Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TAFSIR AYAT-AYAT EKONOMI

“ WADI’AH ”

Dosen Pembimbing : Drs. H. Abdul Manan Syafi’, MA, Ph.D

Oleh Kelompok 2 :

Rosa Afriani Nasution Nim (2020.161.225)

Sabila Aulia Nim (2020.161.226)

PRODI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini guna
memenuhi salah satu tugas matakuliah Tafsir Ayat-ayat Ekonomi  dengan judul “ WADI’AH ”.

Atas dorongan serta bimbingan yang kami terima sehingga makalah ini dapat tersusun
dengan baik tanpa ada kesulitan yang berarti. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih
kepada yang terhormat bapak Drs. H. Abdul manan syafi’, MA, Ph.D dan semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Dan dalam penyusunan makalah ini kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dan
kekeliruan, maka dari itu kami mengarapkan kritikan positif sehingga bisa diperbaiki dengan
baik. semoga makalah ini menjadi amalan kami dan bermanfaat khususnya bagi kami dan
umumnya bagi seluruh pembaca. Amin Yaa Rabbal’Alamin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Muara Bulian,

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………2
C. Tujuan ………………………………………………………………………………………2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Wadi’ah dan Dasar Hukumnya……………………………………………..3


B. Syarat dan Rukun Wadi’ah……………………………………………………………….4
C. Macam-macam Wadi’ah………………………………………………………………….5
D. Hukum Menerima Benda titipan (Wadi’ah)……………………………………………..6
E. Wadi’ah yad-amanah dapat berubah menjadi Wadi’ah yad-damannah…………….7
F. Produk-produk Wadi’ah dalam Perbankan Syariah ……………………………………8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………9
B. Saran………………………………………………………………………………………..9

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyaknya fenomena yang ada sekitar kita dimana salah satunya yang akan kami bahas
dalam makalah ini, yaitu penitipan barang (wadi’ah). bermunculannya lembaga-lembaga
penitipan barang dapat sedikit membantu ketika seorang ingin menitipkan barangnya dalam
waktu yang cukup lama, Namun dengan sedikit mengeluarkan biaya tentunya.
Hal ini yang sering dilalaikan oleh seorang yang diberikan amanah, menganggap barang
yang dititipkan tersebut adalah barang yang bisa dipakainya juga. Ternyata tidak seperti itu,
seorang yang diberikan amanah hanya berhak menjaga barang yang di titipkan kepadanya.
dan ketika si penitip memperbolehkannya atau memberikan izin memakai barang yang
dititipkan tersebut.
Barulah seorang yang diberikan amanah tersebut memakainya dengan ketentuan selalu
menjaga, memperbaiki ketika terjadi kerusakan, dan mengatakan dengan sebenarnya
kepada si penitip ketika barang akan diserahkan kembali kepada si penitip. Jangan sekali-
kali mengharap apapun, baik upah menjaga, dan upah-upah lainnya kepada si penitip dan
menjagalah dengan baik dan ikhlas. Karena belum tentu serang yang menitipkannya
tersebut orang yang memiliki cukup uang untuk mengganti jasa tersebut. dan kepada
seorang yang menitipkan barang kepada orang lain hendaklah sadar akan jasa orang yang
rela riberikan amanah tersebut.
Oleh karena itu, fenomena yang demikian perlulah diperhatikan oleh seorang yang
diberikan amanah dan pemberi amanah. Mempelajari apa yang harus di kerjakan ketika
seorang diberikan atau memberikan barang titipan(wadi’ah) kepada orang lain. Selain itu
wadi’ah juga merupakan salah satu produk yang umumnya ada pada bank-bank syariah,
maka oleh karenanya perlu dicermati bagaimana mekanisme wadi’ah di lembaga-lembaga
keuangan yang ada sekarang.

1
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian wadi’ah dan dasar hukumnya?
b. Apakah syarat dan rukun wadi’ah?
c. Berapakah macam-macam wadi’ah?
d. Apakah hukum Menerima Benda titipan (wadi’ah)?
e. Apakah wadi’ah yad-amanah dapat berubah menjadi wadi’ah yad-damannah?
f. Bagaimana produk-produk wadi’ah dalam perbankan syariah ?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian wadi’ah dan dasar hukumnya
b. Untuk mengetahui syarat dan rukun wadi’ah
c. Untuk mengetahui macam-macam wadi’ah
d. Untuk mengetahui hukum menerima benda titipan (wadi’ah)
e. Untuk mengetahui perubahan wadi’ah yad-amanah menjadi wadi’ah yad-dhamanah
f. Untuk mengetahuai produk-produk wadi’ah dalam perbankan syariah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wadi’ah dan Dasar Hukumnya


Pengertian Wadiah
Secara Etimologi wadi’ah ( ‫ )الودعة‬berartikan titipan (amanah). Kata Al-wadi’ah berasal dari
kata wada’a (wada’a – yada’u – wad’aan) juga berarti membiarkan atau meninggalkan
sesuatu. Sehingga secara sederhana wadi’ah adalah sesuatu yang dititipkan.
Secara terminology, Dalam literatur fiqh para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikannya,
disebabkan perbedaan mereka dalam beberapa hukum yang berkenaan dengan wadi’ah
tersebut yaitu perbedaan mereka dalam pemberian upah bagi pihak penerima titipan,
transaksi ini dikatagorikan taukil atau sekedar menitip, barang titipan tersebut harus berupa
harta atau tidak.
Secara terminologi wadi’ah menurut mazhab hanafi, maliki dan hambali. Ada dua definisi
wadi’ah yang dikemukakan ulama fiqh :
Ulama Hanafiyah :

“mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta, (baik dengan ungkapan yang jelas,
melalui tindakan, maupun melalui isyarat)”
Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah (Jumhur Ulama) :

“mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu”
Secara harfiah, Al wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak kepihak yang
lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si
penitip menghendakinya.
Sementara itu menurut Menurut UU No 21 Tentang Perbankan Syariah yang dimaksud
dengan “Akad wadi’ah” adalah Akad penitipan barang atau uang antara pihak yang
mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk
menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang.

3
Dasar Hukum Wadi’ah

Sebagai landasannya firman allah di dalam al-quran surah an-nisa : 58

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”.

Landasan Hukum dari Hadist


Hadist riwayat Abu Dawud dan Al Tirmidzi
“ Tunaikanlah amanat itu kepada orang yang
memberi amanat kepadamu dan jangnlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu”.
B. Syarat dan Rukun Wadi’ah
 Syarat-syarat Akad Wadi’ah
1. Orang yang berakad
Orang yang berakad hendaklah orang yang sehat (tidak gila) diantaranya yaitu:
a. Baligh
b. Berakal
c. Kemauan sendiri, tidak dipaksa
Dalam mazhab Hanafi baliqh dan berakal tidak dijadikan syarat dari orang yang sedang
berakad, jadi anak kecil yang dizinkan oleh walinya boleh untuk melakukan akad wadi’ah
ini.

4
2. Barang titipan
Syarat syarat benda yang dititipkan
Benda yang dititipkan diisyaratkan harus benda yang bisa disimpan. Apabila benda
tersebut tidak bisa disimpan, seperti burung diudara atau benda yang jatuh kedalam air,
maka wadiah tidak sah apabila hilang, sehingga tidak wajib diganti. Syarat ini
dikemukakan oleh ulama-ulama hanafiah.
Syafi’iah dan hanabilah mensyaratkan benda yang dititipkan harus benda yang
mempunyai nilai atau qimah dan dipandang sebagai maal, walaupun najis. Seperti
anjing yang bisa dimanfaatkan untuk berburu atau menjaga keamanan. Apabila benda
tersebut tidak memiliki nilai, seperti anjing yang tidak ada manfaatnya, maka wadi’ah
tidak sah.
Sighah (akad)
Syarat sighah yaitu kedua belah pihak melafazkan akad yaitu orang yang menitipkan
(mudi’) dan orang yang diberi titipan (wadi’). Dalam perbankan biasanya ditandai dengan
penanda tanganan surat/buku tanda bukti penyimpanan.
 Rukun Wadi’ah
Menurut Hanafiah, rukun wadi’ah hanya satu, yaitu ijab dan qabul. Sedangkan menurut
jumhur ulama, rukun wadi’ah itu ada tiga yaitu :
a.Orang yang menitipkan (mudi’ataumuwaddi’)
b. Orang yang menerima titipan (muda’ ataumustawda’)
c. Ijab qabul (sighat)
C. Macam-macam Wadi’ah
a. Wadi’ah yad-amanah
Para ulama ahli fiqh mengatakan bahwa akad wadi’ah bersifat mengikat kedua belah
pihak. Akan tetapi, apakah orang yang tanggung jawab memelihara barang itu bersifat ganti
rugi (dhamaan = ‫)الضمان‬.
Ulama fiqh sepakat, bahwa status wadi’ah bersifat amanat, bukan dhamaan, sehingga
semua kerusakan penitipan tidak menjadi tangggung jawab pihak yang menitipi, berbeda
sekiranya kerusakan itu disengaja oleh orang yang dititipi, sebagai alasannya adalah sabda
Rasulullah:

5
(‫ليس على المسودع غير المغل ضمان (رواه البيهقى و الدار قطنى‬
“orang yang dititipi barang, apabila tidak melakukan pengkhianatan tidak dikenakan ganti
rugi.” (HR. Baihaqi dan Daru-Quthni)
Dalam riwayat lain dikatakan:
‫)قطنيى الداررواه) مؤتمن على الضمان‬

“tidak ada ganti rugi terhadap orang yang dipercaya memegang amanat.”(HR.Daru-Quthni”).
Dengan demikian, apabila dalam akad wadi’ah ada disyaratkan untuk ganti rugi atas orang
yang dititipi maka akad itu dianggap tidak sah. dan orang yang dititipi pun juga harus
menjaga amanat dengan baik dan tidak menuntut upah (jasa) dari orang yang menitipkan.
b. Wadi’ah yad-dhamanah
Akad ini bersifat memberikan kebebasan kepada pihak penerima titipan dengan atau
tanpa seizin pemilik barang dapat memanfaatkan barang dan bertanggung jawab terhadap
kehilangan atau kerusakan pada barang yang dinggunakannya.
D. Hukum Menerima Benda Titipan (Wadi’ah)
1. Sunnah, bagi orang yang percaya kepada dirinya bahwa dia sanggup menjaga titipan
yang diseerahkan kepadanya.
2. Mubah, hukum menerima benda titipan dapat berhukum mubah (boleh) jika seorang
mengatakan kepada si penitip bahwa dirinya khawatir akan berkhianat namun si pentitip
yakin dan tetap mempercayai bahwa orang tersebut dapat diberikan amanah.
3. Haram, apabila dia tidak kuasa atau tidak sanggup menjaga barang yang dititipkan
sebagaiman mestinya, karena seolah-olah ia membukakan pintu untuk kerusakan atau
lenyapnya barang yang dititipkan itu.
4. Wajib, hukum menerima benda titipan dapat berhukum wajib jika tidak ada orang jujur
dan layak selain dirinya.
5. Makruh, yaitu bagi orang yang dapat menjaganya, tetapi ia tidak percaya kepada dirinya
boleh jadi kemudian hari hal itu akan menyebabkan dia berkhianat terhadap barang
yang dititipkan kepadanya.

6
E. Wadi’ah yad-amanah dapat berubah menjadi Wadi’ah yad-damannah
Kemungkinan perubahan sifat amanat berubah menjadi wadi’ah yang bersifat dhamanah
(ganti rugi). Yaitu kemungkinan-kemungkinan tersebut adalah:
1. Barang itu tidak dipelihara oleh orang yang dititipi. Dengan demikian halnya apabila ada
orang lain yang akan merusaknya, tetapi dia tidak mempertahankannya, sedangkan dia
mampu mengatasi (mencegahnya).
2. Barang titipan itu dimanfaatkan oleh orang yang dititipi, kemudian barang itu rusak atau
hilang. Sedangkan barang titipan  seharusnya dipelihara, bukan dimanfaatkan.
3. Orang yang dititipi mengingkari ada barang titipan kepadanya. Oleh sebab itu,
sebaiknya dalam akad wadi’ah disebutkan jenis varangnya dan jumlahnya ataupun sifat-
sifat lain, sehingga apabila terjadi keingkaran dapat ditunjukkan buktinya.
4. Orang yang menerima titipan barang itu, mencampuradukkan dengan bangan
pribadinyam sehingga sekiranya ada yang rusak atau  hilang, maka sukar untuk
menentukannya, apakah barangnya sendiri yang rusak (hilang) atau barnag titipan itu.
5. Orang yang menerima titipan itu tidak menepati syarat-syarat yang dikemukakan oleh
penitip barang itu, seperti tempat penyimpanan dan syarat-syarat lainnya.
F. Produk-produk Wadi’ah dalam Perbankan Syariah
Seperti apa yang  telah dijelaskan sebelumnya, bahwa akad wadi’ah ada dua, yaitu wadi’ah
yad al-amanah dan wadi’ah yad adh-dhamanah. Tentunya praktik wadi’ah dalam perbankan
syariah haruslah terlepas dari unsur-unsur riba (bunga). Pada awalnya, wadi’ah muncul
dalam bentuk yad al-amanah “tangan amanah” yang kemudian dalam perkembangannya
memunculkan yad adh-dhamanah “tangan penanggung”. Akad wadi’ah yad dhamanah ini
akhirnya banyak dipergunakan dalam produk-produk perbankan.
1. Jenis/produk wadi’ah yad adh-dhamanah:
a. Tabungan Wadi’ah
Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada bank
syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya. Disisi lain,
bank juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil penggunaan atau pemanfaatan
dana atau barang tersebut. Ketentuan umum tabungan wadi’ah sebagai berikut:
7

- Tabungan wadi’ah merupakan tabungan yang bersifat titipan murni yang harus dijaga
dan dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik harta.
- Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi milik
atau tanggungan bank, sedangkan nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan tidak
menanggung kerugian.
- Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai sebuah insentif
selama tidak diperjanjikan dalam akad pembukaan rekening.
b. Giro Wadi’ah
Dalam hal ini bank syariah menggunakan prinsip wadi’ah yad dhomanah. Dengan prinsip
ini bank sebagai custodian harus menjamin pembayaran kembali nominal simpanan
wadi’ah. Dana tersebut dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dan bank
berhak atas pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan harta titipan tersebut
dalamkegiatan kegiatan komersial. Namun demikian bank, atas kehendaknya sendiri,
dapat memberikan imbalan berupa bonus (hibah) kepada pemilik dana (pemegang
rekening wadi’ah). Yang dimaksud dengan giro wadi’ah adalah giro yang dijalankan
berdasarkan akad wadi’ah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika
pemiliknya menghendaki. Ketentuan umum giro wadi’ah sebagai berikut:
- Dana wadi’ah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dengan syarat bank
harus menjamin pembayaran kembali nominal dana wadi’ah tersebut.
- Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung
bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian.
- Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif
untuk menarik dana masyarakat tapi tidak boleh diperjanjikan dimuka.
- Pemilik dana wadi’ah dapat menarik kembali dananya sewaktu-waktu (on call), baik
sebagian atau seluruhnya.
2. Jenis/Produk Wadi’ah Yad  Al-Amanah
Bank menerima titipan amanah (trustee account) berupa dana infaq, shadaqah, dan
zakat, karena bank dapat menjadi perpanjangan tangan dalam baitul mal dalam
menyimpan dan menyalurkan dana umat agar dapat bermanfaat secara optimal.
8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Yang dimaksud wadiah secara istilah dapat dikatakan akad dalam hal penitipan barang.
2. Rukun wadiah yaitu, orang yang berakad, barang titipan, sighat ijab dan kobul,
sedangkan syarat wadiah diantaranya yaitu: baligh, berakal, kemauan diri sendiri
3. Ada dua macam wadiah yaitu wadiah yad-Amanah dan Wadiah yad-Damanah
4. Hukum menerima benda titipan dapat berubah menjadi lima hukum yakni, wajib, sunah,
makruh, haram, dan  mubah
5. Wadiah yad-Amanah dapat berubah menjadi wadiah yad-Dhamanah dengan sebab
diantaranya yaitu Orang yang menerima titipan itu tidak menepati syarat-syarat yang
dikemukakan oleh penitip barang itu, seperti tempat penyimpanan dan syarat-syarat
lainnya.
6. Produk perbankan syariah yang berprinsip pada wadi’ah ada dua yaitu : tabungan
wadi’ah dan giro wadi’ah
B. Saran
Dengan segala keterbatasan ilmu dan sumber-sumber yang kami pelajari, kami dari tim
penyusun mengakui bayaknya kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penyusunan
makalah ini. Karenanya mohon maaf dengan kerendahan hati senantiasa kami harapkan
kritik dan saran dari para rekan mahasiswa, dan dosen guna menunjang perkembangan
pembuatan makalah kami kedepan.
9
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Amin, Hasan, Al-wadi’ah al-mashrifiyah an-naqdiyah wa istitssmariha fi al-islam,
Jeddah : Dar asy-syuruq, 1983
Abdurrahan al-jaziri, Kitab Al fiqh `ala Al-madzahib Al arba`ah juz 3,  Beirut ; Dar al Fikr, 1992
Ahmad Mahmud, Economics of Islam, Delhi : Jayyed Press , 1980
Ali Hasan M. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Mu’amalat). Jakarta : Rajawali
Pers, 2003
Chapra Umer, Sistem Moneter Islam,  Jakarta : Gema Insani, 2000
Haroen Nasrun, Fiqh Muamalah , Jakarta:Gaya Media Pratama, 2007
Hulwati, Ekonomi Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2006
Ibnu Abidin, Hasyisah Radd Al-mukhtar, Beirut : Dar al-Fikr, 1992
Karim Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqih Dan Keuangan , Jakarta :  Raja Grafindo Persada
2006
Islamic Banking 3rd Edition, Jakarta : Rajawali Press, 2007
Karnaen, dan Syafi’I Antonio, Apa Dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf,
1992
Kettel Brian, Islamic Bank  in a Nutshell : A Guide For Non-Specialists, United Kingdom : Jhon
Wiley & Sons Ltd, 2010
Rasjid Sulaiman , Fiqh Islam , Bandung : Sinar Baru, 1994
Timm Holger, The Cultural and Demographic aspects of the Islamic Financial System and The
Potential for Islamic Financial Product in German Market, Norderstedt German : GRIN           
Verlag, 2004
www.bi.go.id/NR/rdonlyres/248300B4.../UU_21_08_Syariah.pdf , diakses tanggal 4 april 2013
www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=149:fatwa-dsn-mui-no-02dsn-
muiiv2000-tentang-t-a-b-u-n-g-a-n-&catid=57:fatwa-dsn-mui, diakses tanggal 4 april 2013
Yunus Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Hidayakarya Agung; Jakarta, 2005

Anda mungkin juga menyukai