Dosen Pengampu :
Dr. Warni, M. Hum
Oleh
Novia Miftakhul Mimma Aprilda : P2A319009
PENDAHULUAN
Keterkaitan antara ilmu sosial dan ilmu bahasa telah melahirkan perspektif
baru bagi perkembangan kedua bidang ilmu tersebut. Penemuan di bidang antropologi
telah membantu perkembangan ilmu bahasa. Begitu juga perkembangan ilmu sosial
tau antrolopogi dipengaruhi oleh pakar-pakar linguistik. Hubungan inilah yang pada
akhirnya melahirkan teori strukturalisme Levi-Strauss.
Teori ini dirasa menarik untuk dibahas karena dianggap baru dalam dunia
antropologi. Selain itu, strukturalisme memberikan perspektif baru dalam melihat
fenomena budaya. Teori ini menunjukkan bahwa hal-hal yang dianggap sepele justru
memiliki peran yang samngat penting dalam menemukan gejala sosial budaya. Untuk
itu, dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal penting berhubungan dengan teori
strukturalisme Levi-Strauss dimulai dari sejarah hidup Levi-strauss, konsep
strukturalisme yang ditawarkan oleh Levi-Strauss, dan asumsi dasar dari teori
strukturalisme ini.
Levi Strauss merupakan seorang ahli filsuf yang mencetuskan pertama kali
tentang pembuatan celana jeans. Levi Strauss juga merupakan pencetus dari teori
strukturalisme. Teori ini sangat menarik untuk dibicarakan terutama dalam bidang
antropologi. Selain itu, teori ini juga memberikan perspektif baru dalam memandang
fenomena buadaya.
Pada dasarnya ilmu bahasa semakin berkembang berkat penemuan-penemuan
dalam bidang antropologi, demikian juga dalam bidang sosial. Semuanya itu
dipengaruhi oleh bidang linguistik. Proses inilah yang kemudian melahirkan
strukturalisme Levi Strauss.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi Levi Strauss
2. Untuk mengetahui sejarah Levi Strauss
3. Untuk mengetahui sumbangsih pemikiran Levi Strauss
BAB II
PEMBAHASAN
Pada tahun 1940, tepatnya saat perang dunia II meletus, Levi-Strauss pindah
ke New York dan bertemu dengan seorang ahli bahasa asal Rusia, Roman Jackobson
dan mengajar di The new school social research. Pertemuannya dengan Jackobson
telah mengenalkannya pada linguistik modern yang kemudaian ia terapkan dalam
bidang antropologi budaya. Strauss kemudian menerbitkan sebuah artikel “Analisis
Struktural dalam Linguistik dan Antropologi” dalam jurnal World yang merupakan
cabang dari The Linguistic Circle of New York yang dipimpin oleh Jackobson.
4. Model itu harus dibangun dengan cara sedemikian rupa sehingga keberfungsiannya
bisa bertanggung jawab atas semua kejadian yang diobservasi.
Selain itu aspek sintagmatik dan paradigmatik juga menjadi perhatian Levi-
Strauss. Hubungan sintagmatik adalah relasi yang menunjukkan unsur-unsur
kebahasaan yang saling berkaitan secara linear pada tataran tertentu. Hubungan
paradigmatik memperlihatkan hubungan yang terdapat antara unsur-unsur kebahasaan
pada tingkat tertentu yang saling menggantikan atau substitusi (Susanto, 2012: 98).
Kata-kata diucapkan tidak pernah bersama-sama dan tidak pernah ada dua kata
diucapkan sekaligus. Aspek bertutur secara linier dalam bahasa inilah yang disebut
dengan sintagmatik. Aturan-aturan yang mengendalikan dalam aspek ini merupakan
sesuatu yang nir sadar. Aspek paradikmatik terdapat dalam hubungan asosiatif antara
kata-kata yang ada dalam suatu kalimat atau tuturan dengan kata lain yang ada di luar
kalimat tersebut. Dicontohkan oleh Ahimsa dengan kata ‘desa’. Dalam kalimat ‘saya
tinggal di desa’, kata desa dapat digantikan dengan kata kota, kampung dan lain
sebagainya. Dengan contoh itu dapat dipahami bahwa pada dasarnya bahasa
mengandung aspek sintagmatik dan paradikmatik sekaligus. Dasar teori ini juga dapat
dipergunakan dalam melihat fenomena budaya yang lain, contohnya karya seni.
Namun, mitos tidak dapat sepenuhnya disamakan dengan bahasa bila dilihat
dari faktor waktu. Bahasa memang dapat diteliti pada faktor maktu tertentu atau pada
waktu yang sama atau yang diistilahkan dengan sifat singkronik dan diakronik sesuai
pada konsep langue dan parole. Mitos ternyata memiliki sifat kombinasi
antara reversible time dan non reversible time. Hal ini berarti bahwa mitos sepanjang
sejarah akan selalu sama meskipun dari waktu ke waktu penampilannya berbeda
(Susanto, 2012:101)
4. Relasi-relasi yang ada pada struktur dalam dapat disederhanakan lagi menjadi
oposisi berpasangan (binary opposition). Sebagai serangkaian tanda-tanda dan
simbol-simbol, fenomena budaya pada dasarnya juga dapat ditangapi dengan cara
seperti di atas. Dengan metode analisis struktural makna-makna yang ditampilkan dari
berbagai fenomena budaya diharapakan akan dapat menjadi lebih utuh.
Uraian di atas menunjukan pada kita bahwa latar belakang pendidikan dan
sejarah hidup Lev i-Strauss telah memberikan warna pada pemikirannya. Lahirnya
konsep Strukturalisme yang dikembangkanny a sesungguhnya banyak dipengaruhi oleh
pengalaman lapangan dan juga dari hubungannya dengan para ahli linguistik yang
secara langsung telah mempengaruhi pemikirannya mengenai budaya. ada beberapa
poin penting dari apa yang sudah kita bahas dalam paparan tulisan ini. Poin pertama
adalah pemahaman kita secara umum akan pentingnya memahami kebudayaan melalui
bahasa. Bahasa bukan sekedar alat komunikasi, tetapi juga sebagai cermin dari
masyarakat itu sendiri. Kedua, penggunaan istilah-istilah atau tata bahasa dalam suatu
masyarakat merupakan gambaran adanya struktur.
Ahimsa-Putra, Shri, H. 2006. Strukturalisme Lev i-Strauss Mitos dan Kary a Sastra. kepel
Press: Yogyakarta.