Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

FILSAFAT UMUM

“ POSITIVISME ”

( Filsafat demi Pengetahuan Ilmiah : A.Comte )

Dosen Pembimbing: Drs. H.Mukhsin Ham, M.FiI.I

Oleh Kelompok 11 :

Sabila Aulia ( Nim 2020.161.226)

Siti Mutia (Nim 2020.161.231)

PRODI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI

2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini guna memenuhi salah satu
tugas matakuliah Filsafat Umum dengan judul “ POSITIVISME ”.

Atas dorongan serta bimbingan yang kami terima sehingga makalah ini dapat tersusun
dengan baik tanpa ada kesulitan yang berarti. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih
kepada yang terhormat bapak Drs. H.Mukhsin Ham, M.FiI.I dan semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.

Dan dalam penyusunan makalah ini kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dan
kekeliruan, maka dari itu kami mengarapkan kritikan positif sehingga bisa diperbaiki dengan
baik. semoga makalah ini menjadi amalan kami dan bermanfaat khususnya bagi kami dan
umumnya bagi seluruh pembaca. Amin Yaa Rabbal’Alamin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Muara Bulian, 1 April 2021

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………..1
C. Tujuan ……………………………………………………………………………..1

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Filsafat Positivisme………………………………………………………..2


B. Pengertian Positvisme……………………………………………………………...3
C. Tahapan-tahapan Perkembangan Positivsime…………………………………..4
D. Ide-ide Pokok Positvisme………………………………….. ……………………..4
E. Ciri-ciri Positivisme…………………………………………………………………5
F. Tokoh-tokoh Positivisme ………………………………………………………….5
G. Kelebihan Kekurangan Positivisme………………………………………………6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………………….8
B. Saran………………………………………………………………………………...8

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semenjak abad ke 17 rasionalisme Rene Descartes mencapai posisi penting bagi
ilustrasi keilmuan manusia, pemikirannya bahwa akal adalah alat terpenting untuk
memperoleh pengetahuan. Lalu dilanjutkan dengan empirisme yang mencapai puncak
pada masa David Hume yang mana pengetahuan hanya bersumber dari pengalaman dan
terbatas pada dunia cerapan indera saja. Selanjutnya pada abad ke 19 muncullah
positivisme yang diperkenalkan oleh Auguste Comte yang mana ia sebagai kelanjutan dari
empirisme tapi dalam bentuk yang lain yang lebih objektif.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Sejarah Filsafat Positivisme?
2. Apa Pengertian Positivisme?
3. Apa saja Tahapan-tahapan Perkembangan Positivisme?
4. Jelaskan Ide-ide Pokok Positivisme?
5. Sebutkan Ciri-ciri Positivisme?
6. Sebutkan Tokoh-tokoh Filsafat Positivisme?
7. Apa saja Kelebihan dan Kekurangan Positivisme?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Sejarah Filsafat Positivisme
2. Untuk Mengetahui Pengertian Positvisme
3. Untuk Mengetahui Tahapan-tahapan Perkembangan Positivsime
4. Untuk Mengetahui Ide-ide Pokok Positvisme
5. Untuk Mengetahui Ciri-ciri Positivisme
6. Untuk Mengetahui Tokoh-tokoh Positivisme
7. Untuk Mengetahui Kelebihan Kekurangan Positivisme

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Filsafat Positivisme
Positivisme adalah salah satu aliran filsafat modern. Secara umum boleh dikatakan
bahwa akar sejarah pemikiran positivisme dapat dikembalikan kepada masa Hume
(1711-1776) dan Kant (1724-1804). Hume berpendapat bahwa permasalahan-
permasalahan ilmiah haruslah diuji melalui percobaan (aliran Empirisme). Sementara
Kant adalah orang yang melaksanakan  pendapat Hume ini dengan menyusun Critique of
pure reason (Kritik terhadap pikiran murni / aliran Kritisisme). Selain itu Kant juga
membuat batasan-batasan wilayah pengetahuan manusia dan aturan-aturan untuk
menghukumi  pengetahuan tersebut dengan menjadikan pengalaman sebagai porosnya.
Istilah Positivisme pertama kali digunakan oleh Saint Simon (sekitar 1825). Prinsip
filosofik tentang positivisme dikembangkan pertama kali oleh seorang filosof
berkebangsaan Inggris yang bernama Francis Bacon yang hidup di sekitar abad ke-17 .
Ia  berkeyakinan bahwa tanpa adanya pra asumsi, komprehensi-komprehensi pikiran
dan apriori akal tidak boleh menarik kesimpulan dengan logika murni maka dari itu harus
melakukan observasi atas hukum alam. Pada paruh kedua abad XIX munculah Auguste
Comte (1798-1857), seorang filsuf sosial  berkebangsaan Perancis, yang menggunakan
istilah ini kemudian mematoknya secara mutlak sebagai tahapan paling akhir sesudah
tahapan-tahapan agama dan filsafat dalam karya utamanya yang berjudul Course de
Philosophie Phositive, Kursus tentang Filsafat Positif (1830-1842), yang diterbitkan dalam
enam jilid.
Melalui tulisan dan pemikirannya ini, Comte bermaksud memberi peringatan kepada
para ilmuwan akan perkembangan penting yang terjadi pada perjalanan ilmu ketika
pemikiran manusia beralih dari fase teologis, menuju fase metafisis, dan terakhir fase
positif. Pada fase teologis (tahapan agama dan ketuhanan) diyakini adanya kuasa-kuasa
adikodrati yang mengatur semua gerak dan fungsi yang mengatur alam ini. Zaman ini
dibagi menjadi tiga periode: animisme, politeisme dan monoteisme. Pada tahapan ini
untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi hanya berpegang kepada kehendak
Tuhan atau Tuhan-Tuhan.

Selanjutnya pada zaman metafisis (tahapan filsafat), kuasa adikodrati tersebut telah
digantikan oleh konsep-konsep abstrak, seperti kodrat‘ dan penyebab‘. Pada fase ini
manusia menjelaskan fenomena-fenomena dengan pemahaman-pemahaman metafisika
seperti kausalitas, substansi dan aksiden, esensi dan eksistensi. Dan akhirnya pada
masa positif (tahap positivisme) manusia telah membatasi diri pada fakta yang tersaji dan
menetapkan hubungan antar fakta tersebut atas dasar observasi dan kemampuan rasio.
Pada tahap ini manusia menafikan semua bentuk tafsir agama dan tinjauan filsafat serta
hanya mengedepankan metode empiris dalam menyingkap fenomena-fenomena.
B. Pengertian Positivisme
Positivisme diturunkan dari kata positif, dalam hal ini positivisme dapat diartikan
sebagai suatu pandangan yang sejalan dengan empirisme, menempatkan penghayatan
yang penting serta mendalam yang bertujuan untuk memperoleh suatu kebenaran
pengetahuan yang nyata, karena harus didasarkan kepada hal-hal yang positivisme.
Dimana positivisme itu sendiri hanya membatasi diri kepada pengalaman-pengalaman
yang hanya bersifat objektif saja.
Hal ini berbeda dengan empirisme yang bersifat lebih lunak karena empirisme juga
mau menerima pengalaman-pengalaman yang bersifat batiniah atau pengalaman-
pengalaman yang bersifat subjektif  juga. Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran
ialah yang logis, ada bukti empirisme, yang terukur. “Terukur” inilah sumbangan penting
Positivisme. Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan
dengan metafisik.
Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.
Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk
memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya
idealisme Jerman Klasik). Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi
tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja
merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi
yang dapat menjadi pengetahuan.

3
C. Tahap-tahap Perkembangan Positivisme
Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu:
1. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun
perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte
dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E.
Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
2. Munculnya tahap kedua dalam positivisme (empirio-positivisme) berawal pada tahun
1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan
pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri
positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari
sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subjektivisme.
3. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan
tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok
yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat
Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti
atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap
ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah
dan lain-lain.
D. Ide-ide Pokok Positivisme
Ide-ide pokok positivisme, antara lain :
1. Bahwa ilmu pengetahuan merupakan jenis pengetahuan yang paling tinggi
tingkatannya, dan karenanya kajian filsafat harus juga bersifat ilmiah.
2. Bahwa hanya ada satu jenis metode ilmiah yang berlaku secara umum, untuk segala
bidang atau disiplin ilmu, yakni metode penelitian ilmiah yang lazim digunakan dalam
ilmu alam.
3. Bahwa pandangan-pandangan metafisik tidak dapat diterima sebagai ilmu, tetapi
"sekadar" merupakan pseudoscientific.

4
Jadi, kebenaran yang dianut positivisme dalam mencari kebenaran adalah teori
korespondensi.Teori korespondensi menyebutkan bahwa suatu pernyataan adalah benar
jika terdapat fakta-fakta empiris yang mendukung pernyataan tersebut. Atau dengan kata
lain, suatu pernyataan dianggap benar apabila materi yang terkandung dalam pernyataan
tersebut bersesuaian (korespodensi) dengan obyek faktual yang ditunjuk oleh pernyataan
tersebut.
E.  Ciri-Ciri Positivisme
a) Objektif/bebas nilai: dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai mengharuskan subjek
peneliti mengambil jarak dari realitas dengan bersikap bebas nilai. Hanya melalui fakta-
fakta yang teramati-terukur, maka pengetahuan kita tersusun dan menjadi cermin dari
realitas (korespondensi).
b) Fenomenalisme, tesis bahwa realitas terdiri dari impresi-impresi. Ilmu pengetahuan
hanya berbicara tentang realitas berupa impresi-impresi tersebut. Substansi metafisis
yang diandaikan berada di belakang gejala-gejala penampakan ditolak (antimetafisika).
c) Nominalisme, bagi positivisme hanya konsep yang mewakili realitas partikularlah yang
nyata. Contoh: logam dipanaskan memuai, konsep logam dalam pernyataan itu
mengatasi semua bentuk particular logam: besi, kuningan, timah dan lain-lain.
d) Reduksionisme, realitas direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat diamati.
e) Naturalisme, tesis tentang keteraturan peristiwa-peristiwa di alam semesta yang
meniadakan penjelasan supranatural (adikodrati). Alam semesta memilii strukturnya
sendiri dan mengasalkan strukturnya sendiri.
f) Mekanisme, tesis bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip yang
dapat digunakan untuk menjelaskan mesin-mesin (sistem-sistem mekanis). Alam
semesta diibaratkan sebagai a giant clock work.
F.   Tokoh-tokoh Filsafat Positivisme
a) Auguste Comte
Philosophe Isidore Auguste Marie Francois Xavier Comte, yang lebih dikenal dengan
Auguste Comte, adalah seorang filsuf Perancis. Dia adalah pendiri dari disiplin sosiologi
dan doktrin positivisme. Lahir: 19 Januari 1798, Montpellier, Prancis. Meninggal: 5
September 1857, Paris, Prancis. Nama lengkap: Isidore Auguste Marie François Xavier
Comte. Pendidikan: Universitas Montpellier, École Polytechnique.

5
e) John Stuart Mill
Adalah seorang filsuf Inggris, ekonom politik dan pegawai negeri sipil. Dia adalah seorang
kontributor berpengaruh untuk teori sosial, teori politik dan ekonomi politik. Lahir: 20 Mei
1806, Pentonville, London. Meninggal: 8 Mei 1873, Avignon, Prancis. Pasangan: Harriet
Taylor Mill. (M 1851-1858). Pendidikan: University College London. Orangtua: James Mill,
Harriet Burrow.
c) Hippolyte Taine Adolphe Adalah seorang kritikus Perancis dan sejarawan. Dia adalah
pengaruh teoritis kepala naturalisme Perancis, pendukung utama positivisme sosiologis
dan salah satu praktisi pertama kritik historis. Lahir: 21 April 1828, Vouziers, Prancis.
Meninggal: 5 Maret 1893, Paris, Prancis. Pendidikan: École Normale Supérieure.
d)  Émile Durkheim
Sosiologi David Émile Durkheim adalah seorang sosiologi Perancis, psikolog sosial dan
filsuf. Ia secara resmi mendirikan disiplin akademis dan, dengan Karl Marx dan Max
Weber, yang sering dikutip sebagai kepala sekolah. Lahir: 15 April 1858, Épinal, Prancis.
Meninggal: 15 November 1917, Paris, Prancis. Pendidikan: Lycée Louis-le-Grand, École
Normale Supérieure,Universitas Leipzig.
G. Kelebihan dan Kelemahan Filsafat Positivisme
a. Kelebihan Positivisme
1. Positivisme lahir dari faham empirisme dan rasional, sehingga kadar dari faham ini 
jauh lebih tinggi dari pada kedua faham tersebut.
2. Hasil dari rangkaian tahapan yang ada didalamnya, maka akan menghasilkan suatu
pengetahuan yang mana manusia akan mempu menjelaskan realitas kehidupan tidak
secara spekulatif, arbitrary, melainkan konkrit, pasti dan bisa jadi mutlak, teratur dan
valid.
3. Dengan kemajuan dan dengan semangat optimisme, orang akan didorong untuk
bertindak aktif dan kreatif, dalam artian tidak hanya terbatas menghimpun fakta,
tetapijuga meramalkan masa depannya.
4. Positivisme telah mampu mendorong lajunya kemajuan disektor fisik dan teknologi.
5. Positivisme sangat menekankan aspek rasionali-ilmiah, baik pada epistemology
ataupun keyakinan ontologik yang dipergunakan sebagai dasar pemikirannya.

6
b. Kelemahan Positivisme
1. Analisis biologik yang ditransformasikan ke dalam analisis sosial dinilai sebagai akar
terpuruknya nilai-nilai spiritual dan bahkan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini dikarenakan
manusia tereduksi ke dalam pengertian fisik-biologik.
2. Akibat dari ketidakpercayaannya terhadap sesuatu yang tidak dapat diuji
kebenarannya, maka faham ini akan mengakibatkan banyaknya manusia yang nantinya
tidak percaya kepada Tuhan, Malaikat, Setan, surga dan neraka. Padahal yang demikian
itu didalam ajaran Agama adalah benar kebenarannya dan keberadaannya. Hal ini
ditandai pada saat paham positivistik berkembang pada abad ke 19, jumlah orang yang
tidak percaya kepada agama semakin meningkat.
3. Manusia akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga manusia tidak dapat
merasa bahagia dan kesenangan itu tidak ada. Karena dalam positivistic semua hal itu
dinafikan.
4. Hanya berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak dapat
menemukan pengetahuan yang valid.
5. Positivisme pada kenyataannya menitik beratkan pada sesuatu yang nampak yang
dapat dijadikan obyek kajiaannya, di mana hal tersebut adalah bergantung kepada panca
indera. Padahal perlu diketahui bahwa panca indera manusia adalah terbatas dan tidak
sempurna. Sehingga kajiannya terbatas pada hal-hal yang nampak saja, padahal banyak
hal yang tidak nampak dapat dijadikan bahan kajian.
6. Hukum tiga tahap yang diperkenalkan Comte mengesankan dia sebagai teorisi yang
optimis, tetapi juga terkesan lincar seakan setiap tahapan sejarah evolusi merupakan
batu pijakan untuk mencapai tahapan berikutnya, untuk kemudian bermuara pada puncak
yang digambarkan sebagai masyarakat positivistic.

BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN

Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-
satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan
metafisika. Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai
kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan
empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi
pengetahuan. Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang menyakini bahwa
satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman
aktualfisikal.
Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui
metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari. Positivisme,
dalam pengertian di atas dan sebagai pendekatan telah dikenal sejak Yunani Kuno.
Terminologi positivisme dicetuskan pada pertengahan abad ke-19 oleh salah satu pendiri
ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte. Comte percaya bahwa dalam alam pikiran manusia
melewati tiga tahapan historis yaitu teologi, metafisik, dan ilmiah. Tokoh-tokoh yang
menganut paham positivisme : Auguste Comte (1798–1857), John Stuart Mill ( 1806 –
1873 ), H. Taine (1828–1893), Emile Durkheim (1852–1917).
B. SARAN
Penulis menyadari lemahnya pemahaman akan materi yang diberikan oleh dosen
pembimbing. Tetapi hal itu tidak menyurutkan keinginan kami untuk lebih maksimal dalam
mengolah dan memperkaya isi makalah kami ini. Oleh sebab itu kami meminta dengan
setulus hati kepada para pembaca yang budiman agar memberikan kirtik saran yang
membangun supaya dengan kritik tersebut dapat membuat kami menyadari kesalahan
dan dapat memeprbaiki kesalahan itu di makalah-makalah selanjutnya. Saran penulis
agar lebih memahami isi makalah kami. Kami minta pembaca yang budiman membaca
dengan seksama isi makalah kami ini. Salam dan  Hormat  dari penulis.

8
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, beni saebani, filsafat ilmu, pustaka setia, 2009
Adian, Donni Gahral, Pilar-Pilar Filsafat Kontemporer, Jalasutra, 2002
Bagus, Lorens, Kamus filsafat, Gramedia Pustaka Utama, 2005
Baqir, muhammad,  falsafatuna, mizan, 2014
Tafsir, ahmad,  filsafat ilmu, rosda karya, 2013
Sofyan, ayi, kapita selekta filsafat, pustaka setia, 2010

Anda mungkin juga menyukai