Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di negara-negara yang multilingual,multirasial, dan multikultural, untuk menjamin


kelangsungan komunikasi kebangsaan perlu dilakukan suatu perencanaan bahasa (inggris:
language planning) yang tentunya terlebih dahulu harus dimulai dengan kebijaksanaan bahasa
(inggris: language policy). Biasanya ciri etnis, bahasa, dan kultur terikat menjadi satu, menandai
ras (suku bahasa) tertentu yang membedakannya dari ras lainnya. Negara-negara Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura, dan India. Merupakan contoh negara yang multilingual,
multirasial, multikultural, yang memerlukan adanya kebijakan bahasa, agar masalah negara itu
tidak menimbulkan gejolak politik. Melihat dalam penanganan dan pengolahan masalah-masalah
kebahasaan dalam negara yang multilingual, multirasial dan multikultural, maka perencanaan
bahasa merupakan kegiatan yang harus dilakukan sesudah melakukan kebijaksanaan bahasa.
Atau dengan kata lain, perencanaan bahasa itu disusun berdasarkan ketentuan-ketentuan yang
telah digariskan dalam kebijaksanaan bahasa.

Perencanaan bahasa sangat penting sebagai usaha bukan saja untuk melestarikan pengarahan
bahasa, tetapi juga untuk menghilangkan konflik-konflik bahasa Konflik bahasa dapat
mengakibatkan konflik fisik yang pada gilirannya menganggu stabilitas ketahanan nasional suatu
bangsa. Kita melihat, bahwa bahasa berwujud dalam pemakian baik secara lisan maupun tertulis
yang dihasilkan oleh setiap penutur bahasa yang bersangkutan. Oleh karena itu, bahasa
menyangkut kepentingan semua penutur bahasa, maka sepantasnya kalau persoalan bahasa
memerlukan perencanaan yang matang. Perencanaan bahasa memuat kebijaksanaan, pengarahan,
dan dampak perencanaan itu sendiri. Berdasarkan keterangan tersebut, kami sengaja membahas
masalah tentang perencanaan bahasa dan seluk beluknya. Siapa saja yang terlibat dalam
perencanaan bahasa, apa saja sasaran, aspek-aspek, jenis masalah, hambatan, serta evaluasi
perencanaan bahasa yang telah saya buat dalam bentuk sebuah makalah sederhana.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kebijakan bahasa ?


2. Bagaimanakah perencanaan bahasa ?

1.3 Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan bahasa itu.


2. Untuk mengetahui bagaimana perencanaan bahasa itu.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan Bahasa


Kebijaksanaan bahasa merupakan satu pegangan yang bersifat nasional, untuk kemudian
membuat perencanaan bagaimana cara membina dan mengembangkan satu bahasa sebagai alat
komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat di seluruh negara, dan dapat diterima oleh
segenap warga yang secara lingual, etnis, dan kultur berbeda (Chaer & Agustina, 2010: 177).
Kebijakansanaan merupakan satu pegangan yang bersifat nasional yang mempunyai tujuan
akhir, yakni sebagai alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat di seluruh Negara
dan dapat diterima oleh segenap warga secara lingual, etnis, dan kultur yang berbeda (Aslinda &
Syafyahya,2010: 113). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebijaksanaan itu dapat diartikan sebagai
suatu pertimbangan konseptual dan politis yang dimaksudkan untuk dapat memberikan
perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi
pengolahan keseluruhan masalah kebahasaan yang dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional.
Berbicara mengenai kebijakan bahasa, pertama dipersoalkan: (a) mengapa perwujudan
bahasa perlu direncanakan, (b) apa yang direncanakan, (c) siapa yang merencanakan, dan (d)
bagaimana merencanakannya. Jawaban dari persoalan diatas akan menjadi dasar pengambilan
kebijaksanaan bahasa yang bersifat menyeluruh. Kebijaksanaan bahasa yang dihubungkan
dengan sosiolinguistik lebih banyak berisi tentang:
a. Usaha agar tidak terjadi konflik bahasa
b. Usaha agar bahasa dipergunakan sesuai dengan fungsinya
c. Bahasa sebagai alat komunikasi sosial yang berkembang menurut sistemnya.

2.1.1 Mengapa Perlu Perencanaan


Kebijaksanaan dalam kebahasaan antara lain berisi tentang perencanaan. Perencanaan
bahasa sebagai alat komunikasi dan perencanaan dalam pendidikan kebahasaan. Perencanaan
dalam bidang pendidikan kebahasaan oleh karena melalui pendidikanlah terjadi perubahan sikap
dari tidak tahu ke ingin tahu tentang perkembangan dan perubahan bahasa. Jika dilihat dari segi
sosiolinguistik, mengapa kita perlu membuat perencanaan kebahasaan? Kita mengetahui bahwa
bahasa adalah bentuk tingkah laku sosial (Labov (dalam Pateda, 1987: 93)). Bahasa

3
dipergunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Dalam komunikasi ini, terjadi perbenturan
sehingga muncul konflik-konflik, sekalipun konflik itu bukan konflik bahasa. Kiranya telah kita
maklumi bahasalah yang mempertajam konflik itu. Kita sering menyaksikan dengan sebuah kata
saja dapat terjadi konflik fisik. Berkatalah Anda kepada seseorang misalnya: Babi!” pasti
sebentar lagi Anda akan dipukul atau ditinjunya. Jadi, dari penjelasan beserta contoh diatas,
bahwa perlu dibuat perencanaan dalam bidang kebahasaan itu sangat penting karena kita ingin
memperkecil konflik bahasa itu. Kalau perencanaannya tidak matang, pasti malapetaka yang
muncul. Dan tak seorang pun menginginkan malapetaka itu.

2.1.2 Apa yang Direncanakan


Bidang kebahasaan yang perlu direncanakan kalau dihubungkan dengan sosiolinguistik.
Dengan demikian, bidang kebahasaan yang perlu direncanakan kalau dihubungkan dengan
sosiolinguistik hendaknya berkaitan dengan:
a. Pemantapan bahasa sesuai dengan fungsinya. Misalnya, suatu bahasa hanya berfungsi sebagai alat
komunikasi di lingkungan keluarga. Dengan demikian, bahasa tersebut tak perlu diajarkan di
sekolah. Akibatnya tak perlu perencanaan yang dihubungkan dengan pendidikan kebahasaan
melewati pendidikan formal.
b. Bahasa sebagai lingua franca. Ini ditujukan bagi negara-negara yang memiliki banyak bahasa
daerah seperti Indonesia. Yang perlu direncanakan di sini yakni pemantapan sikap untuk rela
mengorbankan bahasa daerah sendiri demi persatuan nasional.
c. Penerimaan penutur bahasa untuk ikut membantu kebijaksanaan pemerintah dalam kebahasaan.
Misalnya, di Indonesia dilancarkan penggunaan EYD.
d. Pendidikan dan pengajaran kebahasaan di dalam dan di luar lembaga-lembaga pendidikan.
e. Ketenagaan yang akan menangani masalah-masalah kebahasaan.
f. Penerbitan hasil penelitian dan penulisan buku ilmiah yang berhubungan dengan sosiolinguitik.
g. Penggalian sumber dana
h. Kerja sama dengan lembaga atau perseorangan yang tidak menangani langsung bidang
kebahasaan.
Perencanaan perlu sekali dirumuskan agar dapat mengetahui apa yang akan dikerjakan,
kemana arah kegiatan, hasil apa yang diharapkan, metode apa yang akan digunakan, siapa saja

4
yang terlibat dalam kegiatan, dan dari mana kita memperoleh dana untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan kebahasaan itu.

2.1.3 Siapa yang Merencanakan


Yang menjadi penanggung jawab bidang kebahasaan, antara lain terdiri dari empat
komponen, yakni: (a) para ahli bahasa, (b) pemerintah, (c) guru bahasa, dan (d) masyarakat
penutur bahasa yang bersangkutan, namun ada badan yang mengatur kebijakan kebahasaan. Di
Indonesia yang mengatur kebijakan bahasa itu ialah Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Delegasi tanggung jawab banyak diserahkan kepada Direktur Jenderal Kebudayaan. Jadi, yang
merencanakan kegiatan itu, ialah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang didukung oleh
Dapertemen Dalam Negeri. Meskipun ada saran para ahli bahasa, kalau pemerintah tidak
menghiraukan saran tersebut, maka dapat dipastikan saran itu tidak akan dilaksanakan. Contoh
misalnya, sampai sekarang ada toko dan perusahaan yang mencampuradukkan nama
toko/perusahaannya dengan kata-kata bahasa asing. Hal tersebut belum dapat ditertibkan karena
belum adanya larangan dari pemerintah.

2.1.4 Bagaimana Merencanakannya


Perencanaan kebijakan kebahasaan harus dilakukan secara terpadu. Karena perencanaan itu
tidak muncul begitu saja. Perencanaan lahir berdasarkan studi mendalam dan melewati
pertemuan-pertemuan ilmiah yang melibatkan semua unsur yang bersangkut paut dengan
masalah kebahasaan. Dengan demikian perencanaan merupakan rumusan unsure-unsur dari
pemerintah, para ahli bahasa, pengusaha, guru bahasa, golongan profesi, misalnya wartawan.
Sebelum lahir perencanaan itu, diperlukan pertemuan berwujud rapar,seminar dan sebagainya.

Implementasi Kebijakan Bahasa


Apabila masalah kebahasaan telah direncanakan dengan mempertimbangkan berbagai
segi, maka tugas yang dilakukan ialah bagaimana melaksanakan kebijakan-kebijakan itu.
Implementasinya tentu bertahap menurut urutan prioritasnya. Ada kebijakan yang mulai dengan
penelitian-penelitian terlebih dahulu. Misalnya, bagi Indonesia penelitian sangat penting
mengingat banyaknya bahasa daerah di Indonesia dan ada bahasa daerah itu yang belum pernah
diteliti. Penelitian terhadap bahasa daerah seperti itu sudah sangat mendesak untuk menghindari

5
kepunahannya. Penelitian kebahasaan penting dilaksanakan karena dengan penelitian tersebut,
kebijakan bahasa akan lebih kuat. Agar garis kebijakan diketahui orang, perlu pemuatannya
dalam media massa dan media elektronik. Garis kebijakan tidak boleh hanya berwujud instruksi-
instruksi, peraturan-peraturan, tetapi diikuti dengan pengawasan, apakah garis kebijakan
dilaksanakan atau tidak. Dengan demikian, rumusan kebijakan yang telah diumumkan harus
diikuti oleh penjelasan lisan sehingga semua pihak mengerti garis kebijakan tersebut. Misalnya,
di Indonesia belum adanya pelanggaran mengenai kaidah bahasa disebabkan oleh belum adanya
peraturan yang menaungi untuk mengaturnya. Sampai sekarang, belum ada ketentuan sanksi bagi
mereka yang melanggar penggunaan EYD. Bahkan kelihatannya orang tidak menghiraukannya.
Orang mengusulkan agar pengetahuan/penggunaan bahasa Indonesia yang baik dijadikan syarat
untuk penerimaan calon pegawai dan kenaikan pangkat pegawai.

Aplikasinya dalam Pendidikan


Dalam penerapan sosiolinguistik yang tidak boleh diabaikan ialah aplikasinya dalam
pendidikan. Bagaimana interaksi kebahasaan dalam proses belajar mengajar penting untuk
diketahui. Apabila berbicara tentang pengaplikasian sosiolinguitik dalam pendidikan, bukan
berarti kita akan mengajarkan sosiolinguistik kepada murid-murid, tetapi kita (guru bahasa)
harus membentengi diri dengan pengetahuan sosiolinguistik. Pengetahuan sosiolinguistik
diperlukan agar materi yang kita berikan kepada anak didik dapat mereka cerna dan dapat
dipergunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, aplikasinya dalam pendidikan dapat
diterapkan melalui anak didik.

Hambatan dalam Perencanaan Bahasa


Suatu rencana pasti akan mengalami hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan boleh saja
terjadi ketika perencanaan sedang disusun, bahkan ketika suatu rencana sedang dilaksanakan.
Hambatan-hambatan itu meliputi :

a. Pemegang tampuk kebijakan


b. Sikap penutur bahasa
c. Dana
d. Ketenagaan

6
Kadang rencana yang telah disusun mendapat hambatan dari pemegang tampuk kebijakan
pada masalah yang berbeda. Maksudnya, pemegang tampuk kebijakan yang bukan berurusan
dengan persoalan kebahasaan. Misalnya di Indonesia, lembaga yang diserahi tugas untuk
menentukan garis kebijakan kebahsaan adalah departemen pendidikan dan kebudayaan, dalam
hal ini pusat pembinaan dan pengembangan bahasa.

Sikap penutur bahasa sangat menentukan kebijakan bahasa. Sebab, apapun yang ditetapkan
oleh para ahli, apapun yang ditentukan oleh departemen, penutur bahasalah yang akhirnya
menentukan. Penutur bahasalah yang mempergunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itu, sikap penutur bahasa harus diubah dari sikap negatif ke sikap positif. Sikap negatif
misalnya tercermin dari sikap tidak mau tahu tentang garis kebijakan yang sedang dijalankan.
Sikap negatif tercermin pula dari ucapan bahwa persoalan kebahasaan hanya tanggung jawab
pemerintah dan ahli bahasa. Sikap-sikap sepertini sangat menghambat perencanaan dan
kebijakan bahasa.

Suatu rencana juga memerlukan dana dan fasilitas. Tanpa dana tak terlalu banyak yang dapat
dibuat. Namun, perlu diingatkan tanpa dana pun masih ada yang dapat dibuat. Dana boleh saja
berasal dari pemerintah, tetapi boleh juga dari perseorangan, yayasan, dan sebagainya. Hanya
yang perlu dipersoalkan ialah pemanfaatan dana yang disediakan. Akhirnya kesulitan yang
didapati dalam pelaksanaan perencanaan bahasa ialah faktor ketenagaan. Tenaga yang terlatih
menangani soal-soal kebahasaan baik dari segi kuantitas maupun kualitas sangat kurang
mengingat bahasa yang ditangani terlalu banyak. Penanganan ketenagaan menyangkut pula
keamanan dan kesejahteraan tenaga-tenaga tersebut agar dapat melaksanakan tugas
pengabdiannya dengan baik. Banyak tenaga yang mempunyai profesi dalam kebahasaan, tetapi
tidak tertarik dalam persoalan kebahasaan karena keamanan dan kesejahteraan mereka tidak
terjamin. Untuk itu masalah ketenagaan kebahasaan harus dikaitkan dengan persoalan keamanan
dan kesejahteraan mereka.

7
2.2 Perencanaan Bahasa

Negara-negara yang multilingual, multikultural, dan multirasial menurut Chaer dan


Agustina ( 1955 ) untuk menjamin kelangsungan komunikasi kebangsaan perlu dilakukan
suatu perencanaan bahasa ( language planning ) yang harus dimulai dengan kebijaksanaan
bahasa ( language policy ). Misalnya, seperti Indonesia, Singapura, Filipina, Malaysia, dan
India merupakan negara yang multilingual, multirasial, dan multikultural yang memerlukan
adanya kebijakan bahasa agar pemilihan atau penentuan bahasa tertentu sebagai alat
komunikasi tidak menimbulkan gejolak politik yang dikhawatirkan dapat menggoyahkan
kehidupan bangsa di negara tersebut.

Berikut ini adalah pengertian perencanaan bahasa menurut para ahli.

1. Menurut Nababan ( 1984 : 56 ) perencanaan bahasa adalah penggarapan bentuk-bentuk bahasa


dalam masyarakat.
2. Menurut Jernudd dan Das Gupta dalam Nababan ( 1984 ) perencanaan bahasa adalah kegiatan
politis dan administratif untuk menyelesaikan persoalan bahasa dalam masyarakat.

3. Menurut Alwasilah ( 1997 ) perencanaan bahasa adalah sebagai upaya yang disengaja untuk
memfungsikan (ragam ) bahasa ( lokal, nasional, regional, global ) untuk memenuhi tujuan
politik.

4. Menurut Weinstein dalam Wardhaugh ( 1992 : 346 ) perencanaan bahasa adalah suatu
perintah untuk memberikan kuasa, menyokong dengan penuh untuk menentukan fungsi-
fungsi bahasa dalam masyarakat dengan tujuan menyelesaikan berbagai persoalan dalam
komunikasi.

5. Menurut Haugen dalam Sumarsono ( 2002 ) perencanaan bahasa adalah usaha untuk
membimbing perkembangan bahasa ke arah yang diinginkan oleh perencana.

6. Menurut Crystal ( 1994 ) perencanaan bahasa adalah kreasi dan implementasi dari kebijakan
sebuah pemerintahan tentang bagaimana bahasa-bahasa itu dan variasi dari bahasa digunakan
dalam sebuah bahasa.

8
Dari beberapa pendapat di atas dapat dilihat bahwa berbagai istilah dengan berbagai
variasi pengertian tentang perencanaan bahasa; namun, ada satu kesamaan, yaitu sama-sama
berusaha untuk membuat penggunaan bahasa atau bahasa-bahasa dalam satu negara di masa
depan menjadi lebih baik dan terarah. Kemudian yang menjadi pertanyaan sekarang adalah “
Mengapa bahasa perlu perencanaan ? Menurut labov : 1972 : 183 ) bahasa adalah bentuk
tingkah laku sosial. Bahasa dipergunakan oleh manusia untuk berkomunikasi, dalam
komunikasi ini terjadi perbenturan sehingga muncul konflik-konflik, sekalipun konflik itu
bukan bahasa. Kiranya telah kita maklumi bahasalah yang mempertajam konflik itu. Kita
sering menyaksikan dengan sebuah kata saja dapat terjadi konflik fisik. Jadi bahasa itu
direncanakan karena ingin memperkecil konflik bahasa itu. Kalau perencanaannya tidak
matang, pasti malapetaka yang muncul.

Dengan demikian, bidang kebahasaan yang perlu direncanakan adalah :

a. Pemantapan bahasa sesuai dengan fungsinya. Misalnya suatu bahasa hanya


berfungsi sebagai alat komunikasi di lingkungan keluarga. Dengan demikian, bahasa
tersebut tak perlu diajarkan di sekolah. Akibatnya tak perlu perencanaan yang
dihubungkan dengan pendidikan kebahasaan yang melewati pendidikan formal.

b. Bahasa sebagai lingua franca.

c. Penerimaan penutur bahasa untuk ikut membantu kebijaksanaan pemerintah dalam


kebahasaan.

d. Pendidikan dan pengajaran kebahasaan di dalam dan di luar lembaga-lembaga


pendidikan.

e. Ketenagaan yang akan menangani masalah-masalah kebahasaan.

f. Penggalian sumber dana.

g. Kerja sama dengan lembaga atau perseorangan yang tidak menangani langsung bidang
kebahasaan.

9
2.2.1 Pihak yang terlibat dalam perencanaan bahasa

Saat ini pihak yang terlibat dalam perencanaan bahasa di Indonesia adalah Pusat
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang berdiri sejak 01 April 1975. Kemudian namanya
berubah pada tahun 2000 menjadi Pusat Bahasa yang tugasnya sebagai pelaksana kebijakan
di bidang penelitian dan pengembangan bahasa. Lembaga ini di bawah naungan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan yang juga dibantu oleh departemen lain. Namun, walaupun ada
lembaga formal yang menangani perencanaan bahasa, sesungguhnya menurut Pateda ( 1987 :
95 ), perencanaan bahasa menjadi tanggung jawab 4 komponen, yaitu :

1. Para ahli bahasa


2. Pemerintah

3. Guru Bahasa

4. Masyarakat penutur bahasa yang bersangkutan

2.2.2. Sasaran perencanaan bahasa

Dari berbagai kajian dapat kita lihat sasaran perencanaan bahasa ( yang dilakukan setelah
menetapkan kestatusan bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan ), yaitu :

1. Pembinaan dan pengembangan bahasa yang direncanakan ( sebagai bahasa nasional, bahasa
resmi kenegaraan, dan sebagainya ), dan
2. Khalayak di dalam masyarakat yang diharapkan akan menerima dan menggunakan saran yang
diusulkan dan ditetapkan.

Jika sasarannya adalah bahasa atau korpus bahasa yang akan dibina dan dikembangkan,
maka sasaran itu dapat menjadi bermacam-macam, antara lain : pengembangan sandi bahasa
di bidang peristilahan, dibidang pemekaran ragam wacana, dan sebagainya. Selain itu, dapat
juga direncanakan pembinaan pemakaian bahasa dibidang pengajaran dan penyuluhan, dapat
juga direncanakan untuk “ membangkitkan “ kembali bahasa lama ( yang tidak digunakan
lagi ) untuk digunakan kembali, seperti yang dilakukan oleh negara Irlandia dan Israel.

10
Dan jika sasaran perencanaan itu adalah khalayak di dalam masyarakat, maka
perencanaan itu, antara lain dapat diarahkan kepada golongan penutur asli atau yang bukan
penutur asli, kepada yang masih bersekolah, kepada kaum guru pada semua jenjang
pendidikan, kepada khalayak dalam kelompok di bidang komunikasi media massa ( majalah,
surat kabar, televisi, film, dan sebagainya ), juga kepada kelompok-kelompok sosial lain
yang ada di dalam masyarakat.

2.2.3. Aspek-aspek perencanaan

Menurut pengamatan Ferguson ( 1968 ) dalam hal perencanaan bahasa, aspek-aspek yang
akan dilaksanakan sebagai tujuan perencanaan adalah :

1. Pembakuan ( standarisasi )
2. Modernisasi ( intelektualisasi )

3. Grafisasi ( tulisan dan ejaan )

Bahasa-bahasa baru yang diserahi fungsi-fungsi kemasyarakatan yang baru akan


memerlukan penggarapan-penggarapan tertentu agar bahasa itu dapat memenuhi fungsi
kemasyarakatan yang diharapkan oleh bahasa itu ( Nababan,1985:59-60 ). Tentunya salah
satu yang diperlukan ialah pembakuan (standarisasi ), tujuannya agar ada kesamaan
penggunaan oleh semua pemakai bahasa tersebut, yang diawali oleh pembakuan ejaan, yakni
cara penulisan kata-kata dan kalimat-kalimat dari bahasa itu supaya ada pengertian yang
cukup tinggi dari pemakainya. Langkah berikutnya adalah penyebarannya, maksudnya
mengumumkan dan membuat orang untuk memakai dan mempelajarinya. Hal ini bisa
dilakukan secara formal melalui sekolah-sekolah dan buku-buku serta secara informal
melalui media massa, seperti koran, majalah, dan sebagainya ( Jeppersen, 1964; Nababan,
1985 ). Setelah diawali pembakuan ejaan, pembakuan berikutnya adalah pembakuan istilah.
Kemudian pembakuan berikutnya adalah tata bahasa.

11
2.2.4. Jenis masalah perencanaan bahasa

Adapun jenis-jenis masalah atau kendala yang sering timbul dalam perencanaan bahasa
antara lain :

1. Dari segi bahasa

Terlihat bahwa pembakuan ejaan, kosa kata dan istilah serta tata bahasa yang selama ini
agaknya masih mengandung kelemahan sebagai bahasa baku, terutama masalah relevansinya
dengan kebutuhan warga masyarakat Indonesia dan kebutuhan pembangunan.

2. Dari segi warga pemakai bahasa Indonesia

Sikap sebagian warga rakyat Indonesia yang bangga menggunakan bahasa asing,
terutama bahasa Inggris, tetapi kurang bangga menggunakan bahasa Indonesia merupakan
kelemahan dalam pengimplementasian hasil-hasil pembakuan bahasa Indonesia selama ini.

3. Dari segi pelaksana

Status dan wibawa Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa hingga sekarang masih
mengandung berbagai kelemahan sebagai pusat nasional pembinaan dan pengembangan
bahasa di Indonesia pada umumnya dan pembakuan bahasa Indonesia pada khususnya,
terutama dalam masalah pemerataan kegiatan dan hasil kegiatan pembinaan dan
pengembangan bahasa serta dalam hal pengolahan tenaga dan sumber daya lain.

4. Dari segi proses perencanaan bahasa

Proses perencanaan pembakuan bahasa Indonesia agaknya masih mengandung


kelemahan dlam hal pengawasan, penilaian, dan pengukuhan.

12
2.2.5. Hambatan-hambatan perencanaan bahasa

Suatu rencana pasti akan mengalami hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan boleh saja
terjadi ketika perencanaan sedang disusun, bahkan ketika suatu rencana sedang dilaksanakan.
Hambatan-hambatan itu meliputi :

a. Pemegang tampuk kebijakan


b. Sikap penutur bahasa
c. Dana
d. Ketenagaan
Kadang rencana yang telah disusun mendapat hambatan dari pemegang tampuk kebijakan
pada masalah yang berbeda. Maksudnya, pemegang tampuk kebijakan yang bukan berurusan
dengan persoalan kebahasaan. Misalnya di Indonesia, lembaga yang diserahi tugas untuk
menentukan garis kebijakan kebahsaan adalah departemen pendidikan dan kebudayaan, dalam
hal ini pusat pembinaan dan pengembangan bahasa.

Sikap penutur bahasa sangat menentukan kebijakan bahasa. Sebab, apapun yang ditetapkan
oleh para ahli, apapun yang ditentukan oleh departemen, penutur bahasalah yang akhirnya
menentukan. Penutur bahasalah yang mempergunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itu, sikap penutur bahasa harus diubah dari sikap negatif ke sikap positif. Sikap negatif
misalnya tercermin dari sikap tidak mau tahu tentang garis kebijakan yang sedang dijalankan.
Sikap negatif tercermin pula dari ucapan bahwa persoalan kebahasaan hanya tanggung jawab
pemerintah dan ahli bahasa. Sikap-sikap sepertini sangat menghambat perencanaan dan
kebijakan bahasa.

Suatu rencana juga memerlukan dana dan fasilitas. Tanpa dana tak terlalu banyak yang dapat
dibuat. Namun, perlu diingatkan tanpa dana pun masih ada yang dapat dibuat. Dana boleh saja
berasal dari pemerintah, tetapi boleh juga dari perseorangan, yayasan, dan sebagainya. Hanya
yang perlu dipersoalkan ialah pemanfaatan dana yang disediakan.

Akhirnya kesulitan yang didapati dalam pelaksanaan perencanaan bahasa ialah faktor
ketenagaan. Tenaga yang terlatih menangani soal-soal kebahasaan baik dari segi kuantitas
maupun kualitas sangat kurang mengingat bahasa yang ditangani terlalu banyak. Penanganan

13
ketenagaan menyangkut pula keamanan dan kesejahteraan tenaga-tenaga tersebut agar dapat
melaksanakan tugas pengabdiannya dengan baik. Banyak tenaga yang mempunyai profesi dalam
kebahasaan, tetapi tidak tertarik dalam persoalan kebahasaan karena keamanan dan kesejahteraan
mereka tidak terjamin. Untuk itu masalah ketenagaan kebahasaan harus dikaitkan dengan
persoalan keamanan dan kesejahteraan mereka.

2.2.6. Evaluasi perencanaan bahasa

Dalam tulisan yang berjudul “ Evaluation and language Planning “ ( dalam fishman.(ed.),
1972:476-510 ), Joan Rubin menyatakan bahwa perencanaan bahasa merupakan suatu
kegiatan yang berlangsung secara berkesinambungan sebab bahasa yang dijadikan objeknya
selalu berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan dan kemajuan masyarakat
pemakainya. Oleh karena itu, program perencanaan bahasa juga senantiasa berubah, baik
dalam hal penentuan sasaran maupun alternatif strategi implementasinya. Sehubungan
dengan hal ini, Rubin menyarankan agar penilaian terhadap program perencanaan bahasa
dilihat sebagai proses yang berkesinambungan.

Selanjutnya, Rubin mengajukan pendapat mengenai tehnik penilaian yang dibagi atas
beberapa tahap. Tahap pertama adalah pengumpulan data. Dalam hal ini, penilai dapat
membantu pihak perencana mengidentifikasi bila ada masalah yang dihadapi. Tahap kedua
aadalah perencanaan. Dalam hal ini, penilai dapat membantu penyusunan atau perumusan
sasaran, strategi, dan hasil yang harus dicapai. Di samping itu, pihak penilai dapat ikut
merumuskan kriteria yang dapat membandingkan pengaruh serta akibat dari berbagai sasaran
dan strategi yang dipilih. Kriteria ini pulalah yang nantinya akan berguna untuk menentukan
urutan prioritas sasaran dan strategi yang dapat dipilih. Tahap ketiga adalah implementasi.
Dalam tahap ini, data pemonitoran dikumpulkan untuk membandingkan hasil akhir yang
nyata dengan hasil akhir yang diramalkan sebelumnya. Tahap keempat adalah pengolahan
dan balikan. Dalam tahap ini, seorang penilai dapat membantu perencanaan bahasa dalam
perumusan tolak ukur untuk menilai berhasil tidaknya usaha itu.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Telah kita lihat bahwa perencanaan bahasa tidaklah selalu terencana sebagaimana orang
merencanakan suatu usaha. Namun ada usaha-usaha perorangan atau kelompok manusia yang
secara sadar atau tidak sadar mempengaruhi bentuk serta fungsi suatu bahasa. Saat ini pihak
yang terlibat dalam perencanaan bahasa di Indonesia adalah Pusat Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa yang berdiri sejak 01 April 1975. Kemudian namanya berubah pada tahun
2000 menjadi Pusat Bahasa yang tugasnya sebagai pelaksana kebijakan di bidang penelitian dan
pengembangan bahasa. sasaran perencanaan bahasa yaitu Pembinaan dan pengembangan bahasa
yang direncanakan ( sebagai bahasa nasional, bahasa resmi kenegaraan, dan sebagainya ), dan
Khalayak di dalam masyarakat yang diharapkan akan menerima dan menggunakan saran yang
diusulkan dan ditetapkan. aspek-aspek yang akan dilaksanakan sebagai tujuan perencanaan
adalah Pembakuan ( standarisasi ), Modernisasi ( intelektualisasi ), Grafisasi ( tulisan dan ejaan.
Adapun jenis-jenis masalah atau kendala yang sering timbul dalam perencanaan bahasa antara
lain Dari segi bahasa, Dari segi warga pemakai bahasa Indonesia, Dari segi pelaksana, Dari segi
proses perencanaan bahasa. Suatu rencana pasti akan mengalami hambatan dalam
pelaksanaannya. Hambatan boleh saja terjadi ketika perencanaan sedang disusun, bahkan ketika
suatu rencana sedang dilaksanakan. Hambatan-hambatan itu meliputi Pemegang tampuk
kebijakan, Sikap penutur bahasa, Dana, dan Ketenagaan.

3.2 Saran

Kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kekurangan karena
keterbatasan kami, untuk itu kritik dan saran amat kami harapkan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:Rineka
Cipta.S

16

Anda mungkin juga menyukai