Anda di halaman 1dari 9

FILSAFAT DAN BAHASA DALAM STRUKTURALISME

1. A. Pengertian dan latar historis

Sampai saat ini penentuan suatu defenisi yang defenit tentang strukturalisme dirasakan
masih sangat sulit untuk dilakukan. Kata struktur sendiri bisa diartikan sebagai kaitan-kaitan
yang tetap dan teratur antara kelompok-kelompok gejala. Sedangkan kata strukturalisme sering
diartikan sebagai salah satu gerakan pemikiran atau metodologi sains yang memberikan
implikasi idiologi. Yang dimaksud dengan idiologi disini ialah suatu pandangan dunia yang
menilai segala sesuatu atas dasar beberapa prinsif yang diterima begitu saja.

Berdasarkan uraian tersebut, strukturalisme dapat di definisikan juga sebagai salah satu
pandang yang menekankan pada persepsi dan deskripsi tentang struktur yang mencakup
keutuhan, transformasi, dan pengaturaan diri.

Dalam pandangan kaum strukturalis, secara khusus, manusia tidak dipandang seperi dalam
eksistensialisme. Bagi mereka manusia bukan sebagai pusat realitas, bukan pusat kenyataan,
pusat pemikiran, kebebasan, tindakan dan sejarah.manusia di biarakan sebagai roda kecil dalam
mekanisme otonom, lebih otonom daripada manusia sendiri. Fungsi manusia dalam keseluruhan
struktur-struktur dapat dibandingkan dengan fungsi kata dalam teks, iya tidak berbucara sebagai
suatu objek, tetapi lebih dibicarakan. Pandangan ini secara khusus telah mengguncangkan
doktrin eksistensialis yang meyakini manusia sebagai pusat realitas.

Beberapa tokoh penting dalam strukturalisme yang layak disebutkan , ialah Ferdinand de
Saussuure (1887-1913), Levi-Strause(1949), Louis Althusser (lahir 1918), Noam Chonsky(lahir
1926), dari amerika serikat Roland Barthes, Jaques Derrida, Jakobsen, dan Julia Kristeva.. tiga
orang terakhir juga disebutkan sebgai tokoh-tokoh peletak posstrukturalisme dalam sastra dan
pendukung posmodermisme.

1. B. Saussurian: bahasa sebagai duatu sistem

Ferdinand Morgin de Saussuremenjelaskan bahwa bahasa pada dasarnya merupakan suatu


sistem yang saling berkait satu sama lain. Pengertian bahasa sebagai suat sistem semacam itulah
yang menjadi landasan atas dasar bagi pengertian strukktur. Pemakaian kata struktur dalam
strukturalisme adalah senantiasa disertai oleh seluruh konteks distingsi-distingsi, language,
parole, dan langue. Serta significant, dan signifie, dan juga singkroni dan diagroni ebagaimana
akan di uraikan. Langue adalah bagian sosial dari langage, berada di luar individu, yang secara
mandiri tidak mungkin menciptakan ataupun mengubahnya. Langue hanya hadir sebagai hasil
semacam kontrak dimasa yang yang lalu di antara para anggota masyarakat. Langue merupakan
sesuatu yang berbeda dari seorang manusia yang dikucilkan dari penggunaan prole, yang
menyimpan langue, asal ia memahami lambing-lambang bunyi yang didengarkan. Langue
berbeda dengan parole, merupakan objek yang dapat di teliti secara terpisah. Parole adalah
realisasi yang individu atas sistem dalam contoh-contoh bahasa yang nyata. Dengan kata lain,
parole adalah suatu aktivitas individu dari kemampuan dan kecerdasan dan dalam aktivitas ini
perlu dibedakan: 1) kombinasi-kombinasi bahasa yang dipergunakan penutur untuk
mengungkapkan gagasan pribadinya; 2) mekanisme fsikis-fsikis yang memungkinkan dia
mengungkapkan kombinasi-kombinasi tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, maka langue dalam arti lain, adalah bahasa sejauh merupakan
milik bersama dari suatu golongan bahasa tertentu. Sedangkan parole adalah pemakaian bahasa
yang individu, ujaran, sapaan seorang, yaitu apa yang diucapkan dan apa yang didengar oleh
piahk penanggap ujaran.

Dari seluruh pangdanagan Saussurian ada dua implikasi penting, tapi baru di garap secara
besar-besaran pleh para pemikir dan praktisi dekonstruksi yang dijuluki sebagai kaum
posstrukturalisme dan posmodermisme.

Pertama, relasi antara realitas antara objektif dan bahasa yang mempresentasikannya tidak
dapat diilmiahkan. Yang dapat diilmiahkan hanya relasi structural antara pennda dan petanda,
atau antara le signifian dan le signifie.

Kedua, makna tidak pernah ditentukan oleh agen (pengguna bahasa) seperti dalam
Wittgenstein II. Makna ditentukan oleh sistem (strujtur-struktur) bahasa itu sendiri. sedangkan
sistem itu tidak pernah mati, karena dasar relasinya bersifat semena-mena.karena itu makna suatu
teks senantiasa bersifat terbuka, plural, penuh kemungkinan, dan diluar kendali agen atau subjek
tertentu. Pandangan ini bertentangan dengan logika modern, logika sains, dan merupakan musuh
kapitalisme dalam pembangunan.

1. C. Levi-Strauss: Bahasa dan Budaya

Claude levi-strauss dilahirkan di brussel, Belgia, pada tahun 1908 dari orang tua keturunan
Yahudi yang berkebangsaan Prancis. Tahun 1914 mereka pindah ke Versailles, Prancis. Ia belajar
filsafat di Universitas Sarbonne.

Beberapa tulisannya yang terpenting ialah Les Structures elementaires de la parente (1949),
Tristes Tropique (1955), Antripologie Structurale (1958). Calaudi Levi-Strauss meyakini bahwa
analisis kebudayaan (bahkan analisi kehidupan sosial, termasuk seni dan agama) dapat
dilaksakan dengan menggunakan analisis bahasa sebagai model.

Seperti juga dalam lingustik, Levi strauss menerapkan metode sinkronik dalam upaya
mengidentifikasi unsur-unsur yang sekali pandang merupakan kumpulan yang tak beraturan
(Saussure: parole).

Secara implicit uraian tersebut menyediakan beberapa kesimpulan. Pertam, bahasa dalam
pandangan Levi-Strauss adalah sama dengan pandangan de Saussure, yaitu sebagai suatu sistem
yang memiliki keterkaitan satu sam lain dan tidak ada pengaruh dari luar. Kedua, karena bahasa
sebagai suatu sistem maka dalam penyelidikan bahasa harus menggunakan dua metode, yaitu
sinkronik dan diakronik. Ketiga, karena kebudayaan analog dengan bahasa yaitu sebagai suatu
sistem tanda, maka sistem itu harus dipelajri secara sinkronik dan diakronik, dan yang harus
didahulukan adalah sinkronik sebelum menyelami masalah-masalah diakronik. Keempat,
hukum-hukum linguistik memperlihatkan suatu taraf tak sabar, dan kebudayaan dapat disamakan
dengan bahasa maka dalam sistem kekerabatan pun berlaku semacam itu.

1. D. Jacques Lacan: Bahasa Kesadaran dan Ketidaksadaran

Ia lahir dikota Paris dan belajar ilmu kedokteran dan psikiatri di kota tempat kelahirannya itu.
Tahun 1932 ia meraih gelar dokter dengan disertasi La psychose paranoioque dons ses rapports
avec la personalite (psikonosa paranoia dalam hubungan dengan kepribadian). Dan juga salah
seorang strukturalis yang telah menerapkan linguistic bagi psikonoalisa.

Kesadaran manusia tidak dipandang sebagai pusat manusia yang mutlak dan otonom.
Manusia seakan tergeser dari pusatnya. Freud menytakan: manusia tidak lagi tuan dan penguasa
dalam rumahnya sendiri. dengan menyelami ketidaksadaran, teori Freud telah memperlihatkan
kepada manusia suatu lapisan yang lebih mendalam yang tidak terduga sebelumnya, suatu taraf
tak sadar serta anonym.

Ketidaksadara ialah bagia dari percakapan transividual yang hilang dalam disposisi subjek
sehingga dia tidak sanggup mempertahankan kontinietas dari percakapan yang sadar.

1. E. Noam Chomsky: Bahasa Gramatikal

Lahir 1928 Philadelpia, USA, ia mengajar di Massachusetts Instute of Technology. Ia


terkenal karena temuannya mengenai transformational dan generative grammer (tata bahasa
transformational generatif), suatu temuan baru di bidang linguistic yang cukup mencengangkan
semua pihak. Teori ini mencari jalan lain dari strukturalisme Ferdinand de Saussure.

Beberapa distingsi yang memperjelas pikiran filosofis dan linguistic dari Naom Chomsky
adalah competence, performance, deep structure, surface structure, ditambah dengan istilah
lainnya, yaitu Igenerative dan grammar. Dua kunci tujuan filosofis Naom Chomsky adalah
generative dan grammar.

Generative mengandung dua makna, yaitu: pertama, menuju kepada pengertian prodoktivitas
dan kreativitas bahasa. Seperangkat kaidah atau pernyataan mana pun yang memberikan
kemungkinan untuk menganalisis bahasa atau struktur dari sejumlah besar kalimat yang tak
terbatasdapat disebut generative. Kedua, generative mengandung keformalan dan eksplisif. Dari
sudut pandang ini dapat dikatakan bahwa secara tepat kombinasi unsur-unsur dasar (fonem,
mofem, kata) yang di izinkan dan tepat(well-formed).

Baginya grammar itu haruslah menghasilkan semua kalimat-kalimat gramatika yang


mungkin ada dalam bahasa. Artinya, kalimat itu tak terhigga jumlahnya. Dengan demikian,
kalimat haruslah tersusun sedemikian rupa, hingga dengan berpatok pada pola dan aturan yang
ada dalam gramatika itu, bisa disusun kalimat apapun yang mungkin ada dan tentunya gramatika
dalam bahasa tertentu.

Dengan didasarkan pada distingsi-distingsi tersebut sebenarnya Naom Chomsky ingin


menunjukkan tentang universalia bahasa atau kesemestaan bahasa, yang tidak boleh tidak
merupakan salah satu realitas dari dunia. Itu tak terbantahkan adanya.

1. F. Pengaruh Strukturalisme terhadap Sastra

Strukturalisme tidak hanya berpengaruh atas stadi antropologi, pisikologi dan linguistic, tapi
juaga berpengaruh besar terhadap sastra. Oleh kelompok yang menamakan diri formalism
dasar-dasar linguistik strukturalisme saussurian dikembangkan untuk analisis sastra.

Menurut mereka seni hanyalah alat. Bahasa sastra sangat ditentukan oleh seni. Dalam
pandangan mereka sifat bahasa sastra timbul dengan menyusun dan mengubah bahannya yang
bersifat netral. Mereka memperlakukan kesusastraan sebagai satu pemakaian bahasa yang khas
yang mencapai perwujudannya lewat deviasi dan distorasi dari bahasa praktis. Bahasa praktis
digunakan untuk komunikasi, sedangkan bahasa sastra tidak mempunyai fungsi praktis sama dan
benar-benar membuat kita melihatnya secara berbeda.

1. G. Strukturalisme dan Semiotika

Semiotika yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem-sistem


lambang dan proses perlambangan. Terhadap ilmu ini strukturalisme memberikan dasar-dasar
bangunan yang kokoh.

Sebenarnya persoalan tanda dan fungsi tanda sudah lama dibicarakan, bahkan semenjak
zaman yunanikuno dulu.akan tetapi secara formal, semiotika diprkenalkan pada abat ke-18 oleh
filosofi jerman yang bernama lambert. Selanjutnya semiotika menempati posisi mapan dalam
khazanah ilmu pada abat ke-20, dimana logosintrisme menempati posisi penting dalam filsafat.
Dari sekian banyak tokoh yang sering disebut sebagai tokoh utama semiotika modern adalah
Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Carles Sandres Peirce (1839-19140.
https://fahmirizkyanda.wordpress.com/2011/07/23/filsafat-dan-bahasa-dalam-strukturalisme/

FILSAFAT BAHASA

Filsafat dan Bahasa dalam Strukturalisme

A. Pengertian dan Latar Historis

Strukturalisme dapat didefinisikan sebagai juga sebagai salah satu cara


pandang yang menekankan pada persepsi dan deskripsi tentang struktur yang
mencakup keutuhan, transformasi, dan deskiripsi tentang struktur yang mencakup
keutuhan, transformasi, dan pengaturan diri.

Dalam sejarah kelahirannya, strukturalisme lazim dihubungkan dengan


gerakan filsafat Perancis dalam tahun enam puluhan, yaitu suatu gerakan filsafat
yang sangat menggoncangkan fenomenologi eksistensialis.

Pada awalnya strukturalisme hanya dikenal sebagai metode linguistik, yaitu


pada linguistik Sausurian. Dalam perkembangan selanjutnya, strukturalisme
merambah ke berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

Beberapa tokoh penting dari strukturalisme yang layak disebutkan, ialah


Ferdinand de Saussure (1857-1913), Levistrauss (1949), Michel Foucault (lahir
1926), Jacques Lacan(lahir 1901), Louis Althusser(lahir 1918), Noam Chomsky(lahir
1926) dari Amerika Serikat, Roland Barthes, Jacques Derrida, Jakobson, dan Julia
Kristeva. Tiga orang terakhir yang disebutkan terakhir, dikategorikan juga sebagai
tokoh-tokoh peletak posstrukturalisme dalam sastra dan para pendukung
posmodernisme.

B. Saussurian: Bahasa Sebagai Suatu Sistem

Ferdinand Morgin de Saussure (1857-1913) adalah peletak dasar metode


strukturalis dalam bidang linguistik. Ia lahir di Jenewa pada 26 November 1857 dari
pemeluk taat
Protestan Perancis yang beremigrasi dari wilayah Lorraine ketika terjadi perang
agama pada akhir abad ke-16.
Ferdinand Morgin de Saussure mengajukan suatu pebedaan
antara langue (bahasa) dan parole (ucapan).

C. Levi- Strauss: Bahasa dan Budaya

Claude Levi Strauss dilahirkan di Brussel, Belgia, pada tahun 1908 dari orang
tua keturunan Yahudi yang berkebangsaan Perancis.

Claude Levi Strauss meyakini bahwa analisis kebudayaan (bahkan analisis


kehidupan sosial, termasuk seni dan agama). Dapat dilaksanakan dengan
menggunakan analisis bahasa model. Bukan hanya itu, menurut Levi-Strauss, sifat
paling hakiki tentang aspek-aspek kebudayaan sama dengan sifat-sifat bahasa.

D. Jacques Lacan: Bahasa Kesadaran dan ketidaksadaran.

Jacques Lacan adalah salah seorang strukturalis yang telah menerapkan


analisis linguistik bagi psikoanalisa.

Jacques lacan adalah salah seorang pengikut freudian. Akan tetapi dalam
beberapa hal ia keluar dari cara yang ditempuh freud. Ia berusaha memberikan
suatu interpretasi baru mengenai psikoanalisis freud dalam persfektif strukturalis.

Menurut lacan, ketidaksadaran ialah dari poercakapan transindividual yang


hilang dalam disposisi subjek sehingga dia tidak sanggup mempertahankan
kontinuitas dari percakapan yang sadar. Sedangkan subjek terbagi ke dalam dua
yaitu subjek yang bicara dan subjek gramatikal.

E. Noam Chomsky: bahasa gramatikal

Noam Chomsky lahir 1928 di Philadelpia, USA, ia mengajar di Massachussetts


Institute of Technology. Ia terkenal karena temuaan mengenai transformational
grammar dan generative grammar (tata bahasa transformational grammar
generative), suatu temuan baru dibidang linguistik yang cukup mencengangkan
semua pihak. Teori ini mencari jalan lain dari strukturalisme Ferdinand de Saussure.

Beberapa distingsi yang menjelaskan pikiran filosofis dan linguistik dari


Noam Chomsky adalah competence, perfomence, deep structure dan surface
structure ditambah denga istilah lainnya yaitu generative dan grammar.
F. Pengaruh Strukturalisme Terhadap Sastra

Menurut para tokoh formallisme, seni hanyalah alat Bahasa sastra yang
sangat ditentukan oleh seni. Dalam pandangan mereka sifat bahasa sastra tibul
dengan menyusun dan mengubah bahannya yang bersifat netral. Dalam hal puisi
bahan itu ialah bahasa biasa (praktis), dalam hal cerita bahan itu ialah riwayat
yang disajikan. Cara- cara pengolahan karya sastra puitik ialah metrum, ritme,
macam-macam bentuk paralelisme dan pertentangan, gaya bahasa dan kiyasan
(metafora).

Menurut Mukarovsky artefact harus memiliki suatu nilai atau sifat universal tertentu
yang menyebabkan para pembaca dari berbagai zaman selalu mengkonkretkannya.
Menurutnya nilai universal terjadi tidak karena artefact menunjukkan kepada fakta
sejarah, melainkan pada hakikat pokok dalam pengalaman manusia yang tidak
terikat kepada salah satu kurun waktu tertentu.

Metafora bersifat hubungan paradigmatis, sedangkan metominia bersifat


sintagmatis. Keduanya mendasari proses pembentukan tanda-tanda bahasa atas
seleksi dan kombinasi. Atas dasar itu ia memberikan definisi tentang fungsi puitis
bahasa sebagai fungsi untuk memanfaatkan seleksi dan kombinasi untuk
meningkatkan ekuivalensi. Para filsafat analitik, bahasa diyakini dapat
menggambarkan kenyataan dunia, karena proposisi atomik (unsur terkecil bahasa)
merupakan gambaran fakta atomik tentang dunia.

G. Strukturalisme Dan Semiotika

Istilah semiotika diambil dari kata semion (Yunani) yang artinya tanda.
Selain kata semiotika digunakan pula kata semiologi(istilah yang digunakan
Saussure), yaitu ilmu yang secara sistematis mempelajari tanda-tanda dan
lambang,sistem lambang dan proses perlambangan. Ilmu-ilmu bahasa ada di
dalamny. Terhadap ilmu ini strukturalisme telah memberikan dasar-dasar bangunan
yang kokoh.

Menurut pierce ada tiga factor yang menentukan adanya sebuah tanda yaitu
tanda itu sendiri, hal yang ditandai, dan sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin
si penerima.

Menuurut Saussure untuk membuat orang mengerti hakikat semiologi, dan


untuk menyajikan secara memadai, langue (bahasa) perlu dikaji secara mendalam.
Tugas utama dari semiologi atau semiotika menurut Saussure adalah
menyelidiki masalah langue sebagai suatu sistem tanda dan hukum apa saja yang
mengaturnya. Saussure berpendapat bahwa tanda tidak hanya ada dalam bahasa
yang biasa kita pahami, tetapi juga terdapat tanda-tanda yang menyebar disekitar
kita. Hal merupakan tugas utama dari semiologi.

Dalam menjelaskan semiologis busana yang dipakai, Barthes meminjam


penjelasan dari Trobetskoy tentang perbedaan klasik antara langue dan parole.
Menurut Barthes, langue pakaian terbentuk dari oposisi potongan-potongan busana,
satuan-satuan atau unsur-unsur yang rinci, yang variasinya menimbulkan
perubahan makna (mamakai topi atau pet), tidak mengandung makna yang sama.
Sedangkan parole pakaian, kata Barthes, adalah mencakup semua fakta produksi
yang tidak mengikuti aturan, atau cara berpakain yang individual (ukuran baju,
tingkat kebersihan, keusangan, kebiasaan pribadi, kombinasi busana yang bebas).
Disini ada suatu elektika, yaitu yang menghubungkan tata busana (langue) dan
pemakaian busana (parole), tidak sama dengan hubungan yang ada dalam langage.
Pemakaian busana selalu mengambil sumbernya pada tata busana, kecuali dalam
kasus pakaian yang eksentris.

Anda mungkin juga menyukai