Anda di halaman 1dari 14

YURISPRUDENSI TENTANG WARIS

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fatwa Dan Yurisprudensi

Dosen Pengampu:
H. BAGUS AHMADI, S. Pd.I., M. Sy

Disusun oleh:
1. Muhamad Zjakariya Prastiya 12102193004
2. Andik Nuzulul Rizqi 12102193025

SEMESTER 6
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
MEI 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT, atas segala rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “YURISPRUDENSI TENTANG MUNAKAHAT”. Dengan hadirnya
makalah ini diharapkan dapat memberi informasi baru bagi para pembaca,
khususnya mahasiswa pogram Hukum Keluarga Islam (HKI).
Sholawat dan salam tetap terhaturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari
semua pihak mungkin makalah ini tidak dapat terlaksana. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag selaku Rektor UIN SATU
TULUNGAGUNG yang telah memberi kesempatan untuk penulis dapat
menempuh pendidikan di UIN SATU TULUNGAGUNG.
2. Bapak Dr. H. Nur Efendi, M.Ag selaku Dekan FASIH.
3. Ibu Dr. Rohmawati, M.A Selaku Kajur Hukum Keluarga Islam.
4. Bapak H. Bagus Ahmadi, S. Pd.I., M. Sy selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah
Fatwa dan Yurisprudensi yang telah memberikan bimbingan dan mengarahkan
penulis dalam pembuatan makalah ini, sehingga penulis dapat membuat
makalah ini dengan cara yang baik dan benar.
5. Teman-teman se-angkatan jurusan Hukum Keluarga Islam yang telah
memberikan dukungan dan motivasinya kepada penulis.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan makalah ini. karena keterbatasan kemempuan dan pengetahuan dalam
diri penulis, mohon kritik dan saran. Semoga makalah ini dapat bermanafaat bagi
semua.

Tulungagung, 07 Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................iii
A. Latar Belakang............................................................................................iii
B. Rumusan Makalah.......................................................................................iii
C. Tujuan Penulisan Makalah..........................................................................iv
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Dari Wakaf................................................................................1
B. Syarat-syarat Wakaf....................................................................................1
C. Macam-macam Wakaf................................................................................3
D. Yurisprudensi Tentang Wakaf.....................................................................4
BAB III PENUTUP
Kesimpulan......................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wakaf sebagai suatu lembaga keagamaan disamping berfungsi
sebagai ibadah kepada Allah juga berfungsi sosial. Praktik wakaf yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan dengan
tertib dan efisien, sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak
terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ketangan pihak
ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, tidak hanya
kelalaian atau ketidakmampuan dalam mengelola dan mengembangkan
harta benda wakaf tetapi karena juga sikap masyarakat yang kurang peduli
atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya
dilindungi demi untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi,
dan peruntukan wakaf.
Peraturan pemerintah republik indonesia Nomor 28 tahun 1977
tentang perwakafan tanah milik menyebutkan bahwa sesuai dengan
ketentuan pasal 14 ayat (1) huruf b dan pasal 49 ayat (3) Undang-undang
Nomor 5 TAHUN 1960, maka dipandang perlu untik mengatur tata cara
dan pendaftaran perwakafan tanah milikm dengan peraturan pemerintah.
Pengaturan wakaf lebih lanjut diatur dalam undang-undang nomor
41 tahun 2004 tentang wakaf dalam undang-undang tersebut ditegaskan
bahwa perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta
ikrar wakaf dan di daftrakan serta diumuman. Adapun peraturan
pelaksanaan dari undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tenatng wakaf
adalah peraturan pemerintah republik indonesia nomor 42 tahun 2006
tentang pelaksanaan undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari wakaf
2. Apa saja syarat-syarat wakaf
3. Apa saja macam-macam wakaf
4. Apa itu yurisprudensi tentang wakaf

iii
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari wakaf
2. Untuk mengetahui syarat-syarat wakaf
3. Untuk mengetahui macam-macam wakaf
4. Untuk mengetahui yurisprudensi tentang wakaf

iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakaf
Dalam bahasa Arab terdapat tiga kata-kata yang mempunyai makna yang
sama yang berarti menahan.1 Mayoritas ahli fiqih (pendukung mazhab Hanafi,
syafii dan Hambali) merumuskan pengertiannya menurut syara ialah sebagai
berikut yang artinya.2
“Penahanan (pencegahan) harta yang mungkin dimanfaatkan, tanpa lenyap
bendanya, dengan cara tidak melakukan tindakan pada bendanya, disalurkan
kepada yang mubah (tidak terlarang) dan ada”.
Pengertian wakaf di atas mengemukakan beberapa ciri khas wakaf yaitu:
(1) Penahanan (pencegahan) dari menjadi milik dan obyek yang dimilikkan.
Penahanan berarti ada yang menahan yaitu Wakif dan tujuannya yaitu mauquf
‘alaihi (penerima wakaf). (2) Harta, menjelaskan bahwa yang diwakafkan adalah
harta. (3) Yang mungkin dimanfaatkan, tanpa lenyap bendanya, menjelaskan
syarat harta yang diwakafkan. (4) Dengan cara tidak melakukan tindakan pada
bendanya, menjelaskan bahwa harta wakaf tidak dijual, dihibahkan dan
diwariskan. (5) Disalurkan kepada yang mubah dan ada, menjelaskan bahwa hasil
wakaf itu disalurkan kepada yang tidak dilarang oleh Islam. Sedangkan,
menyalurkannya kepada yang haram adalah haram. Dari defenisi di atas, para
fuqaha silang pendapat tentang kepemilikan barang yang telah diwakafkan
tersebut, apakah mauquf tersebut tetap milik wakif, atau berpindah tangan kepada
mauquf alaih, atau justru menjadi milik Allah Swt. Ulama Syafi’iyah dan
pengikut dari Abu Hanifah berpendapat bahwa harta wakaf tersebut menjadi milik
Allah Swt. Imam Abu Hanifah dan madzhab Malikiyah, harta wakaf adalah tetap
milik wakif. Sedangkan, madzhab Hanbali, harta wakaf milik mauquf alaih

B. Syarat-Syarat Wakaf

1
. Muhammad AI-Khathib, Al-lqna’, (Beirut: Dar AI-Ma’rifah), I hal. 26, Dr. Wahbah
AzZuhali, At Fiqhu Al Islami Wa Adillatuhu (Damaskus : Dar Al Fikri Al Mu’ashir), X hal. 7599.
2
. Abd. Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Mu’amalat, (Cairo: Maktabah al-Risalah adDauliyah,
Fak. Syari’ah Islamiah Univ. al-Azhar, Cairo-Mesir, 1998), h. 208. Asy-Syarbiny, Mughni AI-Muhtaj,
(Kairo : Musthafa Al-Halaby), Juz. 10, h. 87.

1
Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Rukun
wakaf ada 4, yaitu3: Pertama, Wakif (pemberi wakaf). Seorang wakif disyaratkan
orang yang mampu untuk melakukan transaksi, diantaranya usia balig, berakal
dan tidak dalam keadaan terpaksa. Dalam fiqh Islam dikenal balig dan rasyid.
Balig lebih dominan kepada factor usia, sedangkan rasyid dititik beratkan pada
kematangan pertimbangan akal. Oleh karena itu, dipandang tepat bila dalam
bertransaksi disyaratkan bersifat rasyid.4 Berdasar pada syarat-syarat di atas,
diperbolehkan pula wakaf dari seorang kafir, karena sifat wakaf sendiri masuk
kategori bukan ibadah mahdha, dan ini beda dengan dengan ibadah nadzar. 5
Sebaliknya, tidak dibenarkan wakaf dari seorang anak-anak di bawah usia, orang
gila, serta orang yang dipaksa. Kedua, Mauquf (yang diwakafkan). Harta yang
diwakafkan me rupakan barang yang jelas wujudnya, milik orang yang
mewakafkan, serta manfaatnya yang bertahan lama untuk digunakan. Oleh sebab
itu, tidak dibenarkan wakaf yang wujudnya manfaat, karena bentuk wakaf sendiri
adalah barang. Dibolehkan juga wakaf harta rampasan, karena barang tersebut
menjadi milik yang mengambilnya. Sama halnya dengan wakaf orang buta,
karena dalam wakaf tidak ada syarat mampu melihat. Harta wakaf dapat pula
berupa uang modal, misalnya saham pada perusahaan, dan berupa apa saja. Yang
terpenting dari pada harta yang berupa modal ialah dapat dikelola dengan
sedemikian rupa sehingga mendatangkan kemaslahatan dan keuntungan. Ketiga
Mauquf ‘alaihi (yang diberi wakaf). Pada syarat berikut, terbagi kepada dua
bagian. Yaitu tertentu dan tidak tertentu. Mauquf alaih tertentu bias jadi
dimaksudkan kepada satu orang, dua orang atau lebih dalam jumlah yang telah
ditetapkan. Yang jelas, memiliki kemampuan untuk memiliki pada saat terjadinya
prosesi wakaf. Oleh karena itu, tidak dibenarkan memberi wakaf kepada orang
yang tidak jelas sosoknya. Misalnya, akan mewakafkan kepada calon anaknya,
padahal dia sendiri belum memiliki anak. Atau kepada anaknya yang miskin, tapi
tak seorang pun anaknya yang miskin. Tidak dibenarkan juga berwakaf kepada
orang gila, binatang, burungburung kecuali burung merpati yang banyak dijumpai

3
. Abd. Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Mu’amalat, h. 210. Nawawi, Ar-Raudhah, (Beirut:
Dar AI-Kutub AI-’llmiah ), IV hal. 377, Asy- Syarbini, Mughni At Muhtaj (Kairo : Musthafa Halabi), II
hal. 376
4
. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat, (Jakarta: PT. Raja Granfindo Persada, 2007), 243.
5
. Abd. Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Mu’amalat, h. 211.

2
disekitar Masjid Haram Mekah6, atau wakaf buat diri sendiri. Yang kedua adalah
ditujukan kepada masyarakat umum. Hal ini didasarkan kepada aspek berbuat
baik untuk menggapai pahala dan ridha Allah, sebagaimana wakaf yang secara
umum dapat kita saksikan. Keempat, highah wakaf (pernyataan pemberian wakaf
dan pe nerimaannya). Syarat-syarat sighat wakaf ialah wakaf disighatkan, baik
lisan, tulis an maupun dengan isyarat. Wakaf dipandang telah terjadi apabila ada
pernyataan wakif (ijab) dan Kabul dari mauquf alaih tidaklah di perluk an. Isyarat
hanya diperlukan bagi wakif yang tidak mampu dengan cara lisan atau tulisan.
Semua ahli fiqh sepakat memandang semuanya harus terwujud dalam setiap
wakaf. Namun mazhab Hanafi menilai hanya Shighah (pernyataan pemberian
wakaf) saja yang menjadi rukun wakaf. Sedangkan jumhur (mayoritas) ahli fiqh
memandang semua unsur tersebut menjadi rukun wakaf. Perbedaan pendapat
tersebut hanyalah perbedaan istilah saja, karena semua mereka sepakat
memandang semuanya mesti terwujud dalam setiap wakaf. Apabila salah satunya
tidak terwujud, seperti Wakif, misalnya, maka berarti tidak ada wakaf.

C. Macam-macam wakaf
Menurut para ulama, wakaf ada dua macam, yaitu wakaf ahli (khusus) dan
wakaf khairi (umum).7 Wakaf ahli disebut juga wakaf keluarga atau wakaf
khusus. Maksudnya, wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, baik
kepada keluarga maupun kepada pihak lain. Wakaf ahli terkadang disebut juga
dengan wakaf ‘alal aulad, yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan dan
jaminan sosial dalam lingkuanga keluarga (famili), lingkungan keluarga sendiri.8
Wakaf khairi, secara tegas diperuntukkan untuk kepentingan agama atau
masyarakat umum. Seperti wakaf yang diserahkan untuk pembangunan masjid,
rumah sakit, rumah anak yatim dan lain sebagainya.9

D. Yurisprudensi Tentang Wakaf


6
. Abd. Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Mu’amalat, h. 215
7
. Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Bimas Islam Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta:
2006), h. 14-17. Lihat juga Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat, h. 244-245
8
. Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Bimas Islam Depag RI, Fiqih Wakaf (Sayyid
Sabiq, Fiqh Sunnah, (Lebanon: Dar al-Arabi), 1971, h. 378).
9
. Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Bimas Islam Depag RI, Fiqih Wakaf (Sayyid
Sabiq, Fiqh Sunnah, (Lebanon: Dar al-Arabi), 1971, h. 378

3
Rumusan yang termuat dalam Pasal 1 ayat1 Undang-Undang No 41 tahun
2004 tentang wakaf yang menyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum
wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah.10 Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
UndangUndang No. 41 Tahun 2004 menyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan
hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah (Pasal1).11
Definisi wakaf dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
1977tentangPerwakafan Tanah Milik, bahwa wakaf adalah perbuatan
hukumseseorangataubadanhukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya
yang berupa tanahmilikdanmelembagakan selama-lamanya untuk kepentingan
peribadatan atau kepentinganumumlainnya sesuai dengan ajaran Islam. Dalam
Pasal 125 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yangsederhanatetapi
cukup jelas tentang yaitu wakaf adalah perbuatan hukumseseorang,
sekelompokorang, atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda
miliknyadanmelembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah
ataukeperluanumum lainnya sesuai ajaran Islam.
Salah satu alasan pembentukan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf adalah praktik wakaf yang ada di masyarakat belum sepenuhnya
berjalan tertib dan efisien, salah satu buktinya adalah di antara harta benda wakaf
tidak terpelihara dengan baik, terlantar, bahkan beralih ke tangan pihak ketiga
dengan cara melawan hukum.12 Di samping itu, karena tidak adanya ketertiban
pendataan, banyak benda wakaf yang karena tidak diketahui datanya, jadi tidak
terurus bahkan wakaf masuk dalam siklus perdagangan. Keadaan demikian itu
tidak selaras dengan maksud dari tujuan wakaf yang sesungguhnya dan juga akan

10
. Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf,
11
. Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.
41 Tahun 2004,
12
. Jaih Mubarok, 2008, Wakaf Produktif, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, hal. 58.

4
mengakibatkan kesan kurang baik terhadap Islam sebagai ekses penyelewengan
wakaf, sebab tidak jarang sengketa wakaf terpaksa harus diselesaikan di
Pengadilan.13
Perkembangan wakaf di Indonesia dimulai dari adanya wakaf yang telah ada
pada masyarakat hukum adat. Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Hak Milik telah mengatur tentang
perwakafan yang dibatasi hanya tanah hak milik saja serta harus melalui prosedur
dengan akta ikrar wakaf yang nantinya sertipikat hak milik diubah menjadi
sertipikat wakaf. Selanjutnya dalam Pasal 22 disebutkan bahwa dalam rangka
mencapai tujuandan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan
bagi;
1. Sarana dan kegiatan ibadah,
2. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan,
3. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa,
4. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau
5. Kemajuan kesejahteraan umumlainnya yang tidak bertentangan dengan
syariah dan peraturan perundang-undangan,
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, tujuan wakaf adalah
untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan
ajaran Islam. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, tujuan
wakaf adalah memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya. Wakaf
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah. Dengan demikian, selain untuk kepentingan ibadah dan sosial, kegunaan
harta benda wakaf juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat
secara umum seperti memfasilitasi sarana dan prasarana pendidikan dan
sebagainya.
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dijelaskan substansi yang
berkenaan dengan masalah wakaf. Di antaranya pengertian, unsur-unsur, nadzir,
jenis harta benda wakaf, akta ikrar wakaf dan pejabat pembuat akta ikrar tersebut,
tata cara pengumuman administratif, ketentuan peralihan, ketentuan penutup
13
. Abdul Ghofur Anshori, 2005, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta:
Pilar Media, hal. 2,

5
sampai peneyelesaian sengketa wakaf harta benda wakaf, pengelolaan dan
pengembangan, penukaran harta benda wakaf, pembinaan dan pengawasan, sanksi
administratif, ketentuan peralihan, ketentuan penutup sampai penyelesaian
sengketa wakaf.
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 didukung oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006. Lahirnya peraturan ini merupakan
pelaksanaan dari ketentuan pasal-pasal dalam Undang-Undang Wakaf,
Substansinya meliputi beberapa hal sebagai berikut:
1. Jenis, mekanisme pendaftaran, profil, prosedur pemberhentian,
pertanggungjawaban dan masa bakti nadzir baik perorangan, badan
hukummaupunorganisasi,
2. Jenis harta benda wakaf, kata ikrar wakaf dan pejabat pembuat akta ikrar
wakaf (PPAIW),
3. Tata cara pendaftaran dan pengumuman harta benda wakaf,
4. Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf,
5. Penukaran harta benda wakaf,
6. Bantuan pembiayaan terhadap Badan Wakaf Indonesia (BWI),
7. Fungsi pembinaan ada pada pemerintah bersama dengan BWI
yangmelibatkan pertimbangan dari MUI,
8. Sanksi administratif, dan
9. Ketentuan Peralihan.14

14
. Al-Fitri, Hukum Wakaf Islam Corak Ke-Indonesiaan dan Kemodernannya, (mahkamah
Agung Republik Indonesia DIrektorat Jendral Badan Peradilan Agama, 2021), hal. 8-21.,

6
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Wakaf adalah menahan harta yang diberikan Allah yang dikelola oleh suatu
lembaga dan hal tersebut sangat dianjurkan oleh ajaran islam karena sebagai
sarana mendekatkan diri kepada Allah yang ganjarannya terbawa sampai di
pewakaf meninggal dunia. Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun
dan syaratnya. Pertama, Wakif (pemberi wakaf). Kedua, Mauquf (yang
diwakafkan), Ketiga, Mauquf ‘alaihi (yang diberi wakaf). Keempat, highah wakaf
(pernyataan pemberian wakaf dan pe nerimaannya). wakaf ada dua macam, yaitu
wakaf ahli (khusus) dan wakaf khairi (umum). termuat dalam Pasal 1 ayat1
Undang-Undang No 41 tahun 2004 tentang wakaf yang menyatakan bahwa wakaf
adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah. Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2006
tentang Pelaksanaan UndangUndang No. 41 Tahun 2004 menyatakan bahwa
wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah (Pasa l1)

7
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Mu’amalat, (Cairo: Maktabah al-


Risalah adDauliyah, Fak. Syari’ah Islamiah Univ. al-Azhar, Cairo-Mesir, 1998),
h. 208. Asy-Syarbiny, Mughni AI-Muhtaj, (Kairo : Musthafa Al-Halaby), Juz. 10,
h. 87.
Abd. Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Mu’amalat, h. 210. Nawawi, Ar-
Raudhah, (Beirut: Dar AI-Kutub AI-’llmiah ), IV hal. 377, Asy- Syarbini, Mughni
At Muhtaj (Kairo : Musthafa Halabi), II hal. 376
Abd. Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Mu’amalat, h. 211.
Al-Fitri. 2021. Hukum Wakaf Islam Corak Ke-Indonesiaan dan
Kemodernannya. Mahkamah Agung Republik Indonesia DIrektorat Jendral Badan
Peradilan Agama.
Azzam, Abd. Aziz Muhammad. Fiqh Mu’amalat, h. 215
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Bimas Islam Depag RI, Fiqih
Wakaf, (Jakarta: 2006)
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Bimas Islam Depag RI, Fiqih
Wakaf (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Lebanon: Dar al-Arabi), 1971, h. 378).
Ghofur Anshori, Abdul. 2005. Hukum dan Praktik Perwakafan di
Indonesia. Yogyakarta. Pilar Media.,
Mubarok, Jaih. 2008. Wakaf Produktif. Bandung. Simbiosa Rekatama
Media.
Muhammad AI-Khathib, Al-lqna’, (Beirut: Dar AI-Ma’rifah), I hal. 26,
Dr. Wahbah AzZuhali, At Fiqhu Al Islami Wa Adillatuhu (Damaskus : Dar Al
Fikri Al Mu’ashir), X hal. 7599.
Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 41 Tahun 2004,
Suhendi, Hendi.2007, Fiqh Muamalat. Jakarta. PT. Raja Granfindo
Persada.
Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf,

8
9

Anda mungkin juga menyukai