Anda di halaman 1dari 12

Kelas Kata dalam Bahasa Sunda Menurut Djajasudarma

Kelas kata berdasarkan hasil proses morfemis, terdiri atas infleksional dan
derivasional. Proses tersebut menunjukan ada kelas kata terbuka dan tertutup.
Hasil tersebut mengakibatkan adanya perbedaan kelas, (kelas terbuka dapat
menghasilkan paradigma/bentukan kata dengan unsur lainnya yang
bergabung, misalnya bentuk dasar dan afiks).

I. Kelas Kata Terbuka


1. Verba (l)
Verba dibedakan dengan verbal, verba terjadi dari bentuk dasar verba itu
sendiri ( hees “tidur”, leumpang “jalan”, muka “membuka”, dan sebagainya),
sedangkan verbal dibentuk dari kelas kata non verba ( ngawarung “membuka
warung”, nyaksian “menyaksikan”, maraban “memberi makan”, dan
sebagainya). Verba yang bentuk dasarnya nomina disebut verba denominal
dan yang bentuk dasarnya adjektiva disebut verbal deadjektval (Kridalaksana,
1986).
A. Batasan dan Ciri
Verba Bahasa Sunda dalam kalimat biasanya menduduki fungsi predikat.
Pada prinsipnya verba menggambarkan tingkah laku atau pekerjaan dari suatu
nomina, atau hal yang menunjukan nomina itu diapakan (Ardiwinata,
1984:61), selain itu Ardiwinata menyebutkan bahwa inti suatu pekerjaan
adalah gerak, diam, dan menjadi. Istilah tersebut yang biasa kita kenal event
“peristiwa” (gerak), state “keadaan” (diam), dan process “proses” (menjadi),
yang dikemukakan oleh Huford, 1983:212 dalam Djajasudarma, 1985:62,
untuk mengidentifikasi arti situasi. Misalnya, daun jadi perang ‘daun menjadi
pirang’, tentulah karena sebelumnya daun tersebut tidak pirang.
Selain itu, verba bahasa Sunda juga memiliki ciri morfologis dan
sintaksis. Ciri morfologisnya, verba tidak dapat mengalami sufiksasi -an yang
bermakna ‘lebih’. Verba bahasa Sunda mengalami proses morfemis yang
berupa prefiksasi N (nasal). Sedangkan ciri sintaksisnya adalah bahwa verba
bahasa Sunda tidak bias bergabung dengan partikel henteu “tidak”atau tara
“tidak pernah”dalam bentuk negasi.

Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 1


B. Verba (l) memiliki beberapa kategori, diantaranya :
1) Berdasarkan struktur
a. Verba dasar
Secara semantic verba dasar bahasa Sunda memiliki tingkat
perbandingan makna. Contoh verba pencrong ‘tatap’, teuteup ‘tatap’,
dengan tingali “lihat”. Secara umum ketiga contoh verba tersebut memiliki
makna yang sama yaitu ‘melakukan satu kegiatan dengan menggunakan
indra penglihatan. Verba tingali memiliki makna nuansa yang netral,
pencrong dan teuteup dilakukan dalam waktu yang relative lama/ terus
menerus. Verba pencrong biasanya menatap dengan tujuan yang kurang
baik sedangkan teuteup menatap dengan tujuan ingin lebih jelas karena
kagum.
Pembagian verba(l) bahasa Sunda secara semantic dapat pula mengikuti
pembagian ke dalam verba dinamis dan statis, adapun uraiannya sebagai
berikut:
a) Verba dinamis
Verba dinamis adalah verbayang dapat memiliki bentuk progresif, di
dalam bahasa Sunda verba dinamis dapat bergabung dengan partikel keur
‘sedang’. Verba dinamis dibagi menjadi lima jenis, yaitu :
 Verba Aktivitas
Verba yang menggambarkan adanya aktivitas atau perbuatan yang
dilakukan subjek, bentuk dasar verba jenis ini dapat dijadikan
imperative. Contoh : dahar ‘makan’, leumpang ‘jalan’, gegel ‘gigit’.
 Verba Proses
Verba yang menggambarkan perubahn keadaan atau kondisi yang
dialami subjek. Bentuk dasar verba proses tidak dapat dijadikan
imperative, sebab adanya proses yang dinyatakan terjadi dengan
sendirinya tanpa kehendak subjek. Contoh : tuwuh ‘tumbuh’, rerep
‘berkurangnya panas (orang sakit).
 Verba Sensasi Tubuh

Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 2


Verba yang menggambarkan suatu situasi yang diterima atau
dirasakan oleh tubuh. Seperti halnya verba proses, verba jenis ini pun
tidak dapat dijadikan imperative. Contoh getek ‘geli’, nyeri ‘sakit’
pegel ‘pegal’, peurih ‘perih’.
 Verba Peristiwa Transisional
Verba yang menggambarkan perpindahan antara dua keadaan atau
posisi subjek. Pada umumnya verba ini tidak dapat dijadikan
imperative karena situasi terjadi dengan sendirinya. Jika verba verba
peristiwa transisional yang dijadikan imperative, maka maknanya
berubah menjadi aktivitas. Contoh : anjog ‘tiba’, hiber ‘terbang’,
labuh ‘jatuh’.
 Verba Momentan
Verba yang menggambarkan suatu kegiatan yang berlangsung dalam
durasi yang singkat, verba ini dapat dijadikan imperative. Contoh:
babuk ‘pukul’, badug ‘senggol’, jewang ‘tendang’.
b) Verba statif
Verba statif adalah verba yang tidak bias memiliki bentuk progesif, tidak
dapat bergabung dengan partikel keur ‘sedang’. Berdasarkan jenisnya
dibagi dua, yaitu :
 Verba dengan Pengertian dan Persepsi Lamban
Verba yang menggambarkan penerimaan, pengetahuan, atau informasi
melalui panca indra atau pikiran yang menyebabkan subjek tanpa
kemauan sendiri mengalamisatu situais. Verba jenis ini tidak dapat
dimulai atau diakhirisemuanya, dan dianggap tidak memiliki tahap
akhir.karena pemakaianya untuk persona ketiga maka mendapat
sufiksasi -eun. Contoh : bogoh “cinta”, ambeu ‘cium’, denge ‘dengar’.
 Verba Relasional
Verba yang secara eksplisit menyatakan relasi. Verba jenis ini terlihat
menjelaskan batas dua fungsi, yaitu subjek dan predikat. Hal ini dapat
dibuktikan dengan intonasi. Verba relasional tidak berdiri lepas dalam

Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 3


kalimat melainkan menjadi bagian dari dan membentuk satu kesatuan
dengan predikat. Contoh : boga ‘punya’, geugeuh ‘kuasai’ agem ‘anut’.
b. Verba turunan
Verba turunan bahasa Sunda dapat dibentuk dari bentuk dasar verba itu
sendiri, juga dapat dibentuk dari bentuk dasar bukan verba, sperti nomina,
adjektiva, dan adverbial. Verba turunan dari nomina disebut verbal denomina,
bentuk dasar dari adjektiba disebut verbal deadjektiva, dan bentuk dasarnya
adverbial disebut verbal adverbial. Bentuk dasar tersebut untuk menjadi
verba(l) mengalami proses morfemis berupa afiksasi dan pengulangan.
a) Verba turunan hasil afiksasi
Afiksasi adalah proses penggabungan afiks pada bentuk dasar verba(l).
afiksasi yang menghasilkan verba turunan dapat berupa prefiksasi,
infiksasi, sulfiksasi, dan simulfiksasi.
(1) Prefiksasi
Prefiksasi adalah penggabungan prefix pada bentuk dasar verba(l). pada
umumnya bentuk dasar verba bahasa Sunda dapat bergabung dengan
prefix, diantaranya :
(a) Prefix N- (nasal) befungsi memberikan suatu situasi sebagai tindakan
yang dikehendakai pleh subjek aktif, prfeiksasi N- mempunyai
alomorf n-, ny-, m-, dan ng- (nga-). Contoh : nyawah ‘bersawah’,
ngangeun ‘menyayur’, ngaraja ‘berlaga seperti taja’.
(b) Prefix di- pada bentuk dasar verba(l) membentuk makna kategori
pasif disengaja. Contoh : ditbawa ‘dibawa’ dibedil ‘ditembak’, dicekel
‘dipegang’.
(c) Prefix ka- pada bentuk dasar vebra(l) makna kategori pasif yang
menunjukan ketidaksengajaan, selain itu prefix ka- menunjukan
bahwa situasinya telah selesai dan dapat pula bermakna ‘dapat di’.
Contoh: kabedil ‘tertembak’, kagelong ‘tertelan’, katajong
‘tertendang’.
(d) Prefix ti- pada bentuk dasar verba mendukung makna bahwa suatu
situasi terjadi secara kebetulan/tidak sengaja. Veba bentuk ini
dikategorikan ke dalam bentuk verba aktif karena subjeknya berperan

Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 4


sebagai agentif. Hanya saja, tindakan itu bukan kemauan sendiri,
melainkan tanpa sengaja. Contoh: tijengkang ‘jatuh terlentang’
(e) Prefix ba- mendukung makna aktivitas transissional dan beralasan.
Contoh: bajuang ‘berjuang’ balayar ‘berlayar’, bagilir ‘bergilir’
(f) Prefix pa- mendukung makna repirokal (berbalasan). Contoh
paamprok ‘bertemu’, pacampur ‘bercampur’, pahili ‘tertukar’
(g) Prefix barang- mendukung makna bahwa suatu pekerjaan dilakukan
dengan tidak tentu. Contoh: barangbeuli ‘membeli apa saja’,
baranggawe ‘mengerjakan apa saja’.
(h) Prefix silih- mendukung makna berbalasan, perbedaanya prefix pa-
makna pekerjaan yang dilakukan oleh subjek secara tidak sengaja,
sedangkan prefiksasi silih- mendukung makna suatu pekerjaan
dialkukan dengan sengaja. Contoh: silihbanting ‘saling
membantingkan’, silihgenti ‘saling menggantikan’, silihtincak ‘saling
menginjak’
(i) Prefix ting- hanya dapat bergabung dengan bentuk dasar verba yang
tiga silabe atau lebih. Bentuk dasar verba ini yang dua silabe jika
mengalami prefiksasi ting- terlebih dahulu mengalami infiksasi -ar- (-
al-), prefix ini mendukung makna masing-masing melakukan. Contoh
: tingkoceak ‘berjeritan’, tingsoloyong ‘berselancaran’, tingburinyay
‘berkilatan’
(2) Infiksasi
(a) Infiksasi -ar-/ -al- mendukung makna sangat. Contoh : sarare ‘pada
tidur’ palaur ‘sangat ngeri’
(b) Infiksasi -um- mendukung makna keaspekan kontinuatif, sedangkan
pada bentuk adjektiva bermakna seolah-olah’. Contoh gumeulis
‘berlagak cantik’, gumasép ‘berlagak tampan’, sumeblak ‘berdebar-
debar’
(c) Infiksasi -in- mendukung makna perfektif. Contoh : pinanggih
‘ditemukan’, sinerat ‘tertulis’, tinulis ‘tertulis’
(3) Sufiksasi

Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 5


(a) Sufiks -an apabila bergabung dengan bentuk dasar nomina
medukung makna sesorang atau menghasilkan, sedangkan dalam
bentuk verba mendukung mkana keaspekan frekuantif. Contoh:
anakan ‘beranak’, ragragan ‘berjatuhan’, getihan ‘berdarah’.
(b)Sufiks -eun pada bentuk dasar nomina mendukung makna bahwa
seseorang, sedangkan verba menunjukan bahwa yang menjadi
subjek adalah orang ketiga. Contoh hayangeun ‘ia mau’, cacingeun
‘cacingan’, reuwaseun ‘ia kaget’.
(c) Sufiks -keun mendukung makna kategorial imperative. Contoh:
alungkeun ‘lemparkan’ hurungkeun ‘nyalakan’, sapukeun
‘sapukan’.
(4) Simulfiksasi
(a) N- + -an pada bentuk dasar verba mendukung makna keaspekan
kontinuatif/frekuantif dan aktivitas yang disengaja, pada bentuk
dasar nomina bermakna subjek memberikan sesuatu pada objek dan
menjadi, sedangkan pada bentuk dasar adjektiva mendukung makna
proses dan kausatif. Contoh ngadatangan ‘mendatangi’, nyiuman
‘menciumi’, ngagedean ‘membesar’.
(b) N- + -eun pada bentuk dasar verba imtrasitif mengubah makna dari
suatu situasi yang terjadi dengan sendirinya menjadi situasi yang
dilakukan oleh subjek dengan sengaja, pada bentuk dasar nomina
menunjukan bahwa objek berfungsi sebagai lat, sedangkan pada
adjektiva dan numeralia bermakna kausatif, contoh: ngadengekeun
‘mendengarkan’, ngubarkeun ‘mengobatkan’, ngagedekeun ‘
membesarkan’, ngahijikeun ‘menyatukan’.
(c) Mang- + -eun dapat mengubah verba monotransitif dan intrasitif
menjadi bitransitif. Contoh mangdiukeun ‘menolong dudukan’,
mangmeulikeun ‘menolong belikan’, mangnyimpangkeun
‘menolong singgahkan’.
(d) Pi- + -eun pada bentuk kelas kata lain mendukung makna keaspekan
prospektif/futuratif. Pihujaneun ‘akan hujan’, pigeuliseun ‘akan
cantik’, pigorengeun ‘akan jelek’.

Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 6


b) Verba turunan reduplikasi
(a) Dwilingga, yaitu seluruh bentuk diulang. Contoh : tunya-tanya, cengar-
cengir, gutak-gitek.
(b) Dwipurwa, yaitu pengulangan sebagian yakni silabe pertama. Contoh
tatanya, babantu, ngungudag
(c) Trilingga, yaitu pengulangan tiga silabe dengan perubahan bunyi,
Misalnya, war wer wor ‘tumpah’, brang bréng brong ‘ribut’.
(d) Bentuk ulang semu
 Dwilingga semu, misalnya alun-alun ‘pusat kota’, cika-cika ‘kunang-
kunang’.
 Dwipurwa semu, misalnya papatong ‘capung’, kukupu ‘kupu-kupu’
2) Kategori Verba
(a) Verba Transitif, yaitu verba yang memerlukan objek, verba transitif
dalam bahasa Sunda biasanya berprefiks N-, mi-, sufiks -an, dan -eun
(b) Verba Intransitif, yaitu verba yang tidak memerlukan objek, biasanya
diikuti prefix N-, di-, nyang-, dan bentuk dwipurwa.
(c) Verba Bitransitif, yaitu verba yang memerlukan dua objek (tujuan dan
penerima) biasanya bersimulfiks mang- + -keun
(d) Verba Majemuk, yaitu verba yang terbentuk melalui proses
pemajemukan dua morfem asal atau lebih, atau verba berafiks yang
digabungkan dengan kata atau morfem terikat sehingga menjadi satu
satuan makna. Berdasarkan komponennya verba majemuk dibagi dua,
yaitu:
 Verba majemuk yang komponennya merupakan bentuk dasar,
contoh : jual beuli, sumput salindung, unjuk uninga.
 Verba majemuk yang salah satu komponenya berafiks: mager sari,
nata baris, ngaruhun balung.
2. Nomina (l)
Nomina (l) adalah nama dari semua benda yang dibendakan.
Nomina adalah jenis kata yang menunjukan suatu benda yang dapat

Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 7


berdiri sendiri di dalam kalimat dan tidak bergantung pada jenis kata lain,
seperti orang, tempat, benda, misalnya imah ‘rumah’, kuring ‘saya’.
Nomina (l) adalah suatu jenis kata yang menandai atau menamai
suatu benda yang dapat berdiri sendiri di dalam kalimat dan tidak
bergantung pada kata lainnya, seperti orang, tempat, benda, kualitas.
Adapun penanda sintaksisnya adalah dalam bentuk ingkaran/negasi,
missal lain imah ‘bukan rumah’, lain kuda ‘bukan kuda’. lain jelema
‘bukan orang’. Selain itu, ada juga penanda morfologisnya, yakni dengan
bentuk dwilingga, missal imah ‘rumah’ menjadi imah-imah ‘rumah-
rumah’.Berdasarkan bentuk, nomina dibagi dua, yakni nomina abstrak
dan nomina konkrit, nomina abstrak. Nomina bentuk dasar adalah
nomina yang memiliki makna bila digunakan tersendiri, sedangkan
nomina atau nomina/turunan adalah sebagai berikut :
(1) Nomina / Berafiks
Nomina berafiks adalah nominal atau nomina turunan yang
muncul dari proses afiksasi, seperti sagelas ‘satu gelas’, sabungkus
‘satu bungkus’ calanaan ‘ada celananya, pibajueunana ‘bahan untuk
menjadi baju.
(2) Nomina / Reduplikasi
Nomina Reduplikasi adalah Nominal atau nomina yang muncul
akibat dari proses reduplikas, seperti Awing-awang ‘angkasa’, buba-
bibi ‘(menyebutkan nama bibik tanpa aturan)’, kuah-kuéh ‘(macam-
macam kue)’.
(3) Nomina / Gabungan Proses
Nomina gabungan proses adalah nomina yang muncul akibat dari
proses afiksasi dan bervariasi dengan proses reduplikasi, seperti
babaturan ‘teman’, tatangkalan ‘pepohonan’, momobilan ‘mobil
tiruan’.
(4) Nomina / yang bersasal dari belbagai kelas karena proses
Nomina ini adalah nomina turunan yang berasal dari kelas kata
lain kemudian dijadikan nominal melalui proses, seperti :
a. Deadjektivalisasi : kabingah ‘kebahagiaan’, kasakit ‘penyakit’.

Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 8


b. Deadverbialisasi : bisana ‘kemampuannya’, kabiasaanana
‘kebiasaannya’.
c. Deverbalisasi : pangangkut ‘pengangkut’, kabogoh ‘pacar’.
(5) Nomina(l) Gabungan
Nomina(l) Gabungan adalah nomina turunan yang muncul atau
dihasilkan dari proses penggabungan nomina atau deverba dengan
nomina. Nomina gabungan ini sebagian besar menunjukkan
penjumlahan, seperti gabungan dari nomina berikut : Beurang
peuting ‘siang dan malam’, dunya ahérat ‘dunia dan akhirat’. Contoh
Gabungan nomina(l) yang menunjukan makna tempat, antara lain
terdapat pada : puseur dayeuh ‘pusat kota’. Lemah cai ‘tanah air’.
Contoh Gabungan nomina(l) yang menyatakan posesif antara lain,
terjadi pada : lembur kuring ‘kampung saya’.
3. Pronomina
Pronominal adalah kategori yang sifatnya menggantikan nomina l.
pronominal dalam bahasa sunda dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Pronomuina Persona adalah pronominal yang dipakai untuk
mengacu kepada orang lain.
b. Pronominal Demonstratif adalah kata yang dipakai untuk
menunjukan atau mengganti benda, contoh : ieu ‘ini’, eta ’itu (agak
jauh)’, itu ‘itu (jauh).
c. Pronominal Interogrativa (penanya) adalah kata yang menyatakan
benda, orang atau sesuatu keadaan, misalnya saha ‘siapa’, naon
‘apa’.
4. Numeralia
Numeralia adalah kategori yang dapat mendampingi nomina dalam
konstruksi sintaksis, mempunyai potensi untuk mendampingi numeralia
lain, dan tidak dapat bergabung dengan tidak atau dengan sangat. Numeralia
di dalam bahasa Sunda dapat dibedakan atas :
(1) Numeralia pokok
(a) Numeralia pokok tentu misalnya, saparapat ‘seperempat’, satengah
‘setengah’ sapuluh ‘sepuluh’.

Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 9


(b) Numeralia tak tentu, misalnya loba ‘banyak’, saeutik ‘sedikit’.
(2) Numeralia tingkat
(a) Numeralia tingkat tentu, misalnya kahiji ‘kesatu’, kadua ‘kedua’,
katilu ‘ketiga’.
(b)Numeralia tingkat tak tentu, misalnya kasabaraha ‘keberapa’,
kasakitu
(3) Numeralia pecahan, misalnya sagandu, sahulu, sasikat
5. Adjektiva (l)
Adjektiva atau kata sifat ialah kata yang menjadi ciri suatu benda. Sifat
yang utama ialah sifat yang berkenaan dengan rupa, rasa, dan bau, yaitu
sesuatu yang terpahami melalui panca indera D.K Ardiwinata (1984:14).
Adjektiva adalah kata yang menerangkan kata, benda atau bisa juga disebut
kata yang menjadi ciri atau sifat suatu benda dan bentuk yang berkenaan
dengan panca indera. sejalan dengan pendapat yang telah dikemukakan di
atas, Djajasudarma dan Idat Abdulwahid (1987:68) mempertegas lagi
bahwa adjektiva di dalam bahasa Sunda menerangkan nomina. Berdasarkan
ciri morfologisnya, dapat bergabung dengan infiks -al- (laleutik), sufiks -
eun (pohoeun), prefix pang-+ sufiksa -na (pangalusna), sedangkan ciri
sintaksisnya dapat bergabung dan didahului oleh partikel rada ‘agak’,
leuwih ‘lebih’, kacida + sufiks -na ‘alangkah +sufiks -nya. Berdasarkan
bentuk, adjektiva dibagi menjadi :
(1) Adjektiva dasar, misal geulis ‘cantik’, goreng ‘jelek’, alus ‘bagus’,
dan sebagainya.
(2) Adjektiva turunan, yakni adjektiva yang telah mengalami proses
morfologis, seperti berikut :
(a) Adjektiva dasar + infiks -ar-/ -al-, contoh : garede pada besar’,
aralus ‘pada bagus’ palinter ‘pada pandai’.
(b) Adjektiva dasar + sufiks -eun,misal panaseun, eraeun, atoheun
(c) Adjektiva dasar + konfiks pang + -na, misal panglucuna,
pangpinterna, pangbeungharna.
(d) Derivasi adjektiva yang dibentuk dari nomina dasar + konfiks
pang- + -na, misal pangaingna, pangeuceuna, pangakangna.

Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 10


(e) Reduplikasi bentuk dasar adjektiva, misal beunghar-beunghar,
kasep-kasep, pinter-pinter.
6. Adverbia(l)
Adeverbia merupakan salah satu kategori kata yang terdapat dalam
bahasa Sunda yang mempunyai fungsi untuk menerangkan verba, adjektiva,
adverbial, dan unsur lainnya. Ciri adverbial yang diantaranya meiliki ciri
morfologis yang sama dengan adjektiva, yaitu dapat bergabung dengan
simulfiks pang +-na yang bermakna paling, dan ciri sintaksisnya, yaitu dapat
bergabung dengan preposisi tingkat, modalitas, dan preposisi subordinatif.
Berdasarkan bentuk adverbial dibedakan menjadi,
(1) Adverbia dasar, contohnya anyar ‘baru’, heubeul ‘lama’, ashar, bieu
‘barusan’, deukeut ‘dekat’, dan sebagainya.
(2) Adverbia turunan, yaitu adverbial yang telah mengalami proses
pembentukan kata.
(a) Adverbia yang mempunyai makna paling, misalnya Panglarikna
‘paling kencang’, panglilana ‘paling lama’, pangminengna
‘paling sering’.
(b) Adverbia yang mempunyai makna intesitas atau kontinuitas,
misalnya terus-terusan ‘terus menerus’, ampir-ampiran ‘hampir
saja’, ampleng-amplengan ‘lama tak kunjung datang’.
(c) Adverbia yang mempunyai makna aspek inkoatif, misalnya
saatosna ‘sesudanya’ sateuacanna ‘sebelumnya’, saméméhna
‘sebelumnya’.
(d) Adverbia yang mempunyai makna sama dengan, sesuai dengan,
sepanjang misalnya luhur ‘atas’, handap ‘bawah’, lila ‘lama’.
(e) Adverbia yang mempunyai makna intensitas, misalnya enya-enya
‘sungguh-sungguh’, leres-leres ‘benar-benar’, rupa-rupa
‘bermacam-macam’.
(f) Adverbia yang mempunyai makna cukup, misalnya sakalieun
‘cukup untuk sekali’, opateun ‘cukup untuk empat (orang),
sabulaneun ‘cukup untuk satu bulan’.

Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 11


II. Kelas Kata Tertutup
Kelas kata tertutup terdiri atas :
1. Kata fungsional
Kata yang berfungsi dalam pembentukan kata, frasa, klausa, dan
kalimat (Konjungsi dan Preposisi). Kata fungsional biasa juga
dikatakan sebagai unsur morfem terikat secara sintaksis (MTS).
2. Partikel (lah, kah, tah,dan pun) termasuk afiks biasa dikatakan sebagai
morfem terikat secara morfemis (MTS), misalnya dalam
pembentukan kata.

Kelas Kata dalam Bahasa Sunda | 12

Anda mungkin juga menyukai