Anda di halaman 1dari 10

Fradana, Dimensi Sufistik Puisi-Puisi Sapardi Djoko Damono 151

DIMENSI SUFISTIK PUISI-PUISI


SAPARDI DJOKO DAMONO

Ahmad Nurefendi Fradana


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Pos-el fendivolusioner@gmail.com

Abstrak: Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengungkapkan aspek-aspek


sufistik yang terdapat dalam puisi-puisi Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan puisi
Hujan Bulan Juni yang bercorak sufistik. Puisi-puisi tersebut ialah “Sajak Desember”,
“Dalam Doaku”, “Berjalan ke Barat Waktu Pagi Hari”, “Dalam Diriku”, “Hujan
Bulan Juni”, “Aku Ingin”, dan “Ajaran Hidup”. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan semiotik. Dengan pendekatan
semiotik, peneliti mencari apa yang dianggap sebagai penanda utama puisi, menelaah
kata-kata yang digunakan secara denotatif dan konotatif, melakukan analisis
paradigmatik, dan melakukan analisis sintagmatik untuk mengungkapkan aspek-aspek
sufistik yang terdapat dalam puisi-puisi Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan puisi
Hujan Bulan Juni yang bercorak sufistik. Pelajaran hidup yang dapat dipetik dari puisi-
puisi Sapardi Djoko Damono yang bercorak sufistik ialah bahwa kehidupan di dunia ini
hanyalah sementara belaka, masih ada kehidupan yang lebih kekal yakni akhirat kelak.
Kepasrahan total kepada Allah dapat dilakukan dengan jalan bertobat kepada-Nya,
menginsafi kesalahan dan kekhilafan seraya memohon ampun.
Kata kunci: sastra sufistik, transendental, semiotik

Abstract: The main purpose of this research is to reveal mystical aspects within
Sapardi Djoko Darmono’s poetries found in “Hujan Bulan Juni” poetry collection.
Those poetries are “Sajak Desember”, “Dalam Doaku”, “Berjalan ke Barat Waktu
Pagi Hari”, “Dalam Diriku”, “Hujan Bulan Juni”, “Aku Ingin”, and “Ajaran Hidup”.
This research applied qualitative method of analysis with semiotic approach. Applying
semiotic approach, the researcher searched for what is considered as the main markers/
signs of the poetries, analyzed the words which are used denotatively and connotatively,
run paradigmatic analysis, and conducted syntagmatic analysis to discover mystical
aspects within the poetries. Life lessons that can be taken from Sapardi Djoko
Darmono’s mystical poetries is that life in this world is just temporary. There is still
more immortal life that is life after death. Resignation to Allah swt, the almighty God,
can be done by repenting totally only to Allah, being conscious of errors and mistakes
while asking for mercies.
Keywords: mystical literature, transcendental, semiotics
152 BASTRA, Vol. 1, No. 2, Desember 2014

PENDAHULUAN empat seuntai atau kwatrin yang sudah


Kemajuan dan perkembangan dunia muncul di zaman para pujangga baru
sastra, khususnya puisi di Indonesia telah seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar.
mengalami berbagai masa atau Pria kelahiran Solo, Jawa Tengah pada 20
zamannya. Pada setiap zamannya, puisi Maret 1940 ini, mengaku tak pernah
terlihat amat berbeda jika dilihat dari berencana menjadi penyair, karena dia
bentuk atau jenisnya. Hal ini lebih berkenalan dengan puisi secara “tidak
disebabkan karena perkembangan zaman sengaja”. Sejak masih belia putra dari
selama puisi itu tercipta melalui proses pasangan Sadyoko dan Sapariyah itu
kreatif penyairnya. Juga, terpengaruh kerap membenamkan diri dalam tulisan-
oleh kondisi sosial yang ada pada zaman tulisannya. Bahkan, ia pernah menulis
itu. sebanyak delapan belas sajak hanya
Puisi merupakan ungkapan batin dalam satu malam. Kegemarannya pada
terdalam dari seorang penyair melalui sastra sepertinya sudah mulai tampak
kata-kata yang dituangkan lewat tulisan sejak ia masih duduk di bangku sekolah
dengan gaya dan ungkapannya. Setiap menengah pertama. Kemudian, ketika
gaya penyair dalam menciptakan duduk di SMA, ia memilih jurusan sastra
karyanya berbeda satu sama lain. Oleh dan kemudian melanjutkan pendidikan di
karena itu, di dalam memahami suatu Fakultas Sastra UGM.
karya sastra––khususnya puisi, kita dapat Anak sulung dari dua bersaudara
menyeragamkan makna yang terkait abdi dalem Keraton Surakarta itu
dalam puisi tersebut. Dalam hal ini, mungkin mewarisi kesenimanan dari
tentunya kita tidak memahami sebuah kakek dan neneknya. Kakeknya dari
puisi tanpa metode atau pendekatan pihak ayah pintar membuat wayang—
terhadapnya. hanya sebagai kegemaran—dan pernah
Seiring berjalannya waktu dan memberikan sekotak wayang kepada
zaman, apresiasi terhadap puisi yang sang cucu. Nenek dari pihak ibunya
dilahirkan para penyair mengalami gemar menembang (menyanyikan puisi
perubahan bentuk, juga jenis. Para Jawa) dari syair yang dibuat sendiri.
“mufasir” mencoba menciptakan bilik- “Tapi saya tidak bisa menyanyi, suara
bilik baru apresiasi terhadap puisi. saya jelek,” ujar bekas pemegang gitar
Apresiasi puisi ke dalam bentuk dan melodi band FS UGM Yogyakarta itu.
media lain untuk dapat dinikmati Sadar akan kelemahannya, Sapardi
masyarakat, dalam corak dan bentuk kemudian mengembangkan diri sebagai
yang beragam. “Bentuk lain” dalam penyair.
apresiasi puisi dapat kita jumpai di dalam Selain menjadi penyair, ia juga
seni pertunjukan, seperti dramatisasi melaksanakan cita-cita lamanya: menjadi
puisi, baca puisi, juga musikalisasi puisi. dosen. “Jadi dosen ‘kan enak. Kalau
Sapardi Djoko Damono dikenal pegawai kantor, harus duduk dari pagi
sebagai salah seorang sastrawan yang sampai petang,” ujar lulusan Jurusan
memberi sumbangan amat besar terhadap Sastra Barat FS&K UGM ini. Dan begitu
kebudayaan masyarakat modern di meraih gelar sarjana sastra, 1964, ia
Indonesia. Salah satu sumbangan terbesar mengajar di IKIP Malang cabang
Guru Besar Fakultas Sastra UI ini adalah Madiun, selama empat tahun, dilanjutkan
melanjutkan tradisi puisi lirik dan di Universitas Diponegoro, Semarang,
berupaya menghidupkan kembali sajak
Fradana, Dimensi Sufistik Puisi-Puisi Sapardi Djoko Damono 153

juga selama empat tahun. Sejak 1974, antaranya Sosiologi Sastra: Sebuah
Sapardi mengajar di FS UI. Pengantar Ringkas (1978).
Sapardi menulis puisi sejak di kelas Dengan kepekaan dan wawasan
II SMA. Karyanya dimuat pertama kali seorang sastrawan, Sapardi ikut
oleh sebuah surat kabar di Semarang. mewarnai karya-karya terjemahannya
Tidak lama kemudian, karya sastranya seperti Puisi Brasilia Modern, Puisi Cina
berupa puisi-puisi banyak diterbitkan di Klasik, dan Puisi Parsi Klasik yang
berbagai majalah sastra, majalah budaya ditulis dalam bahasa Inggris. Selain itu, ia
dan diterbitkan dalam buku-buku sastra. juga menerjemahkan karya asing seperti
Beberapa karyanya yang sudah berada di karya Hemmingway The Old Man and the
tengah masyarakat, antara lain Duka-Mu Sea, Daisy Manis (Henry James),
Abadi (1969), Mata Pisau, dan Aquarium semuanya pada 1970-an. Juga, sekitar 20
(1974). naskah drama seperti Syakuntala karya
Sebuah karya besar yang pernah ia Kalidasa, Murder in Cathedral karya TS
buat adalah kumpulan sajak yang Elliot, dan Morning Become Electra
berjudul Perahu Kertas yang trilogi karya Eugene O'neil.
memperoleh penghargaan dari Dewan Sumbangsih Sapardi Djoko
Kesenian Jakarta dan kumpulan sajak Damono juga cukup besar kepada budaya
Sihir Hujan––yang ditulisnya ketika ia dan sastra, dengan melakukan penelitian,
sedang sakit––memperoleh Anugerah menjadi narasumber dalam berbagai
Puisi Poetra Malaysia. Kabarnya, hadiah seminar dan aktif sebagai administrator
sastra berupa uang sejumlah Rp 6,3 juta dan pengajar, serta menjadi dekan
saat memperoleh Anugerah Puisi Poetra Fakultas Sastra UI periode 1995-1999.
Malaysia langsung dibelanjakannya Dia menjadi penggagas pengajaran mata
memborong buku. Selain itu, ia pernah kuliah Ilmu Budaya Dasar di fakultas
memperoleh penghargaan SEA Write sastra.
pada 1986 di Bangkok, Thailand. Ia menyadari bahwa menjadi
Para pengamat menilai sajak-sajak seorang sastrawan tidak akan
Sapardi dekat dengan Tuhan dan memperoleh kepuasan finansial. Kegiatan
kematian. “Pada Sapardi, maut atau menulis adalah sebagai waktu istirahat,
kematian dipandang sebagai bagian dari saat ia ingin melepaskan diri dari rutinitas
kehidupan; bersama kehidupan itu pekerjaannya sehari-hari. Menikah
pulalah maut tumbuh,” tulis Jakob dengan Wardiningsih, ia dikaruniai dua
Sumardjo dalam harian Pikiran Rakyat, anak, Rasti Suryandani dan Rizki
19 Juli 1984. Mantan anggota Dewan Henriko.
Kesenian Jakarta (DKJ) ini juga menulis Hujan Bulan Juni pertama kali
esai dan kritik. Sapardi, yang pernah diterbitkan oleh kelompok penerbit
menjadi redaktur Basis, berpendapat, di Kompas-Gramedia (Grasindo) pada tahun
dalam karya sastra ada dua segi: tematik 1994. Kemudian diterbitkan kembali oleh
dan stilistik (gaya penulisan). Secara penerbit Editum pada tahun 2009 tanpa
gaya, katanya, sudah ada pembaharuan di perubahan yang berarti. Dan yang terbaru
Indonesia. Tetapi di dalam tema, belum tahun 2013 diterbitkan kembali oleh
banyak. Penyair yang pernah kuliah di Gramedia. Puisi-puisi dalam Hujan Bulan
Universitas Hawaii, Honolulu, AS, ini Juni ditulis antara tahun 1959-1994.
juga menulis buku ilmiah, satu di Sebagian besar puisi di dalamnya pernah
terbit dalam antologi Duka-Mu Abadi
154 BASTRA, Vol. 1, No. 2, Desember 2014

(1969), Mata Pisau (1974), Akuarium sajaknya. Tempat di mana ia lahir dan
(1974), dan Perahu Kertas (1983). Proses menghabiskan hampir sebagian besar
penyeleksian puisi yang pernah terbit masa-masa mudanya di Solo. Ia bertutur
dalam antologi yang berbeda-beda untuk tentang kematian, kesadaran akan waktu
diterbitkan kembali dalam kumpulan hidup di dunia fana ini yang hanya
puisi Hujan Bulan Juni menunjukkan sebentar, juga kenangan yang
bahwa buku ini memang dianggap ditinggalkan seseorang yang sudah
(paling) penting oleh penulisnya. meninggal dalam puisi-puisi seperti
Mayoritas puisi Sapardi Djoko Damono Tentang Seorang Penjaga Kubur Yang
menggunakan kata-kata sederhana, Mati, Saat Sebelum Berangkat, Berjalan
namun begitu mengena. di Belakang Jenazah, Sehabis Mengantar
Sebagaimana judulnya, kumpulan Jenazah, Hujan Bulan Juni, Tuan, Dalam
puisi ini berisikan sajak-sajak tentang Do’aku, Aku Ingin, Pada Suatu Hari
hujan, serta segala metafora yang Nanti, Ziarah, dan yang lainnya.
mungkin melekat padanya; kesedihan, Puisi transendental merupakan jenis
kesepian, penantian, nostalgia, hingga puisi yang tidak mendasarkan dirinya
kematian. Namun tidak hanya itu, puisi- pada persoalan praktis, mempertanyakan
puisi dapat dimaknai secara luas sekali. makna kata-kata, dan berkutat pada tema
Pada dasarnya, menikmati puisi hampir semantik bahasa. Puisi transendental
sama dengan menikmati lagu, kita yang membangun dunianya sendiri dan
memilih kisah kita sendiri, untuk kita bergelut dalam dunia itu menuju
maknai sendiri. Bila dikaitkan dengan pemenuhan maknanya sendiri. Melalui
kenyataan sehari-hari, judul puisi makna itu, manusia diajak untuk saling
tersebut, Hujan Bulan Juni, sepertinya berkomunikasi satu sama lain tanpa
memang merupakan sesuatu yang hampir menggunakan bahasa. Dalam puisi
mustahil. Sebab, bulan Juni merupakan transendental, bahasa tidak lagi menjadi
bulan yang masuk dalam rentang musim satu-satunya hal terpenting karena bahasa
kemarau. Sehingga, hujan tidak mungkin cenderung terikat dalam wilayah
turun di bulan Juni. Terlebih bila kita kategorial dan tercemar kultur partikular
melihat angka tahun penciptaan puisi tertentu melainkan melampaui semuanya
tersebut (1989), saat musim kemarau dan itu. Menciptakan sebuah puisi
musim hujan masih berjalan secara transendental, seorang pengarang
teratur. Nah, karena itulah, hujan harus hendaknya keluar dari wilayah subyektif,
menahan diri karena tidak mungkin turun tempat ia menulis.
di bulan Juni. Jadi, dapat ditafsirkan Hal ini dimaksudkan agar ia
bahwa “hujan bulan Juni” merupakan terhindar dari proses elitisme puisi yang
metafor dari “rindu atau cinta yang membuat puisinya hanya sanggup
ditahan, yang tak mungkin disampaikan”. dipahami oleh komunitas tertentu
Sapardi Djoko Damono kerap sekaligus terbatas dipamahami oleh
“menyusupkan” ruh sufisme dalam kelompok yang lain. “Matinya subyek”
karya-karya puisinya. Orang kerap seperti ini sangat diperlukan agar puisi
menamai karya-karyanya dengan puisi tidak sepenuhnya terikat pada wilayah
transendental. Seperti misalnya, kepengarangan seseorang, tetapi hidup
penuturannya tentang suasana malam di dan membangun dunianya sendiri dalam
Solo yang tertuang dalam puisinya Pada diri pembaca. Puisi transendental tidak
Suatu Malam sebagai pembuka kumpulan hanya mengajak kita untuk mencermati
Fradana, Dimensi Sufistik Puisi-Puisi Sapardi Djoko Damono 155

kenyataan tetapi berusaha menciptakan benbentuk puisi. Dalam hal ini puisi-puisi
kemungkinan munculnya realitas baru yang akan didekati adalah puisi-puisi
yang lebih kreatif, inovatif, dan Sapardi Djoko Damono yang bercorak
menyentuh keprihatinan sosial (Hadi, sufistik.
2001: 56-58). Dan, Sapardi Djoko
Damono banyak bermain di wilayah ini. HASIL PENELITIAN
Seperti hati, puisi adalah sebuah
negeri yang merdeka, dan dari negeri
METODE PENELITIAN tanpa penjara itu, seorang penyair bebas
Jenis penelitian yang digunakan menulis apa pun yang ingin ditulisnya,
dalam penyusunan tesis ini adalah bukan yang harus dia tulis. Maka kita
penelitian kualitatif. Meleong, boleh percaya bahwa seorang penyair
mendefinisikan bahwa penelitian pada dasarnya dapat memiliki
kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah, kemampuan yang bisa nyaris tak terbatas
yang bertujuan untuk memahami suatu untuk mengungkapkan dan mengekalkan
fenomena dalam konteks sosial secara perasaan-perasaan terdalam manusia:
alamiah dengan mengedepankan proses luka, kesedihan, keriangan, kasih,
interaksi komunikasi yang mendalam keagungan, kepedihan, dan seterusnya.
antara peneliti dengan fenomena yang Penyair yang memiliki daya
diteliti (Herdiansyah, 2010: 9). mengungkapkan dan mengabadikan, akan
Sedangkan Sugiyono (2011), memperlakukan bahasa bukan sebagai
menyimpulkan bahwa metode penelitian beban, akan tetapi sebagai karunia
kualitatif adalah metode penelitian yang (sanctify); bukan sebagai ancaman,
berlandaskan pada filsafat melainkan sebagai penemuan (discovery)
postpositivisme, digunakan untuk (Hari, 2001: 31).
meneliti pada kondisi obyek yang Analisis terhadap puisi-puisi
alamiah (sebagai lawannya eksperimen) Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan
dimana peneliti adalah sebagai instrumen puisi Hujan Bulan Juni dalam penelitian
kunci, pengambilan sampel sumber data ini akan dilakukan dengan menempuh
dilakukan secara purposive dan empat macam langkah ancangan semiotik
snowbaal, teknik pengumpulan dengan seperti yang dianjurkan oleh Subur
triangulasi (gabungan), analisis data Wardoyo sebagaimana telah disebutkan
bersifat induktif/kualitatif, dan hasil pada bagian akhir bab II. Yakni: Langkah
penelitian kualitatif lebih menekankan 1, mencari apa yang bisa dianggap
makna daripada generalisasi. sebagai penanda (signifier) utama yang
Kemudian, pendekatan yang dapat merepresentasikan inti seluruh
digunakan dalam penelitian ini adalah puisi. Langkah 2, menelaah kata yang
metode atau pendekatan semiotik. digunakan secara denotatif dan konotatif,
Dengan metode semiotik, peneliti akan serta menelusuri bagaimana penggunaan
mencari apa yang dapat dianggap sebagai keduanya ikut membangun makna yang
penanda utama puisi, menelaah kata yang telah ditetapkan dalam signifier utama
digunakan secara denotatif dan konotatif, tadi. Langkah 3, melakukan analisis
melakukan analisis paradigmatik dan paradigmatik. Langkah 4, melakukan
sintagmatik, untuk mengungkapkan analisis sintagmatik (Wardoyo, 2004: 24-
aspek-aspek atau dimensi sufistik yang 25).
terdapat dalam karya sastra yang
156 BASTRA, Vol. 1, No. 2, Desember 2014

Tasawuf bisa dilihat sebagai dua Kemudian, pelajaran hidup yang


hal: praktik-praktik keagamaan yang dapat dipetik dari puisi “Sajak
dirumuskan oleh para guru sufi untuk Desember” ini adalah sebagai hamba,
mengantarkan manusia kepada proses manusia wajib menyadari segala
penyempurnaan diri (thariqat); dan cara kesalahan dengan selalu muhasabah atau
memandang realitas secara intuitif dan mengoreksi diri. Jika kemudian
irasional (ma’rifat). Pada bagian pertama, melakukan kesalahan, bersegera untuk
tasawuf membicarakan perjalanan yang bertobat dan berjanji tidak mengulangi
harus ditempuh (suluk) oleh orang yang kesalahan lagi adalah jalan terbaik.
sedang berjalan menuju Tuhan (salik). Di
sini dijelaskan berbagai tahap Puisi “Dalam Doaku”
perkembangan yang harus dilewati Puisi “Dalam Doaku” merupakan
(maqam) serta keadaan jiwa yang puisi “penjelmaan”. Penggambaran
diperoleh selama dalam perjalanan (hal). betapa Allah Swt dapat “menjelma”
Pada bagian kedua diungkapkan satu dalam berbagai macam sendi kehidupan
bentuk kesadaran lain, yang tidak manusia. Dia selalu hadir dalam segala
materialistis dan tidak empiris. Tasawuf aktifitas manusia. Berdasar penanda
dengan demikian diartikan sebagai (signifier) utamanya yakni “menjelma”,
metode untuk menghayati kenyataan dan puisi “Dalam Doaku” digolongkan ke
kesadaran keagamaan. (Rahmat, 1986: dalam maqam tawakal.
261-262). Pelajaran hidup yang dapat dipetik
dari puisi ini adalah merasa selalu
Puisi “Sajak Desember” diawasi oleh Tuhan adalah peristiwa
Puisi “Sajak Desember” dapat ruhani “menyatu dengan Tuhan”.
dikategorikan sebagai puisi pertaubatan, Artinya, semua yang kita kerjakan harus
yang dalam tasawuf tergolong dalam atas kesadaran penuh: bahwa Tuhan
maqamat tobat. Tobat berarti kembali, melihat dan mengawasi, serta akan
menyesali segala dosa yang pernah member konsekwensi kepada kita. Jika
dilakukan dan bertekad secara sungguh- kebaikan, maka balasannya adalah
sungguh untuk tidak mengulangi pahala. Sebaliknya, jika kejahatan dan
kesalahan yang pernah diperbuat. Dengan dosa, hukuman Tuhan segera menanti.
pengetahuan yang telah dicapainya, Dalam sejarah tasawuf, telah
seorang salik (penempuh jalan tasawuf) dikenal luas tokoh kenamaan, Syekh Siti
akan menjadi sadar dan menginsafi diri. Jenar dengan ajaran kontroversial pada
Kesadaran ini akan membawanya untuk masanya; manunggaling kawula klawan
melakukan tobat. Tobat merupakan salah gusti atau “menyatunya” hamba dengan
satu tahap dan keadaan ruhani yang Tuhan. Meskipun kontoversi,
penting di jalan tasawuf. sesungguhnya, jika didalami makna dari
Tobat tak hanya dilafalkan secara ajaran ini amatlah memberi pelajaran
lisan, tetapi dibuktikan dalam perbuatan hidup yang patut untuk dipetik.
setelah melalui niat kuat untuk Bersatunya hamba dengan Tuhan
melakukan sesuatu yang lebih baik. bukanlah bersatunya dua tubuh jasmani.
Tobat harus didasari oleh rasa penyesalan Akan tetapi, pengertian “bersatu” dapat
(an-nadm) yang ditindaklanjuti dengan dipahami sebagai dijalaninya sifat-sifat
penguatan tekad untuk tidak mengulangi Allah dengan tujuan mencari ridho-Nya.
perbuatan sebelumnya (Siroj, 2006: 94). Misalnya ketika Allah Swt menyatakan
Fradana, Dimensi Sufistik Puisi-Puisi Sapardi Djoko Damono 157

diri-Nya sebagai yang Maha Pengasih, menjadikan maqam tawakal sebagai


maka sebagai hamba-Nya––sebagai wasilah atau tangga untuk memalingkan
bentuk kepatuhan, kita juga harus dan menyucikan hati manusia agar tidak
bersikap welas asih. terikat dan tidak ingin memikirkan
keduniaan serta apa saja selain Allah Swt.
Puisi “Berjalan ke Barat Waktu Pagi”
Sebagaimana judulnya, penanda Puisi “Dalam Diriku”
utama (signifier) dalam puisi ini adalah Puisi “Dalam Diriku” merupakan
“berjalan”. “Berjalan ke Barat Waktu “puisi kerelaan” berdasarkan penanda
Pagi” merupakan puisi perjalanan hamba (signifier) utama, yakni “hidup ini
menuju Tuhannya. Sebagaimana para indah”. Menggambarkan betapa kita
salik (pejalan tasawuf), mereka kerap sebagai hamba harus bahagia––dengan
diidentikkan dengan “perjalanan”. Bahwa selalu bersyukur atas segala keputusan
kehidupan ini pada dasarnya adalah Tuhan terhadap diri kita. Puisi ini
perjalanan tanpa henti, hingga kita termasuk dalam maqam ridla.
kembali dipanggil oleh-Nya. Betapapun Dalam tasawuf, setelah mencapai
kelelahan akan mendera, namun untuk maqam tawakal, nasib hidup mereka
bertemu Sang Kekasih diperlukan (para pejalan tasawuf) bulat-bulat
pengorbanan yang tak ringan. Puisi ini diserahkan pada pemeliharaan dan
tergolong dalam maqamat tawakal. rahmat Allah Swt, meninggalkan dan
Tawakal dalam pandangan sufi membelakangi segala keinginan terhadap
adalah menyerahkan serta memercayakan apa saja selain Allah. Dan harus segera
sepenuhnya segala sesuatunya kepada diikuti menata hatinya untuk mencapai
Allah Swt––tentu sebelumnya harus maqam. Maqam ridla adalah ajaran
disertai sebuah ikhtiar atau usaha, yakni menanggapi dan mengubah segala bentuk
dengan tidak menganggap ikhtiar penderitaan, kesengsaraan, dan
tersebut sebagai faktor keberhasilan, kesusahan, menjadi kegembiraan dan
namun semua itu semata-mata anugerah kenikmatan. Yakni sebagaimana
Allah Swt (Siroj, 2006: 96). dikatakan Imam Ghazali, rela menerima
Kemudian, pelajaran hidup yang apa saja (Chodjim, 2007: 65).
dapat dipetik dari puisi “Berjalan ke Pelajaran hidup yang dapat dipetik
Barat Waktu Pagi Hari” adalah tanpa adalah ber-husnudzon (berbaik sangka)
lelah mencari kasih sayang Tuhan kepada Tuhan adalah tingkatan spiritual
sebagai Yang Maha Pengasih dan yang tinggi dan mulia bagi seorang
Penyayang. Selanjutnya, menyerahkan hamba. Seraya tetap meyakini sepenuh-
segala hidup kepada Tuhan, sebagai penuhnya bahwa kasih-sayang Tuhan tak
bentuk tawakal (menyerahkan diri) pernah habis.
sepenuhnya kepada-Nya. Dalam ajaran kawruh beja
Dalam agama Islam diajarkan Suryamataram, ridla itu dirumuskan
bahwa tawakal dilakukan sesudah segala dalam ungkapan “aku saiki neng kene
daya upaya dan ikhtiar dijalankan. Jadi, ngene, gelem” (aku sekarang di sini––
yang ditawakalkan atau digantungkan atau di manapun, mau). Jadi, dengan
pada rahmat pertolongan Allah Swt maqam ridla, segala derita dan percobaan
adalah hasil usahanya sesudah segala Allah ditanggapinya sebagai rahmat dan
ikhtiar dilakukan. Yakni tawakal yang nikmat dari-Nya. Dalam Risalah al-
dilandasi oleh aktif kerja keras. Tasawuf Qusyairiyah misalnya, diceritakan ada
158 BASTRA, Vol. 1, No. 2, Desember 2014

seorang sufi yang selama hidupnya selalu Nya, namun dengan keyakinan bahwa
bermuram hati dan tidak pernah tertawa tidak ada hamba yang dibebani ujian oleh
terkecuali setelah kematian anak satu- Tuhan melebihi batas kemampuannya.
satunya. Tertawa lantaran syukur diberi
cobaan yang paling akbar di dunia bisa Puisi “Aku Ingin”
diatasinya (kuat), dan bahkan cobaan itu Puisi “Aku Ingin” merupakan
bisa ditanggapinya sebagai nikmat. Masih “puisi kesederhanaan”. Sebagaimana
diperhatikan Allah, yakni masih mau penanda (signifier) utama yakni
menegurnya melalui cobaan tadi “sederhana”. Kondisi faqr atau fakir,
(Chodjim, 2007: 73). dalam tradisi tasawuf bermakna tidak
meminta berlebih dari apa yang telah ada
atas pemberian dari Tuhan, tanpa
Puisi “Hujan Bulan Juni” meminta yang lebih. Puisi ini dalam
Puisi “Hujan Bulan Juni” maqamat tasawuf tergolong dalam
merupakan judul puisi yang juga maqam zuhud, yakni keadaan
digunakan sebagai judul kumpulan puisi. meninggalkan keduniawian dan hal-hal
Puisi ini merupakan puisi ketabahan, yang bersifat kematerian.
sebagaimana penanda (signifier) utama Zuhud adalah memandang apa yang
dalam puisi ini adalah “tabah”. Dapat dimilikinya tidaknya memiliki nilai
menjalani sekaligus menerima segala dibandingkan dengan yang dimiliki oleh
pemberian Tuhan dengan perasaan tabah. Allah Swt. Bahkan dunia dengan segala
Dalam maqamat tasawuf, puisi ini kenikmatannya ini pun bukanlah sesuatu
tergolong dalam shabr (sabar) atau tabah yang bernilai baginya dibandingkan
hati. dengan yang ada di sisi Allah Swt. (Siroj,
Dalam tasawuf, shabr dijadikan 2006: 94).
satu maqam sesudah maqam faqr. Karena Pelajaran hidup yang dapat dipetik
persyaratan untuk bisa konsentrasi dalam dari puisi ini adalah bahwa segala yang
dzikir orang harus mencapai maqam faqr. diberikan Tuhan kepada kita wajib
Tentu hidupnya akan dilanda berbagai hukumnya disyukuri. Sebagaimana
macam penderitaan dan kepincangan. firman Tuhan, sesungguhnya Dia akan
Oleh karena itu, harus melangkah ke menambah nikmat bagi siapa saja yang
maqam shabr. Sebagai satu maqam bersyukur, namun Dia akan member
dalam tasawuf direnungkan dan adzab (hukuman) bagi mereka yang kufur
dikembangkan menjadi konsep yang (tidak bersyukur).
diungkapkan dalam berbagai pengertian. Zuhud sesungguhnya menurut
Siroj (2006) mengemukakan bahwa bahasa Arab artinya “tidak
banyak guru tasawuf yang memaknai berkeinginan”. Apabila seseorang
shabr sebagai sikap menerima apa yang menarik diri untuk tekun beribadah dan
menimpa dirinya. Konsep sabar ini menghindarkan diri dari keinginan
dilukiskan dalam Q.S. Az-Zumar [39]: 10 menikmati kelezatan hidup adalah zuhud
sebagai berikut: “Sesungguhnya hanya pada dunia.
orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” Puisi “Ajaran Hidup”
Pelajaran hidup yang dapat dipetik Puisi “Ajaran Hidup”, berdasarkan
dari puisi ini adalah betapapun Tuhan penanda (signifier) utama “kekalahan”
telah memberi ujian berat kepada hamba- termasuk dalam maqamat ridla/syukur.
Fradana, Dimensi Sufistik Puisi-Puisi Sapardi Djoko Damono 159

“Menyadari kekalahan” merupakan satu “Dalam Doaku”, “Berjalan ke Barat


bentuk tidak durhaka kepada Tuhan. Waktu Pagi Hari”, “Dalam Diriku”,
Menyadari sepenuh-penuhnya bahwa “Hujan Bulan Juni”, “Aku Ingin”, dan
sesungguhnya kita sebagai manusia “Ajaran Hidup”. “Sajak Desember”
amatlah kecil di hadapat Tuhan Yang berpenanda (signifier) utama “hutang-
Maha Besar dengan meninsafi apapun hutangku” dan tergolong dalam maqam
yang dijalankan di muka bumi hanya tobat, “Dalam Doaku” berpenanda utama
untuk mendapat restu dari Allah Swt. “menjelma” dan tergolong dalam maqam
Ridla adalah sebuah sikap tawakal, “Berjalan ke Barat Waktu Pagi
ketulusan semurni-murninya (khalishan Hari” berpenanda utama “berjalan” dan
wa mukhlishan); dan segala sesuatu yang tergolong dalam maqam tawakal, “Dalam
dilakukan adalah semata karena Allah, Diriku” berpenanda utama “hidup itu
bukan karena pamrih kepada manusia. indah” dan tergolong dalam maqam ridla,
Maqam ridla akan membebaskan “Hujan Bulan Juni” berpenanda utama
seseorang dari arogansi dan sikap memuji “tabah” dan tergolong dalam maqam
diri sendiri, superioritas, glorifikasi, dan shabr, “Aku Ingin” berpenanda utama
penopengan diri. Sifat ridla akan “sederhana” dan tergolong dalam maqam
memudahkan seseorang untuk lebih ridla, kemudian “Ajaran Hidup”
memusatkan diri pada dedikasi dalam berpenanda utama “kekalahan” dan
perbuatan apa pun, betapapun tidak tergolong dalam maqam ridla. Puisi
terlihat oleh manusia (Siroj, 2006: 96). bercorak tobat menggambarkan seorang
Pelajaran hidup yang dapat dipetik yang menyesali segala dosa dan
dari puisi ini adalah penyadaran diri atas bersungguh-sungguh tidak mengulangi
kelemahan sebagai manusia. Betapapun lagi. Puisi bercorak tawakal
di dunia ini manusia memiliki kekayaan, menggambarkan seorang yang
pangkat, atau bahkan derakat, menyerahkan diri pada qadla dan qadar
sesungguhnya itu semua hanya sekadar Allah. Puisi bercorak ridla
“identitas dunia” yang semuanya semu menggambarkan seorang yang rela, suka,
dan sementara. dan dan senang atas segala kehendak dan
keputusan Allah. Dan, puisi bercorak
SIMPULAN DAN SARAN shabr menggambarkan seorang yang
Beberapa aspek sufistik sastra tabah hati menerima segala ujian Allah.
transendental telah dikemukakan dalam Pelajaran hidup yang dapat dipetik
kajian ini, yakni sastra transendental dari puisi-puisi Sapardi Djoko Damono
dalam manifestasinya sebagai puisi dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni
sufistik. Puisi sufistik dapat disebut juga ialah bahwa kehidupan di dunia ini
sebagai sastra transendental, karena hanyalah sementara belaka, masih ada
pengalaman yang dipaparkan penyair kehidupan yang lebih kekal yakni akhirat
adalah pengalaman transendental seperti kelak. Kepasrahan total kepada Allah
perjalanan, kerinduan, dan persatuan dapat dilakukan dengan jalan bertobat
mistikal dengan Yang Transenden. kepada-Nya, menginsafi kesalahan dan
Terdapat tujuh puisi-puisi Sapardi Djoko kekhilafan seraya memohon ampun.
Damono dalam kumpulan puisi Hujan Disamping itu, merasa selalu diawasi
Bulan Juni yang dianalisis secara tema oleh Allah merupakan bentuk
berdekatan mengungkapkan corak “penyatuan” diri dengan-Nya sehingga
sufistik, yakni “Sajak Desember”,
160 BASTRA, Vol. 1, No. 2, Desember 2014

dapat menjaga diri dari perbuatan dosa Departemen Pendidikan Nasional. 2002.
dan tercela. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Mengingat masih terbatasnya Jakarta: Balai Pustaka
jumlah penelitian terhadap puisi-puisi
sufistik Sapardi Djoko Damono, dan Hadi W.M., Abdul. 2001. Tasawuf yang
mengingat masih sedikitnya penelitian Tertindas: Kajian Hermeneutik
semiotik terhadap puisi-puisi tersebut, terhadap Karya-karya Hamzah
hasil penelitian ini diharapkan dapat Fansuri. Jakarta: Paramadina
memberikan sumbangsih dan menambah
jumlah serta melengkapi penelitian yang Hari, Cecep Syamsul. 2001. “Rubrik
sudah ada. Peneliti lain yang ingin Kakilangit”. Horison. April 2001
melanjutkan mengembangkan penelitian
sastra sufistik yang sudah dilakukan ini, Pusat Pembinaan dan Pengembangan
dapat meneliti lebih lanjut puisi sufistik Bahasa Depdiknas RI. 2010.
karya Sapardi Djoko Damono yang lain, Panduan EYD dan Tata Bahasa
yang belum tercakup dalam penelitian Indonesia. Jakarta: TransMedia
ini. Akan sangat menarik jika puisi-puisi
Sapardi Djoko Damono yang bercorak Rahmat, Jalaluddin. 1986. Islam
sufistik dibandingkan, baik secara Alternatif: Ceramah-ceramah di
tematik maupun stilistik. Kampus. Bandung: Mizan

Siroj, Said Aqil. 2006. Tasawuf Sebagai


DAFTAR PUSTAKA Kritik Sosial: Mengedepankan
Islam Sebagai Inspirasi Bukan
Chodjim, Achmad. 2007. Syekh Siti Aspirasi. Bandung: Mizan
Jenar: Makrifat dan Makna
Kehidupan. Jakarta: Serambi Wardoyo, Subur. 2004. Teori dan Praktik
Semiotik Sastra. Diktat Kuliah
Semiotika. Program Magister Ilmu
Susastra UNDIP Semarang.

Anda mungkin juga menyukai