Anda di halaman 1dari 5

Biografi Sapardi Djoko Damono,

Pujangga Kebanggaan Indonesia

Riyawat Hidup Sapardi

Sapardi Djoko Damono merupakan anak pertama pasangan Sadyoko dan Saparian
yang lahir di Solo, Jawa Tengah, pada 20 Maret 1940. Ayahnya merupakan seorang Abdi
Dalem Keraton Kasunanan Surakarta yang mempunyai keahlian menatah wayang kulit. Sejak
kecil Sapardi suka berpergian ke berbagai tempat seperti ayahnya. berasal dari Solo, tepatnya
Ngadijayan. Sapardi menjalani masa kecilnya bersamaan dengan berkecamuknya perang
kemerdekaan Indonesia. Dalam situasi sulit seperti itu, pemandangan pesawat tempur dan
pembakaran rumah sudah biasa dialami Sapardi ketika masih kecil.

Pada tahun kepindahan dari Ngadijayan ke Kampung Komplang, Sapardi mulai


menulis puisi. Ia belajar menulis pada November 1957. Ia menulis banyak hal, ia tidak
mengutip maupun menerjemahkan. Satu bulan setelah belajar menulis, karya yang berupa
sajak dimuat di majalah kebudayaan yang terbit di Semarang. Namun, ia lupa judul sajak
yang ditulis dan majalah yang memuat hasil karyanya. Tahun berikutnya, sajak-sajaknya
mulai bermunculan di ruang-ruang kebudayaan diberbagai penerbitan seperti penerbitan yang
diasuh oleh H.B Jassin.
Sapardi Djoko Damono menikah dengan Wardiningsih, yang juga dari Jawa. Mereka
dikaruniai dua orang anak, seorang perempuan (Rasti Sunyandani) dan seorang laki-laki
(Rizki Henriko). Sapardi menghembuskan napas terakhir di Eka Hospital BSD, Tangerang
Selatan pada 19 Juli 2020, pukul 09.17 WIB. Setelah dirawat beberapa hari karena sakit di
usia 80 tahun.

Sapardi dalam Pendidikan dan Karier di Dunia Akademisi


Pendidikan yang dijalaninya adalah SR (Sekolah Rakyat) Kraton "Kasatriyan",
Baluwarti, Solo, lalu SMP Negeri II Solo. Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah
menengah atas, Sapardi kuliah di Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, Jurusan Sastra Inggris. Dia pernah memperdalam pengetahuan tentang
humanities di University of Hawaii, Amerika Serikat, tahun 1970—1971. Sejak masuk
sekolah, ia sudah bergelut dengan dunia sastra. Ia sering ikut mengisi majalah dinding.
Pada tahun 1989 Sapardi Djoko Damono memperoleh gelar doktor dalam ilmu sastra
dengan disertasi yang berjudul "Novel Jawa Tahun 1950-an: Telaah Fungsi, Isi, dan
Struktur". Tahun 1995 ia dikukuhkan sebagai guru besar di Fakultas Sastra, Universitas
Indonesia. Di masa yang sama, Sapardi menjabat sebagai redaktur majalah Horison, Basis,
Kalam, Pembinaan Bahasa Indonesia, Majalah Imu-Ilmu Sastra Indonesia, dan Country
Editor majalah Tenggara di Kuala Lumpur, Malaysia. Dengan melakukan penelitian, menjadi
narasumber dalam berbagai seminar, juga kontribusinya megajar di sejumlah universitas di
Indonesia, Sapardi telah banyak memberikan sumbangsih yang cukup besar dalam
perkembangan kebudayaan dan sastra Indonesia.Dengan berbagai kontribusinya, beliau
mendapatkan beberapa penghargaan. Pada 1986, ia dapatkan SEA Write Award. Tahun 2003,
memperoleh Penghargaan Achmad Bakrie.

Sapardi Dalam Dunia Seni dan Sastra


Di masa kecil, Sapardi dan adiknya, Soetjipto sempat mendapat pemberian berupa
wayang kulit dari kakeknya yang mahir membuat wayang kulit. Maka tak heran, Sapardi
sesedikit bisa memainkan wayang kulit. Pada saat SMA, Sapardi bertemu dengan Jeihan
Sukmantoro dan berteman baik dengannya. Selain berteman dengan seorang pelukis, Sapardi
juga memiliki bakat melukis. Karya lukisnya bahkan pernah dilelang untuk amal bersama
dengan beberapa pelukis lain.

Dalam dunia teater, Sapardi pernah menjadi Sutradara yang menggarap sebuah pentas
drama Petang di Taman karya Iwan Simatupang. Ia juga pernah berperan sebagai lakon
ketika tergabung dengan Teater Rendra pimpinan W.S. Rendra. Tatkala menempuh studi di
UGM, Sapardi kerap mengisi acara-acara kampus dengan membacakan puisi bersama dengan
teman-temannya yang memiliki kecintaan yang sama terhadap bidang seni. Sapardi juga
pernah menjadi gitaris ketika belajar di Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM. Diceritakan
oleh Umar Kayam, ketika menjadi Dekan di Fakultas Sastra UI, Sapardi kerap membawa
gitar di kantornya. Dari sekian banyak kemampuan Sapardi dalam bidang seni, ia lebih
dikenal sebagai seorang sastrawan lantaran karya-karyanya yang fenomenal. Karya-karyanya
di bidang sastra telah banyak diterjemahkan dalam berbagai bahasa di dunia, termasuk bahasa
daerah.

Sebuah karya besar Sapardi, Perahu Kertas yang berupa kumpulan sajak,
mendapatkan penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Kumpulan sajak lain
berjudul Sihir Hujan yang kabarnya ditulis ketika dirinya sakit, memperoleh Anugerah Puisi
Poetra Malaysia.

Karya-Karya Sapardi

Selain menulis karya-karya puisi yang sempat memperoleh berbagai penghargaan,


Sapardi juga banyak menulis esai, kritik sastra, menulis artikel dalam kolom surat kabar
termasuk kolom sepak bola, juga menerjemahkan karya dari penulis asing. Dalam
kegiatannya menerjemahkan karya tulis asing, Sapardi telah berkontribusi dalam
pengembangan sastra di Indonesia. Berikut beberapa karyanya :

Karya Sastra Sapardi

● Duka-Mu Abadi (1969)


● Lelaki Tua dan Laut (1973; terjemahan karya Ernest Hemingway)
● Mata Pisau (1974)
● Sepilihan Sajak George Seferis (1975; terjemahan karya George Seferis)
● Puisi Klasik Cina (1976; terjemahan)
● Lirik Klasik Parsi (1977; terjemahan)
● Dongeng-dongeng Asia untuk Anak-anak (1982, Pustaka Jaya)
● Perahu Kertas (1983)
● Sihir Hujan (1984; mendapat penghargaan Puisi Putera II di Malaysia)
● Water Color Poems (1986; translated by J.H. McGlynn)
● Suddenly The Night: The Poetry of Sapardi Djoko Damono (1988; translated
by J.H. McGlynn)

Karya Nonsastra

● Sastra Lisan Indonesia (1983), ditulis bersama dengan Subagio Sastrowardoyo


dan A. Kasim Achmad. Seri Bunga Rampai Sastra ASEAN.
● Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan

● Dimensi Mistik dalam Islam (1986), terjemahan karya Annemarie Schimmel


“Mystical Dimension of Islam”, salah seorang penulis.
● Jejak Realisme dalam Sastra Indonesia (2004), salah seorang penulis.

● Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas (1978).


● Politik Ideologi dan Sastra Hibrida (1999).
● Pegangan Penelitian Sastra Bandingan (2005).

Hujan Bulan Juni (1989)

Tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak

dari hujan bulan Juni

dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif

dari hujan bulan Juni

dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu


Daftar Pustaka
ENSIKLOPEDIA Sastra Indonedia. (2022). Sapardi Djoko Damono (1940-…). Diakses dari
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Sapardi_Djoko_Damono

Gasbanter Journal. (2021). Biografi Sapardi Djoko Damono, Legenda Sastra Masa Kini.
Diakses dari https://gasbanter.com/biografi-sapardi-djoko-damono/

Ridwan, Dudung. (2021). Hujan Bulan Juni, Salah Satu Puisi Legendaris Sapardi Djoko
Damono. Diakses dari
https://purwakarta.ayoindonesia.com/nasional/pr-32883975/Hujan-Bulan-Juni-Salah-
Satu-Puisi-Legendaris-Sapardi-Djoko-Damono

Welianto, Ari. (2020). Biografi Sapardi Djoko Damono: Penyair Legendaris Indonesia.
Diakses dari https://www.kompas.com/skola/read/2020/07/19/115000469/biografi-
sapardi-djoko-damono-penyair-legendaris-indonesia?page=all

Anda mungkin juga menyukai