Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
ANGIN, 1
Oleh : Sapardi Djoko Damono
ANGIN, 2
Oleh : Sapardi Djoko Damono
AKU INGIN
Oleh : Sapardi Djoko Damono
ANGIN, 3
Oleh : Sapardi Djoko Damono
BUNGA, 1
Oleh : Sapardi Djoko Damono
(i)
Bahkan bunga rumput itu pun berdusta.
Ia rekah di tepi padang waktu hening pagi terbit;
siangnya cuaca berdenyut ketika nampak sekawanan gagak
terbang berputar-putar di atas padang itu;
malam hari ia mendengar seru serigala.
Tapi katanya, "Takut? Kata itu milik kalian saja, para manusia. Aku
ini si bunga rumput, pilihan dewata!"
(ii)
Bahkan bunga rumput itu pun berdusta.
BUNGA, 2
Oleh : Sapardi Djoko Damono
BUNGA, 3
Oleh : Sapardi Djoko Damono
Di Atas Batu
ia duduk di atas batu dan melempar-lemparkan kerikil ke tengah kali…
ia gerak-gerakkan kaki-kakinya di air sehingga memercik ke sana ke mari…
ia pandang sekeliling :
matahari yang hilang – timbul di sela goyang daun-daunan,
jalan setapak yang mendaki tebing kali,
beberapa ekor capung
— ia ingin yakin bahwa benar-benar berada di sini
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
~*Sapardi Djoko Damono*~
Percakapan Malam Hujan
Hujan, yang mengenakan mantel, sepatu panjang, dan payung, berdiri di samping tiang
listrik.
Katanya kepada lampu jalan,
“Tutup matamu dan tidurlah. Biar kujaga malam.”
“Kau hujan memang suka serba kelam serba gaib serba suara desah;
asalmu dari laut, langit, dan bumi;
kembalilah, jangan menggodaku tidur.
Aku sahabat manusia. Ia suka terang.”
~*Sapardi Djoko Damono*~
[Hujan Bulan Juni, 1973]
Bunga-Bunga di Halaman
mawar dan bunga rumput
di halaman: gadis yang kecil
(dunia kecil, jari begitu
kecil) menudingnya…
mengapakah perempuan suka menangis
bagai kelopak mawar; sedang
rumput liar semakin hijau suaranya
di bawah sepatu-sepatu…
mengapakah pelupuk mawar selalu
berkaca-kaca; sementara tangan-tangan lembut
hampir mencapainya (wahai, meriap rumput di tubuh kita)…
~*Sapardi Djoko Damono*~
[1968]
Kisah
Kau pergi, sehabis menutup pintu pagar sambil sekilas menoleh namamu sendiri yang
tercetak di plat alumunium itu…
Hari itu musim hujan yang panjang dan sejak itu mereka tak pernah melihatmu lagi…
Sehabis penghujan reda, plat nama itu ditumbuhi lumut sehingga tak bisa terbaca lagi…
Hari ini seorang yang mirip denganmu nampak berhenti di depan pintu pagar rumahmu,
seperti mencari sesuatu…
la bersihkan lumut dari plat itu, Ialu dibacanya namamu nyaring-nyaring.
Kemudian ia berkisah padaku tentang pengembaraanmu..
~*Sapardi Djoko Damono*~
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
Kumpulan Puisi/Prosa
Buku
Pustaka Firdaus
AKU INGIN
GADIS KECIL
Ada gadis kecil diseberangkan gerimis
di tangan kanannya bergoyang payung
tangan kirinya mengibaskan tangis
di pinggir padang,ada pohon
dan seekor burung…
DALAM BIS
langit di kaca jendela bergoyang
terarah ke mana wajah di kaca jendela
yang dahulu juga
mengecil dalam pesona
sebermula adalah kata
baru perjalanan dari kota ke kota
demikian cepat
kita pun terperanjat
waktu henti ia tiada…
BUAT NING
pasti datangkah semua yang ditunggu
detik-detik berjajar pada mistar yang panjang
barangkali tanpa salam terlebih dahulu
januari mengeras di tembok itu juga
lalu desember…
musim pun masak sebelum menyala cakrawala
tiba-tiba kita bergegas pada jemputan itu
Maka pada suatu pagi hari ia ingin sekali menangis sambil berjalan tunduk
sepanjang lorong itu.
Ia ingin pagi itu hujan turun rintik-rintik dan lorong sepi agar ia bisa berjalan sendiri
saja sambil menangis dan tak ada orang bertanya kenapa.
Ia tidak ingin menjerit-jerit berteriak-teriak mengamuk memecahkan cermin
membakar tempat tidur.
Ia hanya ingin menangis lirih saja sambil berjalan sendiri dalam hujan rintik rintik di
lorong sepi pada suatu pagi.
DALAM DIRIKU
NOKTURNO
kubiarkan cahaya bintang memilikimu
kubiarkan angin yang pucat
dan tak habis-habisnya
gelisah
tiba-tiba menjelma isyarat, merebutmu
entah kapan kau bisa kutangkap…
Sihir Hujan
Hujan, yang tahu benar membeda-bedakan, telah jatuh di pohon, jalan, dan selokan
Aku memesan ilalang panjang dan bunga rumput kau entah memesan apa.
Aku memesan batu di tengah sungai terjal yang deras kau entah memesan apa.
Aku memesan rasa sakit yang tak putus dan nyaring lengkingnya, memesan rasa
lapar yang asing itu.
ketika kau tak ada, masih tajam seru jam dinding itu
jendela tetap seperti matamu
nafas langit pun dalam dan biru, hanya aku yang
menjelma kata, mendidih, menafsirkanmu
ANGIN 1
angin yang diciptakan untuk senantiasa bergerak
dari sudut ke sudut dunia ini
pernah pada suatu hari berhenti
ketika mendengar suara nabi kita Adam
menyapa istrinya untuk pertama kali,
“hei siapa ini yang mendadak di depanku?”
angin itu tersentak kembali
ketika kemudian terdengar jerit wanita
untuk pertama kali,
sejak itu ia terus bertiup tak pernah menoleh lagi
– sampai pagi tadi:
ketika kau bagai terpesona
sebab tiba-tiba merasa scorang diri
di tengah bising-bising ini tanpa Hawa
ANGIN 2
Angin pagi menerbangkan sisa-sisa unggun api yang terbakar
semalaman.
Seekor ular lewat, menghindar.
Lelaki itu masih tidur.
Ia bermimpi bahwa perigi tua yang tertutup ilalang panjang
di pekarangan belakang rumah itu tiba-tiba berair kembali.
ANGIN 3
AKULAH SI TELAGA
akulah si telaga: berlayarlah di atasnya;
berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan
bunga-bunga padma;
berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;
sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja
– perahumu biar aku yang menjaganya
Dalam sakit
Sajak desember
Metamorfosis
DukaMu Abadi
DukaMu adalah dukaku
Airmatamu adalah airmataku
Kesedihan abadimu
Membuat bahagiamu sirna
Hingga keakhir tirai hidupmu
Dukamu tetap abadi.
Bagaimana bisa aku terokai perjalanan hidup ini
Berbekalkan sejuta dukamu
Mengiringi setiap langkahku
Menguja semangat jituku
Karena dukamu adalah dukaku
Abadi dalam duniaku!
Namun dia datang
Meruntuhkan segala penjara rasa
Membebaskan aku dari derita ini
Dukamu menjadi sejarah silam
Dasarnya ku jadikan asas
Membangunkan semangat baru
Biar dukamu itu adalah dukaku
Tidakanku biarkan ia menjadi pemusnahku!
Dalam buku syair “Duka Mu abadi”, sapardi memasang sebuah puisi bernama “prologue”,
sebagai pintu masuk ke dalam buku syairnya. dari pemakaian “M” dengan huruf kapital jelas
kita langsung tahu apa yang hendak dikatakan sang penyair, atau sang pengarang puisi yakni
sapardi djoko damono. Bahwa duka yang dibuat sang pencipta semesta dan itu artinya nasib
yang menimpa dunia dan seisinya, nasib buruk dan nasib baik, bahagia dan derita, kehilangan
dan kebersatuan, semua itu adalah dukaMu abadi, semua itu adalah dukaMu ya Tuhanku.
Bulan ini, hadir menyapa kita puisi-puisi dari buku Max Havelaar atau Lelang Kopi Maskapai Dagang
Belanda karya Multatuli, diterjemahkan oleh H.B. Jassin. Kemudian ada pilihan puisi Toeti Heraty
dalam Nostalgi = Transendensi. Ngurah Parsua dengan 99 Puisi. Dharmadi dengan Aku Mengunyah
Cahaya Bulan dan Abdurrahman El Husaini dengan Bius Doa di KM 48. Salam Puisi. Selamat Tahun
Baru 2015.
Prologue
Kepada Istriku
Di Stasion
pilar-pilar besi kekal menanti
hari di mana
Jarak
Kita Saksikan
Sajak Putih
surut perlahan
di luar cuaca
II
Gerimis Jatuh
kepada: arifin c. noer
menggelincir jatuh
Lanskap
Catatan Lain
DukaMu Abadi, yang dipersembahkan: "kepadamu, Mu" itu terbagi atas dua bagian, yaitu
berdasarkan angka tahun: 1967 (24 puisi) dan 1968 (18 puisi). Tak ada kata pengantar.
Puisi-puisi yang ada dalam kumpulan ini, yang pernah saya baca semasa sekolah antara lain:
Sajak Putih, Sonet: X, dan bagian II dari puisi Dua Sajak di Bawah Satu Nama