memuridkan,
menggerakkan anak-anak dekat dengan Tuhan. Mendidik
anak dalam Kristus adalah mendidik dalam kepemimpinan
spiritual.77 Kedua, membina iman warga gereja sebagai
bukti kepedulian dalam pendidikan. Gereja harus
75 Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, revisi: Vernon D. Doerksen (Malang:
Gandum Mas, 2010), 476-478; Paul Enns, The Moody Handbook of Theology, jilid 1,
Terj.
Rahmiati Tanudjaja (Malang: SAAT Malang, 2003), 432- 433.
76 W. Gulo, Penampakan Identitas Dan Ciri Khas Dalam Penyelenggaraan Sekolah
Kristen” dalam Weinata Sairin (Penyunting), Identitas dan Ciri Khas Pendidikan Kristen di
Indonesia antara Konseptual dan Operasional, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), hal.
88.
77 Khoe Yao Tung, Terpanggil Menjadi Pendidik Kristen Yang Berhati Gembala
Mempersiapkan Sekolah dan Pendidik Kristen Menghadapi Tantangan Global pada Masa
Kini, (Yogyakarta: Andi Offset, 2017, hal. 2
80

meletakkan/ mengajarkan prinsip-prinsip iman Kristen


yang berdasarkan Alkitab. Ketiga, membina rasa sosial
antara satu dengan yang lain sebagai warga masyarakat
yang beriman dan beragama. Gereja adalah sebagai sarana
sosial dalam masyarakat. Gereja harus membangun
kebersamaan dalam masyarakat sekitarnya sambil
memberitakan Injil Kabar Baik. Keempat, gereja dapat
berperan didalam program pengembangan masyarakat,
pengentasan kemiskinan, termasuk juga dalam bidang
pendidikan dalam menghadapi kehidupan modernisasi
/globalisasi.

anak diluar
Perilaku anak -anak yang ada Perilaku anak-
dalam gereja gereja bersama dengan gedget
81

Akibat kecanduan pemakaian


gedget

Jadi, gereja sesungguhnya adalah tempat pertama bagi


penyelenggaraan PAK dalam rangka pembangunan iman
warga jemaat. Dari gereja PAK terus berkembang diluar
gereja seperti masyarakat, sekolah maupun keluarga. Bagi
gereja PAK adalah merupakan tugas utama yang harus
dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Oleh karena itu,
dalam kaitan keberhasilan PAK gereja harus menyadari
tugas penting ini sebagai:

1. Tugas Utama Gereja


Bagi gereja PAK adalah tugas utama dan harus mendapat
tempat penting dari seluruh pelayanannya. Gereja yang
terlalu menekankan pada pelayanan ibadah dan khotbah
dan mengabaikan pengajaran akan menjadi gereja yang
timpang. Gereja yang menekankan pengajaran
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan gereja
yang mengutamakan ibadah dan khotbah.
Pengajaranlah yang akan mengantarkan warga jemaat
ke dalam pertumbuhan iman dan perubahan hidup. Daniel
Nuhamara mengatakan bahwa gereja perlu melakukan
usaha-usaha untuk menolong para orang tua memainkan
82

peranannya sebagai pendidikan utama bagi anak-anak


mereka78. Secara sedehana, Pendidikan Kristiani harus
memiliki kepedulian yang komprehensip terhadap
pemenuhan hukum kasih, yakni kasihilah Allah dan
sesama.79 Lanjutnya Daniel S. Schipani menjelaskan bahwa
“pendidikan jemaat memberikan kontribusinya dalam
membentuk ciptaan baru dalam terang pemerintah Allah
melalui cara yang saling berhungan: memberikan
pengetahuan dan kasih Allah yang mudah diperoleh oleh
tiap orang, mengarahkan proses formasi dan transformasi
pemuridan (mengikut Yesus) di tengah komunitas umat
beriman; dan memampukan banyak orang untuk
berpatisipasi dan bertumbuh dalam iman Kristen sambil
mengupayakan panggilan gereja untuk menghadirkan
kebebasan, keadilan, dan perdamaian”.80

Eli Tanya mengutip pandangan Randolph Crump Miller


yang mengatakan bahwa “Pendidikan Agama Kristen
adalah proses pembimbingan setiap pribadi kedalam
keputusan untuk hidup sebagai orang Kristen. 81 Artinya
gereja menjadi wadah dalam melasanakan pendidikan.
Seluruh pelayanan gereja haruslah berbasiskan pengajaran
firman Allah.

2. Merupakan Usaha Sungguh-sungguh


Bagi gereja PAK bukanlah usaha sambilan atau kelas dua
dalam pelayanan jemaat, tetapi haruslah merupakan usaha
78 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, (Bandung: Jurnal Info Media 2009), hlm
63.
79 Daniel S. Schipani, Dalam Buku “Memetakan Pendidikan Kristiani, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2016, hal. 27
80 Loc.cit, Daniel S. Schipani, hal. 27
81 Eli Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen, (Cipanas:Sekolah Tinggi
Teologia Cipanas,1999), hal. 54
83

sungguh-sungguh. Oleh karena itu, semua potensi dalam


jemaat harus terus di kembangkan untuk
melaksanakaan PAK dalam konteks gereja. PAK haruslah
dirancang dengan baik sesuai dengan kebutuhankebutuhan
warga jemaat pada setiap bagian pelayanan.
Nah berkaitan dengan bagian ini maka saya mengutip
pemikiran Rex E. Johnson. Menurut Rex E. Johnson dalam
buku yang berjudul “Foundations Of Ministry An
Introduction To Christian Education For A New Generation”82
mengatakan bahwa gereja-gereja mempunyai fondasi
filosofis untuk pelayanan, sebagaimana yang dimiliki
orang-orang secara individual. Filosofi ini mungkin
merupakan fondasi yang diucapkan atau dilakukan.
Menurut beliau bahwa jika sebuah gereja atau seorang
pendeta dapat mengucapkan fondasi filosofinya, mereka
mempunyai sedikitnya depalapan keuntungan
dibandingkan dengan gereja atau pendeta yang tidak dapat
mengucapkannya. Berikut ini adalah urain dari delapan
fondasi filosofi tersebut:
Pertama, sebuah gereja yang dapat menyatakan fondasi
filosofinya dapat menentukan lingkup pelayanannya
berkaitan dengan tugas dalam Pendidikan Agama Kristen
dalam gereja. Kedua, sebuah gereja yang dapat menyatakan
fondasi filosofinya dapat secara terus-menerus
mengevaluasi ulang pengalaman kelompoknya dalam
pengertian pesannya. Ketiga, sebuah gereja yang dapat
menyatakan fondasi filosofinya dapat mengevaluasi
pelayanannya berdasarkan criteria yang dipertimbangkan
masak-masak, bukan atas dasar popularitas suatu program.
Keempat, sebuah gereja yang dapat menyatakan fondasi
82 Rex E. Johnson dalam buku yang berjudul “Foundations Of Ministry An Introduction
To Christian Education For A New Generation, (Malang: Gandum Mas, 2012, hal. 56-60
84

filosofinya lebih mungkin mempertahankan pelayanannya


tetap seimbang dan fokus. Kelima, sebuah gereja yang
dapat menyatakan fondasi filosofinya dapat memobilisasi
proporsi sebagian besar jemaatnya menjadi pendeta.
Keenam, sebuah gereja yang dapat menyatakan fondasi
filosofinya dapat menentukan keuntungan-keuntungan
relative dari sebuah pelayanan prospektif. Ketujuh, sebuah
gereja yang dapat menyatakan fondasi filosofinya bisa
menjadi komunitas alternatif yang jelas dan menarik bagi
orang-orang yang mencari pelarian dari sebuah kegagalan
sistemik. Kedelapan, sebuah gereja yang dapat menyatakan
fondasi filosofinya dapat memilih untuk bekerja sama atau
tidak bekerja sama dengan gereja-gereja lain dan
pelayanan-pelayanan paragereja.
Fondasi filosofi di atas, bila kita membandingkan dengan
komitmen gereja saat ini mungkin sangat beda dengan apa
yang dipikirakan oleh Rex. Gereja sekarang lebih cendrung
mengutamakan pembangunan fisik dari pada usaha
pengajaran iman warga jemaat didalam gereja. Komisi-
komisi pelayanan di dalam gereja adalah merupakan
tempat penyelenggaraan PAK yang di laksanakan dengan
sungguh-sungguh. Gereja hendaknya menyediakan seluruh
sarana dan prasarana yang menunjang penyelanggraan
PAK dalam konteks gereja.
Hal-hal penting yang harus di dukung oleh gereja
sepenuhnya adalah penyediaan sarana dan prasarana
termasuk dana untuk penyelenggaraan PAK, sumber daya
manusia sebagai pengajar PAK digereja, menyusun
kurikulum dalam berbagai kategori yang sesuai dan relevan
bagi kebutuhan-kebutuhan rohani warga jemaat. Dengan
85

demikian warga jemaat dapat bertumbuh, berakar dan


berbuah di dalam Kristus.

3. Berkesinambungan
Gereja perlu mengadakan PAK mulai dari kategori anak-
anak sampai dengan dewasa dan lanjut usia. Selain itu pada
pendidikan formal di sekolah PAK juga menjadi salah satu
bidang studi wajib yang diajarkan. Seluruh warga jemaat
adalah sasaran kegiatan PAK di gereja, atau sekolah di
sepanjang rentang kehidupannya. Jadi, agar Pendidikan
Agama Kristen memperoleh hasil yang maksimal, maka
guru sebagai penyelenggaraan Pendidikan Agama Kristen
seharusnya melakukan kegiatan ini dengan usaha yang
berkesinambungan dan terus menerus.
Ada beberapa yang harus diperhatikan agar Pendidikan
Agama Kristen berjalan dengan baik sebagai berikut:
Pertama, Pendidikan Agama Kristen tidak akan berhasil
dengan baik jika hanya dilaksanakan secara insidentil saja.
Kedua, Pendidikan Agama Kristen haruslah di laksanakan
secara utuh agar pengetahuan dan pemahaman warga
jemaat juga utuh dan mendalam lewat pengajaran yang di
laksanakan.
Ketiga, Pendidikan Agama Kristen di gereja gagal karena
tidak di laksanakan secara berkesinambungan. Di butuhkan
sebuah tim yang solid serta memiliki komitmen yang
sungguh-sungguh untuk merencanakan serta
melaksanakan Pendidikan Agama Kristen di gereja.
Keempat, Pendidikan Agama Kristen dalam konteks gereja
tidak berhasil karena berhenti di tengah jalan, di samping
tidak terdapatnya orang-orang yang ditunjuk secara khusus
untuk menyelenggarakannya. Merupakan hal yang baik,
86

jika di dalam gereja terdapat komisi pelayanan dalam


pembangunan rohani warga jemaat. Oleh karena itu,
pengajaran dibutuhkan untuk memelihara hasil-hasil
penginjilan sehingga semakin hari semakin menuju pada
kedewasaan rohani.

Dalam mencapai hasil maksimal maka ada beberapa hal


yang harus diperhatikan oleh gereja sesuai dengan uraian
Cully, dapat diperhatikan sebagai berikut:
1. Gereja mengajar melalui ibadah bersama;
2. Gereja mengajar melalui perayaan kelender hari-hari raya
gerejawi;
3. Gereja mengajar melalui hubungan-hubungan yang ada
antara orang dewasa dan anak-anak di gereja;
4. Gereja mengajar melalui sekolah gereja;
5. Gereja mengajar melalui partisipasi anak-anak dan orang
dewasa dalam keseluruhan kehidupan umat
Kristen;
6. Gereja mengajar melalui partisipasi keluarga-keluarga
dalam persekutuan yang beribadah.
Semuanya itu menunjukkan pengajaran terjadi dalam
persekutuan dan menuntut adanya keterlibatan aktif dari
seluruh anggota gereja tanpa terkecuali, dari anak-anak
sampai orang dewasa. Kegiatan mengajar oleh gereja tidak
boleh berhenti, melainkan harus terus menerus dilakukan
dari generasi ke generasi (Ul. 6:4-9).

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Kristen dalam Gereja


Sebagaimana lazimnya gereja-gereja di Indonesia membagi
janis pelayanannya sesuai golongan-golongan warga
jemaat. Dalam tradisi gereja-gereja yang ada, pada
87

umumnya pelayanan di dalam gereja dibagi dalam


komisikomisi seperti: Komisi Sekolah Minggu Komi, Komisi
Remaja, Komisi Pemuda, Komisi Wanita dan Komisi Pria.83
Komisi-komisi ini masih dapat dibagi kepada kelompok-
kelompok yang lebih khusus sesuai kebutuhan jemaat pada
umumnya komisi-komisi yang lebih kecil lagi terdapat pada
sekolah minggu, jika peserta didik dalam SM berjumlah
besar, perlu dirancang kurikulum sebagai bahan
pengajaran dan dilaksanakan secara terus menerus. Gereja
hendaknya memiliki kurikulum pembina sesuai visi yang di
tetapkan. Hal ini bisa menyesuaikan kebutuhan pengajaran
setempat.
Jika kita kembali di Masa sebelumnya seperti tahun 1960-
an, PAK seperti yang sekarang ini belum dikenal, yang
dikenal disekolah-sekolah teologi adalah vak klasik
praktika, dimana di dalamnya diajarkan : kateketika,
poimenika, liturgika, homelitika, dsb. Dalam hal ini,
kateketika masih diartikan secara tradisional, yakni sekitar
pelajaran katekisasi orang dewasa yang ingin menerima
baptisan dan melakukan pengakuan percaya. Jadi belum
mencakup PAK semua golongan umur. Timbul kesan bahwa
vak kateketika hanya semata-mata penerapan praktis ilmu
teologi untuk dipakai pendeta mengajar katekisasi dalam
jemaat. Saat itu belum ada usaha memikirkan teori PAK
yang lebih mendasar, dan dimana tempat PAK yang sah
dalam ilmu teologi. Sedangkan di luar sekolah teologi, pada
tahun 1950-an muncul usaha individual dikalangan gereja
untuk mengembangkan kegiatan pembinaan
warga gereja.84
83 Op.cit, John M. Nainggolan. hlm1
84 N.K Atmadja Hadinoto. Dialog dan Edukasi. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2011,
hal. 170-171
88

Di Indonesia masih banyak terdapat sekolah-sekolah


Kristen, yang dibayar dan diawasi oleh Negara, tetapi
gereja-gerejalah yang menyelenggarakan dan
menjalankannya. Sekolah-sekolah Kristen di Indonesia
tentu merupakan suatu tugas dan tanggungan yang indah
tetapi berat bagi gereja. Salah satu kesulitannya yang besar
ialah kekurangan guru-guru yang sungguh-
sungguh mengaku Yesus Kristus selaku Tuhan dan
Juruselamatnya dan ingin mewujudkan kepercayaan itu di
dalam segala gerak-gerik hidup mereka.85
Salah satu saran dari Konferensi PAK di Sukabumi pada
tahun 1955, dan kebutuhan yang sangat mendesak bagi
kurikulum sekolah minggu yang bertitik tolak dari keadaan
Indonesia bertemu tatkala KOMPAK DGI mengadakan
konferensi kurikulum di Wisma Oikumene di Sukabumi
pada tanggal 12 juni – 4 juli 1963. Kemudian mereka
meyusun kurikulum berdasarkan tema Yesus Kristus,
gereja, alkitab, dan Allah.86
Selama ini, gereja-gereja di Indonesia melaksanakan PAK di
gereja dalam bentuk pelayanan: sekolah minggu, katekisasi
(untuk calon baptisan/sidi), sekolah Kristen, dan
pembinaan warga gereja.

B. Pendidikan Agama Kristen dalam Konteks Sekolah


Dalam undang-undang pendidikan Nasional yang
ditetapkan oleh pemerintah pendidikan Agama mendapat
tempat dalam setiap jenjang pendidikan. Mulai dari SD
sampai Perguruan Tinggi, diberi waktu 2 jam pelajaran
perminggu untuk penyelenggaraan pendidikan Agama.
85 Op.cit, I. H. Enklaar dan E.G. Homrighausen, hal. 158-159
86 Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan pikiran dan praktek PAK. (Jakarta:
BPK Gunung Mulia. 2011, hal. 796-798
89

Kesempatan ini merupakan peluang berharga yang harus


dimanfaatkan sebagai pembinaan mental spiritual peserta
didik. Saat ini sudah tersusun kurikulum dari tingkat dasar
sampai perguruan tinggi, meskipun masih terdapat pro dan
kontra tentang mutu dan kualitas kurikulum yang ada.
Mutu dan kualitas PAK di sekolah ditentukan oleh berbagai
faktor seperti mutu kualitas guru, mutu kurikulum,
kemampuan peserta didik, sarana dan prasarana,
peraturan perundangan yang berlaku, dan dukungan yang
diberikan oleh sekolah dimana PAK tersebut
diselenggarakan.
Berikut ini akan diuraikan pergumulan penyelenggaraan
PAK di sekolah:
1. Kurikulum PAK
Kurikulum menurut Thomas Bernard, kurikulum
merupakan seperangkat program untuk pengajaran yang
menjadi pedoman pengembangan pendidikan, nasution
mengutip pernyataan Esner bahwa kurikulum dipandang
sebagai pengembangan proses kognitif, teknologi,
humanistis, atau aktualisasi peserta anak, rekonstruksi
sosial dan akademik. Menurut Ali Mudlo bahwa Kurikulum
sebagai suatu rencana disusun untuk melancarkan proses
belajar mengajar dibawah bimbingan dan tanggung jawab
sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf
pengajarnya.87
Dengan kata lain bahwa kurikulum sebagai alat transmisi
kebudayaan, transmisi dengan masyarakat atau
transformasi peserta didik. Kurikulum dapat dipandang
sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan
87 Ali Mudlofir, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dan
Bahan Ajar Dalam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2012) h. 1-2.
90

intelektual anak khususnya kemampuan berpikir agar ia


dapat memecahkan segala hal yang dipahami. Dalam hal ini,
dapat dinyatakan bahwa kurikulum merupakan
seperangkat program pendidikan yang berisi alat, tujuan,
materi, serta berbagai ketentuan lain untuk
mengembangkan pendidikan yang disampaikan pendidik
kepada peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga
anak didik memahami dan mengaktualisasikan
pengetahuan tersebut. Materi atau isi dalam pendidikan
Kristen tentu saja menyangkut isi alkitab yaitu firman
Tuhan yang disampaikan pengajar kepada peserta didik.
Jika kita mengamati bahwa kurikulum Pendidikan Agama
Kristen sudah beberapa kali mengalami perubahan sesuai
dengan kebijakan pendidikan yang telah ditetapkan
pemerintah. Mulai dari kurikulum tahun 1974, 2004, Dan
saat ini muncul kurikulum Berbasis Kompetensi, meskipun
masih dalam tarapf uji coba. Keberhasilan PAK tidak hanya
terletak pada tersusunnya materi kurikulum yang baik,
guru baik tetapi sarana dan prasarana tidak baik, hasilnya
pun tidak akan maksimal. Oleh karena itu, sekolah sebagai
lembaga pendidikan haruslah memberikan dukungan
penuh bagi keterselengarannya PAK di sekolah.
Keberhasilan materi kurikulum banyak tergantung pada
guru sebagai pengelola mata pelajaran. Guru harus aktif
dan kreatif dalam mengelola PAK di sekolah.

2. Kualitas Guru Pendidikan Agama Kristen


Terutama di sekolah-sekolah pemerintah dan swasta
umum, PAK masih amat memperhatikan. Kurangnya
guruguru Agama Kristen menjadi hambatan utama, karena
formasi pengangkatan guru agam Kristen jauh dari
91

kebutuhan-kebutuhan yang ada. Banyak peserta didik yang


beragama Kristen tidak mendapatkan pendidikan agama di
sekolah karena tidak tersedia guru yang mengajar.
Dalam mengisi kekosongan tersebut maka di tugaskanlah
guru agama honorer atau guru agama tidak tetap menjadi
pengajar siswa-siswa Kristen yang ada disekolah seperti
guru umum yang kebetulan mengajar di sekolah.
Yang bersangkutan, dan ia terbeban untuk menolong siswa
kristen yang ada di sekolahnya, atau anggota gereja yang
berbeban bagi pelayanan siswa di sekolah, atau para siswa
yang aktif di persekutuan Mahasiswa Kristen yang
berbeban bagi pelayanan siswa. Disatu sisi hal ini dapat
disyukuri, karena masih ada orang yang berbeban bagi
penyelenggaraan PAK di sekolah, tetapi di sisi lain hal ini
amat memperhatikan karena pengajar dimaksud tidak
memenuhi kriteria tentang seorang guru.
Akibatnya, penyelanggraan PAK di sekolah tidak dapat
dilaksanakan secara maksimal. Kita jangan lupa bahwa
guru yang mengajar adalah seorang guru yang benar-benar
terlatih dan fasih dalam mengajar, dan juga mengerti
dengan kebutuhan peserta didik. “Sejak adanya kehidupan,
sejak itu pula Guru telah melaksanakan pembelajaran, dan
memang hal tersebut adalah tugas dan tanggung jawabnya
yang pertama dan utama.”88 Dengan tujuan adalah “Guru
membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk
aktif mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya,
membentuk kompetensi, agar peserta didik memahami apa
yang dipelajarinya.”89 Dengan demikian bahwa belajar dan
pembelajaran adalah tugas pokok guru yang harus

88 H. Isjoni, Dilema Guru Ketika Pengabdian Menuai Kritikan (Bandung: Sinar


Baru Algensindo, 2007), hlm. 13
89 Ibid, H. Isjoni, hal. 14
92

dilakukan sehari-hari, mencintai peserta didik agar dapat


membentuk dan membangkitkan rasa cinta dan minat
belajar peserta didik.
Dalam mengatasi persoalan ini maka perlu di lakukan
usaha pembinaan dan Pelatihan guru-guru agama honorer
agar mereka dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya sebagai guru agama kristen. Kendala lain
adalah, bahwa sering kali mereka menjadi tenaga
sukarelawann semata-mata, mereka tidak pernah
mendapat honor dari sekolah dimana mereka mengajar.

3. Sarana dan Prasarana Penyelenggaraan PAK di Sekolah


Keprihatinan lain adalah terbatasnya sarana dan prasarana
penyelenggaraan PAK di sekolah. Sering kali di temui
bahwa sekolah tidak menyediakan sarana yang memadai
untuk penyelenggaraan PAK. Seperti pada gambar berikut
ini.

Ruang belajar siswa Agama


Ruang belajar siswa Agama Islam
Kristen

Kadang guru harus mengajar PAK diperpustakaan sekolah,


atau disalah satu ruang kecil saja, bahkan ada yang
menjagar di gang yang terdapat di sekolah. Bahkan sering
kali seorang guru agama harus membawa murid-muridnya
93

keluar sekolah seperti ke gereja atau salah satu rumah


peserta didik untuk penyelenggaraan PAK.
Guru-guru PAK ini pejuang-pejuang rohani yang amat luar
biasa, meskipun tidak mendapatkan dukungan dan
perhatian, mereka terus bekerja demi berlangsungnya PAK
disekolah. Mereka perlu didukung dan di support baik oleh
gereja, orang tua, terutama pemerintah.

4. Suatu kontradiksi
Peraturan perundang-undangan menyatakan bahwa setiap
siswa berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan
agama dan kepercayaannya, dan sekolah wajib
menyediakan sarana dan prasarana untuk itu. Tetapi di
pihak lain peraturan pelaksanaan di bidang pendidikan
menyatakan bahwa jika terdapat 10 orang siswa penganut
suatu agama tertentu dalam satu kelas, maka dikelas itu
barulah wajib pelajaran agama bersangkutan diberikan
(dua) jam per minggu. Jika kurang dari 10 orang maka
siswa yang bersangkutan dibina oleh pembina (agama)
rohani yang besangkutan. Penerapan peraturan inilah yang
simpang siur disekolah-sekolah. Terutama dipemerintah
seperti di pulau jawa misalnya, hampir tidak ditemukan
sekolah yang meiliki siswa berjumlah 10 (sepuluh) orang,
siswa penganut agama Kristen dalam satu kelas.
Realitas yang sering ditemukan adalah bahwa dalam
sekolah hanya ada puluhan siswa yang beragama Kristen.
Akibatnya sekolah yang bersangkutan tertutup untuk
menerima seorang guru agama Kristen meskipun tidak
dibayar. Ada sekolah-sekolah tertentu yang menerima guru
agama atau pembina agama, tetapi sistim pelaksanaannya
94

adalah bahwa seluruh siswa dari semua jenjang kelas


digabung menjadi satu kelas dalam sekali pertemuan saja.
Dari segi kurikulum hal ini sangat kacau balau. Tidaktahu
lagi kurikulum mana yang harus diterapkan bagi mereka.
Tentu dari sudut pengajaran sistim seperti ini tidak akan
mencapai hasil yang maksimal.

5. Perlu Keterlibatan Semua Pihak


Dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut perlu
keterlibatan semua pihak, yaitu:
Pertama, Pemerintah hendaknya menerbitkan peraturan
yang dapat melindungi semua peserta didik dalam hal
mendapatkan pendidikan agama yang sungguhsungguh.
Memang tidak efektif jika murid hanya berjumlah puluhan
orang penganut agama tertentu dalam sebuah sekolah
harus mengangkat seorang guru yang berstatus pegawai
negeri, karena seorang guru harus mengajar 40 jam per
minggu, tetapi pemerintah hendaknya memberi peluang
yang seluas-luasnya bagi penyelenggaraan PAK di sekolah.
Kedua, Pemerintah juga hendaknya dapat memberi honor
kepada guru-guru yang rela mengajar PAK sebagai guru
agama tidak tetap.
Ketiga, Dipihak lain, pendidikan bukan hanya tanggung
jawab pemerintah melainkan juga merupakan tanggung
jawab masyarakat. Oleh karena itu, keterlibatan gereja
sangatlah dibutuhkan.
Dukungan gereja dapat berupa, yaitu: gereja menyediakan
tenaga guru dan bantuan honor; gereja harus menyadari
bahwa siswa-siswa yang belajar diberbagai jenjang
pendidikan adalah merupakan warga jemaat; gereja harus
mengerti bahwa penyelenggaraan pendidikan agama
95

disekolah adalah merupakan peluang penginjilan dan


pemuridan bagi warga jemaat. Dapat dibayangkan jika
seorang anak mulai dari tingkat sekolah dasar hingga
sekolah lanjutan atas tidak pernah mendapatkan
pendidikan agama di sekolahnya.90
C. PAK dalam Konteks Masyarakat Indonesia
Indonesia adalah salah satu negara yang paling unik di
kolong langit ini. Dari segi jumlah penduduk indonesia
adalah negara urutan keempat paling terbanyak di dunia
setelah Cina, Amerika, dan India. Semua agama besar di
dunia terdapat di Indonesia dan terdiri dari berbagai etnis
dan budaya. Dalam kehidupan bermasyarakat semua
masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang
tersebut pastilah saling bersentuhan dalam berbagai
bidang kehidupan.
Disatu pihak keanekaragaman ini adalah potensi besar bagi
bangsa indonesia, tetapi di pihak lain bisa sebagai ancaman.
Oleh karena itu, peranan agama-agama amat penting
sebagai pemersatu bangsa. Jadi, PAK di sekolah menjadi
sentral dalam pembentukan spritualitas, karakter dan
watak warga negara agar dapat hidup rukun, bersatu, dan
saling bekerja sama dari semua golongan yang ada untuk
tercapainya keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan
seluruh masyarakat indonesia.
Berikut ini diuraikan beberapa hal yang menjadi
pergumulan PAK dalam konteks heterogenitas masyarakat
Indonesia.
1. PAK dan Heterogenitas
Pendidikan Agama Keristen di sekolah haruslah
mengarahkan kepada keterbukaan. Ada empat prinsip
utama dari Pendidikan Agama Kristen yaitu:
90 Ibid., John M. Nainggolan, hlm 14-21.
96

Pertama, Belajar mengetahui (Learning to know). PAK


haruslah diarahkan kepada peningkatan pengetahuan yaitu
pengetahuan akan Allah dan segala firmannya, sesama, diri
sendiri, maupun lingkungannya.
Peserta didik haruslah diarahkan kepada pemahaman atas
keutuhan ciptaan, bahwa sejak semula Allah telah
menciptakan manusia, mahluk-mahluk, dan alam yang
memiliki saling ketergantungan dan semuanya itu harus
dijaga agar tetap harmonis sesuai rencana Allah dalam
penciptaan manusia.
Kedua, Belajar untuk melakukan/menerapkan (Learning to
do). PAK haruslah diarahkan agar peserta didik memiliki
keterampilan dalam mempraktekkan imannya di tengah-
tengah kemajemukan masyarakatnya, bukan menjadi batu
sandungan melainkan menjadi berkat bagi sesama dan
lingkungannya, bukan menjadi menutup diri melainkan
dapat menempatkan dirinya bersama-sama dengan orang
lain untuk menghadirkan syalom dari Allah di tengah-
tengah dunia ini lain untuk menghadirkan syalom Allah
ditengah- tengah dunia ini. Yesus berkata kepada murid-
murid-Nya
“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi
tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi
gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu
adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung
tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak akan
menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah
gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga
menerangi semua orang di dalam rumah”. Mat. 5:13-
15.
97

Ketiga, Belajar menjadi sesuatu (Learning to be). PAK


haruslah diarahkan agar peserta didik memiliki jati dirinya
dan mampu menyatakan keberadaan dirinya dalam
kehidupannya sehari-hari. Dia tidak pesimis melainkan
optimis, tidak negatif tapi positif dan menyadari dirinya
sangat berharga di mata Tuhan.
Dengan demikian dengan sekuat tenaga ia dapat
menyatakan dirinya dengan berbagai kemampuan yang
telah Tuhan berikan kepadanya untuk kepentingan sesama.
Peserta didik mampu memahami bahwa ia hidup bukan
hanya untuk dirinya sendiri tetapi bagi sesama dan
lingkungannya. Untuk itulah ia harus dapat melakukan
yang terbaik dalam hidupnya. Paulus berkata “Karena kita
ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah
sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya. Efesus
2:10.
Keempat, Belajar hidup bersama (Learning to live
togother). PAK haruslah diarahkan agar peserta didik
menyadari betul bahwa hidup tidak mungkin sendirian.
Keberhasilan tidak dapat diraih sendirian, kesejahteraan
harus dilakukan secara bersama- sama. Harus dapat
dihayati bahwa penerapan dan aplikasi kasih Kristus
melampaui batas-batas manusiawi, batas-batas agama
maupun batas-batas etnis. Inti iman Kristen yang
sesungguhnya bahwa ia dapat hidup dan menjadi berkat
bagi sesamanya.

2. Kemandirian Iman
Dalam konteks kemajemukan masyarakat dalam berbagai
bentuk kehidupan, PAK harus diarahkan kepada
98

kemandirian iman. Tidak disangkal bahwa


perbedaanperbedaan dalam masyarakat baik dalam hal
agama maupun etnis akan saling bersentuhan. Sentuhan-
sentuhan itu amat kuat dan jika tidak memiliki
kemandirian iman maka akan kalah. Akhir-akhir ini
perpindahan agama telah semakin lazim dimasyarakat, hal
itu terjadi karena sentuhan-sentuhan dalam heterogenitas
agama tidak bisa dihindarkan.
Di pihak lain nilai-nilai kompromistis sudah semakin nyata
dalam kehidupan masyarakat kita sekarang ini. Oleh karena
itulah, PAK haruslah menjadi salah satu usaha
pembentukan kemandirian iman; bahwa peserta didik
mampu memiliki ketetapan iman maupun ketetapan hati
meskipun di lingkungan yang amat berbeda; peserta didik
memiliki kemampuan menempatkan dirinya
ditengahtengah pergaulan sekolah dengan luwes, tidak
kaku namun tetap menjaga kemandirian iman; ia mampu
menolak segala tren-tren kehidupan yang bertentangan
dengan nilai-nilai iman yang dimilikinya.

3. Keterbukaan
PAK haruslah mampu membawa peserta didik pada
keterbukaan. Maksudnya sikap iman bukanlah tertutup,
melainkan adanya keterbukaan kepada orang lain, istilah
lain adalah tidak membatasi dirinya kepada siapapun.
Iman orang Kristen seharusnya siap
untuk dilihat dan diselidiki. Iman Kristen justru hidup jika
diaplikasikan dalam perbuatan-perbuatan. Keterbukaan
akan menghindarkan diri dari menjelek-jelekkan agama
99

lain tetapi melihat secara positif bahwa dalam agama lain


pun terdapat ajaran-ajaran baik yang dapat diterapkan
dalam kehidupan bersama.
Keterbukaan memungkinkan peserta didik dapat
melihat orang lain bukan sebagai musuh tetapi sebagai
sahabat dalam kehidupan terutama dalam
perbuatanperbuatan kebajikan. Keterbukaan
memungkinkan orangorang Kristen dapat menjadi berkat
bagi sesamanya.91

D. PAK dalam Konteks Keluarga


Dewasa ini dengan adanya perkembanganperkembangan
dalam dunia pendidikan, misalnya dengan adanya
pendidikan formal, maka peranan keluarga dan orang tua
dalam pendidikan menjadi agak tergeser.
Dahulu sebelum adanya sekolah, maka seluruh tanggung
jawab mendidik ada apa orang tua dan masyarakat melalui
interaksi anak dengan lingkungannya. Begitu pula dengan
adanya Sekolah Minggu, banyak orang tua lebih suka
mengirimkan anak-anaknya ke Sekolah Minggu dan
mengabaikan tugasnya pendidik utama dalam keluarga.
Kenyataan ini dapat dipahami, karena pada satu sisi banyak
orang tua tidak mempunyai pendidikan yang memadai,
sehingga mereka beranggapan bahwa sebaiknya anak-anak
mereka dididik oleh guru-guru yang profesional di Sekolah
Minggu atau di sekolah formal. Ada juga yang beralasan
kesibukkan kerja dan lain-lain. Apa pun alasannya,
kenyataan di atas tidak dapat dibenarkan secara teologis.92
Rida Gultom menanggapi alasan di atas bahwa Pendidikan
agama dalam keluarga merupakan dasar bagi seluruh
91 2Ibid., John M. Nainggolan, hlm. 22-25.
92 Ibid. Nuhamara
100

pendidik lainnya dalam masyarakat telah berlangsung sejak


zaman Perjanjian Lama. Dalam kitab Kejadian 12:1-3
dijelaskan bahwa Allah merencanakan Bangsa Israel
menjadi bangsa yang besar di muka bumi dan menjadi
umat pilihan Allah. 93

1. Dasar Teologis PAK dalam Perjanjian Lama


Nuhamara mengatakan bahwa sebagai orang kristen kita
percaya bahwa anak adalah karunia Tuhan yang
dipercayakan kepada orang tua dalam pemeliharaan
maupun pendidikannya. Oleh karena itu, di dalam
Perjanjian Lama kita menjumpai bahwa Tuhan mewajibkan
orang tua untuk mendidik anak-anaknya, yaitu:
a. Mendidik anak-anaknya dengan tekun (Ul. 6:6-7),
b. Mendidik anak-anaknya untuk dapat mengenal
perintah/Taurat Allah (Mzm. 78:5-6),
c. Mendidiknya di jalan yang benar (Ams. 22:6), dan
d. Menjawab pertanyaan seorang anak dengan tepat (Kel.
12:26-27; 13:8).
e. Mendidik anak adalah suatu keharusan karena anak
merupakan warisan Allah kepada orang tua (Mzm. 127:3),
f. Bahkan bila perlu mereka diizinkan mendidik anak dengan
memberikan hukuman jasmani (Ams. 22:15; 19:18; 23:13-
14; 29:15,19).

2. Dasar Teologis PAK dalam Perjanjian Baru


Yesus sedikit pun tidak memandang rendah seorang anak.
Banyak ayat membuktikan bahwa Yesus sangaat mengasihi
anak-anak, misalnya: Markus 9:36,37; 10:1-16; Matius
93 Rida Gultom, Pendidikan Agama Kristen Kepada Anak-anak, (Medan: Cv. Mitra
tt),hlm, 15.
101

11:16-17; 18:3-10; 19:13-15; 21:15-16; 18:15-17, dan lain-


lain.
Dalam tradisi Perjanjian Baru, pendidikan terhadap anak,
merupakan tanggung jawab orang tua (Kolose 3:21 dan
Efesus 6:4 disebutkan bahwa orang tua harus mendidik
anak dalam ajaran firman Allah). Kewajiban orang tua
dalam mendidik anak adalah memelihara mereka,
mencukupi kebutuhan materi dan emosi mereka, dan
menasehati mereka agar bertumbuh.

3. Pembentukan Nilai-Nilai
Segala sesuatu yang diterima pada masa kanak-kanak akan
menentukan gaya hidupnya kelak di kemudian hari.
Kehidupan masa kanak-kanak dapat menjadi model
kehidupan masa depannya. Masa awal kehidupan anak
adalah masa yang sangat penting; oleh sebab itu, harus
ditetapkan suatu dasar yang kuat dan baik. Jadi, ada
beberapa hal yang harus di tanamkan oleh orang tua
kepada anak sebagai berikut:
Pertama, Masa Penentuan Dasar. Pembentukan dasar bagi
seorang anak telah dimulai sejak dini. Pembentukan
tersebut terpupuk lewat lingkungan yang paling
mempengaruhi hidupnya setiap hari yaitu lingkungan
keluarga. Disana ia mendapatkan nilai-nilai dan etika; sikap
terhadap orang tua dan keluarga dekat; pandangan
lingkungan sekitarnya; pembentukan dasar yang salah akan
mempengaruhi perjalanan hidup.
Kedua, Masa Perkembangan Karakter. Perlu diingat, bahwa
pada masa ini dasar karakter dan sifat seseorang terbentuk
pada usia lima tahun pertama.Karakter seorang anak
banyak terbentuk lewat pendidikan orang tua.Orang tua
102

haruslah menanamkan nilai-nilai yang baik sejak awal.


Dengan demikian karakter anak dapat berkembang kearah
yang positif.Orang tua hendaknya dari awal terus
membangkitkan minat belajar positif bagi anak-anaknya.
Ketiga, Masa Belajar. Yang terjadi dimasa ini bahwa masa
kanak-kanak adalah masa belajar banyak hal di sekitarnya.
Orang tua membangkitkan minat belajar positif. Anak terus
di tuntun agar minat belajarnya berkembang.
Keempat, Pendidikan Iman. Pendidikan iman merupakan
pondasi yang kokoh bagi seluruh bagian-bagian
pendidikan. Pendidikan iman ini yang akan membentuk
kecerdasan spiritual. Komitmen iman yang tertanam pada
diri setiap anggota keluarga akan memungkinkannya
mengembangkan potensi fitrah dan beragam bakat. Yang
dimaksud dengan keimanan adalah keyakinan akan
keberadaan Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan Yang Maha
Melihat perbuatan manusia, Tuhan Yang Maha Membalas
perbuatan manusia, Tuhan Yang Maha Adil dalam
memberikan hukuman dan pembalasan, Tuhan Yang Maha
Mengetahui segala apa yang tampak dan tersembunyi.
Inilah hakikat iman yang paling fundamental. Setiap orang
merasa dirinya berada dalam pengawasan dan
pemeliharaan Tuhan.
Perasaan bertuhan menjadi sebuah landasan imunitas bagi
semua manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Seorang ayah akan bekerja dengan benar untuk
menghidupi keluarganya karena merasa diawasi oleh
Tuhan Yang Maha Melihat. Nilai-nilai keimanan harus
dijadikan perhatian utama dalam membentuk imunitas
keluarga dalam menghadapi arus globalisasi.
103

Keliama, Pendidikan Moral. Pendidikan moral akan menjadi


bingkai kehidupan manusia, setelah memiliki landasan
kokoh berupa iman. Pada saat masyarakat mengalami
proses degradasi moral, maka penguatan moralitas melalui
pendidikan keluarga menjadi semakin signifikan
kemanfaatannya. Pada hakekatnya moral adalah ukuran-
ukuran nilai yang telah diterima oleh suatu komunitas.
Moral berupa ajaran-ajaran atau wejangan, patokan-
patokan atau kumpulan peraturan baik lesan maupun
tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak agar menjadi manusia yang baik. Setiap agama
memiliki doktrin moral, setiap budaya masyarakat juga
memiliki standar nilai moral, yang apabila itu diaplikasikan
akan menyebabkan munculnya kecerdasan moral pada
indiviudu, keluarga maupun masyarakat dan bangsa.
Keenam, Pendidikan Emosi. Pendidikan emosi (psikis)
membentuk berbagai karakter positif kejiwaan, seperti
keberanian, kejujuran, kemandirian, kelembutan, sikap
optimistik, dan seterusnya. Karakter ini akan menjadi daya
dorong manusia melakukan hal-hal terbaik bagi urusan
dunia dan akhiratnya. Memasuki abad 21, paradigma lama
tentang anggapan bahwa IQ (Intelligence/Intelectual
Quotient) sebagai satu-satunya tolok ukur kecerdasan, yang
juga sering dijadikan parameter keberhasilan dan
kesuksesan kinerja Sumber Daya Manusia, digugurkan oleh
munculnya konsep atau paradigma kecerdasan lain yang
ikut menentukan terhadap kesuksesan dan keberhasilan
seseorang dalam hidupnya.
Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah
kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya
dengan inteligensi (to manage our emotional life with
104

intelligence); menjaga keselarasan emosi dan


pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its
expression) melalui keterampilan kesadaran diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan
sosial.
Menurut Goleman, orang-orang yang hanya memiliki
kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki
rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel,
cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung
sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara
tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan
emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi
sumber masalah, karena cenderung akan terlihat sebagai
orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi,
tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan
kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila
mengalami stress.
Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan
pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard
University dan John Mayer dari University of New
Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional
yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Salovey dan
Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang
sering disebut emotional quotient (EQ) sebagai “himpunan
bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan
memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan
pada orang lain, memilah-milah semuanya dan
menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan
tindakan”.
Ketujuh, Pendidikan Fisik. Pendidikan fisik atau pendidikan
jasmani tak kalah penting untuk mendapat perhatian.
105

Keluarga harus menampakkan berbagai kekuatan,


termasuk kekuatan fisik: agar tubuh menjadi sehat, bugar
dan kuat. Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah
proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk
menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu,
baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Meminjam
ungkapan Robert Gensemer, pendidikan jasmani
diistilahkan sebagai proses menciptakan “tubuh yang baik
bagi tempat pikiran atau jiwa.” Artinya, dalam tubuh yang
baik ‘diharapkan’ pula terdapat jiwa yang sehat, sejalan
dengan pepatah Romawi Kuno: men sana in corporesano.
Kedelapan, Pendidikan Intelektual. Perilaku anarkistis di
sekitar kita tampak marak yang ditandai dengan amuk
massa, tingkah suporter sepak bola sampai tawuran
antarsiswa dan mahasiswa, ataupun gerakan unjuk rasa
mahasiswa yang berujung bentrokan dengan aparat
keamanan. Emosi massa seakan mudah tersulut, akal sehat
seakan hilang dalam budaya kita yang dulu terkenal santun.
Tak terkecuali berlaku bagi kelompok masyarakat elite dan
berpendidikan. Kita membutuhkan pendidikan yang
mampu memoles nalar sehat masyarakat kita. Ranah
intelektual harus menjadi perhatian dalam proses
pendidikan integratif dalam keluarga, selain sisi iman,
moral, maupun emosional.
Menciptakan kematangan intelektual adalah tugas keluarga
dengan lingkungan yang kondusif, selain sekolah yang
tentu sangat berperan dalam proses pematangan
intelektual. Jika belajar dari negara Jerman, calon
mahasiswa perguruan tinggi di Jerman dituntut telah
mencapai hochschulreife, artinya kematangan, baik
intelektual maupun emosional, agar dapat menempuh studi
106

akademis. Pendidikan dalam keluarga berorientasi pada


kematangan intelektual, agar anggota keluarga memiliki
kesiapan untuk menghadapi berbagai kondisi dalam
kehidupan dengan nalar yang sehat dan matang.
Secara konseptual, kematangan intelektual dapat dibentuk
terutama lewat matematika dan bahasa. Matematika dapat
memberikan cara bernalar logis dan kritis, sedangkan
bahasa sebagai sarana bertutur dan menulis. Selain itu,
diperlukan pula penggunaan metode pembelajaran yang
tepat sehingga pembelajaran dapat terintegrasi dengan
baik.
Kesembilan, Pendidikan Sosial. Pendidikan sosial
bermaksud menumbuhkan kepribadian sosial anggota
keluarga, agar mereka memiliki kemampuan bersosialisasi
dan menebarkan kontribusi positif bagi upaya perbaikan
masyarakat. Pendidikan sosial memunculkan solidaritas
sosial yang pada gilirannya akan mengoptimalkan peran
sosial seluruh anggota keluarga.
Banyak kenyataan dalam kehidupan keseharian, anak yang
disibukkan dengan dunianya sendiri, asyik dengan
kecanggihan teknologi, baik itu playstation, handphone,
komputer, atau benda teknologi lainnya. Anak mengurung
diri di rumah atau kamar, tidak banyak keluar rumah,
sehingga orang tua merasa tidak khawatir anaknya akan
terkena pengaruh buruk dari pergaulan di luar rumah.
Padahal keasyikan semacam itu membuatnya kehilangan
kecerdasan sosial yang sangat diperlukan dalam
kehidupan.
Kecerdasan intelektual memang sangat penting untuk terus
dikembangkan. Namun, kecerdasan yang tidak kalah
pentingnya adalah kecerdasan sosial. Kemajuan ilmu
107

pengetahuan dan teknologi sering menyebabkan


dehumanisasi, karena telah meminimalisir interaksi sosial.
Untuk berkomunikasi dengan tetangga, teman, saudara,
bahkan anggota keluarga sendiri, cukup menggunakan sms,
telpon, email, fesbuk, twitter, dan lain sebagainya. Untuk
itulah keluarga harus memberikan pendidikan sosial yang
memadai baghi seluruh anggotanya, agar memiliki
kecerdasan sosial yang membuat setiap anggota keluarga
mampu berinteraksi sosial secara positif di lingkungan
masyarakat maupun lingkungan pergaulan lainnya.
Kesepuluh, Pendidikan Seksual. Pendidikan seksual juga
diperlukan dalam keluarga. Kesadaran diri sebagai laki-laki
atau perempuan penting untuk mendapatkan perhatian
sejak dini agar tidak menimbulkan bias. Pengertian tentang
kesehatan reproduksi bukan hanya diberikan kepada anak
perempuan, tetapi juga kepada anak laki-laki.
Penghormatan satu pihak dengan pihak yang lainnya
antara laki-laki dan perempuan- sehingga tidak terjadi
dominasi laki-laki atas perempuan, adalah kesadaran
gender yang juga mesti ditumbuhkan.
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah
seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru
yang lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada masa
remaja informasi tentang masalah seksual sudah
seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari
informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang
tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian
informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi
mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif,
karena berkaitan dengan dorongan seksual yang
108

dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi


yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri.
Kesebelas, Pendidikan Politik. Pendidikan politik dalam
keluarga juga penting untuk mendapatkan perhatian.
Sebenarnya kajian mengenai pendidikan politik telah
dimulai bersamaan dengan munculnya pandangan Plato
dan Aristoteles yang mengasumsikan pendidikan anakanak
itu serupa dengan tabiat negara. Pemikir lainnya, Boden,
dalam tulisan-tulisannya mengemukakan mengenai urgensi
ketaatan dalam institusi keluarga sebagai dasar ketaatan
terhadap institusi pemerintah.
Praktik pendidikan politik dalam institusi keluarga dapat
berlangsung dengan baik apabila didukung oleh berbagai
perangkat dan mekanisme. Yang paling penting di
antaranya adalah, pertama, hierarki kekuasaan dalam
institusi keluarga, kedua, suasana keluarga, dan ketiga,
bahasa, konsep serta simbol-simbol. Hierarki kekuasaan
dalam keluarga merupakan cara pendidikan politik, karena
institusi keluarga merupakan negara mini bagi anak-anak.
Bagi Dean Jaros dalam bukunya Socialization to Politics,
pengetahuan anak-anak tentang kekuasaan yang ada dalam
institusi keluarga merupakan awal pengetahuannya
terhadap kekuasaan di dalam negara dan kedudukannya di
dalam negara.
Suasana keluarga juga memegang peranan penting dalam
pendidikan politik. Cinta, kasih sayang dan kemesraan
hubungan yang diperoleh anak-anak dalam keluarga
merupakan sesuatu yang dapat mencetak jiwa dan perilaku
sosial serta politik mereka.

4. Peranan orang tua dalam PAK


109

Pendidikan krisetn harus menerapkan bebarapa prinsip


dalam Perjanjian Lama yang lebih disiplin dalam hal
pendidik anak. Dalam Perjanjian Lama menegaskan bahwa:
Pertama, Tanggung jawab Pendidikan Agama Kristen
pertama-dan terutama terletak pada orang tua, ayah dan
ibu (Ams. 1:8).
Kedua, Orang tua yang baik mendidik anaknya dengan
teguran dan hajaran dalam kasih (Ams 6:23). Ada teori
pendidikan modern yang menyarankan agar orang tu
jangan pernah menyakiti anak-anak mereka, baik secara
fisik maupun secara verbal atau melalui kata-kata karena
hal tersebut dapat menimbulkan kebencian dan dendam
pada orang tua dalam diri anak-anak.
Ketiga, PAK harus dilakukan secara terus- menerus melalui
kata-kata, sikap, dan perbuatan (Ul. 6:7). Kata bahasa Ibrani
yang dipakai dalam ayat ini adalah “shinnantam” yang
berasal dari akar kata “shanan” yang berarti mengasah atau
menejamkan, biasanya, pedang atau anak panah. Artinya
orang tua harus secara rutin dan dalam segala kesempatan
menyampaikan kebenaran firman Tuhan kepada anak-anak
mereka.
Keempat, Tujuan Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga
yakni: Pertama, Untuk mengajar anak-anak takut akan
Tuhan. Kedua, Hidup menurut jalannya. Ketiga, Mengasihi
Tuhan. Keempat, Melayani Tuhan dengan segenap hati dan
wajib (Ul 10:12). Kelima, Mendidik anak mementingkn
Tuhan diatas segalanya. Keenam, Taat pada Tuhan. Ketujuh,
Bergantung pada kekuatan Tuhan untuk terus berkarya
110

BAB IV HETEROGENITAS DAN PERMASALAHANNYA

A. Pluralisme Tantangan bagi Semua Agama


David Breslaur menyebut pluralisme adalah suatu situasi
dimana bermacam-macam agama berinteraksi dalam
suasana saling menghargai dan dilandasi kesatuan rohani
meskipun mereka berbeda.
Menurut Paul F. Knitter kenyataan adanya agamaagama
lain bukan lagi masalah di bagian dunia lain yang jauh.
Kenyataan ini telah berpindah ke lingkungan kita di seluruh
pelosok dunia94 setiap saat kita bertemu dengan orang-
orang yang berbeda agama dengan kita baik dari luar
maupun dari dalam. Paul F. Knitter mendorong bahwa
untuk mengenal agama lain, Anda tidak usah menjadi
ilmuwan atau berkeliling dunia. Kita tinggal pergi ke toko
buku, menonton televise, atau mencari di internet.
Tujuannya adalah untuk mempermudah kita lebih
mengenal agama lain dengan baik. Mengenal agama-agama
atau keyakinan orang lain tidak lagi berdasarkan apa kata
orang tetapi berdasarkan pengalaman belajar dari buku
dan berinteraksi dari orang yang berbeda agama sehingga
kehidupan beragama bukan persolan karena pengetahuan
tentang agama-agama lain yang hidup dan mempengaruhi
umat Kristiani di Barat tidak diperoleh dari buku-buku atau
kuliah, melainkan dapat diperoleh melalui dialog dengan
tentangga, teman ditempat kerja, atau melalui berbagai
organisasi sosial.
Teologi Pluralisme adalah suatu teologi yang menganggap
semua agama sama dan setara. Agama tertentu tidak boleh

94 Paul F. Knitter, Pengantar Teologi Agama-agama, (Yogyakarta: Kanisius, 2012,


hal. 5
111

menganggap agamanya sebagai satusatunya agama yang


unik. Ada beberapa sikap masyarakat dalam kaitannya
dengan kerukunan umat beragama.
1. Sikap Ekslusivisme
Adalah sikap yang hanya mengakui agamanya sebagai
agama yang paling benar dan baik. Sikap fanatisme sempit
seperti ini akan melahirkan berbagai konflik seperi:
perpecahan, atau perseturuan antara umat beragama.
2. Sikap Inklusivisme
Adalah sikap yang dapat memahami dan menghargai
agama lain, tetapi tetap memandang agamanya sebagai
satu-satunya jalan keselamatan.
3. Pluralisme
Adalah sikap dapat menerima, menghargai dan
memandang agama lain sebagai agama yang baik serta
memiliki jalan keselamatan. Tiap umat beragama terpanggil
untuk membina hubungan solidaritas; berdialog; kerjasama
dalam rangka mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan
lebih berpengharapan dengan penganut agama lain;
penting bagi gereja untuk membuka diri dan bergaul
dengan berbagai agama, suku dan budaya.
Kendala upaya mewujudkan pluralisme, yaitu sikap
fanatisme yang sempit. Sikap saling curiga diantara
pemeluk agama; agama dipolitisir. Agama dijadikan
kendaraan politik untuk mencapai tujuan tertentu.
Agama diprovokasi untuk saling bermusuhan. Seharusnya
agama harus menjadi sumber motivasi bagi para
penganutnya untuk menjadi warga negara yang
bertanggung jawab. Agama harus menjauhi sikap-sikap
totaliter dan terus menerus mengadakan kritik diri. tokoh
112

agama harus mempunyai pengetahuan empiris yang


tangguh.
Agama atau kepercayaan harus memperhatikan masalah
kemasyarakatan. Umatnya harus bekerja sama membangun
masyarakat. Agama tidak cukup hanya membatasi diri pada
upacara-upacara keagamaan. Agama turut menggumuli
masalah-masalah yang berkaitan dengan pergumulan
masyarakat. Harus ada keberanian atas dasar kejujuran
iman dengan komitmen yang kuat sekaligus kritis untuk
menghadapi bidang-bidang yang mengandung resiko bagi
lembaga agama tapi bertujuan untuk kesejahteraan
masyarakat.
Bangsa Indonesia tengah menghadapi krisis di berbagai
bidang kehidupan serta menghadapi transisi menuju
kehidupan demokrasi, sedang menghadapi konflik dan
kekerasan yang bernuansa agama, suku, dan budaya. Oleh
karena itu, toleransi dan solidaritas menjadi fondasi bagi
umat beragama dalam membangun kerukunan antar umat
beragama; nilai yang tercantum dalam sila ke 2 dan ke 3
dari Pancasila; Pluralisme harus ditindak lanjuti dalam
rangka misi pembawa kabar baik.

4. Pluralisme Menurut Alkitab


Yesus adalah tokoh pluralisme sejati. Ia memerintahkan
pengikut-Nya untuk mengasihi sesama manusia tanpa
kecuali dengan tidak memandang suku, ras, agama,
kebudayaan, dan kelas sosial. Hal ini bisa dilihat melalui
perumpamaan orang Samaria yang Murah Hati. Disini
terlihat menjadi jelas sikap Yesus tidak memandang
113

perbedaan suku, ras, dan agama sebagai kendala untuk


menyampaikan cinta kasih dan damai sejahtera.
Ada beberapa tokoh-tokoh lain yang ada dalam Alkitab
yang dapat hidup berdampingan atau berbeda keyakinan.
Salah satunya adalah sebagai berikut:
Pertama, Ambraham. Abraham meninggalkan Mesopotamia
dan berpindah di Kanaan. Ia meninggalkan dewa-dewi,
berhala. Ia hidup berdamai dengan rukun dengan penganut
agama lain. Ia tunjukkan kebersamaan hanya sebatas insani
bukan imani. Hal-hal itu merupakan tuntan yang harus
ditindaklanjuti oleh tiap orang kristen dalam rangka
melakukan misi sebagai pembawa kabar damai sejahtera
dan pembawa damai sejahtera dalam kehidupannya.
Kedua, Yusuf. Yusuf merupakan orang Israel yang berawal
dijual ke Mesir oleh Saudara-saudaranya. Di Mesir Yusuf
dikehendaki Tuhan dapat membuka tabir mimpi Firaun
sehingga ia di bebaskan dari hukuman, bahkan dengan
kebijakan yang dimilikinya diangkat menjadi penguasa di
Mesir. Ketika bertemu dengan Saudarasaudaranya ialah
tidak membenci atau membalas dendam. Ia menyatakan
bahwa dirinya ditugaskan untuk menyelamatkan keluarga
dan bangsa Mesir dan sekitar dari bahaya kelaparan. Dalam
Kej. 50:20. “Memang kamu telah mereka-rekakan yang
jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya
untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang
terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa
yang besar.
Ketiga, Rut. Rut seorang perempuan dari Moab yang
dengan gigih ingin mengikuti Naomi dan menyembah Allah
Israel merupakan sikap yang positif dalam kemajemukan.
Bukan saja ia dengan teguh dan tegar masuk sebagai bagian
114

bangsa Israel dan dengan rela menyembah Allah Israel,


tetapi penerimaan Naomi dan Boas merupakan bukti
dampak positif dari kemajemukan atau perbedaan. Ia
mampu menunjukkan sebagai perempuan yang gigih dan
dikehendaki Tuhan, yang di kemudian hari ia menjadi
nenek moyang Daud ( Lihat Rut 1 : 16, 4 : 17 – 22 )
Keempat, Daniel. Daniel dan kawan-kawan mampu
menjadi pegawai yang baik di istana Nebukadzar sehingga
banyak orang yang kagum akan kebesaran kuasa Allah
Israel (Dan. 2:14 – 49). Di tengah kesulitan dalam himpitan
dua negeri besar Babilonia dan Mesir, Nabi Yeremia
mampu menyuarakan suara kenabiannya. Dalam Kitab Yer.
29:7, ia menyerukan; “Usahakanlah kesejahteraan kota ke
mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu
kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah
kesejahteraanmu”. Dari ayat tersebut diperintahkan agar
orang percaya mampu menciptakan kesejahteraan dimana
ia berada. Misi menciptakan kesejahteraan tidaklah mudah.
Ia harus memiliki power yang datang nya dari Tuhan. Ia
memiliki kecakapan dan pengetahuan serta keberanian
dalam upaya menciptakan kesejahteraan bersama.
Kelima, Rasul Paulus. Rasul Paulus adalah orang yang
terpelajar dan ia orang melakukan pelayanan dengan
gigihnya. Paulus dalam surat-suratnya banyak berbicara
mengenai kehidupan spiritual dan kritik terhadap hidupan
sehari-hari jemaat yang tidak ada bedanya dengan
masyarakat sekitar. Paulus menjalin kerjasama yang baik
dengan teman-temannya. Di tengah dunia yang berbeda
keyakinan Paulus memperkenalkan Allah yang tidak
dikenal, seperti yang tertulis dalam Kis. 17:23 “Sebab ketika
aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat
115

barangbarang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah


mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal.
Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang
kuberitakan kepada kamu.
Paulus menunjukkan betapa bijaknya ia,
memperkenalkan Allah yang disembahnya
tanpa menyinggung keyakinan orang lain.

B. Sumber Konflik Bernuansa Agama di Indonesia


Disini akan dijelaskan penyebab kemungkinan terjadinya
konflik bernuansa agama di Indonesia dan cara
mengatasinya. Antara lain adalah meningkatnya
fundamentalisme yang positi. Mengajarkan pentingnya
toleransi beragama, jika tidak akan menyebabkan antar
pemeluk agama konflik maka sikap intoleransi harus kikis.
Meningkatkan interpretasi teks agama yang tunggal.
Mengembangkan kerangka berfikir dan pandangan untuk
mencermati perbedaan pandangan dan menghargai
perbedaan yang ada. Faktor-faktor penyebab lainnya
adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya penegakan hukum tanpa pandang bulu.
Memberikan pemahaman tentang tindak kekerasan dalam
bentuk apapun dan dengan alasan apapun tidak
dibenarkan. Himbauan dan masukan kepada pemerintah
untuk menegakkan hukum.
2. Kurang berkembangnya wadah komunikasi/ kerukunan
antar beragama. Mengkampanyekan dialog antar umat
beragama.
3. Berkurangnya ruang publik. Memberikan kelonggaran
kepada publik yang benar-benar untuk publik.
4. Adanya kehausan akan kekuasaan.
116

5. Tidak adanya pemisah antara agama dan negara.


Membatasi campur tangan agama dalam urusan negara,
apalagi negara majemuk.
6. Tidak adanya kebebasan beragama, kalau ada sifatnya
semu. Memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait
masalah kebebasan dalam beragama
7. Kekerasan dan penghakiman atas nama agama. Penegakan
hukum, tanpa pandang bulu
8. Pembentukan hukum yang cenderung terkungkung pada
satu aliran saja. Penegakan keadialan pada semua pihak.
9. Permusuhan ekonami dan agama yang saling terkait.
Memikirkan dan mengkampanyekan apa yang sebenarnya
menimbulkan kemiskinan dan keadilan serta mencari
solusi yang tepat.
10. Pemimpin dan masyarakat agama cenderung menekankan
pentingnya dogma/ aturan dari pada akhlak (tingkah laku).
Tidak hanya memikirkan dogma tetapi mempratekkannya
dalam kehidupan sehari-hari.

C. Agama-agama di Indonesia
Pluralisme adalah suatu realitas, disatu sisi ini potensi
tetapi dipihak lain sangat rentan. Maka perlu
dikembangkan lewat jalur pendidikan, yakni sikap hidup
toleransi; saling menghargai saling menghormati keyakinan
orang lain; tidak saling menjelekan; saling mengalah.
Prinsip-prinsip ini haruslah terus dikembangkan lewat
jalur pendidikan, termasuk lewat PAK disekolah:
1. Pluralisme masyarakat Indonesia
Indonesia adalah sebuah negeri pemeluk islam terbesar di
dunia. Masyarakatnya dikenal agamis dan religius,
termasuk juga gereja-gerejanya. Secara geografis, Indonesia
117

adalah negeri yang paling terpecah-pecah di kolong langit


ini, yaitu dengan kurang lebih 13.667 pulau, 250 bahasa,
kira-kira 30 kelompok etnis, beragam bahasa, budaya, dan
agama. Namun meskipun beragam, Indonesia adalah satu
dan memegang teguh falsafah, yaitu Bhinike Tunggal Ika;
keanekaragama bisa menjadi kekuatan tapi bisa juga
menjadi ancaman dan sumber mala petaka; kesatuan dan
persatuan harus terus diperjuangkan.
2. Kemajemukan aliran keagamaan.
Indonesia kaya akan aliran keagamaan mulai dari yang
diakui oleh pemerintah maupun sempalan-sempalan
keagamaan. Supaya semua dapat rukun bersama dalam
wadah kesatuan Republik Indonesia, maka pemerintah pun
mengatur pergaulan antar agama. Kita mengenal Trilogi
Kerukunan Umat Beragama yaitu:Kerukunan Intern Umat
Beragama; Kerukunan antar umat bergama; danKerukunan
umat beragama dengan pemerintah.
Pendidikan agama secara formal terus dikaji ulang agar
tidak menjadikan masyarakat fanatik buta tetapi memiliki
penghayatan yang luas demi kesejahteraan masyarakat
Indonesia.

3. Senstivisme keagamaan
Berbagai kejadian yang terjadi baik di lingkungan intern
umat beragama maupun antar umat beragama sensitivisme
keagamaan telah sering menimbulkan konflik, baik di
tingkat lokal maupun tingkat regional. Di negara ini orang
paling mudah tersinggung jika sudah menyangkut masalah-
masalah keagamaan. Oleh karena itu, di Indonesia dilarang:
a. Dilarang menjelekkan, menghina atau melecehkan agama
orang lain.
118

b. Dilarang memaksakan agama kepada orang yang sudah


beragama
c. Tidak boleh terlibat dan ikut ibadah agama lain
d. Perpindahan agama sering mendapat tekanan
Dalam konteks inilah PAK harus mampu membentuk
pribadi yang mengasihi Tuhan. Mengasihi sesama
melampaui batas-batas agama, ras, dan golongan serta
dapat. Mengaplikasikan imannya di tengah masyarakat
yang heterogenitas.
4. Egoisme keagamaan
Kecenderunga pola keagamaan di Indonesia adalah
tingginya egoisme keagamaan. Penerapannya adalah
bahwa agama sendirilah yang paling benar, sedangkan
agama lain tidak mengandung kebenaran alias sesat. Agama
lain harus dikalahkan dan agama sendiri harus menjadi
pemenang. Pola ini telah mempengaruhi pengajaran dan
bimbingan agama baik secara formal dalam dunia
pendidikan, maupun secara non formal pengajaran agama
di keluarga dan di masyarakat.
Masalah ini tidak hanya terjadi dilingkungan antar umat
beragama di Indonesia, tetapi juga terdapat dilingkungan
intern umat. Misalnya dilingkungan umat Kristen ada 320
macam Sinode di Indonesia dan terdiri dalam 15 kelompok
aliran dogma dan ajaran. Masingmasing aliran akan menilai
aliran lain sebagai golongan yang salah dan aliran sendiri
yang paling benar. Oleh karena itu ada usaha baik secara
terang-terangan maupun terselubung untuk
“memenangkan” orang lain untuk masuk kelompok sendiri.
Tidak jarang terjadi adanya usaha-usaha yang kurang sehat
demi memenangkan kelompok sendiri dan mengalahkan
yang lain. Akibatnya kesatuan dan kebersamaan sulit
119

tercapai. Hingga saat ini, kesatuan yang baru dapat dicapai


adalah sebatas kesatuan iman di dalam Yesus Kristus,
belum pada kesatuan aksi dan kesaksian ditengah-tengah
masyarakat dan bangsa.
Egoisme keagamaan telah banyak menimblkan masalah
ditengah-tengah masyarakat kita, baik dilingkungan intern
terlebih dalam hubungan dengan antar agama. Pendidikan
Agama Kristen haruslah diarahkan untuk mampu
menerima perbedaan dan melihat penganut agama lain
sebagai saudara sebangsa dan setanah air.

5. Pergaulan lintas agama


Pergaulan lintas agam baik secara lembaga maupun dalam
pergaulan sehari-hari, harus terus dibangun secara positif.
Pergaulan antar agama tidak mungkin dihindari dalam
konteks masyarakat Indonesia, khususnya dilingkungan
perkotaan. Pergaulan lintas agama jika tidak dijaga dengan
baik dapat menimbulkan masalah. Persoalan yang muncul
saat ini adalah dilingkungan generasi muda. Kedekatan
pergaulan lintas agama sering menimbulkan masalah
dalam soal perkawinan.
Pergaulan lintas agama garuslah dapat dibangun secara
positif sebagai pergaulan sesama manusia. Sebaiknya
dalam pergaulan lintas agama hindarilah perdebatan yang
menyangkut soal-soal keagamaan. Perlu dibangun saling
pengertian dan toleransi yang tinggi diantara sesama
dimana setiap orang menghormati dan menjunjung tinggi
perbedaan keyakinan, sekaligus memberi tempat yang
seluas-luasnya bagi masing-masing untuk menghayati
imannya.
120

Tugas PAK adalah bagaimana membekali peserta didik


mampu bergaul dengan sesamanya tanpa harus
mengorbankan iman dan keyakinannya. Perlu disadari
bahwa pergaulan lintas agama, baik formal maupun non
formal tidak mungkin dihindari dalam konteks masyarakat
Indonesia sekarang ini.

D. Agama Kristen di Indonesia


1. Keanekaragaman Gereja di Indonesia
Menurut data Departemen Agama Republik Indonesia,
bahwa saat ini ada kurang lebih 330 sinode gereja di
Indonesia, kurang lebih 9 aliran kekristenan. Masing
masing gereja ini memiliki sistim organisasi dan pola
pelayanan yang berbeda-beda, juga dalam hal dogma
maupun strategi pelayanan dimasyarakat berbeda-beda
pula. Egoisme organisasi gereja masih amat tinggi. Hal ini
telah menyebabkan sulitnya terwujud keesaan gereja di
Indonesia. Hingga saat ini masalah-masalah yang sensitif
dalam hubungan antar gereja adalah soal perbedaan
doktrin seperti baptisan misalnya, perpindahan anggota
jemaat, tidak adanya kesatuan diantara gereja-gereja yang
ada. Dalam Pendidikan Agama Kristen harus dikembangkan
terus saling pengakuan bahwa kita semua satu iman, satu
baptisan dan satu pengharapan di dalam Yesus Kristus,
yang diikat oleh kasih. Semua gereja di Indonesia adalah
arak-arakan bersama dalam melaksanakan amanat agung
Kristus yang diwujudkan lewat bersaksi, bersekutu dan
melayani. Lewat Pendidikan Agama Kristen harus terus
dikembangkan kesatuan iman umat Tuhan untuk
bersamasama menghadirkan syalom Allah ditengah-tengah
masyarakat yang majemuk.
121

2. Keesaan Gereja di Indonesia


Cita cita keesaan gereja di Indonesia sudah dimulai
sejak lama yaitu dengan didirikannya Dewan Gereja
Indonesia (DGI) pada tahun 1950 dan sekarang menjadi
Persekutuan Gereja Gereja di Indonesia (PGI) . Badan ini
didirikan untuk mempersatukan gereja-gereja yang
beragam di Indonesia, agar bersama sama mewujudkan
kesaksiannya ditengah-tengah masyarakat dan tidak
terpecah-pecah. Namun usaha untuk keesaan itu belum
terwujud sepenuhnya. Ternyata dikemudian hari gereja
terus bertambah banyak baik organisasi maupun aliran
alirannya. Bahkan sekarang beberapa organisasi keesaan
gereja terus bermunculan seperti Persekutuan Injili
Indonesia, Persekutuan Gereja Gereja Pentakosta
Indonesia, Gabungan Gereja-Gereja Baptis, Gereja Advent
Indonesia, bahkan masih terdapat gereja-gereja yang masih
independent dan tidak bergabung dengan salah satu badan
keesaan gereja tersebut. Hal itu juga membuktikan betapa
sulitnya mempersatukan gereja-gereja di Indonesia.
Melihat keadaan yang demikian ini, maka Peranan PAK
sangat penting untuk turut mendukung terwujudnya
keesaan gereja tersebut dalam sikap dan perilaku umat
Kristen secara pribadi-pribadi.

3. Kesatuan dalam kepelbagaian


Prinsip utama yang harus dikembangkan dalam PAK ialah
pemahaman tentang satu iman, satu kasih dan satu
pengharapan di dalam Yesus Kristus. Prinsip inilah menjadi
dasar pemersatu bagi semua umat Kristen dalam bersaksi,
122

bersekutu dan melayani. Keselamatan di dalam Yesus


Kristus haruslah menjadi dasar pengajaran dari semua
pengajaran Kristen. Dengan demikian setiap orang
mengalami perjumpaan dan persekutuan dengan Kristus.
Pendidikan Agama Kristen haruslah dilaksanakan secara
utuh, membawa peserta didik kepada kedewasaan iman,
sehingga dalam hidupnya peserta didik dimampukan untuk
menerapkan nilai nilai imannya. Kehadiran maupun
kesaksiannya dapat menjadi berkat bagi orang-orang
disekitarnya. Tuhan Yesus sendiri dalam pelayanannya
telah menunjukkan bahwa Ia dapat menerima
kepelbagaian dalam masyarakat dan menyuarakan kepada
pengikut-pengikutnya supaya mereka menjadi garam dan
terang dunia diantara mereka.

E. Iman Kristen dalam Pergaulan Lintas Agama


Ada sejumlah poin yang bisa dipertimbangkan ketika
berbicara soal refleksi iman Kristen, antara lain: 1. Kita
harus menjadi saksi bagi masyarakat
2. Bersikap bijaksana dan penuh hati-hati
3. Memahami perbedaan. Artinya saling menghargai,
menghargai dan menghormati dengan tulus
4. Menciptakan kerukunan, yakni kerukunan intern;
kerukunan antar umat beragama; dan kerukunan dengan
pemerintah
5. Dialog antar umat bergama. Konflik terjadi karena
kurangnya saling memahami diantara pemeluk agama.
Dalam mengurangi konflik beragama maka diperlukan
keterbukaan satu dengan lain. Ada beberapa alasan
mengapa dialog bergama itu penting, yaitu:
123

a. Pikiran yang terbuka untuk mendekati keyakinan dan nilai-


nilai agama lain.
b. Berfokus kepada tindakan peningkatan keadilan sosial,
pembangunan dan pembebasn
c. Studi perbandingan agama-agama harus dilakukan dengan
jujur dan tulus
d. Memusatkan perhatikan pada pengalaman religiu untuk
kepentingan seluruh umat manusia.
Ada beberapa bentuk dialog yang dapat dikembangkan,
yaitu:
1. Dialog karya, yakni dialog yang menyangkut masalah
keprihatian bersama sebagai bangsa
2. Dialog persekutuan, yakni masing-masing menceritakan
pengalaman dan pendangan yang lain mendengarkan
3. Dialog yang menyangkut kebenaran agama yang dilakukan
dengan rasa hormat dan sabar; dan perlu kejerniahan
pandangan terhadap agama lain
4. Dialog meditatif, yakni mempersiapkan orang untuk
memasuki dialog yang sebenarnya.
Dalam hal dialog itu, maka tugas PAK adalah membekali
peserta didik mampu bergaul dengan sesamanya tanpa
harus mengorbankan iman dan keyakinanya, karena
pergaulan lintas agama tidak bisa dihindari.

BAB V KONTEKS PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

A. Pentingnya PAK dalam Masyarakat Majemuk


Dengan memperhatikan realitas konteks kemajemukan
seperti diuraikan di atas, maka menjadi sangat jelas bahwa
124

upaya merumuskan PAK adalah sesuatu yang sangat


mendesak di Indonesia.
Dalam memahami PAK multikultural, sebaiknya kita
memahami teori multicultural education yang
dikembangkan oleh James A. Banks, seorang ahli
pendidikan multicultural yang terkenal di Amerika Serika.
Menurut Branks bahwa pendidikan multicultural bermula
dari ide/ gagasan bahwa “semua murid, apapun latar
belakang jenis kelamin, etnis, ras, budaya, kelas social
agama, atau perkecualiannya (anak-anak yang
cacat/berkebutuhan) harus mengalami kesederajatan
pendidikan di sekolah-sekolah.95 Artinya “kultur” tidak
hanya berbicara dengan budaya tetapi menyangkut seluruh
aspek kehidupan seseorang. Jadi kehadiran PAK dalam
masyarakat tersebut harus member warna tersendiri
sebagaimana yang dilakukan oleh Tuhan Yesus dalam
pengajaran-Nya, dimana guru Agung itu tidak pernah
membatasi pengajaran-Nya kepada siapapun. Siapapun
boleh menerima pangajaran tersebut, karena pengajaran
yang Dia lakukan bukan hanya mengisi otak tetapi lebih
kepada perubahan hati.
Ada beberapa alasan lain sehingga orang percaya didorang
untuk melihat perlunya PAK dalam keberagaman agama
dalam masyarakat majemuk, yaitu:
1. Konteks PAK di Indonesia adalah masyarakat multi kultur,
yang diwarnai dengan kemajemukan dalam agama dan
kepercayaan
2. Adanya hubungan timbal balik antara PAK dan masyarakat
multikultural, yaitu pendidikan memiliki peran signifikan
95 James A. Banks, Multicultural Education: Characteristics and Goal, in
Multicultural Education: Issues and Perspektif, ed. James A. Branks and Cherry A. Mcgee
Banks, New York: John Willey & Sons, Inc.,2001, p. 25
125

dalam membangun masyarakat multikultur. Sebaliknya,


masyarakat multikultur dengan segala karakternya
memiliki potensi signifikan untuk keberhasilan dan fungsi
PAK
3. Mempelajari satu agama saja dalam masyarakat majemuk
menjadi kegiatan yang tidak memadai dipandang dari
hakekat pendidikan
4. Orang percaya memerlukan pendidikan religius jika gereja
hendak melaksanakan tugasnya di dunia
5. Fungsi guru perlu dimaksimalkan dengan mengupayakan
pemberdayaan melalui penyadaran dan peningkatan
wawasan tentang kemajemukan serta ketrampilan
mengelola kemajemukan dalam masyarakat
6. Meningkatkan kesadaran untuk menyebarkan gagasan dan
nilai-nilai yang terkait dengan multikulturalisme untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola
kehidupan bersama yang majemuk
7. Menguatkan wawasan multikultural pada masyarakat
melalui guru-guru agama dan meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk mengelola berbagai keragaman atas
dasar nilai-nilai kesetaraan antara manusia dan demikratis.
8. Aktivitas dialog antar agama dan keyakinan bisa berperan
lebih signifikan dalam gerakan sosial untuk perubahan,
yakni masyarakat yang toleransi; menjunjung nilai-nilai
kesetaraan antar manusia; dan demokratis
9. Guru agama adalah tokoh kunci agar agama tidak menjadi
penyakit yang membuat jurang antar kelompok masyarakat
10. Guru mengajak siswa menghadapi realita keragaman
dengan santun dan adil. Disini, PAK diaplikasikan sebagai
pembentukan identitas diri; menolong anak didik memiliki
126

identitas yang jelas sebagai pengikut Kristus; pencariaan


kesamaan; mencari nilai-nilai serupa dalam diri orang lain.
11. Aktivitas bersama, yaitu belajar untuk bekerjasama,
berdampingan, menghidupkan kegiatan-kegiatan bersama
dalam masyarakat yang menghancurkan tembok-tembok
pemisah dan bekerja dalam menyelesaiakan tugas yang
sama.

B. PAK dalam Konteks Kekristenan


Kehadiran PAK di sekolah harus mampu menyumbangkan
pembinaan agar pluralitas tersebut tetap sebagai potensi
yang bisa memungkinkan masyarakat hidup berdampingan
secara damai. Dan, menyumbangkan peranannya dalam
membentuk peserta didik siap dan mampu menghadapi
perbedaan.
Ada beberapa hal yang perlu dikembangkan dalam
pelaksanaan PAK di sekolah yaitu:
1. PAK bukan untuk mengajarkan suatu doktri gereja
a. Siswa di sekolah berasal dari berbagai organisasi dan aliran
gereja
b. Tidak boleh ada tendensi yang dilakukan oleh guru PAK
mengajarkan doktrin gerejanya kepada peserta didik
c. Isi pengajaran haruslah bertujuan mengajarkan iman
Kristen yang dinyatakan di dalam Alkitab dan sesuai
dengan kurikulum
d. Seorang guru PAK hendaknya melepaskan organisasinya,
alirannya dan dengan tulus berpusat pada pokok-pokok
pengajaran iman kristen.
e. Guru PAK tidak boleh membeda-bedakan gereja atau
membenarkan gerejanya sendiri sebagai gereja yang
127

terbaik dan gereja lain kurang baik. Guru PAK harus berada
di antara dan bersama-sama semua gereja yang ada.
f. Prioritas utama bagi guru PAK adalah membawa peserta
didik mengalami perjumpaan dengan Kristus; mengalami
pertumbuhan iman; hidup dalam ketaatan kepada Allah;
dan, mampu mengaplikasikan imannya dalam hidupnya
pribadi maupun bersama-sama dengan orang miskipun
berbeda agama, gereja, suku, dan budaya.
2. Sekolah bukan pos pelayanan gereja
a. Guru PAK tidak boleh melakukan upaya sengaja
penggerejaan peserta didik di sekolah, sehingga peserta
didik dipaksa untuk berbakti di gerejanya dan wajib
mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan di gerejanya
b. Guru PAK harus di tempatkan bukan atas nama gereja dan
bukan untuk membawa peserta didik menjadi anggota
gerejanya
c. Guru PAK harus menjunjung tinggi, menghormati
menghargai keanekaragaman gereja dari peserta didik,
serta mendorong peserta didik untuk menjadi warga
jemaat yang baik di mana ia menjadi anggota jemaat.
d. Jika ada peserta didik di sekolah tersebut tadinya tidak
Kristen dan mengambil keputusan untuk menjadi kristen,
guru PAK harus memberi kebebasan untuk memilih gereja
yang dia diinginkan dan wajib membimbingnya untuk
melakukan pilihan yang tepat.

3. PAK tidak melakukan fungsi gerejawi. Contohnya:


a. Perjamuan Kudus dan Baptisan adalah menjadikan
tanggung jawab gereja. Seorang guru PAK yang mengajari
sekolah tidak memiliki wewenang untuk melakukan
128

Perjamuan Kudus dan Baptis Kudus dalam kapasitasinya


sebagai guru.
b. Ia harus mengarahakan peserta didik untuk ambil bagian di
gereja masing-masing.
c. Tugas guru PAK adalah memberi pengajaran tentang arti
dan makna Perjamuan Kudus dan Baptisan sesuai firman
Allah, sehingga peserta didik dapat mengerti arti
sebenarnya.

4. Mengharagai keanekaragaman gereja


a. Guru PAK di sekolah harus menghargai dan menjunjung
tinggi keanekaragaman gereja dari setiap peserta didik
b. Tidak boleh ada usaha sengaja ataupun tidak sengaja untuk
mempengaruhi peserta didik untuk masuk dalam satu
organisasi gereja tertentu, termasuk gereja guru yang
bersangkutan
c. Gereja-gereja yang ada adalah merupakan arak-arakan
bersama di dunia dalam melaksanakan amanat agung
Tuhan Yesus
d. Peserta didik harus di arahkan untuk dapat menerima
saling perbedaan organisasi gereja dan aliran diantara
mereka
e. Guru PAK tidak boleh menjelek-jelekkan satu organisasi
gereja.
f. Tugas guru PAK memberi contoh dan memberi
penghargaan yang tinggi atas keanekaragaman gereja
g. Jika memungkinkan guru PAK dapat memperkenalkan
kepada peserta didik beberapa keragaman gereja di
lingkungannya dengan melakukan peninjauan atau
wawancara atau mengikuti kebaktian yang di lakukan
129

dengan didampingi oleh guru yang bersangkutan. Dengan


demikian peserta didik lebih mengenal dan menghayati
keanekaragaman tersebut.

C. PAK dalam Konteks Agama-Agama


1. PAK dan keterbukaan
PAK memberi pengajaran iman yang menuju keterbukaan.
Prinsip pengajaran kristen adalah bahwa setiap orang
beriman harus fanatik akan imannya tapi tidak boleh
fanatisme. Fanatisme adalah salah satu sikap buruk dalam
keagamaan.Peserta didik harus diajarkan sungguhsungguh
berketetapan hati, setia sampai akhir terhadap imannya
kepada Yesus Kristius. Maksud iman disini sebagai iman
dan keselamatan yang telah diterima dari Yesus Kristus
tidak dapat ditukarakan dengan apapun di dunia ini.Dan,
iman itu harus didemonstrasikan lewat hidup pribadi
kepada siapa pun. Orang-orang beriman harus mampu
bergaul dengan semua penganut agama lain dan bekerja
sama untuk membangun kesejahteraan umat manusia
tanpa kecuali

2. Penginjil
Penginjilan adalah merupakan perintah Kristus kepada
semua orang percaya. Mat 28:19-20. Penginjilan adalah
merupakan amant kepada gereja dan kepada orang-orang
yang percaya dan berlangsung secara terus-menurus.
Penginjilan itu harus pergi untuk menjadikan orang-orang
lain menjadi murid Kristus, mengajar mereka untuk
menjadi murid-murid Kristus. Ia sebagai alat pengajaran di
dalam jemaat haruslah memiliki visi penginjilan dan
menjadikan semua orang beriman menjadi penginjilan.
130

Penginjilan erat sekali kaitannya dengan pertumbuhan


gereja. Dan, tugas penginjilan adalah tugas setiap orang
percaya. Peserta didik di sekolah haruslah diperlengkapi
bagaimana menjangkau jiwa bagi Kristus sesuai dengan
konteks hidupnya.
Berbicara mengenai PAK dalam heterogenitas
agamaagama, ia memiliki kekuatan dan kelemahan. Sebagai
kekuatan, maka di dalamnya PAK bisa dipakai untuk
mengajarkan bahwa Indonesia kaya akan aliran
keagamaan. Kepelbagian aliran itu dapat menjadi potensi
yang luar biasa agar kesatuan dan persatuan dapat
diwujudkan. Agar tidak terjadi gesekan, maka peran
pemerintah mengatur pergaulan antar agama. Pemerintah
bisa memperbanyak aktivitas budaya masyarakat sehingga
timbul kesadaran bahwa berbeda merupakan realitas. Dari
berbeda inilah kita saling melengkapi sembari introspeksi
diri. Meski kita berbeda, namun berkewajiban menjaga
kedamaian atau menciptakan perdamaian antar umat
beragama. Meski beda namun, punya persamaan hak dan
kewajiban. Setiap umat beragama diberikan hak yang sama
untuk ibadah sesuai dengan ajarannya. Dan, umat bergama
mendapat fasilitasnya tempat untuk menderikan tempat
ibadah.
Sebaliknya, sebagai kelemahan, agama sangat sensitive
untuk diekspresikan secara terbuka, sehingga sering
menimbulkan konflik antar agama.Penganut juga manusia
yang memiliki egoisme. Misalnya, mementingkan dirinya
sendiri tanpa memperdulikan orang lain; dan, menganggap
bahwa agamanyalah yang paling benar dan paling suci.
131

BAB VI STRATEGI PAK DALAM MASYARAKAT


MAJEMUK

A. PAK dalam Perubahan Sosial


Mengemban tugas sebagai guru PAK dalam era sekarang ini
bukanlah tugas yang mudah, terutama dalam menghadapi
nilai-nilai perubahan sekarang ini dalam berbagai bidang
kehidupan.
Kita menghadapi perubahan yang amat cepat seperti dalam
hal:
a. Perubahan nilai-nilai;
b. Perubahan pandangan terhadap kesucian dan
kekudusan,
c. Perubahan pandangan terhadap materi, dan
d. Dampak teknologi yang sangat kuat mempengaruhi pola
hidup masyarakat.
Bahwa banyak orang yang gugur imannya karena tidak
sanggup menghadapi perubahan tersebut. Nilai-nilai
materalisme dan hedonisme begitu kuat mempengaruhi
masyarakat kita sekarang ini, bukan hanya mempengaruhi
mereka yang tinggal di kota-kota besar tetapi juga mereka
yang tinggal di desa-desa. Pendidikan Agama Kristen hadir
dalam upaya pembentukan akhlak dan moralitas peserta
didik agar mereka memiliki perilaku, nilai, dan pandangan
hidup yang baik.Tantangan perubahan nilai yang kita
hadapi saat ini demikian beragama dan amat kuat
pengaruhnya dalam hidup kita, seperti:

a. Dunia komunikasi
132

Semua sudah dapat dijangkau lewat komunikasi. Seorang


anak yang mengurung diri di kamar dan tidak mau bergaul
dengan teman-temannya malah memiliki teman yang jauh
lebih banyak lewat internet maupun komunikasi seluler.
b. Nilai-nilai moral dan etika
Pergaulan bebas telah menjadi sesuatu yang amat
memprihatinkan dalam kehidupan remaja saat ini dimana
nilai-nilai kesucian dan kekudusan bukan lagi merupakan
hal yang prinsip
c. Sadisme dan kekerasan
Kasih semakin puda, nilai-nilai kasih sayang di antara
sesama menjadi barang langka yang sulit ditemukan
dimana-mana. Oleh karena itulah, strategi PAK di sekolah
harus mengandung beberapa prinsip berikut ini. Dalam
pelaksanaan PAK penting diperhatikan
pendekatanpendekatan, karena pendekatan itu mempunyai
prinsipprinsip yang berkaitan dengan tujuan, isi, peranan,
dan konteks pendidikan itu sendiri.
Jika demikian adanya tantangan perubahan nilai yang kita
hadapi hari ini, maka apa dan bagaimana isi pengajaran
Kristen yang cocok untuk itu? Hal ini akan dibahas
selanjutnya.

B. Isi Pengajaran Kristen


1. Pengajaran Iman Kristen
Pengajaran iman kristen adalah untuk membantu peserta
didik dalam perjumpaannya dengan tradisi kristiani dan
133

wahyu Allah guna memahami, memikirkan, meyakini, dan


mengambil keputusan berdasarkan isi pengajarnya.
Pendekatan ini sangat menekankan pola belajar yang
teratur dan terencana
2. Pengembangan spiritual
Membantu peserta didik untuk mengembangkan rohaninya
dalam sikap dan perbuatan dan mengarah kepada
pembentukan spiritual serta membimbingnya kearah
kedewasaan rohani
3. Pembebasan
PAK bertujuan untuk mendorong agar peserta didik dapat
menghayati gaya hidup kristiani melalui keterlibatannya
dalam berbagai kehiduapan disekoalah, di keluarga
ataupun di masyarakat lingkungannya.
4. Relevansi
PAK harus relevan dengan kebutuhan-kebutuhan iman
masa kini, agar peserta didik dapat mengaplikasikannya
dalam tantangan dan keadaan.
5. Kecintaan kepada firman Allah
PAK hendaknya dapat membawa peserta didik kepada
kecintaan kepada firman Allah dan menjadikan firman itu
sebagai pedoman kehidupan terhadap Tuhan, sesama,
maupun diri sendiri.
6. Membaharui sikap dan perilaku
Pengajaran kristen haruslah dapat memperbaharui sikap
dan perilaku orang-orang percaya dan mampu
menjadikannya sebagai ciptaan baru (2 Kor. 5:17)
7. Penemuan jati diri
PAK adalah merupakan pencarian jati diri sehingga dapat
menemukan kebenaran Allah didalam dirinya dan memberi
134

tempat kepada Roh Kudus dalam pengembangan rohani


setiap pribadi
8. Pentransferan pengetahuan dan nilai-nilai kristiani
Pendidikan agama kristen adalah merupakan pentransfer
pengetahuan, sifat, watak, iman, dan nilai-nilai serta
merupakan proses perubahan dalam diri dan
pengembangan pribadi sehingga otoritas dan kemandirian
iman dalam hidupnya.
9. Prinsip Integrasi
Dimana pun Pendidikan agama Kristen dilaksanakan
haruslah senantiasa kontekstual dengan lingkungan dan
memiliki keterkaitan dengan banyak hal.

C. Ciri-ciri PAK dalam Masyarakat Majemuk


1. Bersifat partisipasi
Keberhasilan Pendidikan Agama Kristen adalah tergantung
dari keterlibatan bersama antara pendidikan dan peserta
didik
2. Terbuka tehadap perubahan
PAK memiliki sifat terbuka kepada perubahan dan
kebutuhan, sehingga bekal pendidikan itu peserta didik
mampu memahami dan menempati diri secara realitas,
kristis, dan kreatis dalam setiap situasi yang dihadapi
introvert melainkan harus ekstrovert, artinya mampu
menempatkan dirinya sebagai orang percaya di
tengahtengah lingkungannya.
3. Berkelanjutan
Ciri khas PAK adalah berkesinambungan. PAK tidak pernah
selasai dalam arti yang sesungguhnya hingga mencapai
kedewasaan iman.PAK harus terus dikaji ulang agar selalu
konteks dengan kebutuhan dan perubahan yang terjadi
135

4. Terarah dan terencana


Arah dan tujuan PAK harus jelas dan terarah dan tidak
boleh menyimpang dari tujuan-tujuan dasarnya.
Tujuan utama adalah agar peserta didik bertumbuh dalam
iman, ketaatan akan firman Allah, dan mampu
mengaplikasikan imannya dalam hidupnya pribadi maupun
bersama dengan orang lain
5. Manusia orientetasinya
PAK berorientasi kepada manusia yaitu menyangkut
pembaharuannya, penghayatannya, pembentukan sikap
dan perilakunya serta pembentukan jati dirinya.

D. Tujuan PAK dalam Masyarakat Majemuk


Kedewasaan rohani tidaklah terjadi secara tiba-tiba, tetapi
terjadi lewat pengajaran, beribadah, berdoa, bersekutu, dan
mempelajari firman Allah yang juga diajarkan di dalam
kelas. Perlu diingat, bahwa PAK di sekolah bukanlah
semata-mata untuk memenuhi tuntan kurikulum yang telah
ditetapkan. Lewat PAK peserta didik diharapkan dapat
berkembang terus dalam pemahaman tentang Allah dan
menolong mereka supaya dapat hidup sebagai murid-
murid Kristus.Beberapa tujuan penting dari PAK sebagai
petunjuk untuk pertobatan, pemuridan, pertumbuhan
rohani secara vertikal dan haorizontal, dan pembentukan
spiritual.
136

BAB VII ARAH PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

Diharapkan dengan pengajaran PAK dalam konteks


masyarakat majemuk, peserta didik akan hadir dan
mempraktekkan imannya di tengah-tengah lingkungannya
tanpa mengkompromikan dogma iman yang dimilikinya.
PAK di sekolah haruslah bermuara kepada transformasi
baik dalam pengetahuan maupun dalam transformasi iman.
Sebab salah satu tujuan pembelajaran agama di sekolah
adalah untuk memampukan peserta didik hidup bersama
dengan orang-orang lain disekitarnya yang memiliki
137

keanekaragaman agama, suku, dan etnis. Berikut ini akan


dipaparkan apa saja lagi arah yang dituju dalam PAK itu.

A. Belajar Hidup dalam Perbedaan.


Pengembangan sikap toleran, empati, dan simpati haruslah
terus di bangun sebagai prasyarat eksistensi keragaman
agama yang ada.Selama ini pola pendidikan di Indonesia
bersandar pada tiga pilar utama yaitu, learning to know,
learning to do, dan learning to be. Dalam kaitan dengan
heterogenitas agama-agama di Indonesia maka sangat
penting dibangun pilar yang ke empat yaitu, learning to life
together. Dengan demikian peserta didik lewat proses
belajarnya dimampukan hidup bersama dengan orang lain
yang memiliki latar belakang hidup yang berbeda.
Toleransi adalah kesiapan dan kemampuan batin untuk
kerasan bersama dengan orang lain yang berbeda secara
hakiki, meskipun dalam cara hidup dan keyakinan terdapat
konflik dalam hidup tentang apa yang baik dan buruk.
Toleransi memerlukan dialog untuk mengomunikasikan
dan menjelaskan perbedaan, menuntut keterbukaan, dan
menerima perbedaan itu sebagai realitas hidup. Toleransi
juga diartikan untuk rela menerima realitas keaneka
ragaman adalah untuk menanamkan sikap toleransi sejak
dini dari perbedaan yang kecil hingga perbedaan yang
besar tanpa mengkompromikan apa yang tidak bisa
dikompromikan.
Dalam konteks Indonesia sekarang ini, menerima
perbedaan harus ditanamkan lewat berbagai jalur
kehidupan seperti jalur pendidikan formal dan nonformal.
Di semua jalur itu, hendaknya agama-agama haruslah dapat
duduk bersama untuk berdialog tentang apa yang dapat
138

dilakukan bersama.Disitu juga diajarkan haruslah


menghindari perdebatan-perdebatan yang bersikap
dogmatis yang cenderung menimbulkan konflik dan
memperluas jarak.Sebaliknya, makin diperkuatnya
nilainilai sosial yang sifatnya diperlukan dan diterima oleh
semua agama-agama perlu dibangun secara bersama-sama.

B. Membangun Saling Percaya


Membangun saling percaya adalah modal penting dalam
membangun suatu masyarakat yang heterogenitas. Jika
tidak maka akan terjadi berbagai konflik dalam
masyarakat: Saling percaya juga sebagai modal untuk bisa
saling memberikan sumbangan sosial dari masing-masing
kelompok untuk kebaikan bersama; menyampaikan
kebaikan-kebaikan dan kebenaran; mempertemukan apa
yang menjadi kewajiban dan beban sosial bersama.
Hendaknya disadari bahwa adanya pergumulan yang
terdapat di lingkungan masyarakat adalah merupakan
tanggung jawab bersama, mengatasi bersama-sama tanpa
membicarakan apa latar belakang kita masing-masing.
Saling percaya adalah fondasi bagi terbangun sikap
rasional, tidak mudah curiga, bebas dari prasangka buruk.
Agama haruslah menjadi pondasi utama untuk membangun
saling percaya terus-menerus bagi masyarakat.Mengapa
jalur agama menjadi fondasi yang amat penting? Hampir
seluruh proses kehidupan baik batin maupun perbuatan
selalu diwarnai oleh keyakinan agama.

C. Memelihara Saling Pengertian


Saling pengertian bukan berarti menyetujui perbedaan.
Saling pengertian adalah kesadaran bahwa nilai-nilai yang
139

dianut oleh orang lain memang berbeda, tetapi mungkin


dapat saling melengkapi dengan nilai-nilai yang kita anut
serta memberi kontribusi terhadap hubungan yang
harmonis. Saling pengertian dapat saling melengkapi dan
memungkinkan dibangunnya kerja sama yang baik.
Membangun saling pengertian memerlukan kedewasaan
berpikir dan kedewasaan emosional. Saling pengertian
adalah rasa percaya bahwa penganut agama lain tidak akan
melakukan usaha-usaha yang tidak baik, untuk
mempengaruhi, mengajak atau memberi dorongan agar ia
berpindah pada apa yang kita yakini.
Sikap Saling pengertian juga melibatkan tindakan saling
menghargai. Sikap saling menghargai adalah menjunjung
tinggi harkat dan martabat kesetaraan.Saling menghargai
adalah sifat dasariah manusia. Saling menghargai akan
membawa pada sikap saling berbagi di antara semua
individu.

D. Perjumpaan Lintas Agama


Perjumpaan agama-agama terus mengalami dilema bahkan
menimbulkan berbagai konflik yang berkepanjangan.
Masyarakat Indonesia tidak mampu membangun
kehidupan bersama yang pluralistik, demokratis, terbuka
dan toleran serta membangun hubungan yang dialogis di
antara pemeluk-pemeluk agama yang ada. Masyarakat
Indonesia berpindah dari konflik yang satu kepada konflik
yang lain. Konflik agamalah yang paling sering terjadi. Dari
penmgalaman tersebut kita dapat melihat bahwa agama-
agama tidak mampu mengatasinya, dan belum mampu juga
menemukan format untuk menghindarinya.
140

BAB VIII ORIENTASI PAK DALAM MASYARAKAT


MAJEMUK

A. Menghadapi Pergumulan Bersama


Agama-agama di Indonesia sudah saatnya memikirkan
usaha-usaha bersama untuk dapat mengatasi krisis-krisis
sosial yang terjadi.Munculnya krisis-krisis sosial harus juga
dilihat sebagai kegagalan agama-agama di Indonesia yang
tidak mampu membetengi masyarakat dari dekadensi
moral. Lewat ajaran dan pembinaan agama masing-masing
maka krisis nilai-nilai sosial harus dilihat sebagai tanggung
jawab bersama dan diatasi bersama-sama.
Beberapa di antara krisis sosial tersebut adalah hak asasi
bersama-sama. Prinsip HAM adalah bahwa setiap orang
dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat yang sma
berhak atas pengakuan, jaminan, dan perlindungan
hukum.Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi
manusia tanpa diskriminasi. Pelanggaran HAM adalah
setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
141

aparat negara baik sengaja maupun tidak sengaja atau


karena kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi, dan mencabut hak asasi manusia,
seseorang atau kelompok atau kelompok yang dijamin oleh
undang-undang.
Dunia internasional sudah melindungi dengan tegas soal
HAM tersebut. Misalnya, piagam PBB tentang hak asasi
manusia telah menetapkan ruang lingkup hak asasi
tersebut dalam hal: 01. Hak untuk hidup
2. Hak berkeyakinan/ kepercayaan
3. Hak berkeluarga/ melanjutkan keturunan
4. Hak mengembangkan diri
5. Hak memperoleh keadilan
6. Hak atas kebebasan pribadi
7. Hak atas rasa aman
8. Hak atas kesejahteraan
9. Hak dalam turut serta dalam pemerintah
10. Hak wanita
11. Hak anak
12. Hak perlindungan hukum
13. Hak berkarya
14. Hak berkumpul dan berserikat
Dalam penegakan hak asasi manusia, maka tidak boleh ada
diskriminasi hukum di masyarakat. Tidak
membedabedakan latar belakang.Memperoleh
penghargaan dan penghormatan yang sama.
Memperoleh perlindungan hukum yang sama.
Selanjutnya, krisis sosial tersebut adalah soal
demokrasi.Demokrasi adalah bentuk atau sistem
pemerintahan yang segenap rakyat turut serta memerintah
142

(pemerintahan ditangan rakyat) dengan memilih


wakilwakilnya di parlemen.Cirinya demokrasi adalah:
1. Sistem pemerintahan yang menegakkan hak-hak sipil,
2. Persamaan hak, dan
3. Kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga
negara
Banyak pihak menganalisa bahwa masyarakat dan bangsa
Indonesia belum memiliki kesiapan untuk menjalankan
demokrasi yang sesungguhnya. Namun
demokrasi harus terus diperjuangkan demi kemajuan
bangsa dan masyarakat Indonesia di masa depan.
Kemudian, krisis sosial tersebut adalah mengenai
supermasi hukum.Satu negara akan cepat maju jika
supermasi hukum telah berjalan dengan baik, dan
sebaliknya negara akan mengalami kemerosotan dan
kekacauan jika hukum belum dapat ditegakkan secara
sungguh-sungguh. Akibatnya:
1. Negara akan menjalankan pemerintahannya dengan
sewenang-wenang,
2. Masyarakat akan hidup dalam ketidakteraturan, 3.
Ketidakadilan akan terjadi dalam hidup masyarakat.
Dalam penegakan hukum, seluruh masyarakat haruslah
merasakan bahwa:
1. Semua warga negara mendapatkan perlindungan hukum
yang sama
2. Tidak boleh terdapat diskriminasi dalam perlakuan hukum.
3. Tidak ada orang yang kebal terhadap hukum
4. Hukum harus dihormati dan dan dijunjung tinggi
Seterusnya, krisis sosial tersebut yakni SARA.Masalah SARA
adalah masalah yang sangat sensitif dan mudah terpicu.
143

Heterogenitas merupakan potensi yang besar yang dapat


dimanfaatkan untuk pembangunan bangsa, tetapi sisi lain
menjadi maslah.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
menghindari konflik bernuansa SARA di Indonesia adalah
1. Menjalin sikap persahabatan
2. Menghindari perbedaan dan mengedepankan
persamaan.
3. Meningkatkan pergaulan lintas agama dan budaya.
4. Mengadakan dialog-dialog
5. Tidak menjelekkan golongan lain.
6. Menghindari sifat primordialisme
7. Mengubah arah studi perbandingan agama.
8. Meningngkatkan kerja sama sosial.
9. Membentuk wadah sosial lintas agama dan budaya.
10. Melakukan kerja sama sosial keagamaan
Kemudian, krisis sosial tersebut korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN). KKN menjadi salah satu penyebab
terpuruknya ekonomi bangsa Indonesia dan menimbulkan
ketimpang ekonomi. Salah satu penyebab KKN sulit
diberantas adalah supermasi hukum yang lemah. Upaya
yang dapat dilakukan pembinaan watak dan karakter
melalui pendidikan sejak dini, terutama lewat pendidikan
agama. Dengan demikian Pendidikan Agama Kristen
menjadi wadah sentral dalam pendidikan watak dan
karakter bangsa.
Yang tidak kalah penting untuk diingat, bahwa krisis sosial
tersebut adalah soal lingkungan hidup. Pelestarian
lingkungan bukan hanya tanggung jawab pemerintah,
melainkan tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia
144

Terakhir, krisis sosial tersebut adalah menyangkut otonomi


daerah. Tujuan dari otonomi daerah adalah percepatan
pembangunan agar kesejahteraan masyarakat segera
terwujud. Sistem pemerintahan diubah dari sentralisasi
menjadi desentralisasi. Kewenangan pemerintah pusat
dibagi kepada daerah agar pembangunan cepat sampai dan
dirasakan masyarakat. Daerah akan membangun dirinya
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing-
masing. Seharusnya dengan adanya otonomi itu, maka ada
peluang besar bagi PAK yang diajarkan di setiap daerah
dapat diimprovisasikan sesuai dengan kondisi
96
terkinibekerjasama dengan gereja lokal.
Improvisasi PAK itu, misalnya terkait dengan masih
kuatnya suasana konflik sosial yang ada terjadi di Maluku
atau Poso, Aceh. Lalu, untuk daerah Papua akan tentu
berbeda kebutuhan dan kondisinya dengan daerah lainnya.
Jika di Papua, maka PAK disana lebih diarahkan untuk
pembangunan fisik dan sikap untuk melestarikan adat
nenek moyang. Artinya PAK diarahkan untuk
memperkokoh penghayatan terhadap nilai-nilai positif dari
kebiasaan masyarakat setempat disesuaikan dengan suku
dan tempatnya. Sementara di Aceh, PAK lebih diarahkan
untuk pembangunan kesadaran dan tindakan nyata untuk
menyesuaikan dengan hukum agama Islam yang semakin
menguat, terkait dengan diberlakukannya hukum shariah
Islam di sejumlah daerah disana. PAK diajar untuk
membantu orang disana mematuhi dan menghormati niat
baik dari substansi hukum agama tersebut, tanpa harus
hilang identitas Kristennya.

96 James Riley Estep, The Heritage of Christian Education (New York: College
Press, 2003), hlm. 153.
145

B. Menghadapi Krisis Nilai-nilai Sosial


Bukan hanya krisis politik dan krisis ekonomi yang kita
hadapi saat ini, tetapi juga krisis nilai-nilai sosial. Inilah
yang kita sebut dengan krisis multidimensi.Salah satu nilai
yang sedang krisis adalah masalah moralitas-moralitas
terbaru (new morality).97
1. New Morality
New morality adalah moral baru, dimana masyarakat
mengalami perubahan nilai dasar seperti nilai agama, nilai
kultural yang dianut kepada nilai-nilai baru yang
dipengaruhi oleh globalisasi dengan segala dampak
negatifnya.
a. Nilai agama dan nilai kultural yang selama ini dijunjung
tinggi telah dianggap sebagai nilai-nilai yang kuno,
ketinggalan zaman, dan tidak relevan lagi.
b. Kekudusan dan kesucian hidup tidak dianggap sebagai
sesuatu hal yang harus dipertahankan sebagai dasar
hiodup.
c. Hubungan seksual di luar nikah, pergaulan bebas, dan
masalah aborsi, longgornya nilai-nilai dasar rumah tangga,
penceraian, tindak kekerasan seksual, penyakit seksual
seperti HIV telah menjadi masalah yang terjadi sehari-hari.
d. Semua agama haruslah berusaha bersama-sama untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat terutama dalam
hal moral dan etika.

97 Josef Fuchs, Personal Responsibility and Christian Morality (Washington, D.C.:


Georgetown University Press, 1983), hlm. 76.
146

e. Kemorosotan nilai-nilai ini sering dihubungkan dengan


kurangnya pembinaan oleh keluarga, gereja, dan lembaga-
lembaga pendidikan
f. PAK di sekolah haruslah memberi ruang yang luas kepada
kepada pembinaan moral.
g. Kurikulum yang bersifat doktrinal perlu dikembangkan dan
diintegrasikan dengan persoalan-persoalan yang sedang
terjadi di masyarakat
2. Tindak kekerasan
a. Pencurian dengan di tengah-tengah keluarga,
b. Tindak kekerasan di tengah-tengah keluarga,Suamiistri,
Orang tua anak dan lain-lain
c. Pembunuhan, dan
d. Penyiksaan hanya disebabkan oleh persoalanpersoalan
sepele.
e. Tersingguangan perasaan
Tantangan PAK ialah bagaimana PAK yang dapat
memberikan sumbangan pembinaan bagi pesert didik, agar
peserta didik mampu hidup dalam kesucian dan
kekudusan, mampu hidup saling mengasihi,
menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan tercela dan
tidak mudah dipengaruhi oleh lingkunganya.

3. Materialisme dan hedonisme


a. Gaya hidup yang mengutamakan hidup yang berlimpah
materi dan berkesenangan
b. Hidup hanya mempunyai arti diakui oleh lain jika penuh
kemewahan dan kenikmatan
c. Manusia diukur dari apa yang dimiliki dan bukan karakter,
sikap, kepribadian atau nilai-nilai yang bersifat spiritual
147

d. Materialisme dan hedonisme telah demikian kuat


mempengaruhi masyarakat, audio visual; iklan materi di
tempatkan; konsumerisme yang meningkat bukan karena
kebutuhan tetapi status. Dalam konteks iman kristen,
materi penting tetapi bukan terpenting. Materi bukan
tujuan, melainkan alat untuk kelengkapan dan kebutuhan
hidup
e. Hedonisme adalah pola hidup mencatri kepuasan diri.
Tujuan hidup ini adalah mencari kepuasan. Hidup ini tidak
lama, jadi harus dinikmati sepeuas-sepuasnya.
4. Penggunaan obat-obat terlarang
Penggunaan obat-obat terlarang oleh generasi muda dan
orang tua, bahkan anak dibawah umur. Mereka banyak
hancur masa depannya karena sudah tidak dapat dapat
keluar dari ketergantungan obat. Hendaknya, PAK harus
menjadi jawaban persoalan yang terjadi dimasyarakat.

C. Persoalan Sosial Masa Kini


Definis masalah sosial disini adalahmasalah-masalah sosial
yang dapat timbul akibat terjadinya
kepincangankepincangan yang disebabkan tidak sesuainya
tindakan dengan norma dan nilai yang berlaku dalam
masyarakat.98 Dari sini terlihat, bahwa didefinisikan
sebagai suatu kondisi yang mempunyai pengaruh terhadap
kehidupan sebagian besar warga masyarakat sebagai suatu
yang tidak diinginkan atau tidak disukai dan yang
karenanya dirasakan perlu untu diatasi dan diperbaiki.
Pandangan masyarakat terhadap masalah sosial. Suatu
kondisi yang dianggap sebagai sesuatu yang menghambat
atau merugikan atau yang tidak mengenakkan oleh

98 Kun Maryati, Sosiologi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2001), hlm. 23.


148

sejumlah warga masyarakat.Masalah sosial yang dihadapi


oleh setiap masyarakat memang tidak sama, tetapi
indikasinya memang jelas-jelas ada, bahkan sangat mudah
dibuka hanya dengan mengakses situs-situs berita online.
Misalnya, Liputan6.com; detiknews.com; kompas.com, dan
masih banyak lagi portal berita di dunia maya yang
gampang diakses.
Masalah yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah
persoalan kemiskinan, baik miskin harta, mental, dan
kreatifitas, sehingga digaung-gaungkankan revolusi mental,
meskipun belum jelas juntrungannya. Lalu, ada pula
masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme di elit publik pusat
hingga tingkat RT. Tak terkecuali rendahnya mutu
pendidikan, diperparah dengan gizi buruk, persoalan
kesehatantubuh dan reproduksi wanita. Runtuhnya rumah
tangga dengan makin tingginya kawin ceraiseperti sering
dikomersilkan televisi nasional. Makin maraknya
tersingkap adanya perilaku pornoaksi dan pornografi, seks
bebas, prostitusi terbuka di lokalisasi ataupun prostitusi
online yang terselubung.

D. Tanggung Jawab Kristen Terhadap Masalah Sosial


Iman Kristen merupakan keyakinan kepada Tuhan. Iman
itu adalah kata kerja (bukan kata sifat, bukan juga kata
benda), sehingga itu sebagai alat untuk “mempercayai” (to
believe). Kita mempercayai bahwa Allah di dalam Yesus
Kristus itu benar, setia, penuh kasih, dan kita mempercayai
kebenaran ajaran Alkitab.Iman berarti “mempercayakan”
(to trust). Kita mempercayakan hidup kita dalam
149

pemeliharaan Allah, kita bersandar kepada-Nya, kita pasrah


kepada-Nya. Lalu, iman berarti “siap melakukan” (to do).
Kita siap melakukan kehendak Allah dan siap mentaati Dia.
Sebagai orang Kristen bertanggung jawab terhadap solusi
dari masalah sosial itu sebagai refleksi dari iman kita.
Dalam masalah-masalah itulah kita menjadi garam dan
terang, untuk menghadirkan misi Kerajaan Allah (Luk.
4:18-19). Sebagai warga gereja, mempunyai tugas khusus
sebagai saksi Kristus dalam hal memprakarsai lahirnya
masyarakat baru yang merasakan kebenaran dan keadilan.
Aplikasi tanggung jawab Iman Kristen terhadap masalah
sosial, diantaranya adalah:
1. Di bidang ekonomi
a. Orang kristen seharusnya aktif berjuang agar terjadi
pemeratan pendapatan sosial yang terjadi di masyarakat,
memberantas kolusi, manipulasi, dan korupsi di semua
bidang dan lapangan hidup.
b. Berusaha meningkatkan kerja ekonomi masyarakat kecil
dan memberikan kesempatan kerja yang sebanyak-
banyaknya bagi mereka yang belum meiliki lapangan kerja
sesuai dengan kemapuan yang memiliki.
c. Gereja dapat berpatisi dengan mengembangkan sikap
peduli kepada masyarakat di luar gereja yang
berkekurangan
2. Di bidang pendidikan, berpartisipasi mencerdaskan bangsa
karena kualitas bangsa ditentukan oleh kecerdasan
masyarakatnya.Kecerdasan juga akan ditentukan mutu
pendidikan
3. Di sektor hak asasi manusia, gereja dan orang kristen harus
melindungi dan mengakui manusia yang diberikan
kebebasan beragama, beribadah, termasuk menentukan
150

pilihan politik. Setiap orang diberikan hak dilindungi


hukum, hak memilih agama dan juga memilih pekerjaann.
Setiap orang juga mempunyai hak berbicara dan bersuara.

BAB IX TRANSFORMASI PAK DALAM MASYARAKAT


MAJEMUK

Sebagai umat Tuhan di Indonesia, kita wajib berperan aktif


dengan tetap kritis dan kreatif mewujudkan shalom Allah
ditengah-tengah dunia. Keprihatinan bangsa berperan aktif
dengan kesungguhan hati.

A. Peran Gereja
1. Tugas utama gereja adalah pendidikan
2. Pendidikan merupakan usaha sungguh-sungguh.
3. Pendidikan merupakan usaha terus-menerus
151

4. Gereja membentuk team pelaksana pendidikan warga


jemaat
5. Gereja sebagai lembaga pembentukan mutu dan kualitas
spiritualitas
6. Menampakkan cinta bangsa dan tanah air
7. Indonesia adalah ladang pertam yang Tuhan percayakan
kepada gereja
8. Melaksanakan pendidikan yang relevan dan
kontekstual
9. Keseimbangan vertikal dan horizontal
10. Pemberitaan kabar keselamatan yang holistic

B. Peran PAK di Sekolah


1. Pendidikan agama kristen dalah wadah sentral bagi
pembentukan watak dan spiritual
2. PAK di sekolah haruslah memiliki kurikulum yang
terintegrasi
3. PAK dan pengembangan kurikulum kontekstual
4. PAK berkaitan dengan masyarakat majemuk
5. PAK dan keterbukaan
6. PAK dan pergaulan lintas agama
7. PAK dan masalah-masalah sosial
8. PAK dan maslah-maslah kebangsaan
9. PAK dan masalah lingkungan hidup

C. Peranan Umat Kristen


1. Menyatakan fungsinya sebagai garam, terang, dan teladan
2. Mendemontrasikan kasih Allah
3. Memberikan yang terbaik dalam berbagai aspek kehidupan
152

4. Hidup dalam kekudusan dan kesalehan sosial


5. Memiliki cinta bangsa dan tanah air

D. Intergasi Kurikulum
1. Kurikulum PAK di gereja maupun di sekolah harus di kaji
ulang agar relevan dengan kebutuhan
2. Kurikulum PAK harus diintegrasikan dengan berbagai
bidang kehidupan.

E. Kesimpulan
Pendidikan Agama Kristen di sekolah adalah sebuah alat
strategis dalam pembentukan iman dalam arti yang
sesungguhnya terutama di dalam menghadapi
heterogenitas masyarakat Indonesia. Pendidikan Agama
Kristen harus dikelola secara sungguh-sungguh. Peserta
didik yang telah mengikuti pelajaran agama Kristen mulai
dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi diharapkan hal
itu menjadi bekal utama dalam hidupnya.
Faktor yang amat penting dalam mencapai keberhasilan
PAK di sekolah ialah guru PAK. Oleh karena itu, seseorang
guru PAK dalam memenuhi panggilannya harus
memperlengkapai diri agar menjadi alat yang berguna di
tangan Tuhan. Guru bertanggung jawab kepada Tuhan,
kepada sekolah, kepada gereja, dan kepada masyarakat.
153

Dalam konteks pembicaraan agama dalam masyarakat


majemuk di Indonesia hari ini, maka pendidikan agama
dari wilayah agama Kristen haruslah dapat membawa
peserta didik mengenal Tuhan Yesus secara personal
secara benar dan berdasarkan pilihannya sendiri bukan lagi
atas tekanan orang lain, apalagi hanya berdasarkan garis
keturunan semata-mata. Pengenalan itu lewat diharapkan
akan membuat mereka menjadi pribadi yang terbuka
terhadap banyak yang belum ia ketahui sebelumnya,
apalagi terkait dengan masalah agama orang lain terutama
terhadap umatnya sehingga mereka mampu hidup di
tengah-tengah kemajemukan masyarakat, baik agama, suku
ras, maupun golongan yang manapun.
DAFTAR PUSTAKA
Banks, James A, Multicultural Education: Characteristics
and Goal, in Multicultural Education: Issues and
Perspektif, ed. James A. Branks and Cherry A. Mcgee
Banks, New York: John Willey & Sons, Inc.,2001
Boehlke, Robert R., Sejarah Perkembangan pikiran dan
praktek PAK, Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2011
End, Van den, Sejarah Gereja Indonesia 1500-1860, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009.
Enns, Paul, The Moody Handbook of Theology, jilid 1, Terj.
Rahmiati Tanudjaja, Malang: SAAT Malang, 2003
Estep, James Riley, The Heritage of Christian Education, New
York: College Press, 2003.
Fuchs, Josef, Personal Responsibility and Christian Morality,
Washington, D.C.: Georgetown University Press, 1983.
Groome, Thomas H., Pendidikan Agama Kristen, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2011.
154

Gulo, W, Penampakan Identitas Dan Ciri Khas Dalam


Penyelenggaraan Sekolah Kristen” dalam Weinata
Sairin (Penyunting), Identitas dan Ciri Khas Pendidikan
Kristen di Indonesia antara Konseptual dan
Operasional, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
Gultom, Rida, Pendidikan Agama Kristen Kepada Anak-anak,
Medan: Cv. Mitra tt.
Hadinoto., N.K, Atmadja Dialog dan Edukasi. Jakarta: BPK
Gunung Mulia. 2011
Isjoni, H., Dilema Guru Ketika Pengabdian Menuai Kritikan,
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007
Johnson, Rex E, dalam buku yang berjudul “Foundations Of
Ministry An Introduction To Christian Education For A
New Generation, Malang: Gandum Mas, 2012
Knitter, Paul F., Pengantar Teologi Agama-
Agama, Yogyakarta: Kanisius, 2008.
Kristianto, Paulus Lilik, Prinsip & Praktik Pendidikan Agama
Kristen, Yogyakarta: Andi Offset, 2012.
Maryati, Kun, Sosiologi, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2001.
Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: Rajawali Press,
2006.
Mudlofir, Ali, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Dan Bahan Ajar Dalam Pendidikan
Agama Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2012
Nainggolan, John M., PAK dalam Masyarakat Majemuk,
Bandung: Bina Media Informasi 2009.
Nuhamara, Daniel, Pembimbing PAK, Bandung: Jurnal Infi
Media, 2007.
155

Pasaribu, Marulak, Diktat S2 Teologi dan PAK dalam


Masyarakat Majemuk, Sem II. Yogyakarta:
STT KADESI, 2012.
Saad, Ibrahim, Competing Identities in a Plural Society,
Singapore:Institute of Southeast Asian Studies, 1981. Sairin
Weinata, Menjadi Gereja yang Menggarami Dunia. Bandung:
Bina Media Informasia, 2009.
Stevanus, Daniel, Pendidikan Agama Kristen Kemajemukan,
Bandung: Bina Media Informasi 2009.
Schipani, Daniel S, “Memetakan Pendidikan Kristiani,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016
Thiessen. Henry C, Teologi Sistematika, revisi: Vernon D.
Doerksen, Malang: Gandum Mas, 2010
Tanya, Eli, Gereja dan Pendidikan Agama
Kristen, Cipanas:Sekolah Tinggi Teologia Cipanas,1999
Tung, Khoe Yao, Terpanggil Menjadi Pendidik Kristen Yang
Berhati Gembala Mempersiapkan Sekolah
dan Pendidik Kristen Menghadapi Tantangan
Global pada
Masa Kini, (Yogyakarta: Andi Offset, 2017

Anda mungkin juga menyukai