Anda di halaman 1dari 22

Kumpulan Puisi: Seekor Serigala dalam Doamu

Terbit pertama kali: September 2020


Penyunting: Michael Djayadi
Penata letak: Michael Djayadi & Lintang Galuh Lutfhi Utami
Perancang Sampul: Lintang Galuh Lutfhi Utami

Buku ini bebas disebarluaskan dan bisa didapatkan secara cuma-cuma.


Dilarang memperbanyak isi buku tanpa izin dari penulis.

2
Seekor Serigala dalam Doamu

Kumpulan Puisi

Michael Djayadi
Lintang Galuh Luthfi Utami

Bekasi-Batu, 2020

3
Semacam Pengantar: Pada Mulanya Adalah Perkenalan

Ini bukan sebuah kata pengantar buku resmi, karena toh tanpa kata pengantar pun kita semua
(baca: pembaca) pasti tidak akan terlalu mau pusing apalagi peduli pada apa yang hendak si
penulis kata pengantar mau katakan. Dengan alasan: tidak ingin dihegemoni dan disetir ke
mana arah pikiran pembaca ingin menginterpretasikan bacaannya. Sesimpel itu. Kita semua
pasti percaya, setiap karya, apa pun itu, ia tidak bisa dibelok-belokkan oleh si penciptanya
harus ke kanan, kiri, utara atau tenggara sekalipun bukan? Segala yang bernyawa—begitu
juga karya—niscaya akan tumbuh dan lama-kelamaan keberaniannya akan bertumbuh pula
meski hanya untuk sekadar berjalan-jalan merambati tiap ruas dan sumsum tulang tengkuk
penerimanya. Karena memang benar bahwa setelah sebuah karya lahir, ia mesti dilepas
dengan ikhlas. Biarkan ia mau jadi menyerupai apa dan siapa saja pada benak dan imajinasi
liar pengasuhnya. Bebas. Kita juga seperti itu bukan?

Oke. Kembali lagi ke awal.

Jadi kalau boleh bilang, ini adalah karya perdana saya secara kolektif bersama orang lain
(dalam bentuk digital tentunya).

Pertama kali ketemu—tidak sengaja—dengan Lintang karena kami sama-sama ikut


meramaikan sebuah gerak literasi kecil-kecilan balas puisi berbasis instastory dari seorang
penyair wanita, sekaligus vokalis band pop-folk asal Bandung: Amigdala. Iya, benar. Kami
bisa bertemu dan akhirnya memutuskan untuk bekerja sama mengerjakan mini antologi puisi
ini karena—salah satunya—sosok Andari Jamalina Pratami (Aya Canina).

Untuk tahu alasan lebihnya kenapa saya tertarik pada keunikan sajak-sajak menawan milik
Lintang, dan sebaliknya, maka silakan membaca sekitar dua belas buah puisi dalam e-book
ini ya! (Keterangan: lima puisi dari saya, lima lagi dari Lintang dan tiga sisanya kami
kerjakan bersama, persis cara kerjanya dengan waktu awal kami berpapasan, yaitu saling
meneruskan satu bait yang entah mau diolah dan ditambah awal atau akhir baitnya.)

Terima kasih sekali lagi ya, untuk Alana dan Mbak Aya!

Terima kasih juga buat Lintang yang pertama kali menawari kerja kolektif indah ini—setelah
beberapa waktu hanya saling tekan tombol follow saja di Instagram.

Panjang umur kebaikan, panjang umur puisi-puisi manis!

—Michael Djayadi, 2020

4
Daftar isi

Semacam Pengantar ............................................................................................................ 3


Daftar Isi ............................................................................................................................... 4

Tentang Kau .......................................................................................................................... 6


Belantara di Keningmu ........................................................................................................ 7
Yang Lahir dari Waktu ....................................................................................................... 8
Yang Paling Liar .................................................................................................................. 9
Seribu Batu .......................................................................................................................... 10

Trauma ................................................................................................................................ 11
Kepadaku ............................................................................................................................ 12

Bermain Masak-masakan ................................................................................................... 13


Sebelum Tuhan Singgah ..................................................................................................... 15
E ............................................................................................................................................ 16
Hari Senang-senang yang Sehari-hari .............................................................................. 17
Menakut-takuti Ketakutan ................................................................................................ 18
Seekor Serigala dalam Doamu .......................................................................................... 19

Tentang Penulis .................................................................................................................. 20

5
6
Menulislah, apa pun, jangan pernah takut tulisanmu tidak akan dibaca orang,
yang penting tulis, tulis, dan tulis, suatu saat pasti berguna.

—Pramoedya Ananta Toer

7
Tentang Kau

Setiap kali bulan penuh separuhnya


Malam mengetuk pintu rumahku
Kita selalu pergi kencan buta bersama
Dalam pelukan yang berbatas

Kita lantas pergi ke sirkus kata-kata


Di mana setiap keping mata adalah derita
Aku menunggu dan kau tertawa
Badut sirkus dan singa kesayangan; kita

Dalam lengkung labirin yang kaubangun


Setiap hari di kepalaku, setiap simpangnya adalah
Titik, buntu yang berkepanjangan

Lantas dikuburnya dalam-dalam perih di dadanya


Sesekali ia sesap kalimat serapah yang kaujahit
Di dalam tubuhmu

Silam yang dibelenggu,


Ragu, kaku, aku

Diselimuti malam yang hilang dari sela-sela jarimu


Kaubasuh lengkung tubuhmu dengan air mata purnama
Tuhan duduk di singgasanaNya tertawa melihatmu yang berpura-pura luka

-LintangG

8
Belantara di Keningmu

Kau selalu sadar ada doa-doamu yang terlantar


Ia menolak telanjang di gerbang pengabulan
Ia membantah segala yang nyata dari kehidupan

Setiap kali hujan mengalir di nadimu


Kau bangun dinding dari sepenggal kata
Tentang baik-baik saja

Kau meronta, meminta Tuhan


Mengharamkan bahasa luka dari bibirmu
Tuhan diam, kau makin dendam

Kautemui setan-setan di neraka


Sengaja kau menantangNya
Ingin sekali kaulihat wajah Tuhan yang murka
Kau berharap, Ia akan mengirim Izrail segera.

Tubuhmu, luka yang beranjak remaja

-LintangG

9
Yang Lahir dari Waktu

Sepeninggal perih yang masih mendidih


Tak lagi sudi kau tapaki jejak romansa Adam Hawa
Kau sengaja memburu waktu, guru yang bisu
Kepalan tanganmu hanya berisi kata-kata
yang buta tanda baca

Dari peta yang Tuhan beri tepat saat ulang tahunmu


Kautemui setiap makna tanda di dalamnya
Pada seorang lelaki yang dibasuh cahaya kota
Bintang-bintang selalu lelap di matanya

Pada malam yang kelam


Kaubungkus hatimu dengan kertas merah muda
Tak lupa ditambah cinta yang membara

Ini hadiah dariku, kekasihmu

-LintangG

10
Yang Paling Liar

Dalam setiap lapis tubuhmu


Kautanam anak rinduku yang bisu
dan selalu menjelma debu di wajahmu

Apabila bulan tanggal dari langit malam


bawakan aku tinta segera
biar aku taruh wajahmu di dalamnya
dalam baju puisi yang baru

Stt... jangan berjanji


nanti waktu dengar
dan dia buat kauingkar.

-LintangG

11
Seribu Batu

Hujan turun dan kelopak matamu gugur


Tumbuh keping-keping sunyi dari tubuhmu
Kepalamu sering sekali menjelma Jakarta
Gemuruh yang riuh

Barisan lampu kota yang redup nyalanya


Bahkan tahu tubuhmu tuhan dari belantara rimba
Yang tumbuh di dalam keningmu

-LintangG

12
Trauma

Sebelum binasa dikalahkan ketakutanmu memilikiku


Aku ajak kau duduk bersamaku di kursi berderit
yang sama takutnya denganmu ini
Dan beberapa saat setelahnya aku mafhum
akan sesuatu yang kautakutkan perihal memilikiku

Seorang Adam pernah menabur bilur di tubuhku


Di dalam kabut yang berakhir maut
Ia sengaja memanggil Izrail
Setelahnya aku tahu satu hal,
Cinta adalah canda yang berbahaya

13
Kepadaku

Dibalik tempurung lututnya yang bergerak lambat


Aku tahu ia sedang mati-matian menambatkan
Keselamatannya padaku

Barisan syair yang menunggu gilirannya diberi nama


selalu ditiupkan di pekarangan rumahku
ada cinta yang nyata di dalamnya.

14
Bermain Masak-masakan

Aku selalu suka membayangkan


diriku jadi seorang bocah perempuan
yang suka bermain masak-masakan di
belakang teras rumahnya petang-petang.
Akan aku siapkan panci kepunyaan nenekku bermotif lorek-lorek hijau semi putih mirip yang
biasa aku amati pada cangkir kopi angkringan.
Aku tambahkan seratus milimeter air mendidih dari dapur ibu ke dalam panci nenek.
Selanjutnya aku masukkan parutan batu bata, adonan pasir dan air mentah, dan kacang-
kacangan hasil panen di kebun ke dalamnya.
Aku biarkan semalaman
biar mencampur dan kalis sepenuhnya ketika diaduk nanti.
Aku mulai jenuh menunggu malam jadi pagi dan
tak sengaja menumpahkan kebosananku seperti
rerintikan biji jagung ke dalam adonan bayangan masa kecilku.

Paginya
pagi yang telah aku nanti-nanti dengan girang dan penuh seru tanpa aduh yang
memang seperti itulah kebiasaan anak kecil,
aku temukan jasad orang dewasa di dalam panci.
Aku kebingungan, kenapa material yang telah aku campur malah lenyap dan berganti mayat
orang mati.
Oh, Tuhan.

15
Aku ternyata lupa menambahkan cacahan
doa pendek dan seikat umur panjang pada adonan material masak-masakanku yang
sebenarnya
berguna untuk menjaga nyawa orang dewasa dalam diriku kelak.

-Djayadi

Sebelum Tuhan Singgah

Aku menunggu Tuhan di titian sawah belakang rumahku


berharap Ia akan sudi membeli dua petak sawah milik tetangga sebagai harga peti matiku
yang berlumpur dan berlumur lumut hijau.

Bahkan sebelum waktuNya tiba menghelat pesta kematianku akan aku resapi dengan takzim
lagu-lagu patah hati Pamungkas, akan aku tamatkan sinema-sinema cinta pada aplikasi
berbayar yang telah kuunduh, akan aku habiskan sisa lauk-pauk dan deretan panjang nasi
putih pada piringku, akan aku selesaikan tunggakan tagihan listrik bulanan keluargaku; dan
baru mungkin setelahnya, akan aku cintai kau sampai Tuhan selesai menggenapkan pesta
kematianku pada tanggal ganjil di dadamu.

-Djayadi

16
E

Kosong dan berisi


adalah dua hal yang berbeda atau
jika kita mau teliti untuk mengasihi,
justru mereka adalah dua hal yang sama?

Mungkin, kosong adalah keadaan terisi bermula. Karena ia bosan berisi lalu memutuskan
untuk mengosongkan dirinya—menunggu untuk diisi dan
mungkin juga, berisi adalah keadaan di mana ia mulanya masih kosong dan memberanikan
diri mengisi kekosongan pada dirinya yang bolong dan melompong dengan apa-apa yang
ditunggunya saat ia masih kosong.

-Djayadi

17
Hari Senang-senang yang Sehari-hari

Aku senang pernah senang


aku juga senang pernah sedih
aku senang karena aku jarang bersedih hari-hari ini.

Namun di saat yang sedang senang-senangnya, justru rasa sedih merasa asing
aku sedih karena jarang bersedih
aku juga sedih karena rasa sedih yang hidup dalam tubuhku begitu bersedih.

Aku sedih karena terus bersenang-senang hingga lupa rasa senang yang kusenangi ini
mulanya karena aku pernah sesedih itu.

Kadang senang dan sedih harus bersama agar kita tahu bagaimana bersyukur pada masa
sengsara menuju pusara.

-Djayadi

18
Menakut-nakuti Ketakutan

Siapa yang menyimpulkan dari mata yang menyipit dan alis yang mengernyit tandanya orang
yang kita amati sedang dipeluk ketakutan?

Siapa yang mengira bahwa ketakutan pun sama seperti nyali yang melesap hilang tatkala
bayangannya ditutupi bayangan matahari?

Siapa sangka pula, kita sesungguhnya sangat ahli menakut-nakuti ketakutan saat ia sedang
seorang diri—dan bukankah memang ketakutan sejak tanggal dari tangkai buah pengetahuan
tentang yang baik dan yang buruk di taman Eden

sudah ditakdirkan menyendiri dan hanya tinggal seorang diri setiap hari?

-Djayadi

19
Seekor Serigala dalam Doamu

Kedua lenganmu tengadah


Pun begitu dengan kedua telapak tanganmu yang basah tak karuan
kepalang gugup

Kau pergi dari kuil itu


Berjalan tanpa kaki-kaki yang sengaja kautinggal saat berdoa padaNya
berharap sepasang kakimu berjalan pulang sendiri
tanpa kauajak karena kelak mereka harus
mencari kedua kakiku dulu
untuk menemui doamu

Belum sempat kusuguhkan amin yang terakhir


Neraka di keningmu kauubah jadi tanda seru
Aku biarkan sisa doa yang belum kauaminkan jadi gelandangan
Berharap kau sukarela jadi penggembalanya

Di kuil itu
doamu rebah
ayat-ayat yang kaurapal berjatuhan menyentuh
langit-langit
begitu juga namaku yang kaupinta jadi gembala
malah keluar dari doamu. Berubah jadi serigala.

-Djayadi

20
Tentang Penulis

—Michael Djayadi, lahir di kota Batu, tahun 2000, selain menulis dan membaca, ia
sekarang sedang bekerja di sebuah kafe cepat saji di kota Malang. Doakan, semoga penulis
kita yang satu ini bisa segera mengentas endapan puisinya untuk kelak bisa lahir dalam
bentuk fisik seperti keinginan—hampir—semua penulis. Oh, iya. Jika ingin sekadar bertegur
sapa atau bertukar kabar, penulis kita bisa ditemukan di Instagram: michaeldjayadi atau bisa
meletakkan pesan apa pun di alamat surelnya: djayadimichael@gmail.com

—Lintang Galuh Luthfi Utami, lahir di Kulon Progo tahun 2003. Siswi SMA di salah satu
sekolah negeri di kabupaten Bekasi yang memiliki banyak ketertarikan pada berbagai macam
karya seni, khususnya Digital Art. Di samping itu kegemaran yang lain adalah membaca
komik bergenre komedi.

21
22

Anda mungkin juga menyukai