Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH STILISTIKA BARAT DAN INDONESIA

Makalah

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Stilistika.

disusun oleh:

Kelompok II

1. Ai Nuryani 1145020006
2. Dindin Komarudin 1145020025
3. Wiwi Alawiyah 1145020168

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Swt yang telah memberikan nikmat dan
karunia-Nya kepada kita semua, terutama nikmat akal, sehat badan serta nikmat iman, islam dan
ihsan.

Tidak lupa shalawat beserta salam semoga tercurah limpahkan pada baginda alam Nabi
Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan yang baik untuk kita semua serta kepada
keluarganya, para shahabatnya dan semoga sampai kepada kita sebagai umatnya hingga hari
kiamat.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Stilistika, Jurusan Bahasan dan
Sastra Arab, Fakultas Adab dan Humaniora. Makalah ini mengkaji tentang “ Sejarah Stilistika
Barat dan Indonesia ”.

Rasa terimakasih tidak lupa kami berikan kepada:

1. Muhammad Syasi, M.Ag Selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.
2. Teman kerja yang telah memberikan bantuan, baik yang berupa lahiriyah maupun
batiniyah.
Penulis mengharapkan penyusunan makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu bagi
semua orang dan memperluas wawasan tentang Stilistika. Akan tetapi, penulis menyadari bahwa
apa yang telah kami susun ini masih banyak kekurangan, sehingga kami berharap pembaca dapat
memaklumi dan memberikan saran guna memperbaiki penyusunan makalah kami di masa yang
akan datang.

Bandung, 23 Sept 2016.

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGENTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
C. Tujuan Makalah ..................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 2

A. Sejarah Stilistika di Barat........................................................................................ 2


B. Sejarah Stilistika di Indonesia ............................................................................. 5
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 9

A. Kesimpulan ............................................................................................................ 9

BAB I
PENDAHULUAN
a. Latarbelakang
Sastra merupakan suatu kebulatan dalam arti dapat dilihat dari berbagai sisi.
Didalam ilmu bahasa dikenal namanya stilistika, style sebagai sesuatu yang memiliki
banyak definisi yang berbeda dan tidak dapat hanya diletakan pada sebuah.Stilistika
sebagai salah satu cabang ilmu Linguistik yang relatif baru berkembang di Indonesia.
Gaya bahasa juga merupakan sarana sastra yang turut menyumbangkan nilai
kepuitisan atau estetik karya sastra, bahkan seringkali nilai seni suatu karya
ditentukan oleh gaya bahsanya ( pradopo, 2000 :263)
Dalam ilmu bahasa dikenal namanya stilistika, style sebagai sebuah hal yang
memiliki banyak definisi yang berbeda dan tidak dapat hanya diletakan pada sebuah
wilayah cakupan tertentu (spesifik) tentu secara cukup gambling memberikan
pemahaman bahwa stilistika (yang terbangun atasnya)berpotensi sangat besar untuk
tidak hanya hadir dalam sebuah wilayah dan satu define khusus, bahkan ketika ia
dimasukan dalam khasanah sastra yang menggunakn bahasa. Stilistika verbar yang
dekat dengan kebahasaan juga oleh beberapa ahli mendapat definisi khusus sebagai
linguistic stylistics yang dicetuskan pertama kali oleh Firth (1957), dan kemudian
dilanjutkan oleh Holliday (1964)
Oleh karena itu, pemakalah akan membahas tentang bagaimana perkembangan
Stilistika baik di Dunia barat maupun di Indonesia.

b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah stilistika di Barat?
2. Bagaimana sejarah stilistika di Indonesia ?

c. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah stilistika di Barat
2. Untuk mengetahui stilistika di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan stilistika di Dunia Barat


Sastra adalah karya yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hasil
kemasannya akan tergantung bagaimana cara mengemasnya. Apabila bahasa
dikemas dengan penekanan pada aspek bunyi atau musik huruf, maka hasilnya
dinamai puisi. Apabila bahasa dikemas dengan penekanan pada aspek dialog, maka
hasilnya dinamai teater. Sedangkan apabila bahasa dikemas dengan penekanan pada
aspek uraian atau deskripsi, maka hasilnya dinamai kisah, hikayat, novel atau
semacamnya.
Pada dasarnya, karya sastra bukanlah semata-mata pengungkapan kata-kata,
melainkan juga merupakan hasil pemikiran serta media penyampaian misi
kemanusiaan, nasionalisme, seni dan sikap dalam menghadapi tingkah laku dalam
kondisi tertentu. Disamping itu karya sastra juga lahir dari sosok pribadi tertentu
yang memiliki kecakapan tertentu Dan dalam kondisi yang tertentu pula. Semuanya
itu berperan pada pembuatan suatu karya sastra.
Banyak faktor pembentuk sebuah karya sastra membuat kritik sastra di Barat pada
abad ke-19 dan ke-20 berada dikesimpangan, tarik menarik antara berbagai
kecenderungan. Ada sekelompok kritikus yang melihat sastra dari hubungan antara
sastrawan dengan karyanya. Menurut mereka, karya sastra adalah pengungkapan
sebagai objek atau keseluruhan kehidupannya. Dari perspektif ini, muncullah apa
yang dikenal dengan biografi sastrawan. Sementara itu, ada juga kritikus sastra yang
memperhatikan sastra dari aspek kejiwaan sasatrawannya yang terkadang tidak
tampak dalam hidup kesehariannya. Dari perspektif ini muncullah psikologi sastra.
Kritikus lainnya memperhatikan sastra dari kaitannya dengan msyarakat termasuk
lapisan-lapisannya dan kondisi serta masa lahirnya. Dari perspektif ini muncullah
sosiologi sastra. Disamping itu, para kritikus sastra yang memperhatikan aspek-aspek
lainnya, seperti nasionalisme, politik, teologi, filsafat dan lain-lain.
Kecenderungan-kecenderungan tersebut membuat para kritikus terlena. Mereka
lebih memperhatikan teori-teori sosial, teori psikologi dan teori-teori lainnya
daripada teori sastranya. Kejadian-kejadian ini mendorong para peneliti dan kritikus
sastra lainnya untuk kembali kepada kritik sastra yang berfokus pada aspek bahasa
sastra itu sendiri sehingga bisa diketahui nilai suatu sastra. Corak analisis dan kritik
sastra yang berfokus pada aspek kebahasaan terus berlangsung didunia kritik
dibelahan Eropa dengan nama kritik bahasa, analisis struktual, dan stilistika.1
Revolusi terhadap paradigma analisis sastra klasik dilakukan oleh Charles Bally
(1865-1947) dengan teori stilistika deskriptif ekspresif-nya. Ia merupakan murid
Ferdinand De Saussure (1857-1913). De Saussure dikenal dengan peletak linguistik
modern, sedangkan Bally adalah peletak stilistika moderan.
Pemikiran yang berkembang sebelum De Saussure bahwa bahasa merupakan
produk masyarakat. Individu hanya mewarisi bahasa dari masyarakat sehingga peran
individu terhadap perkembangan bahasa sangat minim. Bahasa, kaidah-kaidah dan
sastranya, adalah karya generasi lalu, sedangkan individu hanyalah mengungkapkan
pola-pola lama. De Saussure berpendapat bahwa individu memiliki peran palimg
besar dalam menciptakan bahasanya yang khas. Menurutnya, bahasa bukan hanya
merupakan pola-pola kolektif yang lama, melainkan juga dalam ukuran tertentu
merupakan pencampuran dengan spirit individu.
Ferdinand De Saussure (1857-1913) membagi bahasa menjadi dua: languge dan
parole. Yamg pertama menitikberatkan pada kaidah-kaidah dasar kebahasaan,
sedangkan yang kedua menitikberatkan pada bagaimana bahasa itu dalam
penggunaanya. Dan, yang terakhir ini merupakan objek analisis stilistika.
`Parole yang merupakan analisis stilistika dibagi menjadi dua: tuturan biasa dan
tuturan sastra atau seni. Tuturan biasa bersifat spontan, rasional. Jenis ini
menggunakan bahasa sesuai dengan keterbatasan makna yang terkandung dalam
kamus, tidak ada kata ataupun makna yang baru sehingga tidak dibutuhkan
pemikiran yang mandalam untuk memahaminya. Adapun tuturan sastra bersumber
dari penutur yang megarahkan tuturannya pada indera perasaan pendengaranya atau
pembacanya dengan menggunakan kata-kata dan makna pilihan yang terkadang bisa
dipahami secara mudah dan terkadang dibutuhkan pemikiran secara mendalam.

Ahmad Darwisy, Dirasah Al-Uslub bain Al-Mua’sirah wa at-Turas,( Kairo; Dar Garib Lit-Taba’ah wat-Tauzi 1998),
1

hal.13-14
Tujuan tuturan biasa adalah penyampaian isi pesan dengan gambaran yang jelas,
berbeda dengan tuturan sastra: mempengaruhi penutur dengan kata-kata yang bagus
yang kadang tidak dijumpai dalam tuturan biasa.
Dalam stilistika desktiptif terdapat dua aliran. Dalam hal-hal yang bersifat rinci,
keduanya banyak perbedaan. Namun, dalam hal-hal yang prinsip keduanya ada
persamaan: sama-sama berfokus pada karya sastra berdasarkan analisis tuturan itu
sendiri. Aliran pertama dinamai structural deskriptif. Aliran ini memandang tuturan
atau karya sastra sebagai kesatuan dari unsur-unsurnya yang saling berhubungan
tanpa bisa dipisah-pisahkan. Jika ada unsur yang rusak, rusaklah stuktur karya sastra
secara keseluruhan. Kesatuan unsur-unsur ini bukan terjadi secara kebetulan, tetapi
didasarkan pada analisis dan aturan-aturan.
Aliran kedua dinamai formalisme. Muncul di Rusia pada tahun 1917, aliran ini
dipelopori oleh Roman Jacobson. Diantara pendapatnya, bahwa studi sastra adalah
analisis terhadap faktor-faktor yang menjadikan karya ini mempunyai nilai sastra.
Dengan kata lain, mereka memfokuskan pada tuturannya saja dan mengabaikan
aspek-aspek lain seperti aspek psikologi dan sosial kemasyarakatan.
Dengan demikian, perbedaan diantara kedua aliran ini adalah bahwa structural
deskriptif memperluas analisisnya, disamping tuturan ke aspek sosial, filsafat,
psikologi, sejarah dan laim-lain yang mempengaruhi dan mewarnai karya sastra.
Dilain pihak, aliran formalisme menjauhi aspek-aspek tersebut dan memfokuskan
hanya pada tuturan yang sudah menjadi karya sastra.
Berdasarkan atas pemikiran De Saussure, Charles Bally mengembangkan
pemikiran stilistika ekspresif. Menurutnya, nilai-nilai stilistika tidak bisa ditampung
dalam “nilai-nilai statis”. Pendapat ini bersebrangan dengan pendapat para ahli sastra
sebelumnya ( pra De Saussure ), yang mengatakan bahwa nilai-nilai stilistika terletak
pada kerangka nuansa atau rasa bahasaa, yang menurut mereka berpusat pada soal
metapora. Menurut Bally, nilai-nilai stilistika lebih dari itu. Kadang ungkapan-
ungkapan sederhana pun terdapat nilai-nilai keindahan. Dengan kata lain, ungkapan-
ungkapan seperti itu termasuk kedalam kerangka nuansa atau rasa bahasa. Dengan
demikian, ranah analisis stilistika semakin meluas karena termasuk juga bahasa
tuturan yang tidak bisa lepas dari konteks2.
Berdasarkan penjelasan diatas, stilistika deskriptifnya Charles Bally merangkum
dalam tiga prinsip berikut ini :
a) Ranah analisis stilistika deskriptif tidak terbatas pada kaidah-kaidah sastra
tradisional saja.
b) Bahasa tuturan dimasukan kedalam ranah analisis stilistika.
c) Stilistika menggunakan metode deskriptif.
Konsep ini merupakan salah satu fragmen stilistika di dunia barat dari sekian
banyak fragmen yang ada.

B. Sejarah Perkembangan Stilistika di Indonesia


Di Indonesia, stilistika juga mengalami sejarah dan perkembangan. Pada tahun
1956, Slamet Mulyana menerbitkan buku Peristiwa Bahasa dan Peristiwa Budaya,
penerbit Ganaco, Bandung. Buku ini berisi sekalar pemandangan tentang Poesi juga
biasa disebut Puitika. Pandangan Puitika tidak terlepas dari persoalan poetika pada
hakikatnya adalah persoalan filsafat. Dengan demikian, peristiwa sastra dihubungkan
dengan peristiwa Bahasa Indonesia. Hal ini ada hubungannya dengan pengajaran
bahasa. Kekurangan penyelidikan bahasa dan sastra Indonesia terasa sekali oleh
pengajar di sekolah, yaitu sifat pembelajaran tidak lagi merupakan perluasan, tetapi
pendalaman. Bahasa Indonesia merupakan salah satu fenomena yang berhubungan
adat dengan manusia Indonesia. Slamat Mulyana mendefinisikan stilistika adalah
pengetahuan tentang kata yang berjiwa.
Istilah stilistika kemudian dikembangkan oleh Jassin. Ia menguraikan bahwa ilmu
bahasa yang menyelidiki gaya bahasa disebut stilistika atau ilmu gaya biasa orang
menyebut gaya bahasa apa yang disebut Stijl dalam bahasa Belanda, Style dalam
bahasa Ingggris dan Perancis, Stil dalam bahasa Jerman. Jassin selanjutnya
mengemukakan bahwa kata gaya bahasa bermakna cara menggunakan bahasa. Di
dalamnya tercakup gaya bercerita. Biasanya orang jika berbicara tentang stil
seseorang pengarang yang dimaksud bukan saja gayanya dalam mempergunakan

2
Ibid, hal.31-32
bahasa, melainkan juga gayanya bercerita. Seorang stilistikus atau ahli gaya bahasa
menjawab pertanyaan mengapa seorang pembicara atau pengarang menyatakan
pikiran dan perasaan seperti yang dilakukan dan tidak dalam bentuk lain, atau
bagaimana keharmonisan gabungan isi dan bentuk.
Pada 1982, Sudjiman membuat Diktat Mata Kuliah Stilistika, Program S1.
Universitas Indonesia. Kemudian Ia menerbitkan buku Bunga Rampai Stilistika.
Grafiti, Jakarta 1993. Istilah stilistika sejak 1980-an ini mulai dikenal di dunia
Pengetahuan Tinggi sebab telah menjadi satu disiplin ilmu. Hal ini dilatarbelakangi
oleh kenyataan selama ini bahwa dalam usaha memahami karya sastra para kritikus
sastra menggunakan pendekatan intrinsik dan ekstrisik, bahkan ada yang
menggunakan beberapa pendekatan sekaligus. Semua itu ada hukum untuk
mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang alasan pengarang menciptakan karya
tertulis, gagasan yang hendak disampaikan ataupun hal-hal yang mempengaruhi cara
penyampaiannya semua itu dilakukan untuk merebut makna yang terkandung dalam
karya sastra serta menikmati keindahannya. Karena medium yang digunakan oleh
pengarang adalah bahasa, pengantar bahasa pasti akan mengungkapkan hal-hal yang
membantu kita menafsirkan makna suatu karya sastra atau bagian-bagiannya untuk
selanjutnya memahami dan menikmatinya. Pengkajian ini disebut pengkajian
stilistika. Dalam pengkajian ini tampak relevansi linguistik atau ilmu bahasa terhadap
studi sastra. Dengan stilistika, dapat dijelaskan interaksi yang rumit antara bentuk dan
makna yang sering luput dari perhatian dan pengamatan para kritikus sastra.
Pada tahun 1986, Natawidjaja menerbitkan buku Apresiasi Stilistika, Intermasa,
Yogyakarta. Dalam buku ini diuraikan penggunaan bahasa suatu karya sastra melalui
aspek bahasa, misalnya peribahasa, ungkapan, dan gaya bahasa dalam karya sastra.
Buku ini sangat bermanfaat bagi siswa SMA dan mahasiswa yang ingin
meningkatkan pemahaman mengenai stilistika bahasa Indonesia. Di Universitas
Gadjah Mada, penelitian skripsi sarjana juga membahas masalah stilistika. Hal ini
sudah dilaksanakan sejak 1958 sampai dengan sekarang ini, misalnya Budi S telah
membuat skripsi tentang ”Bahasa Danarto dalam Godlob: Kajian Stilistika Cerpen-
cerpen Danarto”, 1990. Ia memberi penekanan analisis terhadap kosakata, majas
(bahasa kiasan), sarana retorika, struktur sintesis, interaksi bahasa dan humor dari
mantra (Puleh, 1994:X). Pada 1993, Lukman Hakim membahas stilistika judul
makalahnya ”Tinjauan Stilistika terhadap Robohnya Surau Kami”, (AA. Navis). Ia
membahas cerita pendek ini dari sisi gaya bahasa/stil, pengarangnya terutama yang
berhubungan dengan (1) struktur kalimat yang dihubungkan dengan gaya bercerita;
dan (2) pemilihan leksikal yang dikaitkan dengan pemakaian majas (Depdikbud,
1993:28-38, Bahasa dan Sastra, X.4).
Pada 1995, Aminuddin menerbitkan bukunya Stilistika Pengantar Memahami
Bahasa dalam Karya Sastra, IKIP Semarang Press, Semarang. Kajian stilistika dalam
buku ini terdiri dari enam bab. Bab 1 mengenai Pengertian Gaya dalam Perspektif
Kesejarahan; Bab 2 mengenai Studi Stilistika dalam Konteks Kajian Sastra; Bab 3
Bentuk Ekspresi sebagai Pangkal Kajian Stilistika; Bab 4 Aspek Bunyi dalam Teks
Sastra; Bab 5 Bentuk Simbolik dalam Karya Sastra; dan Bab 6 Bentuk Bahasa Kias
dalam Karya Sastra. Pada 2003, Tirto Suwondo membahas cerpen dengan pandangan
stilistika, judul makalahnya ”Cerpen Dinding Waktu, karya Danarto, Studi Stilistika”
dimuat dalam bukunya Studi Sastra Beberapa Alternatif, Hanindita, Yogyakarta,
2003. Suwondo berkesimpulan bahwa cerpen dinding waktu karya Danarto kaya akan
gaya bahasa, baik gaya bahasa berdasarkan struktur kata dan kalimat maupun
berdasarkan langsung atau tidaknya makna. Dengan demikian, hingga saat sekarang
ini, stilistika sudah berkembang dengan pesat.
Perkembangan stilistika di Indonesia sangat lambat bahkan hampir tidak
mengalami kemajuan. Penelitian tentang stilistika pada umumnya terbatas sebagai
sub bagian dalam sebuah buku teks atau dalam skripsi dan tesis. Kualitas
penelitianpun terbatas sebagai semata-mata deskripsi pemakaian bahasa yang khas,
sebagai gaya bahasa. Oleh karena itu sampai saat ini belum ada buku yang secara
khusus membahas stilistika.
Sebagai contoh untuk menelusuri sejarah perkembangan stilistika di Indonesia,
maka dicoba menelusuri buku-buku yang dapat diimplikasikan baik terhadap gaya
bahasa maupun stilistika itu sendiri.
Buku pertama berkaitan dengan gaya bahasa ditulis oleh Slametmuljana.
Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan gaya bahasa dan stilistika, tetapi
dikaitkan dengan judulnya Peristiwa Bahasa dan Peristiwa Sastra (1956) dapatlah
disebutkan bahwa buku tersebut mengawali studi stilistika di Indonesia. Sebagian
besar pembicaraan yang dilakukan berkaitan dengan Bahasa Sastra, khususnya puisi
(yang disebut kata „berjiwa‟), bahasa kontekstual, yang di bedakan dengan bahasa
kamus (bahasa dengan arti tetap), sebagai bahasa bebas konteks. Menurut
Slametmuljana, perkembangan mengenai kata-kata berjiwa inilah yang disebut
sebagai stilistika. Bahasa adalah alat untuk mewujudkan pengalaman jiwa yaitu cita
dan rasa ke dalam rangkaian bentuk kata yang tepat dan dengan sendirinya sesuai
tujuan pengarang.
Teeuw dalam bukunya yang berjudul Tergantung pada Kata (1980) menganalisis
sepuluh puisi dari sepuluh penyair terkenal, sehingga dapat mewakili ciri-ciri
pemakaian bahasa pada masing-masing puisi sekaligus mewakili kekhasan
personalitas pengarangnya. Menurut Teeuw, melalui karya-karya Chairil Anwarlah
terjadi revolusi total dalam bahasa, dengan cara mendekonstruksi sistem sastra lama
yang didiominasi oleh berbagai ikatan, sehingga menjadi baru sama sekali.
Panuti Sudjiman dalam bukunya yang berjudul Bunga Rampai Stilistika (1993),
secara jelas telah menyinggung makna stilistika itu sendiri, yaitu mengkaji ciri khas
penggunaan bahasa dalam wacana sastra. Dengan singkat stilistika mengkaji fungsi
puitika suatu bahasa. Sesuai dengan judulnya, sebagai bunga rampai pembicaraan
stilistika dibicarakan dalam empat bab dari keseluruhan buku yang terdiri atas
delapan bab. Menurut Sudjiman, stilistika menjembatani analisis bahasa dan sastra.
Pembicaraan ini hanya mengemukakan pembicaraan gaya bahasa dan stilistika
dalam bentuk buku yang sudah diterbitkan dengan maksud untuk mengetahui
seberapa jauh stilistika menjadi pusat perhatian bagi kritikus sastra Indonesia,
sekaligus menunjukkan masih lemahnya industri penerbitan di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Sebelum mengalami perkembangan dan perluasan seperti pada masa kini,
stilistika sebagai sebuah bagian dari linguitik telah disepakati memiliki kaitan
yang sangat erat dengan sastra. Sudjiman (1993: 3) menyebut bahwa
sesungguhnya sumbangan linguitik dalam kritik sastra ialah misalnya sorotan
pada penggunaan bahasa dan gaya bahasa sebagai unsur yang membangun
karya sastra, penggunaan dialek dan register tertentu. Pengetahuan linguistik,
khususnya fonologi dan fonemik, sangat bermanfaat dalam pengkajian puisi,
yaitu dalam pautannya dengan metrik, penyusunan struktur segmen bunyi
dalam hubungannya dengan unit-unit bunyi pada bahasa tertentu, atau derap
dengan irama. Adapun pengetahuan linguistik yang termasuk di dalamnya
fonologi, dan fonemik, dan juga syntax, lexico-semantic, adalah merupakan
point utama dalam analisis stilistika sastra pada awal kemunculannya. Hal ini
tentu tidak lepas dari background tokoh-tokoh besar teori stilistika yang
merupakan para ahli kebahasaan seperti Jakobson (1896 – 1982), Halliday
(1925 – sekarang), dan Leech (1936 – sekarang).
DAFTAR PUSTAKA

Qalyubi, Syihabuddin. 2013. ‘Ilm al-uslub : Stilistika Bahasa dan Sastra Arab. Hal. 54-57.
Yogyakarta: Karya Media

Ratna, Nyoman. 2009. Stilistika (Kajian Puitika, Bahasa, Sastra, dan Budaya). Hal.37-40.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai