Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

LAPORAN PENELITIAN LAPANGAN

Analisis Pemukiman Kumuh di Pasar Puruih Pagi Kota Padang

Diajukan sebagai tugas mata kuliah

Sosiologi Perkotaan

Disusun Oleh:

Kelompok 6 (Sesi F)

Anggun Mustika Yanti (14070189)

Nola Oktavia (14070178)

Ridho Aulia (14070192)

DOSEN PEMBIMBING:

Firdaus, S. Sos., M. Si.

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kehendak-
Nyalah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya dengan baik. Meskipun waktu
yang diberikan sangat singkat. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan peran
pranata agama dalam kehidupan sehari-hari dan kita dapat mengetahui fungsinya. Dalam
penyelesaiaan makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh
kurangnya ilmu pengetahuan. Namun berkat bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya
makalah ini dapat diselesaikan walaupun tentu saja masih terdapat banyak kekurangannya.
Karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaiaan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih
banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa mendatang.

Padang, 28 November 2016

Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar ……………………………………………………………………

Daftar Isi………………………………………………………………………........

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ………………………………………………..

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………..

1.3 Metode ……………………………....................……………..

BAB II Penjelasan Konsep

2.1 Defenisi …………………………………….….........................

2.1.1 Pemukiman …………………………………………

2.1.2 Kumuh............……………………………………….

2.1.3 Pemukiman Kumuh..............…………………….…..

2.2 Jenis permasalahan pemukiman kumuh......................................

BAB III Temuan & Pembahasan

3.1 Letak Geografis Kota.....................................................................

3.2 Sejarah Perkembangan..................................................................

3.3 Gambaran Umum Masalah Perkotaan............................................

3.4 Faktor Penyebab Terjadinya Masalah.............................................

3.5 Dampak Sosial Masalah..................................................................

BAB IV Penutup

4.1 Kesimpulan …………………………………………….…….........

4.2 Saran……………………………………………………….…........
Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Padang memiliki 889.561 dari 5.131.882 orang jumlah penduduk


Sumatra Barat pada data sementara pada tahun 2014 atau sekitar 17,33% dari jumlah
keseluruhan penduduk di Provinsi Sumatera Barat. Dari gambaran jumlah penduduk
saja sudah terlihat bahwa sangat banyak permasalahan lingkungan yang terjadi di kota
ini dibandingkan kota/kabupaten lainnya di Provinsi Sumatera barat. Padatnya
penduduk Kota Padang ini mengakibatkan pemerintah daerah Kota Padang kesulitan
dalam melakukan pengendalian keindahan dan kebersihan kota. Pencemaran
lingkungan merupakan masuknya makhluk hidup, zat energi atau komponen lain
kedalam lingkungan atau berubahnya suatu tatanan lingkungan karena kegiatan
manusia atau suatu proses alam sehingga kualitas lingkungan menjadi turun sampai
ketingkat tertentu yang mengakibatkan lingkungan menjadi kurang atau tidak bisa
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya

Sampah merupakan bahan yang padat telah dibuang dari aktivitas rumah,
tangga, hotel, pasar, industri, & aktivitas manusia lainnya sehingga sampah juga dapat
diartikan sebagai sampingan dari aktivitas manusia yang tidak terpakai.Sampah
merupakan indicator tepenting dalam pembersiahan kota demi terwujudnya kotaku
atau kota tanpa kumuh yang keberadaannya selalu ingin diharapkan oleh seluruh
kalangan masyarakat bukan hanya dari masyarakat elit saja tetapi masyarakat
ekonomi rendah. Namun keberadaan sampah malah semakin bertambah bayak diiringi
dengan laju pertumbuhan pendududk yang ad di kota padang, akibatnya sampah
tersebut merusak lingkungan yang mengakibatkan pencemmaran terhadap
lingkungan, hal ini disebabkan karena sampah yang ada di masyarakat tidak mampu
dikelolah, selain itu prilaku dan gaya hidup masyarakat denagn memebuang sampah
sembaranagn seperti ke sungai menagkibatkan permasalahanbaru seperti
menimbulkan bencana alam bahkan memunculkan bibit penyakit yang dapat
menurunkan tingkat kesehatan masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai karena
membuang sampah sembarangan. Hal ini diperparah lagi dengan kurangnya rasa
kebertanggung jawaban masyarakat dalam menjaga lingkungan dimana tingkat
kesadaran warga rendah dalam menjaga lingkungan karena masih banyak ditemukan
warga yang membuang sampah ke sungai sehingga mencemari lingkungan
seharusnya pemerintah mampu memberikan solusi atas penumpukan sampah yang ad
di kota padang mengajak masyarakatnya untuk berprilaku besih demi mewujudkan
kota padang yang sejahtera yaitu kotaku kota tanpa sampah.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana letak geografis kota Padang?

2. Bagaimana Sejarah perkembangan kota Padang?

3. Apa saja Masalah sampah di kota Padang?

4. Apakah faktor penyebab pemukiman kumuh?

5. Bagaimana dampak dari masalah sampah dikota padang?

1.3 Metode Penelitian

Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur


yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin. Metodologi juga merupakan analisis
teoritis mengenai suatu cara atau metode. Penelitian merupakan suatu penyelidikan
yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu
usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang
memerlukan jawaban. Hakekat penelitian dapat dipahami dengan mempelajari
berbagai aspek yang mendorong penelitian untuk melakukan penelitian. Setiap orang
mempunyai motivasi yang berbeda, di antaranya dipengaruhi oleh tujuan dan profesi
masing-masing. Motivasi dan tujuan penelitian secara umum pada dasarnya adalah
sama, yaitu bahwa penelitian merupakan refleksi dari keinginan manusia yang selalu
berusaha untuk mengetahui sesuatu. Keinginan untuk memperoleh dan
mengembangkan pengetahuan merupakan kebutuhan dasar manusia yang umumnya
menjadi motivasi untuk melakukan penelitian.

1.3.1 Teknik Pengumpulan Data


Supaya data dan informasi dapat dipergunakan dalam penalaran, data
dan informasi itu harus merupakan fakta. Dalam kedudukannya yang pasti
sebagai fakta, bahan-bahan itu siap digunakan sebagai eviden. Pada hakikatnya
eviden menurut Gorys Keraf, ahli bahasa dari universitan indonesia
(keraf,1983:9) adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi,
atau otoritas yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran
dari suatu objek yang diteliti.

1. Observasi

Observasi merupakan teknik pengamatan dan pencatatan sistematis


dari fenomena-fenomena yang diselidiki. Observasi dilakukan untuk
menemukan data dan informasi dari gejala atau fenomena (kejadian atau
peristiwa) secara sistematis dan didasarkan pada tujuan penyelidikan yang
telah di rumuskan (Mahmud,2011:168).

Observasi sebagai alat pengumpul data harus sistematis, artinya


observasi dan pencatatannya harus dilakukan menurut prosedur dan
aturan-aturan tertentu sehingga dapat diulangi kembali oleh peneliti lain
(Lufri, 2005:109).

2. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan


pertanyaan kepada responden dan mencatat atau merekam jawaban-
jawaban responden. Wawancara dapat dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung dengan sumber data. Wawancara langsung diadakan
dengan orang yang menjadi sumber data dan dilakukan tanpa perantara,
baik tentang dirinya maupun segala sesuatu yang berhubungan dengan
dirinya untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Adapun wawancara
tidak langsung dilakukan terhadap seseorang yang dimintai keterangan
tentang orang lain (mahmud,2011:173).

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan penduduk


di pasar pagi puruih. Wawancara dilakukan dengan beberapa penduduk
yang bertempat tinggal di pasar pagi puruih.
3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi sangat diperlukan dalam penelitian ini bertujuan


untuk memperkuat data yang dikumpulkan dari lapangan. Peneliti mengutip
beberapa data dokumentasi untuk memperlengkap data dalam laporan
penelitian ini.

1.3.2 Informan Penelitian

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi


tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 2008:132). Informan
dalam penelitian ini adalah

C. Waktu dan tempat penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada hari minggu tanggal 20 November 2016. Lalu


peneliti melakukan penelitian lagi pada hari Minggu yaitu tanggal 27
November 2016. Sedangkan kegiatan observasi dilakukan ketika awal
kedatangan peneliti ke lokasi penelitian dengan melihat keadaan pemukiman
kumuh disana lalu melakukan wawancara dengan beberapa orang penduduk.

2. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Pasar Pagi Puruih, lokasi ini dipilih karena


berdasarkan pantauan kami, peneliti menilai pemukiman kumuh di pasar pagi
puruih bagus untuk di teliti. Karena peneliti melihat selokan disana sangat
kotor.
BAB II

PENJELASAN KONSEP

2.1 Pengertian Permukiman, Kumuh, dan Permukiman Kumuh

2.1.1 Pengertian Permukiman

Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya.


Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya
adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya pemukiman.
Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta
prasarana dan sarana ligkungannya. Perumahan menitiberatkan pada fisik atau
benda mati, yaitu houses dan land settlement. Sedangkan pemukiman
memberikan kesan tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap
dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitikberatkan
pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia
(human). Dengan demikian perumahan dan pemukiman merupakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada hakekatnya
saling melengkapi.

2.1.2 Pengertian Kumuh

Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan
tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas
menengah. Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap
yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang
belum mapan. Menurut kamus ilmu-ilmu sosial Slum’s diartikan sebagai suatu
daerah yang kotor yang bangunan-bangunannya sangat tidak memenuhi
syarat. Jadi daerah slum’s dapat diartikan sebagai daerah yang ditempati oleh
penduduk dengan status ekonomi rendah dan bangunan-bangunan
perumahannya tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai perumahan yang
sehat. Slum’s merupakan lingkungan hunian yang legal tetapi kondisinya tidak
layak huni atau tidak memnuhi persyaratan sebagai tempat permukiman
(Utomo Is Hadri, 2000). Slum’s yaitu permukiman diatas lahan yang sah yang
sudah sangat merosot (kumuh) baik perumahan maupun permukimannya
(Herlianto, 1985). Dalam kamus sosiologi Slum’s yaitu diartikan sebagai
daerah penduduk yang berstatus ekonomi rendah dengan gedung-gedung yang
tidak memenuhi syarat kesehatan (Sukamto Soerjono, 1985).

2.1.3 Permukiman Kumuh

Diana Puspitasari dari Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Distarkim)


Kota Depok mengatakan, definisi permukiman kumuh berdasarkan
karakteristiknya adalah suatu lingkungan permukiman yang telah mengalami
penurunan kualitas. Dengan kata lain memburuk baik secara fisik, sosial
ekonomi maupun sosial budaya. Dan tidak memungkinkan dicapainya
kehidupan yang layak bahkan cenderung membahayakan bagi penghuninya.
Menurut Diana, ciri permukiman kumuh merupakan permukiman
dengantingkat hunian dan kepadatan bangunan yang sangat tinggi, bangunan
tidak teratur, kualitas rumah yang sangat rendah. Selain itu tidak memadainya
prasarana dan sarana dasar seperti air minum, jalan, air limbah dan sampah.
Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian
masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan
prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar
kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana
air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang
terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya. Ciri-ciri pemukiman
kumuh, seperti yang diungkapkan oleh Prof. DR. Parsudi Suparlan adalah :

1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.

2. Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruangnya


mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.

3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam


penggunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga
mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan
ekonomi penghuninya.
4. Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup
secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu
terwujud sebagai :

a. Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat

digolongkan sebagai hunian liar.

b. Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau


sebuah RW.

c. Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW

atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar.

5. Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen,


warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang
beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman
kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan
ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.

6. Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di


sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor
informil.

Berdasarkan salah satu ciri diatas, disebutkan bahwa permukiman


kumuh memiliki ciri “kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan
ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin”.
Penggunaan ruang tersebut berada pada suatu ruang yang tidak sesuai dengan
fungsi aslinya sehingga berubah menjadi fungsi permukiman, seperti muncul
pada daerah sempadan untuk kebutuhan Ruang Terbuka Hijau. Keadaan
demikian menunjukan bahwa penghuninya yang kurang mampu untuk
membeli atau menyewa rumah di daerah perkotaan dengan harga
lahan/bangunan yang tinggi, sedangkan lahan kosong di daerah perkotaan
sudah tidak ada. Permukiman tersebut muncul dengan sarana dan prasarana
yang kurang memadai, kondisi rumah yang kurang baik dengan kepadatan
yang tinggi serta mengancam kondisi kesehatan penghuni. Dengan begitu,
permukiman yang berada pada kawasan Muaro Lasak merupakan kawasan
permukiman kumuh.
BAB III

TEMUAN & PEMBAHASAN

3.1 Letak Geografis Kota Padang

Kota Padang terletak dipantai barat pulau Sumatradan berada antara 0°44'00"-
1°08'35" LS serta antara 100°05'05"-100°34'09" BT. Menurut PP No.17 Tahun
1980, Luas Keseluruhan KotaPadang adalah 694,96 km²; atau setara dengan 1,65
persen dari luas Provinsi Sumatera Barat. Dari luas tersebut lebih dari 60% nya
yaitu ± 434,63 km² merupakan daerah perbukitan yang ditutupi
hutan lindung, baru selebihnya merupakan daerah efektif perkotaan. Kota
Padang memiliki garispantai sepanjang 84 km dan pulau kecil sebanyak
19 buah diantaranya yaituPulau Sikuaidi Kecamatan Bungus Teluk Kabung
seluas 38,6 km², Pulau Toran di kecamatan Padang Selatan seluas25 km², dan
Pulau Pisang Gadang seluas 21,12 km² juga di Kecamatan Padang Selatan.
Daerah perbukitan membentang dibagian timur dan selatan kota. Bukit-bukit yang
terkenal di Kota Padang
antara lain, Bukit Lampu, Gunung Padang, Bukit Gado-
Gado, Bukit Pegambiran, dll Wilayah daratan Kota Padang ketinggiannya
sangat bervariasi, yaitu antara 0 m sampai 1.853 m di atas permukaan laut
dengan daerah tertinggi adalah Kecamatan Lubuk Kilangan. Kota Padang memiliki
banyak sungai, yaitu 5 sungai besar dan
16 sungai kecil, dengan sungai terpanjang yaitu Sungai Batang Kandis
sepanjang 20 km. Tingkat curah hujan Kota Padang mencapai rata-rata 405,58 mm
per bulan dengan rata-rata hari hujan 17 hari per bulan pada tahun 2003. suhu
udaranya cukup tinggi yaitu antara 23°-32°C pada siang hari dan pada malam hari
adalah antara 22°-28°C.

3.2 Sejarah Kota Padang

Kota Padang berawal dari pemukiman di tepi air, tepatnya di muaraSungai


Batang Arau ke Samudera Hindia.
Pada waktu itu Padang merupakan sebuah perkampungan nelayan kecil.
Penduduk pada waktu itu terdiri atas orang Rupit dan Tirau (Non Minangkabau).
Mereka bekerja sebagai nelayan mengarungi samudera dengan kapal-kapal kecil
mereka yang disandarkan di bibir muara. Pada abad ke-14 (1340-1375) Kota Padang
dikenal sebagai kampung nelayan dengan sebutan Kampung Batungyang diperintah
oleh Penghulu Delapan Suku. Pada 31 Desember 1799 seluruh kekuasaan VOC
diambilalih pemerintah Belanda dengan membentuk pemerintah kolonial. Kota
Padang dijadikan pusat kedudukan Residendan pusat pemerintahan wilayah
Gouvernement Sumatra's Westkust yang meliputi Sumatera Barat danTapanuli. Pada
1 Maret 1906 lahir ordonansi yang menetapkan Padang sebagai daerah Cremente
(STAL 1906 No.151) yang berlaku 1 April 1906. Pada 9 Maret 1950, Padang
dikembalikan ke tangan RI yang merupakan negara bagian melalui SK. Presiden RI
Serikat(RIS), No.111 tanggal 9 Maret 1950. Surat Keputusan Gubernur
Sumatera Tengah No.
65/GP50,tanggal 15 Agustus 1950 menetapkan Pemerintahan Kota Padang se
bagai suatu daerah otonom sementara menunggu penetapannya sesuai UU No. 225
tahun 1948. Saat itu kota Padang diperluas,
kewedanaan Padang dihapus dan urusannya pindah ke Walikota Padang.
Pada 29 Mei 1958.

3.3 Gambaran Umum Masalah Sampah Di Kota Padang

Pemukiman kumuh tidak lepas dari Masalah sampah, dimana Kota Padang
sebagai kota dengan penduduk terpadat di provinsi Sumatra Barat tentunya juga
berbanding lurus dengan sampah yang di produksi tiap harinya. Jumlah produksi
sampah di Kota Padang dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut :

Berdasarkan table 1.2 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan volume


produksi sampah setiap tahunnya di Kota Padang. Peningkatan jumlah sampah
tersebut berbanding lurus dengan pertambahan jumlah penduduk Kota Padang yang
juga selalu meningkat setiap tahunnya mulai dari tahun 2010 hingga 2013.
Peningkatan laju pertumbuhan penduduk Kota Padang sebesar + 2,6% pertahun ini
ditandai dengan peningkatan berbagai aktivitas sosial ekonomi yang menyebabkan
meningkatnya timbunan sampah di Kota Padang. Pada saat sekarang ini produksi
sampah di Kota Padang sudah mencapai 500 ton perhari. Sampah-sampah tersebut
berasal dari berbagai sumber 60% produksi sampah berasal dari aktivitas pemukiman/
hotel/restoran/kantor. 30% produksi sampah berasal dari aktivitas pasar/pertokoan.
Sedangkan 10% lainnya berasal dari sumber sumber lainnya. Dengan jumlah produksi
sampah yang sangat besar itu jika tidak ada tindakan yang tepat dari pemerintah Kota
Padang dalam menyelesaikan masalah sampah ini maka ini akan menimbulkan
masalah yang baru nantinya seperti banjir dan munculnya pemukiman pemukiman
kumuh yang membuat permasalahan sampah ini semakin rumit nantinya. 7 Kepala
DKP Kota Padang pun menuturkan dengan volume sampah yang sangat besar itu,
akan sulit mewujudkan kebersihan jika masyarakat hanya menggatungkan masalah
pengelolaan masalah sampah hanya pada DKP saja. Hal tersebut diakibatkan
kurangnya petugas serta sarana dan prasarana yang ada. Karena pada tahun 2014 saja
tercatat hanya ada 50 unit container yang akan mengangkut sampah sampah itu. Hal
itu masih dirasakan kurang untuk mengangkut sampah yang mencapai 500 ton perhari
itu.Sehingga banyak di tempat tempat pembuangan sampah atau tempat pembuangan
sementara (TPS) terlihat sampah yang menggunung. Hal tersebut yang nantinya
menimbulkan pemukiman menjadi kumuh.

Bak bak sampah otomatis yang disediakan pemerintah tidak mampu


menampung semua sampah yang ada. Bahkan sampah yang ada disekitar bak sampah
itu jumlahnya bisa mencapai 3 kali lipat sampai 5 kali lipat dari muatan bak sampah
di beberapa titik tertentu. 7 Sampah yang diangkut oleh petugas kebersihan hanya
yang ada pada bak container yang telah disiapkan itu saja sedangkan sampah yang
berserakan di luar bak sampah di biarkan begitu saja sehingga semakin hari semakin
semakin susah untuk dikelola. Sampah yang ada pada satu tempat pembuangan
sementara itu bisa mencapai 8 ton per hari sedangkan yang bisa diangkut oleh petugas
kebersihan hanya sekitr 4-5 ton perhari.Sisanya itulah yang semakin hari semakin
tidak terurus dan menimbulkan aroma yang tidak sedap. Selain menimbulkan aroma
tidak sedap hal ini tentunya sangat menggangu keindahan dan kebersihan kota dan
juga bisa menjadi sumber penyakit bagi warga di sekitar tempat pembuangan tersebut.
Hal yang tersebut hampir terjadi di seluruh kecamatan di Kota Padang.8
Belum selesai dengan masalah diatas ditambah lagi kurangnya kesadaran masyarakat
yang membuang sampahnya tidak berada pada tempat yang seharusnya. Hal ini
semakin membuat petugas kebersihan lebih bekerja keras lagi dalam melakukan
pembersihan. Sampah-sampah ini pun jumlah tidak kalah banyak dengan yang ada
pada tempat pembuangan sementara. Sehingga tidak heran jika Kota Padang tidak lagi
mendapatkan piala adipura sebagai lambang kebersihan Kota Padang semenjak
setelah gempa pada 2009 silam. Memang masalah sampah menjadi batu sandungan
terbesar mengapa Kota Padang tidak lagi dapat membawa piala adipura ke Kota
Padang. 9 Untuk itu, Pemerintah kota harus terus berperan aktif mendorong
masyarakat untuk meningkatkan kesadarannya dalam menjaga lingkungan serta ikut
berpartisipasi dalam menjaga lingkungannya.

Berbagai kegiatan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat


telah banyak dilakukan oleh pemerintah Kota Padang melalui Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Padang. Karena percuma DKP melakukan program-program untuk
kebersihan dan keindahan di Kota Padang jika masyarakatnya sendiri tidak peduli
akan hal itu. Jadi, sebelum program program lain dilakukan harus ada dulu
pendekatan atau sosialisasi yang lebih besifat untuk mengajak, membina dan
meningkatkan kesadaran serta kepedulian masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam
mewujudkan kebersihan dan keindahan Kota Padang sendiri. Terutama pada
pemukima kumuh, sampah sangat menjadi faktor utama dalam membentuk image
kumuh itu sendiri.

3.4 Factor Penyebab Pemukiman Di Pasar Pagi Puruih Dikatakan Sebagai Pemukiman
Kumuh

1. Kepadatan Penduduk Di Kota Padang

Perkembangan kotakota yang semakin tak teratur pun terjadi bukan ha


nya semata-matakarena pertumbuhan populasi yang besar. Kecenderungan angka
urbanisasi lebih besar dari angka reurbanisasi. Dengan kata lain, orang lebih senang
melakukan migrasi ke kota daripada ke luar kota. Mungkin hal ini muncul karena
adanya pandangan bahwa kota dapat menyediakan kehidupan yanglebih baik dari
pada tinggal di pedesaan. Memang semua fasilitas kehidupan tersedia di kota
Dan terjadilah berbagai efek dari memadatnya kota tersebut. Kota menjadi
semakin tidak teratur, baik dilihat secara fisik maupun dari kacamata kehidupan.
Begitu juga dengan penduduk di pasar pagi puruih yang mana penduduk disana semua
adalah pendatang dari luar kota padang. Hingga akhirnya menetap di pasar pagi
puruih muaro lasak padang.

Kabupaten / Jumlah Penduduk (jiwa)


Kota
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014*

1 Kab.Kep. 67.217 68.097 68.964 76.173 77.376 78.511 81.801 83.603


Mentawai

2 Kab.Pesisir 435.96 442.25 448.48 429.24 433.63 437.63 442.72 446.47


Selatan 0 7 8 6 2. 8 3 9

3 Kab. Solok 351.51 355.70 359.81 348.56 351.97 355.07 358.37 361.09
5 5 9 6 6 7 1 5

4 Kab. 197.60 202.27 206.98 201.82 204.73 207.47 214.64 218.58


Sijunjung 6 5 2 3 8 4 4 8

5 Kab.Tanah 335.13 335.92 336.60 338.49 340.89 342.99 342.91 343.87


Datar 2 6 4 4 3 1 5 5

6 Kab.Padan 384.53 387.19 389.73 391.05 394.14 396.88 400.88 403.53


g Pariaman 6 5 5 6 3 3 0 0

7 Kab. Agam 428.34 429.82 431.15 454.85 459.48 463.71 469.02 472.99
5 2 3 3 7 9 8 5

8 Kab.LimaP 329.52 331.77 333.92 348.55 352.39 355.92 361.59 365.38


uluh Kota 1 1 1 5 6 8 7 9

9 Kab.Pasam 253.14 257.37 261.57 253.29 256.22 258.92 263.80 266.88


an 8 4 9 9 6 9 4 8

10 Kab.Solok 130.35 132.09 133.80 144.28 146.42 148.43 153.88 156.90


Selatan 8 3 4 1 2 7 7 1
11 Kab 175.57 180.91 186.35 191.42 195.10 198.61 210.68 216.92
Dharmasra 3 5 4 2 3 4 9 8
ya

12 Kab 327.78 333.19 338.56 365.12 371.00 376.54 392.92 401.62


Pasaman 8 2 7 9 0 8 2 4
Barat

13 Kota 838.19 856.81 875.75 833.56 844.31 854.33 876.67 889.56


Padang 0 5 0 2 6 6 6 1

14 Kota Solok 57.120 58.473 59.837 59.396 60.301 61.152 63.525 64.819

15 Kota 53.913 54.307 54.685 56.866 57.493 58.068 58.991 59.608


Sawah
Lunto

16 Kota 52.017 54.218 56.491 47.008 47.619 48.187 49.471 50.208


Padang
Panjang

17 Kota 104.27 106.04 107.80 111.31 112.91 114.41 118.31 120.49


Bukittinggi 8 5 5 2 2 5 9 1

18 Kota 105.04 105.99 106.91 116.82 118.43 119.94 123.65 125.69


Payakumb 8 4 1 5 5 2 2 0
uh

19 Kota 70.499 70.625 70.726 79.043 79.992 80.870 82.580 83.610


Pariaman

Sumatera Barat 4.697.7 4.763. 4.827.9 4.846.9 4.904. 4.957. 5.066.4 5.131.
64 099 73 09 460 719 76 882
2. Pembuangan Sampah Sembarangan

Pemukiman kumuh di pasar pagi puruih tidak terlepas dari kurangnya


kesadaran masyarakat setempat dalam menjaga kebersihan. Sesuai dengan hasil
wawancara dengan salah seorang penduduk di pasar pagi puruih yang bernama ibu
Nuraini, beliau mengatakan sebagai berikut :

“yo kalau sampah dibuang se ka banda ko nyo, kalau dulu pas ibuk pindah kasiko
urang alun rami lai, masih ciek-ciek urang yang tingga disiko, itupun ujuang ka
ujuang. Dek kini urang lah padek yo sampah tabangnyo ka banda muko ko. Banda ko
kalau aia pasang naiknyo ka ateh ma, sabatih kaki ko tingginyo, beko kalau sarok
banyak mambarasiahan nyo samo-samo kalau lai lo, kok dak yang dibarasiahan
rumah surang-surang nyo”.

Artinya :

“ya kalau sampah dibuang saja ke selokan ini, kalau dulu ketika ibuk pindah kasini
orang belum ramai, masih beberapa orang yang tinggal disini, itupun dari ujung-
keujung. Sekarang penduduk yang makin banyak mereka membuang sampah di
selokan, ketika air pasang sampah mulai masuk kerumah penduduk bersamaan
dengan air yang naik setinggi betis orang dewasa, kalau sampah banayk terkadang
kami membersihkan dan mengangkat sampah secara bersama-sama, itupun kalau
sampahnya terlalu banyak, tapi lebih sering memmbersihkan rumah sendiri-sendiri”.

Dari hasil wawancara di atas jelas bahwasanya kesadaran masyarakat yang masih
rendah menyebabkan pemukiman menjadi kumuh.

3.5 Dampak Pemukiman Kumuh di Kota Padang

Ada beberapa dampak yang timbul ketika masyarakat bermukim di pemukiman


kumuh yaitu sebagai berikut :

1. Munculnya wabah penyakit


Dengan memiliki perilaku yang tidak sehat dengan cara membuang sampah
sembarangan dapat mengakibatkan munculnya wabah penyakit terutama ketika orang
tinggal di pinggiran laut maka ketika air pasang mereka akan terkena air yang pasang
dan ketika sampah menumpuk otomatis akan naik kepermukaan rumah warga, hal itu
dapat menimbulkan banyak penyakit, seperti DBD (demam berdarah), dan penyakit
kulit. Seperti yang dikatakan salah satu nara sumber bernama buk yen sebagai berikut:
“sasudah aia pasang ado juo yang kanai panyakik diak kayak gata-gata, dulu
awal-awal ado jo yang kanai DBD (demam berdarah) tapi dak lo sadoe do, ciek-
cieknyo. Yo nampak se lah aia ko kan taganang tu banyak nyamuak kan, tapi kalau
lah biaso dak baa do. Ibuk alhamdulilah alun ado yang DBD (demam berdarah) tu
lai, tapi sakadar gata-gata dek rangik ko a”.
Artinya :
“setelah air pasang ada juga yang terkena penyakit seperti gatal-gatal, DBD
(demam berdarah) tapi tidak banyak juga, ada-ada yang terkena penyakit, karena bisa
lihat juga kan air disini tergenang, tentu saja banyak nyamuk, tapi kalau sudah
terbiasa bukanlah masalah. Ibu alhamdulilah belum pernah terkena DBD (demam
berdarah) tapi sekedar gatal-gatal karena nyamuk”.
2. Kerusakan lingkungan atau polusi

Selain menimbulkan kerusakan lingkungan sampah yang berserakan juga akan


menimbulkan polusi dan kerusakan terhadapa lingkungan, salah satu nya dengan
prilaku masyarakat yang membuang sampah ke sungai dapat mengakibatkan
kerusakan pada air yang mengakibatkan polusi pada air selain itu denagn
pencampuran sampah dan limbah social atau rumah tangga dari penduduk yang terus
menggenangi sungai akan mengakibatkan aroma yang tidak sedap sehingga
mencemari udara.
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Salah satu permasalahan di kota padang adalah mengenai pemukiman kumuh


yang terdapat dibeberapa daerah di kota padang. Salah satunya di pasar pagi puruih,
disana merupakan salah satu tempat pemukiman kumuh. Salah satu faktor penyebab
disana dikatakan pemukiman kumuh adalah karena sampah-sampah itu dibuang di
selokan yang pada akhirnya sampah-sampah yang berasal dari buangan rumah tangga
disana menumpuk di selokan sehingga berdampak pada banyaknya nyamuk juga
bersarang disana, selain itu nyamuk yang bersarang disana juga menimbulkan
penyakit DBD (Demam Berdarah) terlebih lagi penyakit kulit seperti gatal-gatal
karena air kotor dan gigitan nyamuk.

2. Saran

Dilihat dari permasalahan diatas kami penulis menyarankan agar pembaca


dapat mengambil manfaat dari laporan penelitian dari kami, yaitu Jagalah kebersihan
lingkungan dimana kita tinggal agar jauh dari wabah penyakit. Karena lingkungan
yang bersih bisa memberi kenyamanan
Daftar Pustaka

Abdullah, Taufik. 1966. “Adat and Islam: An Examination of Conflict in Minangkabau”dalam

Indonesia.

Bakkaruddin Hand Out 2001, Geografi desa & kota: Geografi FIS UNP PADANG,

Bakkaruddin. 2009 Geogarfi Pariwisata: Perkembangan dan permasalahan


Kepariwisataan:,UNP Press Padang,

BPS Kota Padang Source : Statistical Central Board Of Padang City 2007.

Dari Pemberontakan Menuju Integrasi. Sejarah Perjuangan Masyarakat Minangkabau


(1930-1998) Jakarta: Yayasan Obor.

Sairin, Sjafri. 2002. Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia. Perspektif Antropologi


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

www.Blogspot.co.id

Anda mungkin juga menyukai