Anda di halaman 1dari 4

Teori fungsional dan struktural adalah salah satu teori komunikasi yang masuk dalam

kelompok teori umum atau general theories (Littlejohn, 1999), ciri utama teori ini adalah
adanya kepercayaan pandangan tentang berfungsinya secara nyata struktur yang berada di
luar diri pengamat.
Fungsionalisme struktural atau lebih popular dengan ‘struktural fungsional’ merupakan hasil
pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di mana pendekatan fungsionalisme yang
diadopsi dari ilmu alam khususnya ilmu biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-
cara mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Dan pendekatan strukturalisme yang
berasal dari linguistik, menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut
pengorganisasian bahasa dan sistem sosial. Fungsionalisme struktural atau ‘analisa sistem’
pada prinsipnya berkisar pada beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep
fungsi dan konsep struktur.

Perkataan fungsi digunakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, menunjukkan kepada
aktivitas dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Dilihat dari tujuan hidup,
kegiatan manusia merupakan fungsi dan mempunyai fungsi. Secara kualitatif fungsi dilihat
dari segi kegunaan dan manfaat seseorang, kelompok, organisasi atau asosiasi tertentu.
Fungsi juga menunjuk pada proses yang sedang atau yang akan berlangsung, yaitu
menunjukkan pada benda tertentu yang merupakan elemen atau bagian dari proses tersebut,
sehingga terdapat perkataan ”masih berfungsi” atau ”tidak berfungsi.” Fungsi tergantung
pada predikatnya, misalnya pada fungsi mobil, fungsi rumah, fungsi organ tubuh, dan lain-
lain termasuk fungsi komunikasi politik yang digunakan oleh suatu partai dalam hal ini Partai
Persatuan Pembangunan misalnya. Secara kuantitatif, fungsi dapat menghasilkan sejumlah
tertentu, sesuai dengan target, proyeksi, atau program yang telah ditentukan.
Menurut Michael J. Jucius (dalam Soesanto, 1974:57) mengungkapkan bahwa fungsi sebagai
aktivitas yang dilakukan oleh manusia dengan harapan dapat tercapai apa yang diinginkan.
Michael J. Jucius dalam hal ini lebih menitikberatkan pada aktivitas manusia dalam mencapai
tujuan. Berbeda dengan Viktor A. Thomson dalam batasan yang lebih lengkap, tidak hanya
memperhatikan pada kegiatannya saja tapi juga memperhatikan terhadap nilai (value) dan
menghargai nilai serta memeliharanya dan meningkatkan nilai tersebut. Berbicara masalah
nilai sebagaimana dimaksud oleh Viktor, nilai yang ditujukan kepada manusia dalam
melaksanakan fungsi dan aktivitas dalam berbagai bentuk persekutuan hidupnya. Sedangkan
benda-benda lain melaksanakan fungsi dan aktivitas hanya sebagai alat pembantu bagi
manusia dalam melaksanakan fungsinya tersebut.
Demikian pula fungsi komunikasi dan fungsi politik, fungsi dapat kita lihat sebagai upaya
manusia. Hal ini disebabkan karena, baik komunikasi maupun politik, keduanya merupakan
usaha manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Sedangkan fungsi yang didefenisikan oleh Oran Young sebagai hasil yang dituju dari suatu
pola tindakan yang diarahkan bagi kepentingan (dalam hal ini sistem sosial atau sistem
politik). Jika fungsi menurut Robert K. Merton merupakan akibat yang tampak yang
ditujukan bagi kepentingan adaptasi dan penyetelan (adjustments) dari suatu sistem tertentu,
maka struktur menurut SP. Varma menunjuk kepada susunan-susunan dalam sistem yang
melakukan fungsi-fungsi. Struktur dalam sistem politik adalah semua aktor (institusi atau
person) yang terlibat dalam proses-proses politik. Partai politik, media massa, kelompok
kepentingan (interest group), dan aktor termasuk ke dalam infrastruktur politik, sementara
lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif termasuk ke dalam supra-struktur politik.
Mengacu pada pengertian fungsi yang diajukan Oran Young dan Robert K. Merton, serta
pengertian struktur oleh SP. Varma, maka fungsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
fungsi komunikasi politik sebagai salah satu fungsi input dalam sistem politik. Sementara
struktur yang dimaksud adalah Partai Persatuan Pembangunan sebagai salah satu bagian dari
infrastruktur dalam sistem politik. Selain fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan, serta
fungsi sosialisasi politik, fungsi partisipasi politik dan rekruitmen politik, fungsi lain yang
harus dijalankan oleh partai politik sebagai infrastruktur politik dalam sistem politik adalah
fungsi komunikasi politik. Mungkin menjadikan fungsional bagi struktur lain akan tetapi
partai politik menjadi disfungsional jika tidak dapat melaksanakan semua fungsi tersebut.
Lahirnya fungsionalisme struktural sebagai suatu perspektif yang ”berbeda” dalam sosiologi
memperoleh dorongan yang sangat besar lewat karya-karya klasik seorang ahli sosiologi
Perancis, yaitu Emile Durkheim. Masyarakat modern dilihat oleh Durkheim sebagai
keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut memiliki
seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian
yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bila mana kebutuhan
tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat ”patologis”.
Sebagai contoh dalam masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus
dipenuhi. Bilamana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi yang keras, maka bagian
ini akan mempengaruhi bagian yang lain dari sistem itu dan akhirnya sistem sebagai
keseluruhan. Suatu depresi yang parah dapat menghancurkan sistem politik, mengubah sistem
keluarga dan menyebabkan perubahan dalam struktur keagamaan. Pukulan yang demikian
terhadap sistem dilihat sebagai suatu keadaan patologis, yang pada akhirnya akan teratasi
dengan sendirinya sehingga keadaan normal kembali dapat dipertahankan. Para fungsionalis
kontemporer menyebut keadaan normal sebagai equilibrium, atau sebagai suatu sistem yang
seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimbangan atau perubahan
sosial.
Fungsionalisme Durkheim ini tetap bertahan dan dikembangkan lagi oleh dua orang ahli
antropologi abad ke-20, yaitu Bronislaw Malinowski dan A.R. Radcliffe-Brown. Malinowski
dan Brown dipengaruhi oleh ahli-ahli sosiologi yang melihat masyarakat sebagai organisme
hidup, dan keduanya menyumbangkan buah pikiran mereka tentang hakikat, analisa
fungsional yang dibangun di atas model organis. Di dalam batasannya tentang beberapa
konsep dasar fungsionalisme dalam ilmu-ilmu sosial, pemahaman Radcliffe-Brown
(1976:503-511) mengenai fungsionalisme struktural merupakan dasar bagi analisa fungsional
kontemporer.
Fungsi dari setiap kegiatan yang selalu berulang, seperti penghukuman kejahatan, atau
upacara penguburan, adalah merupakan bagian yang dimainkannya dalam kehidupan sosial
sebagai keseluruhan dan, karena itu merupakan sumbangan yang diberikannya bagi
pemeliharaan kelangsungan struktural (Radcliffe-Brown (1976:505).
Jasa Malinowski terhadap fungsionalisme, walau dalam beberapa hal berbeda dari Brown,
mendukung konsepsi dasar fungsionalisme tersebut. Para ahli antropologi menganalisa
kebudayaan dengan melihat pada ”fakta-fakta antropologis” dan bagian yang dimainkan oleh
fakta-fakta itu dalam sistem kebudayaan (Malinowski, 1976: 551).
Dalam membahas sejarah fungsionalisme struktural, Alvin Gouldner (1970: 138-157)
mengingatkan pada pembaca-pembacanya akan lingkungan di mana fungsionalisme aliran
Parson berkembang. Walaupun kala itu adalah merupakan masa kegoncangan ekonomi di
dalam maupun di luar negeri sebagai akibat dari depresi besar. Teori fungsionalisme Parsons
mengungkapkan suatu keyakinan akan perubahan dan kelangsungan sistem. Pada saat depresi
kala itu, teorinya merupakan teori sosial yang optimistis. Akan tetapi agaknya optimisme
Parson itu dipengaruhi oleh keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya
masa kemewahan setelah depresi yang parah itu. Bagi mereka yang hidup dalam sistem yang
kelihatannya galau dan kemudian diikuti oleh pergantian dan perkembangan lebih lanjut
maka optimisme teori Parsons dianggap benar. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Gouldner
(1970: 142): ”untuk melihat masyarakat sebagai sebuah firma, yang dengan jelas memiliki
batas-batas srukturalnya, seperti yang dilakukan oleh teori baru Parsons, adalah tidak
bertentangan dengan pengalaman kolektif, dengan realitas personal kehidupan sehari-hari
yang sama-sama kita miliki”.
Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak selalu harus
merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar berpendapat bahwa
sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang struktur-struktur sosial sebagai unit-unit yang
terbentuk atas bagian-bagian yang saling tergantung. Coser dan Rosenberg (1976: 490)
melihat bahwa kaum fungsionalisme struktural berbeda satu sama lain di dalam
mendefinisikan konsep-konsep sosiologi mereka. Sekalipun demikian adalah mungkin untuk
memperoleh suatu batasan dari dua konsep kunci berdasarkan atas kebiasaan sosiologis
standar. Struktur menunjuk pada seperangkat unit-unit sosial yang relatif stabil dan berpola”,
atau ”suatu sistem dengan pola-pola yang relatif abadi”.
Selama beberapa dasawarsa, fungsionalisme struktural telah berkuasa sebagai suatu
paradigma atau model teoritis yang dominan di dalam sosiologi kontemporer Amerika. Di
tahun 1959 Kingsley Davis di dalam pidato kepemimpinannya di hadapan anggota
”American Sociological Association”, bahkan melangkah lebih jauh dengan menyatakan
bahwa fungsionalisme struktural sudah tidak dapat lagi dipisahkan dari sosiologi itu sendiri.
Tetapi dalam sepuluh tahun terakhir ini teori fungsionalisme struktural itu semakin banyak
mendapat serangan sehingga memaksa para pendukungnya untuk mempertimbangkan
kembali pernyataan mereka tentang potensi teori tersebut sebagai teori pemersatu dalam
sosiologi.
2. Pengertian Solidaritas Mekanik Dan Organik
a. Solidaritas Mekanik
Solidaritas mekanik adalah solidaritas yang muncul pada masyarakat yang masih sederhana
dan diikat oleh kesadaran kolektif serta belum mengenal adanya pembagian kerja diantara
para anggota kelompok.
b. Solidaritas Organik
Solidaritas organik adalah solidaritas yang mengikat masyarakat yang sudah kompleks dan
telah mengenal pembagian kerja yang teratur sehingga disatukan oleh saling ketergantungan
antaranggota.
3.Konsep Dasar Tentang Anomy
Anomie adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Émile Durkheim untuk
menggambarkan keadaan yang kacau, tanpa peraturan. Kata ini berasal dari bahasa Yunani a-
: “tanpa”, dan nomos: “hukum” atau “peraturan”.
Macam-macam Anomi itu ada 3
1.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Individu
2.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Masyarakat
3.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Sastra Dan Film
1. Anomie sebagai kekacauan pada diri individu
Émile Durkheim, sosiolog perintis Prancis abad ke-19 menggunakan kata ini dalam bukunya
yang menguraikan sebab-sebab bunuh diri untuk menggambarkan keadaan atau kekacauan
dalam diri individu, yang dicirikan oleh ketidakhadiran atau berkurangnya standar atau nilai-
nilai, dan perasaan alienasi dan ketiadaan tujuan yang menyertainya. Anomie sangat umum
terjadi apabila masyarakat sekitarnya mengalami perubahan-perubahan yang besar dalam
situasi ekonomi, entah semakin baik atau semakin buruk, dan lebih umum lagi ketika ada
kesenjangan besar antara teori-teori dan nilai-nilai ideologis yang umumnya diakui dan
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pandangan Durkheim, agama-agama tradisional seringkali memberikan dasar bagi
nilai-nilai bersama yang tidak dimiliki oleh individu yang mengalami anomie. Lebih jauh ia
berpendapat bahwa pembagian kerja yang banyak terjadi dalam kehidupan ekonomi modern
sejak Revolusi Industri menyebabkan individu mengejar tujuan-tujuan yang egois ketimbang
kebaikan komunitas yang lebih luas.
Robert King Merton juga mengadopsi gagasan tentang anomie dalam karyanya. Ia
mendefinisikannya sebagai kesenjangan antara tujuan-tujuan sosial bersama dan cara-cara
yang sah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dengan kata lain, individu yang mengalami
anomie akan berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama dari suatu masyarakat tertentu, namn
tidak dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan sah karena berbagai keterbatasan sosial.
Akibatnya, individu itu akan memperlihatkan perilaku menyimpang untuk memuaskan
dirinya sendiri.
2. Anomie sebagai kekacauan masyarakat
Kata ini (kadang-kadang juga dieja “anomy”) telah digunakan untuk masyarakat atau
kelompok manusia di dalam suatu masyarakat, yang mengalami kekacauan karena tidak
adanya aturan-aturan yang diakui bersama yang eksplisit ataupun implisit mengenai perilaku
yang baik, atau, lebih parah lagi, terhadap aturan-aturan yang berkuasa dalam meningkatkan
isolasi atau bahkan saling memangsa dan bukan kerja sama. Friedrich Hayek dikenal
menggunakan kata anomie dengan makna ini.
Anomie sebagai kekacauan sosial tidak boleh dikacaukan dengan “anarkhi”. Kata “anarkhi”
menunjukkan tidak adanya penguasa, hierarkhi, dan komando, sementara “anomie”
menunjukkan tidak adanya aturan, struktur dan organisasi. Banyak penentang anarkhisme
mengklaim bahwa anarkhi dengan sendirinya mengakibatkan anomi. Namun hampir semua
anarkhis akan mengatakan bahwa komando yang hierarkhis sesungguhnya menciptakan
kekacauan, bukan keteraturan (lih. misalnya Law of Eristic Escalation). Kamus Webster
1913, sebuah versi yang lebih tua, melaporkan penggunaan kata “anomie” dalam pengertian
“ketidakpedulian atau pelanggaran terhadap hukum”.
3. Anomie dalam sastra dan film
Dalam novel eksistensialis karya Albert Camus Orang Asing, tokoh protagonisnya, Mersault
bergumul untuk membangun suatu sistem nilai individual sementara ia menanggapi
hilangnya system yang lama. Ia berada dalam keadaan anomie, seperti yang terlihat dalam
apatismenya yang tampak dalam kalimat-kalimat pembukaannya: “Aujourd’hui, maman est
morte. Ou peut-être hier, je ne sais pas.” (“Hari ini ibunda meninggal. Atau mungkin
kemarin, aku tak tahu.”) Camus mengungkapkan konflik Mersault dengan struktur nilai yang
diberikan oleh agama tradisional dalam suatu dialog hampir pada bagian penutup bukunya
dengan seorang pastur Katolik yang berseru, “Apakah engkau ingin hidupku tidak
bermakna?”
Dostoevsky, yang karyanya seringkali dianggap sebagai pendahulu filosofis bagi
eksistensialisme, seringkali mengungkapkan keprihatinan yang sama dalam novel-novelnya.
Dalam The Brothers Karamazov, tokoh Dimitri Karamazov bertanya kepada sahabatnya yang
ateis, Rakitin, “…tanpa Allah dan kehidupan kekal? Jadi segala sesuatunya sah, mereka dapat
melakukan apa saja yang mereka sukai?’” Raskolnikov, anti-hero dari novel Dostoevsky
Kejahatan dan Hukuman, mengungkapkan filsafatnya ke dalam tindakan ketika ia membunuh
seorang juru gadai tua dan saudara perempuannya, dan belakangan merasionalisasikan
tindakannya itu kepada dirinya sendiri dengan kata-kata, “… yang kubunuh bukanlah
manusia, melainkan sebuah prinsip!”
Yang lebih belakangan, protagonis dari film Taxi Driver karya Martin Scorsese dan
protagonis dari Fight Club, yang aslinya ditulis oleh Chuck Palahniuk dan belakangan
dijadikan film, dapat dikatakan mengalami anomie.

Anda mungkin juga menyukai