Anda di halaman 1dari 4

C.

RIWAYAT HIDUP DAN KARYA CLAUDE LEVI-STRAUSS


Riwayat Hidup Claude Levi-Strauss
Levi-Strauss dilahirkan pada 28 November 1905 di Brussles, Belgia. Ia adalah keturunan
Yahudi. Ayahnya bernama Raymond Levi-Strauss seorang artis dan juga anggota keluarga
intelektual Yahudi Perancis (Intelectual French Jewish familily). Sedangkan ibunya bernama
Emma Levy. Minat utama Levi-Strauss sebenarnya adalah ilmu hukum. Ia mempelajari
hukum di fakultas hukum Paris pada tahun 1927. Di tahun yang sama ia juga mempelajari
filsafat di universitas Sorbonne. Ia pernah sukses dalam bidang hukum ketika ia telah
mendapatkan licence dalam bidang hukum. Penguasaan dalam bidang hukum mengenai
aliran-aliran filsafat materialisme historis ini turut mendorong kesuksesannya dalam bidang
antropologi.

Hal yang paling penting dan sangat berpengaruh terhadap loyalitasnya di bidang antropologi
adalah ketika ia membaca buku Primitive Society yang ditulis oleh Robert Lowie. Buku itu
cukup mengesankan bagi Levi-Strauss dan mendorongnya untuk mengadakan beberapa studi
mengenai masyarakat primitif. Bahkan ia menjadi bosan mengajar di Mont de-Marsan lycee
dan berkeinginan untuk mengadakan perjalanan keliling dunia.

Apa yang diharapkan oleh Levi-Strauss, akhirnya terkabulkan setelah ia berkesempatan


menjadi pengajar di Universtias Sao Paulo, Brazil. Di universitas ini ia memiliki kesempatan
untuk keliling ke daerah-daerah pedalaman Brazil, serta mengunjungi berbagai suku Indian
yang selama itu boleh dikatakan belum terjamah oleh peradaban Barat. Dari ekpedisi yang di
dukung oleh Musee de 1’Hummed dan musium di kota Sao Paulo ini memberi kesempatan
kepadanya untuk mempelajari orang-orang Indian Caduveo dan Bororo.

Pengalaman perjalanannya menjelajah daerah-daerah terpencil itu ditulisnya dalam sebuah


buku yang berjudul Tristes Tropique. Buku ini bercerita tentang penderitaan orang-orang
Indian di belantara Amazone. Berawal dari buku inilah yang menjadikan Levi-Strauss
terkenal sampai kenegara asalnya yakni Prancis. Ia bahkan telah menghasilkan suatu karya
yang sangat penting di bidang antropologi yang sesungguhnya sangat jauh dari studi formal
yang dimilikinya.

Karir Levi-Strauss sempat mengalami kendala saat ia diberi kewajiban militer. Ia ditugaskan
dibagian pos telekomunikasi di bidang sensor telegram. Sampai akhirnya ia diangkat menjadi
liaison officer, yaitu petugas penghubung. Namun dalam situasi yang seperti itu tetap tidak
menghalangi dirinya untuk menjadikannya seorang professor. Ia pun akhirnya dibebaskan dari
kewajiban militer setelah menjadi seorang professor. Halangan tidak hanya sempai disitu, ia
juga mengalami diskriminasi ras. Ia dipecat dari jabatannya karena ia adalah seorang Yahudi.
Akhirnya Levi-Strauss diselamatkan oleh program Yayasan Rockefeller yang memiliki
program penyelamatan ilmuwan dan pemikir-pemikir Eropa berdarah Yahudi di Amerika
Serikat. Dari program ini Levi-Strauss berhasil datang ke New York dan selamat dari
pembantaian tentara Nazi yang anti terhadap orang-orang Yahudi.

Di daerah Greenwich Village, Levi-Strauss tinggal. Di kota New York inilah Levi-Strauss
semakin banyak memiliki peluang mengembangkan keilmuannya. Ia banyak berkomunikasi
dengan para ilmuan buangan dari Prancis, seperti Maz Ernst, Franz Boas, Ruth Benedict, A.L.
Kroever dan Ralph Linton. Ia pun berkesempatan mengajar mata kuliah etnologi di New York
Ecole Libre des Hautes Etudes, yang didirikan oleh para intelektual pelarian dari Prancis.
Selama hidupnya Levi-Strauss pernah menduki jabatan-jabatan setrategis terutama di bidang
pendidikan. Pada tahun 1935 sampai 1939 ia diangkat sebagai seorang Professor di
Universitas Sao Paolo yang kemudian melakukan beberapa ekspedisi ke Brazil. Pada tahun
1942 sampai 1945 ia diangkat sebagai professor di New School for Social Reseach. Pada
tahun 1959 ia menjadi direktur The Ecole Practique des Hautes Etude, yang bersamaan pula
dengan kedudukannya sebagai pimpinan Sicial Antropology pada College de France.

Faktor yang memainkan peranan penting dalam membentuk alur pergulatan intlektualitas
Levi-Strauss adalah penafsiran ulang terhadap karya dan pemikiran Mauss yang merupakan
hasil didikan Durkheim. Levi-Strauss bukanlah seorang emperisis. Namun demikian, ia selalu
berpandangan bahwa ia adalah seorang ahli antropologi struktural. Sebagai yang diilhami oleh
Saussure, secara umum antropologi struktural menitikberatkan perhatian pada bagaimana
unsur-unsur dari suatu sistem bergabung bersama-sama, bukannya pada nilai intrinsik mereka.

Tokoh sentral strukturalisme Prancis ini bahkan oleh Kurzweil (1980:13) digelari sebagai
bapak strukturalisme. Levis-Strauss menerapkan strukturalisme ke bidang yang lebih luas, ke
seluruh bentuk komunikasi.

Teori dan Karya Levi-Strauss

Lahirnya konsep Strukturalisme Levi-Strauss merupakan akibat dari ketidakpuasan Levi-


Strauss terhadap fenomenologi dan eksistensialisme. Pasalnya para ahli antropologi pada saat
ini tidak pernah mempertimbangkan peranan bahasa yang sesungguhnya sangat dekat dengan
kebudayaan manusia itu sendiri. Dalam bukunya yang berjudul Trites Tropique (1955) ia
menyatakan bahwa penelaahan budaya perlu dilakukan dengan model linguistik seperti yang
dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure, bukan seperti yang dikembangkan oleh Bergson.

Bagi Bergson tanda linguistik dianggap sebagai hambatan, yaitu sesuatu yang merusak
impresi kesadaran individual yang halus, cepat berlalu, dan mudah rusak. Sedangkan bagi
Levi-Strauss, telaah antropologi harus meniru apa yang dilakukan oleh para ahli linguistik.
Levi-Strauss memandang bahwa apa yang ada di dalam kebudayaan atau perilaku manusia
tidak pernah lepas dari apa yang terefleksikan dalam bahasa yang digunakan. Oleh karena itu
akan terdapat kesamaan konsep antara bahasa dan budaya manusia. Singkatnya, Levi-Strauss
berkeyakinan bahwa untuk mempelajari kebudayaan atau perilaku suatu masyarakat dapat
dilakukan melalui bahasa.

Istilah kekerabatan, seperti halnya fonem, merupakan unsur makna; dan seperti fonem,
kekerabatan memperoleh maknanya hanya dari posisi yang mereka tempati dalam suatu
sistem. Kesimpulannya adalah bahwa “meskipun mereka berasal dari tatanan relitas yang lain,
fenomena kekerabatan merupakan tipe yang sama dengan fenomena linguistik.

Menurut Strauss, untuk mengetahui makna struktur dalam bidang antropologi, perlu diketahui
terlebih dahulu prinsip dasar dari struktur itu sendiri. Prinsip dasar struktur yang dimaksud
disini adalah bahwa struktur sosial tidak berkaitan dengan realitas empiris, melainkan
berkaitan dengan model-model yang dibangun menurut realitas empiris tersebut . Struktur
menjadi penting untuk diketahui karena memberikan banyak informasi terhadap makna.
Bangunan dari model-model itu yang akan membentuk struktur sosial.
Menurut Levi-Strauss ada empat syarat model agar terbentuk struktur sosial;

1.Sebuah struktur menawarkan sebuah karakter sistem. Struktur terdiri atas elemen-elemen
seperti sebuah modifikasi apa saja, yang salah satunya akan menyeret modifikasi seluruh
elemen lainnya.

2.Seluruh model termasuk dalam sebuah kelompok transformasi, di mana masing-masing


berhubungan dengan sebuah model dari keluarga yang sama, sehingga seluruh transformasi
ini membentuk sekelompok model.

3.Sifat-sifat yang telah ditunjukan sebelumnya tadi memungkinkan kita untuk memprakirakan
dengan cara apa model akan beraksi menyangkut modifikasi salah satu dari sekian elemennya.

4.Model itu harus dibangun dengan cara sedemikian rupa sehingga keberfungsiannya bisa
bertanggung jawab atas semua kejadian yang diobservasi.

Agar pemahaman mengenai teori strukturalisme Levi-Strauss lebih baik, perlu disampaikan
beberapa tokoh yang cukup berpegaruh terhadap lahirnya teori ini. Di antara mereka yang
sangat berpengaruh terhadap pandangan Levi-Strauss adalah; Ferdinan de Saussure, Roman
Jakobson dan Nikolay Trobetzkoy. Dari ketiga pemikir linguistik ini, Levi-Strauss memiliki
keyakinan bahwa studi sosial bisa dilakukan dengan model linguistik yaitu yang bersifat
struktural.

Strukturalisme memiliki beberapa asumsi dasar yang berbeda dengan konsep pendekatan lain.
Beberapa asumsi dasar tersebut adalah sebagai berikut;

1.Dalam strukturalisme ada angapan bahwa upacara-upacara, sistem-sistem kekerabatan dan


perkawinan, pola tempat tinggal, pakaian dan sebagianya, secara formal semuanya dapat
dikatakan sebagai bahasa-bahasa.

2.Para penganut strukturalisme beranggapan bahwa dalam diri manusia terdapat kemampuan
dasar yang diwariskan secara genetis sehingga kemampuan ini ada pada semua manusia yang
normal. Kemampuan tersebut adalah kemampuan untuk structuring, untuk menstruktur,
menyususun suatu struktur, atau menempelkan suatu struktur tertentu pada gejala-gejala yang
dihadapinya. Dalam kehidupan sehari-hari apa yang kita dengar dan saksikan adalah
perwujudan dari adanya struktur dalam tadi, akan tetapi perwujudan ini tidak pernah
kompolit. Suatu struktur hanya mewujud secara parsial terhadap suatu gejala, seperti halnya
suatu kalimat dalam bahasa Indonesia hanyalah wujud dari secuil struktur bahasa Indonesia.

3.Mengikuti pandangan dari de Saussure yang berpendapat bahwa suatu istilah ditentukan
maknanya oleh relasi-relasinya pada suatu titik waktu tertentu, yaitu secara sinkronis, dengan
istilah-istilah yang lain, para penganut strukturalisme berpendapat bahwa relasi-relasi suatu
fenomena budaya dengan fenomena-fenomena yang lain pada titik waktu tertentu inilah yang
menentukan makna fenomena tersebut. Hukum transformasi adalah regulasi yang tampak
melalui mana suatu konfigurasi struktural berganti menjadi konfigurasi struktural yang lain.

4.Relasi-relasi yang ada pada struktur dalam dapat diperas atau disederhanakan lagi menjadi
oposisi berpasangan (binary opposition). Sebagai serangkaian tanda-tanda dan simbol-simbol,
fenomena budaya pada dasarnya juga dapat ditangapi dengan cara seperti di atas. Dengan
metode analisis struktural makna-makna yang ditampilkan dari berbagai fenomena budaya
diharapakan akan dapat menjadi lebih utuh.

Keempat asumsi dasar ini merupakan ciri utama dalam pendekatan strukturalisme. Dengan
demikian dapat kita pahami juga bahwa strukturalisme Levi-Strauss menekankan pada aspek
bahasa. Struktur bahasa mencerminkan struktur sosial masyarakat. Disamping itu juga
Kebudayaan diyakini memiliki struktur sebagaimana yang terdapat dalam bahasa yang
digunakan dalam suatu masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai