Anda di halaman 1dari 9

KERUKUNAN MENURUT AGAMA HINDU

“Rukun Itu Damai”


Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua “Om Swastyastu”. Dharma

wacana yang akan saya bawakan kali ini bertema “Kerukunan Menurut Agama

Hindu” dengan judul Rukun itu Damai. Kerukunan , kalau kita berbicara tentang

kerukunan pasti yang ada didalam benak kita adalah hidup damai perdampingan,

toleransi dan tanpa pertentangan.

Umat sedharma yang hatinya dipenuhi kebaikan.

Kita menyadari bahwa Indonesia sebagai suatu Negara yang besar terdiri dari

beranekaragam Suku, Agama, Ras dan budaya. Keragaman ini merupakan potensi

pemersatu dan sekaligus sebagai potensi konflik didalam masyarakat. Akhir-akhir ini

kita telah banyak melihat kondisi kerukunan bangsa ini yang kian lama kian rapuh,

Pancasila sebagai ideology telah terabaikan, begitupun dengan Agama. Contohnya

peristiwa konflik Maluku antar 2 kelurahan, jawa pasca lebarann, atau di kupang

misalnya yang telah kita rasakan bersama seperti tawuran antar pelajar, pemuda dan

mahasiswa yang biasanya penyebabnya hanya sepele. Mahasiswa yang justru

seharusnya sebagai kaum intelektual muda dan sebagai penerus bangsa malahan ikut-

ikutan dalam konflik ketidak rukunan ini, dimana hal ini memperlihatkan bahwa

sesungguhnya ketidakrukunan telah menjadi bagian dari budaya dan sejarah bangsa

ini.

Umat sedharma yang sedang berjuang untuk menjadi orang yang berbudi.

kiranya kita perlu mengetahui apa sih yang menyebabkan ketidakrukunan itu. Nah

terdapat beberapa penyebab diantaranya :

1
1. Eksklusivisme yaitu sikap yang menganggap dirinya atau kelompoknya lebih

tinggi derajatnya dari pada orang atau kelompok lain.

2. Pemurnian ajaran agama yaitu usaha untuk memurnikan agama dari

pengaruh unsur luar yang bukan asaliah agamanya. Bukankah kita sekarang sudah

dibuat bingung oleh banyak munculnya wacana-wacana agama misalnya Hindu

tradisional vs Hindu Modern, Hindu Bali vs Hindu yang masing-masing dari

wacana tadi mencerminkan adanya usaha permurnian ajaran agama. Yang menjadi

pertanyaan apakah munculnya wacana-wacana tadi merupakan suatu bentuk

kemajuan bagi Hindu dalam memandangi dirinya sendiri ataukah merupakan

kemunduran drastis bagi Hindu karena masing-masing pihak saling berargumen

tentang Hindu yang benar dan mungkin akan saling bermusuhan diwaktu yang

akan datang.

3. Dilema solidaritas yaitu kesetiaan dan solidaritas antara sesama penganut

agama memang merupakan hal yang wajar, namun kesetiaan akan agama tidak

boleh meniadakan kesetiaan kita terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat

universal.

4. Dilema Kepatuhan. Patuh kepada siapa ? patuh kepada Tuhan dan Pemimpin

kita. Nah yang menjadi masalah adalah ketika umat beragama atau masyarakat

lebih patuh pada pemimpinnya dari pada Tuhannnya. Sebagai contoh ketika

pemimpin agama salah menafsirkan ajaran agama yang jelas bertentangan dengan

nilai-nilai kemanusiaan yang universal yang diturunkan oleh Tuhan kepada semua

umatnya. Contohnya tawuran Maluku antar kelurahan. Apa mungkin suatu konflik

terjadi tanpa adanya seorang provokator. Hal ini membuktikan bahwa manusia

sekarang lebih patuh kepada sesamanya daripada Tuhan.

2
5. Analisis satu sisi, dimana orang atau kelompok hanya ingin melihat apa yang

ia ingin lihat dan buta terhadap sesuatu yang ia tidak ingin lihat. Analisis agama

misalnya menulis atau mengkritik agama lain dengan mengutip kalimat-kalimat

yang " ingin dilihat saja " untuk tujuan tertentu, sehingga dapat menimbulkan

salah pengertian yang mengelirukan. Hal ini tentu dapat mengakibatkan

perpecahan yang sangat berbahaya.

Dalam Bhagavad Gita III -26

Na buddhi-bhedam janayed

Ajnanam karma-sanginam

Josayet sarva-karmani

Vidvan yuktah samacaran

Artinya

Mereka yang bijaksana janganlah membingungkan yang bodoh, yang terikat pada

kegiatan kerja;melainkan mengajak semuanya bekerja dan bekerjasama atas dasar itu.

Dalam Bhagavad Gita II -42

Yam imam puspitam vacam

Pravadanty avipascitah,

Veda-vada-ratah partha

Nanyad astiti vadinah

Artinya

Sesungguhnya orang-orang yang tidak bijaksana mengucapkan kata-kata kembangan;

yang kesukaannya hanya pada apa yang tersurat dalam Veda, wahai Arjuna, tidak lain

ucapan mereka adalah ini.

Disini sesungguhnya Weda dengan jelas menyatakan bahwa apa yang tersurat dalam

Weda hendaknya jangan selalu diartikan sesuai dengan apa yang dibaca namun,

3
renungkanlah makna dibalik setiap sloka yang kita baca apalagi sloka-sloka tadi

dipakai untuk tujuan yang tidak baik dan membingungkan orang-orang yang awam.

Umat sedharma yang terkasih itulah beberapa penyebab terjadinya ketidak

rukunan menurut Hindu yang telah saya beritahukan. Secara umum Veda sangat

menghormati dan menginginkan adanya kerukunan ditengah masyarakat seperti pada :

Bhagavad Gita VII.21.

Yo-yo yam-yam tanum bhaktah

Sraddhayarcitum icchati

Tasya-tasya calam sraddham

Tam eva vidhadamy aham.

Artinya

”apapun bentuk kepercayaan yang dipeluk oleh Bhakta-Ku dengan penuh keyakinan.

Aku perlakukan kepercayaan mereka sama supaya tetap teguh dan sejahtera.

Bhagavad Gita IV.11

Ye yatha mam prapadyante

Tams thataiva bhajamy aham

Mama vartmanuvartante

Manusyah partha sarvasah

Artinya

Bagaimana pun (jalan) manusia mendekati-Ku, Aku terima, wahai Arjuna. Manusia

mengikuti jalan-Ku pada segala jalan.

Dari kedua sloka diatas sesungguhnya Krishna berhasrat menanamkan rasa

toleransi diantara manusia didunia ini dan berharap agar manusia berpegang teguh

kepada masing-masing kepercayaan demi kesejahteraan mereka sendiri.

Umat sedharma yang dikasihi Tuhan

4
kalau begitu yang menjadi pertanyaan sekarang mengapa kerukunan

merupakan sumber kedamaian ?. Kalau kita berbicara tentang kerukunan berarti kita

berbicara tentang hubungan antar manusia dimana hal ini berkaitan dengan tingkat

toleransi dengan sesama. Damai adalah bila kita mampu hidup selaras dan sejalan

dengan diri kita sendiri yaitu Atman atau hati nurani yang selalu menyuarakan

kebenaran. sebab orang yang mampu berdamai dengan dirinya pastilah orang yang

mampu mengendalikan segala pikiran, tutur kata, dan perbuatan agar tidak menyakiti

atau merugikan orang lain. Maka dalam konsep Hindu sebelum anda berdamai dengan

orang lain dalam bingkai kerukunan, berdamailah dengan diri anda sendiri karena

kedamaian adalah hadiah bagi orang yang mendamaikan dirinya. Orang yang

berdamai dengan dirinya adalah orang yang berbudi luhur dan inilah orang yang

paling dicintai Tuhan.

Dalam Bhagavad Gita VI- 5

Uddhared atmanatmanam

Natmanam avasadayet

Atmaiva hy atmano bandhur

Atmaiva ripur atmanah

Artinya

Biarlah dia mengangkat jiwanya dengan jiwanya sendiri, janganlah jiwanya

menjerumuskan dirinya, sebab hanya jiwa lah teman jiwanya dan hanya jiwalah

musuh jiwanya.

Dalam Bhagavad Gita VII- 17

Tesam jnani nitya-Yukta

Eka-bhaktir visisyate

Priyo hi jnanino ’tyartham

5
Aham sa ca mama priyah

Artinya

Diantara mereka, yang berbudi selalu memusatkan pikiran dan berbakti pada Yang

Satu adalah mulia sebab itu dialah Aku sangat kasihi dan dia kasih kepada-Ku.

Kedua sloka diatas sudah jelas bahwa jiwa kita adalah teman sekaligus dapat

menjadi musuh kita. Orang yang terbiasa tidak berdamai dengan dirinya dan merasa

hidupnya sudah berezeki, sesungguhnya Yang ada adalah illusi dari rezeki, yaitu

perasaan sudah mendapat uang tetapi yang menjadikan orang lebih haus uang,

perasaan sudah berkuasa tetapi yang akut ketakutan kehilangan kekuasaan, perasaan

sudah ternama tetapi yang namanya ditempelkan kepada kepalsuan dan kemungkaran,

perasaan sudah kaya tetapi yang tetap mencuri seperti khawatir tidak akan makan

esok pagi.

Saudara- saudara sedharma yang baik hatinya

kalau sudah berdamai dengan diri kita, lalu bagaimana caranya membina

kerukunan diantara sesama menurut Hindu ? Sebelum kita membina kerukunan keluar

artinya dengan orang-orang yang terjauh, maka hal pertama yang harus kita lakukan

adalah rukun dulu dengan keluarga dan orang terdekat kita, dengan ayah, ibu, saudara,

sahabat dan anak-anak kita.

Dalam Bhagavad Gita III -11

Devan bhavayatanena

Te deva bhavayantu vah,

Parasparam bhavayantah

Sreyah param avapsyatah

Artinya

6
Adanya para dewa adalah karena ini, semoga mereka menjadikan engkau demikian,

dengan saling memberi engkau akan memperoleh kebajikan paling utama.

dari sloka diatas sudah jelas bahwa Cara membina kerukunan adalah

dengan saling memberikan hal-hal yang positif. Memberi apa ? memberi cinta yang

tulus kepada istri, memberi kasih sayang kepada anak-anak kita, memberi senyuman

kepada sahabat, memberi maaf, memberi sedekah atau dana punia pada fakir miskin

dan tempat ibadah. Jika saja semua itu dapat dilakukan oleh kita semua maka

kerukunan yang mendamaikan itu akan menjadi kenyataan ”Moksartham Jagadhita

Ya Caiti Dharma” hidup berbahagia didunia dan akhirat. Hidup bahagia didunia

hanya mungkin dicapai dengan kerukunan dan toleransi yang tinggi terhadap sesama,

dan hidup bahagia di akhirat hanya akan dapat dicapai bila kita telah dapat berdamai

dengan diri kita sendiri.

Bhagavad Gita V.18.

Vidya-vinaya-sampanne

Brahmane gavi hastini,

Suni caiva svapake ca

Panditah sama-darsinah

Artinya

“Orang arif bijaksana melihat semuanya sama, baik kepada brahmana budiman yang

rendah hati, maupun terhadap makhluk hidup lainnya, orang yang hina papa sekalipun

Dari sloka diatas maka hendaknya perbuatan saling memberi kebaikan tanpa

membeda-bedakan dan tanpa pamrih hendaknya-lah ditegakkan dan diamalkan.

Dengan saling memberi kebaikan merupakan kebajikan paling utama. Jadi Saling

memberi pada hakekatnya merupakan wujud pencerminan nyata dari Tat Twam Asi.

Kamu adalah saya, saya adalah kamu. Apa yang engkau tidak suka hendaknya jangan

7
memberikan hal tersebut. Begitu juga apa yang disukai oleh dirimu, maka berilah hal

tersebut pada orang lain dengan tulus dan ikhlas.

Umat sedharma yang dimuliakan Tuhan.

Yang menjadi masalah adalah terkadang kita tidak mampu mengetahui

maksud dari pemberian orang lain terhadap kita yang sesungguhnya pemberian itu

amatlah bermanfaat bagi kita namun, kita menganggapnya sebagai suatu penghinaan,

pelecehan dan sebagainya yang pada akhirnya menimbulkan ketidakrukunan diantara

sesama. Maka marilah saya menjelaskan mengenai ilmu kotoran sapi. Seseorang

memberikan kotoran sapi pada tetangganya. Tanggapan Pertama, tetangga tersebut

akan menganggap bahwa itu merupakan suatu penghinaan ”kok tai sapi diberikan

kepada saya memangnya rumah saya septi tank apa ?”. Tanggapan kedua ialah

tetangga tersebut akan menerima dengan senang hati dan mengucapkan terima kasih

karena mungkin orang yang memberikan kotoran sapi tadi melihat bahwa taman

bunga milikinya kurang subur sehingga perlu diberi pupuk.

Umat sedharma yang hatinya baik. Kebanyakan orang menanggapi suatu

pemberian yang berkonotasi negatif namun maksudnya baik seperti pada ilustrasi

kotoran sapi tadi cenderung untuk melakukan seperti pada tanggapan pertama. Maka

mulai dari sekarang biasakanlah kita untuk melihat makna dibalik setiap kejadian

seperti pada tanggapan kedua tadi. Jika diberi teguran bukan maksudnya untuk

menghina dan merendahkan kita justru itu adalah perintah untuk lebih menghebatkan

diri kita sehingga kita lebih dihargai nantinya.

Umat sedharma sekalian yang dimuliakan Tuhan.

Kadang kala timbul pertanyaan dalam benak kita manakala saya sudah

berusaha berbuat kebaikan misalnya dengan memberi kebaikan yang sebisa saya

dengan tersenyum, dengan berdana punia, dengan memberi kasih sayang sebisa saya

8
namun, mendapat balasan atau perlakuan yang tidak semestinya kita terima. Lalu

bagaimana ? apakah menjauhi orang tersebut karena tidak menghargai segala

kebaikan kita atau menghindarinya ?

Sarasamuccaya sloka 317 dikatakan sebagai berikut:

Na pape prati papah syat sadhureva sada bhavet,

Atmanaiva hatah pappo yah papam kartu mmicchati.

Artinya:

”walaupun perbuatan jahat yang dilakukan orang terhadap dirimu, perbuatan seperti

orang sadhu hendaknya sebagai balasanmu. Janganlah sekali-kali membalas dengan

perbuatan jahat, sebab orang yang berhasrat berbuat kejahatan itu pada hakekatnya

akan menghancurkan dirinya sendiri”.

Dalam sloka ini sudah jelas bahwa terkadang senyuman dan kebaikan yang

kita berikan mendapatkan balasan yang tidak semestinya namun janganlah sekali-kali

membalas dengan perbuatan jahat hendaknya perlakuan bagaikan dua orang insan

yang sedang dimadu cinta saling merayu adanya, seperti itulah hendaknya perlakuan

kita kepada orang yang membenci kita. oleh karenanya” Selalu ingatlah dengan

hukum karma phala, cepat atau lambat semua itu pasti akan ada hasilnya”.

Akhir kata hendaknya ajaran saling memberi, ilmu kotoran sapi, berdamai

dengan diri sendiri, dan rukun dengan sasama dalam bingkai kerukunan yang

mendamaikan dapat umat sedharma sekalian pahami dan amalkan. Hanya satu pesan

saya mari kita wujudkan kerukunan Indonesia, layaknya taman bunga yang indah oleh

karena di hiasi oleh beranekaragam bunga-bunga yang cantik dan harum. Begitulah

kehidupan hendaknya keragaman dapat menjadi dasar kerukunan dan keharmonisan,

Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangruwa.

Sekian dan terima kasih ”Om santi santi santi Om”

Anda mungkin juga menyukai