Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH TENTANG WAKAF

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pembimbing:

Abbas Muhammad B. M.Ag

Disusun Oleh:

Rida Anjani

Fakultas Ilmu Komunikasi

Universitas Gunadarma

2016
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Allah Swt. berkat rahmat dan ridho- Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah tentang Wakaf. Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat tugas
mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Kami menyadari pada saat penulisan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan dan
bantuan dari segala pihak. karena itu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Abbas Muhammad B. M.Ag selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Pendidikan Agama Islam,
dan kepada teman-teman yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
dan kesalahan. untuk itu diharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini. Demikian kiranya semoga makalah yang telah dibuat ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Depok, 31 Maret 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah ............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Wakaf ............................................................................................. 2
2.2 Hukum dan Rukun Wakaf............................................................................... 3
2.3 Syarat-syarat Bagi Pewakaf ............................................................................ 9
2.4 Kekuasaan Atas Wakaf .................................................................................. 9
2.5 Mengganti Harta Wakaf .................................................................................. 10
2.6 Hikmah dan Manfaat dari Wakaf ................................................................... 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Wakaf ialah mengalihkan hak milik pribadi menjadi milik suatu badan atau organisasi yang
memberikan manfaat bagi masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan kebaikan dan ridha Allah
SWT.
Wakaf hukumnya sunnah dan harta yang di wakafkan terlepas dari pemiliknya untuk
selamanya, lalu menjadi milik Allah SWT semata-mata. Dan wakaf memiliki empat rukun yaitu,
orang yang mewakafkan, Ikrar serah terima wakaf, barang yang diwakafkan dan pihak yang
menerima wakaf. Wakaf memliki syarat-syarat bagi pewakaf, salah satunya yaitu pewakaf boleh
menentukan apa saja syarat yang ia inginkan dalam wakafnya
Kekuasaan atas wakaf dibagi dua: yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Yang
bersifat umum yaitu kekuasaan atas wakaf yang ada ditangan Waliul Amr, sedangkan yang khas
yaitu kekuasaan yang diberikan kepada orang yang diserahi wakaf ketika dilakukan, atau orang
yang diangkat oleh hakim syari untuk itu.
Wakaf juga mempuyai hikmah dan manfaat, dan apakah boleh mengganti barang wakaf?.
Untuk itulah materi ini sangat penting untuk dipelajari, karena sangat disayangkan jika umat
Islam tidak tahu apa itu wakaf tersebut dan isi pembagian yang ada didalamnya. Hal inilah
yang membuat penulis berkeinginan membahas wakaf.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan wakaf ?


2. Apa hukum dan rukun wakaf ?
3. Bagaimana syarat-syarat bagi pewakaf ?
4. Bagaimana kekuasaan atas wakaf ?
5. Apakah boleh mengganti barang wakaf ?
6. Bagaimana tata cara perwakafan tanah milik?
7. Apa hikmah dan manfaat dari wakaf ?

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Wakaf

Wakaf (bahasa Arab: , [wqf]; plural bahasa Arab: , awqf; bahasa Turki: vakf,
bahasa Urdu: ) adalah perbuatan yang dilakukan wakif (pihak yang melakukan wakaf) untuk
menyerahkan sebagian atau keseluruhan harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan ibadah
dan kesejahteraan masyarakat untuk selama-lamanya.
Wakaf menurut bahasa,, waqafa berarti menahan atau mencegah, misalnya saya
menahan diri dari berjalan.
Dalam peristilahan syara, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya
dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal, lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum.
yang dimaksud dengan menahan (pemilikan) asal ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar
tidak diwariskan, digunakan dalam bentuk dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan,
dipinjamkan, dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya adalah dengan menggunakannya
sesuai dengan kehendak pemberi wakaf tanpa imbalan.
Ada beberapa pendapat para ulama mengenai wakaf diantarnya yaitu:
1. Mazhab maliki, berpendapat bahwa, wakaf tidak terwujud kecuali bila orang yang mewakafkan
bermaksud mewakafkan barangnya untuk selamaselamanya dan terus menerus. itu pula
sebabnya, maka wakaf disebut shadaqah jariyah
2. Sebagian ulama Imamiyah mengatakan: pembatasan seperti itu menyebabkan wakaf tersebut
batal, tapi hab-snya 190 sah, sepanjang orang yang melakukannya memaksudkan hal itu sebagai
hasab. Sedangkan bila dia memaksudkannya sebagai wakaf, maka batallah wakaf dan hasabnya
sekaligus.
Hal itu telah membuat Syekh Abu Zahra salah paham dan mengalami kesulitan untuk
membedakan wakaf dari hasab yang berlaku dikalangan Imamiyah. itu sebabnya beliau
menisbatkan pendapat kepada Imamiyah bahwa dikalangan Imamiyah wakaf boleh dilakukan
untuk selamanya dan untuk waktu terbatas. ini jelas tidak benar, sebab dikalangan Imamiyah
wakaf itu berlaku untuk selamanya.

2
Dari beberapa pendapat para ulama dapat disimpulkan bahwa pengertian wakaf ialah
mengalihkan hak milik pribadi menjadi milik suatu badan atau organisasi yang memberikan
manfaat bagi masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan kebaikan dan ridha Allah SWT.
Wakaf juga dapat diartikan pemindahan kepemilikan suatu barang yang dapat bertahan lama untuk
diambil manfaatnya bagi masyarakat dengan tujuan ibadah dan mencari ridha Allah SWT.

2.2 Hukum dan Rukun Wakaf


Secara asal menurut definisi wakaf yang telah lalu para ulama mengatakan bahwa asal
hukum wakaf adalah sunnah/ dianjurkan, dengan dasar hadits-hadits yang berkaitan dengan
wakaf, seperti sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:
Apabila mati anak Adam, terputuslah amalannya kecuali tiga hal: shadaqah jariyah, atau
ilmu yang bisa dimanfaatkan (setelahnya), atau anak shalih yang mendoakan orang tuanya. (HR.
Muslim kitab al-Wasiyat 3/1255, Tirmidzi dalam bab fi al-Waqf, Abu Dawud 2/106, dan Ahmad
dalam Musnad-nya 2/372)
Hadits di atas dalam lafazh shadaqah jariyah sifatnya umum mencakup segala shadaqah
yang manfaatnya terus berjalan seperti wakaf, wasiat, sedekah., dan sebagainya. Adapun dalam
masalah wakaf ada beberapa dalil yang berkaitan dengannya secara khusus seperti hadits:

Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, beliau berkata: Umar bin Khaththab radhiyallahu
anhu pernah mendapatkan (harta rampasan perang berupa) tanah di negeri Khaibar kemudian
Umar radhiyallahu anhu, datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam meminta
pendapat beliau tentang harta tersebut. Umar radhiyallahu anhu bertanya: Wahai Rasulullah
sesungguhnya aku mendapatkan harta rampasan perang yang belum pernah aku dapatkan yang
lebih berharga daripada tanah di negeri Khaibar ini, maka apa yang engkau perintahkan
kepadaku dalam perkara ini? Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengatakan: Kalau
engkau mau, engkau wakafkan tanah itu, dan engkau sedekahkan (manfaat/kegunaan) tanah itu,
sehingga tidak boleh dijual (tanah) itu, tidak boleh dibeli (oleh orang lain), tidak boleh
dihibahkan, dan tidak boleh diwariskan.

3
Dengan dasar hadits-hadits di atas maka kita mengetahui bahwa hukum asal wakaf adalah
sunnah apabila dengan niat mencari pahala dari Alloh Taala. Akan tetapi suatu ketika wakaf
hukumnya bisa berubah sesuai dengan niatnya, karena setiap amalan tergantung pada niatnya

Sebagai contoh:

Seorang yang mewakafkan tanahnya dengan maksud supaya mendapatkan pujian manusia
maka hukum wakafnya menjadi haram, karena ini termasuk riya yang diharamkan dalam
Islam.
Seorang yang bernadzar mewakafkan sebagian hartanya di jalan Alloh, maka hukum
wakafnya menjadi wajib, karena ini termasuk nadzar sebuah ketaatan, dan nadzar
ketaatan wajib dilaksanakan.

Ada dua cara/jalan yang dapat dianggap sebagai wakaf yang sah, yaitu:

1. Dengan perbuatan
Apabila seseorang mewakafkan sebagian hartanya dengan cara melakukan sesuatu yang
bermakna wakaf maka cara ini juga dianggap sebagai wakaf yang sah, walaupun dia tidak
mengucapkan kata wakaf dengan lisannya.

Sebagai contoh: Apabila seseorang membangun masjid kemudian membiarkan siapa saja yang
shalat dalarn masjid itu maka ini sama halnya orang tersebut mewakafkan tanahnya di jalan
Alloh shallallahu alaihi wa sallam walaupun dia tidak mengucapkan: Tanah ini aku
wakafkan untuk masjid.

Contoh lain: Apabila seorang menjadikan sebagian tanahnya untuk pekuburan umum dan tidak
melarang siapa saja yang menguburkan jenazah di sana, maka ini sama halnya orang tersebut
mewakafkan sebagian tanahnya di jalan Alloh Taala, walaupun dia tidak mengucapkan:
Tanah ini aku wakafkan menjadi kuburan umum.

4
2. Dengan perkataan
Wakaf dengan perkataan dibagi menjadi dua macam:
a. Perkataan yang jelas (sharih), maksudnya adalah dengan perkataan yang bermakna
wakaf secara jelas dan tidak mengandung arti selain wakaf. Contohnya, seorang
berkata: Aku wakafkan tanahku ini untuk pesantren.
b. Perkataan kiasan (kinayah), yaitu dengan perkataan yang mengandung
kemungkinan bermakna wakaf dan mengandung kemungkinan makna yang lain.
Contohnya, seorang berkata: Aku sedekahkan rumah ini untuk para penuntut
ilmu.
Maka perkataan Aku sedekahkan dalam contoh di atas mengandung
kemungkinan bermakna sedekah sebagaimana lafazh yang tersurat dan
mengandung kemungkinan bermakna wakaf sebagaimana yang tersirat dan
sebagaimana yang sering digunakan lafazh ini untuk maksud wakaf.

Untuk membedakan dua makna yang terkandung di dalamnya maka orang yang
mengucapkan kalimat tersebut harus disertai niat salah satu dari dua maksud/makna
tersebut, kalau dia mengatakan: Aku sedekahkan tetapi niatnya adalah mewakafkan
maka ini dihukumi sebagai wakaf, tetapi kalau dia menginginkan/berniat sedekah maka
perkataannya dihukumi sebagai sedekah.

Faidah. Perlu dibedakan antara wakaf dan sedekah, dikarenakan ada perbedaan
yang sangat jelas antara keduanya. Di antara perbedaan yang sangat jelas adalah kalau
wakaf berarti harta itu tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, dan tidak boleh
diwariskan. Berbeda dengan sedekah, maka orang yang diberi sedekah berhak melakukan
apa saja terhadap harta itu karena sudah menjadi hak miliknya, sehingga boleh baginya
menjual, menghibahkan, atau yang lainnya.

5
Wakaf boleh ditujukan kepada dua pihak

1. Kepada perwujudan ketaatan secara umum, dan tidak ditunjuk personilnya (al-waqfu ala
jihhatil birr)
Seperti kepentingan masjid, madrasah, fakir miskin, para mujahidin, ibnu sabil,
orang-orang yang terlilit hutang, untuk mencetak buku-buku yang bermanfaat, untuk
kepentingan memerdekakan budak yang ada, dan sebagainya. Hal ini disebabkan, maksud
dari wakaf adalah untuk mengharap pahala Alloh dengan melaksanakan ketaatan, sedang
hal-hal yang tersebut di atas semuanya termasuk ketaatan, sehingga membantu
terwujudnya ketaatan adalah sebuah ketaatan, dan merupakan tolong-menolong dalam
ketaatan, sebagaimana dalam firman-Nya:

Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan taqwa, dan jangan to-long-
menolong dalam perkara dosa dan permusuhan. (QS. al-Maidah [5]: 2)

Apabila seseorang mewakafkan hartanya untuk pembangunan gereja atau untuk


mencetak buku-buku bidah dan kesyirikan, maka wakaf seperti ini tidak sah karena di
dalamnya merupakan tolong-menolong dalam mewujudkan kemaksiatan dan dosa.

2. Kepada orang-orang tertentu yang ditunjuk personilnya (al-Waqfu ala syahsin


muayyanin)
Seperti wakaf untuk seorang yang bernama Muhammad, atau yang lainnya. Adapun
kriteria personil yang boleh diberi wakaf, maka mereka adalah setiap orang yang
diperbolehkan untuk diperlakukan dengan baik. Maka boleh bagi seseorang mewakafkan
hartanya kepada setiap muslim, karena seorang muslim dibolehkan -bahkan disyariatkan-
untuk berbuat baik kepada muslim/sesamanya.
Seandainya seseorang mewakafkan hartanya untuk para penjahat dan pelaku
kriminal yang jelas-jelas belum bertaubat dan akan bertambah kemaksiatannya dengan
adanya wakaf tersebut, maka wakaf seperti ini tidak diperbolehkan karena termasuk
tolong-menolong dalam kemaksiatan.
6
Adapun wakaf kepada orang kafir, maka hal ini perlu diperinci. Apabila orang kafir
tersebut termasuk orang kafir yang boleh diperlakukan dengan baik (seperti kafir dzimmi
dan kafir mustamin) maka dibolehkan wakaf kepada mereka, karena apabila kita
dibolehkan bersedekah kepada mereka, maka dibolehkan juga wakaf kepada mereka,
sebagaimana yang telah dilakukan oleh Shafiyah binti Huyai istri Nabi shallallahu alaihi
wa sallam, beliau pernah mewakafkan sesuatu kepada saudaranya yang bukan muslim,
sebagaimana dalam sebuah hadits:

Bahwasanya Shafiyah binti Huyai radhiyallahu anha istri Nabi shallallahu alaihi
wa sallam, beliau pernah mewakafkan (sesuatu) kepada saudara yahudinya. (HR. al-
Baihaqi dan lainnya, lihat Irwa al-Ghalil 6/1590, dan Syaikh al-Albani tidak
mengomentari hadits ini)

Akan tetapi berbeda dengan kafir harbi. tidak diperbolehkan bagi seorang muslim
untuk mewakafkan hartanya kepada mereka, karena seorang muslim tidak boleh berbuat
baik kepada mereka lantaran mereka memerangi agama Islam, sebagaimana mafhum
mukhalafah (makna kebalikan) dari firman Alloh Taala:

Alloh tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tidak me-merangimu karena agama(mu) dan orang-orang yang tidak mengusirmu
dari negerimu. Sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang berlaku adil. (QS. al-
Mumtahanah [60]: 8)

Ayat di atas menunjukkan bahwa kita boleh berbuat baik dan berlaku adil kepada
siapa saja yang berbuat baik kepada kita dan tidak memerangi agama kita, walaupun
mereka orang kafir. Adapun orang kafir yang selalu memerangi agama kita (kafir harbi),
maka kita tidak boleh ber-buat baik kepada mereka. Bahkan kita diperintahkan memerangi
mereka sebagaimana dalam berbagai ayat dalam al-Quran, seperti firman-Nya:

Dan perangilah di jalan Alloh orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah
melampaui batas, sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah dari tempat
mereka telah mengusir kamu. (QS. al-Baqarah [2]: 190-191

Rukun-rukun wakaf diantaranya yaitu :


1. Orang yang mewakafkan (wakif)
Para ulama mazhab sepakat bahwa syarat bagi sahnya melakukan wakaf yaitu sehat akalnya.
Selain itu juga sudah baligh.
2. Pihak yang menerima wakaf (maukuf lahu)
Orang yang menerima wakaf ialah orang yang berhak memelihara barang yang diwakafkan dan
memanfaatkannya. Orang-orang yang menerima wakaf diantarnya :
a) Hendaknya orang yang diwakafi tersebut ada ketika wakaf terjadi.
b) Hendaknya orang yang menerima wakaf itu mempunyai kelayakan untuk memiliki.
c) Hendaknya tidak merupakan maksiat kepada Allah SWT.
3. Barang yang diwakafkan (maukuf)
Barang yang diwakafkan itu harus konkrit. artinya dapat dilihat wujudnya dan dapat
diperhitungkan jumlah dan sifatnya. maka tidak sah mewakafkan barang yang tidak tampak.
Misalnya mewakafkan masjid yang belum dibangun.
Barang yang diwakafkan juga harus bisa bertahan lama. Misalnya bangunan, tanah, kitab, Al-
Quran, alat-alat kantor atu rumah tangga seprti : tikar, bangku, meja dan lain-lain. Dan barang
yang tidak bisa diwakafkan dan tidak bias bertahan lama seperti: beras, minuman dan
sebagainya.barang-barang yang diwakafkan juga bukan barang yang terlarang. sebab wakaf hanya
pada hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat banyak.

4. Ikrar serah terima wakaf (lafal/sighat wakaf)


a) Redaksi waqaftu dalam konteks ini kalimatnya saya mewakafkan, seluruh ulama
mazhab sepakat bahwa wakaf terjadi dengan menggunakan redaksi waqaftu tersebut.

8
b) Sikap. menurut Hanafi, Maliki dan Hambali mengatakan : wakaf terjadi cukup dengan
perbuatan, dan barang yang dimaksud berubah menjadi wakaf. tanpa kita harus melafalkan
waqaftu, habistu (menahan dari dari milik saya).
c) Qabul, dalam wakaf. pendapat kalangan syafii yang lebih kuat, yaitu menetapkan bahwa
wakaf untuk orang-orang tertentu diisyaratkannya ada qabul.

2.3 Syarat-syarat Bagi Pewakaf


Syarat-syarat bagi pewakaf diantara lain yaitu :
1. Orang yang mewakafkan mempunyai hak untuk melakukan perbuatan tersebut.
2. Atas kehendak sendiri dan tidak ada unsur paksaan.
3. Pihak yang menerima wakaf jelas adanya.
4. Barang yang diwakafkan untuk kepentingan masyarakat bukan untuk kepentingan
pribadi.
5. Barang yang diwakafkan berwujud nyata pada saat diserahkan.
6. Barang yang diwakafkan dapat bertahan lama.
7. Berlaku untuk selamanya.
8. Orang yang mewakafkan tidak boleh menarik kembali wakafnya.
9. Ikrarnya jelas. lebih afdhal jika dibuktikan secara tertulis misalnya, akte notaris, surat
wakaf dari Kantor Urusan Agama.

2.4 Kekuasaan Atas Wakaf

Kekuasaan atas wakaf ialah kekuasaan yang terbatas dalam memelihara, menjaga,
mengelola dan memanfaatkan hasil dari barang yang diwakafkan sesuai dengan yang
dimaksudnya. Kekuasaan atas wakaf dibagi menjadi dua : yang bersifat umum dan yang bersifat
khusus. Yang bersifat umum yaitu kekuasaan atas wakaf yang ada ditangan Waliul Amr,
sedangkan yang khas yaitu kekuasaan yang diberikan kepada orang yang diserahi wakaf ketika
dilakukan, atau orang yang diangkat oleh hakim syari untuk itu.

9
Para ulama mazhab sepakat bahwa wali wakaf adalah harus orang yang berakal
sehat.baligh, pandai menggunakan harta, dan bisa dipercaya. bahkan SyafiI dan banyak ulama
mazhab imamiyah mensyaratkan ia harus adil. sebetulnya cukup dengan sifat amanat dan bisa
dipercaya. di tambah dengan kemampuan mengelola wakaf secara sempurna.
Mereka juga sepakat bahwa, wali wakaf itu adalah orang yang dapat dipercaya yang
tidak dikenakan jaminan atas barang itu kecuali bila sengaja merusaknya atau lalai menjaganya.
Kecuali Imam maliki, Para ulama mazhab sepakat bahwa, pewakaf berhak menjadikan
kekuasaan atas wakaf ketika melangsungkan pewakafan, berada di tangannya sendiri, atau
mensyaratkan orang lain bersama dirinya sepanjang dia masih hidup, atau untuk waktu tertentu,
dan dia pun berhak untuk menyerahkan penanganan wakaf tersebut terhadap orang lain.
Selanjutnya, Para ulama mazhab berbeda pendapat bahwa apabila pewakaf tidak
menentukan siapa orang yang menjadi wali wakaf: tidak orang lain, dan tidak pula dirinya sendiri
Hambali dan Maliki mengatakan: kekuasaan atas barang wakaf berada ditangan orang-
orang yang diserahi wakaf, mana kala orang-orang itu diketahui secara pasti. tetapi bila tidak,
kekuasaan atas barang wakaf berada ditangan hakim.

2.5 Mengganti Barang Wakaf

Prinsip-prinsip diatas adalah pemilikan terhadap manfaat suatu barang. Barang asalnya
tetap, tidak boleh diberikan, dijual atau dibagikan. maka barang yang diwakafkan tidak boleh
diganti. namun persoalannya akan lain jika misalnya barang wakaf itu tadi sudah tidak bisa
dimanfaatkan, kecuali dengan memperhitungkan harga atau nilai jual setelah barang tersebut
dijual. artinya hasil jualnya dibelikan gantinya. dalam keadaan seperti ini mengganti barang
wakaf diperbolehkan.
Adapun sebab-sebab penggantian barang wakaf antara lain sebagaimana dibawah ini :
1. Penggantian karena rusak, sehingga manfaatnya berkuarang atau mungkin hilang. Misalnya,
wakaf sound system yang sudah rusak karena sudah lama dipakai. lalu diganti dengan yang
lebih baik.
Contoh lain misalnya mengganti (membangun) masjid yang rusak. meskipun bangunan
masjid itu adalah wakaf, maka karena manfaatnya semakin hilang, maka dibolehkan
untuk menggantikannya agar dapat mencapai maksud yang sebenarnya
10
2. Penggantian karena kepentingan yang lebih besar. Misalnya mengganti masjid dengan yang
lebih banyak lagi bagi kepentingan penduduk setempat. ini diperbolehkan oleh Iman
Ahmad, yang berdalih bahwa Umar bin Khattab memindahkan masjid kufah ketempat
yang lain yang lebih layak. sementara masjid lama tanahnya dijadikan pasar buah- buahan.
Hal ini merupakan kias dari ucapan iman ahmad tentang pemidahan masjid. bahkan
diperbolehkan menggantikan bangunan masjid dengan bukan masjid karena alasan
kemslahatan atau manfaat. akan tetapi Imam syafiI melarang menggantikan masjid, hadiah
dan tanah wakaf dengan yang lain.

2.6 Hikmah dan Manfaat Dari Wakaf


Banyak sekali hikmah dan manfaat dari wakaf, antara lain sebagai berikut :
1. Mendidik manusia untuk bershadaqah dan selalu mengutamakan kepentingan umum
diatas kepentingan pribadi.
2. Membantu, mempercepat perkembangan agama islam, baik sarana, prasarana umum
3. Membantu masyarakat dalam membantu memenuhi kebutuhan hidupnya atau
memecahkan permasalahan yang timbul
4. berbagai perlengkapan yang diperlukan dalam pengembangan agama.
5. Membantu masyarakat dalam membantu memenuhi kebutuhan hidupnya atau
memecahkan permasalahan yang timbul
6. Dapat membantu dan mencerdaskan masyarakat, misalnya wakaf buku, Al-Quran
dan lain-lain.
2.7 Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
Tata cara perwakafan tanah milik secara berurutan dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Perorangan atau badan hukum yang mewakafkan tanah hak miliknya diharuskan datang
sendiri dihadapan PPAIW untuk melaksanakan ikrar Wakaf.
2. Calon wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu harus menyerahkan surat
surat (sertifikat, surat keterangan dll) kepada PPAIW.
3. PPAIW meneliti surat dan syarat syaratnya dalm memenuhi untuk pelepasan hak atas
tanah.

11
4. Dihadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan dengan jelas, tegas dan
dalam bentuk tertulis. Apabila tidak dapat menghadap PPAIW maka dapat membuat
ikrar secra tertulis dengan persetujuan dari kandepag.
5. PPAIW segera membuat akta ikrar wakaf dan mencatat dalam daftar akta ikrar wakaf
dan menyimpannya bersama aktanya dengan baik.
Sertifikasi Tanah Wakaf
Dalam praktek di Indonesia, masih sering ditemui tanah wakaf yang tidak
disertifikatkan. Sertifikasi wakaf diperlukan demi tertib administrasi dan kepastian hak bila
terjadi sengketa atau masalah hukum. Sertifikasi tanah wakaf dilakukan secara bersama
oleh Departemen Agama dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pada tahun 2004, kedua
lembaga ini mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Kepala BPN
No. 422 Tahun 2004 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf. Proses sertifikasi tanah wakaf
dibebankan kepada anggaran Departemen Agama.
Ruilslag Tanah Wakaf
Nadzir wajib mengelola harta benda wakaf sesuai peruntukan. Ia dapat
mengembangkan potensi wakaf asalkan tidak mengurangi tujuan dan peruntukan wakaf.
Dalam praktek, acapkali terjadi permintaan untuk menukar guling (ruilslag) tanah wakaf
karena alasan tertentu. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 memperbolehkan tukar
guling atau penukaran harta benda wakaf dengan syarat harus ada persetujuan dari Menteri
Agama
Sengketa Wakaf
Penyelesaian sengketa wakaf pada dasarnya harus ditempuh melalui musyawarah.
Apabila mekanisme musyawarah tidak membuahkan hasil, sengketa dapat dilakukan
melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari materi yang telah kami buat, dapat kami simpulkan sebagai berikut: Wakaf dapat
diartikan ialah pemindahan kepemilikan suatu barang yang dapat bertahan lama untuk diambil
manfaatnya bagi masyarakat dengan tujuan ibadah dan mencari ridha Allah SWT.
Wakaf hukumnya sunah. Rukun wakaf terdiri dari wakif, maukuf lahu, maukuf,
lafal/sighat wakuf. Wakaf memliki syarat-syarat bagi pewakaf, salah satunya yaitu pewakaf boleh
menentukan apa saja syarat yang ia inginkan dalam wakafnya
Dalam kekuasaan wakaf bahwa wali wakaf adalah harus orang yang berakal
sehat.baligh, pandai menggunakan harta, dan bisa di percaya. bahkan mensyaratkan ia harus adil
dan mempunyai sifat amanat dan bisa dipercaya. di tambah dengan kemampuan mengelola
wakaf secara sempurna.
Barang wakaf tidak boleh diberikan, dijual atau dibagikan. maka barang yang
diwakafkan tidak boleh diganti. namun persoalannya akan lain jika misalnya barang wakaf itu tadi
sudah tidak bisa dimanfaatkan, kecuali dengan memperhitungkan harga atau nilai jual setelah
barang tersebut dijual. artinya hasil jualnya dibelikan gantinya. dalam keadaan seperti ini
mengganti barang wakaf diperbolehkan.
Banyak sekali hikmah dan manfaat Dari wakaf, bagi kehidupan orang banyak yaitu
Mendidik manusia untuk bershadaqah dan selalu mengutamakan kepentingan umum diatas
kepentingan pribadi. Membantu, mempercepat perkembangan agama islam, baik sarana, prasarana
umum berbagai perlengkapan yang diperlukan dalam pengembangan agama. Dapat membantu dan
mencerdaskan masyarakat, misalnya Wakaf buku, Al-Quran dan lain-lain.

13
DAFTAR PUSTAKA

Mughniyah, Muhammad Jawad. 2001. Fiqih Lima Mazhab: Jafari, Hanafi, Maliki, SyafiI,
Hambali. Jakarta: PT Lentera Basritama.
Matsna, Prof. Dr. H. Moh.2008. Fikih, Semarang. PT. Karya Toha,
https://maktabahabiyahya.wordpress.com/2013/02/23/hukum-wakaf-dalam-islam/

14

Anda mungkin juga menyukai