Anda di halaman 1dari 7

Nama Kelompok : Ferety Sirpaulina Pasaribu

Johanna Uliartha Sidabutar


Juli Rianti Simanullang
Tingkat/Semester : IV/VIII
Mata Kuliah : Etika Kristen II
Dosen pengampu : Pdt. Reni Tiar Linda Purba, M.Th.

PELECEHAN SEKSUAL PELAYAN GEREJA

Abstrak (Kasus)

Contoh kasus pelecehan seksual pelayan gereja yang berjudul “Pendeta di Surabaya
diduga perkosa jemaat di bawah umur, mengapa terjadi?” contoh kasus ini diambil dari surat
kabar terbitan dari BBC News Indonesia, yang diterbitkan pada tanggal 9 Maret 2020,
demikian alur kasus terkait dengan pelecehan seksual pelayan gereja. Seorang pendeta di
Surabaya ditahan polisi dengan tuduhan mencabuli jemaatnya selama enam tahun. Dia
disebut menggunakan kuasanya sebagai pemimpin gereja untuk melakukan perbuatan
tersebut. Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko,
mengatakan pendeta berinisial HL itu diduga melakukan pencabulan kepada anak di bawah
umur berinisial IW yang saat itu masih berusia 10 tahun.

Berdasarkan keterangan korban, kata Trunoyudo (pihak polisi), tindakan dugaan


pencabulan itu berlangsung dari 2005 hingga 2011."Korban melapor langsung (ke polisi).
Kini, (HL) sudah tersangka sejak hari Jumat (kemarin) dengan sangkaan pencabulan anak di
bawah umur," kata Trunoyudo kepada BBC News Indonesia, dan HL sebagai tersangka
karena telah memiliki bukti-bukti yang cukup. Minggu (08/03). Aktivis kemanusiaan dari
Paritas Institute menilai HL menggunakan relasi kekuasaannya sebagai gembala sidang atau
pemimpin gereja yang bebas dari pengawasan saat memperkosa jemaatnya selama hampir
enam tahun. HL dijerat dengan Undang-undang (UU) Perlindungan Anak Pasal 82 dengan
ancaman hukuman 15 tahun penjara atau Pasal 264 KUHP dengan ancaman hukuman tujuh
hingga sembilan tahun penjara.

Juru bicara korban IW yang bernama JL, mengatakan berdasarkan pengakuan korban,
dugaan pencabulan HL sering dilakukan di dalam lingkungan gereja.Kasus ini terbongkar,
kata JL, ketika IW akan melangsungkan pernikahan dan mengetahui pendeta HL yang akan
1
memberkati, IW pun menolak mentah-mentah."Dari situ, terungkap praktik pelecehan
seksual yang seharusnya tidak dilakukan oleh pemuka agama," kata JL, Selasa (03/03) seperti
dikutip dari Kompas.com. Berdasarkan keterangan JL, korban telah melapor ke polisi terkait
tindakan pendeta HL. "Keluarga melaporkan ke polisi karena korban mengalami trauma
berat, dan ini tidak pantas dilakukan oleh tokoh agama," kata JL.

I. Pendahuluan
Pelecehan seksual cukuplah sering didengar oleh setiap manusia, bahkan pelecehan
seksual cukup sering dilakukan oleh beberapa pelayan gereja. Pelayan gereja yang kerap
sekali disebut sebagai tempat pengaduan jemaat untuk menemukan jawaban yang tepat atas
permasalahan yang mereka hadapi, kini kerap sekali berubah, walaupun tidak secara
keseluruhan, tetapi hal ini difaktorkan karena, beberapa pelayan tidak menjadi tempat
pengaduan yang tepat, tetapi menjadi faktor permasalahan, terkhususnya permasalahan
pelecehan seksual yang didapatkan oleh jemaat yang dilayani.
Pelayan Gereja seharusnya meneladani Yesus Kristus dalam pelayanan-Nya, yaitu
membebaskan orang yang tertindas, melindungi anak-anak dll. Demikianlah yang seharusnya
dilakukan oleh pelayan, yaitu meneladani Yesus dalam hidup pelayanannya, bukan membuat
anak-anak terpuruk dan bahkan melakukan kekerasan terhadap jemaat, dengan menggunakan
kekuasaaan yang dimiliki. Pelayan gereja haruslah menerapkan didalam hidup mereka, bahwa
Yesuslah yang harus diteladani didalam pelayananya, sehingga tidak ada terjadi pelecehan
seksual terhadap jemaat, orang terdekat, atau masyarakat.
Mengingat cukup banyak pelecehan yang terjadi, terkhusus yang dilakukan oleh
beberapa pelayan gereja, maka makalah ini akan membahas bagaimana sebenarnya etika
pelayan gereja dalam hal seksualitas, dan bagaimana aturan HKBP tentang pelecehan seksual
berdasarkan RPP dan konfensi atau AP, dll.
II. Pengertian Etika, Pelayan Gereja, dan Pelecehan Seksual
II.1. Pengertian Etika
Secara etimologi kata “Etika” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata,
yaitu Ethos dan Ethikos. Ethos artinya sifat, watak, kebiasaan, tempat yang biasa. Ethikos
berarti susila, keadaban, kelakuan dan perbuatan yang baik. Sedangkan dalam bahasa Arab
etika berarti akhlak, artinya budi pekerti, dan dalam bahasa Indonesia disebut dengan susila.1
K. Bertens menuliskan dalam buku etika, dengan menjelaskan bahwa Etika berasal
dari bahasa Yunani kuno, yaitu Ethos yang memiliki arti, tempat tinggal yang biasa,

1
Lorens bagus, Kamus filsafat , (Jakarta: PT Gramedia pusaka, 2000), 217.
2
kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir, sedangkan dalam arti jamak
adalah adat kebiasaan. Maka etika berkaitan dengan kebiasaan hidup baik, tata cara hidup
yang baik, baik pada diri sendiri, dan juga masyarakat, dan cara hidup yang baik tersebut
dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi lain. Kebiasaan hidup baik dilakukan
dalam bentuk kaidah, aturan atau norma yang di sebarluaskan, dikenal, dipahami, dan
diajarkan secara lisan dalam masyarakat. Kaidah norma atau aturan ini pada dasarnya,
menyangkut baik dan buruk pada perilaku manusia, atau etika dipahami sebagai ajaran yang
berisikan perintah dan larangan tentang baik buruknya perilaku manusia, yaitu perintah yang
harus dipatuhi dan larangan yang harus dihindari2
II.2. Pengertian Pelayan Gereja
Kata pelayan dalam bahasa Inggris Ministry, service, jika dilihat, kata pelayan ini juga
muncul sebanyak 36 kali dalam PB (Perjanjian Baru). Dalam PB pelayan ini juga
berhubungan dengan pelayan proklamasi injil, pelayan meja. Pelayan atau yang disebut
dengan diaken adalah seseorang yang memberikan dirinya sendiri mejadi pelayan bagi orang
lain, dengan memiliki sikap menerangi sikap para penguasa didunia yang suka
memperlihatkan kekuasaannya, pelayan ini juga disebut dengan orang-orang yang
merendahkan dirinya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang orang lain mungkin tak ingin
melakukannya, pelayan itu juga dapat disebut dengan hamba. Pelayan meliputi banyak hal
yang mengemban tugas dan tanggungjawab yang harus dikerjakan yaitu meliputi berkhotbah,
mengajar, mengembalakan, memimpin jemaat, mengadakan kunjungan, dan bahkan dalam
hal melayani meliputi pembebasan kepada orang tertindas,dan bahkan melakukan diakonia (2
kor.8:19; Rm, 15;25) dll.3
II.3. Pengertian Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual tidak hanya terbatas pada hal yang bersifat fisik, tetapi mencakup
perilaku lainnya, misalnya penganiayaan psikologi, dan penghinaan. Maka pengertian secara
sempit pelecehan seksual adalah perilaku yang keras dan menekan, memaksa, misalnya
pemerkosaan.4

Pelecehan seksual adalah perilaku yang bersifat seksual yang tidak diinginkan dan
tidak dikehendaki oleh penerima atau korbanya dan berakibat mengganggu diri penerima
dalam hal pelecehan, perilakunya yang dapat digolongkan sebagai tindakan pelecehan
seksual seperti pemaksaan melakukan kegiatan seksual, pernyataan merendahkan yang
2
Keraf A. Sonny, Etika Lingkungan (Jakarta: Buku Kompas, 2002), 2.
3
A. Noordegraaf, Orientasi Diakona Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 5.
4
Bagong Suyanto, Sosiologi Anak, (Jakarta: kencana, 2019), 212
3
berorientasi seksual atau seksualitas, lelucon yang berorientasi seksual, permintaan
melakukan tindakan seksual yang disukai pelaku dan juga ucapan atau perilaku yang
berkonotasi seksual, tindakan-tindakan tersebut dapat disampaikan secara langsung maupun
tidak langsung (implicit). Pelecehan seksual ini juga terjadi disebabkan karena pelaku
mempunyai kekuasaan yang lebih dari pada korban.5

3. Etika Pelayan Gereja dalam Hal Seksualitas


3.1. Etika Pelayan Gereja Secara Umum

Etika, berasal dari bahasa Yunani ethos, artinya falsafah moral dan merupakan cara
hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila dan agama. Etika memuat kriteria apa yang
“baik” dan yang “tidak baik”, azas yang berkenaan dengan akhlak serta nilai apakah
perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak. Etika mengandung norma yang menjadi dasar
pertimbangan “yang benar” dan “yang salah,” “apa yang baik” dan “apa yang jahat.” Dalam
etika Kristen, Alkitab yang adalah Firman Allah merupakan landasan normatif bagi
pertimbangan dan keputusan etis.6

Bagi setiap orang yang telah mengalami kelahiran baru di dalam Yesus Kristus,
hidupnya tidak akan lepas dari apa yang disebut pelayanan. Pelayanan menjadi gaya hidup,
yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan itu sendiri. Setiap orang percaya
dipanggil untuk melayani (Galatia 5:13). Pelayanan bukan hanya monopoli hamba-hamba
Tuhan yang menyerahkan segenap hidupnya melayani penuh waktu (fulltime) melainkan juga
milik jemaat awam (1 Petrus 2:9). Yang dibutuhkan disini adalah bagaimana kaum awam
tersebut dilengkapi agar pelayanannnya mendukung pelayanan hamba-hamba Tuhan, dan
bukan menghambat. Pelayan gereja juga tidak hanya memberitakan Firman lewat khotbah,
akan tetapi pelayan gereja harus dapat melindungi jemaat, mampu mangarahkan kehidupan
jemaat yang menyimpang dari jalan Tuhan. Pelayan itu melayani tidak mempunyai batas,
fulltime setiap waktu ada untuk jemaat.

3.2. Etika Pelayan Gereja HKBP

Di dalam dokumen-dokumen HKBP, yaitu Konfesi HKBP mengingatkan setiap


warga HKBP, sumber dari segala sumber pengetahuan adalah Alkitab: "Awal dan akhir
semua pemikiran, pengetahuan dan usaha di dalam Gereja dan bagi setiap orang percaya..."

5
N.K. Endah Trwijati, Pelecehan Seksual: Tinjauan Psikologis, (Fakultas pskologi Universitas
Surabaya, Savy Amira Women’s Crisis Center, 2017), 1-2.
6

4
Di dalam Konfesi HKBP 1951, Pasal 4, alinea 4 dan Konfesi HKBP 1996, Pasal 2 alinea 3
menambahkan bahwa setiap orang-orang percaya, baik warga gereja maupun para pelayan
tahbisan (partohonan/parhalado) wajib mempelajari dan menghayatinya: "Kita menekankan
bahwa bukan hanya orang yang ditahbiskan yang menerima tugas, tetapi semua warga jemaat
mendapat bagian akan pengetahuan yang perlu untuk mempelajari dan menghayati Firman
Allah....".

Dalam konfesi ini juga menyatakan bahwa dalam setiap ajarannya menekankan,
setiap orang harus merendahkan dirinhya dalam melaksanakan tugasnya di tengah Gereja,
seperti Kristus, Gembala Agung yang adalah teladan bagi semua pelayan di Gereja HKBP (1
Petrus 5:4;2:25). Mereka yang sudah ditahbiskan harus berani menyatakan kebenaran Yesus
Kristus di hadapan sesama manusia dan penguasa, dan menolak sikap dan perilaku pelayan
yang cinta akan harta emas karena pelayanan di dalam gereja adalah pengorbanan diri. Dalam
konfesi HKBP terdapat Tiga aspek etika jabatan (etika Tohonan): Yang pertama, etika
tohonan yang harus melekat pada kehidupan seorang pelayan adalah kerendahan hati.
Teladan setiap pelayan gerejani adalah Kristus, Gembala Agung. Seberapa tinggi pun posisi
seorang pelayan, dia harus menampilkan diri seolah-olah tidak punya posisi apapun, sama
halnya seperti Kristus mengosongkan diri supaya setiap orang percaya terbebas dari segala
kekuasaan yang membelenggunya.

Etika pribadi ini harus nampak pada setiap perjumpaannya dengan warga HKBP dan
warga gereja lainnya. Kedua, etika tohonan yang menyangkut "kebenaran Yesus Kristus di
hadapan sesama manusia dan penguasa". Tiga, etika tohonan yang menyangkut perilaku
pelayan terhadap kuasa materi ("cinta akan harta emas"). Perilaku demikian jangan terjadi di
kalangan partohonan, bahkan harus ditolak. Setiap partohonan harus mengingat bahwa
pelayanan itu adalah pengorbanan diri.

Dalam hal ini juga mengaturkan bahwa Tiap-tiap orang Kristen yang terpanggil
menjadi saksi Kristus. dan untuk menuaikan pekerjaan-pekerjaan di tengah-tengah Gereja,
Allah memanggil di dalam Gereja, pelayan-pelayan yang sesuai dengan tugas Kristus.
Pelayan gereja ditugaskan untuk memberitakan Injil kepada anggota-anggota Gereja dan
diluar Gereja, mengembalakan angota-anggota jemaat, dapat menjaga kemurnian ajaran, dan
melakukan tuntunan jiwa, dan melawan ajaran-ajaran sesat, dapat melakukan pekerjaan
diakonia dan juga dapat melayani sakramen di Gereja.7

7
HKBP, Panindangion Haporseaon (Pengakuan Iman), Tarutung: 2006, 41-42
5
3.3. Aturan Seksual (Dilihat dari RPP HKBP)

Di dalam dokumen HKBP yaitu RPP HKBP (Ruhut parmahanion dohot


paminsangion) menjelaskan tentang titah ketujuh: “Jangan engkau berzinah”.

 Mangonai tu patik papituhon ( Pangalangkupon)


1. Marroharoha (sangkap na roa) tu halak naasing)
2. Na tois marabit; nagere/gemor mangkuling. Parhata barangsi, na girgir
manonton film porno.
3. Na mangabing, na paabinghonsa, germo dohot boru-boru si babi jalang (WTS),
Na marlangka pilit, na marsiduaduaan, na palahohon jolmana, na marhilolong,
ro di angka na mangurupi di ulaon na jat i. songon I muse na homo sex dohot na
lesbian, hahisapon dohot nasa ulaon hailaon (Roma 1:24-27).8

4. Penutup
4.1. Analisa

Setelah kelompok membahas mengenai pelecehan seksual pelayan gereja, terkhususnya jika
dikaitkan antara kasus yang ada di Surabaya tadi dengan etika pelayan gereja secara umum,
maka kami dapat melihat bahwasanya, kejahatan seksual ini memang dapat terjadi dan
dilakukan oleh semua orang. Akan tetapi, sebagai seorang pelayan gereja dan juga sebagai
hamba Allah, seharusnya seorang pelayan itu semakin sadar dan memahami, seharusnya
mereka hadir untuk menggembalakan jemaat Allah, seperti yang dikatakan dalam konfessi
HKBP di atas. Bukan malah mereka yang menjadi memunculkan masalah atau kejadian yang
tidak baik itu. Pelayan gereja harus menyadari tugasnya untuk membimbing jemaat Allah
menjadi saksi bagi Kristus, bukan malah membuat keadaan menjadi lebih buruk.
Terkhususnya masalah pelecehan seksual. Berdasarkan kasus di atas, pelecehan seksual itu
adalah sebuah tindakan kejahatan yang dapat dilakukan oleh semua orang tetapi memang
setiap orang harus menyadari apa yang menjadi tanggung jawab mereka di dunia ini,
khususnya para pelayan di gereja HKBP, sehingga angka kejahatan pelecehan seksual di
Indonesia khususnya di gereja HKBP, akan selesai dan para pelayan benar-benar melakukan
pelayanannya karena Allah, bukan karena nafsu belaka.

4.2. Kesimpulan

8
HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangion, Pematang Siantar. 19
6
Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri
sendiri, dan juga masyarakat, dan cara hidup yang baik tersebut dianut dan diwariskan dari
satu generasi ke generasi lain. Kebiasaan hidup baik dilakukan dalam bentuk kaidah, aturan
atau norma yang di sebarluaskan, dikenal, dipahami, dan diajarkan secara lisan dalam
masyarakat. Kaidah norma atau aturan ini pada dasarnya, menyangkut baik dan buruk pada
perilaku manusia, atau etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan perintah dan larangan
tentang baik buruknya perilaku manusia, yaitu perintah yang harus dipatuhi dan larangan
yang harus dihindari. Dalam etika pelayan, dilihat dari sudut kasus pelecehan seksual yang
terjadi di kehidupan manusia, bahkan dilakukan juga oleh para pelayan gereja, maka harus
lah ada etika atua nilai-nilai yang dijunjung para pelayan agar tetap terarah pada kebenaran
firman Allah saja. Dalam HKBP diaturkan di RPP, bahwa sangat jelas, setiap orang dilarang
berzinah dan apa yang menjadi ketentuan-ketentuan mengenai hal itu. Itulah yang harus
dipahami oleh para pelayan gereja, sehingga benar-benar mereka menjunjung nilai etika
dalam melakukan pelayanannya, bukan karena nafsu duniawi saja.

Anda mungkin juga menyukai