Anda di halaman 1dari 5

Nama : Putri Indira Rahmawati

NIM : 19020104043

 Nama pengarang : Badai Tris Suhendar dan Umul Khasanah


 Judul karya sastra : Majas dalam Haiku Karya Matsuo Basho
 Permasalahan :
- Menganalisis majas yang terkandung pada kumpulan haiku karya Matsuo basho.
- Mengkaji penggunaan gaya bahasa kiasan pada haiku karya Matsuo Basho.
 Hasil analisis :

Majas perbandingan dalam Haiku karya Matsuo Basho

1. Majas Simile

狂句木枯の身は竹斎に似たる哉
(kyōkukogarashi no / mi wa Chikusai ni / nitaru kana)
“puisi gila: pada angin musim dingin, tidakkah tubuhku mirip Chikusai.”

Puisi diatas berjudul “Puisi Gila” yang terdapat pada halaman 47 no. 144 pada buku
“Basho Haiku”. Kata penghubung (似たる, dibaca “nitaru”) diartikan “menyerupai”,
yang mewakili penggunaan gaya bahasa simile oleh Basho untuk memperbandingkan
dua hal: kondisinya yang menyedihkan dalam perjalanan dengan Chikusai.
2. Majas Metafora

雲とへだつ友かや雁の生き別れ
(kumo to hedatsu / tomo ka ya kari no / ikiwakare)
“awan terpisah, kawan dan angsa berpisah.”

Puisi di atas terdapat pada halaman 47 no. 144 pada buku “Basho Haiku”. Haiku di
atas di tulis pada musim semi tahun 1672 dan dapat dibaca keseluruhan sebagai
“awan bergerak terpisah, seekor angsa liar untuk sementara berpisah dengan
temannya.”Majas metafora yang terdapat pada puisi di atas berusaha
memperbandingkan situasi perpisahan antara awan dengan angsa yang berlangsung
secara natural.
3. Majas Personifikasi

古巣ただあはれなるべき隣かな
(furusu tada / aware naru beki / tonari kana)
“sarang tua, akan sedih kiranya, tetangga.”

Puisi diatas terdapat pada halaman 55 no. 178 pada buku “Basho Haiku”. Haiku di
atas ditulis pada musim semi tahun 1686. Basho menggunakan gaya personifikasi
untuk mengungkapkan kesepian yang akan terasa setelah keberangkatan Sōha. Hal
tersebut direpresentasikan melalui sarang tua (古巣, dibaca “furusu”) yang merasa
sedih (あは, dibaca “aware”) karena ditinggalkan penghuninya.Kesan ciri manusia
disematkan Basho kepada benda berupa bangunan, yang seharusnya tidak memiliki
rasa sebagaimana manusia.
4. Majas Alegori

姥桜咲くや老後の思い出
(uba-zakura / saku ya rōgo no / omoide)
“nyonya sakura, mekar di hari tua, kenangan.”

Puisi diatas terdapat pada halaman 19 no. 03 pada buku “Basho Haiku”. Haiku di atas
ditulis pada musim semi tahun 1664 dan dapat dibaca secara keseluruhan “nyonya
sakura yang bermekaran: sebuah kenangan akan masa tuanya,” yang diartikan dengan
“mekar di masa lalu merupakan hal yang patut dikenang,” atau “mekar di masa lalu
mengingatkan tentang masa kedigdayaannya.”
5. Majas Hiperbola

結ぶより早歯にひびく泉かな
(musubu yori / haya ha ni hibiku / izumi kana)
“dua tangan menyekup, seketika gigiku bergetar, air musim semi.”
Puisi di atas terdapat pada halaman 33 no. 74 pada buku “Basho Haiku”. Haiku di
atas ditulis pada musim panas antara tahun 1684 – 1687, dan dapat dibaca secara
keseluruhan menjadi: “seketika aku menyekupnya, ia menggetarkan gigiku: air
musim semi.” Basho menggunakan gaya hiperbola untuk mengekspresikan kesegaran
air musim semi (泉, dibaca “izumi”) yang dinikmatinya, dengan memperkuat kesan
bahwa air musim semi yang disekupnya dengan kedua tangan dari mata air terasa
begitu segar, hingga mampu membuat giginya (歯, dibaca “ha”) seperti bergetar (ひ
びく, dibaca “hibiku”).

Majas pertentangan dalam Haiku karya Matsuo Basho

1. Majas litotes

草枕犬も時雨るか夜の声
(kusa makura / inu mo shigururu ka / yoru no koe)
“bantal rumput, apakah anjing juga kehujanan? suara malam.”

Puisi diatas terdapat pada halaman 47 no. 145 pada buku “Basho Haiku”. Haiku di
atas ditulis pada musim dingin antara tahun 1684 – 1685, ketika Basho sedang dalam
perjalanan menuju Nagoya.Frasa “bantal rumput” (草枕, dibaca “kusa makura”)
merupakan epitet yang bersifat merendahkan dari aktivitas istirahat ketika sedang
dalam perjalanan, atau beristirahat hingga tertidur di rumput pada alam terbuka
(Barnhill, 2004:179). Sedangkan subjek “anjing” (犬, dibaca “inu”) dapat diartikan
dengan Basho yang berusaha memperbandingkan dirinya dengan hal lain, dalam hal
ini adalah hewan. Adapun gaya bahasa litotes yang digunakan Basho pada haiku
tersebut adalah untuk menerangkan, bahwasanya penutur sedang beristirahat dalam
perjalanan beralaskan rumput di alam terbuka, tetapi masih dapat memikirkan kondisi
makhluk lain seperti anjing dalam situasi serupa (時雨, dibaca “shigure” berarti hujan
di akhir musim gugur atau awal musim dingin). Penggunaan diksi bantal rumput.
2. Majas Oksimoron

月はあれど留守のやうなり須磨の夏
(tsuki wa are do / rusu no yō nari / Suma no natsu)
“ada bulan di sana, terasa ketidakhadirannya, musim panas di Suma.”

Puisi diatas berjudul “Suma” yang terdapat pada halaman 74 no. 289 pada buku
“Basho Haiku”. Haiku di atas ditulis pada musim panas tahun 1688. Secara utuh,
haiku di atas dapat dibaca sebagai: “bulan terlihat di sini, namun serasa tidak ada:
bulan musim panas di Suma.” Penggunaan kata di sana (あれ, dibaca “are”)
mengindikasikan keberadaan bulan (月, dibaca “tsuki”) yang sedang diamati oleh
penutur. Tetapi suasana lengang di Suma seakan-akan membuat keberadaan bulan
tidak terasa atau absen (留守, dibaca “rusu”). Dua frasa yang berlawanan, yakni
“are” dan “rusu” yang terdapat pada puisi tersebut menunjukkan gaya bahasa
oksimoron yang digunakan Basho untuk mengekspresikan suasana sepi di Suma.
3. Majas Zeugma

東西あはれさひとつ秋の風
(higashi nishi / awaresa hitotsu / aki no kaze)
“timur ke barat, kesedihan tetaplah sama, angin musim gugur.”

Puisi di atas terdapat pada halaman 54 no. 181 pada buku “Basho Haiku”. Haiku di
atas ditulis pada musim gugur tahun 1686. Adapun Basho menggunakan gaya bahasa
zeugma yang diwakili frasa “timur ke barat” (東西, dibaca “higashi nishi”) untuk
menunjukkan keterangan tempat “ke mana saja.” Dengan kata lain, Basho ingin
menuturkan bahwa: “di mana pun, rasa sedih sebagai konsekuensi kefanaan hidup
tetaplah sama: sebagaimana angin musim gugur.”

Majas Metonimia dalam Haiku karya Matsuo basho

1. Majas Metonimia

西行の庵もあらん花の庭
(Saigyō no / iori mo aran / hana no niwa)
“pertapaan Saigyō pasti ada di sini, taman berbunga.”
Puisi di atas terdapat pada halaman 34 no. 82 pada buku “Basho Haiku”. Haiku di
atas ditulis pada musim semi antara tahun 1684 – 1694, ketika Basho sedang bertamu
ke rumah Naitō Rosen (1655 – 1733), seorang penulis haikai dan juga seorang
pembesar wilayah. Dalam haiku di atas, Basho memakai gaya metonimia yang
terlihat pada penggunaan namaSaigyōuntuk menggantikan atau mempertautkannya
dengan tempat tinggal Naitō Rosen. Kesan yang dimunculkan adalah Basho merasa
sedang berada di lokasi pertapaan Saigyō, meskipun sebenarnya berada di halaman
rumah Naitō Rosen yang dipenuhi bunga sakura pada musim semi.
2. Majas Sinekdoke

盃にみつの名を飲む今宵かな
(sakazuki ni / mitsu no na o nomu / koyoi kana)
“dalam cangkir, meminum tiga nama, malam ini.”
Puisi diatas terdapat pada halaman 53 no. 172 pada buku “Basho Haiku”. Haiku di
atas ditulis pada bulan kedelapan (Agustus) tahun 1685. Dalam catatan haibun
Journal of Bleached Bones in A Field, Basho menceritakan kedatangan tiga orang
laki-laki dari Reiganjima yang memiliki nama serupa: “Shichirobei” ke gubuk
jeraminya (Barnhill, 2005:102). Kejadian tersebut dituangkan Basho ke dalam haiku
menggunakan gaya bahasa sinekdoke, yakni dengan hanya menuliskan subjek
menjadi frasa “tiga nama” (みつの名, dibaca “mitsu no na”) untuk menggantikan
keterangan nama ketiga tamunya.
3. Majas Alusi

木枯の身は竹斎に似たる哉
(kyōku kogarashi no / mi wa Chikusai ni / nitaru kana)
“puisi gila: pada angin musim dingin, tidakkah tubuhku mirip Chikusai.”

Puisi diatas terdapat pada halaman 47 no. 144 pada buku “Basho Haiku”. Haiku di
atas ditulis pada musim dingin 1684-1685 ketika Basho sedang dalam perjalanan
menuju Nagoya. Adapun gayaalusi dipakai Basho untuk mempertautkan keadaannya
yang menyedihkan selama perjalanan dengan Chikusai.

Anda mungkin juga menyukai