Alam mulai sunyi Burung-burung semua Telah berhenti bernyanyi
Anak gembala kerbau
Menghalau ternaknya Pulang menuju dangau Jauh di tepi lembah
1. Analisis dari sisi konten puisi :
a. Tema Tema utama dari puisi "Malam Tiba" adalah transisi dari siang ke malam dan ketenangan yang menyertainya. Puisi ini menggambarkan suasana damai dan sunyi saat senja tiba, menciptakan gambaran tentang alam yang bersiap untuk malam, dan menggambarkan aktivitas sehari-hari yang melambangkan akhir dari sebuah hari. b. Diksi Puisi ini menggunakan diksi sederhana dan indah untuk menciptakan gambaran yang tenang dan damai. Kata-kata seperti "senja", "sunyi", "berhenti bernyanyi", "dangau", dan "tepi lembah" memberikan nuansa ketenangan dan keheningan yang mendalam. c. Rima Puisi ini tidak memiliki pola rima yang tetap (bebas). d. Pesan moral Pesan moral dari puisi ini adalah merenungkan keindahan dalam ketenangan dan perubahan alam. Puisi ini mengajak pembaca untuk memahami dan menghargai momen- momen tenang dan damai dalam kehidupan, serta menunjukkan pentingnya kesederhanaan dan ketenangan dalam menghadapi perubahan. 2. Analisis puisi dari faktor luar a. Biografi penulis Saridjah Niung lahir di Sukabumi, Jawa Barat, pada 26 Maret 1908 dan meninggal tahun 1993 pada usia 85 tahun. Setelah menikah dengan seorang pengusaha bernama Raden Bintang Soedibjo, pada tahun 1927, Beliau lebih dikenal dengan nama Saridjah Niung Bintang Soedibjo, atau lebih dikenal sebagai Ibu Sud. Saridjah merupakan putri bungsu dari 12 orang bersaudara. Ayah kandung Saridjah bernama Mohamad Niung, seorang pelaut asal Bugis yang menetap lama di Sukabumi, kemudian menjadi pengawal Prof. Dr. Mr. J.F. Kramer. Selepas mempelajari seni suara, seni musik dan belajar menggesek biola hingga mahir dari ayah angkatnya, Saridjah melanjutkan sekolahnya di Hoogere Kweek School (HKS) Bandung untuk memperdalam ilmunya di bidang seni suara dan musik. Setelah tamat, ia kemudian mengajar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Dari sinilah titik tolak dasar Saridjah untuk mulai mengarang lagu. Pada tahun 1927, ia menjadi Istri Raden Mas Bintang Soedibjo, dan ia pun kemudian dikenal dengan panggilan Ibu Soed, singkatan dari Soedibjo. Puisi Dewasa
Hujan Bulan Juni
Karya : Sapardi Djoko Damono
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
1. Analisis dari sisi konten puisi
a. Tema Puisi "Hujan Bulan Juni" mengeksplorasi tema tentang kebijaksanaan, keberanian, dan ketenangan dalam menghadapi rasa rindu dan keraguan. Hujan bulan Juni dalam puisi ini menjadi metafora untuk perasaan yang dirahasiakan, dihapuskan, dan dibiarkan meresap ke dalam tanah. b. Diksi Diksi (pemilihan kata) dalam puisi ini sederhana namun puitis. Kata-kata seperti "tabah", "bijak", "arif", "rintik rindu", "jejak-jejak kakinya", dan "akar pohon bunga" membentuk gambaran tentang kelembutan dan kebijaksanaan hujan bulan Juni. Penggunaan kata-kata ini menciptakan suasana yang mendalam dan introspektif. c. Rima Puisi ini tidak memiliki pola rima yang teratur. Meskipun demikian, ritme puisi ini alami dan harmonis, menciptakan aliran kata-kata yang melengkapi satu sama lain dengan indah. d. Pesan Moral Pesan moral dari puisi ini adalah tentang kebijaksanaan dalam menghadapi rasa rindu dan keraguan. Hujan bulan Juni, dengan kepandaian dan ketenangannya, mengajarkan kita untuk merahasiakan perasaan, menghapuskan jejak keraguan, dan membiarkan hal-hal yang tak terucapkan meresap dengan alamiahnya. Puisi ini memberikan pesan tentang kebijaksanaan dalam merespon emosi dan ketidakpastian, serta mengajak pembaca untuk menghadapi perasaan-perasaan tersebut dengan ketenangan dan penerimaan. 2. Analisis puisi dari faktor luar a. Biografi Penulis Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono (20 Maret 1940 – 19 Juli 2020) adalah seorang pujangga berkebangsaan Indonesia terkemuka. Ia kerap dipanggil dengan singkatan namanya, SDD. Ia adalah putra pertama pasangan Sadyoko dan Saparian. Sapardi dikenal melalui berbagai puisinya mengenai hal-hal sederhana namun penuh makna kehidupan, sehingga beberapa di antaranya sangat populer, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum. Dalam dunia kesastraan Indonesia, Sapardi kerap dipandang sebagai sastrawan angkatan 1970-an. Masa mudanya dihabiskan di Surakarta dan jalur pendidikan dasar ditempuhnya di SD Inpres Nagaraherang. Pendidikan menengah ditempuh di SMP Negeri 2 Surakarta (lulus 1955) dan SMA Negeri 2 Surakarta (lulus 1958). Pada masa ini, Sapardi sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah. Kesukaannya menulis ini berkembang saat ia menempuh kuliah di bidang Bahasa Inggris di Jurusan Sastra Barat, Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Setelah sempat menempuh studi di University of Hawaii, Honolulu, Sapardi menempuh program doktor di Fakultas Sastra UI dan lulus pada tahun 1989.