Anda di halaman 1dari 64

Versi 1.

I Winny Puspasari Thamrin, S.Psi., M.Si. I Astri Nur Kusumastuti, S.Psi., M.Psi. I Budi Setiawan, ST., MMSI. I

Gunadarma
uc University
EBOOK

ANTROPOLOGI

Winny Puspasari Thamrin, S.Psi., M.Si.


Astri Nu r Kusu mastuti, S. Psi., M. Psi.
Budi Setiawan, ST., MMSI.

Universitas Gunadarma
ANTROPOLOGI

Winny Puspasari Thamrin, S.Psi., M.Si.


Astri Nur Kusumastuti, S.Psi., M.Psi.
Budi Setiawan, ST., MMSI.

Versi 1.0 Dikeluarkan tahun 2013

Desain sampul & tata letak : Budi Setiawan


Penyunting Naskah : Winny Puspasari Thamrin, Astri Nur Kusumastuti.
Video Narator: Winny Puspasari Thamrin, Astri Nur Kusumastuti.
Video Editor : Budi Setiawan

Copyright 2013 Universitas Gunadarma


Daftar lsi

1. PENDAHULUAN 1
Pengertian Antropologi
Pengertian Antropologi dari Beberapa Tokoh
Sejarah Perkembangan Antropologi

2. RUANG LINGKUP ANTROPOLOGI 7


Ruang Lingkup Antopologi Menurut William Haviland
Ruang Lingkup Antopologi Menurut Koentjaraningrat
Hubungan Antropologi Dengan llmu-llmu Lain
Etnografi (Wawancara dan Pengamatan)

3. KEBUDAYAAN 19
Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan, Culture dan Peradaban
Wujud Kebudayaan

4. UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN UNIVERSAL 27


Kaitan Antara Unsur-unsur Kebudayaan dengan Wujud Kebudayaan
Metode Analisis Kebudayaan

5. BAHASA DAN KOMUNIKASI 37


Kebudayaan Universal dan Bagiannya
Pengertian Bahasa
Bahasa dalam Rangka Kebudayaan
Jenis Komunikasi Non Verbal

6. SISTEM KEKERABATAN, KOMUNITAS DAN SISTEM RELIGI 47


Perkawinan
Rumah Tangga dan Keluarga Inti
Kelompok-Kelompok Kekerabatan
Kesatuan Hidup Setempat (Komunitas)
Sistem Religi

7. DINAMIKA KEBUDAYAAN 61
Proses Belajar Kebudayaan Sendiri
Evolusi dan Difusi
Akulturasi dan Asimilasi
lnovasi

8. ANTROPOLOGI PSIKOLOGI 73
Pengertian Antropologi Psikologi
Sejarah Perkembangan Antropologi Psikologi
Metode-Metode Dalam Antropolgi Psikologi
Penelitian Mengenai Antropologi Psikologi
MATERI

Kebudayaan Universal dan Bagiannya


Pengertian Bahasa
Bahasa dalam Rangka Kebudayaan
Jenis Komunikasi Non Verbal

TUJUAN I SASARAN BELAJAR

memahami dan menjelaskan tujuh unsur kebudayaan universal


dan bagian-bagiannya
memahami dan menjelaskan berbagai hal tentang bahasa dan
komunikasi
Unsur-Unsur Kebudayaan (Bahasa) ANTROPOLOGI

UNSUR-UNSUR
KEBUDAYAAN
(BAHASA)

Pada pembahasan sebelumnya, sudah dijelaskan mengenai unsur-unsur


kebudayaan universal. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut kemudian dijabarkan lagi
dalam Koentjaraningrat dalam beberapa bagian yang terdiri dari:

1. Bahasa
Merupakan produk manusia sebagai Homo Longuens yang berbentuk lisan
maupun tulisan.

2. Sistem Pengetahuan
Merupakan produk manusia sebagai Homo Sapiens yang meliputi pengetahuan
tentang alam sekitar, pengetahuan tentang flora dan fauna, pengtahuan tentang
zat-zat dan bahan mentah, pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan
tentang kelakuan sesama manusia, dan pengetahuan tentang ruang, waktu, dan
bilangan.

3. Organisasi Sosial
Merupakan produk manusia sebagai Homo Socius yang meliputi sistem
kekerabatan, sistem kesatuan hidup setempat, asosiasi dan perkumpulan-
perkumpulan, dan sistem kenegaraan.

4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi


Merupakan produk manusia sebagai Homo Faber yang meliputi alat-alat produksi,
alat-alat distribusi dan transport, wadah-wadah dan tempat menaruh-naruh,

-
Universitas Gunadarma
ANTROPOLOGI Unsur-Unsur Kebudayaan (Bahasa)

makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan


perumahan, dan senjata.

5. Sistem Mata Pencaharian Hidup


Merupakan produk manusia sebagai Homo Econimicus yang meliputi berburu dan
meramu, perikanan, bercocok tanam di lading, bercocok tanam menetap,
peternakan, dan perdagangan.

6. Sistem Religi
Merupakan produk manusia sebagai Homo Religius yang meliputi sistem
kepercayaan, kesusastraan suci, sistem upacara keagamaan, kelompok
keagamaan, ilmu gaib serta sistem nilai dan pandangan hidup.

7. Kesenian
Merupakan produk manusia sebagai Homo Aesteticus yang meliputi seni patung,
seni relief, seni vocal, seni kesusasteraan, dan seni drama.

A. Bahasa dan Komunikasi


Salah satu unsur kebudayaan adalah bahasa karena bahasa merupakan identitas
suatu bangsa. Indonesia yang terdiri dari beranekaragam suku yang sudah pasti diikuti
dengan berbagai macam bahasa pada setiap daerah maupun suku. Studi ilmiah
mengenai bahasa disebut linguistik. Studi linguistik ini sudah ada dimulai sejak awal
abad ketujuh belas yang merupakan abad penjelajahan dan penemuan.Para ahli
linguistik ini mengumpulkan fakta, bunyi, kata-kata dan kalimat dari berbagai pelosok di
dunia, kemudian keanekaragaman bahasa mulai menarik perhatian para peneliti. Para
peneliti mulai meneliti bahasa-bahasa kuno, seperti Arab, Sansekerta, Cina dan
sebagainya. Studi ilmiah mengenai bahasa-bahasa ini mendorong banyak orang untuk
melakukan studi komparatif atau perbandingan antara bahasa yang satu dengan
bahasa yang lain. Pada pembahasan selanjutnya akan diuraikan secara rinci tentang
bahasa.

1 . Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan hal yang tidak terpisah dalam kehidupan manusia yang
berfungsi sebagai alat menyampaikan apa yang kita pikirkan dan kita rasakan. Bahasa
adalah suatu sistem bunyi yang mengikuti aturan tertentu agar dapat menimbulkan arti
dan ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam bahasa itu. Berikut beberapa
definisi bahasa menurut beberapa tokoh, yaitu:
a. Menurut Haviland (1995) bahasa adalah suatu sistem komunikasi yang
menggunakan suara yang dihubungkan satu sama lain menurut seperangkat
aturan, sehingga mempunyai arti.
b. Menurut Gorys Keraf (1997), bahasa adalah alat komunikasi antara anggota
masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia
c. Menurut Fodor (197 4) bahasa adalah sistem simbol dan tanda. Si stern simbol
adalah hubungan simbol dan makna yang bersifat konvensional, sedangkan
sistem tanda adalah hubungan tanda dan makna bukan tanda dan makna bukan
konvensional tetapi ditentukan oleh sifat atau ciri tertentu yang dimiliki benda
atau situasi yang dimaksud.
d. Menu rut Felicia (2001) bahasa merupakan alat yang digunakan untuk
berkomunikasi sehari-hari, baik lisan maupun bahasa tulis.
e. Menurut Santoso (1990) bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh
alat ucap secara sadar.

-
Universitas Gunadarma
Unsur-Unsur Kebudayaan (Bahasa) ANTROPOLOGI

f. Menurut Syamsudding (1986) bahasa memiliki dua pengertian. Pertama bahasa


adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan
perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai utuk mempengaruhi dan dipengaruhi.
Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun
yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari
budi kemanusiaan.

Dilihat dari beberapa definisi yang menjelaskan bahasa, dapat disimpulkan bahwa
bahasa dalam ilmu antropologi adalah sistem lambing secra arbitrer dibentuk atas
unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana interaksi antar
manusia. Bahasa berfungsi menyampaikan informasi dan pengalaman, baik yang
bersifat kultural maupun individual kepada orang lain. Hockett dan Ascher yang dikutip
oleh Sanderson (dalam Saebani, 2012:164) menyebutkan terdapat empat karakteristik
utama bahasa yaitu bahasa mengandung kualitas keterbukaan (openness), bahasa
dikarakterisasikan dengan ciri yang disebut displacement, bahasa merupakan dualitas
susunan serangkaian unit suara dasar, dan bahasa ditransmisikan dengan belajar.

2. Bahasa dalam Kerangka Kebudayaan


Bahasa merupakan ciri utama lahirnya kebudayaan manusia yang modern karena
melalui bahasa, perkembangan manusia terlihat semakin sempurna. Haviland
mengatakan bahwa salah satu kajian antropologi budaya adalah bahasa, yang
biasa dikenal dengan antropologi linguistik. Menurut Haviland (1988: 15), ciri
manusia yang paling khusus adalah kemampuannya untuk berbicara, yang
mengadakan komunikasi dengan menggunakan lambang dan simbol. Wharf
mengemukakan bahwa bahasa bukan sekedar cara memberi kode untuk proses
menyuarakan gagasan dan kebutuhan kita, tetapi lebih merupakan suatu pengaruh
pembentuk yang dengan menyediakan galur-galur ungkapan yang mapan, yang
menyebabkan orang melihat dunia dengan cara-cara tertentu mengarah pikiran dan
perilaku manusia. Pendapat tersebut menarik perhatian pada hubungan bahasa dan
kebudayaan. Salah satu bidang penting dalam studi bahasa adalah semantik atau
studi tentang makna-makna yang ada dalam sebuah bahasa. Konteks kebahasaan
yang terkait erat dengan konteks sosial budaya masyarakat pemilik bahasa
tersebut, sangat beraneka ragam dan seorang ahli bahasa tidak selalu menggali
berbagai dimensi semantik dari suatu kata, karena ini memerlukan penelitian
lapangan yang cukup lama. Dalam konteks inilah para ahli etnologi dapat
memberikan sumbangan pada etnolinguistik. Bahasa sebagai simbol mempunyai
signifikansi bagi umat manusia dalam memuluskan jalan untuk munculnya suatu
kebudayaan. Kebudayaan sangat bergantung pada sebuah alat untuk menyimpan
dan mentrasmisikan sejumlah informasi yang disampaikan dalam kehidupan sosial
dari satu generasi ke generasi lain. Kebudayaan berkembang oleh perkembangan
pola komunikasi manusia yang unik.

3. Fungsibahasa
Menurut Gorys Keraf fungsi bahasa dapat diturunkan dari dasar dan motif
pertumbuhan bahasa, yang terdiri dari:
a. Untuk menyatakan ekspresi diri
Bahasa secara terbuka, menyatakan segala sesuatu yang ada di dalam hati dan
pikiran kita. Ekpresi diri mengandung makna agar menarik perhatian orang lain
terhadap kita dan adanya keinginan membebaskan diri kita dari segala tekanan
emosi.
b. Sebagai alat komunikasi

-
Universitas Gunadarma
ANTROPOLOGI Unsur-Unsur Kebudayaan (Bahasa)

Dengan komunikasi, setiap orang dapat menyampaikan informasi, apa yang kita
rasakan dan pikirkan.
c. Sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial
Melalui bahasa, seseorang dapat perlahan-lahan belajar untuk mengenal adat-
istiadat, tingkah laku, aturan dalam masyarakat, dan mampu untuk
menyesuaikan diri dalam segala hal
d. Sebagai alat kontrol sosial
Kegiatan sosial akan berjalan dengan baik karena adanya aturan dalam
penggunaan bahasa.

4. Kinesik dan Proksemik


Alat komunikasi nonlinguistik sangat bervariasi dari budaya ke budaya, diantaranya
sistem isyarat. Sistem isyarat atau biasa di kenal dengan bahasa non verbal atau
bahasa tubuh (body language) ini bisa dimaknai dari ekspresi wajah, gerak tangan,
gerak tubuh, cara berbicara, maupun suara. Duncan (dalam Rakhmat, 1994)
membahas bahasa non verbal, bisa dikategorikan menjadi enam jenis, yaitu:
a. Kinesik atau gerakan tubuh
Kinesik yaitu gerakan tubuh yang digunakan dalam menyampaikan pesan
(message). Kinesik sudah banyak dikenal orang dengan ungkapan body
language. Bahasa tubuh ini merupakan suatu sistem sikap tubuh, ekspresi
muka, dan gerakan-gerakan tubuh yang mengandung pesan. Ada tiga
komponen pesan dalam menyampaikan bahasa kinesik, yaitu pesan fasial,
pesan gestural dan pesan postural.
a) Pesan fasial adalah kinesik yang menggunakan raut muka atau ekspresi
wajah untuk menyampaikan makna tertentu. Dalam berbagai penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa pada
wajah dapat mengekpresikan atau menyampaikan paling sedikit sepuluh
makna yaitu makna kebahagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan,
kesedihan, kemuakan, pengecaman, minta, ketakjuban, dan tekad.
b) Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota tubuh seperti mata
dan tangan dalam mengkomunikasikan berbagai makna. Menurut Galloway,
pesan ini berfungsi untuk mengungkapkan mendorong atau membatasi,
responsif atau tak responsif, memperhatikan atau tidak memperhatikan,
melancarkan a tau tidak reseptif, dan menyetujui a tau menolak. Pesan
gestural yang mempertentangkan terjadi bila pesan gestural memberikan arti
lain dari pesan verbal atau pesan lainnya. Pesan gestural tak responsif
menunjukkan gestur yang tidak ada kaitannya dengan pesan yang
diresponnya. Pesan gestural negatif mengungkapkan sikap dingin,
merendahkan, atau menolak. Pesan gestural tak responsive mengabaikan
permintaan untuk bertindak
c) Pesan postural dikaitkan dalam seluruh anggota badan. Mehrabian (dalam
Rakmat, 1994: 290) menyebutkan bahwa terdapat tiga makna yang dapat
disampaikan postur, yaitu immediacy (ungkapan kesukaan dan
ketidaksukaan terhapa orang lain), power (mengungkapkan status sosial
tertentu pada diri komunikator) dan responsivenese (bisa dilihat ketika
bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positif maupun negatif).

b. Paralinguistik atau suara


Merupakan pesan non-verbal yang berhubungan dengan cara mengucapkan
pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang
berbeda bila diucapkan dengan cara yang berbeda. Hal-hal yang membedakan
antara lain nada, kualitas suara, volume, kecepatan, dan ritme. Secara

-
Universitas Gunadarma
Unsur-Unsur Kebudayaan (Bahasa) ANTROPOLOGI

keseluruhan, pesan paralinguistik merupakan alat yang paling cermat unuk


menyampaikan perasaan kita kepada orang lain.

c. Proksemik
Pesan ini disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Pada umumnya,
dengan mengatur jarak, kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.
Pesan ini juga diungkapkan dengan mengatur ruangan objek dan rancangan
interior. Pesan ini dapat mengungkapkan status sosial ekonomi, keterbukaan,
dan keakraban. Edward T. Hall seorang antropolog menyebutkan bahwa dalam
berinteraksi terdapat emapat zona spasial, yaitu jarak intim (intimate distance),
jarak pribadi (personal distance), jarak sosial (social distance), dan jarak publik
(public distance).

d. Olfaksi atau penciuman


Berbagai pesan atau perasaan dapat disampaikan melalui sentuhan, tetapi yang
paling sering dikomunikasikan antara lain : tanpa perhatian (detached), kasih
saying (mothering), takut (fearful), marah (angry), dan bercanda (playful).
Bau-bauan telah digunakan manusia untuk berkomunikasi secara sadar maupun
tidak sadar. Saat ini orang-orang telah mencoba menggunakan bau-bauan
buatan seperti parfum untuk menyampaikan pesan.

e. Sensitivitas kulit
Cara berkomunikasi dengan melalui sebuah sentuhan badan. Dengan adanya
sentuhan kita bisa memaknai pesan yang ingin disampaikan oleh lawan bicara
kita.

f. Faktor artifaktual
Pesan ini diungkapkan melalui penampilan, body image, pakaian, kosmetik, dll.
Umumnya pakaian kita pergunakan untuk menyampaikan identitas kita, yang
berarti menunjukkan kepada orang lain bagaimana perilaku kita dan bagaimana
orang lain sepatutnya memperlakukan kita. Selain itu pakaian juga berguna
untuk mengungkapkan perasaan (misal pakaian hitam berarti duka cita) dan
formalitas (misal sandal untuk situasi informal dan batik untuk situasi formal).

-
Universitas Gunadarma
ANTROPOLOGI Unsur-Unsur Kebudayaan (Bahasa)

Latihan Saal!

Pilihan Ganda

1. Koentjaraningrat menyebutkan ada 7 unsur kebudayaan. Di bawah ini yang bukan


termasuk 7 unsur kebudayaan universal menurut Koentjaraningrat adalah
a. Bahasa
b. Organisasi sosial
c. Adat istiadat
d. Sistem religi

2. Pesan yang dapat disampaikan melalui sentuhan adalah sebagai berikut, kecuali
a. Detached
b. Mothering
c. Fearful
d. Affection

3. Pesan yang disampaikan melalui sudut pandang penampilan,persepsi tentang


tubuh, pakaian, dan kosmetik merupakan pesan
a. Pesan gestural
b. Pesan postural
c. F aktor artifaktual
d. F aktor olfaksi

4. Seorang mahasiswa yang berasal dari pedalaman papua, mengirim surat kepada
ibu yang tinggal di Jakarta untuk memberi kabar. Komunikasi antar mahasiswa dan
ibunya termasuk ke dalam komunikasi
a. Komunikasi verbal
b. Komunukasi non verbal
c. Komunikasi kinesik
d. Komunikasi proksemik

5. Di bawah ini yang tidak termasuk dalam tiga komponen utama bahasa kinesi,
adalah
a. Pesan gestural
b. Pesan verbal
c. Pesan postural
d. Pesan fasial

6. Bahasa non verbal yang disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang, disebut
a. Kinesik
b. Proksemik
c. Olfaksi
d. Paralinguistik

-
Universitas Gunadarma
Unsur-Unsur Kebudayaan (Bahasa) ANTROPOLOGI

7. Di dalam pesan postural terdapat tiga makna yang dapat disampaikan, kecuali
a. Immediacy
b. Power
c. lntensi
d. Responsiveness

8. Di bawah ini yang termasuk dalam pengaturan jarak dalam proksemik adalah
a. Jarak publik
b. Jarak teman
c. Jarak komunikasi
d. Jarak individu

9. Di bawah ini yang termasuk contoh dari jarak publik adalah


a. Olah raga sumo
b. Kondisi di dalam lift
c. Saat menonton konser
d. Saat berjalan dengan tern an

10. Mana yang bukan termasuk enam jenis komunikasi non verbal menurut Duncan
a. Kinesik
b. Paralinguistik
c. Kronemik
d. paralinguistik

Essay

1. Jelaskan fungsi bahasa menurut Gorys Keraf dan menurut pendapat anda!
2. Apa yang dimaksud dengan bahasa verbal dan bahasa non verbal, berikut
contohnya!
3. Jelaskan pembagian jarak dalam proksemik, berikut contohnya!
4. Hal apa saja yang mendasari perbedaan antara kinesik dan proksemik?
5. Bagaimana hubungan antara bahasa dalam kerangka kebudayaan?

-
Universitas Gunadarma
MATERI

Perkawinan
Rumah Tangga dan Keluarga Inti
Kelompok-Kelompok Kekerabatan
Kesatuan Hidup Setempat (Komunitas)
Sistem Religi

TUJUAN I SASARAN BELAJAR

memahami dan menjelaskan sistem kekerabatan


memahami dan menjelaskan konsep komunitas
memahami dan menjelaskan konsep religi
Sistem Kekerabatan dan Perkawinan ANTROPOLOGI

SISTEM
KEKERABATAN
DAN PERKAWINAN

Menurut Haviland (1993) kelompok keturunan atau kelompok kekerabatan,


mempunyai kriteria keanggotaannya adalah keturunan dari nenek moyang tertentu.
Garis keturunan dapat ditarik secara khusus melalui pihak laki-laki atau perempuan
ataupun dari keduanya. Pemilihan garis keturunan digunakan untuk menentukan
keanggotaan kelompok yang berbeda-beda sesuai dengan keperluan masing-masing
kelompok.

Sistem kekerabatan dan perkawinan sejak awal menjadi hal yang menarik
perhatian bagi para antropolog. Teori-teori dan konsep-konsep antropologi yang tertua
banyak berkisar mengenai keluarga dan sistem kekerabatan. Hal in dilatar belakangi
oleh adanya perbedaan sistem kekerabatan dan pranata perkawinan antara suku-suku
bangsa di luar Eropa dan Amerika dengan masyarakat pendatang dari Eropa dan
Amerika. Banyaknya penelitian yang dilakukan terhadap sistem kekerabatan selama
kurang lebih dari setengah abad menghasilkan data-data yang beraneka ragam. Data-
data yang dihasilkan mengenai konsep, konsepsi, dan teori dalam hal wujud, asas-
asas, adat istiadat, fungsi sosial, struktur sosial, organisasi sosial, sistem kekerabatan,
dan pranata perkawinan merupakan kontribusi penting dari ilmu antropologi terhadap
ilmu-ilmu sosial pada umumnya (Koentjaraningrat, 1990). Dalam bab ini akan dibahas
secara singkat beberapa hal mengenai perkawinan, yang menjadi awal mula
munculnya fenomena kekerabatan, dan kemudian juga akan dibahas mengenai
keluarga dan kelompok-kelompok kekerabatan.

-
Universitas Gunadarma
ANTROPOLOGI Sistem Kekerabatan dan Perkawinan

Perkawinan

Hampir setiap individu semua masyarakat di dunia, di dalam keseluruhan masa


hidupnya oleh adat atau kebiasaan masyarakat umumnya akan mengalami beberapa
fase atau tahap (Koentjaraningrat, 1992). Beberapa Fase tersebut mempunyai
penekanannya berbeda-beda antara kebudayaan satu dengan lainnya, yang
merupakan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan manusia sebagai individu di
dalam kelompok masyarakatnya, seperti kelahiran, masa bayi, penyapihan, masa
anak-anak, masa remaja, perkawinan, kehamilan, dan sebagainya. Dalam setiap
peralihan antara fase tersebut biasanya oleh adat atau kebiasaan diadakan pesta atau
upacara untuk merayakan peristiwa peralihan penting tersebut. Pesta atau upacara
tersebut bersifat universal, karena adanya kesadaran umum bahwa hal tersebut
merupakan peristiwa penting bagi seseorang untuk memasuki tingkat sosial yang baru.
Conteh penting dalam salah satu upacara tersebut adalah perkawinan. Perkawinan
merupakan suatu saat peralihan yang terpenting dalam kehidupan hampir semua
manusia di dunia, dimana terjadi peralihan dari masa remaja menuju kehidupan
keluarga.

Secara antropologi perkawinan dapat berfungsi antara lain sebagai pengatur


kehidupan seksual serta kehidupan kebudayaan dan masyarakat luas. Perkawinan
juga memberi ketentuan hak dan kewajiban serta perlindungan kepada hasil dari buah
perkawinan tersebut (anak-anak), juga memenuhi kebutuhan akan teman hidup.

Ada beberapa macam bentuk perkawinan, yaitu perkawinan kelompok,


perkawinan berturut, levirat dan sororat. Namun bentuk perkawinan yang akan dibahas
disini adalah levirat dan sororat, dikarenakan dua bentuk perkawinan tersebut biasanya
masih dilakukan di Indonesia. Bentuk perkawinan levirat yaitu jika seorang suami
meninggal dunia, dan meninggalkan seorang istri serta anak, istri akan menikah
dengan salah seorang saudara laki-laki dari orang yang meninggal. Sebaliknya, jika
istri meninggal dunia, suami yang ditinggalkan menikah dengan salah satu saudara
perempuan dari orang yang meninggal disebut dengan sororat. Dalam masyarakat
yang mengenal kebiasaan levirat dan sororat hubungan antara kedua keluarga yang
bersangkutan tetap terpelihara, meskipun si suami I istri telah meninggal. Pada
dasarnya, keluarga menyediakan suami I istri lain sebagai ganti anggotanya yang
meninggal dunia.

Di dalam masyarakat dunia terdapat larangan-larangan maupun bentuk-bentuk


yang eal dalam pembatasan jodoh untuk perkawinan ( Koentjaraningrat, 1992).
id
Contohnya, di kalangan orang-orang Arapesh, ayah memilih istri untuk anaknya, yang
harus dari klen lain. Saudara laki-laki dan saudara sepupu yang laki-laki si istri, yang
akan menjadi ipar anaknya, dan paman cucu-cucunya dari garis ibu, harus seorang
pemburu yang trampil, petani kebun yang sukses, tidak lekas marah, dan arif dalam
mengambil keputusan. Bagi orang Arapesh, perkawinan merupakan kesempatan untuk
mendapatkan ipar berdasarkan perkawinan (affines), hal ini dapat menambah
kehangatan lingkungan keluarga tempat anak-cucunya tinggal.

Di daerah Gopalpur, India selatan, perkawinan melalui kerabat dari saudara


perempuan atau ibu. Mempelai perempuan biasanya didatangkan dari desa lain dan
harus dari kasta yang sama. Pada masyarakat jawa dari lapisan yang berpendidikan
dan tinggal di kota misalnya, hampir tidak ada pembatasan asalkan saja mereka ingat
bahwa mereka tidak boleh memilih jodoh pada saudara sekandung sendiri, dalam arti
saudara sepupu dari pihak ayah, saudara perempuan dari pihak ayah atau ibu, atau

-
Universitas Gunadarma
Sistem Kekerabatan dan Perkawinan ANTROPOLOGI

wanita yang lebih tua umurnya. Sementara pada suku batak, orang dilarang mencari
jodoh di antara semua orang yang mempunyai nama marga yang sama dengannya.
Misalnya, seseorang yang bernama Hutabarat, maka ia tidak boleh menikah dengan
gadis atau pemuda yang bermarga Hutabarat.

Dalam setiap masyarakat seseorang memang seharusnya harus menikah


dengan orang lain di luar suatu lingkungan tertentu atau exogami. Pembatasan
exogami tentunya berbeda-beda sesuai dengan konteks tertentu. Jika seseorang
dilarang menikah dengan saudara kandungnya, maka kita akan menyebutnya sebagai
exogami keluarga. Namun jika dilarang dalam satu marga, maka disebut dengan
exogami marga.

Selain exogami kita juga mengenal istilah endogami, yang pembatasannya juga
berbeda-beda sesuai dengan konteksnya. Salah satu istilah penting dalam endogami
adalah istilah sumbang atau incest. Fenomena sumbang terjadi karena seseorang
telah melanggar adat exogami. Pembatasan sumbang juga berbeda-beda sesuai
dengan konteksnya.

Kebalikan dengan hal-hal yang disebut di atas, tetapi mempunyai hubungan


dengan pembatasan-pembatasan di dalam banyak masyarakat dunia juga mengenal
istilah marriage preference atau perkawinan-perkawinan yang menjadi preferensi
umum, artinya suatu bentuk perkawinan ideal, yang diinginkan oleh sebagian besar
warga masyarakat. Dalam suatu kebudayaan tertentu terdapat preferensi untuk
menikah secara cross cousin, yaitu dengan saudara perempuan ayah atau anak
saudara laki-laki ibu. Pada suku Batak Toba misalnya, perkawinan yang dianggap ideal
dan yang dianggap menyebabkan kebahagiaan yang paling besar adalah perkawinan
antara seseorang dengan anak perempuan saudara laki-laki inangnya. Saudara laki-
laki ibunya itu disebut olehnya sebagai tulang, dan anak tulang adalah paribannya.
Sebaliknya perkawinan dengan seorang anak saudara perempuan ayahnya bukannya
dilarang, tetapi dianggap kurang baik, dan sejauh mungkin dihindari.
Rumah Tangga dan keluarga Inti

Koentjaraningrat (1992) mengatakan bahwa rumah tangga (household) terjadi


akibat dari adanya perkawinan. Kesatuan ini mengurus ekonomi rumah tangga sebagai
kesatuan. Keluarga inti (nuclear family) terjadi juga dikarenakan dari perkawinan,
dengan anggota terdiri dari seorang suami, seorang istri, dan anak-anak mereka yang
belum kawin. Anak tiri dan anak angkat yang secara resmi mempunyai hak wewenang
yang kurang lebih sama dengan anak kandungnya, dapat pula dianggap sebagai
anggota suatu keluarga inti. Bentuk keluarga inti seperti ini adalah bentuk keluarga inti
yang sederhana dan biasanya disebut sebagai batih yang berdasarkan monogami atau
terdapat seorang suami dan istri dari anak. Akan tetapi ada pula keluarga batih yang
lebih kompleks, yaitu apabila terdapat lebih dari seorang suami atau istri. Keluarga inti
seperti ini disebut sebagai keluarga inti yang berdasarkan poligami secara terinci,
keluarga inti yang terdiri dari seorang suami dengan lebih dari seorang istri disebut
sebagai keluarga inti yang berdasarkan poligini, sedangkan sebaliknya keluarga inti
yang terdiri dari seorang istri dengan lebih dari seorang suami disebut sebagai
keluarga inti yang berdasarkan poliandri.

Adapula alternatif lain dari jenis keluarga yaitu keluarga sedarah ( consanguine
family), yang terdiri dari wanita dengan anak-anak mereka yang belum berdiri di atas
kaki sendiri dan saudara-saudara lelaki mereka. Dalam masyarakat seperti itu pria dan
wanita memang menikah, namun tidak tinggal bersama sebagai suami dan teman
hidup. Sebaliknya, mereka menghabiskan masa hidup mereka dalam rumah tangga

-
Universitas Gunadarma
ANTROPOLOGI Sistem Kekerabatan dan Perkawinan

tempat mereka dibesarkan, sedangkan kaum pria untuk keperluan kegiatan seksual
berkunjung kepada istrinya. Jenis keluarga sedarah tidak lazim dilakukan, tetapi ada
beberapa suku menganut jenis keluarga ini, contohnya ialah rumah tangga suku Nayar
di India barat daya dan penduduk Kepulauan Tory yang hidup di lepas pantai lrlandia
dengan bermata pencarian sebagai nelayan. Mayoritas penduduk kepulauan Tory
beragama Roma Katolik. Penduduk di sana tidak menikah sampai berumur mendekati
atau sedikit melebihi tiga puluh tahun. Penduduk kepulauan Tory hanya berjumlah
beberapa ratu orang saja, jarak tempat tinggal suami dan istri umumnya tidak jauh dan
mudah untuk saling mengunjungi.

Kelompok-kelompok Kekerabatan

Menurut Koentjaraningrat (1992) keluarga-keluarga inti seperti terurai di atas


merupakan suatu kesatuan manusia yang di dalam ilmu antropologi dan sosiologi
disebut kingroup, atau kelompok kekerabatan. Selain keluarga inti masih terdapat
beberapa bentuk kelompok kekerabatan.

Sebelum membahas mengenai bentuk-bentuk kelompok kekerabatan kita akan


membahas terlebih dahulu pengertian kelompok atau group. Murdock ( dalam
Koentjaraningrat, 1992) mengatakan, suatu kelompok adalah suatu kesatuan individu
yang terikat oleh paling sedikit enam unsur, yaitu :

1) Suatu sistem norma-norma yang mengatur kelakuan warga kelompok


2) Suatu rasa kepribadian kelompok yang disadari semua anggotanya
3) Kegiatan-kegiatan berkumpul dari anggota kelompok secara berulang-ulang
4) Suatu sistem hak dan kewajiban yang mengatur interaksi antara anggota kelompok
5) Suatu pimpinan atau pengurus yang mengorganisasi kegiatan kelompok;
6) dan seringkali juga ditambahkan dengan adanya suatu sistem hak dan kewajiban
bagi para individunya terhadap sejumlah harta produktif, harta konsumtif, atau harta
pusaka tertentu.
Kelompok kekerabatan dapat dikategorikan berdasarkan fungsi sosial dari
kelompok kekerabatannya menjadi tiga ( Murdock dalam Koentjaraningrat, 1992),
yaitu:

1) Corporate kingroup a tau kelompok kekerabatan berkorporasi.


Kelompok ini biasanya memiliki keen am unsur di atas dan bersifat ekslusif.
Biasanya kelompok jenis ini anggotanya tidak banyak. Kelompok kekerabatan ini
masih dibagi lagi menjadi keluarga ambilineal kecil, kindred dan keluarga luas.

2) Occasional kingroup atau kelompok kekerabatan kadangkala


Kelompok ini seringkali tidak memiliki unsur keenam di atas. Biasanya kelompok
jenis besar dengan anggota banyak, sehingga tidak mungkin terjadi pergaulan
secara terus-menerus dan intensif. Mereka berkumpul hanya kadangkala saja.
Kelompok kekerabatan ini masih dibagi lagi menjadi keluarga ambilineal besar, klen
kecil, klen besar, fratri, dan paroh masyarakat.

3) Circumscriptive kingroup atau kelompok kekerabatan menurut adat


Kelompok ini biasanya memiliki unsur kelima dan unsur keenam di atas dan sering
juga memiliki unsur keempat dan unsur keenam di atas dan sering juga tidak
memiliki unsur keempat dan ketiga. Kelompok jenis ini sedemikian besarnya,
sehingga para anggotanya tidak saling mengenal, apalagi melakukan hubungan
yang intensif dan terus-menerus. Para anggotanya seringkali hanya tahu-menahu

-
Universitas Gunadarma
Sistem Kekerabatan dan Perkawinan ANTROPOLOGI

kelompok berdasarkan tanda-tanda yang ditentukan oleh adat. Rasa kepribadian


kelompok juga berdasarkan tanda-tanda yang ditentukan oleh adat.

Kindred atau kelompok saudara adalah kesatuan kerabat yang melingkari


seseorang yang memulai suatu kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut biasanya berupa
pertemuan-pertemuan, upacara-upacara, atau pesta-pesta yang umumnya dimulai dari
salah seorang anggota. Lingkup kegiatannya biasanya pada sekitar life-space, seperti
pada hari ulang tahun, adat siraman di Jawa, kematian, dan pemakaman (ngaben di
Bali).
Extended family atau keluarga luas selalu terdiri lebih dari satu keluarga inti,
tetapi yang seluruhnya merupakan suatu kesatuan sosial yang amat erat, dan yang
biasanya hidup di tempat tinggal bersama pada suatu tempat tinggal bersama pada
satu perkarangan. Terdapat tiga macam keluarga luas berdasarkan adat menetap
tertentu sesudah nikah, yaitu :

1) Keluarga luas utrolokal


Keluarga ini terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga-keluarga batih
anak laki-laki maupun perempuan. Adat utrolokal adalah adat yang memberikan
kebebasan bagi pengantin baru untuk menetap di sekitar kediaman kaum kerabat
suami atau di sekitar pusat kediaman kaum kerabat istri

2) Keluarga luar virilokal


Terdiri dari suatu keluarga inti senior dengan keluarga inti dari anak laki-laki. Adat
virilokal adalah adat yang menentukan bagi pengantin baru untuk menetap di sekitar
kediaman kaum kerabat suami

3) Keluarga luas uxorilokal


Terdiri dari suatu keluarga inti senior dengan keluarga-keluarga batih dari anak-
anak perempuan. Adat uxorilokal adalah adat yang menentukan bagi pengantin
baru untuk menetap di sekitar kediaman kaum kerabat istri.

Keluarga ambilineal kecil, terjadi bila sesuatu keluarga luas yang utrolokal
mendapat suatu kepribadian yang disadari oleh para anggotanya, tidak selamanya
waktu mereka hidup saja, tetapi yang dianggap ada sejak dua-tiga angkatan dalam
waktu yang lama. Nenek moyang yang menurunkan kelompok, malahan sering masih
hidup sebagai warga senior dalam kelompok. Jadi, kelompok ini biasanya bentuknya
kecil, terdiri dari kira-kira 25 sampai 30 orang, dimana semua warganya masih hidup
dalam suatu jangka waktu, dan masih saling kenal serta tahu akan hubungan
kekerabatannya. Kelompok keluarga ambineal kecil semacam ini menghidupkan rasa
kepribadiannya, karena kelompok menguasai sejumlah harta produktif, biasanya
berupa tanah, air berisi ikan, atau pohon-pohon yang berbuah, yang semuanya dapat
dinikmati para warganya. Dengan demikian suatu keluarga ambilineal kecil adalah
suatu corporate kingroup.

Keluarga ambilineal dapat juga terdiri lebih dari tiga atau empat angkatan yang
disebut dengan keluarga ambilineal besar, tetapi dari banyak angkatan yang
diturunkan oleh seorang nenek moyang yang tidak saling mengenal dan tahu-menahu
lagi. Jumlah warga kelompok tidak hanya 25-30 orang, melainkan sampai beratus-
ratus sehingga tidak saling mengenal lagi.

Klen terdiri dari dua, yaitu klen kecil dan klen besar. Klen kecil merupakan
suatu kelompok yang terdiri dari satu gabungan keluarga luas yang merasakan diri

-
Universitas Gunadarma
ANTROPOLOGI Sistem Kekerabatan dan Perkawinan

berasal dari satu nenek moyang. Dalam klen kecil satu sama lain dari anggotanya
terikat melalui garis-garis keturunan laki-lakinya saja, atau patrilineal, dan melalui garis
keturunan wanitanya saja, atau matrilineal. Anggota dalam suatu klen kecil dapat
berjumlah antara 50 - 70 orang atau lebih, dan umumnya masih mengetahui hubungan
kekerabatan mereka masing-masing, masih saling mengenal, dan masih saling
bergaul. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar para anggotanya umumnya tinggal
dalam satu desa walaupun tidak dalam satu rumah (compound), sedangkan klen besar
merupakan suatu kelompok kekerabatan yang terdiri dari semua keturunan satu nenek
moyang yang diperhitungkan melalui garis keturunan sejenis, yaitu keturunan warga
pria maupun wanita. Jadi, selalu ada dua macam klen besar, yaitu patrilineal dan
matrilineal. Nenek moyang dari suatu klen besar tersebut sudah hidup berpuluh-puluh
angkatan yang lalu, sehingga tidak dapat dikenali lagi secara konkret. Anggota dari
klen besar ini dapat beribu-ribu atau bahkan berpuluh ribu, sehingga mereka sudah
tidak saling mengenal lagi, apalagi tahu hubungan darah di antara mereka.

Fratri atau dalam bahasa asingnya phratry. Fratri merupakan kelompok-


kelompok kekerabatan yang patrilineal dan yang matrilineal, yang sifatnya lokal dan
merupakan gabungan dari kelompok-kelompok klen setempat. Kelompok yang dapat
bergabung dalam fratri adalah klen kecil atau bagian lokal dari klen besar.

Paruh masyarakat. Paruh atau moiety, berasal dari bahasa Perancis yaitu "la
rnoitie" yang mempunyai arti "setengah". Paruh masyarakat adalah kelompok
kekerabatan gabungan dari klen seperti fratri, tetapi yang selalu merupakan separuh
dari suatu masyarakat. Hal ini tergantung dari struktur masyarakatnya, sehingga suatu
moiety dapat berupa gabungan dari klen-klen kecil, atau gabungan-gabungan dari
bagian-bagian lokal dari klen besar.

KESATUAN HIDUP SETEMPAT (COMMUNITY)

lstilah community dapat diterjemahkan sebagai "masyarakat setempat" yang


menunjukkan pada warga sebuah desa, kota, suku, atau bangsa. Apabila anggota-
anggota sesuatu kelompok, baik kelompok itu besar maupun kecil, hidup bersama
sedemikian rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi
kepentingan-kepentingan hidup yang utama, kelompok tadi disebut masyarakat
setempat. Kriteria utama bagi adanya suatu masyarakat setempat adalah adanya
social relationship antara anggota suatu kelompok. Jadi secara singkat masyarakat
setempat adalah adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu
derajat hubungan sosial yang tertentu (Soekanto, 2012). Selanjutnya, pengertian
community atau komunitas menurut Koentjaraningrat (1992), yaitu kesatuan sosial
yang terjadi bukan karena adanya ikatan kekerabatan sebagaimana kelompok
kekerabatan, akan tetapi karena ikatan tempat kehidupan. Orang-orang yang tinggal
bersama di suatu wilayah tertentu belum dapat dikatakan community apabila mereka
tidak merasakan terikat oleh perasaan bangga dan cinta kepada wilayahnya, sehingga
mereka segan untuk tinggal di wilayah yang lain. Contohnya suatu perkampungan, Rt
dan lain sebagainya.

Perasaan kesatuan yang kuat dalam suatu komunitas mengandung unsur-


unsur rasa kepribadian kelompok. unsur-unsur perasaan komunitas tersebut antara
lain:

-
Universitas Gunadarma
Sistem Kekerabatan dan Perkawinan ANTROPOLOGI

1 ) Seperasaan

Seperasaan timbul akibat seseorang berusaha untuk mengidentifikasikan diri


dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut sehingga kesemuanya
dapat menyebutkan dirinya sebagai "kelompok kami", "perasaan kami" dan lain
sebagainya. Perasaan demikian terutama timbul apabila orang-orang tersebut
mempunyai kepentingan yang sama di dalam memenuhi kebutuhan hidup.

2) Sepenanggungan

Setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok dan keadaan masyarakat
sendiri memungkinkan peranannya dalam kelompok dijalankan sehingga dia
mempunyai kedudukan yang pasti dalam darah dagingnya sendiri.

3) Saling memerlukan

Merasakan dirinya tergantung pada komunitasnya yang meliputi kebutuhan fisik


maupun kebutuhan-kebutuhan psikologis. Kelompok yang tergabung dalam
masyarakat tadi memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik seseorang, misalnya atas
makanan dan perumahan. Secara psikologis, individu akan mencari perlindungan
pada kelompoknya apabila dia berada dalam keadaan ketakutan, dan lain
sebagainya. Perwujudan yang nyata dari individu terhadap kelompoknya
(masyarakat setempat) adalah pelbagai kebiasaan masyarakat, perilaku-perilaku
tertentu yang secara khas merupakan ciri masyarakat tersebut. Contoh lainnya
adalah macam logat bahasa masyarakat setempat.

Koentjaraningrat (1992) membagi komunitas menjadi dua bagian yakni


komunitas kecil dan komunitas besar. Sifat dari komunitas, baik komunitas kecil
maupun besar adalah adanya wilayah, cinta wilayah, dan kepribadian kelompok,
dimana ketiganya merupakan dasar dan pangkal dari persaan seperti nasionalisme,
patriotisme, dan sebagainya. Bentuk-bentuk komunitas besar antara lain adalah kota,
propinsi, negara bagian, atau bahkan negara. Suatu negara dapat merupakan suatu
komunitas jika ada rasa cinta tanah air dan rasa kepribadian bangsa yang besar.

Komunitas kecil ternyata lebih mendapatkan banyak perhatian para ahli


antropologi maupun sosiologi. berikut akan membahas mengenai sifat-sifat bentuk-
bentuk, dan solidaritas pada komunitas kecil.

Komunitas kecil memiliki sifat-sifat :

1) Komunitas kecil adalah kelompok-kelompok dimana warga-warganya semuanya


masih bisa saling kenal mengenal dan saling bergaul dengan frekuensi kurang atau
lebih besar.

2) Sifatnya kecil sehingga antara bagian-bagian dan kelompok-kelompok khusus di


dalamnya tidak terdapat keragaman warna yang besar

3) Komunitas kecil juga merupakan suatu kelompok manusia yang dapat menghayati
sebagian besar dari lapangan-lapangan kehidupan secara bulat.

Komunitas kecil dapat berbentuk band, rukun warga, desa dan sebagainya. Berikut
ini hanya akan disajikan band dan village.

Band atau kelompok berburu adalah komunitas kecil yang hidup berpindah-pindah
dari berburu dan meramu dalam batas suatu wilayah tertentu. Kelompok berburu

-
Universitas Gunadarma
ANTROPOLOGI Sistem Kekerabatan dan Perkawinan

biasanya merupakan kelompok kecil yang berpindah-pindah dan pada umumnya tidak
melebihi 80 sampai 100 anggota, sedangkan village atau desa merupakan suatu
kelompok hidup kecil yang menetap dalam suatu wilayah yang tetap. Suku bangsa
yang hidup di desa biasanya hidup bercocok tanam atau dari perikanan.

Dalam masyarakat yang berbentuk komunitas kecil di seluruh dunia seringkali


tampak adanya suatu rasa saling tolong-menolong yang besar, sehingga seluruh
kehidupan masyarakat berdasarkan rasa yang terkandung dalam jiwa para
anggotanya. Rasa saling tolong menolong tersebut dalam bahasa Indonesia disebut
dengan istilah gotong royong.

Koentjaraningrat (1992) membagi aktivitas gotong royong atau tolong menolong


dalam empat bagian :

1) Tolong menolong dalam aktivitas pertanian


2) Tolong menolong dalam aktivitas sekitar rumah tangga
3) Tolong menolong dalam persiapan pesta dan upacara
4) Tolong menolong dalam peristiwa kecelakaan, bencana, dan kematian.

SISTEM RELIGI

Sistem religi menjadi suatu pembahasan yang penting dalam buku-buku para
pengarang tulisan etnografi mengenai suku-suku dan bangsa. Sistem religi atau
agama menurut Haviland (1993) dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku
yang diusahakan oleh manusia untuk menangani masalah-masalah penting yang tidak
dapat dipecahkan dengan menggunakan teknologi dan teknik organisasi yang
diketahuinya. Mengatasi keterbatasan tersebut, manusia kemudian berpaling kepada
sesuatu yang tidak tampak dan kekuatan supernatural. Selanjutnya Wallace (dalam
Haviland, 1993), mendefinisikan agama sebagai seperangkat upacara, yang diberi
rasionalisasi mites, dan yang menggerakkan kekuatan-kekuatan supernatural dengan
maksud untuk mencapai atau untuk menghindarkan sesuatu perubahan keadaan pada
manusia atau alam. Fungsi utama agama ialah mengurangi kegelisahan dan untuk
memantapkan kepercayaan kepada diri sendiri, yang penting untuk memelihara
keadaan manusia agar tetap siap untuk menghadapi realitas. lnilah yang merupakan
niai agama untuk menghadapi hidup.

Pembahasan mengenai upacara keagamaan menjadi perhatian yang cukup


besar bagi para antropolog. Menurut Koentjaraningrat (2009), ada dua hal yang
menjadi perhatian besar yaitu :

1) Upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan


unsur kebudayaan yang tampak secara lahir
2) Bahan etnografi mengenai upacara keagamaan diperlukan untuk menyusun teori-
teori tentang asal mula religi.

Emosi keagamaan (religious emotion) adalah suatu getaran jiwa yang pada
suatu ketika pernah menghinggapi seorang manusia dalam jangka waktu hidupnya.
Walaupun getaran itu mungkin hanya berlangsung beberapa detik saja untuk
kemudian menghilang lagi (Koentjaraningrat, 1992). Proses-proses fisiologi dan
psikologi yang terjadi apabila seseorang mengalami emosi keagamaan ternyata belum

-
Universitas Gunadarma
Sistem Kekerabatan dan Perkawinan ANTROPOLOGI

pernah dianalisis dan dideskripsi oleh para ahli. Seorang ahli, Rudolf Otto malahan
menghindari suatu analisis yang lebih mendalam bahwa emosi yang berupa sikap
kagum terpesona terhadap hal yang gaib dan keramat pada hakikatnya tidak dapat
dijelaskan dengan akal manusia karena berada di luar jangkauan kemampuannya. Ahli
lain, Soderblom hanya menyebutkan bahwa emosi keagamaan adalah sikap takut
bercampur percaya kepada hal yang gaib serta keramat (2009).

Sistem keyakinan dalam kegamaan menurut Koentjaraningrat (2009) dapat


berwujud pikiran dan gagasan manusia, yang menyangkut keyakinan dan konsepsi
manusia tentang sifat-sifat Tuhan, tentang wujud dari alam gaib (kosmologi), mengenai
wujud dan ciri-ciri kekuatan sakti, roh nenek moyang, roh alam, dewa-dewa, roh jahat,
hantu, dan makhluk-makhluk halus lainnya. kecuali dari itu sistem keyakinan juga
menyangkut sistem nilai dan sistem norma keagamaan, ajaran kesusilaan, dan ajaran
doktrin religi lainnya yang mengatur tingkah laku manusia.

Upacara keagamaan atau ritus dapat berwujud aktivitas atau tindakaan


manusia dalam melaksanakan kebaktian terhadap Tuhan, dewa-dewa, rah nenek
moyang, dan makhluk halus lainnya dalam upayanya untuk berkomunikasi dengan
Tuhan atau penghuni dunia gaib lainnya. ritus ini biasanya dilakukan berulang-ulang,
baik setiap hari, setiap musim, atau hanya kadang-kadang saja. Berdasarkan isi
acaranya, suatu ritus biasanya terdiri dari suatu kombinasi yang merangkaikan satu
atau beberapa tindakan, seperti berdoa, bersujud, berkorban, makan bersama, menari,
bernyanyi, berprosesi, berseni drama suci, berpuasa, bertapa, bersemedi, dan
sebagainya. Dalam ritus biasanya digunakan bermacam-macam sarana dan peralatan,
seperti tempat atau gedung pemujaan (mesjid, langgar, gereja, pagoda, stupa, dan
lain-lain), dan para pelaku ritus seringkali harus mengenakan pakain yang juga
dianggap mempunyai sifat suci (jubah pendeta, jubah biksu, mukena dan lain-lain)
(Koentjaraningrat, 2009).

Kelompok keagamaan menurut Koentjaraningrat (2009) merupakan suatu


kesatuan sosial yang berwujud sebagai :

1) Keluarga inti atau kelompok-kelompok kekerabatan yang lain


2) Kelompok kekerabatan yang lebih besar, seperti keluarga luas, klen, suku, marga,
dan lain-lain
3) Kesatuan komunitas, seperti desa, gabungan desa, dan lain-lain
4) Oraganisasi atau gerakan religi, seperti organisasi penyiaran agama, organisasi
gereja, partai politik yang berideologi agama, gerakan agama, orde-orde dan lain-
lain.

-
Universitas Gunadarma
ANTROPOLOGI Sistem Kekerabatan dan Perkawinan

Latihan Saal!

Pilihan Ganda

1. Di bawah ini merupakan Unsur-unsur kebudayaan organisasi sosial, kecuali ...


a. Sistem kekerabatan
b. Sistem kesatuan hidup setempat
c. Sistem klen
d. Sistem kenegaraan

2. Exogami marga adalah ...


a. Seseorang diperbolehkan menikah dengan saudara kandungnya
b. Seseorang dilarang menikah dengan saudara perempuan ayah atau anak
saudara laki-laki ibu
c. Seseorang dilarang menikah dalam satu marga
d. Seseorang diperbolehkan menikah dalam satu marga

3. Keluarga inti terdiri dari ....


a. Ayah, ibu, kakek, nenek, anak
b. Ayah, ibu, anak
c. Ayah, ibu, kakek, nenek, anak
d. Ayah, ibu, paman, bibi, anak

4. Kegiatan meliputi pertemuan-pertemuan seperti pernikahan, pemakaman disebut

a. Keamanan psikologis
b. utrolokal
c. Kindred
d. Virilokal

5. Satu gabungan keluarga luas yang merasa diri berasal dari seorang nenek
moyang yang terikat melalui satu garis keturunan disebut
a. Fratri
b. Kindred
c. Klen kecil
d. virilokal

6. Di bawah ini menurut koentjaraningrat unsur-unsur religi terdiri dari, kecuali ...
a. Keagamaan
b. Proses keagamaan
c. Emosi keagamaan
d. Kelompok keagamaan

7. Sikap takut bercampur percaya kepada hal yang gaib serta keramat, termasuk
unsur religi ...
a. Sistem keagamaan
b. Keagamaan
c. Emosi keagamaan
d. Proses keagamaan

-
Universitas Gunadarma
Sistem Kekerabatan dan Perkawinan ANTROPOLOGI

8. Semua konsep yang diperlukan untuk menganalisa proses-proses pergeseran


masyarakat dan kebudayaan disebut ...
a. lnternalisasi sosial
b. Proses kebudayaan
c. Difusi
d. Dinamika sosial

9. Unsur-unsur perasaan komunitas terdiri dari ...


a. Seperasaan dan sepenanggungan
b. Seperasaan, sepenanggungan, dan saling memerlukan
c. Sepenanggungan dan saling memerlukan
d. Sehati dan sepenanggungan

10.Emosi keagamaan adalah ...


a. Mempunyai ciri-ciri kekuatan sakti dan kuat
b. Perasaan dari seseorang terhadap penciptanya
c. Suatu getaran jiwa yang pada suatu ketika pernah menghinggapi seorang
manusia dalam jangka waktu hidupnya.
d.Rasa kasih terhadap sesama manusia dikarenakan percaya kepada agamanya

ESSAY

1. Apakah endogami dan exogami ?


2. Apakah perbedaan dari keluarga luas dengan keluarga inti ?
3. Apakah perkawinan levirat dan sororat ?
4. Suku di daerah manakah yang melakukan poliandri ?
5. Apa perbedaan dari klen besar dengan klen kecil ?

-
Universitas Gunadarma
MATERI

Proses Belajar Kebudayaan Sendiri


Evolusi dan Difusi
Akulturasi dan Asimilasi
lnovasi

TUJUAN I SASARAN BELAJAR

memahami dan menjelaskan dinamika kebudayaan


_________________D_n_ai _m_k_i _a _K b_ue _a_vd _a_na _llll!i;Jji-ji-@1111

DINAMIKA
KEBUDAYAAN

Waktu terus berjalan, zaman pun banyak mengalami perubahan termasuk


kebudayaan. Hal ini timbul dibenak kita sebagai manusia mengapa kebudayaan dapat
berubah dan apa yang menyebabkan terjadinya perubahan? Menurut Haviland (1993)
kemampuan berubah merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia.
Tanpa adanya kemampuan itu, kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan
keadaan yang berubah. Perubahan kebudayaan disebabkan berbagai macam, salah
satu penyebabnya adalah perubahan lingkungan yang dapat menuntut perubahan
kebudayaan yang bersifat adaptif. Sebab lain dapat disebabkan karena kebetulan, atau
bangsa mungkin mengubah pandangannya mengenai lingkungannya dan dirinya
sendiri. Hal lain juga bisa disebabkan adanya kontak dengan bangsa lain yaitu dengan
menerima gagasan asing yang dapat menyebabkan perubahan dalam nilai-nilai dan
tata kelakuan yang ada. lni bahkan dapat berupa masuknya secara besar-besaran tata
cara asing melalui penaklukan kelompok yang satu oleh kelompok yang lain.

Koentjaraningrat (1990), melihat bahwa sejak lahirnya, ilmu antropologi telah


banyak memperhatikan masalah perubahan kebudayaan. Pada abad ke-19 telah ada
perhatian terhadap kemajuan kebudayaan manusia, sehingga dengan demikian telah
lahir pula teori-teori mengenai evolusi kebudayaan, yaitu perubahan kebudayaan
bangsa-bangsa di dunia, dari bentuk-bentuk yang sederhana ke bentuk-bentuk yang
makin lama makin kompleks. Dalam mekanisme perubahan kebudayaan dapat terjadi
secara lambat, ataupun memakan waktu yang sangat relatif cepat. Pada masa

-
Universitas Gunadarma
-jd;J-jfjMllllo_i_a_m_
n ki _a_K_be _u_d_v_aa _na _

menjelang Perang Dunia II, yaitu masa sekitar tahun 1930 dan terutama pada waktu-
waktu sesudah itu, di antara para ahli antropologi timbul perhatian baru terhadap
masalah perubahan kebudayaan antara berbagai bangsa Afrika, Asia, Oseania, dan
Amerika. Hal ini disebabkan karena pengaruh sistem ekonomi, pendidikan, dan
organisasai sosial yang dibawa orang-orang dari Eropa Barat dan Amerika Serikat
sebagai penjajah bangsa-bangsa tersebut. Namun perhatian dan hasrat yang besar
untuk melakukan penelitian mengenai gejala perubahan kebudayaan para ahli
antropologi Ero-Amerika tersebut lebih didasarkan kepada timbulnya gejala
peningkatan kepandaian, antara bangsa-bangsa itu, yang menjadi ancaman bagi
kelangsungan hidup kolonialisme itu sendiri.

Semua konsep yang diperlukan apabila ingin menganalisis proses-proses


pergeseran masyarakat dan kebudayaan, termasuk lapangan penelitian ilmu
antropologi dan sosiologi dapat disebut dengan dinamika sosial. Beberapa konsep
seperti proses belajar kebudayaan sendiri, evolusi kebudayaan dan difusi, proses
pengenalan unsur-unsur kebudayaan asing, serta proses pembauran atau inovasi
yang berkaitan erat dengan penemuan baru akan di bahas di bab ini lebih lanjut.

Proses Belajar kebudayaan sendiri

a. Proses internalisasi

Proses internalisasi merupakan proses panjang sejak seorang indvidu


dilahirkan sampai ia hampir meninggal. Sepanjang hayatnya seorang individu terus
belajar untuk mengolah segala perasaan, hasrat, nafsu, dan emosi yang kemudian
membentuk kepribadian. Manusia mempunyai bakat yang telah terkandung dalam
gen-nya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu, dan
emosi di dalam kepribadiannya, tetapi wujud dan pengaktifan dari berbagai macam
isi keprbadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimulasi yang
berada dalam sekitaran alam dan lingkungan sosial maupun budayanya.

Pengalaman-pengalaman yang dialami manusia yang dipengaruhi baik dari


alam sekitar, lingkungan sosial serta budayanya membuat manusia dapat mengenal
berbagai macam perasaan seperti perasaan gembira, kebahagiaan, simpati, cinta,
benci, keamanan, harga diri, kebenaran, perasaan bersalah, dosa, malu dan lain
sebagainya. Selain perasaan-perasaan tersebut, juga mempelajari berbagai
macam-macam hasrat seperti hasrat untuk mempertahankan hidup, bergaul,
meniru, mengetahui, berbakti dan keindahan.

b. Proses Sosialisasi

Proses sosialisasi memiliki keterkaitan pada proses belajar kebudayaan dalam


hubungan dengan sistem sosial. Pada proses ini semua pola tindakan individu-
individu yang menempati berbagai kedudukan dalam masyarakatnya yang dijumpai
seseorang dalam kehidupannya sehari-hari sejak ia dilahirkan, dicerna olehnya
sehingga individu tersebut pun akan menjadikan pola-pola tindakan tersebut
sebagai bagian dari kepribadiannya. Oleh karena itu untuk dapat memahami lebih
dalam suatu kebudayaan, mengamati jalannya proses sosialisasi yang lazim dialami
sebagian besar individu dalam suatu kebudayaan merupakan suatu metode yang
sejak lama diminati oleh para ahli antropologi sosial. Lebih jelasnya lagi mengenai
kebudayaan sebagai bagian dari proses sosialisasi individu, dapat dilihat melalui
kerangka teori tindakan dari Talcott Parsons (dalam Koentjaraningrat, 2009).

-
Universitas Gunadarma
_________________D_n_ai _m_k_i _a _K b_ue _a_vd _a_na _llll!i;Jji-ji-@1111

c. Proses Enkulturasi

Proses enkulturasi yaitu proses belajar dan menyesuaikan alam pikiran serta
sikap terhadap adat, sistem norma, serta semua peraturan yang terdapat dalam
kebudayaan seseorang (Keontjaraningrat, 2009). Proses enkulturasi telah dimulai
sejak awal kehidupan, yaitu dalam lingkungan keluarga, kemudian dalam
lingkungan yang makin lama makin meluas. Pada awalnya seorang anak kecil mulai
belajar dengan cara menirukan tingkah laku orang-orang di sekitarnya, yang lama-
lama menjadi pola yang mantap, dan norma yang mengatur tingkah lakunya
"dibudayakan". Selain dalam lingkungan keluarga, norma-norma tersebut dapat pula
dipelajari dari pengalamannya bergaul dengan sesama warga masyarakat dan
secara formal di lingkungan sekolah.

Evolusi Kebudayaan dan Difusi

a. Evolusi Kebudayaan

Menu rut Koentjaraningrat (2009), evolusi kebudayaan adalah proses


perkembangan kebudayaan umat manusia dari bentuk-bentuk kebudayaan yang
sederhana sampai yang makin lama makin kompleks, kemudian dilanjutkan dengan
proses difusi, yaitu penyebaran kebudayaan-kebudayaan yang terjadi bersamaan
perpindahan bangsa-bangsa di muka bumi ini.

proses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat dianalisis oleh
seorang peneliti secara mikro maupun secara makro. Proses kebudayaan yang
dianalisis secara mikro (mendetil) dapat memberi gambaran mengenai berbagai
proses perubahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari suatu masyarakat.
Proses ini di dalam ilmu antropologi disebut proses-proses berulang (recurrent
processes), sedangkan proses evolusi sosial-budaya secara makro adalah proses
yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Pada proses makro ini, dalam ilmu
antropologi disebut dengan proses-proses menentukan arah (directional processes).

b. Difusi

llmu Paleoantropologi telah memperkirakan bahwa makhluk manusia pertama


hidup di daerah sabana beriklim tropis di Afrika Timur. Manusia pada saat ini
ternyata telah menduduki hampir seluruh muka bumi dengan berbagai jenis
lingkungan iklim yang berbeda-beda. Hal ini hanya dapat terjadi dengan proses
pengembangbiakan, migrasi, serta adaptasi fisik dan sosial budaya, yang telah
berlangsung selama beratus-ratus tahun lamanya. Jika dilihat lebih jauh lagi, ada
hal-hal penyebab terjadinya migrasi-migrasi baik secara lambat dan otomatis
maupun secara cepat dan mendadak. Migrasi yang lambat dan otomatis
berkembang sejajar dengan laju pertumbuhan manusia di muka bumi, dengan
konsekuensinya membutuhkan daerah yang makin lama makin luas
(Koentjaraningrat, 2009).

Selanjutnya Koentjaraningrat (2009) mengatakan, migrasi yang berlangsung


cepat dan mendadak dapat disebabkan berbagai macam hal, misalnya bencana
alam, wabah, perubahan mata pencarian hidup, peperangan, dan juga peristiwa-
peristiwa khusus yang semua telah tercatat dalam sejarah seperti perkembangan
pelayaran dari bangsa Cina di Asia Timur dan Asia Tenggara; perkembangan

-
Universitas Gunadarma
-jd;J-jfjMllllo_i_a_m_
n ki _a_K_be _u_d_v_aa _na _

pelayaran bangsa-bangsa Arab di Asia Selatan dan Afrika Timur; migrasi bangsa
Arab dari Asia Barat ke Afrika Utara; perkembangan pelayaran dari bangsa-bangsa
Eropa ke Benua Afrika Asia dan Amerika, transmigrasi dari lebih kurang 3 juta orang
Spanyol ke Amerika Selatan dalam abad ke-16 dan ke-17; transmigrasi dari kira-kira
55 juta orang Eropa ke Amerika Utara, Tengah, dan Selatan, (sebagai budak-budak
belian dalam abad-abad ke-18 dan ke-19); migrasi suku-suku bangsa Afrika yang
berbahasa Bantu, dari Afrika Barat ke Afrika Timur dan Selatan; berbagai migrasi
besar dari suku-suku bangsa peternak di Asia Tengah yang dipimpin oleh Jengiz
Khan; berbagai migrasi suku-suku bangsa di Kepulauan Polinesia dan Mikronesia
dari satu pulau ke pulau lain dan masih banyak peristiwa lain.

Peristiwa-peristiwa yang telah dijelaskan di atas ini dapat menyebabkan


terjadinya penyebaran adat atau kebiasaan dari kebudayaan yang satu ke
kebudayaan yang lain, hal ini dapat disebut dengan difusi (Haviland, 1993).
Penyebaran unsur-unsur kebudayaan juga dapat terjadi tanpa adanya perpindahan
kelompok-kelompok manusia atau bangsa-bangsa dari satu tempat ke tempat lain,
tetapi oleh karena adanya individu-individu tertentu yang membawa unsur-unsur
kebudayan itu hingga jauh sekali. Selain para pedagang dan pelaut, para pendeta
agama Budha, agama Nasrani, serta kaum Muslim juga menyebabkan terjadinya
penyebaran kebudayaan.

Akulturasi dan Asimilasi

Masuknya unsur-unsur kebudayaan asing yang dibawa oleh para pedagang,


pelaut, pendeta-pendeta serta kaum muslim menyebabkan terjadinya penetrasi
kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat (1990), penetrasi kebudayaan adalah
masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan
dapat terjadi dengan dua cara yaitu penetrasi jalan damai (penetration pasifique) yang
akan menghasilkan akulturasi dan asimilasi serta penetrasi dengan jalan kekerasan
(penetration via/ante).

1. Penetrasi Jalan Damai (Penetration Pasifique)

Masuknya unsur-unsur kebudayaan secara damai (Penetration pasifique)


contohnya seperti masuknya pengaruh Hindu, dan Islam di Indonesia. Penerimaan
kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya
khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh ini pun tidak mengakibatkan
hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat. Hasil pengaruh penetrasi ini adalah :
a. Akulturasi

Menurut Koentjaraningrat (2009), istilah akulturasi, atau acculturation atau


culture contact, mempunyai beberapa makna di dalam antropologi, tetapi semua
sepaham bahwa konsep itu mengenai proses sosial yang timbul apabila
sekelompok manusia dengna suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-
unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur
kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri
tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Unsur
kebudayaan tidak pernah didifusikan secara terpisah, melainkan dalam suatu
gabungan atau kompleks yang terpadu.

Koentjaraningrat lebih lanjut menjelaskan bahwa proses Akulturasi sudah


terjadi sejak jaman dahulu kala, akan tetapi proses akulturasi dengan sifat yang

-
Universitas Gunadarma
_________________D_n_ai _m_k_i _a _K b_ue _a_vd _a_na _llll!i;Jji-ji-@1111

khusus baru terjadi ketika kebudayaan-kebudayaan bangsa Eropa Barat mulai


menyebar ke daerah-daerah lain di muka bumi pada awal abad ke-15, dan mulai
mempengaruhi masyarakat-masyarakat suku bangsa di Afrika Asia, Oseania,
Amerika Utara, serta Amerika Latin.

Foster (dalam Koentjaraningrat, 1990) meringkas proses akulturasi yang


biasanya terjadi bila suatu kebudayaan terkena pengaruh kebudayaan asing, bahwa

1) Hampir semua proses akulturasi mulai dalam golongan atasan yang biasanya
tinggal di kota, lalu menyebar ke golongan-golongan yang lebih rendah di daerah
pedesaan. Proses itu biasanya mulia dengan perubahan sosial-ekonomi.

2) Perubahan dalam sektor ekonomi hampir selalu menyebabkan perubahan yang


penting dalam asas-asas kehidupan kekerabatan.

3) Penanaman tanaman untuk ekspor dan perkembangan ekonomi uang merusak


pola-pola gotong royong tradisional, dan karena itu berkembanglah sistem
pengerahan tenaga kerja yang baru.

4) Perkembangan sistem ekonomi uang juga menyebabkan perubahan dalam


kebiasaan-kebiasaan makan, dengan segala akibat dalam aspek gizi, ekonomi,
maupun sosialnya.

5) Proses akulturasi yang berkembang cepat menyebabkan berbagai pergeseran


sosial yang tidak seragam dalam semua unsur dan sektor masyarakat, sehingga
terjadi keretakan masyarakat.

6) Gerakan-gerakan nasionalisme juga dapat dianggap sebagai salah satu tahap


dalam proses akulturasi.

Para ahli antropologi menggunakan istilah-istilah di bawah ini untuk menguraikan


apa yang terjadi dalam akulturasi (Haviland, 1993) :

1) Substitusi, unsur atau kompleks unsur-unsur kebudayaan yang ada sebelumnya


diganti oleh yang memenuhi fungsinya, melibatkan perubahan struktural yang
hanya kecil sekali.

2) Sinkretisme, unsur-unsur lama bercampur dengan yang baru dan membentuk


sebuah sistem baru, kemungkinan besar dengan perubahan kebudayaan yang
berarti.

3) Adisi, unsur atau kompleks unsur-unsur baru ditambahkan pada yang lama. Di
sini dapat terjadi atau tidak terjadi perubahan struktural.

4) Dekulturasi, merupakan bagian substansial sebuah kebudayaan mungkin


hilang.

5) Orijinasi, unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru yang


timbul karena perubahan situasi.

-
Universitas Gunadarma
-jd;J-jfjMllllo_i_a_m_
n ki _a_K_be _u_d_v_aa _na _

6) Penolakan, perubahan mungkin terjadi begitu cepat, sehingga sejumlah besar


orang tidak dapat menerimanya. lni menimbulkan penolakan, pemberontakan,
a tau gerakan kebangkitan.

b. Asimilasi

Asimilasi adalah suatu proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan
manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul
secara intensif, sehingga sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan golongan-
golongan itu masing-masing berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
Biasanya suatu asimilasi terjadi antara suatu golongan mayoritas dengan minoritas.
Pada proses ini, biasanya golongan minoritas yang berubah dan menyesuaikan diri
dengan golongan mayoritas, sehingga sifat-sifat khas dari kebudayaan lambat laun
berubah dan menyatu dengan kebudayaan golongan mayoritas (Koentjaraningrat,
2009).

Berbagai proses asimilasi yang pernah dikaji, diketahui bahwa pergaulan


intensif saja seringkali belum tentu mengakibatkan terjadinya suatu proses asimilasi,
tanpa adanya toleransi dan simpati antara kedua golongan. Contohnya adalah
orang Cina di Indonesia, yang walaupun telah bergaul secara intensif dengan
penduduk pribumi selama berabad-abad, belum seluruhnya terintegrasi ke dalam
masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Sebaliknya, kurangnya toleransi dan
simpati terhadap suatu kebudayaan lain umumnya disebabkan karena berbagai
kendala, yaitu kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan pihak yang dihadapi,
kekhawatiran akan kekuatan yang dimiliki kebudayaan tersebut, dan perasaan
bahwa kebudayaannya sendiri lebih unggul dari kebudayaan yang dihadapi.

2. Penetrasi Jalan Kekerasan (penetration via/ante)

Penetrasi kekerasan diartikan secara umum merupakan masuknya sebuah


kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak (kolonialisme dan penaklukan),
seperti misalnya masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan
disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang
merusak keseimbangan dalam masyarakat. Wujud kebudayaan dunia barat antara lain
budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan
Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem pemerintahan Indonesia.

Menurut Koentjaraningrat (1990), dalam suatu masyarakat yang sedang


mengalami proses akulturasi dan berada dalam transisi dari kebudayaan tradisional ke
kebudayaan masa kini, berikut segala ketegangan, konflik, dan kekacauan sosialnya,
tentu banyak individu atau golongan sosial yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan krisis seperti itu. Mereka adalah orang-orang yang tidak tahan hidup dalam
suasana tegang terus menerus, namun juga tidak suka kepada pembaruan; mereka itu
adalah orang-orang "kolot".

Golongan "kolot" dalam masyarakat yang sedang mengalami transisi yang


cukup kuat, mampu menyusun kekuatan untuk menentang unsur-unsur baru dan
menghentikan proses akulturasi untuk sementara waktu. Sebaliknya jika golongan ini
tidak kuat menghadapi proses akulturasi yang sudah sedemikian jauh, maka seringkali
mereka berusaha untuk menghindarinya. Mereka akan mencari kepuasaan batin
seakan-akan menarik diri dari kehidupan masyarakat nyata, dan bersembunyi dalam

-
Universitas Gunadarma
_________________D_n_ai _m_k_i _a _K b_ue _a_vd _a_na _llll!i;Jji-ji-@1111

dunia kebatinan mereka, dimana mereka dapat memimpikan jaman kebahagiaan masa
lampau. Fenomena ini adalah awal dari gerakan kebatinan kontra-akulturasi, suatu
gejala masyarakat yang timbul dalam jaman transisi kebudayaan untuk menentang
proses akulturasi.

Selanjutnya Koentjaraningrat (1990) menjelaskan bahwa kita dapat mengerti


perbedaan proses akulturasi dalam suatu kebudayaan (yaitu akulturasi diferensial)
juga dapat disebabkan karena perbedaan kepribadian individu-individu yang menjadi
warga masyarakat yang tengah mengalami proses akulturasi. Pada setiap masyarakat
dapat dipastikan ada individu-individu dengan watak kolot, tetapi ada juga yang
berwatak progresif. Masai ah sebab musabab yang lebih mend al am mengenai adanya
individu yang lebih progresif dari yang lain, dan masalah cara bagaimana merangsang
agar individu-individu yang progresif dalam suatu masyarakat menjadi lebih menonjol
telah menjadi perhatian beberapa ahli antropologi psikologi dari Amerika.

Beberapa ahli antropologi meragukan adanya watak kolot atau watak progresif
yang dapat mempengaruhi suatu proses akulturasi dalam masyarakat, hal ini
menyebabkan terjadinya gejala akulturasi diferensial. Sifat yang kolot atau agresif tidak
ditentukan oleh kepribadian individu yang bersangkutan itu berada. Para ahli yang
berpendirian demikian berpendapat bahwa individu-individu dalam suatu masyarakat
yang bersifat kolot sudah mempunyai kedudukan cukup baik di dalam masyarakat.
Mereka tidak menyukai terjadinya perubahan, karena dengan demikian keadaan yang
baru akan mengubah kedudukan yang sudah dipunyainya.

Sebaliknya individu yang progresif adalah individu yang belum atau tidak
mempunyai kedudukan. Pendapat ini pernah diuji oleh penelitian Vogt. Vogt meneliti
12 orang bekas pejuang tentara Amerika Serikat yang berasal dari suku bangsa Indian
Navaho. Ke-12 orang tersebut mempunyai latar belakang yang sama, mengalami
pendidikan yang sama, mempunyai pengalaman tempur yang sama pula. Akan tetapi
sewaktu mereka keluar dari tentara ada yang hidupnya kembali seperti dahulu,
menjadi penggembala domba. Adapula yang hidupnya tidak teratur dan ada pula
beberapa yang telah meninggalkan masyarakat Navaho dan mempunyai kedudukan di
tengah-tengah masyarakat orang kulit putih. Penelitian Vogt ini dilakukan dengan
menggunakan tes psikologi, dan berhasil menyimpulkan bahwa orang-orang Navaho
yang sebelumnya memiliki kehidupan yang memuaskan di tengah masyarakat Navaho,
kembali menjadi orang kolot, sedangkan mereka yang dulunya belum memiliki
kedudukan tetap, menjadi orang yang progresif, atau menjadi kacau.

lnovasi

lnovasi adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber


alam, energi, dan modal, serta penataan kembali dari tenaga kerja dan penggunaan
teknologi baru, sehingga terbentuk suatu sistem produksi dari produk-produk baru.
Dengan demikian inovasi adalah pembaruan unsur teknologi dan ekonomi dari
kebudayaan (Koentjaraningrat, 2009).

Selanjutnya dikatakan oleh Haviland (1993); Koentjaraningrat (2009), bahwa


suatu proses inovasi tentu berkaitan dengan penemuan baru dalam teknologi, yang
biasanya merupakan suatu proses sosial yang bertahap dari discovery (penemuan dari
suatu unsur kebudayaan yang baru, baik suatu alat atau gagasan baru dari seorang
atau sejumlah individu) menuju invention. Discovery baru dapat menjadi invention
apabila suatu penemuan baru telah diakui, diterima, dan diterapkan oleh suatu
masyarakat. Proses berlangsungnya tahap discovery sampai pada tahap invention

-
Universitas Gunadarma
-jd;J-jfjMllllo_i_a_m_
n ki _a_K_be _u_d_v_aa _na _

menurut Koentjaraningrat (1990) seringkali berlangsung lama, dan kadang-kadang


tidak hanya menyangkut satu individu, yaitu si penciptanya yang pertama, melainkan
dapat melibatkan serangkaian individu yang terdiri dair beberapa pencipta.

Hal yang menjadi daya tarik bagi para ahli antropologi adalah faktor yang
mendorong individu dalam suatu masyarakat untuk memulai suatu upaya yang akan
menuju ke suatu penemuan baru. Barnett (dalam Koentjaraningrat, 1990) mengajukan
pendapat bahwa para individu yang "tidak terpandang dalam masyarakat atau yang
tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya" justru yang sering termotivasi
untuk mengadakan pembaruan dalam kebudayaan, dan menjadi pendorong terjadinya
suatu penemuan baru dan kemudian terjadinya suatu inovasi. Koentjaraningrat (1990)
menambahkan bahwa untuk mendorong kreativitas diperlukan pula tumbuhnya (1)
kesadaran para individu akan adanya kekurangan-kekurangan dalam kebudayaan
mereka; (2) mutu dari keahlian para individu bersangkutan; (3) adanya sistem
perangsang dalam masyarakat yang mendorong mutu; dan ( 4) adanya krisis dalam
masyarakat.

Haviland (1993) membagi penemuan baru (discovery) menjadi dua, yaitu :


penemuan primer dan penemuan sekunder. Penemuan primer adalah penemuan
secara kebetulan suatu prinsip baru, sedangkan penemuan sekunder adalah
perbaikan-perbaikan yang diadakan dengan menetapkan prinsip-prinsip yang sudah
diketahui.

Sebuah contoh penemuan primer seperti yang diuraikan oleh Haviland (1993)
yaitu penemuan pembakaran tanah liat yang membuat bahannya menjadi keras
seterusnya. Dapat diduga bahwa sering terjadi pembakaran tanah liat secara tidak
sengaja dalam api untuk memasak pada jaman dulu. Akan tetapi kejadian secara
kebetulan itu bukan suatu penemuan kalau orang tidak mengetahui bahwa penemuan
itu dapat diterapkan untuk sesuatu keperluan. Kira-kira 25.000 tahun yang lalu orang
melihat cara penerapannya; sebab patung-patung kecil dibuat dari tanah bakar. Akan
tetapi, orang tidak membuat bejana tembikar, dan rupa-rupanya penemuan itu tidak
sampai ke Timur Tengah; kalau terjadi, hal itu tidak sampai berakar. Baru pada suatu
waktu di antara 7.000 dan 6.500 tahun S.M. diketahui adanya penerapan pembakaran
tanah liat di Timur Tengah dengan dibuatnya wadah-wadah dan bejana untuk
memasak, yang murah, awet, dan mudah dibuat.

Rekonstruksi perkembangan wadah-wadah tembikar tertua, yang telah


diketahui terjadi sebagai berikut : Menjelang 7000 tahun S.M. dalam tempat memasak
di Timur Tengah terdapat wadah dengan tepinya terbuat dari tanah liat, yang dibuat
bersatu menjadi bagian dari lantai, dan tungku serta perapian dari tanah liat. Situasi
yang demikian, menyebabkan terjadinya pembakaran tanah liat secara tidak sengaja
tidak mungkin dapat dihindarkan. Pada jaman itu tanah liat juga digunakan dalam
pembangunan rumah, membuat patung-patung kecil, dan untuk membuat dinding
lubang-lubang penyimpanan. Jadi, meski orang sudah biasa bekerja dengan
menggunakan tanah liat, tidak ada pembakaran untuk membuat wadah kecuali
sebagai dinding lubang penyimpanan. Sebagai wadah, yang biasanya digunakan
adalah wadah dari batu, keranjang, atau kantong kulit. Dengan demikian penemuan
tembikar sebagai penemuan primer, dalam proses penemuannya banyak dijumpai
teknik-teknik yang sudah dikenal atau diketahui sebelumnya, yaitu teknik atau cara
pembakaran tanah liat yang dipakai untuk keperluan selain tembikar. Dengan cara
yang sudah diketahui, maka tanah liat dapat dibentuk menjadi bentuk keranjang biasa,
bentuk kantong kulit, atau berbentuk seperti wadah batu. Caranya dibakar dalam api
terbuka atau di dalam tungku yang juga digunakan untuk memasak makanan.

-
Universitas Gunadarma
_________________D_n_ai _m_k_i _a _K b_ue _a_vd _a_na _llll!i;Jji-ji-@1111

Latihan Saal!

Pilihan Ganda

1. Perbaikan-perbaikan yang diadakan dengan menetapkan prinsip-prinsip yang sudah


diketahui merupakan penemuan ...
a. Primer
b. Sekunder
c. Tertier
d. Semua salah

2. Proses pembaruan dari yang sudah ada, sehingga terbentuk suatu hal yang baru
disebut ...
a. Originalitas
b. discovery
c. lnovasi
d. Evaluasi

3. Dinamika sosial adalah ...


a. Semua konsep yang diperlukan untuk menganalisa proses-proses pergeseran
masyarakat dan kebudayaan.
b. Hanya beberapa konsep yang diperlukan untuk menganalisa proses antara
masyarakat dengan kebudayaan asing
c. Konsep yang diperlukan di dalam masyarakat
d. Berbagai macam permasalahan sosial di dalam masyarakat.

4. Penemuan baru dapat di bagi menjadi dua menu rut ...


a. Haviland
b. Du Bois
c. Linton
d. Hsu

5. Konsep-konsep dinamika sosial terbagi menjadi ...


a. 2
b. 3
c. 4
d. 5

6. Evolusi kebudayaan termasuk ke dalam ...


a. Proses belajar kebudayaan sendiri
b. Proses sosialisasi
c. konsep internalisasi
d. Konsep dinamika sosial

7. Pembakaran tan ah liat membuat tan ah liat menjadi keras merupakan contoh
a. Penemuan sekunder
b. Penemuan primer
c. Penemuan tertier
d. Penemuan inovasi

-
Universitas Gunadarma
-jd;J-jfjMllllo_i_a_m_
n ki _a_K_be _u_d_v_aa _na _

8. lnovasi adalah ...


a. Suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber yang ada
b. Suatu proses pembaruan dari unsur teknologi
c. Suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi, dan
modal, serta penataan kembali dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi
baru, sehingga terbentuk suatu sistem produksi dari produk-produk baru.
d. Proses pembaruan dari alat-alat seperti bejana

9. Sinkrestisme adalah ...


a. Unsur atau kompleks unsur-unsur baru ditambahkan pada yang lama pada yang
lama
b. Unsur-unsur lama bercampur dengan yang baru dan membentuk sebuah sistem
baru, kemungkinan besar dengan perubahan kebudayaan yang berarti
c. Unsur atau kompleks unsur-unsur baru ditambahkan pada yang lama.
d. Unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru yang timbul
karena perubahan situasi.

10. Asimilasi adalah ...


a. Suatu proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar
belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul secara intensif,
sehingga sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan golongan-golongan itu
masing-masing berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
b. Suatu proses sosial yang terjadi dengan golongan tertentu dengan latar
belakang budaya yang hampir sama dan mereka saling bergaul secara intens
sehingga mereka dapat saling mensuport
c. Suatu proses pencampuran sosial yang terjadi di dalam dua atau tiga golongan
d. Suatu proses kehidupan masyarakat yang nyata yang terjadi di tengah
masyarakat.

ESSAY

1. Apakah penetrasi kebudayaan ?


2. Jelaskan proses terjadinya enkulturasi dan sertakan contohnya !
3. Ada berapa jalankah dalam proses penetrasi budaya ?
4. Faktor apa yang mendorong munculnya penemuan baru ?
5. Apakah evolusi kebudayaan dan difusi ?

-
Universitas Gunadarma
MATERI

Pengertian Antropologi Psikologi


Sejarah Perkembangan Antropologi Psikologi
Metode-Metode Dalam Antropolgi Psikologi
Penelitian Mengenai Antropologi Psikologii

TUJUAN I SASARAN BELAJAR

mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan pengertian


antropologi psikologi
memahami dan menjelaskan sejarah perkembangan ilmu
antropologi psikologi
mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan metode-
metode dalam antropologi psikologi
memahami dan menjelaskan beberapa penelitian antropologi
psikologi
A_t_
_________________ n o_p
r _l_
o g_
o _
i s_
P k_
i _
o oli g 1111.UMNii@IIII

ANTROPOLOGI
PSIKOLOGI

Pada bab ini akan membahas mengenai antropologi psikologi yang merupakan
bagian dari ilmu antropologi. llmu ini berkembang pesat terutama di Amerika, sehingga
sudah menjadi suatu bidang ilmu tersendiri. Nama antropologi psikologi ini yang
semula dianjurkan oleh antropolog Amerika Serikat Francis L.K. Hsu, sebenarnya
merupakan nama yang relatif baru yang sebelumnya dikenal dengan nama Culture and
Personality (kebudayaan dan Kepribadian), atau terkadang juga disebut Ethno-
psychology (Psikologi Suku Bangsa).

Ember dan Ember (dalam Prabowo, 1996)) mendefinisikan antropologi


psikologi sebagai studi yang dilakukan oleh para ahli antropologi yang tertarik pada
perbedaan psikologis di antara dan di dalam suatu masyarakat dan persamaan
psikologis pada rentang yang luas pada masyarakat manusia. Sementara itu, kita juga
mengenal adanya istilah Psikologi Lintas Budaya ( cross-cultural psychology) yaitu studi
yang dilakukan para ahli psikologi terhadap dua atau lebih masyarakat. Menurut James
Danandjaja (dalam Prabowo, 1996) antropologi psikologi semenjak lahir sudah bersifat
antardisiplin. Hal ini disebabkan oleh dua hal; pertama, teori, konsep, dan metode
penelitiannya banyak meminjam dari berbagai disiplin ilmu seperti antropologi, psikiatri,
dan psikologi. Kedua, para pendirinya adalah berasal dari disiplin ilmu yang
bermacam-macam. Para pendiri tersebut antara lain adalah: dari kalangan antropologi
seperti Ralph Linton, Margaret Mead, dan Cora DuBois: dari kalangan psikiater adalah
Abram Kardiner; dan dari kalangan psikologi antara lain adalah W.H.R. River, Erik H.
Erikson (ahli psikoanalisa Neo Freudian), Geza Roheim (ahli psikoanalisa Freud).

-
Universitas Gunadarma
-!d;HiiMllllA_n_rt _o_op _ol _g_ i
P_s_k_
i l_
o g_
o i _

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU ANTROPOLOGI PSIKOLOGI

Menurut Koentjaraningrat (dalalm Prabowo, 1996) ilmu antropologi psikologi


muncul karena ada beberapa sarjana antropologi yang selama penelitiannya di
lapangan menemukan bahwa beberapa manusia dalam kehidupan masyarakat dan
kebudayaan non-Eropa-Amerika yang mereka amati ternyata bertentangan dengan
apa yang pernah mereka pelajari dari ilmu psikologi. Psikologi memang berkembang
berdasarkan kehidupan masyarakat dan kebudayaan Eropa Barat dan Amerika,
sehingga kadang-kadang terdapat konsep-konsep dan atau teori-teori psikologi yang
tidak dapat diterapkan secara universal di luar masyarakat Eropa Barat dan Amerika,
seperti dalam masyarakat dan kebudayaan di Asia, Afrika, dan kawasan Pasifik. Lalu
muncul pertanyaan berbentuk seperti apakah karya seorang peneliti pada cabang ilmu
antropologi psikologi ?

Menurut Hsu (dalam Prabowo, 1996) karya-karya penelitian yang dapat


digolongkan ke dalam antropologi psikologi adalah :
1) Suatu karya yang dihasilkan oleh seorang ahli antropologi, yang mempunyai
pengetahuan baik mengenai konsep psikologi; atau karya yang dihasilkan oleh
seorang ahli dari disiplin lain, yang mempunyai pengetahuan baik mengenai konsep
antropologi di samping pengetahuan mengenai konsep psikologi (jika bukan
seorang ahli psikologi)

2) Segala karya yang mempermasalahkan individu sebagai tempat atau wadah


kebudayaan.

3) Segala karya yang memberikan pengakuan serius kepada kebudayaan sebagai


variabel bebas maupun variabel terikat, yang berhubungan dengan kepribadian.

4) Segala karya dari seorang ahli antropologi, yang mempergunakan konsep atau
teknik tes psikologi, yang memberikan data tepat-guna dalam bentuk yang dapat
dipergunakan oleh para ahli antropologi.

5) Ruang lingkup antropologi psikologi sama dengan pengkajian secara lintas budaya
( cross cultural studies) mengenai kepribadian dan sistem sosial budaya. Pengkajian
tersebut meliputi masalah-masalah sebagai berikut :
a. Hubungan struktur sosial dan nilai-nilai budaya dengan pola pengasuhan anak
pada umumnya;

b. Hubungan antara pola pengasuhan anak dengan struktur kepribadian rata-rata,


seperti yang diungkapkan dalam perilaku;

c. Hubungan antara struktur kepribadian rata-rata dengan sistem peran (role


system) dan aspek proyeksi dari kebudayaan;

d. Hubungan semua variabel di atas dengan perilaku menyimpang yang berbeda


dari suatu kolektif ke kolektif lain. Teori yang dipergunakan dan hipotesa yang
diuji, dapat berasal dari ilmu-ilmu perilaku (behavioral sciences) apa saja. Akan
tetapi ciri khas penelitian antropologi psikologi adalah penekanannya pada
perbedaan kelompok-kelompok alamiah sebagai pokok perhatian, dan bukannya
mengenai perbedaan individu di lapangan.

-
Universitas Gunadarma
A_t_
_________________ n o_p
r _l_
o g_
o _
i s_
P k_
i _
o oli g 1111.UMNii@IIII
6) Konsep kepribadian kebudayaan (personality culture), yang timbul sebagai akibat
interaksi dari kedua ilmu tersebut di atas (psikologi dan antropologi), sangat
berguna sekali. Hal ini akan menyebabkan para peneliti antropologi psikologi dalam
studinya mengenai perilaku selalu memperhatikan faktor-faktor penyebab
pendahulunya (antecedents); dan tidak akan puas hanya dengan pelukisan
mengenai sifat-sifat khas saja, sebagaimana yang umum dilakukan oleh para ahli
psikologi sosial.

Ahli lain Milton Singer (dalam Danandjaja, 1988) berpendapat bahwa terdapat tiga
kelompok permasalahan besar dalam penelitian antropologi psikologi, yaitu:
1) Kelompok hubungan kebudayaan dengan sifat pembawaan manusia (human
nature)

2) Kelompok hubungan kebudayaan dengan kepribadian khas kolektif tertentu (typical


personality)

3) Kelompok hubungan kebudayaan dengan kepribadian abnormal.

Dari ketiga kelompok permasalahan besar itu timbul beberapa pokok permasalahan
penelitian seperti : "hubungan antara perubahan kebudayaan dengan perubahan
kepribadian" dan "hubungan antara perubahan kebudayaan dengan kepribadian
abnormal".

METODE-METODE DALAM ANTROPOLOGI PSIKOLOGI

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian antropologi psikologi


umumnya yang dipakai adalah metode pengumpulan etnografis, berupa wawancara
dan pengamatan. Akan tetapi karena yang dibahas dalam antropologi psikologi tidak
hanya terbatas pada kebudayaan yang dapat dilihat saja (overt), akan tetapi juga
menyangkut hal-hal yang tidak dapat dilihat langsung (covert), seperti nilai-nilai, atau
dinamika psikologis suatu masyarakat tertentu, seringkali metode etnografis tidak
dapat memecahkan masalah secara memuaskan. Selain itu terdapat pula beberapa
kelemahan lain dari metode etnografi. Menurut Koentjaraningrat (2009) dalam
deskripsi-deskripsi etnografi abad ke-19, tulisan-tulisan para musafir dan pelaut, para
pendeta penyebar agama Nasrani, atau para pegawai pemerintah negara penjajah
Eropa, seringkali terdapat beberapa bagian yang memberi keterangan mengenai watak
dari warga masyarakat dan kebudayaan yang dideskripsi. Keterangan itu biasanya
hanya didasarkan pada kesan-kesan saja, yang diperoleh penulisnya dari
pengalamannya bergaul dengan beberapa orang warga masyarakat tersebut. Bila
seorang penulis memperoleh pengalaman yang menyenangkan pada waktu bergaul
dengan warga suatu masyarakat dengan kebudayaan tertentu, maka dalam bukunya
yang membahas tentang kebudayaan tersebut akan disebutnya memiliki watak yang
ramah, baik, sopan dan sebagainya. Sebaliknya, apabila ia memiliki pengalaman yang
tidak menyenangkan terhadap warga dari kebudayaan tersebut, maka ia akan
menyebutnya dengan kesan yang tidak menyenangkan pula. Oleh karena itu, pada
awal abad ke-20 muncul perkembangan baru dalam upayanya untuk mempertajam
metode-metode yang sifatnya lebih ilmiah dan lebih eksak untuk menganalisa

-
Universitas Gunadarma
-!d;HiiMllllA_n_rt _o_op _ol _g_ i
P_s_k_
i l_
o g_
o i _

kepribadian umum, yang pada etnografi-etnografi kuno hanya didasarkan pada kesan
be I aka.

Oleh karena itu, dikembangkan pula metode-metode yang pada umumnya


digunakan oleh kalangan psikolog, terutama pada cabang psikologi klinis seperti
metode eksak atau metode tes proyektif, metode riwayat hidup atau biografi (life story
method), metode pencatatan dan analisis mimpi, dan metode antropologis lain yaitu
metode pengumpulan dan anlisis folklor, dan metode survei lintas budaya (Prabowo,
1996).

1. Metode Eksak atau Metode Tes Proyektif

Kardiner (seorang psikolog) dan R. Linton (seorang antropolog) bekerjasama


mengembangkan metode eksak, yaitu menganalisis watak individu dengan
menggunakan teknik tes-tes proyeksi. Para antropolog menggunakan beberapa tes
psikologi untuk menganalisis kepribadian umum warga suatu masyarakat, yaitu : tes
Rorschach, Tes Baum (baum = pohon), TAT (Thematic Apperception Test), Tes HTP
(House Tree Person), Tes OAP (Draw A Person), dan SSCT (Sach Sentece
Completion Test).

Menurut Sadli (dalam Koentjaraningrat, dalam Prabowo, 1996) proyeksi adalah


istilah yang seringkali digunakan dalam psikologi klinis maupun psikologi sosial.
Secara historis istilah projection berasal dair aliran psikoanalisa dan untuk pertama
kalinya diperkenalkan oleh Sigmund Freud pada tahun 1894 dalam karangannya yang
berjudul The Anxiety Neurosis. Di dalam karangan tersebut mengatakan :

"The psycho develops the neurosis when it feels itself unequal to the task of
mastering (sexual) excitation arising endogeously. That is to say, it acts as if it had
projected this excitation into the outer world. "
Jiwa seseorang akan menghasilkan suatu kecemasan neurotis ketika
situasinya tidak sama dengan rasangan seksual yang muncul dari dalam. Dapat
dikatakan bahwa jiwa akan bertindak jika telah ada proyeksi dari rangsang-rangsang
itu ke dunia luar.

Selanjutnya pada tahun 1896 dalam bukunya on the Defense Neuropsychoses,


Freud mengatakan bahwa proyeksi adalah proses dimana seorang menganggap
bahwa dorongan-dorongan, perasaan-perasaan, dan sentimen-sentimen diri sendiri
disebabkan karena orang lain atau karena keadaan dunia luar. Dalam pengertian ini,
maka proyeksi adalah suatu defensif yang memungkinkan orang yang bersangkutan
untuk tidak sadar akan gejala-gejala yang kurang diingini. Berdasarkan konsep ini,
Healy, Bronner, dan Bowers memberikan definisi proyeksi sebagai berikut:

..... a defensive process under the sway of the pleasure principle whereby the
ego thrusts forth on the external world unconscious whishes and ideas which, if
allowed to penetrate into consciousness, would be painful to the ego.

Suatu proses pertahanan di bawah kendali dari prinsip kenikmatan dengan cara
ego mendorong seterusnya ke dunia luar keinginan-keinginan dan ide-ide tidak sadar,
yang jika dibiarkan masuk ke alam kesadaran justru akan menyiksa ego.

Menurut English dan English (dalam Prabowo, 1996) tes proyeksi adalah
situasi yang secara relatif tidak berstruktur, namun bersifat standard, dimana orang
yang diuji diminta untuk memberikan tanggapan secara sebebas mungkin, tanpa

-
Universitas Gunadarma
_________________A_t_n o_pr _lo_go __i sP _k_oi _o_l ig_llll!i;J-ji-111@1111

dipengaruhi sugesti. Respon terhadap materi tes proyeksi tersebut biasanya dianalisa
untuk mendapatkan karakteristik kepribadian dan juga tingkat kognitif tertentu secara
kualitatif. Untuk melakukan interpretasi respon-respon yang muncul dari materi tes
proyeksi tertentu diperlukan latihan yang banyak.

Selanjutnya dikatakan oleh Sadli (dalam Prabowo, 1996) bahwa diantara


berbagai bentuk proses defensif (seperti represi, regresi, reaksi formasi dan lain-lain),
proyeksi dianggap sebagai salah satu proses defensif yang utama, sementara para
ahli lain beranggapan bahwa proyeksi justru merupakan konsep psikoanalisis yang
dianggap kurang mendapatkan perhatian. Sebagaimana dikatakan oleh Sears
(Prabowo, 1996): "Barangkali istilah yang paling tidak adekuat dalam semua teori
psikoanalisa adalah proyeksi".

Lebih lanjut Lindzey (dalam Koentjaraningrat 2009) mencoba memberikan


beberapa penilaian sehubungan dengan penelitian antropologi psikologi yang
mencoba menggunakan metode eksak dengan tes proyeksi. Beberapa penilaian itu
antara lain adalah:

1) Konsep kepribadian umum (basic atau modal personality structure) belum


merupakan konsep yang mantap karena masih terlalu banyak individu dalam suatu
kebudayaan (bahkan dari warga kebudayaan yang wataknya dari luar terlihat
seragam) yang mempunyai kepribadian yang menyimpang dari kepribadian umum
yang ditentukan berdasarkan data teknik proyektif;

2) Proses perubahan kebudayaan yang makin lama makin cepat dialami oleh hampir
semua kebudayaan di dunia pada saat ini, menambah gejala keanekaragaman
watak dari para individu yang menjadi warga dari suatu kebudayaan

3) Karena dalam rangka suatu masyarakat masa kini ternyata ada beberapa macam
adat istiadat pengasuhan anak dan beberapa jenis proses enkulturasi dan
sosialisasi berdasarkan sub kebudayaan, golongan sosial, golongan agama, dan
sebagainya, maka satu masyarakat dan kebudayaan seringkali memunculkan
kepribadian umum. Para peneliti yang menggunakan teknik proyektif untuk
menganalisa kepribadian umum memang harus lebih teliti dan seksama dalam hal
menyusun sampel-sampel, sesuai dengan aneka ragam subkebudayaan dan
golongan sosial yang ada.

4) Has ii tes proyektif harus dicocokkan dengan data yang diperoleh dari metode-
metode etnografi kualitatif yang lain, seperti data pengalaman individu, hasil
wawancara, hasil pengamatan dan sebagainya.

Salah satu contoh penelitian dengan menggunakan teknik proyeksi adalah


penelitian yang dilakukan oleh Cora DuBois (dalam Prabowo, 1996) selama 18 bulan
di tengah-tengah orang Alar. la mempelajari bahasa Belanda, bahasa Melayu, dan
bahasa daerah. Dubois menulis sebuah etnografi umum mengenai Alar, yang juga
memuat banyak observasi mengenai tingkah laku: diberikannya percobaan Tes
Rorschach kepada 37 orang, percobaan asosiasi kata kepada 36 orang, dan
percobaan Porteus mengenai salur jalan yang menyesatkan kepada 55 orang.
Dikumpulkannya gambar-gambar yang dibuat oleh 35 orang anak laki-laki dan 22 anak
perempuan yang dicatatnya dalam delapan riwayat kehidupan yang cukup panjang.

Dalam tahap analisis, studi DuBois tersebut telah membuat suatu


pembaharuan, dengan cara menyerahkan bahan-bahan proyektif tersebut kepada

-
Universitas Gunadarma
-!d;HiiMllllA_n_rt _o_op _ol _g_ i
P_s_k_
i l_
o g_
o i _

analis Rorschach, gambar-gambar kepada analis gambar, dan sejarah hidup kepada
Abraham Kardiner untuk dianalisis. Setiap ahli diwajibkan memberikan gambaran
umum mengenai kepribadian orang-orang Alar di atas berdasarkan bahan-bahan yang
diberikan itu. Dalam analisis tersebut ternyata terdapat banyak sekali persamaan di
antara laporan itu dan penyesuaian dengan kesan yang diperoleh penulis etnografi
tersebut. Metode ini memperkecil kemungkinan prasangka dan subjektivitas dalam
deskripsi kepribadian orang-orang Alar.

2. Metode Riwayat Hidup atau Biografi

Individual life history adalah istilah yang sering digunakan di kalangan ahli
antropologi psikologi, adalah data yang mengumpulkan semua keterangan apa yang
pernah dialami individu-individu tertentu sebagai warga dari suatu masyarakat yang
sedang dijadikan objek penelitian. Dalam ilmu psikologi disebut dengan istilah personal
document, dan dalam sosiologi dikenal dengan istilah human document sedangkan
dalam antropologi dikenal dengan istilah individual life history (Koentjaraningrat, dalam
Prabowo, 1996). Selanjutnya menurut Danandjaja (dalam Prabowo, 1996) dikatakan
bahwa dalam ilmu antropologi psikologi, metode pengumpulan riwayat hidup individu
ini ternyata sudah banyak dilakukan orang. Tujuan dari penelitian semacam ini adalah
untuk mencapai suatu pengertian tentang suatu masyarakat, kebudayaan, dan tipe
kepribadian suatu bangsa atau suku bangsa, melalui pandangan mata individu-individu
yang merupakan warga dalam masyarakat bersangkutan. Selanjutnya disebutkan oleh
Danandjaja salah satu contoh dari penggunaan metode ini pada penelitian di kalangan
antropolog yaitu A. L. Kroeber. Kroeber pada waktu masih muda ketika mengumpulkan
bahan penulisan buku etnografi tentang suku bangsa Gros Ventre di daerah stepa
utara negara bagian Motana, Amerika Serikat, telah pula mengumpulkan riwayat hidup
tokoh-tokoh suku bangsa tersebut. Namun orang yang pertama kali menggunakan
metode riwayat hidup ini secara sistematis untuk memperdalam pengertian tentang
suatu masyarakat yang sedang diteliti adalah Paul Rodin. Etnografi yang telah
dihasilkan Rodin adalah "Crashing Thunder" (1913, 1920, 1926), yaitu mengenai
seorang tokoh suku bangsa Winnebago dari negara bagian Wisconsin, Amerika
Serikat. Sejak itulah banyak sekali digunakan metode pengumpulan riwayat hidup.

Conteh penelitian lain sebagaimana disebutkan oleh Koentjaraningrat (dalam


Prabowo, 1996) adalah penelitian yang bertemakan kemiskinan, seperti pada
penelitian Oscar Lewis yang berjudul La Vida. Buku ini dianggap memiliki kelebihan
bila dibandingkan dengan buku-buku lain karangan Lewis, seperti Five Families, The
Children of Sanches, dan Pedro Martinez. Dalam buku tersebut dilukiskan riwayat
kehidupan rumah tangga dari lima anggota keluarga, bernama keluarga Rios. Keluarga
tersebut terdiri dari seorang ibu, Fernande Rios, dengan kedua anak putrinya yang
sudah menikah yakni Soledad dan Felicita. Mereka tinggal di daerah kumuh di kota
San Juan di Puerto Rico. Dua anggota keluarga yang lain adalah rumah tangga anak
laki-laki Fernande Rios yang bernama Simplicio Rios dengan adik perempuannya Cruz
yang tinggal di New York. Keistimewaan dari buku ini adalah bahwa dalam riwayat
kehidupan dari satu rumah tangga Rios terdapat banyak kejadian dan peristiwa yang
menyangkut kehidupan dari rumah-rumah tangga Rios yang lain. Masing-masing
anggota keluarga memiliki pandangan yang berbeda-beda satu sama lain dan
seringkali bertentangan satu sama lain.

Lalu muncul pertanyaan bagaimana Oscar Lewis dapat melakukan semua itu?
Sebelum melakukan wawancara mendalam dengan kelima tokoh utama dari keluarga
Rios, ia telah melakukan penelitian dengan menggunakan metode angket, observasi

-
Universitas Gunadarma
_________________A_t_n o_pr _lo_go __i sP _k_oi _o_l ig_llll!i;J-ji-111@1111

dan wawancara terhadap seratus keluarga daerah kumuh di kota San Juan, Puerto
Rico, adapun angket yang dipergunakan bermaksud untuk mengumpulkan data umur,
pekerjaan, agama, komposisi keluarga, ekonomi rumah tangga, tingkat kemakmuran,
migrasi dan hubungan kerabat-kerabat di New York, pola pergaulan dengan tetangga,
pandangan politik, pola rekreasi, dan sebagainya. Sesudah pengetahuan umumnya
mengenai kehidupan sosial dan kebudayaan di daerah kumuh tadi diperoleh secara
memadai, maka Lewis menseleksi lagi 19 keluarga untuk penelitian yang mendalam
dengan metode pengamatan, wawancara, dan tes psikologis. Selain itu Lewis juga
menseleksi delapan keluarga yang telah pindah ke New York dan memiliki hubungan
kekerabatan dan kontak dengan salah satu dari ke-19 keluarga di San Juan tadi. Di
New York, kedelapan keluarga tadi diteliti dengan metode kualitatif yang sama
intesifnya dengan apa yang dilakukan di San Juan. Akhirnya baru dapat diputuskan
lima keluarga diantara ke-27 keluarga tersebut untuk diteliti life history-nya.
Menurut Koentjaraningrat (dalam Prabowo, 1996) metode analisis riwayat hidup
amat berguna bagi penelitian antropologi psikologi, karena memiliki beberapa fungsi
antara lain:
1) Data riwayat hidup individu penting bagi si peneliti, untuk memperoleh pandangan
dari dalam mengenai gejala-gejala sosial dalam suatu masyarakat melalui
pandangan dari para warga sebagai partisipan dair masyarakat yang bersangkutan.
2) Data riwayat hidup penting bagi si peneliti untuk mencapai pengertian mengenai
masalah individu warga masyarakat yang suka berperilaku menyimpang. Dan
masalah peranan para individu yang menyimpang tersebut sebagai pendorong
gag as an baru dalam masyarakat dan kebudayaan.
3) Data riwayat hidup penting bagi si peneliti untuk memperoleh pengertian mendalam
tentang hal-hal psikologis yang tidak mudah diamati dari luar, atau dengan metode
wawancara berdasarkan pernyataan langsung. Hal ini biasanya sudah mengenai
pengaruh lingkungan kebudayaan terhadap jiwa si individu dan data serupa itu
secara praktis penting dalam penelitian psikiatri, psikologi, dan kesehatan mental.
4) Data riwayat hidup penting bagi si peneliti untuk mendapatkan gambaran lebih
dalam mengenai rincian dari hal yang tidak mudah akan diceritakan orang dengan
metode wawancara berdasarkan pertanyaan langsung.

3. Metode Pencatatan dan Analisis Mimpi

Fenomena mimpi banyak dibicarakan dalam teori-teori psikoanalisa. Oelh


karena itu beberapa istilah yang akan banyak dijumpai dalam menjelaskan metode
analisis mimpi ini, berdasarkan pada kerangka pikir teori psikoanalisa. Beberapa istilah
itu antara lain adalah isi impian, harapan impian, dan interpretasi mimpi.

lsi impian (dream content) menurut psikoanalisa (dalam Prabowo, 1996) adalah
gambaran, kesan, dan ide yang ditampilkan dalam impian. lsi impian ini dibagi ke
dalam dua tipe dasar, yaitu: pertama, isi manifestasinya, atau isi seperti hal tersebut
berlangsung benar pada si pemimpi. Kedua, isi yang laten, yang harus ditafsirkan
lewat teknik penafsiran impian. Penafsiran impian, juga menurut psikoanalisa adalah
proses pemberian makna pada impian. Cara yang digunakan oleh kalangan
psikoanalis adalah menyuruh pasien melakukan asosiasi bebas di sekitar impiannya,
sampai sifatnya yang bercorak pengaburan impian khayalnya menjadi jelas kelihatan.
Penggunaan secara sungguh-sungguh juga dilakukan untuk menafsirkan simbol-
simbol impian. Beberapa simbol dianggap sebagai universal sifatnya, dan ditafsirkan
dengan segera, misalnya objek menusuk hati, yang merupakan lambang phalic
(lambang lingga, atau kemaluan laki-laki), dan air mengalir yang melambangkan
kelahiran. Banyak simbol lainnya merupakan hal yang aneh atau ganjil bagi pribadi
pemimpi, dan harus ditafsirkan lewat proses asosiasi bebas. Harapan impian adalah

-
Universitas Gunadarma
-!d;HiiMllllA_n_rt _o_op _ol _g_ i
P_s_k_
i l_
o g_
o i _

penyajian secara simbolis suatu harapan yang ditekan, atau yang tidak disadari, dalam
bentuk satu impian (dalam Prabowo, 1996).

Menurut John J. Honigman (dalam Prabowo, 1996) terdapat dua alasan penting
mengapa pengumpulan mimpi-mimpi menjadi hal yang penting untuk penelitian
antropologi psikologi. Pertama, adanya asumsi bahwa mimpi-mimpi menggambarkan
perilaku standar dari suatu masyarakat. Yakni mimpi seorang informan sebagian
ditentukan oleh komunitas dimana ia menjadi anggotanya, sehingga merupakan
bagian dari kebudayaannya. Kita misalnya tidak dapat mengharapkan orang Eskimo
yang belum pernah melihat televisi, akan bermimpi bahwa ia sedang merekam video
suatu pertandingan ski es. Kedua, mimpi mengungkapkan gagasan-gagasan,
perasaan-perasaan, dan keadaan-keadaan motivasional yang sulit diungkapkan
secara verbal karena mimpi adalah suatu fenomena ketidaksadaran manusia. Apabila
fenomena tersebut juga berpola pada masyarakatnya, maka mimpi adalah pintu
gerbang penting untuk mengetahui seluk beluk kepribadian kolektif suatu masyarakat
tertentu.

4. Metode pengumpulan dan Analisis Folklor

Folklor menurut Ember dan Ember (dalam Prabowo, 1996) adalah semua adat
dan pengetahuan seperti mites, cerita hikayat atau dongeng, takhayul, tebak-tebakan,
dan permainan yang hid up dalam masyarakat suatu kebudayaan tertentu. Folklor pada
umumnya hanya bersifat lisan, walaupun kadang-kadang juga tertulis. Diperjelas oleh
Danandjaja (dalam Prabowo, 1996) bahwa folklor adalah bagian kebudayaan dari
berbagai kolektif di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, yang
disebarkan secara turun-temurun di antara kolektif-kolektif bersangkutan, baik dalam
bentuk lisan, maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu
ingatan (mnemonic devices). Bentuk-bentuk folklor di Indonesia antara lain adalah
bahasa rakyat; ungkapan tradisional (peribahasa, pepatah, dan lain-lain); teka-teki;
cerita prosa rakyat (mite, legenda, dan dongeng, termasuk lelucon dan anekdot);
nyanyian rakyat; teater rakyat; permainan rakyat; kepercayaan/ keyakinan rakyat;
arsitektur rakyat, seni rupa rakyat, musik rakyat, bahasa tubuh rakyat, dan sebagainya.

Bentuk-bentuk folklor tersebut menurut Danandjaja (dalam Prabowo, 1996)


dapat dijadikan sebagai alat analisis data kelakuan kolektif masyarakatnya, karena
masing-masing memiliki beberapa fungsi yang menurut Bascom terdiri dari empat
fungsi, yaitu : (1) sebagai sistem proyeksi, (2) sebagai alat pengesahan kebudayaan,
(3) sebagai alat paedagogis, dan ( 4) sebagai alat pemaksa berlakunya norm a
masyarakat dan pengendalian masyarakat. Beberapa contoh di bawah ini barangkali
dapat lebih memperjelas.

Sebagai sistem proyeksi, contohnya adalah dongeng "Bawang Putih dan


Bawang Merah" dari Jakarta atau "Joko Kendil" dari Jawa Tengah dan Jawa Timur,
yang sebenarnya menurut kaum Psikoanalis adalah proyeksi angan-angan terpendam
para remaja dari kalangan rakyat jelata miskin, untuk dapat hidup senang melalui
pernikahan dengan keluarga bangsawan atau kaya raya.

Sebagai alat pengesahan budaya, seperti adat kebiasaan. Contohnya adalah


dongeng "Cecak yang Menghianati Nabi Muhammad SAW". Dimana seeker cecak
berwarna kelabu menyindir para musuh Nabi dengan perkataan dalam bahasa Jawa:
"Cek! Cek! Cek! Matamu picek!" (Cek! Cek! Cek! Matamu buta). Yakni seawaktu para
musuh Nabi merasa tak mungkin Beliau dapat bersembunyi di dalam goa, yang pada
mulutnya terbentang jala sarang laba-laba, dan di dekatnya ada seeker burung Merpati

-
Universitas Gunadarma
_________________A_t_n o_pr _lo_go __i sP _k_oi _o_l ig_llll!i;J-ji-111@1111

yang sedang tenang mengerami telurnya di atas sarangnya. Legenda ini sampai hari
ini masih tetap dipergunakan orang di Jawa untuk membenarkan anak-anak kampung
untuk mebunuh dengan sumpitan cecak berwarna kelabu pada setiap Jumat Legi.

Sebagai alat paedagogis, contohnya adalah peribahasa dari Minangkabau,


yang berbunyi; " Sehari selembar benang, lamo-lamo menjadi selembar kain".
Peribahasa ini mengandung pesan kepada anak-anak, agar mereka pandai membagi
waktu dalam pekerjaan, mencicil dalam mempelajari ilmu, atau mengumpulkan
kekayaan; karena jika dilakukan secara teratur, maka tujuannya akan terlaksana. Atau
dengan perkataan lain di dunia ini tidak ada pekerjaan yang berat, apabila dilakukan
sedikit demi sedikit secara teratur.

Sebagai alat pemaksa berlakunya norma masyarakat dan pengendalian


masyarakat, contohnya adalah peribahasa Indonesia: "seperti pagar makan tanaman",
yang digunakan untuk menyindir oknum alat negara, yang sering memeras rakyat yang
seharusnya ia lindungi.

Penggunaan folklor sebagai metode penelitian ini terutama untuk mempelajari


nilai bud a ya a tau pandangan hid up suatu suku bangs a atau suatu kolektif, yang
selanjutnya akan menjadi pedoman dari perilaku anggota sukunya.

5. Metode Survei Lintas Budaya

Survei lintas budaya menurut Danandjaja (dalam Prabowo, 1996) berhubungan


erat dengan kajian-kajian korelasional. Penelitian yang menggunakan metode ini pada
mulanya tidak melakukan penelitian lapangan. Hal ini disebabkan karena data-data
yang dikumpulkan diperoleh dari data-data sekunder dari Human Relation Area Files
(HRAF) dan terkadang ditambah dengan data-data dari sumber lain, yang kemudian
berkembang yaitu dengan usaha untuk menggabungkan dengan penelitian di
lapangan, bahkan pada akhirnya ada penelitian yang tidak menggunakan data
sekunder dari HRAF lagi, yang sudah dianggap ketinggalan jaman dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah lagi. HRAF adalah semula dikembangkan oleh
The Yale Cross-Cultural Survey, dibawah bimbingan George Peter Murdock adalah
sebuah sistem kartu yang luas sekali. HRAF mengandung data-data etnografi dari
beberapa ratus masyarakat dari daerah kebudayaan yang berbeda. Sistem kartu
tersebut disusun sedemikian baik, sehingga seseorang dapat dengan cepat mencari
data yang diinginkan, setelah mempelajari kodenya.

Kecaman terhadap penggunaan data sekunder pun muncul. Kecaman pertama


kali dikemukakan oleh F. Gaitan. Gaitan mempertanyakan apakah korelasi yang tinggi
antara dua pranata kekerabatan merupakan hubungan sebab akibat antara kedua
pranata itu, atau akibat dari pengaruh difusi dari pranata satu terhadap yang lain.
Kritikkan tersebut menjadi hal yang penting bagi perkembangan metodologi penelitian
komparatif lintas budaya dalam ilmu antropologi (Koentjaraningrat dalam Prabowo,
1996).

Para peneliti lintas budaya modern berusaha untuk menyempurnakan


metodologi sampling yang ada, agar hasil bebas dari kelemahan-kelemahan yang
telah ditujukan oleh Gaitan serta ahli-ahli lainnya. Penggunaan teknik-teknik statistik
sudah mengalami banyak penyempurnaan dair yang sudah dikembangkan
sebelumnya oleh Murdock ketika melakukan penelitian komparatif mengenai sistem
kekerabatan. Walaupun demikian para ahli mengakui bahwa metode lintas budaya

-
Universitas Gunadarma
-!d;HiiMllllA_n_rt _o_op _ol _g_ i
P_s_k_
i l_
o g_
o i _

belum dapat mengembangkan generlisasi yang kuat (Koentjaraningrat dalam Prabowo,


1996).

Rivers (dalam Prabowo, 1996) mengatakan bahwa dalam penelitian lintas


budaya yang dilakukan para ahli antropologi sampai saat ini dapat ditujukan :
1) Penelitian dengan sampel yang terdiri dari kebudayaan-kebudayaan yang terletak
dalam satu atau beberapa kebudayaan (Penelitian ini mempunyai makna yang
paling besar diantara penelitian yang lain).
2) Penelitian dengan sampel yang terdiri dari kebudayaan-kebudayaan yang tersebar
secara acak di seluruh dunia;
3) Penelitian dengan sampel yang terdiri dari kebudayaan-kebudayaan yang tersebar
secara acak dalam satu benua; dan
4) Penelitian dengan sampel yang terdiri dari kebudayaan-kebudayaan yang dipilih dari
semua daerah kebudayaan di seluruh dunia.

Penelitian antropologi psikologi yang menggunakan survei lintas budaya antara lain
adalah hubungan antara adat istiadat pengasuhan anak dengan unsur kebudayaan
dari suatu masyarakat tertentu. Margaret Mead adalah ahli antropologi wanita yang
pernah mengkaji masalah puberitas di Samoa dan adat istiadat pegnasuhan anak di
Pulau Manus sebelah utara lrian (Koentjaraningrat dalam Prabowo, 1996).

BEBERAPA PENELITIAN ANTROPOLOGI PSIKOLOGI


1. Peran Jenis

Menurut Kartono dan Gula (dalam Prabowo, 1996), peran jenis adalah tingkah
perilaku, sikap-sikap, atau peranan-peranan sosial yang oleh masyarakat atau
kebudayaan tertentu dianggap cocok untuk jenis kelamin tertentu dan tidak cocok
untuk jenis kelamin lainnya.

Konsep peran jenis (sex role) dilihat oleh Margareth Mead ternyata tidak berlaku
secara universal. Di dalam studinya pada kebudayaan Arapesh, melihat tidak ada
perbedaan secara psikologis antara pria dan wanita. Kedua jenis kelamin ini umumnya
memiliki kepribadian yang halus, lembut, dan pasif seperti pada umumnya seorang
wanita di dalam kebudayaan Eropa-Amerika. Sebaliknya pada kebudayaan
Mundugumor, dapat dilihat juga tidak memiliki adanya perbedaan secara psikologis
yang jelas antara pria dan wanita. Baik pria maupun wanita pada kebudayaan ini
memiliki kepribadian yang keras, kasar, aktif, dan agresif, seperti umumnya dimiliki
oleh pria pada kebudayaan Eropa-Amerika. Namun pada kebudayaan Tchambuli yang
terjadi adalah sebaliknya. Pada kebudayaan tchambuli memang terdapat perbedaan
yang menyolok antara pria dan wanita secara psikologis, hanya saja pria justru bersifat
feminin, sedangkan wanitanya bersifat maskulin. Para wanita pada kebudayaan ini
umumnya berkepribadian dan bertingkah laku keras, kasar, aktif, mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan yang berat, dan mendominasi kegiatan produksi ekonomi,
berkebun, serta mencari sagu. Mereka tidak terbiasa bersolek atau mempercantik diri
dengan perhiasan, bahkan terkadang mereka juga berkepala botak. Kaum pria
sebaliknya hanya bekerja sebagai tukang, atau seniman, ataupun secara sambil lalu
melakukan kegiatan produksi ekonomi seperti mencari ikan atau berburu. Kaum pria
dan wanita pada kebudayaan ini juga berusaha untuk menarik perhatian pasangannya,
terutama dilakukan di kalangan pria dengan cara menghias diri dengan beragam
perhiasan dan rambut yang warna-warni. Suatu hal yang tidak lazim dilakukan pada
kebudayaan Eropa-Amerika (Koenjaraningrat dalam Prabowo, 1996).

2. Oedipus Complex

-
Universitas Gunadarma
_________________A_t_n o_pr _lo_go __i sP _k_oi _o_l ig_llll!i;J-ji-111@1111

Salah satu teori yang dikemukakan seorang ahli psikoanalisa yaitu sigmund
Freud adalah Oedipus complex. Menurutnya, Oedipus complex adalah hasrat seorang
anak laki-laki untuk memiliki secara seksual dengan ibunya serta merasa iri terhadap
bapaknya. Biasanya keinginan ini timbul pada masa phalik (antara usia tiga sampai
lima tahun) dan ditekan ke dalam alam bawah sadar setelah melalui masa itu. Menurut
Freud, oedipus complex merupakan salah satu sumber dari banyaknya gangguan
neurotis yang muncul dalam jiwa manusia. Apabila anak tumbuh dan menjadi besar
sehingga tidak menyusui lagi, maka bagian tubuh yang dapat menerima rangsangan
seks kemudian berpindah ke alat kelaminnya. Oleh karena itu perasaan seksual
terhadap ibunya di desaknya ke alam bawah sadar. Kebencian kepada pesaing utama
yang tak lain adalah ayahnya sendiri juga didesaknya ke alam bawah sadar. Namun
sikap ayah yang selalu ingin mendominasi dan otoriter terhadapnya justru
mengakibatkan rasa bencinya sejak awal akan berlangsug terus. Gangguan atau
bahkan sampai kepada penyakit jiwa dapat muncul apabila kebencian ekstrim
terhadap ayah sampai harus membunuhnya sekaligus dorongan untuk bersetubuh
dengan ibunya sudah tidak dapat dikendalikannya lagi, sehingga ia akan menekan
dorongan batinnya yang terlarang tersebut (Koentajaraningrat dalam Prabowo, 1996).

Suatu studi mengenai kehidupan kekeluargaan orang Trobriand yang patrilineal


dilakukan oleh seorang antropolog yang bernama B. Malinowski (teorinya banyak
dipengaruhi oleh ilmu psikologi), melihat bahwa hubungan antara anak laki-laki dengan
ayahnya biasanya justru bersifat santai, akrab, dan bersahabat. Tokoh kerabat yang
menurut adat Trobriand adalah mengatur dan menguasai hidup anak adalah saudara
pria ibunya. Kajian yang dilakukan Malinowski, mengatakan bahwa gejala oedipus
complex hanya mungkin ada dalam masyarakat jika tokoh ayah itu bersifat otoriter dan
keras, dan mewajibkan penerapan disiplin yang sangat ketat pada anak-anaknya,
terutama anak laki-laki. Pada kebudayaan orang Trobriand yagn matrilineal, gejala
oedipus complex tidak pernah ada, karena ayah bukan tokoh kerabat yang
berkewajiban mengatur kehidupan si anak, sehingga ia tidak dapat bersikap otoriter
terhadap anaknya seperti yang dilakukan saudara laki-laki ibunya (Koentjaraningrat
dalam Prabowo, 1996).

3. Motif Berprestasi

Kita akan membahas mengenai motif berprestasi dari beberapa penelitian yang
dilakukan oleh para ahli psikologi lintas budaya (cross cultural psychology), namun
penelitian-penelitian yang akan kita bahas lebih menyangkal bahwa konsep-konsep
psikologi selalu bersifat universal.

Motif berprestasi menurut McClelland (dalam Prabowo, 1996) yaitu suatu


keinginan berprestasi secara jitu, dalam bidang apapun, misalnya seperti memahat,
menjual polis asuransi, pertanian, hal ini bukan semata-mata untuk memperoleh uang,
pengakuan sosial atau prestise, namun disebabkan karena terdorong oleh keinginan
untuk memperoleh kepuasaan karena keberhasilan sendiri.

Menurut McClelland (dalam Prabowo, 1996), etika dan ajaran yang dianut oleh
sekelompok masyarakat yang berperan sebagai pembaharu merupakan suatu yang
mempengaruhi kadar need for achievement (N-Ach; kebutuhan untuk berprestasi) dari
orang-orang yang menganut etika dan ajaran tersebut. Selanjutnya, McClelland
menetapkan beberapa kriteria manusia-manusia yang memiliki N-Ach tinggi atau
manusia-manusia yang haus akan karya unggul. Karakteristik tersebut adalah sebagai
berikut:

-
Universitas Gunadarma
-!d;HiiMllllA_n_rt _o_op _ol _g_ i
P_s_k_
i l_
o g_
o i _

1) Manusia yang haus akan karya unggul adalah mereka yang tertarik oleh
kecemerlangan karya for its own sake (demi kesenangan diri), dan bukan karena
ganjaran (seperti pahala, balas budi) yang didapat daripadanya, baik berupa uang,
prestise, ataupun kekuasaan.
2) Manusia yang haus akan karya unggul berkecenderungan pada pencapaian yang
sukses daripada menghindari kegagalan.
3) Bila dibandingkan dengan orang biasa (atau mereka yang ber-N-Ach rendah),
manusia yang haus akan karya unggul lebih tertarik oleh tindakan alternatif yagn
secara realistis memiliki peluang keberhasilan yang besar.
4) Memiliki ketajaman dalam memilih situasi. Mereka memiliki kemampuan untuk
mengendalikan situasi daripada hanya bergantung kepada "kesempatan".

Argumen dasar yang diajukan oelh McClelland adalah "perkembangan dan


pertumbuhan ekonomi tidak bisa dijelaskan tanpa mengacu kepada variabel-variabel
sosial dan psikologis". Dalam hal ini ia menawarkan motif berprestasi sebagai salah
satu alternatif yang harus diperhitungkan dalam pencapaian kebudayaan oleh
masyarakat-masyarakat di negara yang tergolong maju. Menurutnya, pengembangan
motif berprestasi ini diawali oleh harapan-harapan seorang ibu kepada anak untuk
memiliki kemampuan dalam kepercayaan diri sendiri. Penularan virus N-ach ini
dilakukan dalam proses sosialisasi. Oleh karena itu, maka untuk mewujudkan
keinginannya McCleland melakukan penelitian lapangan terhadap motif berprestasi
dalam dunia wiraswasta. Penelitian ini adalah penelitian lintas budaya yang ia lakukan
di India, Italia, dan Tunisia (dalam Prabowo, 1996)

Kemudian muncul pertanyaan: apakah konsep-konsep motif berprestasi yang


diajukan McClelland tersebut dapat berlaku secara universal, terutama di Asia ?? De
Vos merupakan salah satu pengkritik teori McClelland. Serangkaian penelitian yang
dilakukannya pada masyarakat Jepang, ia menemukan bahwa perembesan perhatian
dengan pencapaian dan prestasi tidak memandang tempat dan terikat dengan
kelompok-kelompok yang dimiliki masyarakat Jepang. Meskipun perhatiannya tinggi,
nilai-nilai sosialisasi pada masyarakat Jepang tidak menjadi dasar utama bagi
kebebasan dan kepercayaan diri yang tinggi. Namun, hal itu terbentuk karena afiliasi
dan rasa kekeluargaan yang kuat serta kewajiban kelompok yang kental. Hal ini sudah
barang tentu berlawanan dengan motif berprestasinya McClelland, yang lebih
mengutamakan segi ketunggalan yang mengistimewakan peran secara individual
terhadap orientasi perilaku kewiraswastaan. Pada masyarakat Jepang, pencapaian
berada dalam konteks dedikasi sosial.

Yusuf (dalam Prabowo, 1996) melihat kajian de Vos tersebut menguatkan


pendapat yang mengatakan bahwa metnal enterpreneurship bangsa Jepang sangat
bergantung kepada sinergi atau jiwa kelompoknya. Orang Jepang secara individual
tidak akan berarti apa-apa, dan tidak memiliki superioritas dalam segala hal bila
dibandingkan dengan orang-orang Eropa-Amerika atau bahkan orang Asia lainnya. kita
dapat menemukan bahwa ternyata amat sedikit orang Jepang yang manju secara
individual, sebagai contoh katakanlah dalam penerimaan Nobel. Orang Jepang
ternyata amat sedikit sekali yang berhasil meraih Nobel, kecuali dalam bidang sastra.

Kritikan lain terhadap teori McClelland datang dari Le Vine yang melakukan
studi di Nigeria (Afrika) serta Gallimore, Sloggett,, dan Kubany di Hawaii. Le Vine
(dalam Prabowo, 1996) mengambil sampel penelitian para siswa sekolah (semuanya
pria) yang terdiri dari tiga kelompok etnik yang berbeda, yaitu Ibo, Yarubo, dan Hausa.
la berangkat dari asumsi bahwa pada suatu akar kebudayaan yang sama atau jelas
"terdapat distribusi pencapaian (achievement) atau motif berprestasi" di atas kelompok

-
Universitas Gunadarma
_________________A_t_n o_pr _lo_go __i sP _k_oi _o_l ig_llll!i;J-ji-111@1111

yagn sebangsa (senegara). Dalam penelitiannya Le Vine menemukan adanya


perbedaan dalam orientasi prestasi pada kelompok-kelompok etnik, sebagai contohnya
suku Ibo dan Kikuyu yang memperlihatkan kemajuan dan keberhasilan luar biasa
dalam usaha-usaha swasta. Tanpa urutan numerik secara mayoritas, pada negara-
negara tersebut, mereka mencapai dan memegang kendali ekonomi, kebudayaan, dan
posisi politis. Hal ini menunjukkan perlunya kesiapan untuk serangkaian eksperimen
pada akar-akar kebudayaan yang sama terhadap orientasi prestasi.
Gallimoore dkk. (dalam Prabowo, 1996) menemukan hubungan yang berarti
antara motif berprestasi dengan prestasi (pencapaian) di sekolah. Penelitian ini
mengambil sampel anak-anak sekolah di Hawaii. Bagaimana halnya dengan motif
berprestasi pada masyarakat di Indonesia ? menurut Yusuf (dalam Prabowo, 1996)
belum pernah dilakukan penelitian yang intens mengenai motif berprestasi di
Indonesia. Namun, terdapat isyarat yang mengatakan bahwa motif berprestasi tidaklah
begitu menonjol dalam kehidupan manusia Indonesia. Di Indonesia yagn lebih
dominan adalah motif afiliasi (motif untuk berteman dengan orang lain).

-
Universitas Gunadarma
-!d;HiiMllllA_n_rt _o_op _ol _g_ i
P_s_k_
i l_
o g_
o i _

Latihan Saal!

Pilihan Ganda

1. Studi yang dilakukan para ahli psikologi terhadap dua atau lebih masyarakat
a. Culture and personality
b. Cross-cultural psychology
c. Cross-cultural of evolution
d. Universal of cultural evolution

2. Permasalahan besar dalam penelitian antropologi psikologi dapat dibagi menjadi


tiga, hal tersebut dikemukakan oleh ...
a. Abram Linton
b. Erik H. Erikson
c. Milton Singer
d. Ralph Linton

3. Oalam penelitian antropologi psikologi dibutuhkan metode ...


a. Tes proyektif, riwayat hidup, pencatatan dan analisis mimpi, pengumpulan dan
anlisis folklor, survei lintas budaya
b. Konsep kepribadian umum, individual life history, paedagogis, HRAF, TAT
c. Analisis mimpi, tes OAP, biografi, survei lintas budaya
d. Tes proyektif, OAP, riwayat hidup, paedagogis, analisis mimpi, konsep
kepribadian umum

4. Tes Rorschach merupakan salah satu tes ...


a. IQ
b. Kepribadian
c. Analisis mimpi
d. paedagogis

5. Human Relation Area Files (HRAF) berbentuk ...


a. Kalimat-kalimat tidak sempurna yang harus dilengkapi
b. Bercak tinta
c. Kombinasi deretan angka dan deretan bentuk
d. Sistem kartu mengandung data-data etnografi

6. Tokoh yang membahas mengenai sampel dalam penelitian lintas budaya adalah ...
a. Erikson
b. Singer
c. Linton
d. Rivers

7. Perbedaan yang mencolok antara pria dan wanita secara psikologis. Pria feminin,
wanita maskulin adalah kebudayaan ...
a. Mundugumor
b. Tchambuli
c. Arapesh
d. Tcharagumor

-
Universitas Gunadarma
_________________A_t_n o_pr _lo_go __i sP _k_oi _o_l ig_llll!i;J-ji-111@1111

8. Tokoh yang mengemukakan teori Oedipus complex, yaitu ...


a. McClelland
b. Weber
c. Freud
d. Linton

9. Suatu keinginan berprestasi secara jitu dalam bidang apapun, bukan semata-mata
untuk memperoleh uang, pengakuan sosial, akan tetapi terdorong oleh keinginan
untuk memperoleh kepuasan karena keberhasilan sendiri merupakan ...
a. Prestise
b. Motif belajar
c. Motif mandiri
d. Motif berprestasi

10. Analisis Foklor adalah ....


a. Semua adat dan pengetahuan seperti mitos, dongeng dan permainan yang
hidup dalam masyarakat
b. Semua adat & pengetahuan masyarakat Eropa
c. Alat tes
d. Sampel lintas budaya

ESSAY

1. Bagaimanakah penelitian mengenai motif berprestasi di Indonesia ?


2. Jelaskan mengenai antropologi psikologi !
3. Metode-metode apakah yang ada di dalam antropologi psikologi
4. Siapakah tokoh pencetus analisis mimpi ?
5. Apakah HRAF ?

-
Universitas Gunadarma
-!d;HiiiMIIII----------------------
Daftar Pustaka

Haviland, W.A. (1993). Antropologi jilid 2. Jakarta : Erlangga

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar ilmu antropologi. Edisi revisi. Jakarta Rineka


Cipta

Prabowo, H. (1996). Pengantar Antropologi (untuk mahasiswa psikologi). Jakarta


Gunadarma

-
Universitas Gunadarma
setiawanDesign@2013

Anda mungkin juga menyukai