#2
FAISAL ODDANG DAN SAHABAT INNA
Hanya
Rindu
Faisal Oddang
dan
Sahabat Inna
i|Hanya Rindu
Inspirasi Pena | ii
Hanya Rindu
Copyright © CV Salam Solutions, 2020.
Penulis :Faisal Oddang dan Sahabat
Inna
Editor :Febry Nugroho
Desain sampul :Wisnu Manggala Putra
Tata letak : Dwi Ambarsari
Penyelaras akhir : Dwi Ambarsari
Email: sahabatliterasi@inspirasipena
ISBN 978-623-93978-7-6
Hak Cipta dilindungi Undang-undang. All right reserved
Menabung dan Membelanjakan Kata-Kata
iii | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | iv
v|Hanya Rindu
Inspirasi Pena | vi
vii | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | viii
Membelanjakan
Setelah menyadari bahwa seluruh
pengetahuan dan diri sendiri adalah tabungan,
maka kesadaran lain yang seharusnya muncul
adalah kesadaran bahwa setiap orang ternyata
memiliki potensi cerita, memiliki potensi karya di
dalam diri mereka. Kualitas dan kuantitas karya
yang lahir berbanding lurus dengan tabungan yang
dimiliki.
Jika proses mengumpulkan pengetahuan
adalah menabung maka menulis merupakan proses
membelanjakan tabungan. Ernest Hemingway
ketika menjadi supir ambulan di Perang Dunia I,
secara tidak langsung sedang menabung untuk
kemudian berbelanja di A Farewell to Arms. Atau
ketika Hemingway mampu memiliki sepasang tokoh
menarik; seorang lelaki tua bernama Santiago dan
pemuda tanggung bernama Manolin di The Old Man
and the Sea, dengan mudah bisa ditebak bahwa
hal itu berasal dari kegemaran memancingnya
sejak kecil..
Menyoal apa yang Hemingway katakan di
pidato nobelnya, memang telah diketahui bersama
bahwa jauh lebih mudah berbicara disbanding
menulis. Manusia rata-rata berbicara 7000-
20.000 kata per hari, dan lewat hasil penelitian
tersebut kita bisa berandai-andai, misalnya; andai
selama satu hari kita mengurung diri dan tidak
berbicara kepada siapa pun, lantas jatah kata-
kata yang setiap hari digunakan, dialihkan
kebentuk tulisan—tentu, satu novel tebal bisa
ditulis dengan waktu yang tidak cukup satu
minggu.Hanya saja, lagi-lagi harus menyadari
kenyataan bahwa, bagi kebanyakan orang, jauh
lebih mudah berbicara disbanding menulis.
Pada akhirnya, tulisan lahir setelah melalui
proses-proses yang sering kali tidak disadari.
Tulisan terbentuk dari hasil interaksi sosial dan
proses menabung pengetahuan. Tulisan yang kaya
tentu saja bersumber dari tabungan yang banyak.
Tabungan dalam hal ini bukan semata buku yang
dibaca—tetapi jauh lebih luas, karena itu, kisah
Hemingway menjadi pembuka di tulisan ini.
Faisal Oddang
ix | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena |x
Daftar Isi
xi | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | xii
Di Atas Geladak
***
13 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 14
15 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 16
***
"Rencana kita?"
"Ah iya, maksud saya, saya sudah punya rencana,"
nada suaranya memelan, ia awas ke sekeliling kami
sebelum ia mengatakan rencananya dan aku tidak punya
alasan untuk menolak apalagi mengatakan itu rencana
yang buruk.
Aku mengatakan akan segera kembali ke Daeng
Beddu lalu meninggalkannya. Aku pergi sebentar, untuk
rencana kita, begitu kuyakinkannya ketika kutemukan
sorot matanya seperti tidak menghendaki dirinya
ditinggal.
"Bantu jaga warung, ya." Ia tertawa menimpali
sambil terangguk-angguk. Tidak jauh dari warung
makanku, aku menemui Abeltje. Dia teman kecilku.
Ayah Belanda kami bersaudara jauh dan nasibnya
sebagai anak gundik jauh lebih beruntung dariku. Ia
bertugas di mercusuar pelabuhan dan ia sangat bangga.
Tidak salah jika kukatakan itu, sebab setiap ketemu, ia
akan mengulang-ulang cerita yang sama: Arimbi, kau
tahu, vuurtoren Pelabuhan Semarang ini satu-satunya
17 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 18
***
19 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 20
21 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 22
***
23 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 24
Lelaki Sendiri
Karya : Maxdalena Wahyuningtyas
25 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 26
27 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 28
29 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 30
31 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 32
33 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 34
35 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 36
“Sela”
37 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 38
39 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 40
2 Ya sudah
3
Besok beli di sini lagi
4
Ungkapan penekanan kalimat dalam bahasa setempat/Jogja
5
Hanya tiga doang
41 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 42
Mencari Rindu
Karya : F. Andrian
***
43 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 44
45 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 46
47 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 48
49 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 50
51 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 52
53 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 54
55 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 56
57 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 58
***
59 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 60
61 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 62
***
63 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 64
65 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 66
67 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 68
dirumah tua yang luas ini, maka apa dikata, Alfa harus
memilih salah satu diantaranya, Alfa bukan pria yang
suka menyakiti hati seorang wanita dan membuat
wanita menderita, namun ia tidak ingin juga dikatakan
sebagai anak durhaka. Maka ia pergi meninggalkan Lula
untuk menemani ayahnya di Bogor sana. Butuh tiga hari
dua malam Alfa memikirkan kalimat apa yang pas untuk
menjelaskan ini semua pada Lula, bukan, bukannya Alfa
tak ingin menceritakan semuanya pada Lula terlebiih
soal konidisi ayahnya, tapi untuk apa pikirnya, biarkan
ini semua menjadi bebannya. Dan akhinya muncullah
kalimat sederhana itu, Alfa sudah lelah maka yang
hanya terlintas kalimat itu saja, doanya semoga dengan
kalimat sederhana itu Lula akan tidak tersiksa,
pikirnya, namun ekspektasi ia salah, dibagian bumi
nusantara sana Lula telah berhasil menjadi sosok yang
tak bisa dipahami oleh seseorang lagi ia sudah berubah
menjadi wanita yang hanya diam diam dan diam. perihal
rindu. Itu tak kalah menggebu dalam hati Alfa jelas
Lula lah yang mampu membuat Alfa menyadari bahwa
ada wanita di dunia ini yang masih menganggap ia
manusia pada biasanya ketika semua wanita yang ia
kenal sudah mengcap ia adalah pria tak tahu diri. ―Lul
baik baik ya, jika tuhan berkehendak untuk kita kembali
sebuah garis tangan akan kembali terikat, jika tuhan
berkehendak Lul, aku janji‖ Ingin bertemu masih ada,
namun tapi tak bisa, biarkan rindu ini hanya di dalam
dada, pikirnya.
Layu, akhirnya selama tiga bulan ini baru
menyadari perubahan yang terjadi pada kakaknya, Layu
pun tahu sikap kakaknya jika sedang ada masalah,
bisanya hanya diam saja dan memilih untuk
menyimpannya baik baik. Layu hanya memposisikan diri
sebagai teman yang menemani kakaknya kemana mana,
berharap kakaknya akan membuka mulut dan
menceritakan semuanya. Dan tibalah, senja itu di
pelataran teras depan rumah ditemani dengan kopi
pahit dua cangkir dan kue kering khas jajanan warung,
Lula membuka daun bibirnya dan menguatkan hati untuk
mengatakan keresahan hatinya selama ini.
―yu, kalau mbak pergi, kamu siap gak?‖ kalimatnya
seraya menyeruput kopi pahit hangat itu.
―Pergi kemana mbak?kalau mbak mau pergi buat
jajan Layu harus ikut, haruss!‖ celetuknya dengan
menyipitkan mata khas anak anak sedang menyelidiki ini
permen asli atau bukan.
―Bukan, kalau mbak pergi secara tiba tiba, kamu
bakalan kaget gak?bakalan nyari informasi kenapa mbak
sampe pergi? Bahkan ke ujung dunia pun, kamu bakalan
cari gak?‖lajutnya dengan harapan adik satu satunya itu
mengerti maksut kalimatnya yang tadi
―tergantung, kalau Layu mau dan ada upahnya, Layu
mau, eh tapi kan dunia gaada ujungnya mbak, gimana
dong?‖tambahnya lagi dengan lugunya
69 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 70
71 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 72
73 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 74
75 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 76
77 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 78
***
79 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 80
81 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 82
***
83 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 84
85 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 86
87 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 88
89 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 90
91 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 92
***
93 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 94
***
Aku puas mendengarkan kisah yang kau
terangkan perihal Alua Asetkyzy Abzalbek.
Alhamdulillah, beruntungnya aku bisa selamat.
―Baiklah, biar kuterangkan padamu kenapa aku
risi dengan Kota Kenangan.‖
―Singkat saja, aku ini penderita diabetes.
Mungkin sejak bertahun-tahun yang lalu sebelum aku
mengenalmu. Tetapi, sialnya aku baru tahu sesudah
kejadian itu, headset yang terbakar di telingaku.
Sebelumnya memang aku suka kopi supaya tidak mudah
mengantuk saat bercengkerama denganmu di lobi
perpustakaan itu. Tetapi itu justru memperburuk
penyakitku karena ketidaktahuanku. Setelah kejadian
headset terbakar itulah aku sering merasa sakit yang
teramat di telingaku berhari-hari tak kunjung membaik.
Hingga aku diharuskan untuk operasi. Namun, sebelum
dioperasi, aku diperintah untuk tes gula darah. Aku
terkejut saat dokter memvonisku mengidap penyakit
diabetes.‖
Sejak aku tahu perihal penyakit itu. Aku tak
suka Kota Kenangan, termasuk kopi. Kau tahu, kopi
95 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 96
97 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 98
99 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 100
101 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 102
Bayangan mereka …
Liar menari-nari menggoda
Berputar-putar silih berganti mengitari langit-langit
jiwa
Tak ada kata surut sebelum berhasil dijamahnya
nurani
Jika bukan hari ini, siapa tahu esok atau nanti
103 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 104
BERTAHAN DI PERANTAUAN
Lorong dan gang-gang gelap
Menjadi untaian warna memerah di pulau scorpio dikala
senja
105 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 106
107 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 108
H I J R A H
Hijrah,
Menapak langkah hidup berpetualang
Lintasi terang-redupnya tanah seberang.
Yang takkan pernah elok bila sesaat dipandang,
109 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 110
111 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 112
113 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 114
***
115 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 116
117 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 118
119 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 120
121 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 122
123 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 124
125 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 126
127 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 128
129 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 130
131 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 132
133 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 134
***
Gorontalo
seperti kita bagaimana? Sekolah adalah satu-satunya harapan masa depan kita.
sepuluh hari sebelum ramadan berakhir). Pasar senggol ini adalah yang paling
8 Berjualan di pasar juga sudah dilarang. Jadi kita harus makan apa untuk sehari-
hari? Kalau hidup kita akan dibiayai oleh pemerintah selama PSBB ini, tidak
masalah.
keluarga
10 Kamu tahu tidak? Salah satu korban meninggal ternyata negatif hasilnya.
Mereka hanya membuatnya seolah -olah positif dengan cara penerapan protokol
11 Hei, sebaiknya kamu jangan sembarangan biacara. Supaya kamu tidak ditangkap
12 Nanti kalau kita semua tertular, apa kalian mau tanggung jawab?
135 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 136
Portal
Karya : Juwita Zahar
137 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 138
139 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 140
***
141 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 142
143 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 144
145 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 146
147 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 148
149 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 150
151 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 152
153 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 154
155 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 156
Batas
Karya : Mariska Nolinia Harefa
157 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 158
159 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 160
161 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 162
163 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 164
Desember, 7
Kemarin.
Aku merasa ada yang berbeda.
Debaran jantung yang terdengar lebih keras dan
berdetak lebih kencang.
Seharian,
Tak bisa berhenti memikirkan dan membayangkan
tentangmu.
Bahkan terasa sakit ketika sadar bahwa kita
terpisah oleh jarak
You ever said "let me know if you need anything"
Now, may i say that i need you to be here.
Anganku jauh terbang ke masa kala aku dan kamu
menjadi kita.
Kita
Bukankah waktu sekarang lebih banyak bercerita
tentang kita?
Aku tak tahu pasti.
Mungkinkah aku terjebak?
Atau aku terbujuk?
Aku benar-benar bahagia saat kau katakan tentang
Bali.
Bali
Bali
Bali
Bukan tempat impianku.
Tak sering pula aku memikirnya
Tapi dia istimewa di hatimu
Lalu
Bukankah secara tersirat kau ingin aku ikut ke
sana?
Bagaimana mungkin aku tidak bahagia?
Bagaimana mungkin aku tidak bisa tidak jatuh cinta?
Isn‟t it crazy?
Aku bahkan mulai menunjukkan rasa percayaku.
Sungguh aku tak ingin ada yang terluka.
Tapi aku benar-benar tak bisa menyembunyikan rasa
yang semakin serius ini.
Entah kau sadar atau tidak, untuk pertama kalinya
aku katakan selamat beristirahat tanpa ada
pertanyaan basa basi.
Karena di baliknya ada pesan bahwa aku
merindukanmu.
165 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 166
167 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 168
169 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 170
171 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 172
173 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 174
175 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 176
***
177 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 178
***
Saat hari-H ….
Huft … aku berusaha menenangkan
diriku agar tidak ‗speechless‘. Sedari tadi
aku terus mengucap do‘a. Selanjutnya adalah
giliranku. Aku pun terus menanjatkan do‘a agar
aku bisa menampilkan yang terbaik.
―Selanjutnya peserta no. 24, Aerlyn
Greetzall!‖ seru seorang MC dengan baju yang
necis.
Hhh … oke aku harus yakin bahwa aku
bisa. Aku pun, segera melangkah naik ke podium
untuk memainkan sebuah piano yang sudah
tersedia disana. Aku bisa merasakan tubuhku
yang gemetar hebat. Mengiggat fakta bahwa
Evelyn Merrel akan turut menyaksikan lomba
tingkat nasional ini.
―Nah, Arelyn sebelum kau memulainya,
bisakah kutahu lagu apa yang akan kau
mainkan?‖ tanya seorang juri dengan dandanan
yang terbilang casual, dan kacamata bergagang
emas berlabel merek terkenal.
―Ehm, ya … aku ingin memainkan sebuah
lagu gubahan gubahan Fur Elise,‖ ujarku agak
tersendat. Entah kenapa keraguan besar tiba-tiba
meliputiku.
―Emh? Lagu gubahan Fur Elise?‖ juri itu
menaikkan alisnya. ―Kau yang mengubahnya
sendiri?‖
―Eh … ya … ehm … bukan … tapi …‖
kalimatku mengantung pada akhir.
Juri itu tersenyum sekilas, ―Tak apa kau
tak perlu mengatakannya. Toh semua orang
pasti punya privasi tersendiri. Nah, mulailah‖
Aku meneguk ludah, berkonsentrasi pada
pada partitur di hadapanku. Oke aku akan
memulainya. Aku membiarkan diriku memasuki
melodinya. Memulai menekan tuts-tust piano itu
membuatku menari dalam alunan melodi fur
elise yang berbeda.
Ya, melodi itu seakan membawaku jauh dari
sekarang, jauh … dan jauh … sampai aku
medongkakkan wajahku, menyelesaikan lagu itu
179 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 180
***
181 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 182
183 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 184
185 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 186
187 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 188
189 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 190
***
Gelap, hanya gelap yang dapat kulihat.
Tubuhku terasa remuk. Apakah sekarang aku
sudah mati? Tidak, jika aku memang sudah mati,
aku tak mungkin bisa merasakan sakit. Samar
… sedikit demi sedikit aku merasakan
cahaya memaski celah mataku.
Sedikit, namun pasti. Dan semuanya jelas.
Ruang putih berbau obat yang memuakkan.
Tepat, aku terdampar di rumah sakit. Apa yang
telah terjadi? Entahlah, aku tak ingat. Lemah,
aku melirik ke samping, mendapati Bibi Liza
tengah menata bunga di atas meja,
membelakangiku.
―Bibi?‖ getirku. Bibi Liza menoleh,
menghapiriku dan segera memelukku,
―Syukurlah kau sudah sadar! Aku … aku selalu
takut jika berfikir kau tidak aka bangun lagi …
sungguh …‖ desahnya parau. ―Yah, tapi keadaanmu
sungguh lebih baik daripada dia,‖ sendatnya.
Aku terpaku, ―Dia? Siapa yang kau maksud Bi? Aku
… aku sama sekali tak ingat apa yang telah
terjadi,‖
Bibi Liza terdiam beberapa detik sebelum
melanjutkan, ―Dia … pianist itu…‖ sahutnya lirih.
Aku tertegun, bayangan kejadian itu
terlintas di benakku. Pianis itu … ? jangan-jangan
dialah bayangan yang itu …?
―Sudahlah, tak apa-apa, semuanya baik-
baik saja‖ lanjutnya menutupi. Aku menggeleng,
―Aku mohon, jelaskan apa yang terjadi … apa pun
itu …‖ mohonku. Bibi Liza membuang mukanya,
sebelum mendesah dan berkata, ―Sejujurnya
191 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 192
193 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 194
195 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 196
197 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 198
199 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 200
201 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 202
203 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 204
205 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 206
207 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 208
209 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 210
211 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 212
213 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 214
215 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 216
217 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 218
Rumah
Karya : Shoffi Hanifa
219 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 220
***
221 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 222
223 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 224
225 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 226
227 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 228
***
229 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 230
231 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 232
233 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 234
235 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 236
237 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 238
***
239 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 240
241 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 242
243 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 244
***
245 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 246
247 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 248
249 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 250
***
Suatu malam tepat jam tujuh. Tergopoh – gopoh
kakiku menuruni tangga mengcangking sepasang sepatu
kets di tangan kanan. Tiba – tiba pintu kamar didepan
rak sepatu yang tadi kulewati terdengar teriakan dari
dalam. Separuh tubuhnya bertumpu ke pegangan tangga
paling atas wajahnya melongok kebawah, terpaku
kearahku.
―Mau kemana Tania?‖ tanya Mesya penasaran
―Ke taman dinosaurus pasti‖ sahut Hera
seketika.
―Ciee… mau ketemuan ya?‖ goda Mesya
terhadapku. ―Heleh.. paling ya wifi nan.‖ jawab Hera
lagi.
Kepalaku mendongak ke atas. Ke arah Mesya
yang mengajakku bicara. ―Ada apa Me?‖
―Hmm.. nggak jadi Tan. Kukira akan beli makan
malam, aku nya nitip. Ya sudah berangkat saja, aku mau
keluar sendiri nanti.‖
Kulempar senyum simpul kepadanya dan juga
kepada Hera yang tengah berpapasan di lobby kos
lantai bawah. Ada rasa lega yang menyeruak manakala
Hera yang tidak lain temen sekaligus ketua kos, diam
saja. Padahal biasanya dia selalu mengomel saat melihat
ada teman yang akan keluar malam. Sebab ia yang
merasa bertanggung jawab atas keamanan dan
kedisiplinan penghuni kos, juga yang mengontrol
gerbang kos digembok tepat saat jam malam. Setahun
ia mengamban status ketua kos, tidak pernah ia lalai
251 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 252
253 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 254
***
255 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 256
***
257 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 258
Rumah Tetta
Karya : Nabila May Sweetha
259 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 260
261 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 262
263 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 264
265 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 266
267 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 268
269 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 270
271 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 272
273 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 274
275 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 276
277 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 278
279 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 280
281 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 282
283 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 284
285 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 286
287 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 288
289 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 290
Ya Rahman Ya Rahim
Ya Malik Ya Qudus
Ya Hanan Ya Manan
Ya Dayan Ya Sultan
Ya Karim Ya Adzim
Ya Latif Ya Hadid
Ya Ahad Ya Somad
Ya Ghaffar
Semua yang terjadi atas kehendakmu. Ya Rabb hamba
punya masalah, tapi hamba lebih mempunyai Allah yang
Maha Besar. Mohon cepatkan berlalu semua ini, tabahkan
hati ini Allah. Hamba tidak bisa menerima fakta semua
orang berkata hamba anak buangan.
Ya Rahman Ya Rahim
Dzirfa sayang Ibu. Ibu janji akan kembali. Allah mohon
pertemukan Dzirfa dengan Ibu untuk memperjelas semua
ini. Hamba sangat yakin, ibu tidak membuang anaknya. Ya
Rab, sampaikan rindu hamba melalui al-fatihah untuk
malaikat tak bersayap yang tidak lagi terlihat.
―Dzirfa.‖
Tepukan pelan terasa setelah doanya selelsai.
Dzirfa mengusap air matanya. Menoleh dan tersenyum
pada Fanda yang duduk dengan mukena pink
berbunganya. ―Iya?‖
Fanda memeluknya erat. ―La Tahzan,‖ ucapnya
bergetar. Seolah paham apa yang sahabatanya rasakan.
―Kamu tetap Dzirfa yang hebat, appaun ucapan orang.
Kamu muslimah tangguh sahabat Fanda. Kamu gak usah
dengerin mereka.‖ Air matanya kembali mengalir.
―Masalahmu pasti berlalu.‖
―Ya, karena ada Allah yang Maha Besar.‖
***
291 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 292
293 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 294
***
―Kamu mengenalku?‖
―Ya. Sejak lama.‖
―Apa yang membuat kamu beniat melamarku?‖
―Akhlahmu.‖
―Kamu … sekampus deganku?‖
―Ya, aku seniormu yang sudah tamat dua tahun
lalu.‖
―Waktu itu yang memberikan tisu di taman
belakang, apa-―
―Itu aku.‖
―Ayo Fa, Bima udah di parkiran.‖
Dzirfa tersentak, buru-buru menyembunyikan
cincin yang tersemat di jari mansisnya. Ia mengangguk,
mengikuti Fanda yang sudah dulu melangkah. Sore itu,
Dzirfa meminta berbicara berdua untuk meyakinkan
hatinya. Hingga berakhir lamaran yang ia terima.
Pernikahan mereka dua bulan lagi.
―Kamu bawa motor, ‗kan?‖
Dia tersentak. Menggeleng. ―Tadi aku diantar
Abi,‖ jelasnya. Siang ini mereka akan ke kantor polisi
untuk wawancara dan meminta data untuk penelitian
kelompok. Mereka mulai jalan, Dzirfa bersama motor
Fanda. Bima mengikuti di belakang.
Setengah jam perjalanan, mereka sampai di
kantor polisi. Bima berjalan dahulu, menyampaikan
maksud mereka seraya memperlihatkan surat dari
kampus. Setelah mendapat anggukan, mereka diminta
menunggu sejenak.
―Silakan ikuti saya, adik-adik.‖ Pak polisi dengan
kumis tebal dan wajahnya yang sudah keriput datang
sepuluh menit kemudian. Mereka mengangguk, melewati
beberapa ruangan hingga berakhir di sebuah sofa dalam
ruangan yang sedikit lapang. Ketiganya duduk setelah
dipersilahkan.
―Kalian bisa wanwancara dengan Pak Petro
Farado Hakim. Sebentar lagi beliau akan datang. Saya
tinggal dulu.‖ Mereka mengangguk lagi, mengucapkan
terima kasih. Lagi, disuruh menunggu.
295 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 296
297 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 298
―Udah semuanya?‖
299 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 300
301 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 302
―Fa …‖
Fanda memeluknya..
***
―Mana Dzirfa?‖
―Ke toilet sebentar.‖
―Sebulan lagi. Kamu yakin?‘
―Permintaan terakhir kak Azam. Semoga dengan
ini dia tenang.‖
―Tapi-―
―Aku akan berusaha mencintainya.‖
―Bagaimana kalau dia tahu kamu menikahinya
karena permintaan kak Azam?‖
―Asal jangan dibahas,‖ balasnya kesal..
―Tapi, bagaimana lebih parahnya dia tahu kakak
Azam yang menabrak ibunya 10 tahun lalu?
―A-apa?‖ Dzirfa yang mendengar semuanya
terbelalak. Pembicaraan itu seakan menikamnya
dengan belati. Jadi, jadi orang yang datang serius
melamarnya adalah adik dari pembunuh ibunya?
―Dzirfa? Aku-―
―Aku gak mau menikah dengan pembunuh
Ibuku,‖ lirihnya. Kakinya berlari keluar. Tangisnya
pecah bersama pilu yang tertahan. Oh Allah apa lagi ini.
Setelah fakta ibunya ditabrak lari. Kini calon suaminya
adalah adik dari pelaku tarbak lari itu sendiri.
303 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 304
Bia
Karya : Savira Lalita L
305 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 306
307 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 308
309 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 310
311 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 312
313 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 314
Kresek … kresek …
315 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 316
***
Tahun 2010.
Setelah kepergian Ibunya, Sinchan ditawan
selama kurang lebih 2 tahun. Ia tak bercerita kepadaku
dimana ia ditawan saat itu. Yang ia ingat, Bapakku tiba-
tiba datang lalu menemui kawanan perampok untuk
segera membebaskan Sinchan. Sempat terjadi duel adu
fisik dan senjata tajam antara Bapak dan kawanan
perampok itu yang berjumlah 5 orang. Bapak sempat
kalah. Tangan kiri Bapak bersimbah darah. Usahanya
pun sempat gagal. Namun, Bapak sudah berjanji akan
menyelamatkan Sinchan bagaimana pun juga. Ayah
Sinchan datang dari pelabuhan laut China malam itu.
Aku pun tidak tahu persis kejadian yang sebenarnya
seperti apa. Akhir dari cerita Sinchan saat itu, kawanan
perampok itu membiarkan Sinchan dibawa pulang oleh
Bapak dengan syarat ditukar dengan uang 500 dolar
Amerika dan Ayah Sinchan harus bekerja di tempat
kawanan perampok itu selama satu minggu.
―Bapakmu hebat, Ta. Karena telah
menyelamatkanku.‖ Aku menarik nafas panjang setelah
317 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 318
***
319 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 320
***
321 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 322
***
323 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 324
325 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 326
***
327 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 328
329 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 330
***
331 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 332
333 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 334
335 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 336
***
Bayi itu mati. Kepalanya hampir terputus dari
leher. Aku adalah seekor binatang meskipun istimewa
aku hanya punya insting bukan hati, tapi aku ternyata
bisa pedih : perih dan sedih. Aku tinggal punya dua kaki
sekarang. Pembunuh bayi itu mengira aku sudah mati,
tapi dia cuma memotong dua kakiku. Percuma juga aku
tidak mati, aku tidak bisa menolong kawan kecilku yang
manis itu. Juga nona manisku.
Dia dituduh membunuh bayinya sendiri. Dan
pembunuh bayi itulah yang memanggil polisi. Beberapa
kali kudengar pembunuh itu berteriak CERAI. Seorang
perempuan tua menangis sambil berteriak memaki
nonaku dan Beberapa kali menjambak rambutnya. Dia
adalah ibu pembunuh bayi itu. Nonaku sepertinya sedih
sekali dibenci oleh perempuan itu. Setahuku perempuan
itu sangat mencintainya. Dan nonaku mencintainya juga.
Pembunuh bayi itu juga sangat nonaku sayang.
Setahuku, begitu juga sebaliknya. Tapi, nonaku tidak
dibawa ke kantor polisi. Dia dibawa kerumah sakit (aku
jadi penguntit lagi). Sebelum naik ke mobil aku
menyundul kakinya. Tak pernah kulihat nonaku jadi
setan, terakhir kali dia hanya jadi hantu di malam itu.
Hantu kadang-kadang lucu. Setan tidak ada lucunya.
Nonaku menggeram sama sepertiku ketika aku sangat
marah. Lalu dia mencekikku dan berteriak, "Kau yang
membunuh bayiku! Kucing hitam sialan!" tapi seorang
laki-laki menolongku.
337 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 338
339 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 340
341 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 342
343 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 344
345 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 346
Surat Rindu
Karya : Indira Rahmadany
347 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 348
349 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 350
351 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 352
353 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 354
355 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 356
357 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 358
359 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 360
361 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 362
363 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 364
Ponsel Baru
Karya : Tania Lestari Pranciska Sibarani
365 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 366
367 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 368
369 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 370
371 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 372
373 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 374
375 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 376
377 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 378
379 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 380
381 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 382
383 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 384
385 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 386
387 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 388
389 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 390
391 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 392
***
393 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 394
395 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 396
397 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 398
Wishaka
Karya : Tita Nurhayati
401 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 402
***
403 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 404
***
405 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 406
407 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 408
409 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 410
411 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 412
413 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 414
"Ibu?"
Suara-suara Shaka memenuhi ruang
pendengaranku. Aku menangis sejadi-jadinya, meraung
memanggil anak itu. Tapi dia tidak mungkin kembali.
Aku terlambat. Jika saja aku tidak
menggugurkannya. Kehadiran Shaka selama ini,
mungkinkah semata-mata teguran untukku. Aku benar-
benar menyesal.
"Shaka!!"
***
415 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 416
417 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 418
419 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 420
Puzzle Piece
Karya : Trisna Dwi Lestari
421 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 422
423 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 424
425 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 426
427 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 428
***
429 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 430
431 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 432
***
433 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 434
435 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 436
437 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 438
439 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 440
441 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 442
443 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 444
445 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 446
447 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 448
449 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 450
451 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 452
453 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 454
455 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 456
457 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 458
459 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 460
461 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 462
463 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 464
465 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 466
467 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 468
469 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 470
471 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 472
473 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 474
475 | H a n y a Rindu
Inspirasi Pena | 476
Muce Pedia
Jl. Plawangan Bongas. RT/RW
01/01 Kecamatan Bongas,
Kabupaten Indramayu, 45255
Inspirasi Pena