Dosen pengampu:
Disusun oleh:
Chindy Halimatus Sa’diah
402019318111
Ratmawati
402019318101
Khania
FAKULTAS SYARIAH
2020 M/ 1441 H
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, Karena berkat Rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya, akhirnya penulisan makalah yang berjudul “Waqif dan Wazir dan
Kewajibanya” ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat beserta salam Kami
peruntukkan bagi Nabi Muhammad SAW, yang telah menuntun dan memberikan
keteladanan kepada umat manusia tentang bagaimana cara menempuh dan
mengarungi hidup ini dengan baik dan benar sesuai dengan yang dikehendaki oleh
Allah SWT.
Dengan penyusunan makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi Para Pembaca
khususnya bagi Para Mahasiswi untuk menambah wawasan dalam perkuliahan serta
Para Pembaca lebih mengetahui dan memahami tentang Waqif dan Wazir dan
Kewajibanya.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
BAB I
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN MASALAH
BAB II
BAB III
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah.
C. Tujuan Maslah.
1
M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI Press, 1988, hlm. 91
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Waqaf
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian wakaf dalam syari’at Islam kalau
dilihat dari perbuatan orang yang mewakafkan, wakaf ialah suatu perbuatan hukum
dari seseorang yang dengan sengaja memisahkan/ mengeluarkan harta bendanya
untuk digunakan manfaatnya bagi keperluan di jalan Allah/ dalam jalan kebaikan.
Dari beberapa pengertian wakaf di atas, kiranya dapat ditarik cakupan bahwa
wakaf meliputi:
b. Harta benda tersebut bersifat kekal dzatnya atau tidak habis apabila dipakai.
d. Manfaat dari harta benda tersebut untuk kepentingan umum sesuai dengan ajaran
Islam2
A) Waqif.
Waqif adalah orang yang menyumbangkan hartanya untuk waqaf, menurut para
ulama waqif sendiri merupakan salah satu rukun wajib atas terjadinya waqaf, jika
tidak ada waqif maka tidak ada waqaf. Maka dari itu waqif sangat berperan penting
2
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 491.
terhadap berlangsungnya waqaf, sedangkan syarat syarat menjadi waqif adalah
sebagai berikut:
Syarat syaratnya
Jika waqif tidak memenuhi syarat diatas maka pewaqafan dianggap tidak sah, atau
tidak diterima waqafnya. Karena harta dan orang yang mewaqafkan harus jelas dari
mana asalnya dan bagaimana orang itu mendapatkan hartanyanya tersebut.
B ) Nadzir.
Kata Nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja Nadzira – yandzaru yang
berarti “menjaga” dan “mengurus”.3 Di dalam kamus Arab Indonesia disebutkan
bahwa kata Nadzir berarti; “yang melihat”, “pemeriksa”. 4 Dengan demikian kata ini
mempunyai arti “pihak yang melakukan pemeriksaan atau pihak yang memeriksa
suatu obyek atau sesuatu hal yang berkaitan dengan obyek yang ada dalam
pemeriksaannya itu.
Dalam terminologi fiqh, yang dimaksud dengan Nadzir adalah orang yang
diserahi kekuasaan dan kewajiban untuk mengurus dan memelihara harta wakaf.5 Jadi
pengertian Nadzir menurut istilah adalah orang atau badan yang memegang amanat
untuk memelihara dan mengurus harta wakaf dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
wujud dan tujuan harta wakaf.6
3
Taufiq Hamami, Perwakafan Tanah dalam Politik Hukum Agraria Nasional, Jakarta: Tatanusa, 2003,
hlm. 97
4
Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir
al-Qur’an, 1973, hlm. 457
5
Ibnu Syihab al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, Juz IV, Beirut: Daar al-Kitab al Alamiyah, 1996, hlm. 610
6
M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI Press, 1988, hlm. 91
Selain kata Nadzir, dalam hukum Islam juga dikenal istilah mutawalli. Mutawalli
merupakan sinonim dari kata Nadzir yang mempunyai makna yang sama yakni orang
yang diberi kuasa dan kewajiban untuk mengurus harta waqaf.7
Meskipun Nadzir adalah salah satu unsur pembentuk wakaf, namun Al-Qur’an
tidak menyebutkan dengan jelas mengenai Nadzir, bahkan untuk wakaf sendiri Al-
Qur’an tidak menerangkan secara jelas dan terperinci. Tetapi ada beberapa ayat Al-
Qur’an yang memerintahkan agar manusia berbuat baik untuk kebaikan masyarakat.
Ayat-ayat ini dipandang oleh para ahli hukum bisa dijadikan landasan atau dasar
hukum perwakafan. Ayat-ayat Al-Qur’an tersebut antara lain; Surat Al-Baqarah ayat
267.
Yang Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Al-Baqarah ayat 267)8
"Telah mengkabarkan kepada kami Quthaibah bin Said, telah mengabarkan kepada
kita Muhammad bin Abdullah al-Anshori, telah mengabarkan kepada kita Ibnu ‘Auni,
beliau berkata: telah bercerita kepadaku Nafi’ dari Ibnu Umar r.a. bahwasannya
Umar Ibnu Khattab mendapat bagian sebidang kebun di Khaibar, lalu ia datang
kepda Nabi SAW untuk meminta nasihat tentang harta itu, ia berkata : “Ya
Rasulullah, sesungguhnya aku telah mendapat sebidang tanah di Khaibar yang aku
belum pernah memperoleh tanah seperti itu, apa nasehat Engkau kepadaku tentang
tanah itu ?”. Rasulullah SAW menjawab : “Jika engkau mau, wakafkanlah tanah itu
dan bersedekahlah dengan hasilnya. Berkata Ibnu Umar :Maka Umar mewakafkan
harta itu dengan arti bahwa tanah itu tidak boleh lagi dijual, dihibahkan dan
7
Abdir Rauf, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, hlm. 147
8
Ibid., hlm. 91
diwariskan. Ia menyedekekahkan hasil harta itu kepada yang fakir, kepada kerabat,
untuk memerdekakan budak, pada jalan Allah, orang yang terlantar dan tamu. Tidak
ada dosa bagi orangorang yang mengurusnya (nadzir) memakan harta itu secara
patut atau memberi asal tidak bermaksud mencari kekayaan”. (H.R. Bukhori)".9
Syarat syaratnya.
9
Al Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughiroh, Shahih Bukhori Juz II,
Darul Fikr, 2005, hlm. 124.
10
Ibid. hlm. 499