Provinsi Bali
Pengantar
Nyoman Tusthi Eddy
TIM EDITOR
Nia Samsihono (Ketua)
Anwar Putra Bayu (Anggota)
Dhenok Kristianti (Anggota)
F.X. Purnomo (Anggota)
Gunoto Saparie (Anggota)
Handry T.M. (Anggota)
Isbedy Stiawan Z.S. (Anggota)
KOORDINATOR WILAYAH
Fatin Hamama (Wilayah Indonesia Barat)
Nia Samsihono (Wilayah Indonesia Tengah)
Sastri Sunarti (Wilayah Indonesia Timur)
DESAIN GRAFIS
Dani Fadryana
ISBN
978-602-0812-19-9
PENERBIT
Cerah Budaya Indonesia
Daftar Isi
Pengantar
Nyoman Tusthi Eddy
MENGUNGKAI BALI DALAM PUISI ESAI.............. vi
I Ketut Sandiyasa
Tenun Asmara Beda Iman di Kaki Lempuyang 25
Daftar Isi
vi
Pengantar
MENGUNGKAI BALI DALAM PUISI ESAI
(I)
Pada bulan Maret 2013, saya diberi sebuah buku antologi puisi
oleh kawan saya. Buku itu berjudul Kutunggu Kamu di Cisadane
karya Ahmad Gaus. Di bawah judulnya terdapat keterangan
Antologi Puisi Esai. Baru pada saat itulah saya mendengar istilah
puisi esai. Tapi saya tidak terkejut karena jauh sebelumnya saya
sudah mengenal bermacam-macam predikat puisi, misalnya puisi
lagu (puisi mbeling, puisi underground), puisi visual (puisi konkret),
atau puisi prosais.
(II)
Dari buku pembanding yang sudah saya baca itu, lima puisi
karya lima penyair dalam antologi ini termasuk genre puisi esai.
Dalam khazanah puisi Indonesia karya penyair Bali, puisi esai
adalah yang pertama kali muncul, baik secara historis maupun
proses penciptaannya. Kreativitas penciptaan mereka dapat dilihat
melalui puisinya.
Dalam puisi “Wanita Bali antara Nafkah dan Ajeg Bali” karya
Awantari, sarana puisinya hampir dilucuti, sehingga tampak
sebagai wacana biografi. Satu-satunya penanda puisi yang masih
tampak adalah tipografinya. Unsur narasinya sebagai puisi epik
sangat menonjol. Unsur ini memang harus hadir dalam puisi esai.
Pengantar
x
(III)
Apa kata kelima penyair puisi esai ini tentang Bali? Seperti
halnya para penyair Bali yang mendahuluinya, mereka berbicara
berbagai warna tentang Bali. Banyak di antara mereka kecewa
dengan Bali, tetapi ada juga yang masih optimis dan punya
harapan pada Bali. Mereka waswas dengan keberadaan Bali,
terutama kaitannya dengan industri pariwisata yang mencengkam
tanah Bali. Dari sinilah timbul wacana: “Bali telah dijual habis”, “Bali
terpenggal-penggal”, “Bali tak lagi Bali”, dan sebagainya, yang
semuanya berasal dari keluhan orang kecewa. Dari keadaan ini
timbullah gagasan Ajeg Bali.
Pengantar
xii
(IV)
sebenarnya adalah puisi epik dengan diksi bernuansa lirik. Puisi ini
tidak memakai catatan kaki, tetapi memuat semacam glosarium
kosakata Jawa-Indonesia di halaman belakang, lihat lampiran 1
(hlm. 184—226). Dengan buku ini tradisi puisi epik Indonesia maju
selangkah lebih tegas dan jelas.
Pengantar
I Gede Joni Suhartawan
Serat Gunung Agung
2
PRAWACANA
I GedeJoni Suhartawan
SERAT GUNUNG AGUNG
PROLOG
MENDAK BETHARA TEDUN1
1963
Gunung Agung tempat semayam para dewata dan leluhur
mengepulkan asap, memuntahkan kerikil dan debu
bersiap meletus!
Hujan kerikil batu dan pasir menimpa
Tudung persegi empat dari anyaman bambu menggigil
tawakal menerima
Bunyinya berisik, mengusik setiap hati, setegar apa pun ia
Umat menyongsong!
Riuh rendah mengucap selamat datang
dengan tari-tarian dan gamelan penyemangat
Bunyi kentongan bertalu-talu, tari selamat datang
tembang, kidung, dan sorak-sorai penyambutan!
2 Eka Dasa Rudra: upacara 100 tahun sekali bertujuan untuk menyucikan sebelas penjuru mata
angin. Rangkaian upacaranya berpusat di Pura Besakih, lereng Gunung Agung. Dewa Rudra
disebutkan dalam beberapa kitab Weda memiliki sifat rwa bhineda: kejam sekaligus lembut,
menyakiti dan menyembuhkan, marah tetapi juga tenang. Sumber: Ida Bagus Wirahaji, Blog
Geriya Agung, Oktober 2012.
SERAT PERTAMA
GELISAH
(1)
Aku, Gunung Agung
selamanya menyediakan diri sebagai wakil segala yang suci
segala yang di atas, yang engkau percayai berabad-abad
Sejak Rsi Markandeya4datang menerabas sebagian hutanku
kauteguhkan aku menjadi pusat persemayaman para leluhur
sebagai istana para jiwa suci bernama Pura Besakih
(2)
Aku bahagia!
Berduyun engkau datang setiap hari suci
Aneka sesaji dan hati yang menyembah kauhaturkan
Dari singgasana Pura Besakih
sedemikian takjub kupandangi kamu sekalian:
laki perempuan, tua muda, kanak-kanak
menapaki anak tangga hingga puncak pelataran kahyangan
Wajah-wajah tulusmu, senyum sapamu, membuncahkan haru
Tiada jerih letih
Tiada keluh lelah
Tiada sungut kesah
Segenap hati bergelora, segenap jiwa menari
Inilah perayaan jumpa leluhur dan Sang Pencipta
4 Masa sejarah Bali dapat dilihat kembali berawal dari abad ke-8 Masehi, saat Rsi Markandeya
menginjakkan kakinya di Pulau Bali. Rsi Markandeya adalah seorang pendeta Hindu Siwa
Tattwa. Beliau bersama pengikutnya mengadakan upacara pertama kali di Gunung Agung.
Sumber: Bhujangga, 201.
(3)
Itu dulu!
Kini pemandangan berbeda mengeruhkan mata tuaku:
Engkau saling saing bermegah diri unjuk keperkasaan leluhur
Kaupoles puramu simbol kemakmuran anak cucu
Cungkup-cungkupnya berhiaskan kecongkakan
Ukuran keagungan leluhur sebatas syahwat mata
Taksu leluhur kaurelakan sirna
5 Pada 1924 wisatawan secara khusus datang ke Bali setelah dibuka pelayaran mingguan
yang melintasi Singapura, Batavia, Semarang, Surabaya, Buleleng (Pelabuhan Singaraja), dan
kemudian ke Makassar. Pemrakarsanya adalah KPM (maskapai pelayaran kerajaan) Belanda
yang bersedia menerima penumpang di atas kapal-kapal. Dalam data-data yang dikeluarkan
Official Tourist Bureau pada 1924 tercatat 213 pelancong telah datang ke Bali. Jumlah wisatawan
terus meningkat secara teratur. Pada 1926 menurut Majalah Tourism in Netherlands East Indies
edisi 8 Februari 1927, sebanyak 480 wisatawan mengunjungi Bali. Selama Januari 1927 terdapat
32 wisatawan yang sudah mengunjungi Bali untuk ke-18 kalinya pada periode yang sama.
Sumber: Sejarahbali.com.
Mereka kagum!
Kagum...
lantas menjualmu beserta seisi pulaumu
Tiba saat bagimu menentukan sikap
Mau jadi museum hidup atau hidupmu dimuseumkan
Lantas kauputuskan soal pelik ini tanpa bertimbang
Kaupikir ini bagian dari anugerah Dewata?
Ya, ya, anugerah, itu tentu
Tapi bagaimana caramu menerima anugerah?
Sungguh, bahkan dewata berpaling muka
tak sanggup melihat pilihanmu yang sarat nafsu
(4)
Babak baru kautabuh bergenderang
Kaumabuk kepayang pada dolar
pada puja-puji turis seberang
Kaubuat tiruan tari-tari sakral
kaucomot dari tradisi dan upacara
Memang tampak masuk akal:
Yang tiruan untuk turis, yang asli untuk dewata
Maka tari Barong mesolah6 di hotel-hotel
Tari Pendet menjemput turis
menebar bunga selamat datang
Apa salahnya? katamu
Bukankah hanya barong-barongan?
Bukankah hanya pendet-pendetan?
Ini sekadar tiruan!
(5)
Senyumku kian pahit
Kulihat dari ketinggian
manisnya dolar mengubahmu menjadi sosok asing
Saudara-saudaraku sesama gunung kauratakan
Beko dan mahluk besi bekerja siang malam
Dalam sekejap vila, hotel, dan resort bermunculan
menjalar ke pinggang-pinggang bukit
merambah sampai ke lembah-lembah!
Kejumawaan peradaban ilmu arsitek mendongak anggun
Ramah, namun angkuh
SERAT KEDUA
GAGAP
(1)
Sungguh, senyumku sirna dalam beku
Atas nama komoditas paling trendy dan cepat laku
Serat Gunung Agung
10
Penebangan berlanjut
Dalam sekejap tumbang pohon-pohon keras
Akarnya yang tercerabut kaugulung
kaulempar ke tungku api
Aku cemas, tapi kau tampak bahagia!
(2)
Aku Gunung Agung
Dituakan Gunung Batur, Batukaru, Gunung Abang
dan deretan bukit tulang punggung Pulau Bali
Kami, gunung dan bukit gundah gelisah
Dalam keheningan, protes kami kirimkan
Tak tahukah engkau: danau, sungai, dan lautan
ialah sumber air bagi pulau sepetakmu ini?
Betapa mendua lakumu!
Kaupercikkan air ke setiap ruang, ke sesaji, ke ubun-ubun
tapi kaukotori mata air, danau, sungai-sungai, dan pantai
Kini setelah sumber-sumber air sucimu kubangan sampah
kaubeli air botol kemasan hasil galian perusahaan raksasa
Aduh!
Di pelataran kahyangan yang engkau sucikan
aku dipaksa jadi saksi dua seteru saling menyumpah
Kalian memaksaku menjatuhkan laknat
pada musuh yang kalian anggap khianat
Aduh!
Kalian tempatkan aku pada posisi harus beroposisi
Aku seonggok gunung membisu
Mengertilah, kalian anak-anakku, putra-putri Bali
semua kukasihi dengan timbangan kasih yang adil
Haruskah ada yang kurangkul dan ada yang kubuang?
Aku tak sanggup membenci anak-anak sendiri
(3)
Kalau begitu, baik!
Aku, si Gunung Agung, tak usah kauagung-agungkan lagi
9 Rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektare terletak di sisi tenggara Pulau Bali, tepatnya
di Pulau Pudut. Reklamasi dengan pembangunan berbagai objek wisata di atasnya ini dikelola
oleh PT TWBI dengan izin pengelolaan selama 30 tahun. Ribuan anak muda yang tergabung
dalam Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi berkali-kali berunjuk rasa, menolak keras proyek
bernilai Rp 30 triliun di kawasan yang dianggap suci. Belakangan, kelompok proreklamasi juga
turun ke jalan, meminta reklamasi segera direalisasikan. Mereka melibatkan 200 pemangku
(pemimpin persembahyangan Hindu) untuk menggelar persembahyangan di Pura. Kehadiran
ratusan pemangku ini untuk mendoakan agar reklamasi Teluk Benoa dapat segera terwujud.
SERAT KETIGA
GERAH
(1)
Gerah aku menyaksikan lakumu dari ketinggian
Kulihat kauusik saudara-saudara utamaku:
Gunung Batur, Gunung Batukaru, Gunung Andakasa
Kauusik sepupu-sepupuku:
Gunung Abang, Lempuyang, Pucak Penulisan, Pucak Mangu
Kauusik sahabatku para penjaga pesisir Bali:
Pulaki, Rambut Siwi, Peti Tenget, Uluwatu, Tanah Lot
Tanjung Benoa, Pecatu, Sanur, Nusa Penida
Dan di utara:
Julah, Pegonjongan, Kubu Tambahan, Gambur Anglayang
Mereka bersepakat gelar perkara berhadap-hadapan denganku
si Gunung yang dituakan!
(2)
Dalam acara penghadapan
tersampaikan pengaduan-pengaduan
Tingkahmu sudah di batas ambang tabah diamku
Para gunung dan bukit mengemban tugas karena cinta
Mereka menyangga sumber air tanah dewata
demi kelangsungan hidup jiwa ragamu
(3)
Menerima pengaduan saudara sesama gunung
dan raung sahabat para pantai di pesisir
aku, si tua Gunung Agung, mendadak gagu
Aku gunung yang cuma patung
“Beri aku waktu bersendiri,” kataku menutup gelar perkara
Kutatap saudara, sepupu, keponakan, dan sahabat pesisirku
Tiba-tiba aku ngeri
10 Laporan Program Penyelamatan Air Bali (BWP) yang terdiri dari Politeknik Negeri Bali (PNB)
dan Yayasan IDEP Selaras Alam, menengarai cadangan air tanah di Bali berada di bawah 20%.
Pulau ini akan mengalami krisis ekologi pada tahun 2020 jika tak ada tindakan mitigasi dan
pencegahan. Walhi Bali juga melaporkan hasil kajian Kementerian Lingkungan Hidup RI, bahwa
sejak tahun 1995 defisit air di Bali adalah 1,5 miliar meter kubik/tahun. Salah satu penyebab
utama krisis air adalah kebijakan yang memprioritaskan industri pariwisata yang mengonsumsi
air secara berat sebelah; contoh: 1300-3000 m3/hari disedot oleh hotel-hotel besar kawasan
Nusa Dua, berbanding terbalik dengan konsumsi rumah tangga yang hanya 1 m3/hari. Artinya
konsumsi air kawasan hotel Nusa Dua setara dengan konsumsi 1300 KK. Faktor lain adalah
konversi lahan pertanian produktif dan perambahan hutan di seputar hulu. Sumber: IDEP
Foundation, Walhi, dan media massa.
(4)
Peristiwa letusanku di tahun 1963 kembali berkelebat
Bergetar hati terbayang wajah Ida Peranda Istri Mas
Dengan polos menghaturkan sesaji ke Besakih
demi pembersihan jagat menuju baru
demi selamat kehidupan si anak cucu
Terbayang ribuan paras pias para kerabat
Wajah benderang menyambut lahar menerjang
seketika berubah penuh kengerian:
Sawah dan kebun porak poranda
Ternak berhamburan mencari perlindungan
Jeritan, teriakan, dan erangan
menggaung dahsyat di seantero penjuru mata angin
(5)
Adikku Gunung Batur mendehem; buyar lamunanku
Adikku ini letih benar menghadapi segala persoalan
Di antara saudara-saudaraku sesama gunung
ia paling sibuk karena paling kenes
Ia punya Kintamani, ikon pariwisata Bali
Kintamani yang eksotis dengan kabut dinginnya
punya kebun jeruk dan kopi
Ia sanggup menjadikan anak cucunya sarjana
Sanggup pula menjadikan mereka pengusaha
SERAT KEEMPAT
GUNDAH
(1)
Aku Gunung Agung, dituakan para gunung
dipersahabatkan para sungai dan pantai
dipermuliakan manusia
Namun kini aku dipersendirikan!
Sendiri mengunyah risau yang disandang saudara
Sendiri mencecap duka yang membebat sahabat
Sendiri menelan kekacauan yang merundung manusia
Gunung Agung aku. Ya, aku. Ada lagi yang harus ku-daku?
Dalam halimun kusibak kerumun bunga sesaji di pelataran pura
Pura Besakih si buah hati, tempat sumpah dan janji manusia
Bersumpah berbuncah-buncah
berjanji bertingkah benar berlaku setia
Tapi kudapat bukti, selain harta benda hanya rupa raksasa
Manusia terjerembab dalam ukuran materi dan angka-angka
Mari berangkulan!
Gunung Agung namaku, bukan Gunung Angkuh
Seagung apa engkau bila hendak bersepakat denganku?
Angkuhmu melampaui langit
bersikukuh menyuruh-nyuruh aku menuruti maumu!
SERAT KELIMA
GADUH
(1)
Astaga!
Ini leleh lava karena waktunya harus menetes
Ini erangan bangun tidur karena waktunya harus terjaga
Belum sempat kita perkarakan gundahku
engkau sudah gaduh12
Menuduh aku bawakan bencana antarkan petaka
Semburat engkau mengungsi ke berbagai tempat
Radius aman keluaran jawatan setempat
peduli pun engkau tak sempat
Aduh, astaga!
Belum sempat kita perkarakan gundahku
engkau sudah gaduh
Pemerintah saling perintah
Relawan saling umbar aksi bantu pengungsi
12 Salah satu berita hoax beredar di media sosial Whatsapp bahwa Gunung Agung akan meletus
malam ini. Dan arah angin ke barat ke arah Surabaya. Yang di Surabaya dan sekitarnya bisa
siapkan masker karena debu vulkanik akan sampai Surabaya. Merujuk letusan tahun‘63, debu
akan sangat tebal, bahkan saat siang matahari tidak tampak. Selanjutnya berita hoax tersebut
menginformasikan bahwa beberapa negara sudah mengeluarkan travel advisory. Gubernur
Pastika berencana akan mengundang seluruh konsulatnya untuk mendapatkan penjelasan
secara utuh. Data BNPB yang mencatat ada lebih dari 134 ribu pengungsi Gunung Agung,
belum akurat. Data itu disebut dua kali lipat lebih banyak dari data yang dia catat. Sebanyak
253 warga Bali dari berbagai desa nekat mendaki Gunung Agung sejak pukul 02.00 WITA,
Kamis 2 November 2017. Mereka tiba di kawah Gunung Agung sekira pukul 05.30 WITA. Mereka
membawa banyak sesaji, di antaranya lembu putih dan hitam, kera, angsa, kijang, dan kambing.
Mereka dari berbagai desa di Karangasem, seperti Desa Padang Bai, Desa Selat, Desa Peringsari.
Bahkan ada yang datang dari Renon, Denpasar.
Astagaaa!
Gaduhmu jangan harap membuat luruh gundahku
Aku Gunung Agung
Jangan jadikan ajang ramal-meramal
ramalan statistik apalagi mistik
Aku ini Gunung Agung!
Jangan jadikan ajang adu sakti ilmu teknik apalagi klenik
Jangan pula jadikan aku ruang debat untung rugi
(2)
Ini urusan gelegak magma di perut
Memang, baru saja kumuntahkan 54 tahun lalu
kini menyembul lagi tak tertahankan
Memang, mual ini bersamaan dengan gundahku
Betapa pedih menyaksi lakumu
tapi cintaku padamu utuh selamanya
(3)
Aduh!
siapa ini bertandang tenang haturkan gaduh lain bentuk
Bersuakakan dewata dan para datu
magmaku jadi beku
Beruntunglah kiranya dewa batara yang umatnya berhikmat
Jangankan aku, bahkan seluruh jagat kan menaruh hormat
Waktu dan saat jadi perkara mufakat
Ah, baiklah!
Gunung Agung aku, bukan gunung angkuh belaka murka
Gunung di antara sekian banyak duta Hyang Kuasa
Kubawa perkara ini muka hadap muka
Kalau memang waktu dan saat tinggal mufakat
apa susahnya bersepakat?
EPILOG
MENDAK BETHARA MEWALI13
2017
Maka tatap bertemu tatap
berbinar dalam pantulan genang air mata
Tangan bersentuh tangan dalam jabat erat saling mencinta
Asap dupa membubung, mengalun puja-puji tembang
Senyum para dewata dan warga para pengungsi
menjelma senyum kanak-kanak
Riang gembira kembali pulang
13 Mendak Bethara Mewali (bahasa Bali) artinya mengiring betara/leluhur/dewa kembali pulang
dari bepergian melawat umat-Nya, ke istana-Nya (pura). Warga mengantarkan kembali
sesuhunan mereka dalam suatu prosesi keagamaan, berjalan beriringan membentuk barisan
panjang menuju pura. Sebelumnya prediksi Gunung Agung meletus menurut perhitungan
ahli vulkanologi yang dikoordinasi oleh Menko Maritim, adalah 23 September 2017 atau sehari
setelah dinyatakan status awas (22 September 2017). Sumber: dari berbagai pihak terkait, a.l.
berita Jawapos.com.
14 Hari Raya Galungan adalah hari raya keagamaan Hindu Bali, merayakan kemenangan dharma
(kebaikan) atas adharma (ketidakbaikan). Dilaksanakan setahun 2 kali atau enam bulan sekali
hitungan kalender Masehi. Perayaan kedua tahun 2017 jatuh pada 4 November, tepat 3 hari
setelah BMKG mengumumkan secara resmi status erupsi Gunung Agung diturunkan dari level
awas ke level siaga.
PRAWACANA
I Ketut Sandiyasa
TENUN ASMARA BEDA IMAN DI KAKI
LEMPUYANG
/1/
Halimun senja selalu mengusik Bukit Lempuyang1
Bukit persemayaman para dewa
Bukit penuh aroma dupa lantunan mantra
Di tanah ini juga tinggal para saudara beda iman
Anak-pinak Datuk Bayan dari Selaparang2
Di Kampung Anyar sebelah timur Pura Bukit3
Kumandangkan lantunkan kebesaran Allah
Masjid pun berdiri kokoh4
1 Bukit Lempuyang merupakan salah satu bukit yang terdapat di Kabupaten Karangasem. Di
sana terdapat Pura Lempuyang sebagai pura sad kahyangan di Bali.
2 Datuk Bayan merupakan salah satu raja dari kerajaan di Lombok. Setelah Kerajaan Selaparang
ditundukkan oleh Kerajaan Karangasem, 11 keluarga suku Sasak, keluarga Datuk Bayan, dibawa
ke Kampung Anyar sebelah timur Pura Bukit (Ketut, Anak Agung, 1990:83).
3 Pura Bukit yang terdapat di kaki Bukit Lempuyang, menjadi pusat kekuatan niskala Kerajaan
Karangasem. Di sana pada setiap purnama sasih kelima selalu diadakan upacara. Di pura ini
bersemayam Dewa Alit Sakti.
4 Di kampung Anyar berdiri masjid cukup besar untuk penduduk yang beragama Islam.
/2/
SITI JULEHA
5 Nyama selam (bahasa Bali) artinya saudara Islam. Penggunaan kata nyama selam menunjukkan
pengakuan masyarakat Hindu di Karangasem terhadap penduduk pemeluk Islam yang berasal
dari Sasak. Mereka bertugas membersihkan Pura Bukit dan memikul bende saat upacara sasih
kelima. Pengakuan ini sebagai wujud toleransi beragama (Agung, 1990:83).
6 Bende adalah gamelan kuno yang digunakan sebagai genderang perang di Kerajaan
Selaparang, Lombok. Bende ini dibawa ke Kerajaan Karangasem sebagai tanda kemenangan.
Pada upacara besar di Pura Bukit, keturunan Datuk Bayan di Kampung Anyar diberi tugas
memikul dan membunyikan Bende ini (Agung, 1990:82).
7 Braya bahasa Sasak yang artinya saudara. Kata braya bermakna persaudaran antara penduduk
pemeluk Islam yang datang dari Sasak dengan masyarakat Hindu di Karangasem.
/3/
NYOMAN JAYA
/4/
KEGELISAHAN LELANA MUDA
8 Tat Twam Asi ajaran dalam agama Hindu bahwa sesungguhnya semua manusia berasal dari
sumber yang sama. Tat Twam Asi berasal dari kata Tat yang berari itu, Twam berarti engkau/
kamu dan Asi berarti adalah, sehingga tatwam asi berarti itu adalah engkau/kamu.
9 Wasudewa Kutumbhakam ajaran Hindu bahwa sesungguhnya kita bersaudara. Ajaran tersebut
mengandung prinsip universal kemanusiaan dalam agama Hindu.
10 Tanah wakaf merupakan tanah pemberian raja Karangasem kepada penduduk Islam yang
datang dari Lombok setelah Kerajaan Lombok ditundukkan oleh Kerajaan Karangasem.
Pungkas ayahnya:
Biarlah braya tetap ada, itu baik bagi kerukunan
Biarlah tradisi tetap membumi,
itu sejarah yang harus lestari
Namun tenun cintamu, Juleha, harus kauakhiri!
11 Jero Saroja adalah perempuan Islam dari Kampung Dangin Sema yang disunting oleh Raja
Ketut Jelantik. Pada zaman itu toleransi antara umat Islam dan Hindu berjalan dengan baik.
Hampir semua masjid dibangun oleh Raja Karangasem. Raja juga membiayai beberapa orang
yang naik haji ke Mekah (Sudirga, 2005: 54).
12 Kampung muslim banyak tersebar di Karangasem, seperti di Desa Seraya, Bungaya, Sidemen,
Kecicang, Saren. Di kampung-kampung tersebut kekerabatan antarumat terjalin sangat baik.
Di Desa Bungaya, misalnya, komunitas muslim Blalungan ikut membantu pelaksanaan upacara
Ngusabha Dangsil. Di Desa Saren penduduk muslim memakai nama seperti orang Bali I Ketut, I
Made, dan sebagainya.
/5/
HITAM PUTIH CINTA NYOMAN JAYA
/6/
RINAI GERIMIS DI PURA BUKIT
/7/
DALAM BIMBANG
/8/
BERSUA RAGA BERSENTUH JIWA
15 Setelah berlalu zaman kerajaan, keberlangsungan tradisi kekerabatan beda iman di Kaki Bukit
Lempuyang sangat tergantung pada perintah Anak Agung dari Puri Karangasem.
16 Bli (bahasa Bali) adalah sebutan untuk laki-laki yang lebih tua, artinya kakak atau abang.
/9/
TENUN MENGAKAR ATAU KIAN PUDAR
17 Pada upacara purnama kelima tahun 2017 terlihat perubahan pakaian penduduk Islam
keturunan Datuk Bayan. Mereka tak lagi menggunakan pakaian seperti umat Hindu Bali,
namun memakai peci dan hijab.
18 Melasti adalah upacara untuk memohon anugerah Sang Pencipta dan penyucian alam semesta.
Upacara ini dalam Agama Hindu Bali biasanya dilakukan di pantai atau mata air. Dalam upacara
di Pura Bukit, melasti dilakukan di Pantai Ujung. Pada saat melasti para penduduk muslim
bertugas memukul bende.
19 Pantai Ujung merupakan salah satu pantai di Kabupaten Karangasem. Pantai ini digunakan
umat Hindu untuk melakukan upacara melasti, salah satu upacara purnama kelima di Pura
Bukit.
20 Alvin Tofler seorang antropolog yang terkenal. Dalam bukunya berjudul Future Shock, 1970, ia
meramalkan bahwa ikatan persaudaraan antarmanusia akan semakin dangkal.
I KETUT SANDIYASA,
lahir tanggal 29 Mei 1983 di Desa
Ngis, Kecamatan Manggis, Kabupaten
Karangasem. Ia bekerja sebagai guru
sekolah dasar di SD Negeri 4 Subagan,
Bali. Membaca dan menulis merupakan
hobi dari kecil yang ditekuni sampai
sekarang. Beberapa tulisan opini, esai
budaya, dan cerita pendek karyanya
telah terbit di beberapa media lokal.
Persahabatan di Gelanggang Perang
Pandan merupakan bukunya yang
kedua, setelah sebelumnya antologi
cerita pendeknya yang berjudul
Menunggu Hujan diterbitkan.
PRAWACANA
/1/
Aku berontak
Batinku berteriak
Sungguh ada jarak terkotak-kotak
di antara kehidupan masyarakat yang sulit dielak
Aku ingin menggugat
mengapa manusia membangun sekat?
Jurang pemisah di antara sesama yang disebut derajat
ini kodrat atau gila hormat?
1 Pada masa Bali kuno, pelapisan sosial dalam masyarakat Bali menggunakan sistem Warna
(tepatnya Catur Warna). Hal ini terbukti dalam prasasti “Bila”, tahun 995 Saka (1075M). Warna
dalam agama Hindu bukanlah hak turun-temurun, tetapi hanya sebagai tanda pengelompokan
tugas di masyarakat. Keadaan ini berlangsung sampai pemerintahan raja Bali kuno terakhir (Sri
Astasura Ratna Bhumi Banten) dikalahkan oleh Mahapatih Gajah Mada pada tahun 1343 M, yang
kemudian mengangkat seorang keturunan Brahmana, yaitu Mpu Kresna Kepakisan dari Kediri
menjadi raja di Bali tahun 1350. Semenjak itulah sistem warna berubah menjadi sistem wangsa/
kasta. Mpu Kresna Kepakisan yang keturunan Brahmana segera mengubah kedudukannya
menjadi Ksatria dan namanya diganti dari Mpu menjadi Sri. Sri Kresna Kepakisan dan para Arya
Majapahit inilah yang mulai menciptakan wangsa-wangsa yang kemudian dikelompokkan
sebagai Brahmana, Ksatria, Wasya, dan Sudra dengan tingkatan-tingkatan yang memberi hak-
hak istimewa kepada kasta tinggi, sehingga terjadi ketidakadilan (Wiana dan Raka Santeri,
1993:97-99 dalam buku berjudul Kasta dalam agama Hindu Kesalahan Berabad-abad).
12 Tat Twam Asi berasal dari kata Tat berarti ‘itu’, Twam berarti ‘engkau/kamu’ dan Asi berarti ‘adalah’,
sehingga Tat Wam Asi berarti itu adalah engkau/kamu yang mengajarkan pemahaman bahwa
kita semua sama/sejajar.
/2/
Kefanatikan dan ketidakadilan kasta mulai kurasakan
ketika benih cinta tertanam dalam rahim ibu
Lelaki berkasta lebih tinggi menanamnya dengan cinta
Kasta berbeda!
Tiada prosesi agung dalam upacara pernikahan
Kasta berbeda!
Upacara pernikahan yang utama13tak pantas dilakukan
Aku tiada berdaya menanggung semua
Kurasakan perbedaan nyata dengan saudara serumah garba
Tiada gelar penunjuk derajat tersemat pada namaku
Namaku sama seperti kasta kaum sudra
Semua hak tertelanjangi hingga perlakuan keluarga berbeda
Aku dibedakan dari semua saudara
13 Biasanya bila seorang laki-laki berkasta tinggi menikahi wanita berkasta lebih rendah, maka
proses pernikahan agung/yang utama (widiwidana) tidak dilaksanakan, sehingga anak yang
dilahirkan tidak mendapatkan hak-hak dalam keluarga besar dan disebut anak astra.
14 Merajan adalah tempat beribadah atau kompleks pura bagi umat Hindu yang terletak di
pekarangan rumah. Merajan menjadi tempat pemujaan di lingkungan keluarga saja.
Salah siapa?
Aku atau kedua orang tuaku yang menabur benih cinta
Apakah kasta mengenal cinta?
Yang kutahu kasta hanya mengenal derajat
sekat dan tembok pemisah yang berdiri kokoh
Mungkinkah cinta mampu merobohkannya?
/3/
Aku melihat kembali ketidakadilan
ketika kasta menghempas cinta
/4/
Aku menulis ini demi meluruskan kembali:
Adat luhur jangan dibengkokkan politik keagamaan
Demi mempertahankan derajat
25 Kaum jaba diimbau tidak usah mencari/berharap gelar Ida, Dewa, Gusti; tetapi lebih
mengutamakan budi dan sekuat-kuat mengejar gelar akademi Dr., Ir., atau Prof. Karena budi
dan kepandaian dapat meningkatkan martabat kaum jaba (Surya Kanta, 4 April 1926:60-63
dalam I Nyoman Darma Putra, 2011:40).
26 Sistem kasta bukan ajaran Hindu, namun justru menodai agama Hindu karena seolah
membiarkan umat berbeda martabat dan harkat. Karena itu DPRD Bali menghapus hukum
pelanggaran adat asu pundung dan anglangkahi karang hulu lewat keputusan tertanggal 12 Juli
1951 No. 11/DPRD. Menjadi menarik karena Kepala Daerah dan Ketua DPRD Bali ketika itu dari
kasta Ksatria, yaitu I Gusti Bagus Suteja dan I Gusti Putu Merta. Terjadinya perubahan keputusan
tersebut dengan berpedoman pada kesadaran satu bangsa, satu bahasa, dan satu negara.
Disebutkan pula dalam adat perkawinan Catur Wangsa atau Catur Kasta jika masih ada aturan-
aturan yang tidak sesuai dengan keadaan zaman jangan diikuti, supaya tak ada golongan yang
mendapat perlakuan tidak adil (Hal ini di ulas oleh Ketut Wiana di harian Bali Post tanggal 27
Mei 1989).
29 Menurut Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, konsep Catur Warna secara filosofi ada dalam setiap
orang. Dalam bercita-cita hendaknya setiap orang menjadikan dirinya brahmana, dalam
mengembangkan cita-cita hendaknya ia menjadi seorang ksatria, dalam hal memelihara
kemakmuran hendaknya menjadi seorang waisya dan melayani semua itu hendaknya menjadi
sudra. Keempat warna atau profesi itu unsur-unsur dasarnya ada pada diri setiap orang. Bahkan
satu orang dalam warna bisa memiliki banyak profesi sesuai dengan bakat dan keterampilan
yang dimiliki.
PRAWACANA
#
Putu menikahi Made 17 tahun lalu
Menghuni rumah tua nan resik
Tiga anak lelaki remaja dan kedua mertua
tetangga yang ramah bertegur sapa
mereka bantu-membantu bersuka cita
1 Orang Bali sering menyebut orang asing dengan istilan ‘tamu’. Istilah tersebut tidak akan
berubah walaupun tamu yang bersangkutan memiliki rumah tinggal di Bali. Ini ditujukan
khususnya pada orang-orang Barat (non-Asia); sedangkan orang-orang Asia yang sudah lama
bertempat tinggal di Bali, tidak disebut sebagai tamu lagi. Lihat dalam I Nyoman Darma Putra,
A literary mirror, Balinese Reflection on Modernity and Identity in the Twentieth Century(Leiden,
KITLV, 2011), hal. 139.
#
Ketika matahari malu-malu di balik bukit
Putu keluar meten3 menuju dapur di ujung halaman
Suara pintu terbuka
berderit memecah segores sunyi pagi
2 Mejejaitan yaitu menjahit janur dirangkai dengan berbagai bunga dan dedaunan. Salah satu
hasilnya adalah canang. Canang dan berbagai hasil mejejaitan dipersatukan, ditata (istilah di
Bali metanding) menjadi banten.
3 Meten (bahasa Bali) artinya kamar tidur. Rumah Bali memiliki tata ruang berbeda. Meten
biasanya terletak berseberangan dengan paon atau dapur. Lihat dalam I Nyoman Gelebet, I
Wayan Meganada, I Made Yasa Negara, dan I Made Suwirya, Arsitektur Tradisional Daerah Bali
(Denpasar, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986), hal. 68
#
Dia menikah dengan orang yang dipuja
Dipatrinya sebuah janji setia sehidup semati
Mementingkan pujaannya di atas segala
Kebahagiaan itu
ketika semua orang saling menolong
Itu dilakukannya saat di rumah
juga saat bekerja di hotel
Uang hasil keringat dalam genggaman
akan bermakna membantu liyan5
Samar-samar didengarnya suara gamelan dari kejauhan
Meliuk-liuk, angin sepoi beriringan
Bagaikan tanpa bentuk sebuah pertunjukan
Mengundang lirik pesona penghuni jagat raya
#
Suatu pagi mentari merekah genit di cakrawala
Putu bersenandung menuju tempat kerja
Melangkah beriringan dengan rekan sesama
Seharian bakal melayani para tamu bersuka
4 Ajeg Bali mengandung pengertian lestari dengan sifat yang dinamis; maksudnya Bali memiliki
sifat lentur terhadap perubahan, tetapi tetap kukuh. Ajeg Bali berarti Bali tetap memiliki ciri
khas Bali, baik menyangkut bentuk, fungsi, dan nilai-nilai yang dimilikinya. Ajeg Bali bisa
dipertahankan karena jiwa masyarakat yang saling asah, asih, dan asuh. Agar ajeg Bali lestari ada
beberapa hal yang harus dipenuhi, antara lain, (1) Memiliki SDM yang andal, (2) Masyarakatnya
mempertahankan jiwa gotong-royong, (3) Bali tetap bernaung dalam NKRI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945, (4) Ekonomi Bali kuat, (5) Bali mempertahankan cirinya yang khas, dan
(6) keadaan Bali tetap damai. Wujud ajeg Bali adalah kesejahteraan rakyat lahir dan batin.
(Lihat I Wayan Bawa, Apa yang Dimaksud dengan Ajeg Bali, Garitan Budaya Nusantara dalam
Perspektif Kebinekaan (Kuta, Larasan, 2004), hal. 251, 257, 258).
5 Liyan = orang lain
6 Dalam dunia industri yang mendewakan kapital, karyawan acapkali dianggap robot untuk
menjalankan perintah. Di Bali tekanan seperti itu barangkali sulit ditemukan secara kasat mata,
bahkan hampir tidak pernah terjadi. Akan tetapi secara psikologis kondisi itu tentu ada. Contoh
bagaimana karyawan yang bekerja pada sebuah industri pariwisata sangat sulit mendapatkan
izin untuk melakukan kegiatan adat. (Lihat I Nengah Desi Astawa, Implementasi THK dalam
Industri (Realitas, Harapan, dan Rekomentasi Kebijakan), Bali is Bali Forever, Ajeg dalam Bingkai Tri
Hita Karana (Denpasar, Bali Travel News, 2008).
7 Uang jasa pelayanan besarnya 10% dari total pendapatan hotel. Uang ini dibagikan ke seluruh
karyawan dengan berbagai macam metode. Ada yang dibagi rata, ada yang berdasarkan
posisi/tinggi rendahnya jabatan, atau pun berdasarkan kinerja.
#
Hari ini 12 November
Langit cerah, tapi guntur menggelegar
Kepala bagian Front Office mengundurkan diri!
Ia memilih pulang ke kampung halaman
Bekerja sambil menjaga orang tuanya
yang sakit cukup lama
8 Setiap warga desa yang telah berkeluarga, wajib melakukan ayahan, yaitu melakukan
pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dibebankan oleh desa dalam hubungannya dengan adat
dan upacara-upacara keagamaan di desa tersebut. Apabila orang yang bersangkutan tidak
melakukan kewajibannya, ada sanksi sosial yang harus ia tanggung, antara lain dikucilkan, tidak
diajak bergaul, tidak dibantu dalam keadaan bahaya/berduka cita, sulit mendapat kuburan bila
anggota keluarga mereka meninggal dunia dan sebagainya. (Lihat I Wayan Surpha, S.H. Seputar
Desa Pakraman dan Adat Bali , Bali Post, 2002, hal. 49, 79).
#
Pulang ke rumah dengan hati gundah
Made terheran melihat kekasih tak riang
tapi maklum setelah tahu muasal keraguan:
naik jabatan sebagai kepala bagian
#
Putu berada pada dua pilihan
Mengikuti kata suami atau mencari uang lebih banyak
Dia yakin, Tuhan telah memberi kesempatan ini
Disadarinya: anak-anak semakin besar
Berderetlah kebutuhan mereka
Putu gelisah
Suaminya menjadi pendiam
Sampai kapan ‘tamumu’ di Eropa? ulangnya
Suaminya masih tak bisa menjawab
Sibuk menatap masa depan yang tak tampak
#
Rumah ‘tamu’ dari Eropa tak terlalu jauh
dari tempat kerja Putu
#
Hari-hari berbabak berlalu
Suami istri sibuk sendiri-sendiri
Ada ganjalan di antara mereka
Tak satu pun berani mulai membuka suara
Menghentikan bola masalah
yang menggelinding deras
Kelelahan menerpa
Hari-hari terakhir hotelnya ramai
Melahirkan pekerjaan demi pekerjaan
Menguras energi karyawan
yang gembira melayani wisatawan
demi mimpi pendapatan tambahan
saat menerima gaji bulanan
Suaminya menghampiri
Dilontarkannya kembali kata-kata itu
“Kalau sudah tak mampu, katakan tak mampu
Jangan dipaksakan; aku bisa membiayai keluarga!”
#
Made menatap halaman rumah tanpa harap
Pikirannya melayang jauh
Dicumbunya rasa kecewa tanpa pekerjaan
Orang tuanya tercenung sedih:
Anak lelaki yang dibanggakannya
menjadi tumpul di mata masyarakat
Tak mampu menjadi tempat bernaung
untuk istri dan anak-anaknya
#
12 Februari
Atasannya bersorak gembira
Ketika Putu dengan gugup
menyampaikan kesiapan jadi kepala bagian
Disalaminya dengan senyum lebar
Cepat-cepat diumumkan
kabar gembira ke pelosok hotel
Dituntutnya dirinya
Semakin taat pada Sang Pencipta
Semakin sering bersyukur
agar semuanya terasa ringan
Dia membayangkan
berlari pulang ke rumah masa gadisnya
Menangis di pelukan ibu
melepas beban yang memberat
#
Bekerja bagaikan babu di rumah suami sendiri
Tak boleh mengubah apa pun sebab ini rumah mertua
Tetap saja
Suaminya tak mau mengerti
#
Di sanggah9 Putu bersembahyang
Tangannya tercakup rapat di atas ubun-ubun
Aliran jernih dan tenang mengalir menembus kepala
Menjalar hening ke seluruh tubuh
Meresap
Dia harus berjuang
mendapatkan cinta dan kebahagiaan suaminya
Seperti dulu
Harapannya hanya pada Yang Kuasa
Segala yang tak mungkin akan menjadi mungkin
Manusia berpasrah pada semua rencana-Nya
9 Di Bali, salah satu tempat untuk bersembahyang disebut sanggah pemerajanan. Kata sanggah
berarti sanggar (tempat suci) dan pemerajan dari kata praja (keluarga). Jadi sanggah pemerajaan
artinya tempat suci bagi keluarga. Namun secara umum disebut secara singkat sanggah atau
merajan. Kadang sering disalahartikan bahwa istilah sanggah hanya unuk orang biasa dan
merajan untuk kasta yang lebih tinggi
10 Tat twam asi: kepercayaan Hindu bahwa semua mahluk berasal dari sumber yang sama.
Aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Menyakiti orang lain, artinya menyakiti diri sendiri.
Demikian juga ketika membuat orang lain bahagia, artinya membahagiakan diri sendiri.
Suaminya terkesiap
Ditatapnya istrinya dalam
Tidak, jangan bohong, erang Putu dalam hati
Dengan bergumam tak jelas suaminya menjawab
“Aku akan mencari kerja lagi,” tegas suaminya
Jadi, ‘tamu’ Eropa itu tidak kembali?
“Bli,11
Putu merintih memanggil suaminya
“Rezeki keluarga tidak mesti melalui seorang suami
kadang bisa lewat istri.”
Putu bersimpuh
Memohon dengan sangat
jawaban suaminya
agar batinnya damai
11 Beli, kadang disingkat menjadi Bli adalah panggilan terhadap suami atau pun kepada kakak
lelaki. Kata bli juga digunakan dalam pergaulan sehari-hari untuk memanggil seorang laki-laki
yang dihormati dan atau yang diperkirakan lebih tua.
#
Pesangon yang diterima suaminya
hanya cukup untuk tiga bulan kalender
Menyusut drastis tanpa tahu ke mana
padahal sepeser pun tak diterima Putu
#
Bintang temaram di langit
Di ujung timur Pulau Dewata
Suara angin riang berhembus
Putu menuruni tangga rumah
12 Meme adalah panggilan untuk ibu dalam bahasa Bali. Biasanya digunakan untuk kalangan
orang biasa.
Putu tersadar
ditariknya napas panjang
Sekarangkah waktunya menyampaikan isi hati?
tapi keinginannya hanya sampai di tenggorokkan
Lainlah yang keluar di mulutnya
13 Kain endek merupakan kain tenun ikat khas Bali. Jenis kain ini memiliki beberapa keunikan,
yaitu berbagai motif unik dari yang sakral hingga yang mencerminkan nuansa alam. Motif patra
dan encak saji merupakan motif sakral yang hanya digunakan untuk kegiatan-kegiatan di pura
atau kegiatan agama lainnya. Juga ada motif kain endek yang hanya boleh digunakan oleh para
orang tua dan kalangan bangsawan; sedangkan motif yang bernuansa alam digunakan untuk
kegiatan sosial.
“Bli…
Saya akan berangkat ngayah
menjadi warga desa yang baik
Pekerjaan rumah sudah selesai
tadi dibantu anak-anak.”
“Putu....”
terdengar suaminya berkata lirih
“Aku akan membantu pekerjaanmu di rumah
Tidak pantas aku menyiksamu.”
Putu tertegun
Akan kata-kata bijak suaminya
Dipanjatkannya puji syukur pada Tuhan
Kedamaian memenuhi relung hatinya
BLANJONG
: masa lalu
88
PRAWACANA
/1/
Ada rasa tak mau pergi dari hatiku
Aku ingat ini mimpi ketiga kalinya
tentang hidupku
Pada mulanya dulu, di sini
di Blanjong
1 Bale Gede adalah bangunan Bali dengan sisi depan dan kanan yang terbuka.
2 Bale Bandung adalah bangunan Bali yang letaknya di utara halaman rumah, dengan komposisi
bagian depan yang terbuka.
3 Semawang adalah nama wilayah di sekitar Blanjong dan Desa Sanur, Denpasar Bali.
Celaka
Aku tak tahu nama lelaki itu
Dia tak pernah menyebut dalam mimpi
Lalu bagaimana aku mencarinya?
Siapa pula Geg Anom?
Aku tertegun
berteriak keras, “Tidak!”
Seorang lelaki meraih tanganku
Lian tersenyum
Aku pun tersenyum
Senja tenggelam, malam menjelang
Kami pun bertingkah seperti Geg Anom
Salah?
/2/
: pada Anom Satyaning Gumi
Geg Anom
bukan inginku bertemu dirimu
Geg Anom
kau harus tahu
Aku hanya perempuan biasa
gairahku biasa
uang nyaris tak ada
hidupku bahkan tanpa rasa
6 Dalem Pangembak adalah nama sebuah kawasan suci di sekitar Pantai Mertasari Sanur, yang
dulu merupakan jejak perjalanan Danghyang Nirartha (seorang pendeta suci yang konon
datang dari Blambangan Jawa Timur). Beliau menyebarkan ajaran Nusantara, berkeyakinan
pada kekuatan semesta, beragama kemanusiaan.
untuk mencarinya
Terus
terus
dan terus
Kaulupa
Kau hanya bayangan tak tampak
Kau menapak dalam ragaku
Sayang sekali
Kau berhasil
Kau seperti menemukannya
Benarkah Lian Gauttama?
Hai, Geg Anom
Lian milikku
Lian bukan dia
Lian adalah tubuh dan jiwaku
/3/
Geg Anom
Lian bisa saja menjadi dia
jika kau menyetujuinya
Kita akan pergi bersama
setelah bersepakat
Setahuku Lian bukanlah pengecut
/4/
Matahari menunduk
seperti sedang mengadili perkara
Rumah atap ilalang
adalah milik turis Inggris
tetapi
di sana
di teba9
aku lihat seorang perempuan tua
Adakah dia anakmu?
adakah dia cucumu?
Mulai gelap
pelan-pelan aku lihat bayanganmu
di tubuhku sendiri!
Geg Anom, apa benar aku adalah kau?
/5/
: bayang bayangan-bayangan
Kau hilang
perempuan tua hilang
Hanya ada aku
dan bayang dari bayangan-bayangan
/6/
Hati yang hampa
mata tanpa sinar
bibir yang keriput
Benar-benar tak bisa kumungkiri
kecamuk dalam diriku
Yang aku tahu
pantai ini tempat pertemuan kami
/7/
: pada yang hilang
/8/
Lelaki itu
mencari tubuh Lian
Geg Anom memilih tubuhku
Kami bertemu
seperti dulu
Kami bercumbu
seperti kala itu
/9/
: sunya
/10/
Geg Anom
di kehidupanku sekarang
aku melewati yang baru
Meski dengan gelisah yang sama
musim kini berubah
13 Yang dimaksud jalan yoga adalah pengabdian untuk mencapai pembebasan. Setiap langkah
yoga adalah proses pencarian diri. Semesta akan selalu setia dengan segala macam bentuk
ujiannya kepada penekun yoga (yogin), sehingga sekolah sesungguhnya adalah dalam alam
kehidupan (Saraswati, 2005:4—5).
14 Karma Yoga adalah bagian dari ajaran catur marga (empat jalan) memuja kekuasaan Pencipta.
Ajaran Karma Yoga dipahami sebagai memuja kebesaran Beliau dengan cara bekerja, bekerja,
dan bekerja. Mereka yang menempuh jalan ini memakai ‘tubuh’ atau dirinya sebagai sarana
pemujaan (Soebadio, 1985:48).
Bunga-bunga bermekaran15
Kumbang-kumbang datang
Suaranya serupa mantra16
yang panjang dan dalam
/11/
: pada ombak, karang, dan cerita burung kedasih
15 Gambaran musim semi ala Bali yang biasa disebut Sasih Kapat yang datangnya antara bulan
September hingga Oktober. Pada permulaan bulan kapat awan-awan mulai tampak. Hujan
pertama membangunkan pohon-pohon dari tidurnya dan mereka mulai mengeluarkan
ranting-ranting baru (Zoetmulder, 1994:245).
16 Suara kumbang yang sedang mengisap sari atau kelopak bunga dalam Kakawin Dharma
Putus dianalogikan seperti suara Om yang panjang dan bergetar, sehingga timbullah suara,
menggeram. Om merupakan aksara suci Tuhan pusat dari segala yang menjadi ada di dunia.
Kumbang dan padma begitulah metafora yang dipakai melambangkan padma asta dala
dengan delapan sifat kemahakuasaan-Nya (Palguna, 1999:246).
serupa lingkaran
ia terus berputar
Geg Anom
hingga tak ada kata
pun sesajen untukmu
semua akan kembali
dengan karmanya
/12/
: yang telah jatuh
Geg Anom
di ladang dekat pantai
ada cerita tentang I Bendega
seorang nelayan yang hidup dari laut
17 Tentang reinkarnasi, orang Bali memercayai ada sembilan putaran reinkarnasi, dari menjadi
mikroba hingga menjadi manusia, sehingga paham semua makhluk adalah sama lahir di sini,
semua memiliki nyawa, karena semua ciptaan Tuhan.
Katanya begini
Kau tahu, hidup itu sesungguhnya jalan sunyi
dia menitipkan kesunyian sedari kita lahir
Tidakkah kaubayangkan dirimu?
Karena sunyi itu kau berjalan
hingga kau tak tahu mengapa harus berjalan
Dia melaut
membawa hati yang lapang
membawa kebahagiaan di senyumnya
Tangan kokohnya mendorong perahu kecil
Layar digelar, perahu terombang-ambing
I Bendega hilang19
tak satu pun tahu ke mana
tenggelamkah ia?
ataukah mencari kekasihnya?
Orang-orang ramai berkumpul
19 Berita tentang hilangnya seorang lelaki saat melaut, ini merupakan mitos di Desa Kelating,
Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan Bali yang menceritakan jika seorang pelaut berani
menantang maut, itu artinya mereka memiliki kekasih yang tidak terlihat di tengah laut sana.
Biasanya pelaut-pelaut seperti ini lahir di hari-hari dan bulan-bulan tertentu, seperti misalnya
lahir hari Kamis Kliwon pada Sasih Kedasa (sekitar bulan Maret atau April perhitungan kalender
Masehi).
/13/
Kumohon jangan bertanya
sebab aku tak punya jawaban
di hatiku hanya ada gempa
semua berjatuhan
Semesta menyimpannya
saat orang-orang mencari I Bendega
Kau di sana
tersenyum padaku
“Ratri, kaukah itu?”
/14/
Sebab hidup adalah kutukan yang romantis
maka tunggulah
Ada jembatan pelangi
Ada akar akar pohon canging20
membentuk cahaya
terpendar di antara
ombak dan karang
Mencarimu
Menemukanmu
seperti menemukan pintu
menuju langit tinggi di atas duka
20 Sejenis pepohonan yang batangnya berduri, namun jika dia tumbuh lebat, dia seperti jembatan
yang melengkung dari pohon satu ke pohon lainnya.
/15/
Tunggulah sebentar
Hujan segera reda
aku akan menjemputmu
Tunggulah sebentar
Kita akan pergi bersama
ke langit yang kaumau
ke semesta yang kaucari
Tunggulah sebentar
Semuanya terlihat indah
Kunang-kunang sepanjang jalan
bulan bersinar terang
Tunggulah sebentar
Sakitnya akan hilang
saat kita bersama
Tunggulah sebentar
kita lupakan
Blanjong
Semawang
Sanur
Dalem Pangembak
Kelating
Geg Anom
Lian
Lelaki itu
Tunggulah sebentar
sampai kaututup matamu pelan
tanpa ada yang tahu
kau adalah siapa
Denpasar, 2017
BLANJONG: Masa Lalu
108
“Penyair generasi ini akan dikenang karena ikhtiar bersama memotret batin
dan kearifan lokal Indonesia di 34 provinsi, dalam karya kolosal 34 buku. Ini
sepenuhnya gerakan masyarakat, tanpa dana sepersenpun dari pemerintah,
atau bantuan luar negeri, atau konglomerat. Gerakan ini melibatkan lebih
dari 170 penyair lokal, dengan cara penulisan baru puisi esai, puisi panjang
bercatatan kaki, mengawinkan fakta dan fiksi”