Anda di halaman 1dari 12

ALIH WAHANA PADA PUISI “HUJAN BULAN JUNI” KARYA SAPARDI DJOKO

DARMONO MENJADI LAGU YANG DINYANYIKAN OLEH ARI DAN REDA


Grace Amelia Purba

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya Malang
Jl. Veteran Malang, pos-el: graceeameliaa@yahoo.com, HP: 081215458895
Abstrak
Karya sastra mengangkat persoalan kehidupan sebagai tema ceritanya. Cerita tersebut
secara implisit ataupun eksplisit menuangkan gagasan-gagasan pengarang mengenai
hidup dan kehidupan. Hal itu yang menjadikan karya sastra menarik untuk dikaji.
Karya sastra berkembang seiring perkembangan zaman. Dalam era ini, karya sastra
dapat dikaji dan ditelaah dengan membandingkan dua buah karya sastra yang berbeda.
Kajian dalam membandingkan karya sastra tersebut disebut sebagai Sastra Banding
atau Sastra Bandingan. Salah satu telaah sastra bandingan adalah alih wahana. Alih
wahana puisi menjadi lagu adalah fokus peneliti dalam karya tulis ini. Puisi “Hujan
Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Darmono yang diubah menjadi lagu oleh Ari Malibu
dan Reda Gaudiamo adalah objek penelitian peneliti. Karya tulis ini menampilkan
unsur-unsur puisi, unsur-unsur lagu, fungsi alih wahana lagu menjadi puisi. Puisi dan
lagu adalah seni dan sastra.
Kata kunci : Sastra Bandingan, Alih Wahana, Hujan Bulan Juni, Ari dan Reda
A. Pendahuluan
Sastra merupakan karya seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Bahasa yang dimaksudkan di sini adalah bunyi-bunyi bahasa yang distingtif yang dipakai
sebagai pola yang sistematis untuk mengkomunikasikan segala perasaan dan pikiran
(Semi, 1988: 12). Karya sastra diciptakan oleh seorang sastrawan adalah bertujuan untuk
dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Seorang sastrawan dalam
melahirkan suatu karya tidak hanya untuk memberikan suatu hiburan tetapi juga
mendorong pembaca untuk berpikir dan menilai bahwa sastra itu luas. Luas yang
dimaksud adalah sastra bicara tentang kehidupan karena dalam sastra terdapat makna
kehidupan yang isi dan maksudnya dapat dipahami dan dimanfaatkan oleh pembaca.
Sastra juga merupakan karya seni yang memiliki budi, imaginasi,dan emosi. Maka dalam
hal ini karya sastra dimanfaatkan sebagai karya yang intelektual dan emosional. Karya
sastra yang dalam bentuk penyajiannya berupa cerita yang mengangkat persoalan
kehidupan sebagai tema ceritanya, dan dalam cerita itulah secara implisit ataupun
eksplisit dituangkan gagasan-gagasan pengarang mengenai hidup dan kehidupan. 

1
Karya sastra berkembang seiring perkembangan zaman. Dalam era ini, karya
sastra dapat dikaji dan ditelaah dengan membandingkan dua buah karya sastra yang
berbeda. Kajian dalam membandingkan karya sastra tersebut disebut sebagai Sastra
Banding atau Sastra Bandingan. Sastra ini dibutuhkan dalam kajian atau kritik sastra
dalam menganalisis dua karya sastra yang berbeda. Namun, hasil perbandingan dari
Sastra Bandingan ini tidak bertujuan untuk menunjukkan kelebihan dan kekurangan
antara kedua karya sastra dan bukan juga untuk menunjukkan karya sastra yang baik dan
karya sastra yang buruk. Pembaca sekadar diberikan wawasan oleh pembuat
perbandingan karya sastra tersebut.
Perkembangan teknologi yang semakin lama semakin maju mempengaruhi
perkembangan sastra. Karya sastra kini bukan hanya tulisan atau lisan, melainkan juga
berupa lagu. Bahkan, ada banyak karya sastra tertulis yang dijadikan lagu dan lukisan.
Perubahan seperti itu disebut dengan alih wahana. Alih wahana adalah perubahan dari
satu jenis kesenian ke jenis kesenian lain. Karya sastra tidak hanya bisa diterjemahkan
tetapi juga dapat dialihwahanakan, yakni diubah menjadi jenis kesenian lain. Cerita
rekaan bisa diubah menjadi tari, drama, atau film, sedangkan puisi bisa diubah menjadi
lagu atau lukisan. Hal yang sebaliknya bisa juga terjadi, yakni novel ditulis berdasarkan
film atau drama, sedangkan puisi bisa lahir dari lukisan atau lagu (Damono, 2005: 96).
Sapardi Djoko Damono (2005:106-107) menyatakan bahwa, karya sastra juga bisa
digubah menjadi nyanyian dan lukisan, atau sebaliknya.
Puisi “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Darmono yang diubah menjadi
lagu oleh Ari Malibu dan Reda Gaudiamo. Puisi-puisi Sapardi dinyanyikan oleh Ari dan
Reda dan dikemas dalam sebuah album lagu bernama Becoming Dew yang diluncurkan
pada tahun 2007. Bentuk karya sastra yang dapat dipakai pengarang untuk mengungkap
daya imajinasi dan pengalaman hidup adalah lagu. Lirik lagu dapat disejajarkan dengan
puisi. Lirik ialah puisi yang sangat pendek yang mengekspresikan emosi. Lirik ini
diartikan juga sebagai puisi yang dinyanyikan, karena itu ia disusun dalam susunan yang
sederhana dan mengungkapkan sesuatu yang sederhana pula (Semi, 1988:106). Samuel
Taylor Coleridge (Pradopo, 2005:6) mengemukakan bahwa puisi itu adalah kata-kata
yang terindah dalam susunan terindah. Carlyle (Pradopo, 2005:6) menyatakan puisi
merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Dapat dikatakan bahwa, puisi Sapardi yang

2
dinyanyikan oleh Ari dan Reda dapat menghantarkan emosi dan mengungkapkan daya
imajinasi dalam puisi tersebut melalui lagu yang indah.
Dalam penelitian ini akan dideskripsikan unsur-unsur yang ada pada puisi dan
lagu “Hujan Bulan Juni” dan “Aku ingin” dan Alih Wahana pada kedua puisi tersebut.
Meskipun lagu dan puisi tersebut memiliki judul dan lirik yang sama teapi wujud
realisasinya berbeda dan pemaknaannya pun pasti berbeda. Seorang penyair dalam
menciptakan puisi itu memikirkan bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-
kata disusun sedemikian rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang
merdu seperti musik, yaitu menggunakan orkestra bunyi. Unsur musik dalam lirik lagu
sebagai penguat keindahan dari liriknya, sehingga penikmat lebih tertarik untuk
menikmati dan memahami maknanya.

B. Pembahasan
1. Sapardi Djoko Darmono dan AriReda
Sapardi Djoko Damono terkenal sebagai penyair. Di samping itu, Sapardi juga
terkenal sebagai dosen, pengamat sastra, kritikus sastra, dan pakar sastra. Sapardi
Djoko Damono lahir sebagai anak pertama pasangan Sadyoko dan Saparian, di Solo,
Jawa Tengah, tanggal 20 Maret 1940. Beliau berasal dari Solo, tepatnya Ngadijayan.
Peranan Sapardi Djoko Damono dalam kehidupan sastra Indonesia sangat penting. A.
Teeuw dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989) menyatakan bahwa Sapardi
adalah seorang cendekiawan muda yang mulai menulis sekitar tahun 1960. Beliau
merupakan seorang penyair yang orisinil dan kreatif, dengan percobaan-percobaan
pembaharuannya yang mengejutkan dan penggunaan objek yang sederhana
menjadikan beliau adalah seorang sastrawan panutan untuk perkembangan-
perkembangan sastra mendatang.
Sebagai panutan dalam bidang sastra, Sapardi sangat ingin mengenalkan puisi
kepada orang yang lebih muda. Menurut beliau, cara yang paling baik adalah dengan
melagukan puisi tersebut. Sapardi secara langsung meminta kepada Ari dan Reda
untuk menyanyikan puisinya dalam sebuah proyek apresiasi seni. Duo AriReda
memusikalisasi puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono. Di antaranya yang paling
populer adalah 'Aku Ingin' dan 'Hujan Bulan Juni'. Sang empunya puisi, Sapardi

3
Djoko Damono pun berpendapat, memang sudah seharusnya puisi dilagukan.
Menurut Sapardi, musik yang dibawakan oleh AriReda sudah pas untuk
memusikalisasi puisi. Pasalnya, dengan musik yang tenang, isi dari puisi tersebut
dapat terdengar dengan mudah.
AriReda adalah duo vocal yang terdiri dari Ari Malibu dan Reda Gaudiamo.
Mereka pertama kali terbentuk pada tahun 1982. Awalnya, mereka menyanyikan
lagu-lagu folk dan balada dari seperti Fly Away (John Denver), lagu-lagu duo Simon
& Garfunkel, dan lagu sejenis lainnya. Pada tahun 1987, mereka terlibat dalam
proyek apresiasi seni yang diprakarsai oleh Sapardi Djoko Damono dan Fuad Hassan
(Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu). Tujuannya, membantu orang awam
menikmati puisi lewat lagu. Sejak saat itu AriReda terus menyanyikan sajak-sajak
penyair Indonesia.Album pertama mereka, Becoming Dew, diluncurkan pada tahun
2007. Berisi 10 lagu dari puisi Sapardi Djoko Damono.
2. Unsur-Unsur Puisi “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Darmono
a. Pembaitan
Sebuah puisi adalah sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur
pembangun. Unsur-unsur tadi dinyatakan bersifat padu karena tidak dapat
dipisahkan tanpa mengaitkan unsur yang lainnya. Unsur-unsur itu bersifat
fungsional dalam kesatuannya dan juga bersifat fungsional terhadap unsur lainnya
(Herman J Waluyo, 1995:25). Pembaitan merupakan analisis pada puisi yang
dilakukan dengan cara analisis bait demi bait untuk mengetahui tema cerita.
Puisi “Hujan Bulan Juni” terdiri dari tiga bait dan tiap-tiap bait terdiri dari
dua baris. Seluruh bait dan baris tersebut mengungkapkan tema kasih sayang.
Menurut Sapardi, hujan melambangkan kasih sayang. Kasih sayang hujan pada
pohon. Hujan yang datang pada bulan Juni (merupakan musim kemarau) adalah
hujan yang tabah, bijak dan arif karena menandakan kerinduan yang dirasakan
sang pohon.

Bait 1
Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu

4
Penyair mengartikan hujan sebagai kasih sayang. Kasih sayang yang menandakan
ketabahan, kesabaran oleh hujan agar tidak turun ke bumi dalam bulan Juni. Juni
adalah musim kemarau dan merupakan hal yang mustahil jika hujan turun pada
bulan tersebut. Maka, bait ini mengandung ketabahan dan kesabaran seseorang
untuk tidak menyampaikan rasa sayang dan rindunya kepada orang yang
dicintainya (menahan). /dirahasiakannya rintik rindunya/ dapat diartikan sebagai
dimana seseorang lebih memilih merahasiakan atau menyimpan rasa sayang
ataupun rindunya. /kepada pohon berbunga itu/ adalah seseorang yang ia cinta
atau sayangi.

Bait 2
Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu
Kata bijak dalam bait ini dapat diartikan sebagai mampu, bisa atau lebih memilih
hal yang baik. Kebijakan yang dilakukan oleh seseorang untuk mampu, bisa
menghapus /jejak-jejak kakinya yang ragu di jalan itu/ yang dapat dimaknai
sebagai menghapus keraguan, prasangka jelek yang hinggap di hatinya dalam
menanti orang yang dicintainya.

Bait 3
Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
Kata arif dalam bait tersebut dapat diartikan sebagai cerdik atau pandai dimana
sang hujan dengan pandainya menyimpan/menyembunyikan rasa sayang/rindunya
kepada orang yang ia cintai. /dibiarkannya yang tak terucap diserap akar pohon
bunga itu/ dapat diartikan dimana seseorang membiarkan rasanya selama ini tanpa
diucapkan/diutarakan kepada orang yang ia cintai. Ia membiarkan rasa sayangnya
yang tak ia ucapkan tersebut dimengerti sendiri oleh orang yang ia cintai melalui
kata akar yang merupakan sumber kehidupan sebuah pohon agar dapat berbuah
manis nantinya.

5
b. Diksi
Penulis hendak mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-
tepatnya seperti yang dialami batinnya. Selain itu, juga ia ingin
mengekspresikannya dengan ekspresi yang dapat mewakili pengalaman jiwanya
tersebut, untuk itu haruslah dipilih kata setepatnya. Pemilihan kata dalam sajak
disebut diksi (Pradopo, 2005:54). Keraf (2004:24) menyatakan bahwa pilihan kata
atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk
menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata
yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana
yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
Larik dalam puisi “Hujan Bulan Juni” menggunakan kata-kata yang
sederhana tetapi bermakna konotatif dimana penggunaan kata-kata tersebut tidak
bermakna sebenarnya. Judul Hujan Bulan Juni adalah hujan yang turun pada
bulan Juni. Tetapi maknanya dapat berbeda karena hujan tidak akan datang pada
bulan Juni. Jadi hujan bulan juni dapat disimbolkan sebagai penantian. Dalam
puisi ini menggambarkan seseorang yang tengah menanti seseorang yang ia
kasihi. Kata /tabah/ dapat diartikan sebagai tetap atau kuat hati, dapat diartikan
bahwa sang hujan memiliki hati yang kuat dan tetap untuk merahasiakan /rintik
rindunya/ yang diartikan sebagai rasa rindu seseorang terhadap /pohon berbunga/
atau wanita yang ia cinta. /berbunga/ dapat diartikan sebagai pohon yang indah,
cantik dan bunga seringkali disimbolkan sebagai simbol wanita. Pemilihan kata
berbunga disini adalah wanita cantik yang dicintai oleh seorang lelaki.
c. Pengimajian
1) Imaji Visual
Imaji visual pada puisi “Hujan Bulan Juni” terdapat pada hampir seluruh bait
yang ada pada puisi tersebut. Pembaca seolah-olah dibawa untuk melihat apa
yang terjadi pada sang hujan. Misalnya, pada bagian /dihapusnya jejak-jejak
kakinya/, pembaca seolah-olah melihat hujan turun dan menghapus jejak-jejak
kaki yang ada pada tanah. Pada bagian /diserap akar pohon/, pada bagian ini
juga pembaca seolah-olah melihat hujan turun dan terserap ke tanah dan akar
pohon bunga.

6
2) Imaji Taktil
Pada puisi “Hujan Bulan Juni’ terdapat beberapa kata yang menunjukkan
imaji taktil. Pada bait pertama baris pertama /yang lebih tabah/, bait kedua
baris pertama /yang lebih bijak/, bait ketiga baris pertama /yang lebih arif/.
Penyair menggunakan frasa tersebut adalah agar pembaca juga merasakan apa
yang dirasakan oleh sang hujan. Tidak ada yang menandingi ketabahan,
kebijakan dan kearifan sang hujan dalam menyimpan perasaannya. Pembaca
akan terbawa kedalam perasaan sedih. Pada frasa /dirahasiakannya rintik
rindunya/ menunjukkan adanya penyimpanan rasa rindu yang tidak
tersampaikan kepada seseorang yang sangat dicintai. Pengimajian ini
membawa pembaca larut dalam perasaan sedih yang dirasakan oleh hujan.
d. Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang
dimaksudkan penyair, karena bahasa figuratif mampu menghasilkan kesenangan
imajinatif. Bahasa figuratif adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan
dalam puisi, sehingga sesuatu yang abstrak menjadi konkret dan menjadikan puisi
lebih nikmat dibaca. Bahasa figuratif adalah cara untuk mengkonsentrasikan
makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak
dan luas dengan bahasa yang singkat (Waluyo, 1995:83).
Bahasa figuratif mengandung kiasan (gaya bahasa). Majas yang terdapat
dalam puisi “Hujan Bulan Juni” adalah majas personifikasi. Majas Personifikasi
adalah majas yang seolah-olah benda mati dapat bertingkah seperti manusia.
Dalam puisi tersebut, hujan seolah-olah dapat berlaku tabah, bijak dan arif seperti
manusia. Pada bagian /dihapusnya jejak-jejak kakinya/ dimana seolah-olah hujan
memiliki kaki yang dimiliki oleh manusia. Majas personifikasi juga terdapat pada
kata /dirahasiakannya/ seolah-olah hujan dapat merahasiakan sesuatu seperti
manusia. Selain majas personifikasi terdapat pula majas repetisi yaitu
pengulangan pada bagian /tak ada yang lebih/ untuk memperkuat makna puisi.

7
e. Tema
Berdasarkan analisis pembaitan, diksi, pengimajian, dan bahasa figuratif yang
telah dilakukan dapat diketahui bahwa puisi “Hujan Bulan Juni” memiliki tema
pokok atau mayor yaitu tentang romantic dan kerinduan. Yang menjadi dasar atau
gagasan umum dari karya tersebut adalah tentang kesetiaan cinta seseorang untuk
seseorang sehingga ia mampu dan tabah menanti dalam kerinduannya.

3. Unsur-unsur Lagu “Hujan Bulan Juni’ oleh Ari dan Reda


Dalam lagu terdapat unsur musik dan nada. Musik dan nada inilah yang
membedakan puisi dan lagu, dengan menambahkan kedua unsur ini kedalam puisi
maka terciptalah sebuah lagu. Dalam lagu, terdapat komposisi. Menurut Kusumawati
(2004 : 2), komposisi merupakan proses kreatif musikal yang melibatkan beberapa
persyaratan, yaitu bakat, pengalaman, dan nilai rasa. Rasa adalah daya penggerak dan
pewarna tingkah laku dan kreasi manusia. Rasa atau sense adalah salah satu daya-
daya khusus tubuh manusia, yang dengan apa seseorang menyadari sesuatu melalui
penglihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan, pengecap atau gabungan dari dua
atau lebih dari indra-indra tersebut (Marianto, 2006 : 43). Dengan rasa seseorang
tidak hanya mengartikan realitas seperti apa adanya, tetapi dengan rasa seseorang
dapat memilah-milah realitas itu menjadi bagian-bagian yang kemudian
memadukannya kembali menjadi sebuah pola baru, yang bagi orang yang
bersangkutan lebih bermakna.
Untuk mencapai rasa yang hendak disampaikan oleh penyair lagu, maka penyanyi
harus memiliki unsur-unsur berikut:
a. Irama, Melodi dan Tempo
Irama dalam musik terbentuk oleh bunyi dan diam, dengan bermacam-
macam lama waktu atau panjang pendeknya, membentuk pola irama, bergerak
menurut pulsa dalam ayunan irama. Irama dapat dirasakan dan didengar
(Soeharto, 1975 : 51). Irama dalam lagu “Hujan Bulan Juni” yang
dinyanyikan Ari dan Reda memiliki irama yang teratur sehingga enak
didengar. Melodi adalah susunan rangkaian nada (bunyi dengan getaran
teratur) yang terdengar berurutan serta berirama dan mengungkapkan suatu

8
pikiran dan perasaan (Jamalus, 1988 : 16). Melodi yang digunakan dalam lagu
“Hujan Bulan Juni” adalah melodi yang sangat lembut. Memnggunakan nada
tinggi dan naik turun. Nada tinggi disini dimaksudkan agar makna romantik
dan kesedihan dalam puisi ini dapat tersampaikan.
Tempo adalah kecepatan lagu yang dituliskan berupa kata-kata dan
berlaku untuk seluruh lagu dan istilah itu ditulis pada awal tulisan lagu
(Soeharto, 1975 : 57). Tempo dalam lagu ini adalah lante (lambat).
Menggunakan irama yang teratur, melodi yang lembut dan nada yang tinggi
serta tempo yang lambat, penyampaian puisi “Hujan Bulan Juni’ menjadi lagu
tersampaikan sangat baik kepada pendengar.
b. Alat Musik
Alat musik merupakan media untuk alih wahana
gambar notasi menjadi bunyi. Setiap alat musik memiliki ambitus
atau jangkauan nada yang berbeda-beda, dan setiap alat musik
juga mempunyai wilayah nada yang paling bagus. Alat musik yang
digunakan pada lagu “Hujan Bulan Juni” oleh Ari dan Reda adalah gitar
akustik yang dimainkan sendiri oleh Ari. Penggunaan alat musik gitar ini
mendukung lagu yang bertempo lambat dan bernada lembut untuk
penyampaian makna puisi yang mendalam kepada pendengar. Penggunaan
gitar akustik sangat cocok untuk lagu tersebut. Jika alat musik yang digunakan
adalah guitar hero atau drum maka penyampaian makna lagu tidak akan
tersampaikan dan merusak puisi.
4. Fungsi Alih Wahana Puisi “Hujan Bulan Juni” menjadi Lagu
a. Pemaknaan lebih dalam
Merriam dalam bukunya The Anthropology Of Music menyatakan dalam lagu
terdapat sembilan fungsi lagu dan penulis merangkum tiga fungsi yang
berhubungan dengan pemaknaan yaitu:
1. Fungsi pengungkapan emosional
Disini lagu berfungsi sebagai suatu media bagi seseorang untuk
mengungkapkan perasaan atau emosinya. Dengan kata lain si pemain dapat
mengungkapkan perasaan atau emosinya nelalui lagu. Pengungkapan emosi

9
mungkin sulit jika hanya membaca puisi “Hujan Bulan Juni” apalagi dibaca
oleh orang awam mengenai puisi, dengan mengubahnya menjadi lagu dan
menambah musik mellow maka emosi pendengar lebih terungkap.
2. Fungsi Perlambangan
Musik memiliki fungsi dalam melambangkan suatu hal. Hal ini dapat dilihat
dari aspek-aspek musik tersebut, misalmya tempo sebuah musik. Jika tempo
sebuah musik lambat, maka kebanyakan teksnya menceritakan hal-hal yang
menyedihkan. Sehingga musik itu melambangkan akan kesedihan. Tempo
musik dalam lagu “Hujan Bulan Juni adalah lambat yang melambangkan
romantik dan kesedihan.
3. Fungsi Penghayatan
Melalui lagu kita dapat menghayati maknanya baik melalui melodi ataupun
dinamikanya. Lagu yang dinyanyikan Ari dan Reda mampu memberikan
penghayatan yang lebih dalam kepada pendengar melalui melodi yang halus
dan dinamika yang lembut sesuai dengan makna yang ingin disampaikan oleh
penyair.
b. Melestarikan Puisi melalui Lagu
Dalam wawancara Era Indonesia (era.id) terhadap Reda Gaudiamo pada
tanggal 22 Maret 2018, Reda menyatakan pada tahun 1987, ketika Dipayana
(seniman teater dan penyair) mengajak beliau untuk bergabung dalam proyek
musikalisasi puisi yang diprakarsai oleh Sapardi dan Fuad Hassan, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan pada masa itu. Saat itu, semangat mewariskan puisi
mulai dibangun oleh Sapardi dan Fuad. Mereka sepakat, segala hal baik harus
diwariskan, termasuk puisi. Musikalisasi adalah salah satu jalan untuk
mewariskan puisi. Reda yang telah melagukan lusinan puisi sejak 1987 melihat
keinginan mewariskan tersebut mulai tumbuh. "Menurut saya, sangat baik. Ada
banyak grup dan musisi yang mulai memakai puisi untuk lirik. Buat saya itu
harus diteruskan. Frau, melakukan itu," kata Reda kepada era.id.
Dapat disimpulkan, Sapardi bersama Fuad Hassan meminta untuk
melagukan puisi-puisi miliknya khususnya “Hulan Bulan Juni” adalah untuk

10
melestarikan puisi tersebut agar tidak hilang dimakan zaman. Semakin lama
musik semakin berkembang tetapi penikmat puisi berkurang.
c. Mengenalkan puisi kepada angkatan lebih muda
"Musikalisasi puisi adalah upaya memperkenalkan puisi kepada siapa
pun. Saya termasuk sebagai orang yang terkena dampak gerakan ini. Awalnya
enggak suka, sekarang termehek-mehek sama puisi," tutur Reda dalam
wawancara tanggal 22 Maret 2018 bersama era.id. Hal ini menunjukkan, bahwa
selain melestarikan musik, pengubahan puisi menjadi lagu “Hujan Bulan Juni” ini
adalah untuk memperkenalkan puisi tersebut kepada siapa saja khususnya
terhadap orang yang awam terhadap puisi dan juga kepada angkatan yang lebih
muda seperti yang dikatakan Reda dalam wawancara tersebut"Ketika saya mulai
dulu, musikalisasi puisi adalah satu upaya mengenalkan puisi kepada angkatan
muda"

11
Daftar Pustaka

Damono, Sapardi Djoko. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat
Bahasa

Keraf, Gorys. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Kusumawati, Heni. 2004. Komposisi Dasar. Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni.
Universitas Negeri Yogyakarta

Marianto, M Dwi. 2006. Quantum Seni. Semarang: Dahara Prize.

Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. Northwestern Univ. Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Beberapa Teori Sastra, Metode, Kritik dan
Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Putra, Yudhistira Dwi. 2018. Sapardi, AriReda, dan Musikalisasi Puisi.


https://www.era.id/read/OYU0dL-sapardi-arireda-dan-musikalisasi-puisi, diakses
pada tanggal 29 November 2018, pukul 17.45 WIB

Semi, Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya

Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga

12

Anda mungkin juga menyukai