WAKAF
Dosen Pengampu
Unggul Surya Ardi, MH
Di Susun Oleh:
Nilam Cahya Mutiara Suranda (207200009)
Sylviana Ayu Lestari (207200035)
Rini Handayani (207200)
Bismillahirrahmanirrahim, Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat, hidayah dan inayah-Nya serta berkat pertolongan dan petunjuk-Nya
kepada kelompok kami, sehingga dalam waktu yang telah ditentukan dapat menyelesaikan
Makalah Wakaf ini dengan sebaik mungkin. Sholawat serta Salam semoga tetap tercurah kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, yang selalu kita nantikan syafaatnya di yaumul
kiyamah nanti.
Makalah ini diajukan kepada Bapak Unggul Surya Ardi, MH sebagai pemenuhan tugas
kolompok dalam materi “Wakaf”. Makalah ini disusun dengan harapan agar para pembaca dapat
lebih mengetahui dan memperluas ilmu yang berkaitan dengan “Wakaf”, dari berbagai sumber
informasi dan referensi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, sehingga
adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari pihak manapun sangat diharapkan demi
kesempurnaan selanjutnya, penulis juga berharap semoga tulisan ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang terkait dalam permasalahan ini.
Penyusun,
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................................
KATA PENGANTAR .........................................................................................................
DIFTAR ISI .........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................
1.1. LATAR BELAKANG ...................................................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................................
1.3 TUJUAN MASALAH ....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................
2.1 PENGERTIAN WAKAF SECARA GARIS BESAR DAN MENURUT PARA AHLI FIQIH
2.2 DASAR HUKUM WAKAF ...........................................................................................
2.3 RUKUN DAN SYARAT WAKAF ................................................................................
2.4 MACAM-MACAM WAKAF ........................................................................................
2.5 MANFAAT DAN HIKMAH WAKAF ..........................................................................
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................
3.1 KESIMPULAN ...............................................................................................................
3.2 SARAN ...........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran agama Islam yang menyangkut kehidupan
bermasyarakat dalam rangka ibadah itjima’iyah (ibadah sosial). Karena wakaf adalah ibadah,
maka tujuan utamanya adalah pengabdian kepada Allah SWT dan ikhlas karena mencari ridho-
Nya. Wakaf dilaksanakan dengan lillahi ta’ala. Perbuatan tersebut murni dilandasi oleh rasa iman
dan ikhlas semata-mata pengabdian kepada Allah SWT. Wakaf adalah bentuk perbuatan ibadah
yang sangat mulia di mata Allah Swt karena memberikan harta bendanya secara cuma–cuma,
yang tidak setiap orang bisa melakukannya dan merupakan bentuk kepedulian, tanggung jawab
terhadap sesama dan kepentingan umum yang banyak memberikan manfaat. Wakaf dikenal sejak
masa Nabi Muhammad Saw.
Wakaf disyariatkan saat beliau hijrah ke Madinah, pada tahun kedua Hijriah. Ada dua
pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha’) tentang siapa yang
pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Di Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan
oleh umat Islam sejak agama Islam masuk Indonesia pada pertengahan abad ke-13 M atau
kurang lebih 900 tahun yang lalu hingga sekarang, yang merupakan salah satu sarana keagamaan
yang erat hubungannya dengan sosial ekonomi. Wakaf telah banyak membantu pembangunan
secara menyeluruh di Indonesia, baik dalam pembangunan sumber daya manusia maupun dalam
pembangunan sumber daya sosial. Tak dapat dipungkiri, bahwa sebagian besar rumah ibadah,
perguruan Islam dan lembagalembaga Islam lainnya dibangun di atas tanah wakaf. Adapun dasar
hukum yang akan menyangkut tentang pembahasan wakaf ini, serta rukun syarat, macam-maam,
manfaat hingga hikmahnya
Adapun masalah wakaf yang akan kita pelajari didalam makalah ini ialah:
1.2.1 Apa itu wakaf serta pengertian menurut para ahli fiqih?
Dengan makalah ini kita bisa dan akan lebih tahu dan faham yang menyngkut segala
sesuatu tentang wakaf diantara:
1.3.1 Memahami dan mengetahui pengertian wakaf oleh para ahli fiqih
2.1 PENGERTIAN WAKAF SECARA GARIS BESAR DAN MENURUT PARA AHLI FIQIH
Wakaf (bahasa Arab: وقف, [ˈwɑqf]; plural bahasa Arab: أوقاف, awqāf; bahasa Turki: vakıf,
bahasa Urdu: )وقفadalah perbuatan hukum wakif (pihak yang melakukan wakaf) untuk
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah1. Menurut istilah wakaf adalah” menahan
harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau meneruskan bendanya (‘ainnya)
dan di gunakan untuk kebaikan2. Menurut istilah syar’i, wakaf adalah suatu ungkapan yang
mengandung penahanan harta miliknya kepada orang lain atau lembaga dengan cara
menyerahkan suatu benda yang kekal zatnya untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan.
Wakaf ditinjau dari pandangan ahli agama amatlah luas dan rinci definisinya. Salah satu
pendapat yang dapat merangkumnya secara luas ialah dari pandangan Mazhab Hanafi seperti
yang dilansir Badan Wakaf Indonesia , adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap
di wakif (orang yang mewakafkan) dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan.
Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta tidak lepas dari wakif, bahkan orang tersebut
dibenarkan menariknya kembali dan boleh menjualnya. Jika wakif meninggal dunia, harta
tersebut menjadi harta warisan untuk ahli warisnya. Tujuannya adalah menyedekahkan
manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang atau pun yang akan datang.
Al- Qur’an tidak pernah bicara secara spesifik dan tegas tentang wakaf hanya saja, karena
wakaf itu merupakan salah satu bentuk kebajikan melalui harta benda, maka para ulama pun
memahami bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan pemanfaatan harta untuk kebajikan
juga mencakup kebajikan melalui wakaf. Karena itu, dalam kitab-kitab fiqh ditemukan pendapat
yang mengatakan bahwa dasar hukum wakaf disimpulkan dari beberapa ayat3.
1
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
2
H. Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah Di Indonesia Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta:1989), h. 23.
3
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 103.
Para ahli fiqih berbeda dalam mendefinisikan wakaf menuru istilah, sehingga mereka
berbeda dalam memandang hakikat wakaf itu sendiri. Berbagai pandangan tentang wakaf
menurut istilah sebagai berikut:
a. Abu Habifah
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap di wakif dalam rangka
mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta
wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh
menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi
yang timbul dari wakaf hanyalah “menyumbangkan manfaat”. Karena itu mazhab Hanafi
mendefinisikan wakaf adalah: “Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus
tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan
(sosial), baik sekarang maupun akan datang”.
b. Mazhaf Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari
kepemilikan wakif, namun wakat tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat
melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban
menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.
Syafi’I dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari
kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa
saja terhadap harta yang diwakafkan, apabila wakif melarangnya, maka Qadli berhak memaksa
agar memberikannya kepada mauquf’alaih. Karena itu mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf
adalah: “tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah
SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial)”.
1. Menurut Al-Quran
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara
jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama
dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang
menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain:
“Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu
yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Q.S. al-
Baqarah (2): 267).
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang
kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha
Mengetahui.” (Q.S. Ali Imran (3): 92)
ِعفُ لِ َم ْنX ُضٰ ۢ ْنبُلَ ٍة ِّماَئةُ َحبَّ ٍة ۗ َوهّٰللا ُ يX ِّل ُسXَت َس ْب َع َسنَابِ َل فِ ْي ُك
ْ م فِ ْي َسبِ ْي ِل هّٰللا ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة اَ ۢ ْنبَتXَُْمثَ ُل الَّ ِذ ْينَ يُ ْنفِقُوْ نَ اَ ْم َوالَه
هّٰللا
ِ يَّ َش ۤا ُء َۗو ُ َو
اس ٌع َعلِ ْي ٌم
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi sesiapa yang Dia kehendaki, dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah (2): 261)
2. Menurut Hadits
Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan
tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta
petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal tanah dan
menyedekahkan hasilnya.
Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah; “Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu
dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di
Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari
padanya. Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau
faedahnya.” Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan
wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan
budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang musafir dan para tamu. Bagaimanapun
ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan
atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”
Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim dari
Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah; “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka
terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu
pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.”
Selain dasar dari al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijma’) menerima wakaf
sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada orang yang dapat menafikan
dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senantiasa
dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum Muslimim sejak masa awal Islam
hingga sekarang.
Dalam konteks negara Indonesia, amalan wakaf sudah dilaksanakan oleh masyarakat
Muslim Indonesia sejak sebelum merdeka. Oleh karena itu pihak pemerintah telah menetapkan
Undang-undang khusus yang mengatur tentang perwakafan di Indonesia, yaitu Undang-undang
nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Untuk melengkapi Undang-undang tersebut, pemerintah
juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
undang nomor 41 tahun 2004.
2. Syarat-syarat wakaf
1. Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif) Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama
orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka
untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang
yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak
secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang
lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2. 2. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf) Harta yang diwakafkan itu tidak sah
dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan
oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta
yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui
jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang
diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu
mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga
dengan istilah (ghaira shai’).
3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi
klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu
(mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu
ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu
kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu
maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang
sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang
menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh
untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi
yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba
sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan
ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat
menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada
Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.
4. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat.
Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya
(ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu
dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat
tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat
yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan
atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik
pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah
orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira
tammah.
1. Pahala Abadi
Selama benda yang diwakafkan masih dimanfaatkan oleh masyarakat, sekalipun
sang pewakafnya sudah meninggal dunia, pahala akan terus mengalir.
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi sesiapa yang Dia kehendaki, dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah (2): 261)
5. Wakaf Bermanfaat untuk Membantu Masyarakat Mendapatkan Sarana yang Lebih Baik
Wakaf bisa digunakan untuk mendirikan atau membuat fasilitas umum sehingga
bermanfaat untuk masyarakat luas. Saat ini sudah banyak dibangun sarana pro dhuafa yang
mencakup pendidikan seperti Sekolah Smart Ekselensia, Masjid Al-Madinah, dan RS Rumah
Sehat Terpadu Dompet Dhuafa dan masih banyak lagi sarana serta aset wakaf Dompet Dhuafa.
Ketiga lokasi tersebut ada dalam satu zona yang disebut Zona Madina, berlokasi di Parung
Bogor.
6. Menghilangkan Kesenjangan Sosial
Hubungan masyarakat antara yang kaya dan miskin biasanya mengalami kesenjangan
sosial. Ada rasa iri yang dimiliki orang-orang miskin melihat kenikmatan yang diperoleh orang-
orang kaya. Orang kaya memiliki rumah bagus, kendaraan pribadi, sekolah di tempat elit, dan
lain sebagainya.
Ketika seorang hartawan berwakaf untuk digunakan manfaatnya secara umum, maka
orang yang kekurangan pun bisa merasakan dampaknya, sehingga hal ini dapat membuat
hubungan masyarakat lebih harmonis dan kesenjangan sosial memudar.
7. Wakaf Dapat Mendorong Pembangunan di Bidang Keilmuan
Banyak wakaf yang digunakan untuk mendirikan sarana umum seperti pondok pesantren,
asrama sekolah, sekolah gratis, yayasan pendidikan atau fasilitas lainnya yang bermanfaat untuk
masyarakat kecil dalam menimba ilmu.
Untuk itu wakaf hikmahnya besar sekali antara lain:
a. Harta benda yang diwakafkan dapat tetap terpelihara dan terjamin kelangsungannya.
Tidak perlu khawatir barangnya hilang atau pindah tangan, karena barang wakaf tidak
boleh dijual, dihibahkan, atau diwariskan. Orang yang berwakaf sekalipun sudah
meninggal dunia, masih terus menerima pahala, sepanjang barang wakafnya itu masih
tetap ada dan masih dimanfaatkan.
b. Wakaf merupakan salah-satu sumber dana yang penting yang besarsekali manfaatnya
bagi kepentingan agama dan umat. Antara lain untuk pembinaan kehidupan beragama
dan peningkatan kesejahteraan umatIslam, terutama bagi orang-orang yang tidak mampu,
cacat mental/fisik, orang-orang yang sudah lanjut usia dan sebagainya yang sangat
memerlukan bantuan dari sumber dana seperti wakaf itu.
Mengingat besarnya manfaat wakaf itu, maka Nabi sendiri dan parasahabat dengan ikhlas
mewakafkan masjid, tanah, sumur, kebun dan kudamilik mereka pribadi. Jejak (sunah) Nabi dan
para sahabatnya itu kemudian diikuti oleh umat Islam sampai sekarang. Menurut Didin
Hafidhuddin, banyak hikmah dan manfaat yang dapat diambil dari kegiatan wakaf, baik bagi
wakif maupun bagimasyarakat secara lebih luas, antara lain yaitu menunjukkan kepedulian dan
tanggung jawab terhadap kebutuhan masyarakat. Keuntungan moralbagi wakif dengan
mendapatkan pahala yang akan mengalir terus, walaupun wakif sudah meninggal dunia.
Memperbanyak asset-aset yang digunakan untuk kepentingan umum yang sesuai dengan ajaran.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Setelah diuraikan secara keseluruhan melalui pengkajian al-Qur’an, hadits serta memperhatikan
pendapat para mazhab dan mempelajari Undang- undang no. 41 tahun 2004 tentang wakaf, maka
dapat diambil kesimpulan yang berkenaan dengan wakaf dengan wasiat sebagai berikut:
1. Tidak sah hukumnya, apabila seseorang yang melakukan wakaf berada dibawah pengampuan.
Karena orang yang melakukan wakaf harus memiliki kecakapan hukum. Dan seseorang bisa
dikatakan memiliki kecakapan hukum jika memenuhi 4 kriteria:
a. Merdeka
b. Berakal sehat
c. Dewasa
d. Tidak berada dibawah pengampuan Tetapi berdasarkan metode istihsan wakaf orang yang
berada dibawah pengampuan terhadap dirinya sendiri selama hidupnya, hukumnya adalah sah.
Karena tujuan dari pengampuan ialah untuk menjaga harta wakaf supaya tidak habis
dibelanjakan untuk sesuatu yang tidak benar dan untuk menjaga dirinya agar tidak menjadi
beban orang lain.
2. Adapun tujuan dari pembatasan harta wakaf dengan wasiat ialah untuk kesejahteraan anggota
keluarga yang ditinggalkan, terutama ahli waris. Oleh karena itu, seseorang diharamkan
memberikan wakaf yang merugikan ahli waris dan barang yang diwakafkan juga harus
memenuhi kriteria harta benda yang bernilai (mutaqowwam) dapat diketahui danmiliksempurna
(tidak dalam khiyar).
3.2 SARAN
1. Wakaf wasiat merupakan bentuk pemberian yang dapat menumbuhkan rasa kesetiakawanan
yang tinggi, mempersempit kesenjangan sosial antara yang kaya dan yang miskin, sehingga
bentuk pemberian tersebut sangat dianjurkan agar tercipta sendi-sendi umat Islam (ukhuwah
Islamiyah).
3. Dalam optimalisasi wakaf wasiat ini, hendaknya pemerintah terutama pihak-pihak yang
berkompeten dalam masalah perwakafan, dalam hal ini hendaknya lebih menggiatkan kembali
dan segera mensosialisasikan wakaf wasiat ini, mengingat keberadaan insitusi ini sangat penting
peranannya dalam peningkatan kesejahteraan umat. Sehingga diharapkan potensi wakaf yang
cukup besar akanmakin familiar di tengah-tengah kemajemukan masyarakat Indonesia dan juga
diharapkan akan dapat memberikan pemahaman baru kepada masyarakat yangtak sepaham
terhadap adanya wakaf wasiat sebagai salah satu upaya juga untukmensejahterakan umat.
DAFTAR PUSTAKA
Kangsantri.id. (2020, Juli 10). Macam Macam Wakaf. Diakses pada 28 desember 2020, dari
https://kangsantri.id/wakaf/macam-macam-wakaf/
Rumah.com. (2020, Februari 25). Tentang Wakaf: Pengertian, Jenis, Syarat, dan Aturan Hukum.
Diakses pada 28 Desember 2020, melalui https://www.rumah.com/panduan-properti/tentang-
wakaf-hukum-wakaf-jenis-jenis-syarat-dan-aturan-hukum-23414#:~:text=Kata%20wakaf
%20berasal%20dari%20bahasa,menahan%2C%20berhenti%2C%20atau
%20diam.&text=Menurut%20istilah%20syar'i%2C%20wakaf,untuk%20diambil%20manfaatnya
%20untuk%20kebaikan.
BWITengsel. Diakses pada 2 Januari 2021, dari https://bwitangsel.or.id/Home/mengenal
BadanWakafIndonesia. Diakses pada 29 Desember 2020, dari https://www.bwi.go.id/dasar-
hukum-wakaf/
BadanWakafIndonesia. Diakses pada 29 Desember 2020 dari https://www.bwi.go.id/pengertian-
wakaf/