Anda di halaman 1dari 27

ASPEK DEVIASI

BAHASA SASTRA
KELOMPOK 9 :
ANDHIKA ARI SETIAWAN (017)
MUHAMMAD FIKRI MUKTABAR (038)
ARSIH MARTA SARI (059)
A. LISENSI PUITIS, DEVIASI, DAN
FOREGROUNDING
LISENSI PUITIS

Lisensi puitis (poetic lisence/licencia poetica) telah lebih dahulu eksis karena bahasa sastra yang telah
menyimpang dari kaidah bahasa sehari-hari sudah ditemukan di berbagai macam karya sastra di masa lalu,
contohnya adalah karya-karya yang diciptakan oleh William Shakespear.

Menurut John Dryden (Abrams, 1999:230) definisi lisensi puitis adalah


kebebasan penyair untuk mengasumsikan dirinya sendiri. istilah
mengasumsikan disini dapat dipahami sebagai keyakinan atau pilihan
ketepatan bahasa walau tidak sesuai dengan standar umum dan baku.
Lisensi putis tentunya lebih sering dijumpai pada karya puisi karena
secara mencolok bahasa puisi lebih sering dibuat berbeda.

Pada intinya, kebebasan yang dimiliki oleh pengarang untuk mengekspresikan diri dan telah melanggar
konvensi untuk memperoleh efek khusus dapat dikategorikan sebagai lisensi puitis.
DEVIASI

Deviasi adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa baku atau bahasa yang lazim
digunakan. Pada dasarnya, aspek deviasi yang telah dipopulerkan oleh kaum formalisme Rusia tidak jauh
berbeda pengertiannya dengan lisensi puitis. Selama ini lisensi puitis telah dikenal sebagai hak dan pendirian
penyair untuk mengkreasikan bahasa Sastra sesuai dengan wawasan estetikanya, sedangkan Deviasi dikenal
sebagai penyimpangan unsur-unsur bahasa yang terdapat dalam teks kesastraan.
Dalam teks-teks sastra, lazimnya memiliki penyimpangan unsur bahasa di dalamnya. Hal ini karena pengarang
berusaha untuk mengungkapkan sesuatu menggunakan ungkapan yang baru, asli dan orisinal sebagai
manifestasi dari tuntutan kreativitas.
FOREGROUNDING

Foregrounding pada dasarnya adalah penekanan, pengaktualan, pementingan atau pengedepanan.

Contohnya dapat dilihat pada puisi yang berjudul “Kapak Ibrahim Hamba” karya Emha Ainun Najib, seperti
berikut ini.
KAPAK IBRAHIM HAMBA
Di mana kapak Ibrahim hamba
Di mana tongkat Musa hamba
Di mana wajah Yusuf hamba
Di mana dzikir Zakaria hamba
Di mana hilang Isa hamba
Di mana cahaya Muhammad hamba
Takut, kekasih hamba takut!

Pengulangan kata “di mana” tampak dominan sehingga perhatian pebaca tertuju pada kalimat tersebut.
B. MACAM DEVIASI
TENTANG PEMUNCULAN ASPEK DEVIASI

Geofrrey Leech (1991:37-40) mengemukakan adanya tiga level utama dalam bahasa, yaitu realisasi
bahasa, bentuk dan makna. Ketiga aspek tersebut akan tercakup dan terlibat ketika seorang penyair
mengkreasika gaya bahasa sesuai dengan kebebasannya.
Leech juga mengidentifikasi beberapa aspek deviasi yang muncul dalam puisi berbahasa inggris, yaitu deviasi
leksikal, deviasi gramatikal, deviasi fonologi, deviasi grafologi, deviasi semantik, deviasi dialek, deviasi register,
dan deviasi historis. Kedelapan aspek deviasi tersbut memang ditemukan dalam puisi-puisi berbahasa inggris,
tetapi tidak menutup kemungkinan jika aspek deviasi tersebut juga bisa ditemukan dalam karya puisi
berbahasa asing.
DEVIASI LEKSIKAL

• Suatu bentuk penyimpangan yang terjadi pada aspek leksikal, kata, atau diksi.
• Ditandai oleh proses morfologis yang masih problematis, kata bentukan baru, neologisme (Leech,
1991:42), bentuk (kata) tanpa makna atau tidak ada dalam kamus, dan lain-lain.
• Lazimnya ditandai oleh penambahan atau pengurangan bentuk afiksasi yang tidak lazim
Contoh : Misalnya ungkapan dalam karya Hopkin (Leech, 1991:43) yang berbunyi: the widow-making
unchilding and unfathering deeps.

Afiks -un pada kata childing dan fathering tidak lazim dalam bahasa Inggris, maka hal itu dapat dipandang
sebagai suatu bentuk neologisme.
Contoh lain :
• puisi Ayip Rosidi sajak yang berjudul "Pertemuan Dua Orang Sufi" (Sajak-sajak Anak Matahari), salah satu
baris berbunyi: /Ketika keduanya bertemu, tak pun kata-kata salam/.
Kata tak pun tersebut dapat dianggap suatu bentuk deviasi leksikal bentukan baru karna kata seperti itu belum
pernah ditemui atau bersifat problematis.
DEFIASI FONOLOGI

• Bentuk penyimpangan bahasa yang terdapat pada aspek fonologi.


• Suatu bentuk fonologi dipandang sebagai bentuk deviasi jika bentuk itu mengalami penyimpangan dari
bunyi bahasa yang wajar dan baku.
• Deviasi fonologis dapat berupa penggunaan bunyi-bunyi tertentu, tetapi ia tidak memiliki makna
konvensional seperti lazimnya bunyi bahasa, atau adanya penggantian fonem tertentu dalam sebuah
kata sehingga terjadi perubahan bunyi. Misalnya, ia berupa penulisan huruf-huruf, deretan huruf
tertentu, dalam sebuah puisi, namun ia tidak memiliki makna.
• Defiasi Fonologis juga memunculkan deretan huruf tertentu, baik huruf-huruf yang sama atau berbeda,
namun deretan huruf itu tidak memiliki makna konvensional.
CONTOH
Puisi tadi merupakan puisi karya Sitor Situmorang yang berjudul “Borobudur Sehari”
• Pada puisi tadi, deretan huruf “m” dan “oooommmm” tidak memiliki makna konvensional, tetapi jika
disuarakan dengan nada dan irama tertentu, puisi tadi dapat membangkitkan suasana yang cenderung
magis.
• Candi Borobudur merupakan candi atau suatu tempat peribadatan agama Budha yang dalam praktek ibadah
nya sering menyuarakan bunyi-bunyi semacam itu, sehingga deretan huruf yang tercantum pada puisi tadi
dapat memberikan efek sugesti.
DEFIASI GRAMATIKAL

• Melibatkan dua aspek struktur


a. Defiasi Morfologis
b. Defiasi Sintaksis
DEFIASI GRAMATIKAL MORFOLOGIS

• Terkait dengan struktur morfologi, tata bentukan kata, dalam sebuah bahasa.
• Berupa penggunaan bentuk afiksasi yang tidak tepat, baik yang berupa penghilangan maupun
penambahan pada bentuk dasar, atau berupa bentukan struktur morfologi baru yang problematis yang
disebut neologisme.
CONTOH
Pada bait puisi berjudul “Isa” Karya Chairil Anwar
Itu tubuh
Mengucur darah
Mengucur darah
• Dalam bahasa Indonesia terdapat bentuk kata mengucur dan mengucurkan. Namun, dalam konteks struktur sintaksis larik
puisi itu, bentuk morfologi kata mengucur itu seharusnya adalah mengucurkan. Padahal, kata mengucur adalah jenis kata
intransitif yang tidak memerlukan objek seperti kata menangis, mengeluh, merendah, dan tertawa. Kata mengucur yang
intransitif dapat dijadikan kata kerja transitif dengan afiks (akhiran) -kan sehingga menjadi mengucurkan.
• Penulis sepertinya sengaja menghilangkan akhiran -kan karna tidak ada yang namanya kebetulan. Deviasi morfologis
bentuk mengucur yang seharusnya mengucurkan tersebut tampak mempunyai dapat psikologis pembaca: mengejutkan,
membuat terpana, atau paling tidak bertanya-tanya, dan itu artinya tujuan untuk menarik perhatian pembaca sudah
tercapai.
DEFIASI GRAMATIKAL SINTAKSIS
• terkait dengan struktur sintaksis, tata bentukan kalimat dalam sebuah bahasa.
• Suatu bentuk struktur sintaksis dipandang sebagai suatu bentuk deviasi jika bentuk itu mengalami
penyimpanan dari kaidah struktur sintaksis bahasa yang baku.
• Dilihat dari satuan bahasa yang terlibat, jika struktur sintaksis yang besar dan kompleks daripada
struktur morfologis, maka kemungkinan terjadinya penyimpangan juga lebih beragam dan kompleks.
• Contoh. Dalam teks-teks puisi yang mengalami deviasi gramatikal, deviasi struktur sintaksis dan
morfologis tidak jarang ditemukan bersama.
Misalnya, pada bait puisi "Isa" berbunyi: /mengucur darah/, sebenarnya dapat juga dipandang sebagai
sebuah bentuk deviasi sintaksis. Jika bentuk itu dipandang sebagai permutasi atau inversi dari bentuk baku
dan lazim: darahnya mengucur, itu adalah deviasi sintaksis.
DEFIASI SEMANTIS

• Menunjuk pada adanya penyimpangan makna denotatif dan menyaran pada makna intensional, makna
konotatif.
• Pengertian deviasi semantis mungkin tumpang tindih dengan deviasi leksikal, tetapi deviasi semantis
lebih menunjuk pada penyimpangan makna pada struktur sintaksis dan bukan sekedar kata seperti pada
deviasi leksikal.
• Pada hakikatnya pemajasan yang meliputi berbagai macam jenis majas seperti majas perbandingan,
metafora, hiperbola dan lain sebagainya merupakan bagian dari deviasi semantis.
• Artinya, makna puisi yang sebenarnya belum tentu sama dengan makna kata-kata yang mendukungnya.
CONTOH

Bersandar pada tari warna pelangi


Kau depanku bertudung sustra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Pada puisi berjudul “Sajak Putih” karya Chairil Anwar diatas jelas tidak merujuk pada makna konvensional. Makna dari puisi
diatas adalah sang penulis memandang orang yang dicintainya, org yg dicintai berdiri didepannya membelakangi pelangi di
hari yang sudah senja, di matanya tergambar lambang cinta yang suci, betapa harumnya rambutnya sang kekasih.
Makna sebenarnya dari puisi tersebut merupakan pujian yang ditulis untuk kekasihnya.
Tentunya jika ditulis dengan makna yang konvensional akan menghilangkan unsur keindahannya. Maka dituliskan berbagai
macam majas yang jika dikontekskan dalam makna yang konvensional, isi yang dituangkan akan menjadi sangatt tidak logis.
DEVIASI GRAFOLOGIS

• Deviasi grafologis adalah bentuk penyimpangan bahasa yang terdapat pada unsur ejaan dan tanda baca
grafologi. Penulisan dapat dipandang sebagai deviasi grafologi jika penulisan itu mengalami
penyimpangan dari cara – cara penulisan yang konvensional dan baku.
• Deviasi Grafologis dapat digunakan untuk menekankan, memetingkan, mengaktualkan sesuatu. Deviasi
Grafologi juga dapat berwujud penulisan ulang yang tidak memakai tanda hubung, gununggunug yang
seharusnya ditulis dengan gunung-gunung
DEVIASI DIALEK

• Deviasi Dialek adalah penyimpangan unsur bahasa yang terdapat pada unsur dialek. Sebuah puisi dapat
dikatakan mempunyai unsur dialek jika jika di dalamnya mengandung unsur dialek tertentu.
• Makna Dialek sendiri adalah perbedaan variasi bahasa yang disebabkan oleh penutur.
• Dialek juga masuk dalam penyimpangan bahasa karena bukan bahasa baku, dan Dialek memiliki lisensi
puitis yang dapat digunakan penyair sebagai prosa fiksi untuk tujuan humor dan biasanya digunakan
dalam puisi yang santai dan humoris.
DEVIASI REGISTER

• Deviasi Register adalah bentuk penyimpangan bahasa yang terdapat unsur register. Register adalah
ragam bahasa, ragam bahasa yang sering dijumpai dalam puisi biasanya berwujud ragam bahasa sastra,
ragam ilmiah, ragam surat.
• Deviasi register dapat dikatakan penyimpangan bahasa karena tidak mengikuti struktur dan kebakuan,
DEVIASI HISTORIS

• Deviasi historis adalah bentuk penyimpangan bahasa yang berwujud penggunaan kata – kata arkais.
Sebuah puisi pada umumnya menggunakan bahasa saat puisi itu ditulis. Namun, beberapa ada yang
menggunakan bahasa masa lalu. Itu adalah bahasa arkais dan itu termasuk penyimpangan bahasa.
LANGKAH KAJIAN ASPEK DEVIASI

• Tujuan Kajian Stilistika adalah untuk mengapresiasi keindahan teks yang dikaji dalam bentuk apapun.
• Identifikasi berbagai teks deviasi terhadap teks yang ditetapkan dan memiliki unsur deviasi. Identifikasi
dilakukan terhadap semua bentuk penyimpangan yang berjumlah 8 buah.
• Deskripsikan hasil identifikasi, setelah identifikasi selesai langkah selanjutnya ialah merangkum
• Langkah selanjutnya adalah menjelaskan dan mentafsirkan aspek deviasi yang sudah dirangkum

Anda mungkin juga menyukai