AGRARIA
INDONESIA
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana
Pasal 72
1. Barang siapa tanpa sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau
pasal 49 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5 000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
ANTOLOGI PUISI
AGRARIA
INDONESIA
Surya Saluang (Ed)
STPN Press
Bekerjasama dengan
Sajogyo Institute
ANTOLOGI PUISI AGRARIA INDONESIA
© Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, 2010
Hak cipta dilindungi undang-undang
Penerbit:
STPN Press bekerjasama dengan
Sajogyo Institute
Sajogyo Institute
Jl. Malabar no. 22
Bogor, 16151
Telp/fax. (0251) 8374048
Kata Pengantar Ketua STPN
Kata Pengantar v
vi Antologi Puisi Agraria Indonesia
Pengantar Editor
C
ukup sulit sebenarnya untuk menentukan, bagaimana
puisi-puisi di dalam buku ini disusun. Sedari awal, kami
tidak menetapkan suatu kriteria tertentu dengan ketat,
puisi-puisi seperti apa misalnya yang akan dimuat. Puisi di dalam
buku ini juga bukan puisi biasa. Disini, puisi yang kami sebut “biasa”
adalah puisi yang sepenuhnya lahir dari kegiatan kreatif secara
bebas. Sementara puisi-puisi yang terkumpul dalam antologi ini,
lahir dari situasi yang justru bertolak belakang dengan kebebasan.
Apa lantas kami menyebut ini sebagai puisi luar biasa?
Puisi dianggap rumit dan berat bagi sebagian kita. Puisi
juga bagi sebagian lainnya dianggap luar biasa, tidak umum
dan sunyi. Tapi tak jarang pula kita justru menulis puisi setelah
melewati pengalaman yang rumit dan berat pula hingga terantuk
sunyi. Dalam kesunyian, puisi kemudian menjadi lebih mudah
dimasuki. Jadi, mengapa pilihannya pada puisi? Mungkin sama
halnya dengan menanyakan, mengapa dalam situasi yang sulit
seseorang malah menulis puisi.
Demikianlah, puisi-puisi dalam buku ini lahir dari keterdesakan.
Situasi agraria yang sunyi dari keadilan, sunyi dari kesetaraan,
sunyi dari kesejahteraan rakyat desa, sunyi dari keberpihakan pada
Surya Saluang
Kata Pengantar ix
Daftar Isi
Tanah-tanah basah
Jalan yang Kupilih ....................................................... 2
Pasir Bak Emas ............................................................ 3
Sore Mulai Tiba ........................................................... 4
Bumi Pertiwi ............................................................... 5
Rangkaian Kata Sederhana
: Pak Awa Belender ..................................................... 6
Tanah-tanah kerontang
Berita Buruk Buat Penguasa ........................................ 10
Surat pada Penguasa .................................................... 11
Akupun Bisa Beri Janji ................................................ 12
Di Sanalah Bersama Keluargaku Tak Berdaya .............. 13
Hak Yang Terampas ..................................................... 14
Jeritan Anak Petani ...................................................... 15
Ratapan Anak Sekolah ................................................. 16
Desaku ........................................................................ 17
Daftar Isi xi
Arti Hadirmu .............................................................. 18
Butanya Mataku .......................................................... 19
Pengorbanan Seorang Petani ........................................ 20
Rintihan Petani ........................................................... 21
Penderitaan ................................................................. 22
Realita Hidup Orang Desa .......................................... 23
Untukmu Petani .......................................................... 24
Raih Keadilan Petani ................................................... 26
Seruan Petualang ......................................................... 27
Suara dari Gunung ...................................................... 28
Syair Pesisir ................................................................. 29
Pejuang Pesisir ............................................................. 30
Pejuang Sejati .............................................................. 31
Perjuangan Ayah.......................................................... 32
Semangat Perjuangan .................................................. 33
Aktivis Tua .................................................................. 34
Suara Hati Nuraniku ................................................... 35
Makan Malam Bersama Ayah
:Munir! ........................................................................ 37
Sembilu-Nya ............................................................... 38
Tiga Kuli dalam Satu Puisi .......................................... 39
Lewat Puisi Aku .......................................................... 40
Tanah-tanah urban
Ngungsi ...................................................................... 42
Cilacap ( 1 ) ................................................................ 43
Maafkan Aku Bumi ..................................................... 44
Kota Ini
-Cilacap ....................................................................... 45
Pengemis dan Keindahan Kota .................................... 46
Risalah Pedagang Pisang ............................................. 47
Tanah-tanah lengang
Hati Ini Ibarat Tanah................................................... 60
Pisuhan Anak Perahu .................................................. 61
Titip Rindu Untuk Kebebasan .................................... 63
Sketsa .......................................................................... 65
Masih Adakah Harapan ............................................... 66
Nasib Wargaku ............................................................ 67
Penderitaan Petani ....................................................... 68
Petaniku ...................................................................... 69
Perjuangan .................................................................. 70
Mereka yang Dilupakan .............................................. 71
Bisikan Alam ............................................................... 72
Kesaksian Pagi ............................................................. 73
Mentari Pagi ................................................................ 74
Seorang Perempuan Tua Pembawa Kepis ..................... 75
Di Punggung Kita ....................................................... 76
Sajak Para Pemondok .................................................. 77
Anak-Anak Petani........................................................ 78
Yang Berbiak dalam Tanah .......................................... 80
Tanah-tanah basah
Jalan yang Kupilih
teriris hatiku
melihat ke arah itu
bagaimana nasib kami
tertindas tiada arti
dimana perasaanmu
kami ada disini
kami berdiri di atas tanah kami
mencari nafkah
untuk keluarga kami
ketika keadilan
tengah dipertaruhkan
dan tak lagi dihiraukan
ketika suara kami tak lagi didengar
Tanah-tanah basah 3
Sore Mulai Tiba
Widodo
bumi pertiwi
percayalah pada kami
bahwa kami tak akan berdiam diri
melihat badai bernyawa terus beraksi
karena kami cinta akan pesisir ini
Tanah-tanah basah 5
Rangkaian Kata Sederhana
: Pak Awa Belender
Hanz
Tanah-tanah basah 7
wahai petani
…
kau ibarat lilin
yang rela habis demi terang
(Ratna Wulansari, 2010)
Tanah-tanah kerontang
Berita Buruk Buat Penguasa
Fajar Al-Jaja
Tanah-tanah kerontang 11
Akupun Bisa Beri Janji
Fajar Al Jaya
Tanah-tanah kerontang 13
Hak Yang Terampas
Sohibul Hidayat
Tanah-tanah kerontang 15
Ratapan Anak Sekolah
Elin EL
kenapa?
mereka membakar sekolah kita
apa salah kita?
padahal kami tak ingin menjadi anak yang bodoh!
desaku
desa yang subur akan air mata
tangisan selalu hadir
kegelisahan
rasa takut
suram
hingga kebodohan
menghantui
kekayaan
kesuburan alam tak ada arti
karena negeri ini lebih kaya
akan tikus-tikus yang serakah
penjajah keadilan dan
pejabat yang tak tahu hitam dan putih
Tanah-tanah kerontang 17
Arti Hadirmu
arti hadirmu
merangkul kami
melindungi kami
menyejahterakan kami
ya Alloh Gusti
berilah kami kekuatan
untuk melawan
orang-orang yang tidak berperikemanusiaan
Tanah-tanah kerontang 19
Pengorbanan Seorang Petani
Saenah
2007
Tanah-tanah kerontang 21
Penderitaan
Yoyoh Khoeriyah
2007
jalanku terhenti
ketika mataku memandang
sebuah realita kehidupan
di mana hati tak lagi dihiraukan
logika jalan tanpa perasaan
merampas hak kaum lemah
Tanah-tanah kerontang 23
Untukmu Petani
Redi Purnawan
tidak!
kita sebagai orang yang berfikir
kita sebagai orang yang berkeinginan
lebih baik melawan dari pada diam melihat mereka ditindas!
lebih baik bangkit daripada ada dalam kemunafikan!
Tanah-tanah kerontang 25
Raih Keadilan Petani
Teater Pena
petani,
saatnya bersatu dalam satu tujuan!
Tanah-tanah kerontang 27
Suara dari Gunung
Ujang Muslihin
lihatlah sungai
keruh tercemar
seperti fikiran gubernur jogjakarta
yang tak mau mengerti apa lagi pahami
tentang cita-cita kami
tanah pesisir lama kami jaga
dipupuk biar sejahtera
kami rakyat bertani punya semangat berapi-api
punya semangat tiada kompromi
punya tenaga tak terhalangi
punya tenaga tuk tolak tambang pasir besi
Tanah-tanah kerontang 29
Pejuang Pesisir
semangatmu
selalu berkobar
ketika kau maju berperang
melawan ketidakadilan
senjata bambu
menjadi perisaimu
menghadapi musuh di depanmu
memperjuangkan pesisirmu
sungguh gagah
dan berani
tanpa gentar dalam hati
sorot matamu
memancarkan harapan
bahwa kita bisa maju ke depan
2007
Tanah-tanah kerontang 31
Perjuangan Ayah
Rosih
wahai petani
kau sungguh mulia
kau rela berkorban
kau berani berjuang
wahai petani
kobarkanlah semangatmu
janganlah engkau ragu
teruslah berjuang
kemenangan
pasti akan berpihak pada yang benar
Tanah-tanah kerontang 33
Aktivis Tua
Dede Ahmad Mulyana
Puisi ini saya tujukan kepada para penegak hukum yang masih
punya hati nurani. Ketika kami merenungkan nasib rakyat
akibat ulah oknum pengacara nakal, oknum para penegak
hukum.
Tanah-tanah kerontang 35
Mudah-mudahan kamilah yang terakhir mendapatkan
Perlakuan seperti ini
Kami berharap di negeri ini, yang sama-sama kita cintai,
ada kepastian hukum yang dapat memberikan ketenangan
kepada seluruh lapisan masyarakat
2010
Munir!
Sumenep, 2010
Tanah-tanah kerontang 37
Sembilu-Nya
Supriadi al-Soka
1
seorang kuli dengan legam belikat terbasuh peluh
napas tersengal. ada senyum yang mesti dipikul
bahu membatu. menatap sang saka setengah tak percaya
kabarnya kecut, diuntai takdzim sembahyang rumput
: demokrasi diancam maut
2
seorang kuli bekerja. menimbang maya dan nyata
susut senja. carutan lelah meliuk kawat dalam uratnya
jamjam begitu dusta
3
seorang kuli mencari ibu pertiwi
gengsi itu cemeti. lalu sebegitu pagi
ia berandai “o, mudahnya harta bila korupsi”
Gapura, 2010
Tanah-tanah kerontang 39
Lewat Puisi Aku
Anisa Widya S
Tanah-tanah urban
Ngungsi
Daryono Yunani
Tanah-tanah urban 43
Maafkan Aku Bumi
Abdul Kadir
kata Ibu
dulu kota ini teramat kaya
sebelum sawah jadi rumah
matahari pagi bersemayam di mata petani
Majenang, 2008
Tanah-tanah urban 45
Pengemis dan Keindahan Kota
A. Warits Rovi
di kaki swalayan
do’a dan lukaku melapuk pada tangan yang menadah
rintih pedih rampung menunggangi matahari
melewati lembar perasanku yang diciprati
ludah nasib sendiri
seperti ribuan kelelawar di cerai malam hari
Gapura, 20-06-10
Tanah-tanah urban 47
Tukang Kebun
A. Warits Rovi
Tanah-tanah urban 49
Pesan Seorang Ibu kepada Anaknya
Sebelum Anaknya Pergi ke Pusat Perbelanjaan
Terbesar di Kota itu
Syam SDP Terrajana
… segera anakku
Tanah-tanah urban 51
Wajah Pribumi
Dengker
Gapura, 13-06-10
Tanah-tanah urban 53
Sumur Tepi Tubuhku
Abdul Kadir
Tanah-tanah urban 55
Tanahku Rp. 6.000,-
Mimik Hairati
ayo berbondong-bondong
di sini adanya banyak bos kaya
yang menghargai tanah Rp. 6.000,- per meter
bagi anda yang lebih kaya, bisa mengajukan
penawaran sampai Rp. 2.000,- per meter
dijamin puas!
bor terus!
hingga kekayaan kalian akan menjadikan
porong seperti surga yang di bawahnya mengalir air jernih
bukan lumpur panas dan air mata
janin yang mengetuk rahim ibunya
Tanah-tanah urban 57
Di Kota Mati Rumahku
Hizi Firmansyah
Majenang, 2010
Tanah-tanah lengang
Hati Ini Ibarat Tanah
Dede Ahmad Mulyana
Dari perut gaung ibuku, aku masih anyam bilik langit ronta,
akut airmata
Jarum-jarum tajam matanya kepung danging-daging rengsa
tanah-tanah yang diaborsi
sawah-sawah yang diinjak harga dirinya
karang-karang rontok bukit-bukit tempat
bangau bercinta
raib dalam tenggorokan singa dan nyawa
separuh beliung itu
Mereka berbicara tentang kelestarian dan sentosa sejuk dan
wangi surga
tapi tubuh ibuku masih nyinyir dalam almari saku celana
hingga tubuh itu meledak_
ke hilir orang-orang buta_orang-orang
berdarah
orang-orang serahim seibu sebapak
Tanah-tanah lengang 61
barisan gugus selaksa barisan imaji penyair
panorama nyiur semolek ranum bidadari
tapi istiadat karang rerumputan tanah pepohonan
tebas bersama ritual moyang yang dihengkang keluar
gelanggang masa depan
Juni 2010
Tanah-tanah lengang 63
pada sesuap nasi di atas tanah tuan, yang membisikkan kata
“Ini adalah amanah negeri”. Warisan Orde Baru yang mengaku
sebagai penyelamat negeri. Hingga sampai saat ini, cerita itu
berserakan di pasir-pasir dan kerikil bukit-bukit itu, sampai
berujung kata, “Revolusi”.
Tanah-tanah lengang 65
Masih Adakah Harapan
Tanah-tanah lengang 67
Penderitaan Petani
Tita
terkadang ku bertanya
mengapa pemerintah melakukan seperti itu
padahal kita butuh keadilan
petani butuh kesejahteraan
dulu mereka berjanji bahwa akan berusaha
untuk masyarakat, untuk rakyat miskin
tapi mengapa petani kita selalu menderita
selalu hidup sengsara tapi mereka senang
makan enak tidur pun enak
Tanah-tanah lengang 69
Perjuangan
Ai Pupah, St Nurjanah, Aisyah
sesak dadaku
menyaksikan ketidakadilan menjamur
semakin hari semakin subur
di setiap musim dan setiap waktu
para petani
bukan besi yang tiada hati
bukan binatang untuk ditaklukan
diperlakukan seperti yang
diinginkan
merekalah manusia yang selalu
dilupakan
diasingkan berbagai macam orang
demi kepentingan
Tanah-tanah lengang 71
Bisikan Alam
Taupiq ismail
berjuanglah
berjuanglah, dan
berjuanglah
Tanah-tanah lengang 73
Mentari Pagi
Tita
seser
kepis
keringat dan
hidupnya
saling berkelahi
nasibnya meloncat-loncat
berputar di atas sepuluh
kepala cucunya.
siang yang merangkak
matahari menjadi sedikit ramah
di tengah jalan itu,
ia takut menghitung buruannya
Tanah-tanah lengang 75
Di Punggung Kita
Mimik Hairati
2009
Tanah-tanah lengang 77
Anak-Anak Petani
Lukman Hakim AG
dan
:akulah anak-anak petani itu. anak yang terlahir di antara damai
dua musim gigil dan memungil.
hidupku lebih damai dari janji. adalah damai jiwa petani yang
tak banyak mimpi asal kini ada yang akan digilas gigi dan yang
esok masih hendak mencari di ladang ilusi.
Songennep, 2008/2010
Tanah-tanah lengang 79
Yang Berbiak dalam Tanah
Mahendra
Sumenep, 2010
Epilog
Sajak-sajak Anak Tani
S
ejak dulu apa yang kita sebut sajak atau puisi merupakan
media yang digunakan umat manusia untuk mengungkapkan
perasaan, pikiran, dan pengalaman-pengalaman hidupnya.
Sebagai salah satu bentuk pengucapan jiwa ia digunakan oleh
hampir semua lapisan dan kalangan masyarakat seperti ilmuwan,
tabib, sarjana, dukun, pendakwah agama, guru, pemimpin
politik, raja, ulama, petani dan nelayan yang berkearifan, tokoh
masyarakat dan pemimpin adat. Sebagai bentuk pengucapan jiwa
yang universal sajak sering dinyanyikan dengan iringan musik atau
ditembangkan sebagaimana tampak dalam tradisi macapatan yang
terdapat dalam masyarakat Jawa, Sunda, Madura, Bali dan Sasak
di Lombok. Sajak juga dilantunkan dalam acara perkawinan atau
melamar seperti kebiasaan bersambut pantun dalam masyarakat
Melayu atau Minangkabau.
Dalam upacara dan peringatan keagamaan tidak jarang
sajak-sajak yang dinyanyikan memainkan peranan penting
untuk menyampaikan berbagai pesan. Di Bali misalnya kita
bisa mendengar bait-bait sajak karangan Mpu Kanwa dari kitab
Arjuna Wiwaha (Perkawinan Arjuna) yang indah dibacakan oleh
seorang pedanda ketika memimpin upacara Yadnya atau kurban.
Epilog 85
Dalam majlis musyawarah ninik mamak di Minangkabau sudah
biasa petatah petitih atau untaian sajak berisi kearifan dibacakan
secara bersahutan oleh beberapa ninik mamak yang sedang
bermusyawarah.
Bukankah petatah petitih Minangkabau, seperti “Bulek aie di
pambuluah, bulek kato di mupakat” (Bulat air di batang bambu,
bulat kata di mupakat) adalah juga sejenis sajak yang mengandung
kearifan lokal. Begitu pula pantun Melayu yang diucapkan jika
dua orang bersahabat mau berpisah seperti: “Kalau ada sumur di
ladang/ Boleh saya menumpang mandi/ Kalau ada umur yang
panjang/ Boleh kita berjumpa lagi”.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad s.a.w juga demikian.
Dalam perayaan ini syair-syair yang mengungkapkan kehidupan,
perjuangan dan kepemimpinan Nabi Muhammad dibacakan
dengan dinyanyikan. Syair-syair pujian kepada Nabi itu biasa
disebut qasidah atau mada`ih al-nabawiyah (tembang pujian bagi
Nabi). Yang terkenal di Nusantara ialah Qasidah Burdah karangan
Syekh al-Busiri dan Qasidah Barzanji karangan Syekh al-Barzanji
seorang sufi abad ke-17 dari Persia.
Kini melalui antologi kecil ini tersaji di hadapan kita sajak-
sajak yang ditulis oleh petani muda atau anak tani dari berbagai
tempat di tanah air. Berbicara tentang sajak-sajak petani saya
lantas teringat kepada Keinji Meizawa, seorang penyair Jepang
terkenal sebelum Perang Dunia II. Penyair ini tumbuh dan besar
di kalangan masyarakat petani di Jepang. Dia menggagaskan
sajak-sajak yang ideal untuk petani yang ditulis oleh para petani,
terutama dalam mensyukuri karunia Yang Maha Kuasa. Di Jepang
dan Tiongkok sudah terbiasa setiap musim panen atau musim bunga
diadakan upacara keagamaan dan adat disertai festival seni antara
lain dengan membacakan atau menyanyikan sajak-sajak sebagai
ungkapan syukur kepada Penguasa alam semesta. Tetapi Keinji
Epilog 87
masih terus berlangsung menentang kapitalisme yang serakah dan
industrialisasi yang bengis.
Sebuah sajak dari Kulonprogo misalnya, dengan lirih menggitik
kesadaran kolektif kita. Kata “mu” yang dimaksud dalam sajak
ini adalah negara atau pemerintah secara keseluruhan sepanjang
sejarah sejak berdirinya republik yang kita cintai ini. Oleh karena
kata “hadirmu” mesti dibaca sebagai hadirnya negara, yaitu Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurut Mukadimah
UUD 45, negara kita ini didirikan dengan tujuan antara lain
“Meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Tetapi semua itu sampai kini “jauh panggang dari api”
Begitulah penulis sajak “Arti Hadirmu” menulis:
Arti hadirmu
Merangkul kami
Melindungi kami
Menyejahterakan kami
Epilog 89
Tentang Editor
S
urya Saluang, seorang pekerja seni dan peneliti sosial. Sembari
meneliti (partisipatif ), terakhir ia bersama beberapa kawan
menggerakkan Teater Unduk Gurun sebagai media kampanye
warga pesisir Kulon Progo. Ia menolak puisi koran dan pada tahun
2000 aktif bersama jaringan sastra pinggiran. Menulis esai, kritik
seni pertunjukan, mengeditori buku, dan sesekali melakukan aksi
performance art di berbagai keramaian kota. Tampilannya low
profile dan akan menikah dalam waktu dekat ini.
Tentang Editor 91