Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

TEORI DAN METODOLOGI ANTROPOLOGI

TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL

OLEH :

ANGGUN MUSTIKA YANTI 18161006

KONSENTRASI SOSIOLOGI/ANTROPOLOGI
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
A. Sejarah Perkembangan Teori Struktural Fungsional

Teori struktural fungsional merupakan perspektif pemikiran sosiologis yang

sangat berpengaruh, terutama tahun 1960-an. Begitu berpengaruhnya sehingga

setidak-tidaknya hingga dua dekade setelah perang Dunia II, perspektif ini boleh

dikatakan identik dengan sosiologi itu sendiri. Pengaruhnya yang besar itu dicapai

sebagai implikasi dari perjalanan tradisi ini yang begitu panjang dalam sejarah teori

sosial. kalau kita menelusuri elemen filosofinya, kita akan sampai ke pemikiran

filsafat dan politik pada masa Yunani (Maliki, 2003: 39). Perspektif ini juga berhasil

mengorbitkan pemikir seperti Talcot Parsons maupun Robert K. Merton. Meskipun

kemudian selama tiga dekade terakhir, perspektif ini mengalami kemeresotan,

sehingga Colomy (1990) sampai pada kesimpulan bahwa teori struktural fungsional

sudah berubah menjadi sebuah tradisi.

Robert K. Merton seorang pentolan teori ini berpendapat bahwa obyek analisa

sosiologi adalah fakta sosial seperti: peranan sosial. pola-pola institusional, proses

sosial, organisasi kelompok pengendalian sosial dan sebagainya. Hampir semua

penganut teori ini berkecenderungan untuk memusatkan perhatiannya kepada fungsi

dari satu fakta sosial terhadap fakta sosial yang lain. Hanya saja menurut Merton pula,

sering terjadi pencampuradukan antara motif subyektif dengan pengertian fungsi

(Ritzer, 2011. 22).

B. Konteks Sosial Teori Struktural Fungsional

Teori struktural fungsional muncul dilatarbelakangi oleh perkembangan

masyarakat yang dipengaruhi semangat renaissance. Pada saat itu muncul kesadaran

baru tentang peran manusia yang semula dianggap tidak memiliki otoritas apapun

untuk membangun kehidupan di dunia. Masyarakat beranggapan bahwa manusia tidak


memiliki otoritas untuk menjelaskan fenomena dan mengelolanya, karena semuanya

ditentukan oleh yang “di atas” (Maliki, 2003: 4).

Teori ini menekankan kepada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik

dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep-konsep utamnya adalah fungsi,

disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibrium). Menurut

teori ini masyarakat merupakan sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau

elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan

yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap perubahan

yang lain. Asumsi dasarnya adalah adalah bahwa setiap struktur dalam setiap struktur

dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional

maka struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya (Ritzer, 2011:

21).

Penganut teori fungsional ini memang memandang segala pranata sosial yang

ada dalam suatu masyarakat tertentu serba fungsional dalam artian positif dan

negatif. Herbert Gans (197) menilai kemiskinan saja fungsional dalam suatu sistem

sosial. Hanya saja perlu dipertnayakan: fungsional bagi siapa? Sebab bagi si miskin

sendiri jelas dis-fungsional (Ritzer, 2011: 22). Dalam menganilisis eksistensi individu

sebagai aktor dalam sebuah sistem sosial, Parsons melihat adanya dikotomi yang

secara kasar antara naturwissenchaft dan geisteswisschenchaft. Poin pertama

ditujukan pada satu model tindakan ilmu alam terhadap kajian tentang perilaku

manusia, dan berad dalam aliran positivistik ala Durkheim yang dianggapnya

menghancurkan elemen kesadaran dari manusia. Sementara poin yang kedua adalah

sebaliknya dari model yang pertama, sebagaimana dalam kelompok idelais ala Weber

yang mengagungkan ide-ide dan seperangkat elemen subyektif kepada status yang
begitu tinggi, sehingga mereka tidak mengakui peranan penting faktor-faktor materi

dalam kehidupan manusia (Upe, 2010: 116).

C. Struktural Fungsional (Talcot Parsons)

Parsons tidak mencurahkan perhatiannya untuk menganilisis tindakan dalam

tingkat mikro, melainkan ia menuju pada tingkatan makro yang lebih luas terhadap

tindakan dalam sistem sosial. upaya sistematik dan fungsional Parsons dilakukan

dengan cara memperluas strategi analisis fungsional, sehingga dapat diterapkan pada

sistem sosial tingkat mikro dan makro apa saja. Hasilnya adalah skematisasi A-G-I-L.

Singkatnya, model ini merujuk pada kebutuhan setiap sistem sosial untuk memenuhi

persyaratan (prerequisite) fungsional yaitu penyesuaian, pencapaian tujuan, integrasi,

dan pemeliharaan pola-pola yang laten. Tekanan dalam analisis struktural dalam

fungsional Parsons adalah pada mekanisme yang meningkatkan stabilitas dan

keteraturan dalam sistem sosial (social order) (Upe, 2010: 117).

Berdasarkan fokus kajian Parsons tentang tindakan sosial dan sistem sosial

menunjukan bahwa mainstream berpikirnya lebih bernuansa struktural fungsional

ketimbang revolusioner. Dengan kata lain, stabilitas lebih menjadi prioritas utama

dalam analisisnya ketimbang perubahan sosial. ia mengemukakan beberapa asumsi

dasarnya tentang fungsionalisme struktural (Upe, 2010: 121).

1. Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling

tergantung.

2. Sistem cenbderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau

keseimbangan.

3. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur .

4. Sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagian-

bagian lain.
5. Sistem memelihara batas-batas dengan lingkungan.

6. Alokasi dan integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan

untuk memalihara keseimbangan sistem.

7. Sistem cenderung menuju ke arah pemeliharaan keseimbangan diri, yang

meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara nagian

dengan seluruh sistem.

D. Struktural Fungsional (Robert K. Merton)

Merton adalah salah seorang murid Talcot Parsons di Universitas Harvard, dan

menjadi orang yang pertama kali memperoleh gelar Ph.D tahun 1936. Merton adalah

salah seorang tokoh dalam tradisi fungsionalisme struktural, meskipun yang

dikembangkan adalah berciorak middle range theory. Ia hanya memakai referensi dari

karya-karya Max Weber, William I Thomas dan Emile Durkheim (Maliki, 2003: 108).

Model struktural fungsional Merton mengkritik tiga postulat dasar analisis

struktural seperti yang dikembangkan oleh antropolog seperti Malinowski dan

Radcliffe Bron. Pertam adalah postulat tentang kesatuan fungsional masyarakat.

Postulat ini berpendirian bahwa semua keyakinan dan praktik kultural dan sosial yang

sudah baku adalah fungsional untuk masyarakat sebagai satu kesatuan maupun untuk

individu dan masyarakat. Pandangan ini secar tersirat meytakan bahwa berbagai

bagian sistem sosial pasti menunjukan integrasi tingkat tinggi.

Postulat kedua adalah fungsionalisme universal. Artinya, dinyatakan bahwa

seluruh bentuk kultur dan sosial dan struktur yang sudah baku mempunyai fungsi

positif. Merton menyatakan bahwa postulat ini bertentangan dengan apa yang

ditemukannya dalam kehidupan nyata. Yang jelas adalah bahwa tak setiap struktur,

adat. Gagasan, kepercayaan dan sebagainya mempunyai fungsi positif. Contoh:


nasionalisme fanatik dapat menjadi sangat tidak fungsional dalam dunia yang

mengembangbiakan senjata nuklir.

Ketiga adalah postulat tentang indispensability. Argumenya adalah bahwa

semua aspek masyarakat yang sudah baku tak hanya mempunyai fungsi positif, tetapi

juga mencerminkan bagian-bagian yang sangat diperlukan untuk berfungsinya

masyarakat sebagai satu kesatuan. Postulat ini mengarah kepada pemikiran bahwa

semua struktur dan fungsi secara fungsional adalah penting untuk masyarakat. Tak

ada struktur dan fungsi lain manapun yang dapat bekerja sama baiknya dengan

struktur dan fungsi yang kini ada dalam masyarakat. Dengan mengikuti Parsons,

kritik Merton adalah bahwa kita sekurang-kurangnya tentu ingin mengakui akan

adanya berbagai alternatif struktur dan fungsional yang dpat ditemukan di dalam

masyarakat (Ritzer, 2011: 136).


DAFTAR PUSTAKA

Maliki, Zainudin. 2003. Narasi Agung Tiga Teori Sosial Hegemonik. Surabaya: LPAM.

Ritzer, George. 2011. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Ritzer, George. 2011. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Upe, Ambo.2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai