Anda di halaman 1dari 21

Proses Morfologi &

Pembentukan Kata
Nama : Jody Dewa Setiawan
NIM : 180110201043
Prodi : Sastra Indonesia
Matkul : Morfologi Bahasa Indonesia I (A)
PROSES MORFOLOGI
Proses morfologis menurut Samsuri (1985:190) adalah cara pembentukan kata-kata
dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Kata
disebutnya sebagai bentuk minimal yang bebas, artinya bentuk itu dapat diucapkan
tersendiri, bisa dikatakan, dan bisa didahului dan diikuti oleh jeda yang potensial.
Proses morfologis meliputi (1) afiksasi, (2) reduplikasi, (3) perubahan intern, (4)
suplisi, dan (5) modifikasi kosong (Samsuri, 190—193). Namun, di dalam bahasa
Indonesia yang bersifat aglutinasi ini tidak ditemukan data proses morfologis yang
berupa perubahan intern, suplisi, dan modifikasi kosong. Jadi, proses morfologis
dalam bahasa Indonesia hanya melalui afiksasi dan reduplikasi.
Afiksasi
Afiksasi menurut Samsuri (1985: 190), adalah penggabungan akar kata atau pokok
dengan afiks. Afiks ada tiga macam, yaitu awalan, sisipan, dan akhiran. Karena
letaknya yang selalu di depan bentuk dasar, sebuah afiks disebut awalan atau
prefiks. Afiks disebut sisipan (infiks) karena letaknya di dalam kata, sedangkan
akhiran (sufiks) terletak di akhir kata.
Prefiks (Awalan)
 Prefiks be(R)-
Prefiks be(R)- memiliki beberapa variasi. Be(R)- bisa berubah menjadi be- dan bel-.
Be(R)- berubah menjadi be- jika (a) kata yang dilekatinya diawali dengan huruf r dan (b)
suku kata pertama diakhiri dengan er yang di depannya konsonan.
be(R)- + renang  berenang
be(R)+ ternak  beternak
be(R)+kerja  bekerja
 Prefiks me (N)-
Prefiks me(N)- mempunyai beberapa variasi, yaitu me(N)- yaitu mem-, men-, meny-,
meng-, menge-, dan me-. Prefiks me(N)- berubah menjadi mem- jika bergabung dengan
kata yang diawali huruf /b/, /f/, /p/, dan /v/, misalnya,
me(N)- + baca membaca
me(N)- + pukul  memukul
Prefiks me(N)- berubah menjadi men- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh
huruf /d/, /t/, /j/, dan /c/, misalnya,
me(N)- + data  mendata
me(N)- + tulis  menulis
me(N)- + jadi  menjadi
me(N)- + cuci  mencuci.
Prefiks me(N)- berubah menjadi meny- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh
huruf /s/, misalnya
me(N)- + sapu  menyapu.
Prefiks me(N)- berubah menjadi meng- jika bergabung dengan kata yang diawali dengan
huruf /k/ dan /g/, misalnya,
me(N)- + kupas  mengupas
me(N)- + goreng  menggoreng
Prefiks me(N)- berubah menjadi menge- jika bergabung dengan kata yang terdiri dari satu
suku kata, misalnya,
me(N)- + lap  mengelap
me(N)- + bom  mengebom
me(N)- + bor  mengebor.
 Prefiks pe (R)-
Prefiks pe(R)- merupakan nominalisasi dari prefiks be(R).
Berawat  perawat
Bekerja  pekerja.
Prefiks pe(R)- mempunyai variasi pe- dan pel-. Prefiks pe(R)- berubah menjadi pe- jika
bergabung dengan kata yang diawali huruf r dan kata yang suku katanya berakhiran er,
misalnya,
pe(R)- + rawat  perawat
pe(R)- + kerja  pekerja.
Prefiks pe(R)- berubah menjadi pel- jika bergabung dengan kata ajar, misalnya,
pe(R)- + ajar  pelajar.
 Prefiks pe(N)-
Prefiks pe(N)- mempunyai beberapa variasi. Prefiks pe-(N)- sejajar dengan prefiks me(N)-
. Variasi pe(N)- memiliki variasi pem-, pen-, peny-, peng-, pe-, dan penge-.
Prefiks pe(N)- berubah menjadi pen- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh huruf
/t/, /d/, /c/, dan /j/, misalnya, penuduh, pendorong, pencuci, dan penjudi.
Prefiks pe(N)- berubah menjadi pem- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh huruf
/b/ dan /p/, misalnya, pembaca dan pemukul.
Prefiks pe(N)- berubah menjadi peny- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh huruf
/s/, misalnya, penyaji.
Prefiks pe(N)- berubah menjadi peng- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh huruf
/g/ dan /k/, misalnya, penggaris dan pengupas.
Prefiks pe(N)- berubah menjadi penge- jika bergabung dengan kata yang terdiri atas satu
suku kata, misalnya, pengebom, pengepel, dan pengecor.
Prefiks pe(N)- berubah menjadi pe- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh huruf
/m/, /l/, dan /r/, misalnya, pemarah, pelupa, dan perasa.
 Prefiks te(R)-
Prefiks te(R)- mempunyai beberapa variasi, yaitu ter- dan tel-, misalnya, terbaca, ternilai,
tertinggi, dan telanjur.

Infiks (Sisipan)
 Infiks termasuk afiks yang penggunaannya kurang produktif. Infiks dalam bahasa
Indonesia terdiri dari tiga macam: -el-, -em-, dan –er-.
a) infiks -el-, misalnya, geletar;
b) infiks -er-, misalnya, gerigi, seruling; dan
c) infiks -em-, misalnya, gemuruh, gemetar
Sufiks (Akhiran)
 Sufiks dalam bahasa Indonesia mendapatkan serapan asing seperti wan, wati, man.
Adapun akhiran yang asli terdiri dari –an, -kan, dan –i.
a) sufiks -an, misalnya, dalam ayunan, pegangan, makanan;
b) sufiks -i, misalnya, dalam memagari memukuli, meninjui;
c) sufiks -kan, misalnya, dalam memerikan, melemparkan; dan
d) sufiks -nya, misalnya, dalam susahnya, berdirinya.

Konfiks
Konfiks adalah “gabungan afiks yang berupa prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran) yang
merupakan satu afiks yang tidak terpisah-pisah. Artinya, afiks gabungan itu muncul
secara serempak pada morfem dasar dan bersama-sama membentuk satu makna
gramatikal pada kata bentukan itu” (Keraf, 1984: 115).
Berikut ini konfiks yang terdapat dalam bahasa Indonesia.
a) konfiks pe(R)-an misalnya, dalam perbaikan, perkembangan,
b) konfiks pe(N)-an misalnya, dalam penjagaan, pencurian,
c) konfiks ke-an misalnya, kedutaan, kesatuan,
d) konfiks be(R)-an misalnya, berciuman.
Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses pengulangan kata dasar baik keseluruhan maupun
sebagian.
Reduplikasi dalam bahasa Indonesia dapat dibagi sebagai berikut:
 Pengulangan seluruh
Dalam bahasa Indonesia perulangan seluruh adalah perulangan bentuk dasar tanpa
perubahan fonem dan tidak dengan proses afiks. Misalnya:
orang  orang-orang
cantik  cantik-cantik
 Pengulangan sebagian
Pengulangan sebagian adalah pengulangan sebagian morfem dasar, baik bagian awal
maupun bagian akhir morfem. Misalnya:
tamu  tetamu
berapa  beberapa
 Pengulangan dengan perubahan fonem
Pengulangan dengan perubahan fonem adalah morfem dasar yang diulang mengalami
perubahan fonem. Misalnya:
lauk  lauk-pauk
gerak  gerak-gerik

 Pengulangan berimbuhan.
Pengulangan berimbuhan adalah pengulangan bentuk dasar diulang secara keseluruhan
dan mengalami proses pembubuhan afiks. Afiks yang dibubuhkan bisa berupa prefiks,
sufiks, atau konfiks. Perhatikan data berikut!
batu  batu-batuan
hijau  kehijau-hijauan
tolong  tolong-menolong
Perubahan Intern
Yang dimaksud dengan proses morfologis dengan perubahan intern adalah proses
morfologis yang menyebabkan perubahan-perubahan bentuk morfem-morfem yang
terdapat di dalam morfem itu sendiri. Contoh dalam bahasa Inggris berikut
memperjelas bagaimana proses morfologis melalui perubahan intern.
Tunggal Jamak
• /fut/ /fiyt/ ‘kaki’
• /maws/ / mays/ ‘tikus’
Waktu Kini Waktu Lampau
• /ran/ /raen/ ‘lari’
• /teyk/ /tuk/ ‘mengambil’
Baik pada jamak maupun waktu lampau tidak dapat kita tentukan bagian mana
yang mengandung makna lampau. Yang tampak adalah perubahan /u/ menjadi
/iy/, /aw/ menjadi /ay/, /a/ menjadi/ae/, dan /ey/ menjadi /u/.
Dengan begitu dapat ditandai bahwa /u/ menjadi /iy/ pada fut menjadi feet /aw/
menjadi /ay/ mouse menjadi mice merupakan perubahan tunggal ke bentuk jamak,
/sedangkan, /a/ menjadi/ae/, pada ran, dan /ey/ menjadi /u/ pada take menajdi
took merupakan waktu kini ke waktu lampau.
Suplisi
Yang dimaksud dengan proses morfologis dengan suplisi adalah adalah proses
morfologis yang menyebabkan adanya bentuk yang sama sekali baru. Contoh dalam
bahasa Inggris berikut memperjelas bagaimana proses morfologis melalui Suplisi.
Waktu Kini Waktu Lampau
• {gow} {went} ‘pergi’
• {eam} {w s} ‘adalah’

Tampak sekali perubahan kala lampau yang berbeda sama sekali dengan kala kini.
Kata {gow} misalnya, yang menunjukkan kala kini berubah menjadi {went} yang
tidak ada tanda yang sama dengan bentuk lampaunya {went}, sehingga dikatakan
proses morfologis seperti ini adalah suplisi.
Modifikasi Kosong
Yang dimaksud dengan proses morfologis dengan modifikasi kosong adalah proses
yang tidak menimbulkan perubahan pada bentuk, melainkan hanya berubah
konsepnya. Contoh dalam bahasa Inggris berikut memperjelas bagaimana proses
morfologis melalui modifikasi kosong.
Tunggal Jamak
• /siyp/ /siyp/ ‘domba’
• /diyr/ /diyr/ ‘kijang
Waktu Kini Waktu Lampau
• /put/ /put/ ‘menaruh’
• /kat/ /kat/ ‘memotong’
Sebaliknya dari suplisi, tampak pada proses morfologis modifikasi kosong {siyp}
waktu kini dengan {siyp} waktu lampau tidak mengalami perubahan apapun.
Begitu pula {put} yang menunjukkan tunggal dan {put} jamak, sehingga dikatakan
peroses morfologis seperti ini sebagai modifikasi kosong.
PEMBENTUKAN KATA
Pembentukan kata baru dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengubah kata
yang sudah ada atau menciptakan kata yang betul-betul baru. Pembentukan kata
yang paling lazim adalah mengubah kata yang ada menjadi bentuk kata baru.
Sangat jarang kita jumpai kata baru yang muncul itu betul-betul baru dalam
pengertian bukan pinjaman atau ubahan dari kata yang sudah ada, baik dalam
bahasa itu maupun dari bahasa lain. Pengubahan yang paling lazim dilakukan
adalah dengan afiksasi. Afiks mempunyai fungsi gramatika, yaitu mempunyai
kesanggupan mengubah kelas kata. Di samping itu, afiks juga mempunyai
kesanggupan mengubah makna kata (Sutawijaya, 1996). Dengan kata lain, apabila
afiks melekat pada bentuk dasar, dia memiliki fungsi tertentu, yaitu fungsi
gramatika dan fungsi semantik. Dalam bahasa Indonesia, selain afiksasi,
pengubahan kata bisa juga dilakukan dengan reduplikasi, pemajemukan, dan
abreviasi.
Abreviasi
Dari berbagai bentuk sistem pembentukan kata di atas, abreviasi merupakan proses
pembentukan kata baru yang paling banyak digunakan oleh pengguna bahasa.
Hampir setiap hari kita menemukan abreviasi baru dalam surat kabar, majalah,
dan media masa lainnya serta percakapan lisan sehari-hari. Abreviasi adalah proses
penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga
jadilah bentuk baru yang berstatus kata. Abreviasi bertujuan untuk menghasilkan
sebuah bentuk yang lebih singkat dari bentuk aslinya. Dalam bahasa Indonesia
abreviasi itu dapat berwujud singkatan, penggalan, akronim, kontraksi, dan
lambang huruf (Sutawijaya, 1996).
 Akronim
Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, atau
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlukan sebagai kata (Meliono,
1988; Alwi dkk., 2003). Pengertian akronim di sini terlalu umum sehingga semua bentuk
kependekan dapat dikategorikan ke dalam akronim.
 Akronim dalam pengertian ini adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal dari
deret kata yang ada. Bentuk akronim baru yang ditemukan rata-rata mematuhi aturan
yang ada, yaitu mengambil huruf pertama dari setiap kata yang diakronimkan. Dalam
bahasa Indonesia contohnya adalah: PIL (pria idaman lain), WIL (wanita idaman lain),
BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), IKR (Instalasi Kabel rumah), KKSK
(Komite Kebijakan Sektor Keuangan), HAKI (hak atas kekayaan intelektual), dsb.
 Pengembangan dari bentuk ini adalah dengan menambahkan angka apabila muncul
dua atau lebih huruf sama yang berdampingan, misalnya: KP3T (Komisi Penyelidikan
dan Pemeriksaan Pelanggaran HAM Tanjung Priok), B3 (bahan berbahaya dan
beracun).
 Namun, penggunaan angka ini kadang-kadang meragukan karena digunakan juga
untuk menunjukkan maksud lain, misalnya: PPD2 (Panitia Pemilihan Daerah Tingkat
2). Jadi, angka 2 di sini menunjukkan tingkat 2, bukan huruf D-nya yang dua, seperti
huruf P pada contoh KP3T (Zaim, 2008).
 Akronim yang muncul belakangan ini tidak mempertimbangkan jumlah huruf yang
diakronimkannya, misalnya beberapa akronim berikut ini: PP PTHKTI (Pengurus Pusat
Pemuda Tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), PT PLN-PJB II (Pembangkit
Tenaga Listrik Jawa Bali II), Menneg PM/PBUMN (Menteri Negara Penanaman
Modal/Pengelolaan Badan Usaha Milik Negara), dsb.
 Gejala baru yang muncul dalam membuat akronim ini adalah tidak selalu harus
menuliskan huruf awal kata itu seperti adanya, tetapi justru menuliskan salah satu
hurufnya seperti pelafalannya, misalnya: ELSAM (Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat). Gejala ini juga nampak pada akronim ELTEHA (alih-alih LTH) (Zaim
2001).
 Gejala lain adalah mencampurkan huruf besar (kapital) dengan huruf kecil. Hal ini
terutama untuk menghindari akronim yang sama dalam bidang yang sama. Misalnya,
PPn untuk akronim dari Pajak Pertambahan Nilai, sementara PPnBM untuk akronim
dari Pajak Penjualan Barang Mewah.
 Ada beberapa akronim yang berasal dari bahasa asing yang dipertahankan
pemakaiannya, misalnya pada akronim LoI (letter of intent), MoU (memorandum of
understanding). Bahkan, pada akronim IMF, meskipun sudah ada padanan kata
Indonesianya “Dana Moneter Internasional”, tetap saja akronim IMF digunakan untuk
mengacu kepada lembaga keuangan dunia tersebut, tidak ada keinginan untuk
menggantinya menjadi DMI, seperti yang dilakukan pada penyingkatan PBB
(Perserikatan Bangsa Bangsa) sebagai pengganti dari UN (United Nations).
 Akronim tidak hanya digunakan untuk menyatakan nama diri atau institusi, tetapi
dapat juga digunakan untuk menyatakan ungkapan-ungkapan khusus. Misalnya:
memang disingkat menjadi mm (em-em), pendekatan menjadi pdkt (pedekate).
 Blending
Blending dalam pengertian ini adalah bentuk singkatan berupa gabungan suku kata atau
huruf dan suku kata dari deret kata yang ada. McManis dkk. (1987) menjelaskan bahwa
pada dasarnya blending merupakan gabungan suku kata awal kata pertama dengan suku
kata akhir kata kedua seperti brunch yang berasal dari kata breakfast dan lunch. Dalam
bahasa Indonesia ditemukan blending berikut, Polantas = polisi lalu lintas
Ada kecendrungan bahwa pada blending tidak semua unsur kata yang disingkat terwakili.
Unsur huruf dan suku kata yang diambil hanyalah yang dapat membuat singkatan yang
enak diucapkan serta enak didengar dan dapat dijadikan kata. Lihatlah contoh berikut ini:
 Organda = Organisasi Pengusaha Angkutan Darat
 Kontras = Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
 Galibu = Gerakan Lima Ribu Rupiah
 Unimed = Universitas Negeri Medan
Contoh di atas menunjukkan bahwa blending cenderung dilakukan dengan mengambil
unsur kata di mana saja, yang terpenting tercipta kata baru yang berkesan dan mudah
diingat oleh pendengar.
Blending juga dilakukan tanpa mengindahkan suku kata atau bukan suku kata, yang
penting enak didengar dan agak asing untuk didengar. Misalnya, curhat (curahan hati),
bigos (biang gossip), taplau (tapi lauik), dsb.

 Kliping
Kliping adalah singkatan yang berupa pemenggalan satu kata dengan menyebut bagian
yang dianggap bisa mewakili kata itu sendiri. Misalnya, laboratorium disingkat menjadi
lab, bapak menjadi pak. Kliping seperti contoh tadi masih mempertimbangkan kata
dasarnya. Namun, kliping sekarang cenderung seenaknya tanpa mengindahkan imbuhan
yang ada, misalnya, perpustakaan dipenggal menjadi perpus (gabungan bagian afiks per-
dan bagian kata dasar pus).
Dalam bahasa gaul, kliping biasanya disertai dengan sisipan tertentu, yang kelihatannya
sudah menjadi kesepakatan. Misalnya, kata bapak dipenggal menjadi bap dan diberi
sisipan – ok– setelah huruf awal penggalan kata tersebut sehingga muncul kata baru
bokap. Lihatlah contoh kata bahasa gaul berikut ini: rokum, doku. Kedua kata ini kalau
diambil sisipan –ok– nya akan menjadi rum (penggalan dari rumah), dan du (penggalan
dari duit). Dengan rumus itu, amatlah mudah bagi anak gaul untuk membuat istilah baru
dan memahami istilah baru yang dimunculkan berdasarkan konteks yang ada.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai