Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PSIKOLINGUISTIK

TENTANG KARAKTERISTIK BAHASA MANUSIA DAN LANDASAN


BIOLOGIS PADA BAHASA

Hasil makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah psikolinguistik

(Dosen pengampu Odien Rosidin, S.Pd., M.Hum.)

Disusun oleh:

Kelompok 1

Laura Ambarita (2222180079)

Muhamad Ichsan (2222180103)

Khoiri Wahyu Pratama (2222180081)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat dan kasih sayang-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang bertema:

TENTANG KARAKTERISTIK BAHASA MANUSIA DAN LANDASAN


BIOLOGIS PADA BAHASA

Dalam menyusun makalah ini, tentu tidak terlepas dari beberapa pihak yang
membantu, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, kami
ucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam
penyusunan makalah ini yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.

Dalam makalah ini penulis sangat menyadari masih ada banyak kesalahan
dan kekurangan, karena bagaimana pun juga penulis masih dalam tahap
pembelajaran. Oleh karena itu, perlu adanya kritik dan saran yang membangun
untuk kesempurnaan dan pembelajaran yang lebih baik lagi.

Cilegon, 01 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2

1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4

2.1 Asal Mula Bahasa ................................................................................ 4

2.2 Hakikat Bahasa ..................................................................................... 7

2.3 Fungsi Bahasa ...................................................................................... 7

2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Bahasa ................... 8

2.5 Perkembangan Alat Ujaran ................................................................ 11

2.6 Struktur Mulut Manusia VS Binatang ................................................ 12

2.7 Kaitan Biologi dengan Bahasa ........................................................... 13

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 15

3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 15

3.2 Saran ................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa sebetulnya sama usianya dengan kehidupan manusia, mengapa


demikian? Karena pada dasarnya manusia dalam kehidupan sehari-harinya
tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip kebahasaan. Baik disadari ataupun tidak
disadari. Kemampuan berbahasa akan secara mutlak dimiliki oleh manusia,
cepat ataupun lambat. Bahasa setiap manusia pasti memiliki karakteristik
masing-masing sehingga bisa menjadi ciri khas tersendiri dalam berbahasa.

Karakteristik adalah sesuatu yang terkait dengan karakter dan gaya


hidup seseorang serta nilai-nilai yang berkembang secara teratur sehingga
tingkah laku dapat lebih konsisten dan mudah untuk diperhatikan.
Karakteristik menurut saya tidak dapat dibuat-buat, karakteristik seseorang
tumbuh dan ada dengan atau tanpa disadari, masih banyak di luar sama
manusia-manusia yang tidak memiliki karakteristik.

Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk


berkomunikasi dengan manusia lainnya menggunakan tanda, misalnya kata
dan gerakan. Kajian ilmiah bahasa disebut ilmu linguistik. Menurut
Kridalaksana (1993:22) dalam buku Percikan Linguistik bahasa merupakan
sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota
kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi
diri.

Bahasa pada hakikatnya merupakan sistem simbol bunyi yang


manasuka (arbitrer) dan hasil kesepakatan (konvensi) para penuturnya serta
digunakan dalam lingkup budaaya tertentu oleh komunitas penggunanya
sebagai alat mengungkapkan pikiran dan perasaan ketika berkomunikasi,
bekerja sama, berinteraksi, dan menjalin hubungan sosial dengan aneka
maksud. Bahasa dibentuk dari seperangkat unsur terbatas untuk melahirkan
kalimat atau ujaran yang tidak terbatas.

Salah satu bekal utama yang dimiliki oleh manusia yang


membedakannya dari binatang adalah bahwa manusia dapat berbahasa
sedangkan binatang tidak. Usaha yang telah dilakukan oleh orang-orang
seperti Hayes, Kellogs, Gardner, dan Premack untuk mendidik simpanse
berbahasa tidak ada yang berhasil. Kegagalan para ahli ini bukan karena
metodologi mereka keliru, bahan ajarnya kurang baik, atau waktu yang tidak
cukup, tetapi karena bahan bakunya memang tidak mungkin untuk diajar

1
berbahasa. Bahan baku ini ada 2(dua) macam, yakni bahan baku biologis dan
bahan baku neurologis.

Banyak ahli meyakini dan membuktikan bahwa bahasa adalah khas


milik manusia. Meskipun demikian, banyak orang yang menyangkalnya dan
berpendapat bahwa bahasa bukan monopoli manusia. Binatang pun bisa
berbahasa. Orang utan, simpanse, lumba-lumba, lebah, dan beberapa hewan
lain juga bisa berbahasa, bahkan juga cukup canggih. Permasalahan bahasa,
pertama-tama, harus dipisahkan dari istilah komunikasi. Binatang dan manusia
memang berkomunikasi, tetapi apakah komunikasi binatang menggunakan
bahasa? Jika binatang juga berbahasa, apakah bahasa itu memiliki
karakteristik yang sama dengan bahasa manusia. Untuk memiliki
kesepahaman, perlu disepakati, apakah bahasa itu? Bahasa memiliki
seperangkat fitur. Sebagian fitur tersebut memang dimiliki oleh hewan, tetapi
sebagian yang lain tidak.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dibahas pada makalah ini mengenai


karakteristik bahasa manusia dan landasan biologis pada bahasa yang
meliputi: asal mula bahasa; hakikat bahasa; fungsi bahasa; dan faktor-faktor
yang memengaruhi Bahasa. Selain itu juga kami membahas tentang
perkembangan alat ujar; struktur mulut manusia vs binatang; dan kaitan
biologi dengan bahasa. Selain itu. Rumusan masalah tersebut apabila
diuraikan menjadi seperti ini.

1. Bagaimana asal mula bahasa?


2. Bagaimana hakikat bahasa?
3. Apa saja fungsi bahasa dan tanggapan para ahli?
4. Faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi bahasa?
5. Bagaimana arus perkembangan alat ujaran pada manusia?
6. Apa persamaan dan perbedaan struktur mulut manusia jika
dibandingkan dengan binatang?
7. Apa kaitan biologi dengan bahasa?

1.3 Tujuan Penulisan

Setelah menguraikan rumusan makalah, maka akan didapat pula


tujuan penulisan makalah. Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai
berikut.

1. Untuk mengetahui asal mula bahasa.


2. Untuk mengetahui hakikat bahasa.

2
3. Untuk mengetahui fungsi bahasa dan tanggapan para ahli tentang
fungsi bahasa.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi bahasa.
5. Untuk mengetahui arus perkembangan alat ujaran pada manusia.
6. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan struktur mulut manusia
jika dibandingkan dengan binatang.
7. Untuk mengetahui kaitan biologi dengan bahasa.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Asal Mula Bahasa

Sebuah pemikiran spekulatif yang selalu menjadi topik pembicaraan


para linguis adalah bagaimana bahasa itu pertama kali diperoleh oleh manusia;
bagaimana asal mula bahasa itu sehingga dapat berkembang dengan berbagai
ragam seperti sekarang ini. Para linguis banyak yang terhipnotis bahwa bahasa
manusia itu pada mulanya adalah satu. Karena manusia semakin lama semakin
berkembang baik dalam kualitas maupun kuantitas, serta manusia itu memiliki
kecenderungan untuk selalu berpindah-pindah tempat, maka bahasa itu
menjadi berkembang seperti sekarang ini.

Permasalahan yang banyak dibicarakan para linguis adalah bagaimana


orang-orang yang berada di bumi memperoleh bahasa. Apakah mereka serta
merta dapat mengenal istilah-istilah yang ada di dunia ini atau secara bertahap.
Banyak spekulasi pemikiran yang dilakukan oleh para filosof linguistik. Ada
yang mengatakan bahwa bahasa-bahasa itu terbentuk karena keinginan
masyarakat terdahulu (purba) untuk saling bekerja sama, misalnya dalam hal
menaikkan barang yang berat ke tempat yang lebih tinggi. Agar gerakan
mereka dapat serempak maka perlu aba-aba, misalnya “ ho he ho ... ho he ho”.
Kata-kata itu (ho he ho) akhirnya digunakan untuk menamai kegiatan
menaikkan barang berat dari dataran rendah ke dataran tinggi secara bersama-
sama. Dalam perkembangannya pengucapan “ho he ho” dimungkinkan
menjadi hoh terus bergeser sehingga menjadi work. Pengucapan work bergeser
lagi sehingga menjadi kerja. Berdasarkan teori ini dimungkinkan bahwa dalam
hal penamaan suatu aktifitas atau benda disesuaikan dengan apa yang telah
mereka ucapkan atau lakukan.

Pemikiran spekulatif yang lain mengatakan bahwa bahasa itu muncul


karena dorongan untuk berkomunikasi. Dalam hal itu diceritakan bahwa
ketika orang-orang purba tangannya telah membawa beban, padahal ia ingin
melakukan komunikasi, maka ia terpaksa harus mengucapkan sesuatu untuk
menyapa temannya. Pada awalnya, sapaan-sapaan itu sekedar ucapan yang
belum bermakna. Namun demikian, lama kelamaan ujaran itu digunakan
untuk memaknai kegiatan itu. Ketika ketemu seseorang sementara tangan
sedang memegang suatu barang, orang hanya mengeluarkan bunyi hoi,
misalnya, maka ucapan hoi itu lama kelamaan sebagai sarana untuk menyapa
orang lain.

4
Teori yang mengeksplanasikan asal mula bahasa memang tidak pernah
bertemu disatu irisan dan simpul yang sama. Spekulasi riwayat asal mula
bahasa manusia tak pernah berujung. Para linguis dan akar dibidang lain
berusaha memecahkan teka-teki dari mana asal mula bahasa manusia bermula.
Namun, hasilnya asal mula bahasa dipercaya berasal dari mitos atau dongeng
yang sulit untuk diterima secara ilmiah. Teori asal mula bahasa dapat
dikelompokkan menjadi 2(dua) versi, yakni versi teori tradisional dan versi
pendekatan modern.

2.1.1 Versi Teori Tradisional

Upaya-upaya manusia dalam mencarai jawab atas tanyaan asal


mula bahasa dapat pula dikelompokkan berdasarkan ancangan yang
digunakannya. Dengan kategori ini, upaya tersebut dapat dikelompokkan
menjadi 2(dua), yakni versi teori tradisional dan versi teori modern.
Berikut ini diuraikan secara singkat beberapa teori asal mula bahasa yang
dapat digolongkan sebagai versi teori tradisional dengan merujuk uraian
Suhandi (2013: 18-20).

a. Pooh-pooh Theory (Teori Pooh-pooh)


Teori Pooh-pooh dicetuskan oleh Charles Darwin (1809-
1882) dalam Descent of Man (1871). Sementara itu, penamaan teori
ini diajukan oleh Max Muller (1823-1900), salah seorang ahli filologi
berkebangsaan Jerman. Menurut Darwin, kualitas bahasa manusia
dibandingkan suara binatang berbeda dalam tingkatannya saja.

Bahasa manusia seperti halnya manusia sendiri berasal dari


bentuk yang primitif, barang kali dari ekspresi emosi saja. Misalnya,
perasaan jengkel atau jijik diucapkan dengan mengeluarkan udara
dari hidung dan mulut. Bunyi yang dikeluarkan itu terdengar seperti
poh atau pish. Karena itu, Max Muller menyebut teori ini dengan
Pooh-pooh Theory. Teori ini kemudian ditentang oleh Edwar Sapir
(1884-1939) dari Amerika Serikat (Alwasilah, 1993:3).

b. Ding-dong Theory
Teori ini diperkenalkan oleh Max Muller (1823-1900) dengan
nama Ding-dong Theory. Teori ini disebut uga dengan istilah
Nativistic Theory. Isi teori ini sejalan dengan yang dikemukakan
oleh Socrates bahwa bahasa lahir secara alamiah. Menurut teori ini,
manusia memiliki insting yang istimewa untuk mengeluarkan
ekspresi ujaran bagi setiap kesan sebagai stimulus dari luar. Kesan
yang diterima melalui indera laksana pukulan pada pada bel

5
sehingga melahirkan ucapan yang sesuai. Namun, pada akhirnya,
Max Muller menolak teori yang telah dikemukakannya sendiri.

c. Yo-He-Ho- Theory
Tidak diketahui siapa orang yang pertama kali mencetuskan
Yo-He-Ho Theory. Menurut teori ini, bahasa pertama lahir dalam
suatu kegiatan sosial. Pada zaman dahulu, sekelompok orang primitif
bekerja sama secara sosial sehingga pada kegiatan tersebut
terlahirkanlah bahasa. Sewaktu orang primitif bekerja sama, pita
suara mereka bergetar lalu melahirkan ucapan khusus untuk setiap
tindakan. Ucapan yang dilahirkan tersebut akhirnya menjadi sebuah
penamaan, seperti beave (angkat), rest (diam), dan sebagainya.
d. Bow-bow Theory
Bow-bow Theory disebut juga dengan Onomatopeic atau
Ecboic Theory. Berdasarkan teori ini, kata-kata yang pertama lahir
adalah tiruan terhadap suara guntur, angin, ombak, air sungai, suara
kokok ayam, atau bunyi itik. Max Muller kemudian membantah teori
ini dengan menyatakan bahwa teori ini hanya berlaku bagi kokok
ayam dan bunyi itik, sedangkan komunikasi bahasa lebih banyak
terjadi di luar kandang.

e. Gesture Theory
Menurut Gesture Theory, isyarat mendahului ujaran. Para
pendukung teori ini menunjukkan penggunaan isyarat oleh berbagai
binatang dan juga sistem isyarat yang dipakai oleh orang-orang
primitif. Salah satu contoh adalah bahasa isyarat yang dipakai oleh
suku Indian di Amerika Utara. Ketika berkomunikasi dengan suku-
suku yang tidak sebahasa, menurut Darwin, walaupun isyarat itu
digunakan dalam berkomunikasi, dalam beberapa hal tidak dapat
dipakai. Umpamanya, orang tidak dapat berisyarat di tempat gelap
atau kalau tangan sibuk membawa sesuatu, atau kalau lawan bicara
tidak melihat isyarat. Dalam kondisi demikian, orang primitif harus
berkomunikasi dengan isyarat lisan. Dari sinilah bahasa lisan mulai
berkembang.

2.1.2 Versi Pendekatan Modern

Menurut versi pendekatan modern, manusia dilahirkan sempurna.


Manusia memiliki perlengkapan fisik untuk berbicara. Otto Jespersen
(1860-1943) menyatakan bahwa ada persamaan perkembangan antara
bahasa bayi dan bahasa manusia primitif. Bahasa manusia primitif
hampir tidak memiliki arti. Hal itu serupa ucapan-ucapan bayi. Namun,

6
lama kelamaan, ucapan tersebut berkembang menjadi sempurna dan
memiliki arti yang jelas.

Para ahli antropologi menyimpulkan bahwa manusia dan bahasa


berkembang bersama. Manusi ada di bumi ini kurang lebih sudah satu
juta tahun lamanya. Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangannya
menjadi homosapiens juga memengaruhi perkembangan bahasanya.
Bentuk tubuh yang tegak, mata yang berbentuk streoskopis, dan cerebral
cortex yang tidak ada pada hewan lain telah banyak membantu evolusi
manusia. Perkembangan otaknya mengubah dari agak manusia menjadi
manusia seutuhnya. Mereka kini mempunyai kemampuan, mulai
menemukan dan mempergunakan alat-alat dan mulailah dia berbicara.
(Alwasilah 2011:5-6).

Dengan demikian, dalam ancangan yang modern, asal mula bahasa


diungkapkan tidak secara spekulatif atau perkiraan, melainkan
dilandaskan pada temuan yang berbasis data empiris. Artinya,
penelusuran asal mula bahasa dilakukan secara ilmiah melalui kerja ilmu
pengetahuan yang empiris, logis, sistematis, tuntas, teoretis, dan objektif,
serta tidak intuitif dan subjektif.

2.2 Hakikat Bahasa

Berdasarkan kajian mengenai evolusi bahasa, diperkirakan bahasa


pertama kali muncul di muka bumi ini sekitar 100.000 tahun yang lalu. Sejak
pertama kali Bahasa itu menyebar ke seluruh dunia seiring dengan migrasi
penduduk, bahasa itu berkembang sesuai dengan kebutuhan penuturnya.
Dalam perjalanan waktu, perkembangan bahasa itu menghasilkan sekitar
15000 bahasa. Namun, akhir-akhir ini jumlah bahasa yang ada di seluruh
dunia menurun drastis. Kini, semua bahasa di dunia diperkirakan hanya
berkisar 6000 bahasa saja (Lauder, 2007; Crystal, 1997).

Bahasa adalah sistem tanda yang digunakan sebagai lambang untuk


mempresentasikan pikiran, konsep, dan pengalaman manusia. Bahasa
berkaitan dengan kemampuan kognitif dan akal budi serta cara manusia
mengonseptuaisasikan dunia (Milthen, 1996:44).

2.3 Fungsi Bahasa

Bahasa memiliki peran dan fungsi penting bagi manusia, baik dalam
konteks kehidupan sehari-hari, sebagai makhluk sosial, maupun sebagai
makhluk budaya. Menurut Tadjuddin (2013: 2-18), peran dan fungsi bahasa
itu, anatar lain diinventarisasi sebagai berikut: (1) bahasa merupakan milik
manusia, (2) alat pemenuhan kebutuhan dasar, (3) pembentuk pikiran dan

7
wadah, (4) alat pembudayaan diri, (5) pengungkap kehidupan bertatakrama,
dan (6) cermin jati diri bangsa.

Fungsi umum bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial. Di dalam


masyarakat ada komunikasi atau saling hubungan antar anggota sehingga
dibutuhkan bahasa sebagai alat komunikasi. Salah satu fungsi bahasa yaitu
untuk memudahkan manusia berbicara terhadap lawan bicaranya, sehingga
manusia tidak perlu mengeluarkan gerak-gerik tubuhnya untuk menyampaikan
pesan terhadap lawan bicaranya. Dalam karya Kleden (1987), terkutip
pendapat Buhler tentang fungsi bahasa, yakni.

(1) Appel, yaitu fungsi memerintah atau meminta lawan bicara untuk
melakukan sesuatu yang sesuai dengan kehendak penutur. Misalnya,
ujaran seseorang yang mengatakan, “Ambilkan tas itu kesini!”;
(2) Ausdruck, fungsi untuk mengungkapkan suasana hati penutur, jadi
bukan untuk berkomunikasi. Misalnya, “Sial!”;
(3) Darstellung, bahasa berfungsi mengacu objek tertentu yang berada di
luar diri penutur dan lawan tuturnya, fungsinya mengacu dan
menjelaskan. Misalnya, bahasa analistis yang digunakan dalam kajian
ilmu.
Di pihak lain Popper sebagai salah seorang tokoh filsafat Barat (dalam
Sumarsono, 2004:149) menyatakan bahwa bahasa memiliki 4(empat) fungsi
berikut.
(1) Fungsi ekspresif: merupakan proses pengungkapan situasi dalam ke
luar. Pada manusia menjadi suatu ungkapan diri pribadi.
(2) Fungsi signal: merupakan . pada manusia tanda menyebabkan reaksi
yang tingkatan yang lebih tinggi dan sekaligus mengadakan fungsi
ekspresif. Pada manusia tanda menyebabkan reaksi yang merupakan
reaksi atau jawaban atas tanda.
(3) Fungsi deskriptif: mengadakan fungsi ekspresif dan signal. Ciri khas
fungsi ini ialah bahwa bahasa itu menjadi suatu pernyataan yang bisa
benar, bisa juga salah.
(4) Fungsi argumentatif: bahasa merupakan alat atau media untuk
mengungkapkan seluruh gagasan manusia, termasuk dalam
berargumentasi di dalam mempertahankan suatu pendapat dan juga
untuk meyakinkan orang lain dengan alasan-alasan yang valid (sahih)
dan logis.

2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Bahasa

Bahasa merupakan realitas sosial yang hidup dan berkembang seiring


dengan perkembangan manusia. Bahasa dari sudut pertumbuhan dan
perkembangannya tidak berbeda dengan pertumbuhan dan perkembangan

8
manusia. Sebagaimana gejala atau fenomena sosial lainnya bahasa lahir,
tumbuh, dan bahkan mati karena pengaruh lingkungan tempatnya berdiri.

Bahasa dengan sifatnya yang dinamis-progresif, selanjutnya


berinteraksi secara terus menerus dan bersifat simbiosismutualistis dengan
masyarakat selaras dengan perkembangannya. Faktor-faktor yang bersentuhan
langsung dengan bahasa menurut Hermawan (2011:24-28) adalah sebagai
berikut.

2.4.1 Faktor Sosial

Faktor sosial merupakan faktor yang dianggap terpenting dan


paling berpengaruh pada kehidupan bahasa. Berpindahnya sekelompok
masyarakat dari satu tempat ke tempat lainnya dan bercampur baurnya
golongan pendatang baru dengan penduduk lokal pribumi setempat
(sadar ataupun tidak sadar) menciptakan bentuk baru bagi interaksi
kebahasaan.

Sulit dipungkiri bahwa dalam sebuah masyarakat pasti terdapat


berbagai golongan dan tingkat atau status (strata) sosial tertentu. Tingkat
elit (meskipun sesungguhnya sesuatu yang abstrak) dalam sebuah
masyarakat akan sangat memengaruhi tingkat masyarakat yang lebih
rendah dalam perkembangan penggunaan bahasa. Hal itu terjadi karena
praktik berbahasa dan kebiasaan-kebiasaan baru yang diperbuat oleh
golongan elit biasanya memperoleh perhatian khusus dari golongan-
golongan masyarakat yang tingkatnya lebih rendah untuk ditiru dan
dipraktikkan sehingga pembaruan yang semula terbatas berkembang
menjadi kebiasaan yang dipraktikkan secara luas.

2.4.2 Faktor Kebudayaan

Faktor kultur tergolong amat efektif dalam perkembangan sebuah


bahasa, bagi kalangan antropolog. Salah satu bukti nyata tentang masalah
ini adalah dalam bahasa Inggris. Karena nilai ilmiah karya tulis
(manuskip) banyak ditulis dengan media bahasa Inggris dari berbagai
disiplin ilmu dan sains, bahasa Inggris kini dipelajari oleh seluruh bangsa
di dunia. Selang beberapa waktu kemudian, kemajuan sains dan
teknologi yang berkembang oleh Rusia pada awal abad ke-20 telah
mengangkat martabat bahasa Arab. Perkembangan teknologi dan
kebudayaan itulah yang kemudian menjadi starting point bagi bahasa
Rusia.

Bahasa Arab oleh orang Eropa dan Amerika Serikat, juga sudah
lama mereka pelajari, baik dalam kerangka spesialisasi ilmu maupun
untuk kepentingan hubungan antarnegara (internasional) atau

9
kepentingan lainnya. Dalam beberapa dekade terakhir ini, bahasa Arab
memperoleh perhatian khusus dari seluruh negara non-Arab di dunia.
Perhatian ini tampak jauh lebih besar daripada beberapa dekade
sebelumnya. Bahkan, bahasa Arab menjadi salah satu bahasa resmi yang
digunakan dalam forum internasional semisal Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Jika bahasa Arab dapat menunjukkan keberhasilannya yang
menunjang sains dan teknologi, serta peradabannya, bahkan bahasa Arab
niscaya dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dan dapat berperan
penting dalam peningkatan citra diri.

Tersebarnya konsep dan kerangka pemikiran baru, serta penemuan


teknologi modern telah mendorong perlunya penambahan khazanah dan
perbendaharaan kata melalui penyerapan istilah bahasa. Cara yang lazim
dittempuh adalah meminjam atau menyerap istilah dari bahasa lain, baik
bahasa daerah maupun bahasa asing dengan membentuk kata-kata baru
dari unsur-unsur yang sudah ada dalam bahasa aslinya. Peminjaman atau
penyerapan kosakata baru dari bahasa daerah atau asing sedikit banyak
memunculkan persoalan baru, yakni perubahan dalam sistem bunyi,
ejaan, dan semantik.

Perubahan semantik terjadi ketika suatu kata mengalami


perubahan, perluasan arti, penyempitan, peningkatan, (ameliorasi), dan
penurunan arti (peyorasi). Salah satu contoh proses perluasan makna atau
generalisasi adalah al-wardah yang berarti yang sebelumnya hanya
berarti “mawar”, sekarang digunakan untuk arti “bunga” (bunga dalam
arti umum, semua jenis bunga). Contoh proses penyempitan makna
adalah kata al-harim, yang sebelumnya berarti “segala yang haram yang
tak boleh dijamah”, kini artinya sudah menyempit menjadi “wanita” atau
lebih sembit lagi menjadi “istri simpanan”. Contoh peningkatan makna
adalah kata ar-rasul yang semula berarti “utusan” atau “orang yang
diutus untuk urusan apa saja”, sekarang mempunyai arti yang lebih
tinggi, yakni “utusan Allah”. Contoh penurunan makna adalah kata al-
arasy yang dulu artinya “singgasana” seperti yang tercantum di dalam
Alquran, sekarang kata tersebut digunakan untuk menyebutkan kursi,
meja, makan, kayu, dan lain-lain.

2.4.3 Faktor Agama

Faktor agamalah yang menyebabkan bahasa Ibrani masih bisa


bertahan sebagai bahasa yang dibaca dan dipelajari lebih dari 20 abad
meskipun semata-mata dalam konteks religiusitas. Bangsa Yahudi
mempelajari bahasa Ibrani dalam batasan tertentu karena bahasa tersebut
digunakan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama. Ini berbeda dengan bahasa

10
Arab karena selain sebagai bahasa ritual (tujuan ibadah), juga menjadi
bahasa pembersatu umat Islam. Bukankah bahasa Arab digunakan pula
oleh Al-quran sebagai kitab suci umat Islam? Hingga kini, bahasa Qibthi
(Koptik) di Mesir dan Suryani (Suriah) di Syam dan Irak juga masih
digunakan dalam batas-batas tertentu karena kedua bahasa itu berkaitan
erat dengan penggunaan dalam ritual di gereja. Penggunaan bahasa Turki
sebagai bahasa administrasi mengakibatkan semakin tersiarnya
penggunaan bahasa itu meskipun terbatas di wilayah yang menjadi
bawahan dari Kesultanan Usmaniyah. Setelah Kesultanan Usmaniyah
mulai pudar dan berakhir, berakhir pulalah penggunaan bahasa Turki di
kawasan tersebut.

2.4.4 Faktor Politik

Kekuatan politik suatu negara akan sangat menentukan kekuatan


bahasanya. Fakta menunjukkan bahwa sebagian negeri di benua Afrika
yang berbahasa Prancis, sedang sebagian lainnya berbahasa Inggris,
mencerminkan adanya pengaruh kekuasaan politik yang sangat besar dari
kedua bangsa penjajah, yakni Inggris dan Prancis. Demikian pula bahasa
Belanda yang sangat berpengaruh dalam hukum positif yang hingga kini
tetap diberlakukan di Indonesia. Padahal, mayoritas penduduknya adalah
muslim, yang tentu saja sudah sewajarnya jika penduduknya memahami
bahasa Arab sebagai salah satu bahasa komunikasi.

2.5 Perkembangan Alat Ujaran

Kalau ditelusuri perkembangan alat ujaran (speech organs) dari jaman


purbanya akan tampak bahwa manusia memang mempunyai pertumbuhan
yang paling belakang dan sempurna. Penelitian para ahli purbakala
menunjukan bahwa kehidupan di dunia dimulai 3.000 juta tahun yang lalu
(Wind, 1989). Tiga ratus lima puluh juta tahun kemudian berkembanglah
makhluk semacam ikan, yakni, agnatha, yang tak berahang, makhluk ini
mempunyai mulut, faring, dan insang untuk bernafas. Lima puluh juta tahun
kemudian muncullah makhluk pemula dari amfibi yang tidak harus selamanya
tinggal di dalam air. Makhluk ini mempunyai paru-paru. Adanya paru-paru
dan laring ini menunjukan telah mulainya tumbuh jalur ujaran (vocal tracks)
meskipun banyi yang keluar barulah desah pernafasan saja.

Pada sekitar 70 juta tahun lalu muncullah makhluk mamalia yang


pertama. Pertumbuhan biologis lainnya mulai mucul. Evolusi lain yang
penting adalah mulai adanya tulang thyroid dan bentuk pertama dari selaput
suara. Karena telah adanya paru-paru dan selaput suara, maka getaran selaput
ini dapat mulai dikontrol. Perkembangan biologis lainnya yang terkait adalah
adanya perubahan perkembangan otot-otot pada muka, tumbuhnya gigi, dan

11
makin naiknya letak laring yang memungkinkan makhluk untuk bernafas
sambil makan dan minum.

Perkembangan terakhir adalah pada primata manusia. Alat-alat


penyuara seperti paru-paru, laring, faring, dan mulut pada dasarnya sama
dengan yang ada pada mamalia lainnya, hanya saja pada pada manusia alat-
alat ini telah lebih berkembang. Akan tetapi, perbedaan lain yang lebih penting
antara manusia dengan binatang adalah struktur organisasi otaknya. Seperti
dikatakan Wind (1986: 192).

... the fact that the apes leave their vocal track idle cannot be explained by the
tracks inadequacy but rather by a lack of internal, cerebral, wiring.

2.6 Struktur Mulut Manusia vs Binatang

Primata yang paling dekat dengan manusia adalah sebangsa gorila dan
simpanse. Kemiripan ini bisa kita perhatikan dengan cara mereka makan,
mengupas pisang, mencari kutu, dan beberapa perilaku yang lain. Kelompok
manusia yang dinamakan hominids atau hominidae, itu sendiri juga ber-
evolusi. Sementara itu mucul kelompok manusia (homo) pada 3 juta tahun
yang lalu yang baru menjadi manusia modern (homo sapiens) sekitar 175.000
tahun yang lalu. Pertumbuhan bahasa diperkirakan sekitar 100.000 tahun yang
lalu (Aitchison 1996: 52 – 53).
Meskipun ada kemiripan-kemiripan tertentu antara manusia dengan
simpanse, tetap saja kedua makhluk ini berbeda dan yang membedakan
keduanya adalah, antara lain, kemampuan mereka berkomunikasi dengan
bahasa. Perbedaan kemampuan ini sifatnya genetik, artinya manusia dapat
berbahsa sedangkan primata lain tidak karena komposisi genetik antara kedua
kelompok primata ini berbeda. Hal ini sangat tampak pada struktur biologis
alat suaranya.
Pada primata non-manusia simpanse lidah mempunyai ukuran yang
tipis dan panjang tetapi semuanya ada dalam rongga mulut. Secara komparatif,
ratio lidah dengan ukuran mulut juga sempit sehingga tidak banyak ruang
untuk menggerakan lidah ke atas, ke bawah, ke depan, dan ke belakang.
Ruang gerak yang sangat terbatas ini tidak memungkinkan binatang untuk
memodifikasi arus udara menjadi bunyi yang berbeda-beda dan distingtif.
Berbeda dengan manusia, laring pada binatang seperti simpanse terletak dekat
dengan jalur udara ke hidung sehingga waktu bernafas laring tadi terdorong ke
atas dan menutup lubang udara yang ke hidung.
Kalau kita perhatikan bentuk dan ketak gigi pada primata non-manusia
akan kita dapati bahwa gigi binatang merupakan deretan yang terputus-putus,
ukuran panjangnya tidak sama, dan letaknya miring ke depan (Aitchison 1998:
48 – 49). Letak seperti ini tidak memungkinkan untuk gigi atas dan gigi bawah
bertemu. Bentuk, letak, dan pengaturan seperti ini memang dirancangkan

12
untuk kebutuhan primer primat itu, yakni, mencari makan. Karakteristik
seperti yang digambarkan di atas berbeda dengan karakteristik pada manusia.
Secara proporsional rongga mulut manusia adalah kecil. Ukuran ini
membuat manusia dapat lebih mudah mengaturnya. Lidah manusia yang
secara proporsional lebih tebal daripada lidah binatang dan menjorok sedikit
ke tenggorokan memungkinkan untuk digerakkan secara fleksibel seehingga
bisa dinaikkan, diturunkan, dimajukan, dimundurkan, atau diratakan di tengah.
Posisi yang macam-macam ini menghasilkan bunyi vokal yang bermacam-
macam pula, dari yang paling depan tinggi /i/ sampai ke yang paling
belakang /u/, dan dari yang pa;ing rendah /ae/ ke yang paling rendah
belakang /a/. Belum lagi kontak antara lidah dengan titik artikulasi tertentu
akan menghasilkan pula bunyi konsoan yang berbeda-beda, dari yang paling
depan /p/-/b/ sampai ke yang paling belakang /k/-/g/. Karena adanya perluasan
rongga otak dalam pertumbuhan manusia maka letak laring maupun epiglotis
manusia semacam “terdorong” ke bawah sehingga letaknya jauh dari mulut
(Ciani, dan Chiarelli 1992: 51 – 65) bila dibandingkan dengan yang ada pada
binatang. Di satu pihak, letak seperti ini memang memunculkan bahaya karena
makanan yang masuk akan mudah kesasar ke laring yang menuju ke paru-paru
sehingga orang lalu bisa tersedak (choked). Akan tetapi, dari segi pembuatan
suara posisi laring yang seperti ini sangat menguntungkan. Ruang yang lebih
lebar dan lebih panjang pada tenggorokan dapat memberikan resonansi yang
lebih baik dan lebih banyak.
Gigi manusia yang jaraknya rapat, tingginya rata, dan tidak miring ke
depan membuat udara yang keluar dari mulut lebih dapat diatur. Begitu pula
bibir manusia lebih dapat digerakkan dengan fleksibel. Bibir atas yang
bertemu dengan bibir bawah akan mengahsilkan bunyi tertentu, /m/, /p/, /b/,
tetapi bila bibir bawah agak ditarik ke belakang dan menempel pada ujung
gigi atas akan terciptalah bunyi lain, /f/ dan /v/. Dengan singkat dapat
dikatakan bahwa dari segi biologi alat pernafasan, manusia memang
ditakdirkan untuk menjadi primata yang dapat berbicara.
2.7 Kaitan Biologi dengan Bahasa

Di manapun juga di dunia ini, anak memperoleh bahasa dengan


melalui proses yang sama. Antara umur 6 sampai 8 minggu, anak mulai
mendengut (cooing), yakni, mereka mengeluarkan bunyi-bunyi yang
menyerupai bunyi vokal dan konsonan. Bunyi-bunyi ini belum dapat
diidentifikasi sebagai bunyi apa, tapi sudah merupakan bunyi. Pada sekitar
umur 6 bulan mulailah anak dengan celoteh (babbling), yakni, mengeluarkan
bunyi yang berupa suku kata. Pada umur sekitar 1 tahun, anak mulai
mengeluarkan bunyi yang dapat diidentifikasi sebagai kata. Untuk bahasa
yang kebanyakan monomorfemik (bersuku kata satu) maka suku itu, atau
sebagian dari suku, mulai diujarkan. Untuk bahasa yang kebanyakan
polimorfemik, maka suku akhirlah yang diucapkan. Itu pun belum tentu
lengkap. Kemudian anak akan mulai berujar dengan ujaran satu kata (one
word utterance), lalu menjelang umur 2 tahun mulailah dengan ujaran dua

13
kata (two word utterance). Akhirnya, sekitar umur 4 – 5 tahun anak dapat
berkomunikasi dengan lancar.
Patokan minggu, bulan, dan tahun haruslah bersifat relatif karena
faktor biologi pada manusia itu tidak semuanya sama. Yang penting dari
patokan itu adalah bahwa urutan pemerolehan pada anak itu sama: dari
dekutan, ke celotehan, ke ujaran satu kata, dan kemudian ke ujaran dua kata,
dan seterusnya. Begitu juga dalam hal komprehensi dan produksi. Anak di
manapun dan dengan bahasa apa pun menguasai komperehensi lebih dulu
daripada produksi.
Manusia dapat menguasai bahasa secara natif hanya kalau prosesnya
dilakukan antara umur tertentu, yakni, antara umur 2 sampai sekitar 12 tahun.
Di atas umur 12 tahun orang tidak akan dapat menguasai aksen bahasa
tersebut dengan sempurna.
Dengan fakta-fakta seperti dipaparkan di atas maka pandangan masa
kini mengenai bahasa menyatakan bahwa bahasa adalah fenomena biologis,
khususnya fenomena biologi perkembangan. Arah dan jadwal munculnya
suatu elemen dalam bahasa adalah masalah genetik. Orang tidak dapat
mempercepat atau memperlambat munculnya suatu elemen bahasa.
Faktor lingkungan memang penting, tetapi faktor itu hanya memicu
apa yang sudah ada pada biologi manusia. Echa, subjek penelitian
Djardjowidjojo (2000), beberapa kali dipancing untuk mengeluarkan bunyi /j/
dan /r/ dalam bahasa Indonesia, tetapi tetap saja tidak dapat mengeluarkan
kedua bunyi itu sampai keadaan biologisnya memungkinkannya.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat kita tarik beberapa kesimpulan, seperti; Asal
mula bahasa, bahasa manusia pada awalnya hanya ada satu di dunia ini,
hingga pada akhirnya bahasa itu berkembang baik kualitas maupun
kuantitasnya karena manusia sendiri cenderung selalu berpindah-pindah
tempat. Teori asal mula bahasa juga dapat dikelompokan menjadi dua versi,
yaitu versi tradisional dan versi modern. Hakikat bahasa, diperkirakan bahasa
itu muncul sejak 100.000 tahun yang lalu. Hingga pada akhirnya bahasa itu
terus berkembang sesuai kebutuhan penutur itu sendiri dan menyebar ke
seluruh dunia seiring dengan migrasi manusia pada masa itu.

Secara umum fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi manusia.


Di dalam kehidupan bermasyarakat ada komunikasi antar anggota kelompok
masyarakat tertentu, yang tentu saja membutuhkan bahasa sebagai sarana
untuk mereka berkomunikasi. Ada pun faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan bahasa itu sendiri seperti, faktor sosial, faktor kebudayaan,
faktor agama, dan juga faktor politik. Selain itu alat ujar manusia pula ikut
berkembang, yang apabila kita telusuri perkembangan alat ujar manusia dari
jaman purbanya maka akan tampak bahwa manusia mempunyai pertumbuhan
yang paling belakang dan paling sempurna ketimbang makhluk-makhluk lain
yang hidup berdampingan dengan manusia pada masa itu.

Struktur mulut atau alat ujar manusia bisa dikatakan mirip dengan
binatang, terlebih lagi apabila dibandingkan dengan primata. Kemiripannya
bisa kita lihat dari cara mereka makan dan lain sebagainya, hanya saja
kemampuan mereka berkomunikasi dengan bahasa yang menjadi perbedaan
dimana manusia bisa berkomunikasi dengan bahasa sementara primata tidak
bisa. Unsur biologi juga sangat berperan dalam perkembangan bahasa, hal ini
bisa kita lihat dari seorang balita dan anak-anak yang tentunya saja secara
kemampuan berbahasa yang sangat berbeda.

3.2 Saran

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat relevan dari pembaca guna memperbaiki makalah ini
menjadi lebih baik dan berguna bagi pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa


Manusia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2003.

Rosidin, Odien. Percikan Linguistik. Serang: Untirta Press, 2015.

Suroso, Eko. Psikolinguistik. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014.

16

Anda mungkin juga menyukai