(14.1.3.4.1.025)
DENPASAR
2018
ABSTRAK
Advaita merupakan salah satu aliran filsafat Vedanta yang nondualis. Konsep
teologi advaita Vedanta dalam teks Siwatattwa berkaitan dengan anekatwa menjadi
ekatwa (Tuhan yang banyak menjadi satu). Sri Sankaracharya menguraikan
penekanan pada Nirguna dan Saguna Brahman hal ini terdapat juga dalam teks
Siwatattwa yang menguraikan teologi advaita Vedanta.
Agama Hindu memiliki berbagai macam kitab suci yang tidak pernah tuntas
untuk dipelajari. Kitab suci dalam agama Hindu masing-masing memiliki penekanan
berbeda-beda dalam mengidentifikasikan Tuhan itu sendiri. Salah satu kitab suci
agama Hindu dengan konsep teologi yang eksplisit adalah Advaita Vedanta.
Vedanta adalah kitab suci agama Hindu yang terdiri dari Advaita Vedanta,
Visistadvaita, dan Dvaita. Ketiga hal ini merupakan bagian dari Vedanta yang
memiliki persamaan dan perbedaan dalam pembahasan teksnya. Vedanta diebut kitab
suci karena Vedanta bersumber dari beberapa teks dari kitab suci agama Hindu
upanisad, Bhagavad Gita, dan Brahma Sutra oleh Badarayana ketiganya disebut
prastana-traya. Baik mimamsa dan Vedanta dianggap sebagai sistem yang sangat
Vedanta sebagai sistem yang sangat dekat dengan veda. Vedanta juga
dijelaskan sebagai sistem filsafat yang bersumber dari Veda. Sehingga, banyak tokoh-
tokoh Hindu mengartikan Vedanta sebagai Veda terakhir. Donder, (2006: 283)
menjelaskan Vedanta artinya akhir dari Veda Vedanta berasal dari kata Veda yaitu
Veda, dan kata anta yang berarti akhir. Berdasarkan pengertian dari kata Vedanta
dapat terlihat dengan jelas bahwa Vedanta merupakan bagian dari veda yang
Advaita. Advaita Vedanta ditokohi oleh Rsi Adi Sankaracarya dengan konsep
pemikirannya yang non dual (monistik). Advaita Vedanta disebut dengan non dual
karena konsep teologi dalam advaita Vedanta adalah monisme (paham yang
mempercayai bahwa segalanya ini adalah Tuhan. Tuhan menjadi satu dengan alam
semesta). Tuhan dan alam semesta satu bukan berbeda seperti yang ditekankan pada
monoteisme (percaya dengan satu Tuhan) yang menunjukan bahwa Tuhan dengan
semesta berbeda.
Salah satu konsep teologi Advaita Vedanta yang berkaitan dengan lokal
genius yang ada di bali adalah lontar Siwatattwa. Siwatattwa ini berisikan ajaran
terkait Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Tuhan/Bhatara Siwa. Esensi Siwatattwa
Anekatwa menjadi Ekatwa artinya Tuhan dengan Manifestasi yang banyak bersumber
pada yang satu yaitu Tuhan sebagai Acintya (Tuhan yang tak terpikirkan). Advaita
dalam arti kata non dual atau monisme merupakan paham yang mempercayai bahwa
segalanya ini adalah Tuhan dan bersumber pada yang satu. Sehingga yang banyak
menjadi satu bukan satu dan berbeda dengan alam semesta seperti pemahaman
monoteisme.
II PEMBAHASAN
merupakan Veda akhir dengan tokohnya yang bernama Rsi Adi Sankaracharya.
Sankara bukan hanya seorang filsuf, tetapi ia juga seorang mistikus (sufi), seorang
maharsi dan penyair. Karya-karya atau buku-buku Shankara yang bertuliskan nama
sangat mengagumkan, karena dalam waktu hidupnya yang sangat singkat, Ia telah
Sembilan aliran filsafat India, Vedanta yang merupakan bagian “akhir dari veda”,
diakui sebagai yang paling penting dan paling terkenal. Sekolah ini mendasarkan
dirinya atas pengajaran upanisad. Sistem Vedanta dalam kitab Brahma Sutra
dinyatakan oleh Shankara secara singkat sebagai “kebenaran Brahman atau Realitas”
sebagai non dual memandang hanya ada satu kenyataan yaitu Tuhan/Brahman. Sutra
27 menjelaskan bahwa hubungan antara Brahman dengan dunia yang lembam adalah
seperti hubungan antara ular dengan gulungannya. Brahman sebagai realitas tertinggi
penyangkalan atas dua bentuk Brahman seperti dikatakan dalam Brh. 2.3.1 mengenai
sebagai bentuk penyangkalannya. Bukan ini, bukan ini yaitu dia bukanlah apa yang
dilihat. Apapun yang dilihat bukanlah Brahman seperti ada-Nya. Brahman adalah
2.3.1 yang menyatakan Brahman atas dua bentuk bukan yang satu. Agar tidak terjadi
bahwa Tuhan itu adalah satu bukan apapun yang dilihat adalah Brahman. Sifat
Brahman sendiri berbeda dengan dunia ciptaannya. Karena Brahman sebagai pribadi
yang absolute sedangkan dunia ciptaannya banyak memiliki keterbatasan. Oleh sebab
itu, karena keterbatasan dunia ini disebut maya (dunia yang penuh dengan kepalsuan).
Donder, (2006: 285) menyatakan Maya adalah sakti (kekuatan) dari Tuhan,
yang nyata dan membuat yang tidak nyata menjadi tampak sebagai nyata. Ia adalah
dan sebagai segala sumber yang ada. Kekuatan Brahman tidak bisa terjangkau oleh
akal pikiran manusia, karena keterbatasan manusia yang dipengaruhi oleh awidya
(kebodohan).
yang absolute dengan dunia yang penuh dengan keterbatasan. Sankara dalam
tafsirannya terhadap sutra 2.1.6 menyatakan bahwa Brahman dan dunia ciptaannya
tidak sama dalam semua hal, sebab bila demikian, maka tak akan ada apa yang
namanya sebab dan akibat. Apa hal yang terpenting untuk menetapkan hubungan
sebab dan akibat adalah bahwa beberapa sifat dari penyebab harus terdapat juga pada
akibat.
Brahman) tetapi Tuhan (Isvara) bukanlah absolute karena Tuhan (Isvara) memiliki
kepribadian atau bersifat (saguna Brahman). Pada tingkat absolute tidak ada
perbedaan antara objek dan subjek, tetapi pada perbedaan tingkat Isvara perbedaan itu
ada yaitu; Brahman sebagai penciptaan disebut Dewa Brahman, Brahman sebagai
pemelihara disebut Dewa Wisnu, Brahman sebagai pelebur disebut Deva Siva.
segala yang ada ini berasal dari Brahman, tumbuh berkembang kemudian dilebur dan
kembali kepada Brahman. Di alam semesta ini hanya ada satu realitas, yaitu
Brahman, tidak ada satu eksistensipun terpisah dari Brahman, jika ada yang
memahami sebagai suatu yang berbeda dari Brahman, hal itu disebabkan oleh suatu
dari segala yang ada namun Brahman itu sendiri tidak bisa disamakan dengan dunia
ciptaannya. Brahman sangat cerdas menciptakan dunia beserta isinya dengan penuh
keterbatasan sehingga tidak bisa menjangkau Tuhan Acintya (yang tak terpikirkan)
sebagai realitas yang tertinggi. Oleh sebab, itu manusia selalu berusaha
Hyang Widhi adalah Bhatara Siwa. Bhatara Siwa digambarkan sebagai suatu yang
Esa, dipuja dalam berbagai perwujudannya dengan segala cara pada berbagai tempat.
Bhatara Siwa dipuja sebagai Saraswati, Brahma, Wisnu, Iswara, Kala dan sebagainya.
Secara etimologi istilah Siwa Tattwa terdiri dari dua kata yaitu Siwa dan
Tattwa. Kata Siwa berasal dari bahasa Sansekerta yang dalam bentuk ajektivenya
berarti mulia, dan dalam bentuk noun masculinenya bermakna dewa atau tunau.
Sedangkan istilah Tattwa juga berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti intisari
kebenaran yang sejati. Dengan demikian istilah Siwa Tattwa berarti intisari kebenaran
yang sejati daripada Tuhan atau yang disebut pula filsafat ke-Tuhanan atau Widhi
sebagaimya. Penulisan buku Siwa Tattwa ini menggunakan beberapa sumber lontar
segala yang ada. Tidak ada tempat yang kosong tanpa keberadaannya. Seperti dalam
Upanisad Tuhan diumpamakan seperti garam yang larut dalam air. Walaupun Tuhan
tidak tampak, namun bila dicicipi terasa adanya di sana. Di dalam Svetasvatara
seolah-olah tidak ada, tetapi bila kayu itu digosok api akan muncul. Ini menyatakan
bahwa di dalam kayu itu terdapat api (Tim Penyusun, 1999: 25).
Bhatara Siwa tidak dapat diwujudkan atau dilihat secara kasat mata. Namun
Bhatara Siwa selalu berada di mana-mana dan meresapi segala makhluk ciptaannya.
Tidak ada satupun yang luput dari Bhatara Siwa. Setiap hal yang ada di Dunia ini ada
Tuhan/Bhatara Siwa.
dipengaruhi oleh upadhi maya. Tuhan sebagai Nirguna Brahman adalah Brahman
yang bebas dari Guna yaitu penafsiran apapun juga. Tuhan sebagai Apara Brahman
adalah yang kuasa yang terbatas. Selain itu Siwatattwa menguraikan ada tiga jenjang
Bhatara dalam keadaan tanpa bentuk, tidak bergerak, tidak terguncang dsb.
Sadasiwatattwa bersifat wyapara, yang dipenuhi oleh sifat serba tahu dan serba kerja.
adwaita yaitu Monisme. Siwatattwa menguraikan hal tersebut dengan merujuk pada
lontar Jnanasiddhanta
namun bermanifestasi banyak, dan manifestasi banyak itu sumbernya satu. Advaita
dalam pengertiannya sebagai nondualis memandang bahwa Tuhan dan alam semesta
ini satu yang berarti anekatwa menjadi ekatwa. Hal ini sudah jelas tergambar bahwa
dari Sankara menjadi Saguna Brahman atau Tuhan yang berpribadi, hanya melalui
penyatuan-penyatuan dengan maya. Hal ini senada juga dengan diungkapkan dalam
Siwa Tattwa yang berkaitan dengan Tuhan/Bhatara Siwa disebut dengan Saguna dan
Nirguna Brahman yang mana bila Brahman dipengaruhi oleh Upadhi maya, Ia
disebut Saguna Brahman sedangkan Nirguna Brahman adalah Brahman yang tak
terbatas. Siwatattwa memandang bahwa Nirguna Brahman adalah yang lebih tinggi
III KESIMPULAN
merupakan Veda akhir dengan tokohnya yang bernama Rsi Adi Sankaracharya.
Konsep Advaita Vedanta Sankaracharya bahwa Brahman adalah penyebab dari segala
yang ada namun Brahman itu sendiri tidak bisa disamakan dengan dunia ciptaannya.
Brahman sangat cerdas menciptakan dunia beserta isinya dengan penuh keterbatasan
sehingga tidak bisa menjangkau Tuhan Acintya (yang tak terpikirkan) sebagai realitas
yang tertinggi. Oleh sebab, itu manusia selalu berusaha menghubungkan diri dengan
banyak keterkaitan terutama dalam konsep teologi dan sumber teksnya sama-sama