Anda di halaman 1dari 5

BAB V

Teori Komunikasi Sebagai Sebuah Disiplin


Oleh: Robert T. Craig

Teori komunikasi sangat kaya dengan berbagai ide maupun gagasan di dalam
cakupannya. Dalam perkembangannya hingga saat ini, teori komunikasi terus berkembang
sehingga menghasilkan sebuah teori baru yang sangat penting untuk selalu dibahas. Namun,
meskipun teori komunikasi terus berkembang tapi belum mampu memberikan atau
menunjukan bahwasannya apa sesungguhnya teori komunikasi itu.
Meskipun ilmu komunikasi saat ini belum menjadi sebuah disiplin yang utuh atau yang
menyatu, tetapi Craig meyakini bahwa studi ini mampu menjadi suatu disiplin ilmu yang
memisahkan dari berbagai disiplin ilmu sehingga terjadi perbedaan yang signifikan dengan
disiplin ilmu lain yang membelenggunya. Sebuah disiplin yang luas, dimana terdapat
keterikatan antar para ilmuwan komunikasi dari berbagai tujuan, permasalahan, maupun
kontroversi dengan tradisi-tradisi disiplin ilmu lainnya.
Namun, satu hal yang berani diungkapkan oleh seorang Craig, bahwa teori komunikasi
ditegaskan sebagai suatu bidang terikat dalam praktik metadiscursive, sebuah wacana yang
berimplikasi pada praktik komunikasi. bahwa semua teori komunikasi relevan dengan dunia
praktis yang kaya makna. Berbagai tradisi teori komunikasi masing-masing menawarkan
konsep yang berbeda dan mendiskusikan masalah-masalah komunikasi dan prakteknya.
Menurut Craig tidak adanya koherensi dalam kajian komunikasi karena sifat
multidisiplin yang dibawa oleh masing masing ilmuwan yang sering salah dalam
penggunaannnya tetapi terus dipertahankan dalam keberlanjutan atau keberlangsungan studi
ilmu komunikasi sehingga menyebabkan kekaburan pada teori komunikasi itu sendiri.
Sebagai multidisiplin ilmu, studi komunikasi bersifat memilih eklektis atau memilih
dari berbagai bidang keilmuwan yang dianggap sesuai dengan kajian ilmu komunikasi.
Pandangan ini nyatanya masih banyak terlihat pada beberapa rujukan literatur yang mengarah
pada pembelajaran ilmu komunikasi. Pada akhirnya, sifat eklektis ini berubah menjadi lebih
produktif, yakni dengan memasukkan beragam fragmen ke dalam ilmu komunikasi.
Meskipun hal ini semakin menguatkan unsur komunikasi dalam studi tersebut, tetapi justru
faktor inilah yang membuat studi ini tidak mampu menjadi sebuah ilmu yang koheren.
Salah satu pemikiran Craig yang mendapatkan pujian dari pakar kmomunikasi lainnya
adalah mengkonstruksi ilmu komunikasi murni menjadi sebuah studi ataupun disiplin. Dalam
hal ini, Craig menyatakan ilmu komunikasi sebagai bidang dialogis-dialektis dengan
1
merumuskan dua poin prinsip, yaitu konsep metamodel dan metadiscourse. Ilmu komunikasi
sebagai metamodel dimaksudkan untuk membuka wilayah konseptual, dimana banyaknya
perbedaan teori yang muncul dalam studi komunikasi dapat saling berinteraksi satu sama
lain.
Model studi ilmu komunikasi ini sebuah pandangan yang menyoroti beberapa aspek
dari sebuah proses komunikasi. Selanjutnya, komunikasi sebagai metamodel juga
menitikberatkan pada beberapa aspek dari model komunikasi itu sendiri. Pada akhirnya,
konsep ini mampu menggambarkan model komunikasi sebagai proses simbolik guna
mencapai beberapa tujuan tertentu.
Adapun konsep yang dimaksud dengan konsep metadiscourse. Ialah konsep yang
merujuk pada studi komunikasi sebagai sebuah praktik. Craig meyakini bahwa teori ilmu
komunikasi dapat menjadi sebuah bidang yang terbuka sebagai wujud praktik sosial, dimana
konsep teori metadiscourse mampu membantu dan memperluas praktik ilmu komunikasi itu
sendiri, salah satunya adalah bahwa ilmu komunikasi dirancang sebagai sumber konsep yang
dapat merefleksikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Karena Teori komunikasi sebagai metadiscourse maka kita harus memahami nilai dari
multi perspektif demi bidang tersebut. Sebagai sebuah pemikiran dasar tentang metamodel,
Craig mengatakan bahwa komunikasi merupakan proses primer menyangkut pengalaman
kehidupan manusia, yaitu bahwa komunikasi membentuk kenyataan.
Dengan mengkomunikasikan atau berbagi pengalaman, kita justru membentuk
pengalaman kita. Craig menyarankan bahwa kita harus memindahkan prinsip yang sama ke
tingkatan yang lain. Teori adalah bentuk khusus dari komunikasi. Sehingga teori membentuk
pengalaman komunikasi. Teori berkomunikasi tentang komunikasi. Hal inilah yang dimaksud
sebagai metadiscourse oleh Craig.
Teori komunikasi yang berbeda disebabkan cara berkomunikasi yang berbeda pula,
artinya masing-masing bentuk komunikasi memiliki batasan dan kuasa sendiri-sendiri. Untuk
kepentingan pengamatan di dalam satu bidang, kita harus mengenal kekuatan konstitutif dari
teori yang ada dan mencoba menemukan satu cara mufakat dalam memahami untuk apa ada
teori yang berbeda-beda dan bagaimana perbedaannya. Craig menuliskan bahwa seluruh teori
komunikasi yang ada benar-benar praktis karena setiap teori adalah respon terhadap beberapa
aspek komunikasi yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

2
Prespektif Tujuh Tradisi dalam Teori Ilmu Komunikasi Menurut Craig

Robert T. Craig membagi dunia komunikasi dalam tujuh tradisi pemikiran. Tujuh tradisi
pemikiran dalam dunia komunikasi ini dikenal sebagai model Robert T. Craig, yang mampu
menawarkan cara melihat dan merefleksikan kajian komunikasi dalam cara yang lebih
holistik. Metamodel (model dari model-model) ini memberikan bentuk yang sesuai dan dapat
membantu mendefenisikan permasalahan-permasalahan dan pembahasan tentang asumsi
yang menentukan pendekatan-pendekatan terhadap berbagai teori.

Ketujuh tradisi pemikiran Craig dalam teori-teori komunikasi ialah 1. Retorika,


2.Semiotika, 3. Fenomenologi, 4. Sibernetika, 5. Sosiopsikologi, 6. Sosiokultural dan 7.
Kritikal. Adapun pembahasan tentang ketujuh tradisi teori komunikasi tersebut sebagai
berikut:

1. Retorika. Tradisi ini memahami komunikasi sebagai seni praktis. Retorika berpijak
pada beberapa permasalahan sosial yang menuntut adanya pertimbangan dan
penilaian sosial dari masyarakat sehingga dalam tradisi ini sangat memungkinkan
adanya kekuatan asumsi dari para komunikatornya, persuasi, nilai, serta praktik-
praktik menuju pada perbaikan struktur dalam masyarakat. Unsur penting dalam
tradisi ini, antara lain adalah mencakup adanya seni dalam berkomunikasi, audiens,
strategi komunikasi, kebiasaan—commonplace, logika, serta emosi dari para
komunikator serta audiensnya. Teori-teori retorika sering menentang pandangan
yang menegaskan bahwa kata-kata bukanlah tindakan, penampakan bukanlah
realitas, gaya bukanlah hal yang pokok dan opini bukanlah kebenaran.
2. Semiotik. Tradisi ini membahas tentang proses pemahaman—intersubjektivitas—
melalui tanda-tanda. Semiotik memfokuskan pada tanda-tanda dan symbol-simbol
memperlakukan komunikasi sebagai jembatan antara dunia privat dari individu-
individu dengan tanda-tanda untuk mendapatkan makna. Tradisi semiotik
memungkinkan adanya perbedaan pemahaman terhadap suatu tanda. Untuk itu,
pengertian terhadap makna bahasa dalam tanda yang disajikan sangat penting dalam
tradisi ini. Di pihak lain, tradisi semiotik ini meragukan beberapa hal, yakni
mengenai keberadaan kata-kata dengan makna yang mutlak dan berpengaruh bagi
pemikiran individu, serta kemunculan media sebagai sebuah faktor netral dalam
mempengaruhi pemikiran individu. Teori-teori semiotic sering bertentangan dengan

3
teori-teori yang menekankan bahwa kata-kata memiliki makna yang tepat, tanda-
tanda mempersentasikan objek atau bahasa yang bersifat netral.
3. Fenomenologi. Tradisi fenomenologi memberi perhatian pada pengalaman pribadi.
Komunikasi dilihat sebagai pertukaran pengalaman pribadi melalui dialog. Dalam
tradisi fenomenologi, setiap individu diyakini melakukan kontak dengan individu
lainnya dan merespon adanya perbedaan dalam setiap individu tersebut. Dalam
tradisi ini, wacana yang muncul mencakup istilah-istilah seperti experience, self,
dialogue, genuine, supportiveness, dan openness. Istilah-istilah tersebut merupakan
pendekatan teoritik ketika menegaskan kebutuhan akan kontak, penghormatan,
pengakuan, adanya perbedaan dan landasan bersama.
4. Sibernetik. Tradisi ini memuat proses informasi dalam studi ilmu komunikasi,
dimana adanya gangguan, kelebihan ataupun kekurangan dalam sistem, serta
ketidakfungsian sebuah sistem, menjadi wujud permasalahan dalam tradisi ini.
Unsur dalam tradisi sibernetik antara lain adalah meliputi sumber, penerima, sinyal
yang disampaikan, informasi, feedback, jaringan, fungsi, bahkan juga gangguan—
noise. Meskipun sangat berkaitan dengan sistem, tetapi dalam tradisi ini, fungsi dan
kerja suatu sistem komunikasi yang kompleks tidak dapat diprediksikan
sebelumnya. Secara umum, tradisi ini menentang argument-argument yang
membuat perbedaan antara mesin dengan manusia atau mengasumsikan hubungan
liner sebab-akibat.
5. Sosio-psikologi. Tradisi sosio-psikologi merupakan tradisi kelima yang mengacu
pada adanya ekspresi, interaksi, dan pengaruh antar individu ketika melakukan
komunikasi. Konteks permasalahan dalam tradisi ini adalah adanya tuntutan
manipulasi yang mengakibatkan perubahan hasil perilaku para individu. Tradisi
memiliki beberapa unsur penting, seperti efek yang dihasilkan, kepribadian
seseorang, perilaku, emosi, persepsi, attitude, kesadaran, dan interaksi. Komunikasi
dalam tradisi sosio-psikologi ini pada dasarnya mampu mencerminkan kepribadian
seseorang, perasaan dan keyakinan, prasangka, serta pengaruh individu dalam suatu
kelompok. Tradisi menentang pandangan bahwa orang bersikap rasional, individu-
individu mengetahui apa yang mereka pikirkan, dan persepsi merupakan jalur yang
jelas untuk melihat apa yang nyata.
6. Sosio-kultural adalah tradisi keenam dalam studi ilmu komunikasi. Tradisi ini
berkutat pada pembentukan kembali sebuah golongan sosial dalam masyarakat.
Beberapa unsur dalam tradisi sosio-kultural meliputi adanya masyarakat, struktur,
4
praktik, peraturan, sosialisasi, kultur budaya, serta identitas. Konsep individu dalam
tradisi ini dipercaya sebagai bagian dari produk masyarakat, dimana setiap
masyarakat tersebut memiliki kultur budaya yang jelas. Dalam tradisi ini
meniadakan argument-argument yang mendukung kekuatan dan tanggung jawab
individu, penyatuan diri atau pemisahan interaksi manusia dari struktur sosial.
7. Kritis. Tradisi ini adalah bentuk dari refleksi tidak terikat, yang membahas tentang
beberapa permasalahan hegemoni ideologi serta situasi-situasi yang mutlak terhadap
kekuasaan dalam masyarakat. Unsur dalam tradisi kritis ini mengacu pada bentuk-
bentuk ideologi, dialektika—materialisme, penindasan, emansipasi, kesadaran,
kebangkitan, serta perlawanan. Tradisi kritis secara sederhana muncul untuk
memperjuangkan nilai-nilai kebebasan, persamaan hak, serta diplomasi guna
membawa kesadaran masyarakat dalam memahami realitas sosial. Selain itu, tradisi
ini muncul dan turut menentang adanya rasionalitas golongan sosial serta
objektivitas dari dampak ilmu pengetahuan dan teknologi. Tradisi kritis merupakan
pendekatan terhadap teori dalam situasi yang mencakup pengekalan kekuasaan,
nilai-nilai kebebasan dan kesetaraan.

Selanjutnya, ketujuh tradisi ilmu komunikasi yang ditawarkan Craig tentunya membuka
wawasan baru bagi kita untuk menelaah dan mendiskusikan perbedaan-perbedaab dan
persamaan-persamaan serta harus dikembangkan kembali seiring dengan posisi ilmu
komunikasi yang semakin menuju pada sebuah studi murni tanpa adanya embel-embel
pengaruh maupun turunan dari studi-studi lain.
Untuk mengembangakan teori komunikasi Craig memberikan tiga actions yaitu,
eksplorasi, kreasi, dan aplikasi untuk mengembangkan ketujuh tradisi dalam studi
komunikasi ini secara lebih nyata.

Anda mungkin juga menyukai