Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PSIKOLINGUISTIK TERAPAN
Diajukan sebagai tugas mata kuliah Psikolinguistik

yang diampu oleh : Dr. Odien Rosidin, S.Pd., M.Hum.

Disusun oleh:

Oktavia Ningsih (2222180035)

Khusnul Fauziah (2222180084)

Debby Dea Anggreani Barus (2222180095)

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang mana telah memberikan nikmat serta
karunia-Nya sehingga kami dapat mengerjakan dan menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi besar kita yakni Nabi Muhammad
SAW yang mana telah mendobrak pintu jahiliyah menuju pintu yang islamiyah.

Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada


dosen kami Dr. Odien Rosidin, S.Pd., M.Hum. Yang telah memberikan
pengetahuan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul “PSIKOLINGUISTIK TERAPAN”. Serta dalam penyempurnaan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih terdapat banyak


kekurangan, baik dari segi penulisan maupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
D. Manfaat 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Psikolinguistik Terapan 3


B. Hal Membaca 4
C. Patologi Bahasa 7
D. Kedwibahasaan 13
E. Pengajaran Bahasa Asing 16
F. Metoda Mengajar Bahasa Asing 18

BAB III PENUTUP

A. Simpulan 20
B. Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari proses-proses mental yang


dilalui oleh manusia dalam mereka berbahasa (Dardjowidjojo 2010: 7). Dalam hal
ini, psikolinguistik fokus kepada apa yang terjadi pada pikiran manusia ketika
berbahasa atau menggunakan bahasa dan bagaimana anak-anak dalam
memperoleh bahasa kemudian menggunakan bahasa tersebut. Psikolinguistik
memiliki subdisiplin linguistik yang meliputi neuropsikolinguistik, psikolinguistik
teoretis, psikolinguistik perkembangan, psikolinguistik sosial, psikolinguistik
pendidikan, psikolinguistik eksperimental, dan psikolinguistik terapan. Beberapa
subdisiplin psikolinguistik tersebut bertujuan untuk memusatkan perhatian pada
bidang-bidang khusus tertentu yang memerlukan penelitian saksama. Subdisiplin
yang dibahas dalam makalah ini adalah psikolinguistik terapan.

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia pasti menggunakan bahasa untuk


mengungkapkan apa yang ada dalam hati maupun pikirannya kepada orang lain.
Dalam penyampaiannya, manusia melewati beberapa proses dari sebuah
pemikiran menjadi sebuah bahasa yang diungkapkan. Termasuk dalam proses
tersebut yaitu pemerolehan bahasa, pengolahan bahasa dalam otak, penyampaian
bahasa, dan lain sebagainya. Jika dilihat dari aspek psikologi, bahasa sangat
berhubungan dengan kondisi psikis seseorang. Akan sangat berbeda bahasa yang
digunakan orang yang sedang senang hati dengan orang yang sedang marah atau
sedih, orang yang sedang sakit dengan orang yang sehat, orang yang dalam
kondisi lelah dan orang yang berada dalam kondisi bugar, kesemuanya pasti akan
berbeda.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan judul penulisan yang akan diuraikan dalam makalah ini, kami
merumuskan masalah yang hendak dibahas antara lain sebagai berikut :

1. Apa pengertian psikolinguistik terapan?


2. Apa saja bidang dalam psikolinguistik terapan yang dianggap penting?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah mengetahui tentang :
1. Memahami pengertian psikolinguitik terapan;
2. Mengetahui bidang-bidang dalam psikolinguistik terapan yang
dianggap penting.
D. Manfaat

Makalah ini dibuat untuk dibaca, dipahami, dan dipelajari. Pembaca


diharapkan dapat mengerti mengenai definisi psikolinguistik terapan, serta
bidang-bidang dalam psikolinguistik terapan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Psikolinguistik Terapan

Psikolinguistik terapan adalah aplikasi dari teori-teori psikolinguistik


dalam kehidupan sehari-hari pada orang dewasa ataupun pada anak-anak.
Beberapa bidang dalam psikolinguistik terapan yang dianggap penting, yaitu yang
menyangkut hal membaca, patologi bahasa, kedwibahasaan, dan pengajaran
bahasa asing. Dan dalam bidang terapan ini masih dibedakan antara:

(a)Applied General Psycholinguistics,


(b)Applied Developmental Psycholinguistics.

Applied General Psycholinguistics selanjutnya dibagi dalam dua bagian


dalam penerapannya, yaitu bidang abnormal dan normal.

(a)Normal Applied General Psycholinguistics membahas pengaruh


perubahan ejaan terhadap persepsi kita mengenai ciri visual dan kata-
kata.
(b)Abnormal Applied General Psycholinguistics mempelajari misalnya
kesukaran pengucapan pada orang-orang yang menderita aphasia
karena kadang-kadang penderita aphasia itu dapat mengerti bahasa
tetapi tidak dapat mengucapkannya. Ayau mempelajari kesukaran-
kesukaran yang dialami oleh mereka yang gagap, dimana mereka
mengalami kesukaran dalam mengucapkan bunyi-bunyi tertentu pada
waktu berbicara.

Applied Developmental Psycholinguistics juga dibagi dalam penerapan


bidang psikolinguistik abnormal dan normal.

a) Normal Applied Developmental Psycholinguistics membicarakan antara


lain bagaimana membuat program (kurikulum) belajar membaca dan
menulis, apakah lebih baik mempergunakan metode global atau metoda
sintesis atau ada metoda yang lain.

3
b) Abnormal Applied Developmental Psycholinguistics membahas
mengenai apa yang dapat dilakukan untuk membantu anak-anak yang
mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasanya yang
disebabkan oleh adanya kelainan yang bersifat bawaan pada alat
artikulasinya atau yang disebabkan oleh faktor emosi dan sebab lainnya.
Contoh: anak-anak tunarungu tidak dapat belajar bahasa atau
memperoleh kemampuan berbahasa atau berbicara dengan cara yang
normal, sehingga perlu dicarikan metoda mengajar khusus untuk
membantu perkembangan bahasa mereka.
B. Hal Membaca

Membaca adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan kita dewasa ini
serta bagian dari psikolinguistik terapan yang dianggap penting. Usaha untuk
menghilangkan/memberantas buta huruf telah dilakukan di pelbagai negara,
terutama di negara yang sedang berkembang agar orang mampu menerima
informasi melalui bahan bacaan. Di samping membaca dinggap penting untuk
komunikasi, juga karena membaca berkaitan erat dengan menulis.

Sebelum membahas lebih lanjut tentang membaca, ada baiknya untuk


memberikan sedikit bahasan tentang menulis supaya dapat terlihat bagaimana
kaitan antara membaca dan menulis. Kegiatan menulis mempunyai sistem yang
mirip dengan system coding. Bentuk sistem menulis yang pertama disebut
logographic atau prictographic dimana simbol-simbol visual dihubungkan dengan
perkataan-perkataan. Contohnya, sistem menulis orang Tionghoa.

Bentuk sistem menulis yang kedua ialah menghubungkan simbol visual


dengan suku kata (silaba), seperti sistem menulis orang Jepang (hiragana dan
katakana; kanji=logographic). Bentuk sistem menulis yang demikian disebut
syllabic.

Bentuk sistem menulis yang ketiga disebut alphabetic, dimana simbol


visual dihubungkan dengan fonem-fonem. Jadi kita lihat dalam perkembangan hal
menulis ini dimulai dari logographic, kemudian syllabic dan terakhir alphabetic.

4
Sistem menulis alphabetic ini sangat sukar untuk anak-anak karena fonem-fonem
yang harus mereka kenal tidak pernah diucapkan terpisah dari fonem-fonem lain,
melainkan selalu dikaitkan dengan fonem lain dalam bentuk silaba atau kata.
Dengan susah payah seorang anak harus membedakan fonem /p/ dengan /b/
atau /g/ dengan /k/, dan sebagainya. Sehingga dapat dimengerti mengapa anak-
anak yang baru masuk sekolah sering mengalami kesulitan dalam menulis dan
membaca. Silaba merupakan unit yang lebih mudah dikenal atau dideteksi anak
dalam rentetan bunyi ujaran yang diucapkan orang dewasa atau orangtuanya.

Ada dua pandangan yang saling bertentangan mengenai proses membaca.


Sebagian orang berpandangan bahwa proses membaca itu mulai dari bawah
(bottom up) ke atas. Dalam pandangan ini, representasi fonologi dari tiap kata
diramu dengan menerapkan aturan mengenai hubungan antara grafem dengan
fonem. Sementara itu, ada pandangan yang dasarnya dari atas ke bawah (top
down). Cara ini tidak melibatkan fonologi tetapi langsung dari ortografi ke
makna. Model ini berasumsi bahwa konteks dapat secara langsung mempengaruhi
persepsi kita tentang kata yang kita lihat.

Dalam hal membaca, dibedakan antara initial reading dengan advance


reading. Initial reading adalah membaca untuk mengerti bunyi (reading for
sound). Adapun advance reading adalah membaca untuk mengerti arti/reading for
meaning).

1. Membaca untuk Mengerti Bunyi

Dalam initial reading, seorang anak harus belajar mengenal fonem


kemudian menggabungkan (blending) beberapa fonem menjadi suatu suku kata
atau kata. Ada dua cara untuk penggabungan tersebut, yaitu:

(a) Dengan cara menggunakan aturan-aturan fonologi


(b) Dengan mencari dalam “kasus mental” (perbendaharaan kata yang kita
punyai). Artinya, urutan fonem yang dibaca dicocokkan dengan salah
satu kata dalam kamus tersebut. Tentunya persyaratan untuk belajar

5
membaca ialah bahwa anak paling tidak sudah mempunyai
perbendaharaan kata meskipun masih terbatas.
Contoh: Bila mendengar kata “esar” lalu mencari kata yang cocok
yaitu kata “besar” karena mungkin perkataan tidak jelas terdengar.

Verbal reading mempunyai tahapan-tahapan, yaitu:

 Tahap pertama: mengeja.


Misalnya: k-u-l-i-t
 Tahap kedua: menggabungkan (blending)
 Tahap ketiga: mengucapkan perkataan tersebut (kulit).

Metoda mengajar membaca yang disebut metoda “global” mempunyai


kekurangan, yaitu anak-anak menjadi kurang menyadari prinsip-prinsip
alphabetic, karena anak terlatih melihat perkataan sebagai suatu gambar
keseluruhan (integrated picture), seperti dalam sistem menulis logographic.
Meskipun prinsip-prinsip alphabetic dan pengenalan fonem memang sulit bagi
anak-anak, namun ada cara-cara untuk mengatasi kesukaran ini, yaitu dengan
cara:

(a)Latihan menganalisis (analysis training)


Pada latihan ini, anak dilatih untuk menganalisis perkataan menjadi
urutan fonem-fonem (phoeneme sequence).
Contohnya: Ibu dianalisis menjadi i-b-u
Bapak dianalisis menjadi b-a-p-a-k
(b)Latihan menggabungkan (blending training)
Anak dilatih mendengarkan urutan fonem-fonem dan kemudian
menggabungkan menjadi satu perkataan.
Contohnya: i-b-u digabungkan menjadi ibu,
b-a-p-a-k digabungkan menjadi bapak
2. Membaca untuk Mengerti Arti (Advanced Reading)

Yang menjadi masalah dan dipertanyakan dalam advanced reading yaitu,


apakah dalam hal membaca urutan proses yang dilalui ialah dari bahasa tulisan-

6
pencatatan (recording)-bahasa lisan-pencatatan-makna (meaning). Ataukah proses
recording kearah bahasa lisan sebenarnya tidak perlu, artinya prosesnya langsung
saja dari bahasa tulisan-makna (meaning).

Dari penelitian-penelitian ditemukan bahwa dalam membaca, terjadi


transformasi langsung dari bahasa tulisan ke makna (pengertian) karena
pengertian yang ditangkap dari teks lebih dibimbing oleh konseptual manusia
daripada oleh kata-kata yang tertulis dalam teks tersebut. Diasumsikan pula bahwa
selama ia sedang mencerna kata-kata yang mendahuluinya.

Sistem logographic mereprsentasikan bunyi langsung kepada makna,


sedangkan sistem alphabetic mempresentasikan bunyi saja. Lalu metode apa yang
terbaik dalam pengajaran mengeja dalam suatu bahasa? Jawabannya sangat
tergantung pada system ejaan yang ada dalam suatu bahasa.

Apabila dalam suatu bahasa, pengucapannya mendekati pengejaannya,


maka system alphabetic dapat digunakan, tetapi bilamana ada perbedaan antara
pengucapan dan pengejaan, maka system logographic sesuai untuk dipakai.

C. Patologi Bahasa

Ada tiga masalah dalam patologi bahasa yang akan dibahas disini, yaitu
dyslexa, aphasia dan bahasa tuna rungu. Ketiga masalah ini merupakan
penyimpangan atau kelainan laku berbahasa.

Sebelum kita membahas ketiga masalah tersebut, pertama-tama akan


dijelaskan dahulu secara singkat hubungan antara otak dan bahasa.

Dikatakan bahwa pada orang yang tidak kidal tingkah laku berbahasanya
dikontrol oleh hemisphere otak sebelah kiri, sedangkan pada orang yang kidal,
tingkah laku berbahasanya dikontrol oleh hemisphere otak sebelah kanan,
meskipun sebenarnya pada orang kidalkedua hemisphere sering ikut mengontrol.

Telah ditemukan bahwa aspek motorik (berbicara, dan lain-lain) dari


bahasa dikontrol oleh bagian otak disebelah kanan sulcus centralis rolandi (pre
central area). Sedangkan aspek sensorik (mengerti, dan lain-lain) dari bahasa

7
dikontrol oleh otak [ada bagian post central. Dibagian ini input-input bahasa
diolah dan dianalisis.

Di dalam otak, semua subsistem berkaitan satu dengan yang lain dan
merupakan satu kesatuan yang terintegrasi, yang disebut sistem penggunaan
bahasa.

1. Dyslexia

Dyslexia adalah kesukaran dalam membaca yang tidak didasari oleh


gangguan neurologis, tidak ada bukti tentang adanya kerusakan otak atau
gangguan organis lainnya. Anak-anak penderita dyslexia mengalami kesukaran
dalam hal belajar membaca. Misalnya anak yang telah duduk di kelas 3 SD, tetapi
dalam hal membaca masih setara dengan anak yang duduk di kelas 1 SD. Mereka
tidak mampu mengelompokkan atau menggabungkan fonem-fonem tulisan,
sehingga mengalami keterlambatan-keterlambatan dalam membaca. Rupanya,
prinsip-prinsip fonemik merupakan faktor penting yang dapat menjadi penyebab
terjadinya kearah perolehan membaca.

Disleksia adalah gangguan bebrbahasa pada anak dikarenakan


ketidakmampuan anak dalam memahami mengenai kata atau bunyi secara utuh.
Biasanya disleksia menyerang anak laki-laki yang mana hal ini berkaitan dengan
perkembangan hormonal. Gejala disleksia ini tampak ketika anak sulit
membedakan huruf b dan d atau huruf p dan q.

Anak-anak Jepang dan Tionghoa tidak banyak yang mengalami dyslexia,


mungkin disebabkan karena tidak memakai sistem alphabetic dalam dalam system
menulis mereka. Anak-anak Amerika dan Inggris yang mengalami dyslexia dan
telah mendapatkan pengajaran membaca dengan memakai sistem membaca orang
Tionghoa dn ternyata menunjukkan banyak kemajuan.

Ada dua penemuan dari Sperry dan Gazzaniga mengenai etiologi atau
penyebab dyslexia, yaitu:

8
 Adanya kesukaran dalam mengamati dan mengingat urutan waktu
(temporal orders). Temporal orders ini dipergunakan dalam membaca.
Oleh karena itu, apabila ada kesukaran dalam hal ini, maka akan
terjadilah kesukaran dalam membaca.
Contohnya: Dalam suatu percobaan kepada anak-anak yang mengalami
dyslexia diberikan cahaya lampu merah dan hijau yang menyala secara
bergantian dengan urutan tertentu. Ternyata mereka mengalami
kesukaran dalam menemukan lampu merah dan hijau yang diberikan tes
tersebut.
 Dominasi dari hemisphere kiri otak kurang atau bahkan tidak cukup.
Hal ini mungkin ada hubungannya dengan kenyataan bahwa
hemisphere kiri mempunyai kontrol yang lebih baik terhadap bahasa.
Hemisphere kiri ini pada anak-anak yang mengalami dyslexia
matangnya lebih lambat. Oleh karena itu, diduga ada hubungannya
dengan temporal order dan persoalan membaca tersebut.
Contohnya: Dua deretan digit span diberikan kepada kedua anak telinga
seorang yang menderita dyslexia pada saat bersamaan.
Misalnya: 18243
25709
Deretan angka yang didengar dari telinga kanan akan diingat olehnya
dengan lebih baik daripada deret angka yang didengar melalui telinga
kiri.
2. Aphasia

Untuk pertama kalinya, aphasia dikenal sebagai penyakit yang terpisah


pada tahun 1961, oleh seorang ahli saraf (neurologi) Perancis bernama Broca.
Pada saat itu ia mendeskripsikan suatu penyakit yang kemudian disebut sebagai
motor aphasia. Aphasia bentuk lain ialah Sensosry Aphasia yang ditemukan oleh
Wernicke, seorang berkebangsaan Jerman. Kedua macam aphasia tersebut
menjadi bahan diskusi sejak itu.

9
Aphasia menyangkut persoalan dalam mendengarkan dan berbicara.
Kedua persoalan ini biasanya dibarengi dengan persoalan membaca dan menulis
(alexia dan agraphija). Dibawah ini akan digambarkan bagaimana kaitan antara
keempat aspek tersebut.

Motor Sensory
(Conceptual system, speech generator, (Conceptual system, speech
articulator) generator, articulator)
SPEECH UNDERSTANDING SPEECH
(visual dan auditif)
WRITING READING
Dari skema di atas kita dapat melihat bahwa keempat aspek yang berbeda
(sub-faculties) ada dalam total language faculty. Biasanya, aphasia menyangkut
dua aspek yang berdekatan secara vertical dan horizontal dan tidak pernah
diagonal.

Lauria (Rusia) telah mempelajari aphasia pada prajurit-prajurit yang dalam


perang menderita luka karena pecahan granat. Pecahan tersebut demikian
halusnya dan menyebabkan pendarahan di otak yang cukup serius, yang
menyebabkan gangguan pada bagian bagian otak tertentu yang mengontrol fungsi
bahasa. Lauria menemukan enam bentuk aphasia, yaitu:

(a)Sensory Aphasia
Ciri-ciri sensory aphasia sebagai berikut:
 Tidak dapat membedakan fonem terutama pada fonem-fonem yang
mirip, seperti /p/ dengan /b/ atau /t/ dengan /d/. Dengan perkataan
lain, ada gangguan fonologi.
 Kegagalan untuk mengenal kembali suatu kata. Hal ini sebagai
akibat dari ketidakmampuan membedakan fonem tadi. Jadi,
misalnya saja ia akan mengalami kesukaran dalam membedakan
kata paru dan baru yang didengarnya.

10
 Produksi bahasa lancar. Mereka dapat memproduksi kalimat-
kalimat yang panjang. Struktur gramatika atau sintaksis agak
sedikit terganggu (paragramtism).

(b) Amnesic Aphasia


Ciri-ciri amnesic aphasia yang utama adalah kesukaran dalam menemukan
kata-kata.
Penderitaan ini mempunyai kesukaran dalam artikulasi, tetapi mereka
terburu-buru sehingga sukar mendapatkan kata-kata yang akan disusunnya
dalam kalimat. Akibatnya, struktur sintaksisnya terlihat baik, tetapi kurang
diisi dengan kata-kata (conten word) dan menyebabkan kalimatnya sulit
dimengerti.
(c)Semantik Aphasia
Ciri-ciri semantik aphasia ialah bahwa penderita tidak dapat mengerti suau
hubungan logic maupun spatial.
Penderita tidak dapat atau tidak mampu menggunakan tanda-tanda
sintaksis untuk memperoleh atau membentuk hubungan konseptual.
Contohnya: bila kita berkata kepada seorang anak: “Sepatu ini lebih besar
daripada sepatu itu. Coba tunjukkan mana yang paling benar?” Anak
tersebut tidak dapat menjawab karena ia tidak dapat membuat suatu
perbandingan spatial. Contoh lain: bila kita menyuruh anak itu menyimpan
suatu benda di atas, di bawah, di kanan atau di kiri lemari misalnya, maka
ia pun tidak dapat melakukannya dengan benar.
(d) Afferent Motor Aphasia
Disini kerusaknnya terletak pada tidak adanya umpan balik dalam
artikulasi, sehingga suatu kebingungan dalam pengucapan fonem-fonem
yang mirip misalnya /b/p/m atau l/n/d, disebut afferent karena untuk
menyebutkan “Bill” dengan benar misalnya, maka sistem bicara
memerlukan suatu kontrol pada waktu impuls-impuls kembali ke otak dan
organ artikulasi (umpan balik). Subyek tahu apa yang harus diucapkan,

11
tetapi karena tidak ada umpan balik, maka ia tidak tahu bahwa apa yang
diucapkannya bukan “Bill” melainkan “Pill”.
(e)Efferent Motor Aphasia
Kesalahannya disini ialah dalam hal keurutan bicara yang ditandai dengan
perseverasi, urutan yang terbalik dan asimilasi. Terlihat disini ada
kehilangan control dalam hal berbicara yang terperinci. Untuk mengatasi
kesukaran ini mereka lalu mencoba berbicara dengan sangat perlahan,
sehingga kurang ada intonasi dan ritme.
(f) Dynamic Aphasia
Disini persoalannya ialah ketidakmampuan untuk menyusun struktur
sintaksis yang baru. Ia hanya dapat mengucapkan kalmat-kalimat dengan
struktur yang telah diketahuinya atau dikuasainya, sehingga terlihat adanya
pengulangan kalimat. Apa yang dapat diproduksi pada umumnya ialah
ungkapan-ungkapan yang umum saja dan tidak menghasilkan kalimat-
kalimat baru hasil kreasi sendiri.
Pada dynamic aphasia yang mengalami gangguan ialah subsistem
generator kalimat.

Ada beberapa tes yang sering dipergunakan untuk mentes penderita


aphasia, misalnya untuk efferent motor aphasia dipergunakan tes artikulasi.
Disamping itu, ada juga beberapa tes umum yang khusus dipakai untuk mendeteki
aphasia, yaitu:

 Temporal Oder Test


Beberapa gambar tentang obyek-obyek yang cukup dikenal diperlihatkan
kepada subyek, misalnya: mobil, kursi, buku atau tas. Mula-mula berikan
dua obyek dulu, kemudian secara bertahap berikan obyek-obyek yang
lebih sukar. Sesudah itu, subyek harus mengulang sequence pemberian
obyek-obyek tersbut dengan cara menunjuk pada gambar yang sesuai
dengan urutannya.

12
Dalam aphasia ada perbedaan (deskripsi) skor tes verbal murni dan tes
visual tadi. Dengan demikian, jika hal ini terjdi berarti menunjukkan suatu
indikasi adanya aphasia.
 Tes yang kedua dilakukan dengan cara memberikan bermacam-macam
obyek dengan bermacam-macam warna kepada penderita, kemudian
peneliti memberikan perintah, mislanya: “Kelompokkan semua benda
yang berwarna merah!” Penderita harus menginterprestasikan perintah itu
dan melakukannya. Perintah-perintah yang diberikan dapat bervariasi dari
yang sederhana sampai kepada yang kompleks.
3. Bahasa Orang Tunarungu

Kesukaran pada anak-anak atau orang-orang tunarungu ialah mereka tidak


dapat mendengar suara yang mereka produksi untuk mendapatkan umpan balik.
Telah dikembangkan suatu alat bagi anak tunarungu yang memungkinkan mereka
mendapatkan umpan balik (feed back) terhadap suara-suara yang dikeluarkannya,
yaitu melalui cara sebagai berikut:

a. Vibrasi
Anak harus belajar mengerti melalui jari-jarinya bahwa nada-nada yang
berbeda akan menyebabkan vibrasi yang berbeada pula. Meskipun
membedakan naa dengan cara demikian tidak setepat atau sehalus bila
memelalui telinga, namun setidak-tidaknya dapat membantu anak cacat
dengar untuk belajar berbicara.
b. Kinsethetic feed back
Anak diberitahu bagaimana posisi alat artikulasi bila ingin
mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu. Speech Therapist adalah ahlinya
dalam bidang ini.
c. Merubah bunyi ke dalam gambar.
D. Kedwibahasaan

Beberapa ahli memberikan kriteria yang terlalu tinggi, artinya syarat untuk
dianggap sebagai dwibahasawan ialah adanya kemampuan dalam bahasa kedua
yang hampir mendekati kemampuan seorang penutur asli (native speaker).

13
Sebagian ahli lagi memberikan kriteria terlalu rendah, yaitu asal semua orang
mempunyai pengetahuan beberapa kata saja dari bahasa kedua sudah cukup untuk
dianggap serbagai dwibahasawan. Dwibahasawan sering hanya memakai bahasa
yang satu trbatas pada situasi atau kelompok tertentu, sedangkan bahasa yang
lainnya dipergunakan pada kelompok atau situasi yang lain lagi.

Sehubungan dengan hal itu, beberapa ahli mengadakan pembedaan


dwibahsa kedalam beberapa tipe. Yang paling umum dipakai ialah pembedaan
antara Compoun Billingualism dengan Coordinate Billingualism. Yang dimaksud
dengan Compound Billingualism adalah hasil belajar dalam dua bahasa dalam
situasi yang sama oleh orang yang sama. Sebagai contoh, aeorang anak belajar
dua bahasa, misalnya bahasa A dan B dari Bapak dan Ibu secara berganti-ganti.
Dalam situasi seperti ini kemungkinan terjadi interferensi bahasa lebih besar.
Adapun coordinate bilingualism adalah hasil belajar dua bahasa yang berbeda
dalam situasi yang berbeda, misalnya di sekolah anak berbicara bahasa A dan di
rumah bahasa B.

Untuk membedakan bahasa mana yang dikuasai lebih dulu dan mana
yang kemudia, oleh pemakai bahasa dalam suatu masyarakat dwibhasa
diperguakan pelbagai istilah. Contohnya: bahasa ibu (mother tongue), bahasa
daerah (native tongue), bahasa asing, bahasa primer, bahasa pertama (first
language) dan bahasa kedua (second language). MacLaughin lebih suka memakai
istilah bahasa pertama dan bahasa kedua. Yang dimaksud bahasa pertama ialah
bahasa yang secara kronologis pertama-tama dikuasai sedangkan bahasa kedua
ialah bahasa yang diperoleh setelah bahasa pertama.

1. Beberapa cara mengukur kedwibahasaan

W.E Lambert telah mengembangkan suatu alat untuk mengukur


kedwibahasaan dengan mencatat hal-hal berikut.

 Waktu reaksi seseorang terhadap dua bahasa


Bila kecepatan raksinya sama, maka dianggap sebagai
dwibahasawan. Misalnya dalam menjawab pertanyaan yang sama,

14
tetapi dalam bahsa yang berbeda. Disini ysng diukur adalah
kemampuan dalam segi ekspresinya.
 Perintah yang diberikan dalam bahasa yang berbeda. Jadi, disini
lebih melihat kemampuan dalam segi reseptifnya.
 Kemampuan seseorang melengkapkan suatu perkataan. Misalnya,
kepada subyek diberikan kata-kata yang tidak sempurna kemudian
ia ahrus menyempurnakannya.
 mengukur kecenderungan (preferences) pengucapan secara
spontan. Dalam hal ini kepada subyek diberikan asuatu perkataan
yang sama tulisannya, tetapi berbeda pengucapannya dalam dua
bahasa.
2. Hubungan antara Kedwibahasaan dengan Intelegensi

Seiring orang berpendapat bahwa anak-anak yang dibersarkan dalam


situasi dwibahasa mengalami hambatan dalam perkembangan inteleknya. Hal
tersebut disebabkan karena anak-anak ini harus berpikir dalam bahasa yang satu
dan berbicara dengan bahasa yang lain, sehingga menderita kesalahan mental.
Akan tetapi, studi dari Lambert yang teah mengontrol factor sosial-ekonomi,
mendapatkan hasil yang sebaliknya dimana anak-anak dwibahasa dalam hal IQ
sedikit lebih tinggi daripada anak ekabahasa.

3. Hubungan antara Kedwibahasaan dengan Fungsi Kognitif

Salah satu studi mengenai hubungan kedwibahsaan dan fungsi kognitif


pada anak-anak usia 20 tahun di Canada, dari kelompok menengah menemukan
bahwa anak-anak dwibahasa memperlihatkan performance yang lebih baik secara
signifikan, antara lain dalam tes fleksibilitas mental, pembentukan konsep,
melengkapi gambar dan memanipulasi bentuk. Kelebihan ini disebabkan mereka
mempunyai kemampuan dalam “symbolic recognition” yang baik kareana anak
dwibahasa mempunyai dua simbol untuk setiap obyek. Anak dwibahsaa
memperoleh “flexibility set” yang berguna dalam tugas-tugas berpikir yang
berbeda, dimana dituntut adanya originalitas dan adanya daya temu

15
(inventiveness), yang berarti kedwibahasaan mempunyai efek positif terhadap
fungsi kognitif.

E. Pengajaran Bahasa Asing

Dipertanyakan apakah ada kesamaan dalam hak seorang anak belajar


bahasa pertamanya (bahasa ibu) dengan orang dewasa atau anak belajar bahasa
asing. Dalam kenyataanya, tenyata sukar untuk mencari pararelitas antara
keduanya dan yang Nampak justru lebih banyak perbedaan daripada
kesamaannya. Dibawah ini diperlihatkan beberapa perbedaan-perbedaan.

a) Masalah waktu yang digunakan


Waktu yang dipergunakan anak untuk belajar bahasa ibu jauh lebih banyak
daripada waktu yang disediakan untuk belajar bahasa kedua.
b) Masalah peranan guru
Orang tua mengajarkan bahsa pada anak, jarang yang berfungsi sebagai
seorang guru betul-betul, karena mereka tidak dengan sadar menstimulasi
atau mebetulkan kalimat. Kalau rang tua mengadakan koreksi biasanya
hanya mengenai aspek semantiknya dan bukan sintaksisnya. Sedangkan
seorang guru akan mengajar bahsa kedua dengan sadar memberikan
stimulasi, koreksi, dan penjelasan-penjelasan.
c) Masalah materi dan metode pengajaran
Guru di kelas menggunakan metode dan buku pegangan dalam mengajar
bahasa kedua kepada murid-muridnya, sedangkan orang tua hampir dapat
dipastikan tidak pernah berbuat demikian.
d) Masalah motivasi
Motivasi untuk belajar bahasa pertama lebih besar daripada untuk belajar
bahasa kedua.
e) Masalah fungsi kognitif
Pada seorang yang belajar bahasa pertama, terjadi kesejajaran antara
perkembangan conceptual system dengan struktur kalimatnya. Pada orang
dawasa terdapat suaru kesenjangan antara tingkat perkembangan
conceptual system dengan struktur kalimat yang masih sederhana.

16
f) Masalah keurutan perolehan
Pada waktu belajar bahsa pertama, keterampilan auditif berjalan bersama
dengan keterampilan visual.
g) Masalah kepercayaan diri
Perasaan tidak percaya diri lebih sering muncul pada waktu belajar bahasa
kedua, karena takut berbuat kesalahan. Perasaan ini tidak dirasakan pada
waktu belajar bahsa pertama.
h) Masalah interferensi bahasa
Pada waktu belajar bahasa kedua lebih mudah terjadi interferensi, karena
kita sering memakai struktur bahasapertama untuk bahasa kedua.
i) Masalah usia
Masalah usia sangat penting peranannya dalam belajar bahsa kedua.
Banyak keuntungan yang dapat diambil apabila anak belajar bahasa asing
sebelum menginjak usia 12 tahun. keuntungan yang dimaksud adalah
 Dalam hal pengucapan
sesudah usia 10 tahun, sistem motorik akan mengalami kesulitan
beradaptasi diri pada bahsa kedua karena sistem tersebut telah menyatu
selama masa anak-anak.
 Anomia tidak ada
Perasaan tidak percaya diri karena takut berbuat kesalahan pada anak-
anak relatif tidak ada.
 Dalam hubungan dengan neurofisiologi dari otak
Setelah usia 9/10 tahun otak akan mengalami kesukaran dalam belajar
bahasa.
 Masalah waktu
Waktu yang dipergunakan untuk belajar dan latihan-latihan dengan
swndirinya lebih banyak bilamana beljar bahsa asing.
 Fungsi kognitif
Pada usia 12-13 tahun, conceptual system sudah berkembang
sedemikian rupa, sehingga anak-anak mampu berpikir secara ilmiah,

17
yakni mengobservasi data bahasa, belajar belajar tentang aturan-
aturannya dan menerapkan aturan-aturan tersebut pada data-data lain.
 Motivasi
Sebelum usia 12 tahun, motivasi untuk belajar bahasa lebih besar
daripada sesudahnya.
 Situasi belajar

Semakin muda anak, semakin ia berada dalam situasi belajar yang


menyenangkan, karena ia mempunyai kesempatan untuk
mengasosiasikan bunyi dengan situasinya. Sedangka situasi di kelas
tidak memberikan kesempatan untuk mengasisiasikan alat linguistic
dengan siuasi tertentu, karena hanya duduk di bangku.

F. Metoda Mengajar Bahasa asing

Ada tiga metode umum yang telah dipergunakan dalam pembelajaran


bahasa.

a) Metoda Grammar-Translation
Metoda ini menekankan pada pembelajaran tatabahasa (grammar) yang
dimulai dengan mengajarkan macam-macam aturan
b) Metoda Audiolingual
Metoda ini dipengaruhi oleh teori behaviorisme, dimana menekankan
latihan keterampilan bahasa dan bukannya belajar aturan-aturan serta
menekankan pada bicara bukan pada membaca atau menulis. sistemnya
adalah drill. Alat bantu yang sering dipakai ialah tape recorder dan
latihn-latihannya disebut drill. ada bermacam-macam drill
 Inflection drills: melatih infleksi terus menerus.
 Repetition drills: anak hanya menguang apa yang diucapkan guru
(melalui tape atau tidak)
 Replacement drills: dari tape dikeluarkan ucapan kemudian murid
mengadakan perubahan dan direkam di tape yang lain.
c) Metoda Code Learning

18
Murid belajar aturan-aturan linguistic sederhana, kemudian diterapkan
sampai akhirnya mereka akan belajar dengan otomatis melalui buku-
buku (membaca dan latihan menulis). Tetapi disamping itu, dikuasai
semua aspek, yaitu berbicara, mendengarkan, membaca, menulis dan
menerjemahkan. Dalam metoda ini, ada juga sistem drill tetapi hanya
bersifat automatisme.

19
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa


Psikolinguistik terapan adalah aplikasi teori-teori linguistik dalam kehidupan
sehari-hari. Beberapa bidang terapan yang dianggap penting yaitu yang
menyangkut hal membaca, dalam hal membaca dibedakan antara initial reading
dengan advance reading, initial reading adalah membaca untuk mengerti bunyi,
adapun advance reading adalah membaca untuk mengerti arti. Selanjutnya
patologi bahasa, ada tiga masalah utama dalam patologi bahasa yang dibahas yaitu
dyslexia merupakan kesukaran dalam membaca yang tidak didasari oleh gangguan
neurologis, tidak ada bukti tentang adanya kerusakan otak atau gangguan organis
lainnya. Aphasia, yaitu menyangkut persoalan dalam mendengarkan dan
berbicara, dan Bahasa orang tunarungu yaitu bahasa bagi orang yang memiliki
gangguan dalam pemdengaran. Selanjutnya kedwibahasaan, yaitu kemampuan
dalam bahasa kedua yang hampir mendekati kemampun seorang penutur asing.
yang terakhir pengajaran asing yang memiliki tiga metoda yaitu metoda
Grammar-Translation, metoda Audiolingual, serta metoda Code Learning.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan.


Makalah yang akan datang hendaknya lebih mengkaji mendalam tentang
pembahasan ini dan dengan menggunakan waktu penulisan yang baik sehingga
akan memunculkan pemahaman yang komprehensif lagi, dan yang pasti didukung
dengan beberapa referensi yang baik dan benar.

20
DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjojo, Soenjono. 2012. PSIKOLINGUISTIK: Pengantar Pemahaman


Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Mar’at, Samsunuwiyati. 2011. Psikolinguistik. Bandung: PT Refika Aditama.

Sudarwati, Emy, dkk. 2017. Pengantar Psikolinguistik. Malamg: UB Press.

21

Anda mungkin juga menyukai