Anda di halaman 1dari 30

MEDITASI:

BUTIR-BUTIR RENUNGAN
HINGGA USIA TIGA PULUH

Syarif Maulana

Ilustrator:
Senartogok
MEDITASI: DALAM RAMAI YANG DAMAI

Tauhid Nur Azhar *)

Anak Phainarete itu berkeliling Athena dengan


bertelanjang kaki. Seolah tanpa tujuan setiap orang
ditanyanya soal kehidupan. Apa itu hidup ? Apa itu manusia ?
Dan bagaimana semestinya manusia itu hidup ? Seisi pasar
Agora hafal dengan kelakuannya,bosan dengan rentetan
pertanyaannya, dan juga sebagian jengah karena jelas
terlihat lemah. Entah apa yang dipelajarinya dari Arkhelaos -
orang yang dianggap guru olehnya-. Tapi dengan mantel
butut dan jubah buluknya, ia terus saja berkeliling dan
menyapa se-isi Athena yang dari cacah jiwa hanya dihuni lima
belas ribu orang saja, termasuk para hetaira. Produk kuasa
syahwat terhadap kejernihan pikir manusia. Diversifikasi
potensi dasar manusia yang semula didorong sikap luhur
bereproduksi dan prokreasi, menjadi re-kreasi kenyamanan
yang kerap menghadirkan keinginan yang tak tertahankan.
Cukup dengan hetaira, kembali ke sudut pasar Agora. Apa yg
dicari anak Phainarete ini? Misteri hakikat dan kehendak
menjadi makrifat? Ia sendiri dengan naif dan sombongnya
menjawab tidak tahu. Sebagaimana tidak tahunya Palasara
yang terus saja keras kepala menghamba pada guru
mayanya, Resi Durna. Yang bahkan enggan untuk mengakui
dirinya sebagai murid. Ia juga seperti Yudhistira yang
menolak untuk percaya bahwa dusta ada kalanya bagian dari
kebaikan semata. Dalam dialognya, anak Phainarete ini
menghancurkan tanggul batas laut dan air tawar, batas ilmu
yang terukur dengan kemanusiaan yang cenderung
menghablur antara rasa dan daya cipta. Sebagaimana kelak
ribuan tahun kemudian Juergen Habermas dalam karyanya
berjudul Zur Logik der Sozialwissenschaften (1970)
melakukan penentangan terhadap pembagian kerja antara
ilmu pengetahuan alam dan humaniora yang berkisah
tentang polah manusia. Hingga pada tahun 1870 dan 1880
berdebatlah dua jawara yang sok bijaksana, Schmoler dan
Carl Manger. Perdebatan mereka seputar pada, Apakah ilmu
ekonomi dikategorikan dan bekerja menurut metode eksakta
atau historis? Metode deduktif atau induktif dan metode
abstrak atau metode empiris? Nomotetik atau ideografik?
Ilmu yang terstandarisasi dan dapat direplikasi dalam bentuk
hukum dan formulasi, ataukah ilmu yang cair, dinamis, dan
adaptif terhadap kondisi yang terjadi akibat adanya interaksi.

"Mengapa daganganmu laku dan yang lain tidak?"


demikian contoh tanya sederhana anak Phainarete yang bisa
membuat pendengarnya gusar alang kepalang karena
terdengar gampang tapi tak ada satu jawabanpun yang dapat
disumbang. Pada akhirnya anak bebal yang selalu bikin sebal
ini hanya ingin tahu apakah betul dirinya bijak? Hanya karena
ia percaya pada kata Oracle dari Delphi yg menabalkan
bahwa ia orang paling bijaksana se-Athena. Akhirnya, si
buruk rupa yang dianggap jelmaan Satyros ini merasa tahu
jawabnya, ia bijak karena ia sadar sepenuhnya bahwa ia tidak
bijaksana. Tidak seperti mereka yang mengaku dan merasa
bijak tapi tidak sadar bahwa itu prasangka belaka. Bersyak
wasangka jika ia atau kita bijak membuat kita dibajak oleh
benak. Dan kesadaran itu bisa nomotetik, bisa juga ideografik
atau nomoideotetografik. Terserah saja mau dibilang apa,
karena kadang definisi juga kriteria menjelma menjadi
kandang dengan penghalang maya.

Maka meditasi adalah cakap ramai dalam sepi,


bincang panjang yang telanjang, belai sayang pada otak yang
mengejang. Lalu lahir di Taman Lumbini, lalu hadir di Gua
Hira pada hari yang mendini menjemput pagi. Lalu hadir pada
tanya tak berjawab pada sang penguasa dua samudera,
Khidir. Sosok yang melumat kecerdasan Musa, sekadar
menjadi logika cair terbalut estetika. Maka sofia sang Bunda
segala nilai yang dikenal manusia tidak harus sakral apalagi
perenial. Ia hadir lewat desah wanita yang tak mampu lagi
menampik nikmat di sekujur tubuh yang seolah menyerah
terbelasah pasrah lalu menjura lelah. Ia hadir melalui
kondensasi dan sublimasi embun pagi yang hadir untuk
sekedar pergi. Ia hadir bagai tangisan bayi yang menyadarkan
diri bahwa perjalanan untuk mati dimulai di sini. Maka kata
anak Phainarete itu meditasi adalah maiaeutik, ilmu bidan,
seperti ilmu sang Bunda. Membantu persalinan diri dari
rahim sadar ke alam dengan multi lapis "benar". Maka kita,
manusia, berpikir,merasa,dan memerah tenaga untuk bisa
kembali menapaki kesadaran hakiki yang rahimiah. Kita dan
meditasi adalah anak sesat yang ingin kembali ke rahim
sejati. Saat cinta bukan lagi air mata, tawa, kecewa, dan
dusta. Karena di rahim tak ada lapis-lapis " benar", karena
yang ada memang hanya benar.

*) Pengelana Rasa di Samudera Makna


MEDITASI

Aku telah kembali dari meditasi. Katanya, hidup adalah


gelegak syahwat yang membuncah dari anggur keabadian.
Katanya, hidup adalah berthawaf mengitari pusat semesta:
titik dimana aku dan Engkau bertemu pandang tanpa perlu
bertegur sapa. Katanya, hidup adalah cinta yang
mengelaborasi ke dalam riak-riak kolam ikan di pekarangan
rumah, ke dalam bicara bayi yang tidak bermakna tapi
menimbulkan tawa, ke dalam daun-daun yang berjatuhan
hingga ke selokan, ke dalam hujan gerimis yang membuatmu
menangis sejadi-jadinya: mengingat masa silam yang dekat di
pelupuk mata, tapi ternyata jauh bersembunyi di balik
renjana.

Aku telah kembali dari meditasi. Katanya, hidup tidak usah


dipikirkan. Dirasakan saja dalam-dalam. Nanti kamu akan
tahu sendiri. Katanya, hidup tinggal ikut saja kata Tuhan.
Nanti juga akan selamat sendiri. Katanya, hidup ini hanya
mampir di kedai kopi. Tertawalah sekeras-kerasnya agar jelas
bahwa segalanya tak lebih daripada senda gurau belaka.

Aku telah kembali dari meditasi. Ternyata, hidup adalah


hidup adalah hidup adalah hidup adalah hidup adalah hidup
adalah hidup adalah hidup adalah HIDUP!
1

Terima kasih, Tuhan, atas hujan yang Engkau turunkan!


Dengan demikian, semakin bertambahlah jumlah musik dan
puisi di muka bumi!

Hidup adalah hidup adalah hidup adalah hidup adalah hidup


adalah hidup adalah hidup adalah hidup adalah hidup adalah
hidup adalah... HIDUP!

Oh, dia mati, maka dokter itu telah melakukan kesalahan,


Oh,dia mati, maka pasti ada yang salah dalam prosedur
penerbangan, Oh, dia mati, pasti ada yang salah dalam pola
makannya. Kita selalu mengaitkan kematian dengan
kesalahan. Padahal, mungkin kematian adalah satu-satunya
kebenaran.
4

Ada orang-orang yang dilahirkan dengan jiwa yang puitis.


Mereka hidup dalam penderitaan. Perasaannya selalu ada
dalam duka dan murung. Ia tahu bahwa dunia ini bersifat
sementara dan apa yang ia lakukan hanyalah menanti
kematian. Orang yang ia cintai, kelak akan pergi. Rumah yang
ia banggakan, kelak akan tak terurus dan halamannya
ditumbuhi oleh rumput liar. Prestasi-prestasinya akan lenyap
ditelan derap sejarah dan tiada satupun orang yang
mengingat namanya. Ia sanggup tertawa, tapi tetap hatinya
berurai air mata. Pada orang-orang semacam itu saya
doakan, semoga kematiannya melahirkan lebih banyak
kehidupan.

Tuhan tidak mengajari kita lewat kata-kata, tapi lewat cinta


dan rasa kecewa.

Hanya orang dengan waktu luang yang cukup, yang sanggup


melahirkan pikiran besar.
7

Saya sempat takut tidak lagi berkarya jika nanti menikah.


Setelah menikah, saya sadar bahwa keluarga justru
merupakan karya yang paling agung!

Seburuk apapun nasib atau pekerjaan orang yang sudah tua,


pada mereka kita bisa peroleh kebenaran yang berasal dari
endapan pengalaman.

Hidup ini sudah baik adanya.

10

Semua orang pada dasarnya baik. Mereka dianggap tidak


baik ketika bersinggungan dengan kepentingan kita.

11

Belajarlah pada anak-anak. Mereka tahu bagaimana


mencipta, tanpa memikirkan pengakuan dan khawatir akan
norma. Mereka tahu bagaimana bersenang-senang, hanya
dengan rintik hujan dan batu yang diam. Mereka tahu bahwa
sudah sepantasnya segala hal itu dipertanyakan, sebelum
rasa ingin tahu dilenyapkan oleh kedewasaan.
12

Adakah sesuatu yang tidak ada?

13

Kalaupun engkau sukses menyerang filsafat hingga hancur


berkeping-keping, maka engkau sesungguhnya tetap sedang
berfilsafat.

14

Guru para guru, adalah murid-muridnya sendiri.

15

Semakin sering membaca, kita biasanya malah semakin


sering kalah dalam berdebat.

16

Istriku, tolong cabuti ubanku setiap ia muncul. Aku tak ingin


terlihat menua.
17

Putriku, berhentilah bertumbuh. Aku tak sanggup


membayangkan engkau jadi remaja cantik yang digemari
sebayamu. Aku tak sanggup membayangkan engkau dipinang
seorang pria yang katanya punya banyak harta. Lebih baik
tinggal dalam dekapan kami. Kami sanggup mengajarimu
dunia tanpa engkau harus pergi ke luar sana.

18

Ya Tuhan, lindungilah aku dari diri-Mu.

19

Orangtua membolehkan saya bermain musik. Mereka tidak


pernah berkomentar jika saya membunyikan gitar hingga
tengah malam (mereka hanya diam). Orangtua
membolehkan saya belajar filsafat. Mereka tidak pernah
berkomentar jika saya mulai bicara tentang ateisme maupun
marxisme (mereka hanya diam). Sekarang saya paham.
Mendidik tidak harus dengan kata-kata ataupun tindakan.

20

Komunisme mustahil terwujud, sepanjang orang masih ada


yang serakah. Kapitalisme juga tidak bisa sepenuhnya
menguasai, jika masih ada orang yang rajin bersyukur.
21

Dari mana kita bisa tahu bahwa kita adalah seorang sosialis
atau bukan? Tanyakan pada diri sendiri: Jika ada yang
Mercedes-Benz dan angkot sedang mogok di waktu yang
bersamaan, manakah yang akan kamu tolong?

22

Celakalah orang yang tidak mampu memahami perasaan


perempuan. Selamanya ia tidak akan paham arti kehidupan.

23

Pelacuran tidak akan hilang, selama Tuhan masih setuju akan


keberadaan birahi. Judi tidak akan hilang, selama Tuhan
masih menciptakan ketidakpastian.

24

Jika engkau merasakan penderitaan ketika berada di toko


buku, maka engkau adalah orang yang tercerahkan.

25

Belajarlah pada guru yang ia sendiri masih terus belajar.


26

Seorang ateis semestinya sekaligus juga seorang humanis


yang ramah. Ia memilih untuk tidak bertuhan agar bisa
mencintai manusia sepenuhnya. Tapi sekarang ateisme
adalah fenomena yang aneh. Mereka berasal dari orang-
orang introvert, malas bergaul, dan kerap membenci manusia
lain.

27

Agar jadi orang keren, kamu harus bergaul dengan orang-


orang keren. Agar bisa bergaul dengan orang-orang keren,
kamu terlebih dahulu harus keren.

28

Bercerminlah pada Wittgenstein, ia punya kebesaran hati


untuk mengoreksi masa lalunya.

29

Katanya kamu percaya, bahwa daun yang jatuh pun Ia tahu.


Kenapa susah bagimu untuk percaya, bahwa setan dan
kejahatan pun Ia tahu?
30

Kalau kita rajin memikirkan hidup, hidup juga akan rajin


memikirkan kita.

31

Setiap saya ke tempat-tempat baru, saya tidak akan


mengunjungi museum atau tempat wisata. Saya akan
mendatangi pasar, karena disitulah denyut kehidupan yang
paling banyak melibatkan manusia.

32

Banyak orang bicara mengatasnamakan Makna, seolah-olah


Makna itu tidak bisa bicara sendiri.

33

Pada mulanya, bayi akan menganggap ranjangnya sendiri


sebagai dunianya. Lalu balita mulai menganggap rumah dan
sekolah usia dini sebagai dunianya. Remaja kemudian
menganggap dunia ini luas dan bisa ditaklukkan seluruhnya.
Namun pada titik tertentu, ketika segalanya mulai jelas,
orang dewasa akan kembali menganggap ranjang bayi
sebagai dunianya.
34

Manusia menjadi berani karena membela imajinasinya yang


paling abstrak. Tidak ada orang saling bunuh karena
membela Lennon, Morrison, Plato, ataupun Nietzsche. Tapi
banyak orang yang saling bunuh karena membela Tuhan,
Kebebasan, dan Kemanusiaan.

35

Keliru jika mengatakan Nietzsche, si pewarta kematian Tuhan


itu, adalah seorang ateis. Ia hendak mengritik orang-orang
beragama yang tidak sanggup mencapai Tuhan karena
terhalang oleh simbolisasi yang dibuatnya sendiri. Maka itu
bunuhlah Tuhan, agar mencapai Tuhan!

36

Semua yang saya tuliskan di sini, pasti sudah dipikirkan juga


oleh banyak orang. Tapi saya reproduksi dengan bahasa yang
lain, seolah-olah tulisan-tulisan ini adalah orisinil ciptaan
saya. Memang begitulah sejarah pemikiran bekerja!

37

Pikiran tidak bisa bekerja tanpa bahasa. Maka itu tujuan


bersekolah adalah memperkaya bahasa, agar kita bisa
berpikir lebih luas, dalam, dan tertata.
38

Jikalau kita meminta orang-orang untuk menukar ilmu yang


kita punya dengan uang (atas dasar profesionalisme), maka
dengan apa kita bertransaksi dengan Tuhan, atas ilmu yang
sudah Ia beri pada kita? Apakah bisa dengan asas
profesionalisme?

39

Orang bersekolah, agar terlihat normal.

40

Seni itu satu paket. Tidak ada orang yang mendengarkan


Zappa dan menonton sinetron Putri yang Tertukar di waktu
yang sama. Tidak ada orang yang menikmati lukisan Pollock
dan mendengarkan musik Kangen Band di waktu yang sama.
Tidak ada orang yang mengapresiasi film Eisenstein dan
membaca novel Andrea Hirata di waktu yang sama.

41

Kalau saya sedang malas mengenal kepribadian seseorang,


langsung saja tanya musik apa yang ia dengarkan, film apa
yang ia tonton, dan buku apa yang ia baca. Anehnya, seluruh
kepribadiannya tercermin di situ!
42

Seniman paling hebat itu adalah yang bergerak di bidang


kuliner. Mereka mau karyanya diluluhlantakkan tanpa sisa
sepuingpun, asalkan menjelma menjadi kebahagiaan yang
panjang.

43

Kita butuh orang lain, untuk membantu mengenal diri kita


sendiri. Tuhan butuh manusia, untuk membantu mengenal
diri-Nya sendiri.

44

Banyak orang tua yang ingin kembali muda. Banyak anak


muda yang ingin terlihat lebih dewasa sebelum waktunya.
Jiwa bisa melompat melampaui usia seharusnya, lewat
musik.

45

Benar kata Dostoyevsky bahwa semakin kita cinta pada


Kemanusiaan, semakin sulit bagi kita untuk memahami orang
per orang. Itu sebabnya konflik-konflik besar malah ada di
wilayah agama, seni, dan budaya.
46

Ada kepercayaan yang tidak boleh sedikitpun luntur, yaitu


kepercayaan bahwa dunia akan hidup untuk waktu yang
lama. Karena kepercayaan tersebut, kita masih mau
mendidik, mengajar, dan berbagi.

47

Orang yang takut mati, biasanya juga takut hidup.

48

Kebijaksanaan seorang tua memang seluas samudera, tapi


kenapa kita hanya sedia gayung untuk menampungnya?

49

Bahasa itu aneh. Agar bisa menerangkan sesuatu dengan


jelas, seringkali kita butuh metafor. Artinya, yang real malah
bisa dimengerti lewat yang sureal.

50

Kalau kita beribadah pada Tuhan karena mengharap surga-


Nya, itu seperti menikahi perempuan karena kekayaannnya.
51

Saya kadang merasa bahwa putri saya ini lebih pintar dari
saya. Tapi ia pura-pura bodoh karena menghargai ayahnya.

52

Jika mau sering-sering tertawa, pertama-tama harus


memandang dunia ini sebagai derita.

53

Calon legislatif adalah cerminan apa yang normal dalam


masyarakat. Kalau masyarakat umumnya melihat bahwa
yang normal adalah heteroseksual, maka tidak ada satupun
calon legislatif yang mengaku homoseksual. Kalau
masyarakat umumnya melihat bahwa yang normal adalah
menikah, maka jarang sekali kita melihat ada calon legislatif
yang mengaku lajang.

54

Sebuah pertunjukkan seyogianya seperti bunga: indahnya


sebentar, tapi kesan yang ditinggalkannya lama dan
mendalam.

55

Ikhlas itu seperti musik: harus dirasa dan juga dilatih.


56

Fanatisme itu cuma milik sepakbola.

57

Pada akhirnya tujuan pikiran kita bukanlah seberapa jauh,


melainkan seberapa dekat.

58

Filsafat tidak berhenti pada mencari kedalaman di balik


permukaan, ia harus juga cepat-cepat kembali ke permukaan
agar tetap bisa bernafas.

59

Belum tentu seorang humoris atau idiot adalah orang yang


tidak mampu bersikap serius dan pintar terhadap dunia. Bisa
jadi mereka justru terlalu serius dan terlalu pintar, sehingga
lakunya menjadi paradoks.

60

Aneh, manusia begitu benci dengan perpisahan, padahal


mereka tahu itu akan terjadi, sedari awal adanya pertemuan.
Aneh, manusia begitu menghindari kematian, padahal
mereka tahu itu akan terjadi, sedari awal mereka mengecap
kehidupan.
61

Segala komunikasi pada dasarnya adalah miskomunikasi.


Yang menyelamatkan hanyalah imajinasi dari masing-masing
orang.

62

Musik selalu mengantarkan saya lari dari dunia yang


menyedihkan ini ke dunia lain, yang lebih menyedihkan.

63

Saya berharap Tuhan adalah Dzat yang tidak banyak bicara.

64

Pernah saya anggap ibu saya tertinggal pikirannya, karena


tidak berpikir seperti seorang filsuf. Beliau terlalu
mengandalkan iman dan intuisi yang membosankan.
Sekarang saya tahu, bahwa berfilsafat adalah dalam rangka
mengasah iman dan intuisi, agar sehebat ibu saya.

65

Filsafat Timur menggunakan teka-teki, peribahasa, dan studi


kasus untuk mengungkap pikiran-pikirannya. Filsafat Barat
mereproduksi kata-kata lama menjadi kata-kata baru.
Keduanya punya esensi yang sama: berjuang mengatasi
bahasa.

66

Banyak kata-kata yang omong kosong tercipta entah dari


mana: besok, Tuhan, jiwa, ruh, malaikat, kiamat, iblis, setan,
dan sebagainya. Tapi entah kenapa, tanpa kata-kata yang
omong kosong itu, hidup kita menjadi tidak berharga.

67

Orisinalitas adalah anak haram dari dokumentasi dan


kekuasaan.

68

Jika kita masih bisa menyaksikan film karya Eisenstein dari


tahun 1925, sudah pasti itu film yang bagus. Jika kita masih
bisa membaca tulisan Homer dari 800 tahun sebelum
masehi, sudah pasti itu tulisan yang bagus. Jika kita masih
bisa mendengarkan musik Bach dari abad ke-17, maka sudah
pasti itu musik yang bagus. Bagaimanapun juga, biarkan
waktu yang memilihkan bagi kita, mana karya yang adiluhung
dan mana yang bukan.
69

Filsafat terus mengajak pikiran berkelana, tanpa peduli


tentang betapa pentingnya mendisiplinkan tubuh. Disitulah
filsafat harus rendah hati terhadap agama.

70

Harus diakui, bahwa dunia ini banyak digerakkan oleh


teknologi. Filsafat, seni, dan budaya hanyalah merespon
perubahan-perubahan teknologi saja.

71

Maukah kamu menggantungkan harapan pada generasi


muda, yang sudah dididik menjadi unta penanggung beban
dan anjing penjilat atasan?

72

Kalau Marx dan Buddha saling jumpa, mereka akan kesal satu
sama lain.
73

Dulu saya pernah bercita-cita menjadi gitaris yang terkenal


hingga ke seluruh dunia. Gagal, saya menurunkan cita-cita
menjadi terkenal se-Indonesia saja. Gagal, saya menurunkan
lagi menjadi terkenal se-Bandung saja. Gagal, saya berharap
jadi terkenal dalam lingkup RT saja. Gagal lagi, akhirnya yang
penting adalah dikenal oleh putri saya sendiri. Ternyata,
perasaan dikenal oleh putri sendiri, sama seperti dikenal oleh
seluruh dunia!

74

Pernah saya temukan tukang gorengan yang berpikir seperti


Albert Camus. Katanya, hidup ini hanya menanti mati saja.
Kita hanya harus berbuat dan berbuat, seperti dirinya yang
berdagang gorengan setiap hari. Sejak itu, saya memutuskan
untuk tidak lagi banyak membaca buku-buku filsafat.

75

Ucapkan terima kasih kita pada musuh dan setan. Itulah dua
alasan mengapa kita masih senang berada di dunia.

76

Murid-muridku, belajarlah, agar bodoh senantiasa.


77

Saya tahu hidup saya sedang waras, jika punya cukup waktu
untuk menulis dan membaca.

78

Jangan labeli pemikiran Timur sebagai hal yang tidak logis


dan irasional, hanya karena akal pikiran kita tidak cukup baik
untuk memahaminya.

79

Orang sering tertukar-tukar: antara sains dan teknologi,


antara filsafat dan kata-kata yang rumit, antara agama dan
spiritualitas, antara cinta dan nafsu, antara politik dan birahi
serta antara seni dan komoditi.

80

Saya suka sepakbola, karena keputusan-keputusan penting


diserahkan pada keterbatasan manusia.

81

Keindahan itu hanya jika kita menemukan jarak yang tepat


untuk memandangnya. Jangan terlalu jauh, jangan terlalu
dekat, apalagi memilikinya.

Anda mungkin juga menyukai