Anda di halaman 1dari 15

REFERENSI DAN DEIKSIS

Makalah Ini Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Pragmatik


Dosen Pengampu: Veria Septianingtias, M.Hum.

Disusun oleh
Teguh Setiawan (15 040 0 )
Putri Diana (15 040 002)
Intan Indah Saputri (15 040 010)
Dewi Amelia Lestari (15 040 033)
Elsa Damayanti (15 040 039)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN AKADEMIK
2017

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penyusun dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah Referensi dan Deiksis tepat pada waktunya.
Dalam pembuatan makalah ini, penyusun mendapat bantuan dari berbagai pihak,
maka pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu sehingga makalah ini dapat selesai dengan lancar.
Penyusun berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penyusun pada khususnya. Akhir kata penyusun mengucapkan terimakasih.

Pringsewu, 23 Oktober 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................................2
D. Manfaat......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Referensi .............................................................................................3
B. Pengertian Dieksis..................................................................................................6
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan...............................................................................................................11
B. Saran........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa merupakan salah
satu hasil budaya manusia yang sangat tinggi nilainya karena dengan bahasa manusia
dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya.
Dengan bahasa pula, manusia dimungkinkan dapat berkembang dan mengabstraksikan
berbagai gejala yang muncul di lingkungannya. Jelaslah bahwa bahasa sangat penting
peranannya dalam kehidupan sosial. Komunikasi akan berjalan dengan lancar apabila
sasaran bahasa yang digunakan tepat. Artinya bahasa itu dipergunakan sesuai dengan
situasi dan kondisi penutur dan sifat penuturan itu dilaksanakan. Hal ini sangat bergantung
pada faktor penentu dalam tindak bahasa atau tindak komunikasi, yaitu lawan bicara,
tujuan pembicara, masalah yang dibicarakan, dan situasi. Penggunaan bahasa seperti inilah
yang disebut pragmatik.
Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada masa sekarang.
Hal itu dilandasi oleh kesadaran para linguis bahwa upaya menguak hakikat bahasa tidak
akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik,
yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi (Leech, 1996:1). Ada beberapa
hal yang dikaji dalam kajian pragmatik. Deiksis sebagai salah konstruksi dalam pragmatik
akan dikupas dalam tulisan ini.
Dalam KBBI (2005:245), deiksis diartikan hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar
bahasa; kata yang mengacu kepada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan. Dalam
kegiatan berbahasa. kata-kata atau frasa-frasa yang mengacu kepada beberapa hal tersebut
penunjukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi
pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Kata-kata seperti saya, dia, kamu
rnerupakan kata-kata yang penunjukannya berganti-ganti. Rujukan kata-kata tersebut
barulah dapat diketahui jika diketahui pula siapa, di mana, dan pada waktu kapan kata-kata
itu diucapkan. Dalam bidang linguistik istilah penunjukan semacam itu disebut deiksis
(Yule, 2006:13).
Kadang seorang penutur atau penulis mengacu sesuatu, dimana sesuatu itu dituturkan
dalam bentuk-bentuk yang tidak gramatikal, samar, dan tidak masuk akal. Akan tetapi,
seorang mitra tutur atau pembaca dapat mengerti apa yang dimaksudkan oleh penutur atau
penulis itu seperti apa yang dipikirkannya. Tindakan yang dilakukan oleh penutur atau
penulis itu disebut dengan referensi.

1
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Referensi?


2. Ada berapa bentuk atau macam Referensi?
3. Apa yang dimaksud dengan deiksis?
4. Ada berapa jenis deiksis?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah, adapun manfaat yang dapat dicapai
yaitu :

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Referensi.


2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk referensi.
3. Untuk mengetahui yang dimaksud dari deiksis.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis deiksis.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dalam penulisan ini yaitu : Makalah ini dapat digunakan sebagai referensi
atau bahan penunjang kegiatan perkuliahan mengenai kajian Pragmatik, khususnya
Referensi dan Deiksis.

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Referensi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI (2000:939) disebutkan bahwa
Referensi adalah sumber acuan, rujukan, atau petunjuk. Mungkin paling tepat jika kita
menganggap referensi (pengacuan) sebagai sebuah tindakan ketika penutur atau penulis
menggunakan bentuk-bentuk yang memungkinkan pendengar atau permbaca
mengidentifikasikan sesuatu.
Bentuk-bentuk linguistik tersebut merupakan ekspresi-ekspresi pengacu yang dapat
berupa kata benda, frasa kata tertentu, dan kata ganti. Dalam konteks-konteks visual yang
dialami bersama, kata-kata ganti yang berfungsi sebagai ekspresi deiktik dan frasa-frasa
kata benda yang lebih terperinci bisa digunakan bagi suksesnya referensi.

Bentuk-bentuk referensi:
a. Penggunaan Referensial dan Atribut
Tidak semua ekspresi pengacu memiliki referen-referen fisik yang dapat
diidentifikasi. Frasa-frasa kata benda tidak tentu dapat digunakan untuk
mengidentifikasi entitas yang ada secara fisik seperti dalam contoh berikut.
1) Ada seseorang yang sedang menunggumu.
Tetapi dapat juga digunakan untuk mendeskripsikan entitas-entitas yang
diasumsikan ada, tetapi tidak diketahui siapa jelasnya sebagaimana contoh berikut.
2) Dia ingin menikah dengan wanita yang kaya.
Penutur sering mengajak kita untuk berasumsi, melaui penggunaan atributif, bahwa
kita dapat mengidentifikasi apa yang sedang dibicarakan, bahkan ketika entitas atau
individu yang dideskripsikan tidak ada.

b. Nama dan Referen


Versi referensi yang disajikan disini adalah kolaborasi antara niat untk
mengidentifikasi dan pengakuan terhadap niat. Proses ini tidak hanya bekerja pada satu
penutur dan satu pendengar. Proses ini bekerja dalam kaitannya dengan konvensi antara
semua anggota suatu komunitas yang menggunakan bahasa dan memiliki budaya yang
sama. Asumsi ini mungkin membuat kita beranggapan bahwa nama orang seperti
Andrea Hirata atau Dewi Lestari hanya dapat digunakan untuk mengidentifikasi satu
orang tertentu, dan sebuah ekspresi yang mengandung kata benda umum seperti “si

3
kutu buku” hanya dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu benda tertentu.
Pandangan ini salah sebab pandangan referensi yang benar-benar pragmatik
memungkinkan kita untuk melihat bagaimana seseorang dapat diidentifikasikan melalui
ekspresi “anak ayam”, dan suatu benda dapat diidentifikasi melalui nama “Andrea
Hirata”.

Contoh: Percakapan antara siswa A dan siswa B.


A: “Mana Andrea Hirata yang kemarin kamu pinjam?”
B: “Maaf, sepertinya tertinggal di rumah.”

Dari konteks kalimat yang diciptakan, referen yang dimaksudkan dan inferen yang
disimpulkan bukan mengacu kepada seseorang, tetapi sebuah buku. Sama halnya
dengan contoh berikut.
Contoh: Percakapan antara Siswa C dan Siswa D.
C: “Dimana si anak ayam?”
D: “Itu, dia disana.”
Bila dilihat juga pada konteksnya, referen yang diidentifikasi dan inferen yang
disimpulkan bukan merupakan suatu kata benda, tetapi merujuk kepada seseorang
karena ada kata “dia” disana.

c. Peran Ko-teks
Kemampuan kita untuk mengenali referen yang dimaksudkan sebenarnya lebih banyak
bergantung pada pemahaman kita tentang ungkapan-ungkapan pengacuan. Kemampuan
mengenali referen itu telah dibantu oleh materi linguistik, atau ko-teks, yang menyertai
ungkapan pengacuan itu.

Contoh:

(8).       A: Jakarta memenangkan piala emas.

Jika kata ‘Jakarta’ merupakan suatu ungkapan pengacuan, ‘memenangkan piala dunia’
merupakan bagian dari ko-teks itu. Ko-teks dengan jelas membatasi rentangan
interprestasi terhadap kata ‘Jakarta’.

4
Ungkapan pengacuan sebenarnya memberikan suatu rentangan referensi, yaitu
sejumlah referensi yang memungkinkan.

Contoh:

(9). A: Kacang itu diambil dari kebun.

B: Kacang sedang makan di Mbok Jum.

Dari contoh di atas, sebuah ko-teks yang berbeda dapat memberikan jenis interpretasi
yang berbeda-beda dalam setiap kasus. Jika (9A) ialah jenis makanan, (9B) ialah nama
diri, meskipun kata ‘kacang’ tidak berubah.

Ko-teks hanya sekedar bagian lingkungan linguistik dimana ungkapan pengacuan


dipakai. Lingkungan fisik, atau konteks, mungkin lebih dikenali karena memiliki
pengaruh yang kuat tentang bagaimana ungkapan pengacuan itu harus
diinterprestasikan (George Yule, 1996: 21).

Jadi, referensi secara sederhana merupakan suatu tindakan sosial, dimana penutur
berasumsi bahwa kata atau frasa yang dipilih untuk mengenali suatu objek atau orang
akan dapat ditafsirkan sebagai yang dimaksudkan oleh penutur itu (George Yule, 1996:
22).

d. Referensi Anaforik
Dalam sebagian besar pembicaraan, kita harus memperhatikan siapa dan apa yang
sedang dibicarakan yang lebih dari satu kalimat dalam satu waktu. Setelah sebelumnya
memperkenalkan entitas penutur, para penutur akan menggunakan berbagai macam
ekspresi untuk menjaga referensi. Referensi anaforik atau anafora (ekspresi kedua)
merupakan proses untuk terus mengidentifikasi dengan tepat entitas yang sama
sebagaimana ditunjukkan oleh antesedennya (ekspresi awal). Dalam banyak hal, asumsi
tersebut tidak banyak mempengaruhi interpretasi, tetapi ketika perubahan atau efek
tertentu diuraikan, referensi anaforik harus diinterpretasikan secara berbeda.

Contoh: Ani adalah gadis yang cantik. Dia selalu berpenampilan rapi.

5
(Antesedennya adalah Ani, dan anaforanya adalah dia). Kunci untuk memahami
referensi adalah proses pragmatik yang digunakan para penutur untuk memilih
ekspresi-ekspresi linguistik dengan maksud mengidentifikasikan entitas-entitas tertentu
dengan asumsi bahwa pendengar akan berkolaborasi dan menginterpretasikan ekspresi-
ekspresi sebagaimana yang dimaksudkan penutur.
Dimensi sosial referensi mungkin juga terikat dengan efek kolaborasi. Segera setelah
mengetahui referen yang dimaksudkan, bahkan ketika sebuah ekspresi pengacu
minimal (misalnya kata ganti) digunakan bersama, merupakan sesuatu yang umum dan
merupakan kedekatan sosial.
Keberhasilan referensi berarti bahwa maksud penutur telah diketahui, melalui
inferensi, yang menunjukkan semacam pengetahuan yang dimiliki bersama dan
merupakan kedekatan sosial.

B. Pengertian Deiksis
Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos yang berarti 'hal yang menunjuk secara
langsung'. Dalam bahasa Yunani, deiksis merupakan istilah teknis untuk salah satu hal
yang mendasar yang dilakukan dalam tuturan. Sedangkan isti1ah deiktikos yang
dipergunakan oleh tata bahasa Yunani da1am pengertian sekarang kita sebut kata ganti
demonstratif.  Dari definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa deiksis adalah bentuk bahasa
baik berupa kata maupun lainnya yang berfungsi sebagai penunjuk hal atau fungsi tertentu
di luar bahasa. Dengan kata lain, sebuah bentuk bahasa bisa dikatakan bersifat deiksis
apabila acuan/ rujukan/ referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti pada siapa yang
menjadi si pembicara dan bergantung pula pada saat dan tempat dituturkannya kata itu.
Jadi, deiksis merupakan kata-kata yang tidak memiliki referen yang tetap. Seperti contoh
dialog berikut ini:
Ani : Hari ini saya akan pergi ke Surabaya. Kalau kamu?
Ali :  Saya santai di rumah.
Kata ‘Saya’ di atas sebagai kata ganti dari dua orang. Kata pertama adalah kata ganti
dari Ani. Sedangkan kedua adalah kata ganti Ali. Dari contoh di atas, tampak kata ‘saya’
memiliki referen yang berpindah-pindah sesuai dengan konteks pembicaraan serta situasi
berbahasa.
Deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang
kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti Penunjukan melalui bahasa. Bentuk linguistic
yang dipakai untuk menyelesaikan penunjukan disebut ungkapan deiksis. Dengan kata lain

6
informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal yang menunjuk pada hal tertentu
baik benda, tempat, ataupun waktu itulah yang disebut dengan deiksis, misalnya he, here,
now. Ketiga ungkapan itu memberi perintah untuk menunjuk konteks tertentu agar makna
ujaran dapat di pahami dengan tegas.Tenses atau kala juga merupakan jenis deiksis.
Misalnya then hanya dapat di rujuk dari situasinya. Deiksis juga didefinisikan sebagai
ungkapan yang terikat dengan konteksnya. Contohnya dalam kalimat “Saya mencintai
dia”, informasi dari kata ganti “saya” dan “dia” hanya dapat di telusuri dari konteks
ujaran. Ungkapan-ungkapan yang hanya diketahui hanya dari konteks ujaran itulah yang
di sebut deiksis.

Deiksis dapat juga diartikan sebagai lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa,
proses atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam hubungannya
dengan dimensi ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak
bicara (Lyons, 1977: 637 via Djajasudarma, 1993: 43).

Pengertian deiksis dibedakan dengan pengertian anafora. Deiksis dapat diartikan sebagai
luar tuturan, dimana yang menjadi pusat orientasi deiksis senantiasa si pembicara, yang
tidak merupakan unsur di dalam bahasa itu sendiri, sedangkan anafora merujuk dalam
tuturan baik yang mengacu kata yang berada di belakang maupun yang merujuk kata yang
berada di depan (Lyons, 1977: 638 via Setiawan, 1997: 6).

Berdasarkan beberapa pendapat, dapat dinyatakan bahwa deiksis merupakan suatu


gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang acuannya dapat ditafsirkan
sesuai dengan situasi pembicaraan dan menunjuk pada sesuatu di luar bahasa seperti kata
tunjuk, pronomina, dan sebagainya. Perujukan atau penunjukan dapat ditujukan pada
bentuk atau konstituen sebelumnya yang disebut anafora. Perujukan dapat pula ditujukan
pada bentuk yang akan disebut kemudian. Bentuk rujukan seperti itu disebut dengan
katafora.

Fenomena deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk menggambarkan hubungan
antara bahasa dan konteks dalam struktur bahasa itu sendiri. Kata seperti saya, sini,
sekarang adalah kata-kata deiktis. Kata-kata ini tidak memiliki referen yang tetap. Referen
kata saya, sini, sekarang baru dapat diketahui maknanya jika diketahui pula siapa, di
tempat mana, dan waktu kapan kata-kata itu diucapkan. Jadi, yang menjadi pusat orientasi
deiksis adalah penutur.

7
Jenis-jenis Dieksis:

Dalam pragmatik, deiksis dibagi menjadi lima jenis meliputi: deiksis orang, deiksis
tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial.

a. Deiksis Persona (deiksis orang)

Menurut pendapat Becker dan Oka dalam Purwo (1984: 21) bahwa deiksis persona
merupakan dasar orientasi bagi deiksis ruang dan tempat serta waktu. Deiksis orang
memakai istilah kata ganti diri; dinamakan demikian karena fungsinya yang
menggantikan diri orang. Bahasa Indonesia hanya mengenal pembagian kata ganti
persona menjadi tiga.

Diantara ketiga kata ganti persona itu hanya kata ganti persona pertama dan kedua yang
menyatakan orang. Kata ganti persona ketiga dapat menyatakan orang maupun benda
(termasuk binatang). Referen yang ditunjuk oleh kata ganti persona berganti-ganti
tergantung pada peranan yang dibawakan oleh peserta tindak ujaran. Orang yang
sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama. Apabila dia tidak
berbicara lagi dan kemudian menjadi pendengar maka ia disebut persona kedua. Orang
yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan atau yang hadir dekat dengan
tempat pembicaraan disebut persona ketiga.

Contoh pemakaian kata saya dan aku, masing-masing memiliki perbedaan pemakaian.
Kata aku hanya dapat dipakai dalam situasi informal. Kata saya dapat dipergunakan
dalam situasi formal maupun informal. Jadi kata saya merupakan kata tak bermarkah
sedangkan kata aku bermarkah keintiman.

b. Deiksis Tempat

Deiksis tempat menyatakan pemberian bentuk kepada tempat, dipandang dari lokasi
pemeran dalam peristiwa berbahasa, yang meliputi (a) yang dekat dengan pembicara (di
sini); (b) yang jauh dari pembicara tetapi dekat dengan pendengar (di situ); (c) yang
jauh dari pembicara dan pendengar (di sana).

Di bawah ini masing-masing contohnya: Kata nanti apabila dirangkaikan dengan kata
pagi, siang, sore atau malam tidak dapat memiliki jangkauan ke depan lebih dari satu
hari. Dalam rangkaian dengan nama bulan kata nanti, dapat mempunyai jangkauan ke
depan yang lebih jauh.

8
Contoh:
(a) Duduklah bersamaku di sini!
(b) Letakkan piringmu di situ!
(c) Aku akan menemuinya di sana.

c. Deiksis Waktu

Deiksis waktu berkaitan dengan pengungkapan jarak waktu dipandang dari waktu suatu
tuturan diproduksi oleh pembicara: sekarang, kemarin, lusa, dsb.

Contoh:
(a) Nanti sore aku akan datang kerumahmu.
(b) Bulan Juni nanti jumlah pengunjung mungkin lebih meningkat.

d. Deiksis Wacana

Deiksis wacana yang berkaitan dengan bagian-bagian tentang dalam wacana yang telah
diberikan dan atau yang sedang dikembangkan (Agustina, 1995:47). Deiksis wacana
ditunjukan oleh anafora dan katafora. Sebuah rujukan dikatakan anafora apabilaperujuk
atau penggantinya merujukn kepada hal yang sudah disebutkan. Bersifat katafora jika
rujukannya menunjukan kembali kepada hal yang telah disebutkan sebelumnya dalam
kalimat atau wacana.

(a) anafora: yang pertama, berikut ini, dsb.

Contoh anafora:

Film November 1828 bisa dibuat terutama berkat kerjasama dua orang, Nyohansiang
dan Teguh Karya. Yang pertama memiliki model dan ingin membuat film lain dari
yang lain, sedangkan yang satunya sutradara yang selalu tampil dengan film-film
terkenal.

(b) katafora: tersebut,demikian, dsb.

Contoh Katafora:

Pak Suparman (56 tahun) seorang petani gurem yang bermukim di kalurahan
Karangmojo, kecamatan Cepu, berkisah demikian: ”Dengan berbagai cara saya
berusaha agar dapat meningkatkan produksi gurem dengan kualitas yang baik”.

e. Deiksis Sosial

9
Deiksis sosial mengungkapkan perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat
antarpartisipan yang terdapat dalam peristiwa berbahasa. Deiksis ini menyebabkan
adanya kesopanan berbahasa. Misalnya menggunakan kata mati, meninggal, wafat, dan
mangkat untuk menyatakan keadaan meninggal dunia dan penyebutan pronomina
persona (kata ganti orang), seperti kau, kamu, dia, anda, dan mereka, serta penggunaan
sistem sapaan dan penggunaan gelar.

Contoh:

1). Apakah saya bisa menemui Bapak hari ini?

2). Saya harap Pak Haji berkenan memenuhi undangan saya.

10
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI (2000:939) disebutkan bahwa
Referensi adalah sumber acuan, rujukan, atau petunjuk. Mungkin paling tepat jika kita
menganggap referensi (pengacuan) sebagai sebuah tindakan ketika penutur atau penulis
menggunakan bentuk-bentuk yang memungkinkan pendengar atau permbaca
mengidentifikasikan sesuatu. Inferensi adalah simpulan atau yang dapat disimpulkan
(KBBI, 2000:432).
Deiksis berasal dari kata Yunani kuno yang berarti “penunjukkan”. Dengan kata lain
informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal yang menunjuk pada hal
tertentu baik benda, tempat, ataupun waktu itulah yang disebut dengan deiksis, misalnya
he, here, now. Ketiga ungkapan itu memberi perintah untuk menunjuk konteks tertentu
agar makna ujaran dapat di pahami dengan tegas.Tenses atau kala juga merupakan jenis
deiksis. Misalnya then hanya dapat di rujuk dari situasinya. Deiksis ada lima macam,
yaitu deiksis orang, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana dan deiksis sosial.

B. SARAN

Deiksis sosial mengungkapkan perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat


antarpartisipan yang terdapat dalam peristiwa berbahasa. Deiksis ini menyebabkan
adanya kesopanan berbahasa. Misalnya menggunakan kata mati, meninggal, wafat, dan
mangkat untuk menyatakan keadaan meninggal dunia dan penyebutan pronomina
persona (kata ganti orang), seperti kau, kamu, dia, anda, dan mereka, serta penggunaan
sistem sapaan dan penggunaan gelar.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://herninaraihaputri.blogspot.co.id/2012/05/pragmatik-referensi-dan-inferensi.html

12

Anda mungkin juga menyukai