PSIKOLINGUISTIK TERAPAN
Diajukan sebagai tugas mata kuliah Psikolinguistik
Disusun oleh:
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
D. Manfaat 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Simpulan 20
B. Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan judul penulisan yang akan diuraikan dalam makalah ini, kami
merumuskan masalah yang hendak dibahas antara lain sebagai berikut :
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
b) Abnormal Applied Developmental Psycholinguistics membahas
mengenai apa yang dapat dilakukan untuk membantu anak-anak yang
mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasanya yang
disebabkan oleh adanya kelainan yang bersifat bawaan pada alat
artikulasinya atau yang disebabkan oleh faktor emosi dan sebab lainnya.
Contoh: anak-anak tunarungu tidak dapat belajar bahasa atau
memperoleh kemampuan berbahasa atau berbicara dengan cara yang
normal, sehingga perlu dicarikan metoda mengajar khusus untuk
membantu perkembangan bahasa mereka.
B. Hal Membaca
Membaca adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan kita dewasa ini
serta bagian dari psikolinguistik terapan yang dianggap penting. Usaha untuk
menghilangkan/memberantas buta huruf telah dilakukan di pelbagai negara,
terutama di negara yang sedang berkembang agar orang mampu menerima
informasi melalui bahan bacaan. Di samping membaca dinggap penting untuk
komunikasi, juga karena membaca berkaitan erat dengan menulis.
4
Sistem menulis alphabetic ini sangat sukar untuk anak-anak karena fonem-fonem
yang harus mereka kenal tidak pernah diucapkan terpisah dari fonem-fonem lain,
melainkan selalu dikaitkan dengan fonem lain dalam bentuk silaba atau kata.
Dengan susah payah seorang anak harus membedakan fonem /p/ dengan /b/
atau /g/ dengan /k/, dan sebagainya. Sehingga dapat dimengerti mengapa anak-
anak yang baru masuk sekolah sering mengalami kesulitan dalam menulis dan
membaca. Silaba merupakan unit yang lebih mudah dikenal atau dideteksi anak
dalam rentetan bunyi ujaran yang diucapkan orang dewasa atau orangtuanya.
5
membaca ialah bahwa anak paling tidak sudah mempunyai
perbendaharaan kata meskipun masih terbatas.
Contoh: Bila mendengar kata “esar” lalu mencari kata yang cocok
yaitu kata “besar” karena mungkin perkataan tidak jelas terdengar.
6
pencatatan (recording)-bahasa lisan-pencatatan-makna (meaning). Ataukah proses
recording kearah bahasa lisan sebenarnya tidak perlu, artinya prosesnya langsung
saja dari bahasa tulisan-makna (meaning).
C. Patologi Bahasa
Ada tiga masalah dalam patologi bahasa yang akan dibahas disini, yaitu
dyslexa, aphasia dan bahasa tuna rungu. Ketiga masalah ini merupakan
penyimpangan atau kelainan laku berbahasa.
Dikatakan bahwa pada orang yang tidak kidal tingkah laku berbahasanya
dikontrol oleh hemisphere otak sebelah kiri, sedangkan pada orang yang kidal,
tingkah laku berbahasanya dikontrol oleh hemisphere otak sebelah kanan,
meskipun sebenarnya pada orang kidalkedua hemisphere sering ikut mengontrol.
7
dikontrol oleh otak [ada bagian post central. Dibagian ini input-input bahasa
diolah dan dianalisis.
Di dalam otak, semua subsistem berkaitan satu dengan yang lain dan
merupakan satu kesatuan yang terintegrasi, yang disebut sistem penggunaan
bahasa.
1. Dyslexia
Ada dua penemuan dari Sperry dan Gazzaniga mengenai etiologi atau
penyebab dyslexia, yaitu:
8
Adanya kesukaran dalam mengamati dan mengingat urutan waktu
(temporal orders). Temporal orders ini dipergunakan dalam membaca.
Oleh karena itu, apabila ada kesukaran dalam hal ini, maka akan
terjadilah kesukaran dalam membaca.
Contohnya: Dalam suatu percobaan kepada anak-anak yang mengalami
dyslexia diberikan cahaya lampu merah dan hijau yang menyala secara
bergantian dengan urutan tertentu. Ternyata mereka mengalami
kesukaran dalam menemukan lampu merah dan hijau yang diberikan tes
tersebut.
Dominasi dari hemisphere kiri otak kurang atau bahkan tidak cukup.
Hal ini mungkin ada hubungannya dengan kenyataan bahwa
hemisphere kiri mempunyai kontrol yang lebih baik terhadap bahasa.
Hemisphere kiri ini pada anak-anak yang mengalami dyslexia
matangnya lebih lambat. Oleh karena itu, diduga ada hubungannya
dengan temporal order dan persoalan membaca tersebut.
Contohnya: Dua deretan digit span diberikan kepada kedua anak telinga
seorang yang menderita dyslexia pada saat bersamaan.
Misalnya: 18243
25709
Deretan angka yang didengar dari telinga kanan akan diingat olehnya
dengan lebih baik daripada deret angka yang didengar melalui telinga
kiri.
2. Aphasia
9
Aphasia menyangkut persoalan dalam mendengarkan dan berbicara.
Kedua persoalan ini biasanya dibarengi dengan persoalan membaca dan menulis
(alexia dan agraphija). Dibawah ini akan digambarkan bagaimana kaitan antara
keempat aspek tersebut.
Motor Sensory
(Conceptual system, speech generator, (Conceptual system, speech
articulator) generator, articulator)
SPEECH UNDERSTANDING SPEECH
(visual dan auditif)
WRITING READING
Dari skema di atas kita dapat melihat bahwa keempat aspek yang berbeda
(sub-faculties) ada dalam total language faculty. Biasanya, aphasia menyangkut
dua aspek yang berdekatan secara vertical dan horizontal dan tidak pernah
diagonal.
(a)Sensory Aphasia
Ciri-ciri sensory aphasia sebagai berikut:
Tidak dapat membedakan fonem terutama pada fonem-fonem yang
mirip, seperti /p/ dengan /b/ atau /t/ dengan /d/. Dengan perkataan
lain, ada gangguan fonologi.
Kegagalan untuk mengenal kembali suatu kata. Hal ini sebagai
akibat dari ketidakmampuan membedakan fonem tadi. Jadi,
misalnya saja ia akan mengalami kesukaran dalam membedakan
kata paru dan baru yang didengarnya.
10
Produksi bahasa lancar. Mereka dapat memproduksi kalimat-
kalimat yang panjang. Struktur gramatika atau sintaksis agak
sedikit terganggu (paragramtism).
11
tetapi karena tidak ada umpan balik, maka ia tidak tahu bahwa apa yang
diucapkannya bukan “Bill” melainkan “Pill”.
(e)Efferent Motor Aphasia
Kesalahannya disini ialah dalam hal keurutan bicara yang ditandai dengan
perseverasi, urutan yang terbalik dan asimilasi. Terlihat disini ada
kehilangan control dalam hal berbicara yang terperinci. Untuk mengatasi
kesukaran ini mereka lalu mencoba berbicara dengan sangat perlahan,
sehingga kurang ada intonasi dan ritme.
(f) Dynamic Aphasia
Disini persoalannya ialah ketidakmampuan untuk menyusun struktur
sintaksis yang baru. Ia hanya dapat mengucapkan kalmat-kalimat dengan
struktur yang telah diketahuinya atau dikuasainya, sehingga terlihat adanya
pengulangan kalimat. Apa yang dapat diproduksi pada umumnya ialah
ungkapan-ungkapan yang umum saja dan tidak menghasilkan kalimat-
kalimat baru hasil kreasi sendiri.
Pada dynamic aphasia yang mengalami gangguan ialah subsistem
generator kalimat.
12
Dalam aphasia ada perbedaan (deskripsi) skor tes verbal murni dan tes
visual tadi. Dengan demikian, jika hal ini terjdi berarti menunjukkan suatu
indikasi adanya aphasia.
Tes yang kedua dilakukan dengan cara memberikan bermacam-macam
obyek dengan bermacam-macam warna kepada penderita, kemudian
peneliti memberikan perintah, mislanya: “Kelompokkan semua benda
yang berwarna merah!” Penderita harus menginterprestasikan perintah itu
dan melakukannya. Perintah-perintah yang diberikan dapat bervariasi dari
yang sederhana sampai kepada yang kompleks.
3. Bahasa Orang Tunarungu
a. Vibrasi
Anak harus belajar mengerti melalui jari-jarinya bahwa nada-nada yang
berbeda akan menyebabkan vibrasi yang berbeada pula. Meskipun
membedakan naa dengan cara demikian tidak setepat atau sehalus bila
memelalui telinga, namun setidak-tidaknya dapat membantu anak cacat
dengar untuk belajar berbicara.
b. Kinsethetic feed back
Anak diberitahu bagaimana posisi alat artikulasi bila ingin
mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu. Speech Therapist adalah ahlinya
dalam bidang ini.
c. Merubah bunyi ke dalam gambar.
D. Kedwibahasaan
Beberapa ahli memberikan kriteria yang terlalu tinggi, artinya syarat untuk
dianggap sebagai dwibahasawan ialah adanya kemampuan dalam bahasa kedua
yang hampir mendekati kemampuan seorang penutur asli (native speaker).
13
Sebagian ahli lagi memberikan kriteria terlalu rendah, yaitu asal semua orang
mempunyai pengetahuan beberapa kata saja dari bahasa kedua sudah cukup untuk
dianggap serbagai dwibahasawan. Dwibahasawan sering hanya memakai bahasa
yang satu trbatas pada situasi atau kelompok tertentu, sedangkan bahasa yang
lainnya dipergunakan pada kelompok atau situasi yang lain lagi.
Untuk membedakan bahasa mana yang dikuasai lebih dulu dan mana
yang kemudia, oleh pemakai bahasa dalam suatu masyarakat dwibhasa
diperguakan pelbagai istilah. Contohnya: bahasa ibu (mother tongue), bahasa
daerah (native tongue), bahasa asing, bahasa primer, bahasa pertama (first
language) dan bahasa kedua (second language). MacLaughin lebih suka memakai
istilah bahasa pertama dan bahasa kedua. Yang dimaksud bahasa pertama ialah
bahasa yang secara kronologis pertama-tama dikuasai sedangkan bahasa kedua
ialah bahasa yang diperoleh setelah bahasa pertama.
14
tetapi dalam bahsa yang berbeda. Disini ysng diukur adalah
kemampuan dalam segi ekspresinya.
Perintah yang diberikan dalam bahasa yang berbeda. Jadi, disini
lebih melihat kemampuan dalam segi reseptifnya.
Kemampuan seseorang melengkapkan suatu perkataan. Misalnya,
kepada subyek diberikan kata-kata yang tidak sempurna kemudian
ia ahrus menyempurnakannya.
mengukur kecenderungan (preferences) pengucapan secara
spontan. Dalam hal ini kepada subyek diberikan asuatu perkataan
yang sama tulisannya, tetapi berbeda pengucapannya dalam dua
bahasa.
2. Hubungan antara Kedwibahasaan dengan Intelegensi
15
(inventiveness), yang berarti kedwibahasaan mempunyai efek positif terhadap
fungsi kognitif.
16
f) Masalah keurutan perolehan
Pada waktu belajar bahsa pertama, keterampilan auditif berjalan bersama
dengan keterampilan visual.
g) Masalah kepercayaan diri
Perasaan tidak percaya diri lebih sering muncul pada waktu belajar bahasa
kedua, karena takut berbuat kesalahan. Perasaan ini tidak dirasakan pada
waktu belajar bahsa pertama.
h) Masalah interferensi bahasa
Pada waktu belajar bahasa kedua lebih mudah terjadi interferensi, karena
kita sering memakai struktur bahasapertama untuk bahasa kedua.
i) Masalah usia
Masalah usia sangat penting peranannya dalam belajar bahsa kedua.
Banyak keuntungan yang dapat diambil apabila anak belajar bahasa asing
sebelum menginjak usia 12 tahun. keuntungan yang dimaksud adalah
Dalam hal pengucapan
sesudah usia 10 tahun, sistem motorik akan mengalami kesulitan
beradaptasi diri pada bahsa kedua karena sistem tersebut telah menyatu
selama masa anak-anak.
Anomia tidak ada
Perasaan tidak percaya diri karena takut berbuat kesalahan pada anak-
anak relatif tidak ada.
Dalam hubungan dengan neurofisiologi dari otak
Setelah usia 9/10 tahun otak akan mengalami kesukaran dalam belajar
bahasa.
Masalah waktu
Waktu yang dipergunakan untuk belajar dan latihan-latihan dengan
swndirinya lebih banyak bilamana beljar bahsa asing.
Fungsi kognitif
Pada usia 12-13 tahun, conceptual system sudah berkembang
sedemikian rupa, sehingga anak-anak mampu berpikir secara ilmiah,
17
yakni mengobservasi data bahasa, belajar belajar tentang aturan-
aturannya dan menerapkan aturan-aturan tersebut pada data-data lain.
Motivasi
Sebelum usia 12 tahun, motivasi untuk belajar bahasa lebih besar
daripada sesudahnya.
Situasi belajar
a) Metoda Grammar-Translation
Metoda ini menekankan pada pembelajaran tatabahasa (grammar) yang
dimulai dengan mengajarkan macam-macam aturan
b) Metoda Audiolingual
Metoda ini dipengaruhi oleh teori behaviorisme, dimana menekankan
latihan keterampilan bahasa dan bukannya belajar aturan-aturan serta
menekankan pada bicara bukan pada membaca atau menulis. sistemnya
adalah drill. Alat bantu yang sering dipakai ialah tape recorder dan
latihn-latihannya disebut drill. ada bermacam-macam drill
Inflection drills: melatih infleksi terus menerus.
Repetition drills: anak hanya menguang apa yang diucapkan guru
(melalui tape atau tidak)
Replacement drills: dari tape dikeluarkan ucapan kemudian murid
mengadakan perubahan dan direkam di tape yang lain.
c) Metoda Code Learning
18
Murid belajar aturan-aturan linguistic sederhana, kemudian diterapkan
sampai akhirnya mereka akan belajar dengan otomatis melalui buku-
buku (membaca dan latihan menulis). Tetapi disamping itu, dikuasai
semua aspek, yaitu berbicara, mendengarkan, membaca, menulis dan
menerjemahkan. Dalam metoda ini, ada juga sistem drill tetapi hanya
bersifat automatisme.
19
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21