Anda di halaman 1dari 5

TEORI KOMUNIKASI DAN PARADIGMA

PENELITIAN,
serta Tinjauan Terhadap Analisa Wacana dan Bingkai

Oleh: Morissan, M.A.

Telah lama para ahli berupaya memberikan penjelasan mengenai pengertian 'komunikasi' melalui
berbagai teori yang mereka kemukakan. Namun semakin banyak upaya yang dilakukan untuk
menjelaskan komunikasi, melalui berbagai penelitian, justru pengertian komunikasi semakin
kabur. Namun disinilah letak daya tarik ilmu komunikasi karena selalu membuka peluang untuk
diskusi dan argumentasi. Hal ini tentu saja menuntut praktisi komunikasi untuk terus menerus
memperbaharui pengetahuannya di bidang ini.
Berbagai perbedaan pandangan mengenai komunikasi disebabkan para ahli komunikasi memiliki
ketertarikan yang berbeda-beda terhadap berbagai bidang atau aspek yang tercakup dalam ilmu
komunikasi. Para ahli komunikasi juga memiliki pandangan yang tidak sama mengenai hal apa
yang menjadi fokus perhatian atau aspek apa dalam komunikasi yang menurut mereka paling
penting dalam ilmu komunikasi.
Tidak adanya teori tunggal dalam ilmu komunikasi mendorong kita untuk memiliki suatu
metamodel teori komunikasi yang bersifat menyeluruh (komprehensif) yang dapat membantu
kita menjelaskan berbagai topik dan asumsi dan membantu kita dalam melakukan pendekatan
terhadap berbagai teori yang ada. Metamodel teori komunikasi menyediakan suatu sistem yang
kuat bagi kita untuk mengorganisir berbagai teori komunikasi.
Disini, kita menggunakan pandangan Robert T. Craig dalam menjelaskan berbagai teori
komunikasi yang jumlahnya banyak itu. Robert Craig membagi dunia teori komunikasi ke dalam
tujuh kelompok pemikiran atau tujuh tradisi pemikiran yaitu:[1]
1. Sosiopsikologi (sociopsychological)
2. Sibernetika (cybernetic)
3. Retorika (rhetorical)
4. Semiotika (semiotic)
5. Sosiokultural (sociocultural)
6. Kritis (critical)
7. Fenomenologi (phenomenology)

1. SOSIOPSIKOLOGI
Pemikiran yang berada dibawah naungan sosiopsikologi memandang individu sebagai makhluk
sosial. Teori-teori yang berada di bawah tradisi sosiopsikologi memberikan perhatiannya antara
lain pada perilaku individu, pengaruh, kepribadian dan sifat individu atau bagaimana individu
melakukan persepsi. Sosiopsikologi digunakan dalam topik-topik tentang diri individu, pesan,
percakapan, hubungan interpersonal, kelompok, organisasi, media, budaya dan masyarakat.

[
2. SIBERNETIKA
Sibernetika memandang komunikasi sebagai suatu sistem dimana berbagai elemen yang terdapat
di dalamnya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Komunikasi dipahami sebagai sistem
yang terdiri dari bagian-bagian atau variabel-variabel yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Sibernetika digunakan dalam topik-topik tentang diri individu, percakapan, hubungan
interpersonal, kelompok, organisasi, media, budaya dan masyarakat.

3. RETORIKA
Retorika didefinisikan sebagai seni membangun argumentasi dan seni berbicara. Dalam
perkembangannya retorika juga mencakup proses untuk ‘menyesuaikan ide dengan orang dan
menyesuaikan orang dengan ide melalui berbagai macam pesan’

4. SEMIOTIKA
Semiotika memandang komunikasi sebagai proses pemberian makna melalui tanda yaitu
bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, dan sebagainya yang berada diluar diri individu.
Semiotika digunakan dalam topik-topik tentang pesan, media, budaya dan masyarakat.

5. SOSIOKULTURAL
Cara pandang sosiokultural menekankan gagasan bahwa realitas dibangun melalui suatu proses
interaksi yang terjadi dalam kelompok, masyarakat dan budaya. Sosiokultural lebih tertarik
untuk mempelajari pada cara bagaimana masyarakat secara bersama-sama menciptakan realitas
dari kelompok sosial, organisasi dan budaya mereka. Sosiokultural digunakan dalam topik-topik
tentang diri individu, percakapan, kelompok, organisasi, media, budaya dan masyarakat.

6. KRITIS
Pertanyaan-pertanyaan mengenai kekuasaan (power) dan keistimewaan (privilege) yang diterima
kelompok tertentu di masyarakat menjadi topik yang sangat penting dalam teori kritis. Kritis
memandang komunikasi sebagai bentuk pemikiran yang menentang ketidakadilan. Tradisi kritis
digunakan dalam topik-topik tentang diri individu, pesan, percakapan, hubungan interpersonal,
kelompok, organisasi, media, budaya dan masyarakat.

7. FENOMENOLOGI
Fenomenologi memandang komunikasi sebagai pengalaman melalui diri sendiri atau diri orang
lain melalui dialog. Tradisi memandang manusia secara aktif menginterpretasikan pengalaman
mereka sehingga mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan
langsung dengan lingkungan. Tradisi fenomenologi memberikan penekanan sangat kuat pada
persepsi dan interpretasi dari pengalaman subjektif manusia. Pendukung teori ini berpandangan
bahwa cerita atau pengalaman individu adalah lebih penting dan memiliki otoritas lebih besar
dari pada hipotesa penelitian sekalipun. Fenomenologi digunakan dalam teori-teori tentang
pesan, hubungan interpersonal, budaya dan masyarakat.
Berbagai perbedaan yang terkandung dalam masing-masing kelompok tradisi komunikasi
tersebut mempengaruhi pada cara melakukan riset atau penelitian komunikasi dan
mempengaruhi pilihan teori yang akan digunakan. Setiap teori menggunakan cara atau metode
riset yang berbeda yang secara umum dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar paradigma
penelitian yaitu objektif dan interpretative.
1. Objektif
Ilmu pengetahuan seringkali diasosiasikan dengan sifatnya yang objektif (objectivity)
yang berarti bahwa pengetahuan selalu mencari standarisasi dan kategorisasi. Dalam hal ini, para
peneliti melihat dunia sedemikian rupa sehingga peneliti lain yang menggunakan cara atau
metode melihat yang sama akan menghasilkan kesimpulan yang sama pula. Dengan kata lain,
suatu replikasi atau penelitian yang berulang-ulang akan selalu menghasilkan kesimpulan yang
persis sama sebagaimana penelitian dalam ilmu pengetahuan alam (natural sciences). Penelitian
yang menggunakan metode objektif sering disebut dengan penelitian empiris (scientific
scholarship) atau positivis. Perlu ditegaskan disini bahwa apa yang dikenal selama ini sebagai
tipe penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif masuk dalam kategori penelitian objektif
positivis ini.

2. Interpretatif
Mereka yang menggunakan pendekatan ini sering disebut dengan humanistic scholarship.
Jika metode objektif (penelitian kuantitatif/kualitatif) bertujuan membuat standarisasi observasi
maka metode subjektif (penelitian interpretatif) berupaya menciptakan interpretasi. Jika ilmu
pengetahuan berupaya untuk mengurangi perbedaan diantara para peneliti terhadap objek yang
diteliti maka para peneliti humanistik berupaya untuk memahami tanggapan subjektif individu.
Pendekatan interpretatif memandang metode penelitian ilmiah tidaklah cukup untuk dapat
menjelaskan 'misteri' pengalaman manusia sehingga diperlukan unsur manusiawi yang kuat
dalam penelitian. Kebanyakan mereka yang berada dalam kelompok ini lebih tertarik pada
kasus-kasus individu daripada kasus-kasus umum.

Berdasarkan klasifikasi teori komunikasi oleh Robert Craig tersebut, yang manakah dari ketujuh
tradisi teori komunikasi tersebut yang memiliki sifat objektif dan yang manakah yang bersifat
interpretatif. Dalam hal ini, kita dapat menggunakan pandangan Griffin melalui peta tradisi teori
komunikasi sebagai berikut:

Sumber: EM Griffin, dan Glen McClish (special consultant), A First Look At Communication
Theory, Fifth Edition, McGraw Hill, 2003. Hal 33.

Berdasarkan peta tersebut di atas maka kelompok teori komunikasi yang paling objektif adalah
Sosisopsikologi sedangkan kelompok teori yang paling subjektif interpretatif adalah
fenomenologi, sosiokultural dan kritis. Pertanyaanya sekarang adalah:
III. KAJIAN KOMUNIKASI MASSA MENURUT PERSPEKTIF  TRADISI

Tulisan ini akan mengkaji secara mendalam dua perspektif tradisi mengenai  komunikasi massa.
Kedua tradisi tersebut adalah; The Socio-psychological tradition dan The Cybernetic tradition.
Dalam kedua tradisi tersebut terdapat beberapa teori komunikasi massa khususnya dalam aspek
penggunaan media. Berikut uraian perspektif kedua tradisi tersebut mengenai teori dan konsep
komunikasi massa.

a. The Socio-psychological tradition (communication as Interpersonal Influence)

Tradisi ini memusatkan perhatian pada aspek-aspek komunikasi yang mencakup ekspresi,
interaksi dan pengaruh. Wacana dalam tradisi ini menekankan pada perilaku, variable, efek,
kepribadian dan sifat, persepsi, kognisi, sikap dan interaksi. Seringkali manusia berfikir dirinya
adalah individu, di saat yang bersamaan juga disadari bahwa menjadi bagian pula dari komunitas
yang terikat dalam interaksi sosial. Studi tentang individu sebagai makhluk sosial adalah
kekuatan dari tradisi ini. Teori-teori dalam tradisi ini berpusat pada perilaku sosial dari individu,
variabel-variabel psikologi, efek individual, kepribadian dan bakat, persepsi, dan kognisi.

Kebanyakan karya dalam tradisi ini sekarang berpusat pada pemrosesan pesan, dengan
penekanan pada bagaimana individu merencanakan pesan secara strategis, bagaimana penerima
memproses informasi, dan efek-efek pesan pada individu. Teori sosiopsikologikal tentang
komunikasi ini juga berorientasi pada kognitif, menyediakan pendalaman pada cara manusia
memproses informasi. Teori-teori komunikasi massa dalam tradisi ini diantaranya adalah; agenda
setting, media dependency, kultivasi dan uses & gratification.

Contoh penelitian dalam tradisi adalah penelitian Carl Hovlan yang menggunakan metode
eksperimen untuk melihat efek komunikasi terhadap perubahan pendapat dengan acuan “who
says what to whom and with what effect”.Carl Hovland melakukan riset persuasi pada militer
Amerika mengenai perubahan sikap. Dia mendesin pesan berupa one sided & two sided
messages,  serta mengeluarkan konsep tentang fear appear dalam upaya persuasi seseorang. Dia
menekankan  persuasi pada penyampaian pesan komunikasi adalah berupa satu  arah

Agenda Setting. Teoritisi utama agenda setting ini adalah Maxwell McComb dan Donald Shaw
yang menyatakan bahwa audience tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya
melalui media massa tapi juga mempelajari seberapa besar arti penting  isu atau topik berita itu
diberikan oleh media massa melalui cara media tersebut memberikan penekanan terhadap topik
tersebut. Kemampuan untuk mempengaruhi perubahan kognitif individu ini merupakan aspek
terpenting  dari kekuatan media massa.

Dasar pemikiran teori ini adalah; diantara berbagai topik yang dimuat media massa, topik yang
mendapat lebih banyak perhatian dari media akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya dan
akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu. Sebaliknya, untuk topik yang kurang
mendapat perhatian oleh media massa kurang dianggap penting pula oleh pembaca.
Teori media dependensi. Teori ini dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L.
DeFleur (1976) yang memperhatikan kondisi strutural masyarakat yang mengatur kecenderungan
terjadinya suatu efek media massa.  Teori ini berangkat dari gagasan mengenai sifat masyarakat
modern yang menganggap media massa sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting
dalam proses pemeliharaan, perubahan, dan konflik pada tataran  masyarakat, kelompok atau
individu dalam aktivitas sosial.

Inti terpenting dalam teori ini adalah bahwa dalam masyarakat modern, audience menjadi
tergantung pada media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan, orientasi, dan segala
hal yang terjadi dalam masyarakatnya.  Jenis dan tingkat ketergantungan ini dipengaruhi oleh
sejumlah kondisi struktural terutama oleh kondisi perubahan, konflik dan kestabilan masyarakat.
Teori ini juga menyatakan bahwa media pada dasarnya melayani berbagai fungsi informasi.
Sehingga dalam teori ini dijelaskan mengenai interaksi antara audience, sistem media dan sistem
sosial, dimana hubungan ketiga komponen ini berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang
lainnya.

Cultivation Theory. Teori ini berasumsi bahwa materi televisi adalah seragam dan para pemirsa
tidak selektif. Premis teori ini, televisi menajamkan dan mendistorsi persepsi tentang  realitas
yang ada. Para peneliti kultivasi terdahulu lebih menekankan penelitian pada kekaburan pendapat
pada pemirsan televisi. Peneliti sekarang lebih  memfokuskan diri pada sebab-sebab munculnya
kultivasi tersebut. Penelitian Shrum (1996) menemukan bahwa informasi dari televisi lebih dapat
diingat oleh pemirsa.

Uses and Gratification Theory. Teori ini berangkat dari pendekatan khalayak, yaitu apa yang
dilakukan khalayak pada media. Teori ini memusatkan perhatian pada penggunaan (uses) isi
media untuk mendapatkan pemenuhan (gratification) atas kebutuhan seseorang. Katzt (1974)
mendasari penelitian mengenai uses and gratification ini dengan kondisi sosial psikologis
seseorang yang menyebabkan adanya suatu kebutuhan  yang menciptakan harapan-harapan
terhadap media massa dan sumber-sumber lainnya yang menyebabkan adanya perbedaan pola
penggunaan media bagi tiap-tipa individu.

Anda mungkin juga menyukai