Anda di halaman 1dari 63

Rumah Dharma - Hindu Indonesia

BAGI KEHIDUPAN DI JAMAN MODERN

Ditulis Oleh : I Nyoman Kurniawan


Tehnik dalam buku ini bersifat universal,
sehingga dapat dipraktekkan secara bebas oleh semua
orang tanpa sama sekali perlu berpindah agama atau
keyakinan. Semua ras dan suku, semua agama dan
keyakinan, Hindu, Buddha, Islam, Kristen, dsb-nya,
yang tidak beragama, yang atheist, dst-nya, semua bisa
mempraktekkan. Tidak perlu berpindah agama atau
keyakinan.

Sarvesham Shantir Bhavatu


Semoga Semua Jiwa Mekar Dalam Kedamaian
TEHNIK SEDERHANA UNTUK
MENGALAMI PENCERAHAN [MOKSHA]
BAGI KEHIDUPAN DI JAMAN MODERN

Penulis :
I Nyoman Kurniawan

Diterbitkan oleh :
Rumah Dharma - Hindu Indonesia

Rahina Purwani Purnama Kartika [Purnama Kapat]


12 Oktober 2019
PENDAHULUAN
Salah satu ciri menonjol pada jaman modern ini adalah
kehidupan manusia sangat kuat dicengkeram oleh uang. Jika
hidup di jaman ini tanpa memiliki uang, ada kemungkinan
manusia mengalami kesulitan bertahan hidup. Sehingga
banyak manusia dari sejak kecil mendapat doktrin bahwa hal
terpenting dalam hidup ini hanya untuk meraih kesuksesan
duniawi [kaya, punya jabatan penting, terkenal, dsb-nya],
serta memperoleh pendidikan hanya cara untuk meraih
kesuksesan duniawi saja.

Sebagian besar manusia di jaman ini bahkan sangat


meyakini, bahwa harus sukses secara duniawi dulu barulah
kemudian bisa sukses secara spiritual. Keyakinan seperti itu
adalah jebakan yang sangat memerangkap, terutama karena
kesuksesan duniawi selalu dihantui oleh ketidakpuasaan,
yaitu perasaan yang kurang, kurang dan selalu kurang. Hal itu
seringkali berakhir sangat menyedihkan bagi perjalanan hidup
dan sekaligus perjalanan Atma dalam samsara.

Banyak manusia yang bahkan sampai umur 50 tahun


masih juga tidak mampu untuk mengelola pikiran, perasaan
[emosi], keinginan, serta kebiasaan di dalam dirinya dengan
baik. Terlebih lagi jika semasa hidupnya sama sekali tidak
pernah tersentuh praktek spiritual yang mendalam. Sehingga
akibatnya tidak saja hidupnya resah, gelisah, tidak bahagia,
atau penuh masalah, tapi juga sekaligus ketika waktu akhir
dijemput kematian dia jatuh [gagal] secara spiritual.
Semua mahluk hidup yang ada di planet bumi ini, dari
tumbuhan, binatang, sampai manusia, memiliki satu insting
dasar yang sama, yaitu bertahan hidup dan pertahanan diri.

Hal ini tercermin dari semua sisi-sisi kehidupan


manusia yang sangat didominasi oleh urusan bertahan hidup
dan pertahanan diri, yang dikembangkan dalam berbagai
ragam bentuk. Bentuknya saja berbeda, misalnya : pendidikan
sekolah, meraih prestasi, pembangunan, kemajuan ekonomi,
perdagangan, kemajuan teknologi, dsb-nya. Bahkan juga
termasuk perang, persaingan antar agama, dsb-nya. Tapi pada
inti dasarnya semua sama satu saja, yaitu urusan bertahan
hidup dan pertahanan diri.

Tidak berarti urusan bertahan hidup dan pertahanan


diri itu salah. Hanya saja hal itu sangat standar dalam
kehidupan di planet bumi ini, karena binatang juga sama
melakukannya. Kita manusia memiliki kelebihan yang sangat
penting dibanding binatang, yaitu kita dapat mengalami
evolusi kesadaran, bahkan kita dapat mengalami pencerahan
[Moksha]. Akan tetapi karena urusan bertahan hidup dan
pertahanan diri sangat dalam mendominasi kehidupan
manusia, hal itu membuat manusia tidak dapat menyadari
berkah tertinggi dalam eksistensinya sebagai manusia.

Jika dalam kehidupan kita hanya terfokus pada urusan


bertahan hidup dan pertahanan diri, maka binatang-pun juga
melakukan hal yang sama. Bedanya hanya kita manusia
memiliki kemampuan untuk mengembangkannya dalam
berbagai ragam bentuk secara sangat luas.
Ada manusia mengumpulkan uang Rp. 50 trillyun, ada
manusia menjadi presiden puluhan tahun, ada manusia
terkenal di seluruh dunia, ada manusia menjadi orang paling
berkuasa di dunia, ada pemuka agama yang berambisi
agamanya menjadi nomer satu di dunia, dsb-nya, tapi insting
dasar pendorongnya sama, yaitu insting bertahan hidup dan
pertahanan diri. Bahkan binatang-pun juga melakukan hal
yang sama.

Sejujurnya, seluas apapun manusia mengembangkan


urusan bertahan hidup dan pertahanan diri, semua hal itu
sama sekali tidak ada artinya. Dalam putaran waktu semuanya
pasti hilang tanpa bekas sama sekali. Kehidupan ini hanyalah
sebuah persinggahan yang sangat singkat di dunia ini. Semua
hidup pasti akan berakhir pada kematian dan apapun semua
bentuk kesuksesan duniawi pasti seluruhnya akan kita
tinggalkan.

Berkah terindah dan tertinggi terlahir sebagai manusia


adalah kita dapat mengalami evolusi kesadaran, bahkan kita
dapat mengalami pencerahan [Moksha]. Mahluk hidup lain di
planet bumi tidak dapat melakukannya, mereka hanya bisa
terfokus pada urusan bertahan hidup dan pertahanan diri.

Dari jaman ke jaman, sebagian manusia ada yang


mampu menyadari semua kebenaran ini, kemudian memilih
untuk menapaki jalan yang berbeda. Karena mereka
menyadari, bahwa hal yang paling mulia, paling berharga,
paling bercahaya dan paling tinggi dalam eksistensi sebagai
manusia adalah jika bisa mengalami pencerahan [Moksha].
Agar kehidupan kita sebagai manusia menjadi sangat
berharga dan tidak sia-sia, segera imbangi langkah
membangun kesuksesan duniawi, dengan langkah-langkah
untuk membangun kesuksesan secara spiritual. Sekaligus,
inilah sebuah pilihan yang akan membuat kita mengalami
evolusi kesadaran, membuat perjalanan hidup kita indah,
bercahaya, selamat, serta perjalanan Atma dalam samsara
bisa terangkat naik.

Buku dharma ini khususnya dibuat untuk sebagian


manusia, yang karena terikat oleh kesibukan hidup di jaman
modern ini, sehingga tidak memiliki berkah untuk dapat
bertemu dan belajar dari seorang Guru spiritual dengan
ajaran yang berkualitas, serta tidak memiliki berkah untuk
tersentuh praktek spiritual yang mendalam.

Buku dharma ini berisi tehnik untuk membangun


kesuksesan spiritual dalam hidup, yaitu tehnik sederhana
untuk mengalami pencerahan [Moksha]. “Sederhana” tidak
berarti mudah atau gampang untuk dipraktekkan. Sederhana
berarti tehniknya yang sederhana. Tehniknya tidak banyak,
tidak rumit, mudah dimengerti dan langsung bisa
dipraktekkan.

Siapapun yang memiliki buku dharma ini berarti sudah


memiliki tehnik, yang sangat diperlukan. Dimana tehnik dalam
buku dharma ini jika tekun dipraktekkan sungguh-sungguh,
maka kita dapat membangun kesuksesan secara spiritual di
dalam hidup ini, terutama untuk pencerahan [Moksha].
Tehnik dalam buku ini bersifat universal, sehingga
dapat dipraktekkan secara bebas oleh semua orang tanpa
sama sekali perlu berpindah agama atau keyakinan. Semua
ras dan suku, semua agama dan keyakinan, Hindu, Buddha,
Islam, Kristen, dsb-nya, yang tidak beragama, yang atheist,
dst-nya, semua bisa mempraktekkan. Tidak perlu berpindah
agama atau keyakinan.

Ketekunan untuk membangun kesuksesan secara


spiritual, memiliki 5 [lima] manfaat utama, yaitu :

1]. Membuat kita mengalami evolusi kesadaran, yang akan


memberikan ketenangan, kejernihan, ketabahan, kedamaian
dan keselamatan, jika misalnya ketika dalam kehidupan kita
harus menghadapi masalah, kesulitan, musibah, atau
kesengsaraan. Sehingga kita tidak akan tenggelam dalam
kesengsaraan.

2]. Menghindarkan kita dari mengambil langkah atau respon


yang salah di dalam menghadapi berbagai kejadian tidak
menyenangkan, menyakitkan, atau tidak sesuai harapan dan
keinginan, di dalam kehidupan. Karena langkah atau respon
yang salah, kemudian dapat menjadi sebab bagi lebih banyak
lagi datang masalah, kesulitan, musibah, atau kesengsaraan
bagi perjalanan hidup kita.

3]. Mengundang datangnya keberuntungan dan keselamatan


dalam hidup.

4]. Memberikan keselamatan bagi perjalanan Atma kita dalam


samsara. Agar kita terhindar dari kemungkinan kesengsaraan
sangat berat terjatuh ke alam-alam bawah atau terlahir
kembali [reinkarnasi] menjadi binatang.

5]. Membuka lebar peluang bagi kita untuk mengalami


pencerahan [Moksha]. Yang merupakan hal paling mulia,
paling berharga, paling bercahaya dan paling tinggi dalam
eksistensi kita sebagai manusia.

Hidup kita sebagai manusia akan sangat berharga dan


bercahaya, jika langkah membangun kesuksesan duniawi juga
kita imbangi dengan membangun kesuksesan spiritual. Itulah
pilihan hidup yang paling indah.

Astungkara semoga buku dharma ini dapat menjadi


panduan hidup sangat bermanfaat bagi banyak orang.

Selasa, 9 Oktober 2019


Penulis,
I Nyoman Kurniawan
Pembahasan 1 :
KENYATAAN DIRI YANG SEJATI

Kenyataan sejati dari setiap manusia sesungguhnya


adalah kesadaran alami, yang damai, jernih dan terang. Kita
boleh menamainya dengan sebutan bebas apa saja,
menyebutnya sebagai pencerahan, kesadaran Atma, Moksha,
Jivan-Mukti, Nirvana, dsb-nya. Tapi maksudnya adalah hal
yang satu itu saja, yaitu kesadaran alami yang damai, jernih
dan terang. Yang merupakan kenyataan diri sejati di dalam
setiap manusia.

Kesadaran alami yang damai, jernih dan terang


[pencerahan, Moksha] ada di dalam diri kita dari sejak awal
yang tidak berawal. Hanya saja kita tidak bisa menyadarinya
[avidya], disebabkan karena MANAS [pikiran, perasaan,
intelek, logika] dan AHAMKARA [ego, ke-aku-an].

Kesadaran alami sepanjang waktu selalu ada di dalam


diri kita dan tidak akan pernah hilang. Itu adalah kenyataan
diri kita yang sejati. Laksana permata sangat berharga yang
tersembunyi oleh selubung “tanah berlumpur” manas dan
ahamkara. Permata itu selalu ada di dalam diri, hanya
terselubung oleh “tanah berlumpur” manas dan ahamkara.

Manas dan ahamkara bukanlah sesuatu yang


sepenuhnya negatif, karena manas dan ahamkara memiliki
fungsinya tersendiri yang sangat bermanfaat.
Sisi positifnya, manas dan ahamkara sebagai sistem di
dalam diri kita, memiliki tujuan dan manfaat membantu kita
bertahan hidup dan pertahanan diri di dunia ini. Hal itu
sepenuhnya sebuah sistem di dalam diri kita untuk tujuan
bertahan hidup, pertahanan diri, serta terhindar dari bahaya.

Sisi negatifnya, manas dan ahamkara sebagai sistem di


dalam diri kita, memiliki “kebodohan”, yaitu semata-mata
hanya fokus mendorong kita pada tujuan bertahan hidup dan
pertahanan diri. Dorongan manas dan ahamkara inilah yang
menyebabkan kita sering tenggelam dalam ketidakpuasan,
keserakahan, kemarahan, keresahan, kecemasan, penderitaan,
kesengsaraan, dsb-nya. Tanpa kecerdasan spiritual untuk
mengelola manas dan ahamkara, dapat membuat perjalanan
hidup kita masuk jurang dan sekaligus dapat membuat
perjalanan Atma dalam samsara jatuh ke alam rendah.

Dorongan manas dan ahamkara juga membuat kita


memandang hidup ini terlalu serius. Lihat bagaimana
kebanyakan manusia beranggapan, bahwa jika seseorang bisa
mengumpulkan uang Rp. 50 trillyun, atau bisa menjadi
presiden puluhan tahun, atau bisa terkenal di seluruh dunia,
atau bisa menjadi orang paling berkuasa di dunia, dsb-nya,
maka orang itu adalah orang hebat, atau tokoh besar. Padahal
semua hal itu tidak ada artinya. Dalam putaran waktu semua
hal seperti itu pasti hilang tanpa bekas sama sekali.

Tugas spiritual kita kemudian, adalah untuk menyadari


kembali keberadaan “permata sangat berharga” kesadaran
alami di dalam diri, yang tersembunyi oleh selubung “tanah
berlumpur” manas dan ahamkara.
Tanpa pengetahuan tentang kenyataan diri kita yang
sejati, yaitu kesadaran alami yang damai, jernih dan terang,
maka semua hal dalam kehidupan kita bisa menjadi arah yang
salah. Tidak punya uang resah, punya uang gelisah. Tidak
punya rumah hidup jadi sulit, punya rumah hidup juga rumit.

Jika kita seperti itu, tidak mengenal diri kita sendiri,


maka hidup kita sangat berpotensi masuk jurang kerumitan
hidup, penderitaan dan kesengsaraan. Terutama karena
dalam kehidupan ini terdapat sebentuk rahasia, yaitu bahwa
bagaimana riak-riak gelombang perjalanan kehidupan kita,
sesungguhnya juga sangat ditentukan oleh bagaimana
kondisi diri kita sendiri di dalam.

Jika kita tidak berdaya dalam dorongan manas [pikiran,


perasaan, intelek, logika] dan ahamkara [ego, ke-aku-an],
yaitu di dalam diri kita didominasi oleh ketidakpuasan,
keserakahan, kemarahan, keresahan, kecemasan, penderitaan,
kesengsaraan, dsb-nya, maka secara alami hal itu akan
menarik datangnya lebih banyak masalah, konflik, kesulitan,
kerumitan hidup, atau bahkan mendatangkan bahaya bagi
kehidupan kita. Kita akan tenggelam di dalam samudera
kesengsaraan.

Sebaliknya jika kita memiliki kecerdasan spiritual untuk


mengelola manas dan ahamkara, yaitu di dalam diri kita
didominasi oleh keikhlasan, kebaikan hati, tidak pernah
marah, rasa syukur, dsb-nya, maka secara alami hidup kita bisa
lebih jarang didatangi masalah, konflik, kesulitan, kerumitan
hidup, atau bahaya. Inilah yang dimaksud dengan kesuksesan
spiritual. Sebuah pilihan hidup yang paling indah, yang akan
membuat kita mengalami evolusi kesadaran, membuat
perjalanan hidup kita indah, bercahaya, selamat, serta
perjalanan Atma dalam samsara bisa terangkat naik.

Dapat memahami pengetahuan tentang kenyataan diri


kita yang sejati, hal itu laksana kompas penunjuk arah
perjalanan hidup yang terang, yang membuat kita bisa lebih
mudah menemukan arah perjalanan hidup yang indah.
Pembahasan 2 :
TEHNIK UNTUK MENGALAMI
PENCERAHAN [MOKSHA]

Semua orang pasti bisa mengalami pencerahan


[Moksha]. Terutama karena kesadaran alami yang merupakan
kenyataan sejati diri kita, yang damai, jernih dan terang. Hal
itu selalu ada di dalam diri kita dan tidak pernah hilang. Tapi
hindari berusaha mengejar atau berusaha “mencapai”
pencerahan [Moksha]. Karena proses spiritual yang tepat
bukanlah berusaha “mencapai” pencerahan. Tapi berusaha
terus-menerus mempertahankan “kondisi yang tepat untuk
mengalami pencerahan”.

BUKAN MENGEJAR / MENCAPAI PENCERAHAN

Mengapa kita tidak dapat berusaha untuk mengejar


atau “mencapai” pencerahan [Moksha] ?

Pertama [1], Karena kita sama sekali tidak [belum] tahu seperti
apa itu mengalami pencerahan [Moksha]. Kita tidak mungkin
dapat mengejar atau mencapai sesuatu yang kita sama sekali
tidak tahu.
Tidak ada seorangpun yang bisa menjelaskan kepada
kita secara tepat apa itu pencerahan [Moksha]. Pada dasarnya
mengalami pencerahan adalah sesuatu yang sangat pribadi,
karena tidak bisa dijelaskan. Itu sebabnya setiap orang yang
sudah mengalaminya pasti akan diam. Karena penjelasan
seperti apapun pasti akan salah. Bukan itu.

Kita mungkin bisa saja membuat sebuah konsep atau


ide tentang seperti apa pencerahan [Moksha] itu, kemudian
berusaha untuk mengejar, atau kita berusaha untuk mencapai,
konsep atau ide kita tersebut. Sayangnya, konsep atau ide kita
tersebut bukanlah pencerahan, karena itu hanyalah konsep
atau ide kita sendiri yang sudah tentu bukanlah pencerahan.

Jika kita berusaha mengejar sesuatu, kita hanya bisa


berusaha mengejar sesuatu yang kita sudah tahu. Kita tidak
bisa membuat sebuah konsep atau ide, tentang sesuatu hal
yang kita sama sekali tidak tahu. Sesungguhnya, konsep atau
ide kita tersebut, muncul dari perpaduan antara kumpulan
informasi terbatas yang pernah kita dapat dan logika sempit
kita sendiri. Tidak bisa lebih dari itu.

Jadi, hindari memikirkan tentang mengejar atau


mencapai pencerahan, karena kita tidak tahu apa yang hendak
kita kejar atau capai. Kita hanya akan membodohi diri kita
sendiri saja. Kita akan berputar-putar disitu saja, seperti seekor
kucing yang berputar-putar berusaha mengejar ekornya
sendiri. Kita hanya akan membuang banyak waktu dan tenaga,
sekaligus tidak pernah sampai.
Tehnik untuk bisa mengalami pencerahan adalah, kita
berusaha tekun terus-menerus mempertahankan “kondisi
yang tepat untuk mengalami pencerahan”, sambil dengan
amat sangat sabar terus menunggu. Suatu saat, bunga yang
sangat indah akan mekar di dalam diri kita. Kemudian jika
kondisinya tepat, kita akan mengalami pencerahan [Moksha].

Kedua [2], Karena kesadaran alami yang damai, jernih dan


terang [kita boleh menamainya apa saja, pencerahan,
kesadaran Atma, Moksha, Jivan-Mukti, Nirvana, dsb-nya]
merupakan kenyataan diri sejati di dalam setiap manusia. Hal
itu ada di dalam diri kita sepanjang waktu. Hanya kita belum
menyadarinya saja.

Mengejar atau “mencapai” pencerahan, berarti ada


jarak antara diri kita dan pencerahan [Moksha]. Itu sebabnya
banyak orang bertanya, “berapa lama saya bisa mencapai
pencerahan [Moksha] ?”. Pertanyaan yang jelas menunjukkan,
seolah ada jarak antara diri kita dan pencerahan [Moksha]. Hal
itu analoginya seperti kita pergi dari Denpasar ke Ubud,
dimana ada jarak yang harus ditempuh dan ada waktu yang
diperlukan untuk sampai di tujuan.

Tapi pencerahan tidak seperti itu. Analoginya sangat


berbeda. Pencerahan seperti kita duduk di sebuah kursi dan
bertanya, “berapa lama saya bisa mencapai kursi tersebut ?”.
Kita sudah ada di kursi tersebut. Tentunya tidak ada jarak yang
harus ditempuh dan tidak ada waktu yang diperlukan untuk
sampai di kursi tersebut. Karena kita sudah ada disana.
Sejujurnya, untuk pencerahan [Moksha] kita tidak perlu
melakukan apapun. Analoginya seperti kita duduk di kursi
tadi. Kita sudah ada di kursi tersebut, jadi sesungguhnya kita
tidak perlu melakukan apapun lagi. Akan tetapi, karena kita
belum dapat menyadarinya, maka ada tehnik-tehnik tertentu
yang perlu kita lakukan untuk dapat menyadarinya.

Mengalami pencerahan [Moksha] bukan sebuah


pencapaian, bukan sebuah penyelesaian dari suatu pekerjaan,
bukan sebuah penciptaan, bukan sebuah puncak prestasi,
dsb-nya, tapi hanya tersadar. Hanya tersadar tentang diri kita
sendiri. Tersadar terhadap suatu hal sangat indah yang selalu
ada di dalam diri kita sendiri. Disaat kita menyadarinya, itulah
yang disebut mengalami pencerahan [Moksha].

Selama ini kita hanya tidak tahu [avidya]. Sepanjang


hidup kita sama sekali tidak dapat menyadarinya. Tapi dengan
mempraktekkan tehnik untuk mengalami pencerahan, kita
dalam sebuah proses spiritual untuk menyadari kembali hal
sangat indah yang selalu ada di dalam diri kita dari sejak awal
yang tidak berawal. Tiba-tiba suatu saat kita menyadarinya,
itulah mengalami pencerahan [Moksha]. Kita hanya tersadar.

Mengapa selama ini kita tidak dapat menyadarinya,


mengapa kita merasa pencerahan [Moksha] adalah sesuatu
yang sangat jauh, mengapa kita merasa pencerahan [Moksha]
adalah sesuatu yang sangat sulit, karena kita memiliki
kebiasaan untuk sangat menomersatukan dorongan yang
sebagian besar hanya dibuat-buat oleh manas dan ahamkara,
seperti perasaan, emosi, drama psikologi, tubuh fisik, intelek,
logika, dsb-nya.
Untuk dapat menyadari kenyataan diri kita yang sejati,
kesadaran alami yang damai, jernih dan terang, kita hanya
perlu merubah kebiasaan kita selama ini. Kita perlu memiliki
tekad untuk mempertahankan “kondisi yang tepat untuk
mengalami pencerahan” dan sekaligus memiliki keberanian
untuk meninggalkan semua yang hanya dibuat-buat oleh
manas dan ahamkara, seperti perasaan, emosi, drama
psikologi, tubuh fisik, intelek, logika, dsb-nya. Tanpa kemauan
untuk merubah kebiasaaan, kita pasti akan terus tenggelam di
dalam kesengsaraan.

MEMPERTAHANKAN KONDISI YANG TEPAT


UNTUK MENGALAMI PENCERAHAN

Kita semua manusia, umumnya bisa menjadi seorang


manusia dengan hati yang indah, yang baik hati, sabar,
bersyukur, dsb-nya, ketika segala sesuatu di sekitar kita,
semua sesuai dengan apa yang kita inginkan, ketika semua
orang di sekitar kita bertindak dan berperilaku sesuai dengan
apa yang kita inginkan. Disaat seperti itu, umumnya kita
semua manusia bisa menjadi seorang manusia dengan hati
yang indah.

Tapi ketika orang lain di sekitar kita bertindak dan


berperilaku tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, ketika
kehidupan tidak berjalan sesuai dengan apa yang kita
inginkan, maka kita akan berubah, kita tidak bisa lagi menjadi
menjadi seorang manusia dengan hati yang indah.
Hal itu disebabkan oleh dorongan dari sebentuk sistem
alami di dalam diri kita, yaitu manas [pikiran, perasaan, intelek,
logika] dan ahamkara [ego, ke-aku-an]. Sebentuk sistem alami
yang bekerja untuk membantu kita bertahan hidup dan
pertahanan diri di dunia ini. Manas dan ahamkara adalah
sistem di dalam diri kita yang bermanfaat, serta bekerja sangat
baik untuk tujuan bertahan hidup, pertahanan diri dan
menghindarkan kita dari bahaya.

Akan tetapi, manas dan ahamkara memiliki


“kebodohan” tersendiri, yaitu hanya fokus untuk tujuan
bertahan hidup dan pertahanan diri. Manas dan ahamkara
bisa mendorong kita tenggelam dalam ketidakpuasan,
keserakahan, kemarahan, kebencian, keresahan, kecemasan,
kesengsaraan, dsb-nya, karena itu bagian dari sistem untuk
bertahan hidup dan pertahanan diri. Hal itulah yang membuat
kita tidak dapat menyadari kesadaran alami, yang merupakan
kenyataan sejati diri kita. Bahkan seringkali kemudian malah
membuat hidup kita berpotensi masuk jurang kerumitan
hidup, penderitaan dan kesengsaraan.

Dorongan manas dan ahamkara membuat kita


memandang hidup ini terlalu serius. Fokus hidup kita hanya
berjuang sekuat tenaga dan bersaing demi prestasi,
kekuasaan, kekayaan, jabatan, ketenaran, pujian, kekaguman,
kehormatan, dsb-nya. Banyak kita manusia tidak sadar bahwa
dibandingkan umur alam semesta, semua itu hanya sesingkat
kilatan cahaya petir di langit malam, tapi banyak manusia
menganggapnya sebagai hal terpenting. Kita berkejaran dan
tidak bisa lebih santai dengan kehidupan. Kita memandang
hidup ini terlalu serius.
Dorongan manas dan ahamkara membuat kita
memandang “diri saya” menjadi terlalu penting. “Diri saya”
adalah logika saya, perasaan saya, kepentingan saya dan
tubuh fisik saya. Ketika logika, perasaan, kepentingan dan
tubuh fisik, yang sangat terbatas ini menjadi terlalu penting,
itu adalah masalah kehidupan yang besar, karena akan
membuat kita tenggelam dalam kesengsaraan. Tidak peduli
seberapa keras kita berusaha, kita tidak akan bisa menyadari
kenyataan sejati diri kita. Kita tidak akan bisa mengalami
pencerahan [Moksha].

Jika kita merenungkan seluruh alam semesta ini, galaksi


bima sakti hanyalah sebuah titik debu yang sangat kecil. Di
dalam titik debu yang amat sangat kecil tersebut, tata surya
kita adalah titik yang jauh lebih sangat kecil lagi. Di dalam titik
yang jauh lebih sangat kecil tersebut, planet bumi hanyalah
sebuah titik yang jauh lebih super sangat kecil lagi. Di dalam
titik yang jauh lebih super sangat kecil lagi tersebut, kita
menganggap diri kita adalah “hal terbesar” [hal terpenting] di
seluruh alam semesta ini.

Dorongan manas dan ahamkara membuat kita


memiliki pertahanan diri yang terlalu kuat. Perhatikan kapan
saja ketika dari dalam diri kita muncul dorongan untuk
melawan, itu tidak lain adalah dorongan yang muncul dari
manas dan ahamkara. Terutama karena manas dan ahamkara
hanya dapat memahami kita secara sangat terbatas, yaitu
hanya di tingkatan pikiran dan tubuh fisik. Sehingga kapan
saja kita akan bersentuhan dengan diri kita di tingkatan yang
melampaui pikiran dan tubuh fisik [kesadaran alami,
pencerahan, Moksha], maka manas dan ahamkara akan
memunculkan dorongan untuk melawan. Manas dan
ahamkara sebagai sebuah sistem, akan selalu berusaha
membelenggu kita di tingkatan pikiran dan tubuh fisik, karena
manas dan ahamkara hanya dapat memahami kita secara
sangat terbatas di tingkatan pikiran dan tubuh fisik. Akibatnya
dalam berbagai segi kehidupan kita hanya menjadi sebatas
urusan bertahan hidup dan pertahanan diri. Hal itu juga yang
mendorong kita untuk melawan, membuat kita tenggelam
dalam ketidakpuasan, keserakahan, kemarahan, kebencian,
keresahan, kecemasan, kesengsaraan, dsb-nya.

Tanpa kecerdasan spiritual untuk mengelola manas


dan ahamkara, tanpa kecerdasan spiritual untuk mengelola
dorongan sistem alami untuk bertahan hidup dan pertahanan
diri, dapat membuat perjalanan hidup kita berbahaya, bahkan
masuk jurang kesengsaraan dan sekaligus dapat membuat
perjalanan Atma dalam samsara jatuh ke alam rendah.

Sejujurnya, jika kita hanya terfokus pada urusan


bertahan hidup dan pertahanan diri, maka kita tidak ada
bedanya dengan binatang predator yang setiap hari berburu
makanan. Dalam berbagai sisi kehidupan kita selalu mencari
apa yang bisa kita dapat untuk “diri saya”. Tidak berarti hal itu
salah. Tidak berarti manas dan ahamkara salah. Sama sekali
tidak. Hanya saja, jika kita hanya terfokus pada urusan
bertahan hidup dan pertahanan diri, hal itu berarti bahwa
dalam evolusi kesadaran kita sudah mengalami suatu
kemunduran. Tubuh fisik kita manusia, tapi di dalam diri kita
mirip binatang predator yang setiap hari berburu makanan.
Mencari. Menunggu. Apa sesuatu yang bisa kita dapat dalam
hidup ini. Apa sesuatu yang bisa kita dapat dari orang lain.
Hal terpenting terlahir sebagai manusia, kita adalah
satu-satunya mahluk hidup di planet bumi ini yang bisa
memilih mau kita bawa kemana arah dari evolusi kesadaran
kita. Mahluk hidup lain di planet bumi tidak dapat
melakukannya, mereka tidak dapat memilih. Alam membuat
mereka hanya bisa terfokus pada urusan bertahan hidup dan
pertahanan diri. Inilah hal terpenting dan berkah terindah
terlahir sebagai manusia, kita bisa sepenuhnya bebas memilih
mau kita bawa kemana arah evolusi kesadaran kita.

Kita manusia bisa memilih :

[1]. Menjalani hidup dengan sepenuhnya mengikuti dorongan


dari manas dan ahamkara, hanya terfokus pada mengikuti
dorongan dari sistem alami untuk bertahan hidup dan
pertahanan diri. Seperti yang dilakukan binatang. Untuk
kemudian tenggelam di dalam lingkaran kesengsaraan.

[2]. Mengalami evolusi kesadaran, dengan cara menjalani


hidup dengan kecerdasan spiritual untuk mengelola manas
dan ahamkara, mengelola dorongan sistem untuk bertahan
hidup dan pertahanan diri. Yaitu kita mau membiasakan diri
menjalankan urusan bertahan hidup dan mempertahankan
“kondisi yang tepat untuk mengalami pencerahan”, secara
bersama-sama. Untuk kemudian suatu saat di dalam
perjalanan hidup kita, sesuatu di dalam diri kita akan mekar,
sesuatu yang sangat indah.

[3]. Mengalami evolusi kesadaran tertinggi, dengan cara


menjalani hidup dengan melampaui manas dan ahamkara,
untuk kemudian mengalami pencerahan [Moksha].
Kesadaran alami yang damai, jernih dan terang
[pencerahan] ada di dalam diri kita sepanjang waktu. Hanya
saja kita belum bisa menyadarinya [avidya].

Pada dasarnya, secara alami kita semua manusia


memiliki hati yang indah, karena kesadaran alami merupakan
kenyataan sejati diri kita. Tapi masalah utamanya adalah kita
tidak mau berusaha membiasakan diri mempertahankan
keindahan hati kita. Terkadang kita baik hati, terkadang kita
sabar, terkadang kita penuh rasa syukur, tapi begitu sesuatu
hal terjadi, kita tidak mau berusaha mempertahankan
keindahan hati kita tersebut. Hal itu terjadi karena kita
mengikuti dorongan dari manas dan ahamkara.

Sekuntum bunga yang mekar menyebarkan semerbak


bau harum mewangi dan apapun yang terjadi bunga itu terus
mempertahankan bau harum mewanginya. Entah ada orang
yang memetiknya, entah ada binatang lewat yang
menginjaknya, dsb-nya, bunga itu tidak pernah marah dan
protes, tapi dia tetap tekun menyebarkan semerbak bau
harum mewanginya.

Tapi kita manusia tidak seperti itu. Ketika orang lain


bertindak dan berperilaku tidak sesuai dengan apa yang kita
inginkan, ketika kehidupan tidak berjalan sesuai dengan apa
yang kita inginkan, maka kita akan marah, atau protes, atau
yang lainnya. Kita tidak mau mempertahankan keindahan hati
kita. Itulah yang sering terjadi. Karena kita mengikuti
dorongan dari manas dan ahamkara yang hanya dapat
memahami kita secara sangat terbatas di tingkatan pikiran
dan tubuh fisik, sehingga kita gagal untuk bersentuhan
dengan diri kita di tingkatan yang melampaui pikiran dan
tubuh fisik, yaitu pencerahan [Moksha].

Berusaha membiasakan diri untuk mempertahankan


kondisi keindahan hati kita, itulah yang hendaknya tekun terus
kita lakukan. Berusaha tekun terus-menerus mempertahankan
“kondisi yang tepat untuk mengalami pencerahan”, itulah
tehnik untuk mengalami pencerahan.

Sebagian manusia memandang jalan spiritual seperti


sebuah hiburan. Mengikuti pelatihan, mengikuti kursus,
mengikuti retret, dsb-nya, atau bahkan berdebat disana sini
tentang Tuhan, tentang Atma atau tidak ada Atma, tentang
perbedaan Moksha dan Nirvana, dsb-nya, tapi tidak memiliki
tekad dan keberanian untuk mempertahankan keindahan
hatinya di dalam. Itu bukanlah menapaki jalan spiritual, tapi
hanya sebentuk hiburan saja. Menapaki jalan spiritual yang
sesungguhnya adalah memiliki tekad dan keberanian untuk
mempertahankan keindahan hati kita di dalam.

Jika kita mau membiasakan diri terus-menerus tekun


dan tulus mempraktekkan mempertahankan “kondisi yang
tepat untuk mengalami pencerahan”, untuk mengembalikan
tubuh, pikiran, perasaan dan energi di dalam diri kita pada
keadaan alaminya yang sejati, kemudian bunga yang sangat
indah akan mekar di dalam diri kita.

Kita tidak bisa berusaha mengejar atau mencapai


pencerahan, karena itu sudah ada di dalam diri kita sepanjang
waktu. Kita hanya perlu terus-menerus mempertahankan
“kondisi yang tepat untuk mengalami pencerahan”, sambil
dengan amat sangat sabar menunggu dan kemudian suatu
saat pencerahan [Moksha] akan terjadi.

Ketika kita mengalami pencerahan [Moksha], hal itu


merupakan kejadian yang lebih terang dari hari yang paling
cerah. Sehingga mengalami pencerahan bukan merupakan
suatu kejadian yang bisa kita lewatkan begitu saja. Mengalami
pencerahan bukan sebuah kejadian kecil yang bisa kita
lewatkan begitu saja. Ketika kita mengalami pencerahan
[Moksha], kita pasti akan tahu.

Ketika sesuatu yang sangat indah terjadi di dalam diri


kita, sesuatu yang demikian amat sangat indahnya, yang tidak
dapat dijelaskan dengan kata-kata. Itu sebabnya setiap orang
yang sudah mengalaminya pasti diam. Karena penjelasan
seperti apapun akan salah.

Inilah suatu bentuk keindahan dari alam semesta ini,


yaitu entah kita mengetahui atau tidak mengetahui, entah kita
menyadari atau tidak menyadari, tapi jika kita terus-menerus
tekun melakukan langkah indah yang tepat, maka secara pasti
hal yang sangat indah akan terjadi pada diri kita. Itulah
sebentuk keindahan dari alam semesta ini.
Pembahasan 4 :
TEHNIK SEDERHANA UNTUK
MENGALAMI PENCERAHAN
[MOKSHA]

Sebelum kita membahas topik utama dari buku ini,


yaitu tehnik sederhana untuk pencerahan [Moksha], maka
sebelumnya kita perlu merenungkan tentang 4 [empat] benih
kesadaran alami.

Kesadaran alami memiliki banyak berbagai benih yang


beragam. Akan tetapi dalam rangka kita mempelajari tehnik
sederhana untuk pencerahan [Moksha], maka terlebih dahulu
kita perlu hening sejenak untuk merenungkan tentang cukup
hanya 4 [empat] saja dari benih-benih kesadaran alami, karena
hal tersebut terkait erat dengan tehnik yang akan dibahas
kemudian. Yaitu 4 [empat] benih sebagai berikut :

== Keikhlasan sempurna.
== Kebaikan dan kemurahhatian yang tulus.
== Tidak pernah marah.
== Rasa syukur dan rasa terimakasih yang dalam.

Renungkan dengan baik tentang 4 [empat] hal dari


benih-benih kesadaran alami tersebut.
MEMPERTAHANKAN KONDISI YANG TEPAT
UNTUK MENGALAMI PENCERAHAN

Tehnik ini merupakan suatu tehnik sederhana untuk


pencerahan [Moksha]. Sederhana tidak berarti mudah atau
gampang untuk dipraktekkan. Sederhana berarti tehniknya
yang sederhana. Tehniknya tidak banyak, tidak rumit, mudah
dimengerti dan langsung bisa dipraktekkan, sehingga tinggal
kita tekun untuk melakukannya sepanjang waktu berbaur
dengan kesibukan kehidupan sehari-hari.

Tehnik sederhana untuk pencerahan [Moksha], yaitu


pilihlah salah satu dari 4 [empat] benih kesadaran alami
tersebut, yang merupakan “kondisi yang tepat untuk
mengalami pencerahan”. Pilih yang paling cocok dan sesuai
dengan diri kita. Entah keikhlasan, kebaikan hati, tidak pernah
marah, rasa syukur, hal itu terserah, pilihlah hanya salah satu
saja sesuai pilihan kita.

Jangan meminta saran orang lain memilihnya untuk


kita. Karena setiap orang memiliki kondisi dan latar belakang
yang berbeda-beda. Setiap orang unik dan otentik. Hanya diri
kita sendirilah yang paling tahu, pilihan mana yang paling
cocok dan sesuai untuk diri kita.

Setelah menentukan pilihan, kemudian berusahalah


dengan tekad dan sungguh-sungguh untuk terus-menerus
mempertahankan “kondisi yang tepat untuk mengalami
pencerahan” tersebut setiap saat setiap waktu, sepanjang
perjalanan hidup kita. Suatu perpaduan antara menjalankan
kesibukan kehidupan kita sehari-hari dan terus-menerus
mempertahankan “kondisi yang tepat untuk mengalami
pencerahan” tersebut secara bersama-sama. Maka di dalam
perjalanan hidup kita sesuatu akan mekar, sesuatu yang
sangat indah.

Tidak usah banyak-banyak, cukup kita pilih hanya satu


saja, entah keikhlasan, kebaikan hati, tidak pernah marah, rasa
syukur, hal itu terserah, tapi berusahalah terus-menerus
mempertahankannya setiap saat setiap waktu, sepanjang
perjalanan hidup kita. Apapun yang terjadi dalam hidup kita,
tekunlah berusaha terus-menerus mempertahankan “kondisi
yang tepat untuk mengalami pencerahan” tersebut. Cukup
hanya itu saja dan kita sudah mulai menapaki perjalanan
spiritual yang dalam.

Hindari berusaha mengejar pencerahan, atau berusaha


mencapai pencerahan, karena kita tidak akan pernah sampai
kemana-mana. Kita tidak bisa berusaha mengejar atau
mencapai pencerahan, karena itu sudah ada di dalam diri kita
sepanjang waktu. Kita hanya perlu tekun terus-menerus
mempertahankan “kondisi yang tepat untuk mengalami
pencerahan”, yaitu salah satu dari 4 [empat] benih kesadaran
alami pilihan kita sendiri.

Sebab utama kenapa banyak manusia merasakan ada


jarak yang jauh antara dirinya dan pencerahan [Moksha],
kenapa banyak manusia merasakan pencerahan sangat sulit,
adalah karena kita TIDAK KONSISTEN. Kita tidak ada tekad
dan kemauan untuk merubah kebiasaan mengikuti dorongan
dari manas dan ahamkara. Kita tidak memiliki tekad dan
keberanian untuk membiasakan diri mempertahankan
“kondisi yang tepat untuk mengalami pencerahan” secara
konsisten dan terus-menerus. Akibatnya kita mudah
tenggelam di dalam kesengsaraan.

Terkadang kita baik hati, terkadang kita sabar,


terkadang kita penuh rasa syukur, tapi begitu dalam hidup
terjadi hal yang tidak menyenangkan, menyakitkan, atau tidak
sesuai harapan dan keinginan, kita tidak memiliki tekad dan
keberanian untuk berusaha mempertahankan keindahan hati
kita tersebut. Ketidakkonsistenan seperti itulah yang
membuat kita merasa pencerahan [Moksha] seperti sangat
jauh dan sangat sulit.

Proses spiritual yang tepat bukanlah berusaha


mengejar atau “mencapai” pencerahan. Tapi berusaha tekun
dan konsisten terus-menerus mempertahankan “kondisi yang
tepat untuk mengalami pencerahan”, sambil dengan amat
sangat sabar terus menunggu. Suatu saat, bunga yang sangat
indah akan mekar di dalam diri kita. Kemudian suatu ketika
jika kondisinya sudah tepat, kita akan mengalami pencerahan
[Moksha].
Pembahasan 5 :
PENJELASAN PRAKTEK

=== KEIKHLASAN SEMPURNA


Jika kita merasa bahwa KEIKHLASAN SEMPURNA adalah
benih kesadaran alami yang paling cocok dan sesuai dengan diri
kita, maka tekunlah untuk terus-menerus tanpa henti
mempertahankan cukup yang satu ini saja, yaitu KEIKHLASAN
SEMPURNA, terus-menerus setiap saat setiap waktu, apapun
yang terjadi, sepanjang perjalanan hidup kita.

Suatu perpaduan antara menjalankan kesibukan


kehidupan kita sehari-hari, sekaligus memiliki tekad dan
keberanian untuk terus-menerus konsisten mempertahankan
KEIKHLASAN SEMPURNA, setiap saat setiap waktu, tidak peduli
apapun yang terjadi dalam kehidupan kita. Sambil dengan amat
sangat sabar terus menunggu. Suatu saat, bunga yang sangat
indah akan mekar di dalam diri kita. Kemudian suatu ketika jika
kondisinya sudah tepat, kita akan mengalami pencerahan
[Moksha].

=====================

Kehidupan ini seringkali membawa berbagai bentuk


rasa sakit, kesedihan dan kesengsaraan ke dalam kehidupan
kita. Sesungguhnya, saat-saat mengalami rasa sakit adalah
saat-saat terbaik untuk membersihkan “tanah berlumpur”
manas dan ahamkara, yang menutupi “permata indah”
kesadaran alami di dalam diri kita. Caranya adalah dengan
menerimanya dalam keikhlasan sempurna.

Hadapilah setiap rasa sakit yang diberikan kehidupan


dengan keikhlasan sempurna. Laksana memurnikan emas
melalui api, kesadaran kita dimurnikan melalui rasa sakit dan
luka-luka perasaan, yang kita tanggapi dengan keikhlasan
sempurna. Jika kita tekun dan tulus untuk menerima rasa sakit
dan luka-luka perasaan, dengan keikhlasan sempurna, maka
rasa sakit dan luka-luka perasaan akan sangat membersihkan
belenggu manas dan ahamkara.

Jika kita melawan, ketika dari dalam diri kita muncul


dorongan untuk melawan, itu muncul dari manas [pikiran,
perasaan, intelek, logika] dan ahamkara [ego, ke-aku-an],
sebuah sistem di dalam diri kita untuk bertahan hidup dan
pertahanan diri. Tapi manas dan ahamkara hanya memahami
kita secara sangat terbatas. Terbatas hanya di tingkatan
pikiran dan tubuh fisik, sehingga manas dan ahamkara selalu
berusaha membelenggu kita di tingkatan pikiran dan tubuh
fisik. Tapi jika kita ingin bersentuhan dengan diri kita di
tingkatan yang melampaui pikiran dan tubuh fisik, yaitu
pencerahan [Moksha], maka hendaknya kita berhenti
melawan. Kita berusaha terus-menerus menerima rasa sakit
dan luka-luka perasaan dengan keikhlasan sempurna.

Sangat sedikit ada manusia yang menyadari bahwa ada


rahasia berkah spiritual yang sangat indah di balik keikhlasan
sempurna di dalam menerima setiap rasa sakit dan luka-luka
perasaan dalam kehidupan. Itulah tehnik tersingkat dan
terpendek untuk membuat kita semakin dapat menyadari
kenyataan sejati diri kita, yaitu kesadaran alami yang damai,
jernih dan terang.

Dengan keikhlasan sempurna untuk menerima rasa


sakit dan luka-luka perasaan, itu bisa menjadi tehnik
tersingkat dan terpendek untuk membuat kita semakin dapat
melampaui manas dan ahamkara, semakin dapat melampaui
pikiran dan tubuh fisik. Begitu rasa sakit dan luka-luka
perasaan dapat terus kita lewati lagi, lagi dan lagi, dengan
keikhlasan sempurna, maka kita juga akan semakin bisa
bersentuhan dengan diri kita di tingkatan yang melampaui
pikiran dan tubuh fisik, yaitu pencerahan [Moksha].

Keikhlasan sempurna akan sangat berat dilakukan oleh


manusia yang sangat kuat terbelenggu oleh manas [pikiran,
perasaan, intelek, logika] dan ahamkara [ego, ke-aku-an],
yang insting bertahan hidup dan pertahanan dirinya masih
sangat kuat mendominasi. Orang seperti ini akan mudah
masuk jurang kesengsaraan dan sulit naik kembali.

Sesungguhnya, kegagalan kita untuk mempraktekkan


keikhlasan sempurna, tidak disebabkan oleh berapa besarnya
kesalahan orang lain, tapi disebabkan oleh masih kuatnya kita
tenggelam di dalam belenggu manas dan ahamkara. Kita
masih terbelenggu di tingkatan pikiran dan tubuh fisik.

Untuk dapat melampaui manas dan ahamkara, untuk


dapat melampaui pikiran dan tubuh fisik, untuk dapat
menyadari kembali kenyataan sejati diri kita, yaitu kesadaran
alami yang damai, jernih dan terang, kita tidak punya pilihan
lain selain terus-menerus mempertahankan “kondisi yang
tepat untuk mengalami pencerahan”. Dalam pilihan tehnik ini,
yaitu terus-menerus secara konsisten menerima setiap rasa
sakit dan luka-luka perasaan dengan keikhlasan sempurna,
sepanjang perjalanan hidup kita, setiap saat setiap waktu,
kapan saja dimana saja, tidak peduli apapun yang terjadi
dalam kehidupan kita.

Suatu perpaduan antara menjalankan kesibukan


kehidupan kita sehari-hari, sekaligus memiliki tekad dan
keberanian untuk terus-menerus konsisten mempertahankan
KEIKHLASAN SEMPURNA, setiap saat setiap waktu, kapan saja
dimana saja, tidak peduli apapun yang terjadi dalam
kehidupan kita. Sambil dengan amat sangat sabar terus
menunggu. Maka suatu saat, bunga yang sangat indah akan
mekar di dalam diri kita. Kemudian suatu ketika jika kondisinya
sudah sesuai, kita akan mengalami pencerahan [Moksha].

=====================
TEHNIK TAMBAHAN PENTING :

Jika kita memilih tehnik KEIKHLASAN SEMPURNA, maka


maka lakukanlah tehnik tambahan penting hal ini :

[1]. Hindari untuk melakukan curhat, apalagi mengeluh, protes,


dan sejenisnya. Karena hal itu berarti kita membuat rintangan
baru yang besar, yang sekaligus akan membuat kita mengalami
kemunduran dalam proses spiritual kita ini.

Curhat, apalagi mengeluh, protes, dan sejenisnya, adalah


jebakan yang sangat memerangkap. Rasanya melegakan dan
memuaskan, tapi di kedalaman hal itu akan tambah menyalakan
kobaran api di dalam diri. Hal itu dapat membuat semua benih
kesadaran alami di dalam diri kita layu dan mati, digantikan
dengan kekuatan yang menyebut diri sebagai korban yang kuat
sekali. Kekuatan ini tidak jauh-jauh dari topik : saya benar orang
lain salah, saya baik dan orang lain jahat, dsb-nya. Seperti nyala
api, jika diikuti terus-menerus, kekuatan berbahaya ini akan
semakin membesar, bahkan bisa menjadi kobaran api yang
sangat membakar. Orang yang sudah menjadi seperti ini, chakra
anahata-nya akan sangat gelap. Ciri utamanya adalah memiliki
kesulitan untuk mencintai.

[2]. Jika kita seorang pemula [baru mulai melakukan tehnik ini],
setiap kita sudah melakukan suatu keikhlasan sempurna, kita
ucapkan dalam hati doa :

“Semua mahluk yang menyakiti dan melukai, laksana permata


berharga yang membuat saya bisa mengalami pencerahan. Oleh
karena itu, ijinkan saya mengambil kekalahan ini dan
memberikan kemenangan kepada orang lain sebagai berkah
spiritual yang tertinggi”.
=== KEBAIKAN DAN
KEMURAHHATIAN YANG TULUS
Jika kita merasa bahwa KEBAIKAN HATI DAN
KEMURAHHATIAN YANG TULUS adalah benih kesadaran alami
yang paling cocok dan sesuai dengan diri kita, maka tekunlah
untuk terus-menerus tanpa henti mempertahankan cukup yang
satu ini saja, yaitu KEBAIKAN HATI DAN KEMURAHHATIAN
YANG TULUS, terus-menerus setiap saat setiap waktu, apapun
yang terjadi, sepanjang perjalanan hidup kita.

Suatu perpaduan antara menjalankan kesibukan


kehidupan kita sehari-hari, sekaligus memiliki tekad dan
keberanian untuk terus-menerus konsisten mempertahankan
KEBAIKAN HATI DAN KEMURAHHATIAN YANG TULUS, setiap
saat setiap waktu tidak peduli apapun yang terjadi dalam
kehidupan kita. Sambil dengan amat sangat sabar terus
menunggu. Suatu saat, bunga yang sangat indah akan mekar di
dalam diri kita. Kemudian suatu ketika jika kondisinya sudah
tepat, kita akan mengalami pencerahan [Moksha].

=====================

Di dalam diri kita terdapat manas [pikiran, perasaan,


intelek, logika] dan ahamkara [ego, ke-aku-an], yang
merupakan sebuah sistem yang baik, yang memiliki tujuan
dan manfaat untuk membantu kita bertahan hidup dan
pertahanan diri di dunia ini. Akan tetapi, manas dan ahamkara
memiliki “sebentuk kebodohan” tersendiri, yaitu semata-mata
hanya fokus untuk tujuan bertahan hidup dan pertahanan diri.
Akibatnya, jika kita terlalu mengikuti dorongan dan insting
dari sistem ini, seringkali kemudian malah membuat hidup
kita berpotensi masuk jurang kerumitan hidup, penderitaan
dan kesengsaraan.

Di dalam diri kita juga terdapat kesadaran alami, yang


merupakan kenyataan sejati diri kita, yang damai, jernih dan
terang. Hal itu selalu ada di dalam diri kita dan tidak pernah
hilang. Laksana permata sangat berharga yang tersembunyi
oleh selubung “tanah berlumpur” manas dan ahamkara.
Permata itu tidak pernah hilang, hanya tersembunyi oleh
selubung “tanah berlumpur” manas dan ahamkara.

Kunci penting jika kita memilih tehnik KEBAIKAN HATI


DAN KEMURAHHATIAN YANG TULUS adalah, setiap kali kita
melihat mahluk lain, berhenti berpikir “apa yang bisa saya
dapat dari orang ini ?”. Hal itu muncul dari dorongan manas
dan ahamkara, yang membuat kita memandang “diri saya”
menjadi terlalu penting. Dalam berbagai sisi kehidupan kita
selalu mencari apa yang bisa kita dapat untuk “diri saya”. Kita
mirip binatang predator yang setiap hari berburu makanan.
Mencari. Menunggu. Apa sesuatu yang bisa kita dapat dalam
hidup ini. Apa sesuatu yang bisa kita dapat dari orang lain. Itu
adalah awal mula dari berbagai macam kesengsaraan.

Oleh karena itu, berpikirlah sebaliknya. Setiap kali kita


melihat mahluk lain, renungkan di dalam diri “apa yang bisa
saya lakukan untuk orang ini ?”.

Jika kita memiliki tekad dan keberanian untuk secara


terus-menerus konsisten mempertahankan kebaikan hati dan
kemurahhatian yang tulus, setiap saat setiap waktu tidak
peduli apapun yang terjadi dalam kehidupan kita, maka hal itu
secara alami dengan sendirinya akan membersihkan “tanah
berlumpur” manas dan ahamkara. Sehingga suatu saat, tanpa
perlu berusaha terlalu keras, tiba-tiba sesuatu yang sangat
indah akan mekar di dalam diri kita.

Sebaliknya, jika kita tidak mau tekun membersihkan


“tanah berlumpur” manas dan ahamkara, melalui kebaikan
hati dan kemurahhatian yang tulus, maka “tanah berlumpur”
manas dan ahamkara akan membuat kita dicengkeram kuat
oleh ketidakbahagiaan dan kesengsaraan. Artinya, manusia
yang jarang-jarang mau untuk melakukan kebaikan dan
kemurahhatian yang tulus, hanya masalah waktu saja dia akan
terbenam di dalam ketidakbahagiaan dan kesengsaraan.

Coba kita perhatikan orang-orang yang jarang-jarang


mau melakukan kebaikan dan kemurahhatian yang tulus,
hidupnya akan kering, banyak masalah dan pikirannya mudah
gelisah. Pertanda lainnya, dia mudah curiga, mudah marah
dan tersinggung, mudah putus asa, atau sulit tidur.

Sebaliknya coba kita perhatikan orang-orang baik hati


yang tulus, yang suka menolong, yang suka melakukan
pelayanan, yang murah hati, yang suka memberi, dsb-nya, dia
pikirannya relatif tenang dan stabil. Dia lebih jarang marah,
lebih jarang merasa takut, lebih jarang merasa kesepian, lebih
jarang merasa resah dan gelisah.

Jika kita merasa sulit untuk melakukan kebaikan hati


dan kemurahhatian yang tulus, ketika dari dalam diri kita
muncul dorongan untuk memikirkan atau mementingkan diri
sendiri, itu muncul dari manas [pikiran, perasaan, intelek,
logika] dan ahamkara [ego, ke-aku-an], sebuah sistem di
dalam diri kita untuk bertahan hidup dan pertahanan diri. Tapi
manas dan ahamkara hanya memahami kita secara sangat
terbatas. Terbatas hanya di tingkatan pikiran dan tubuh fisik,
sehingga manas dan ahamkara selalu berusaha
membelenggu kita di tingkatan pikiran dan tubuh fisik. Tapi
jika kita ingin bersentuhan dengan diri kita di tingkatan yang
melampaui pikiran dan tubuh fisik, yaitu pencerahan
[Moksha], maka hendaknya kita terus-menerus konsisten
mempertahankan kebaikan hati dan kemurahhatian yang
tulus, setiap saat setiap waktu, kapan saja dimana saja, tidak
peduli apapun yang terjadi dalam kehidupan kita.

Kebaikan hati dan kemurahhatian yang tulus memiliki


ruas-ruas yang sangat luas dan beragam. Tidak hanya sebatas
melakukan suatu pemberian uang, barang, makanan, benda,
dsb-nya. Tapi juga memberikan pertolongan, memberikan
pelayanan, memberikan kebahagiaan, dsb-nya. Semua hal itu
juga merupakan praktek kebaikan hati dan kemurahhatian
yang tulus.

Bahkan hal-hal kecil juga merupakan kebaikan hati dan


kemurahhatian yang tulus. Misalnya [contoh], jika di rumah
ada piring kotor segeralah kita cuci bersih, kalau rumah
sedang kotor ambil sapu dan pel lalu bersihkan. Itu kita
lakukan dengan sikap penuh pelayanan, dengan suka-cita dan
diam, tidak usah mengeluh siapa yang seharusnya punya
tugas mencuci piring atau membersihkan rumah.

Tekun terus-menerus konsisten mempertahankan


kebaikan hati dan kemurahhatian yang tulus, setiap saat
setiap waktu tidak peduli apapun yang terjadi dalam
kehidupan kita, hal itu tidak hanya berguna bagi mahluk lain,
tapi terutama sekali sangat berguna untuk diri kita sendiri.
Karena hal itu sesungguhnya tidak hanya sebatas membantu,
menolong, membahagiakan, atau menyelamatkan mahluk
lain, tapi sekaligus juga akan membuat kita semakin bisa
bersentuhan dengan bagian dari diri kita sendiri di tingkatan
yang melampaui pikiran dan tubuh fisik, yaitu pencerahan
[Moksha].

Untuk dapat melampaui manas dan ahamkara, untuk


dapat melampaui pikiran dan tubuh fisik, untuk dapat
menyadari kembali kenyataan sejati diri kita, yaitu kesadaran
alami yang damai, jernih dan terang, kita tidak punya pilihan
lain selain terus-menerus mempertahankan “kondisi yang
tepat untuk mengalami pencerahan”. Dalam pilihan tehnik ini,
yaitu terus-menerus secara konsisten mempertahankan dan
mempraktekkan kebaikan hati dan kemurahhatian yang tulus
sepanjang perjalanan hidup kita, setiap saat setiap waktu,
kapan saja dimana saja, tidak peduli apapun yang terjadi
dalam kehidupan kita.

Suatu perpaduan antara menjalankan kesibukan


kehidupan kita sehari-hari, sekaligus memiliki tekad dan
keberanian untuk terus-menerus konsisten mempertahankan
KEBAIKAN HATI DAN KEMURAHHATIAN YANG TULUS, setiap
saat setiap waktu, kapan saja dimana saja, tidak peduli apapun
yang terjadi dalam kehidupan kita. Sambil dengan amat
sangat sabar terus menunggu. Maka suatu saat, bunga yang
sangat indah akan mekar di dalam diri kita. Kemudian suatu
ketika jika kondisinya sudah sesuai, kita akan mengalami
pencerahan [Moksha].

=====================
TEHNIK TAMBAHAN PENTING :

Jika kita memilih tehnik KEBAIKAN HATI DAN


KEMURAHHATIAN YANG TULUS, maka lakukanlah tehnik
tambahan penting hal ini :

[1]. Setiap kita sudah melakukan suatu kebaikan, pemberian,


pelayanan, dsb-nya, kita ucapkan dalam hati doa “semoga
semua mahluk bahagia bebas derita” sebanyak 3 [tiga] kali.

[2]. Setiap kita sudah melakukan suatu kebaikan, pemberian,


pelayanan, dsb-nya, maka segera lepaskan [lupakan]. Karena
kadang terjadi, segala kebaikan yang pernah kita lakukan cepat
sekali dilupakan orang. Bahkan terkadang terjadi kita malah
dijelek-jelekkan. Agar kebaikan yang pernah kita lakukan tidak
kelak justru kemudian membakar membuat kita marah, maka
lakukan kebaikan dan segera lepaskan [lupakan]. Hal ini juga
sangat penting untuk menjaga ketulusan kita.
=== TIDAK PERNAH MARAH
Jika kita merasa bahwa TIDAK PERNAH MARAH adalah
benih kesadaran alami yang paling cocok dan sesuai dengan diri
kita, maka tekunlah untuk terus-menerus tanpa henti
mempertahankan cukup yang satu ini saja, yaitu TIDAK
PERNAH MARAH, terus-menerus setiap saat setiap waktu,
apapun yang terjadi, sepanjang perjalanan hidup kita.

Suatu perpaduan antara menjalankan kesibukan


kehidupan kita sehari-hari, sekaligus memiliki tekad dan
keberanian untuk terus-menerus konsisten mempertahankan
TIDAK PERNAH MARAH, setiap saat setiap waktu tidak peduli
apapun yang terjadi dalam kehidupan kita. Sambil dengan amat
sangat sabar terus menunggu. Suatu saat, bunga yang sangat
indah akan mekar di dalam diri kita. Kemudian suatu ketika jika
kondisinya sudah tepat, kita akan mengalami pencerahan
[Moksha].

=====================

Kunci penting jika kita memilih tehnik TIDAK PERNAH


MARAH adalah merubah kebiasaan kita mengkerangkakan
pikiran ke dalam dualitas positif-negatif. Seperti baik-buruk,
menyenangkan-tidak menyenangkan, salah-benar, suka-tidak
suka, mengganggu-tidak mengganggu, dsb-nya. Tapi belajar
untuk melihat dan menanggapi segala sesuatu sebagaimana
adanya secara sangat polos [tanpa penilaian].
Kebiasaan kita umumnya :

Saya tidak suka jika jalan macet. Saya suka jika jalan lancar.
Saya tidak suka jika melihat rumah berantakan. Saya suka jika
melihat rumah rapi.
Saya tidak suka jika disediakan rujak bangkuang. Saya suka
jika disediakan rujak mangga.
Pasangan kurang perhatian itu salah. Pasangan penuh
perhatian itu benar.
Mertua cerewet itu salah. Mertua polos itu benar.
Anak nakal itu salah. Anak penurut itu benar.
Jika tetangga memuji itu baik. Jika tetangga menghina itu
buruk.
Saya tidak suka jika tetangga menghidupkan musik keras.
Saya suka jika tetangga sepi.

Dalam berbagai segi kehidupan, kita memiliki suatu


kebiasaan di dalam diri untuk mengkerangkakan pikiran ke
dalam dualitas positif-negatif.

Jika kita dapat merubah kebiasaan di dalam diri kita


tersebut, jika kita dapat berhenti mengkerangkakan pikiran
kita ke dalam dualitas positif-negatif, jika kita dapat melihat
dan menanggapi segala sesuatu sebagaimana adanya secara
sangat polos [tanpa penilaian], sekaligus diam dan tersenyum,
maka itu berarti 80% tugas kita untuk TIDAK PERNAH MARAH
sudah selesai. Kita tinggal menyelesaikan sisanya yang lagi
sebanyak 20% saja.

Sifat alami dari kehidupan adalah terus-menerus


berputar dalam dualitas tanpa bisa dihentikan. Malam
menjadi siang, siang menjadi malam. Bunga menjadi sampah,
sampah menjadi bunga. Ada saatnya hidup kita mudah, ada
saatnya hidup kita susah. Ada saatnya kita merasa damai, ada
saatnya kita mengalami bad mood. Orang yang mencaci hari
ini, bisa memuji di hari lain. Orang yang memuji hari ini, bisa
mencaci di hari yang lain. Orang yang membuat bahagia saat
ini, bisa membuat sengsara di waktu yang lain. Orang yang
membuat sengsara saat ini, bisa membuat bahagia di waktu
yang lain. Sekarang tubuh kita sakit, nanti tubuh kita sehat.
Sekarang tubuh kita lemas, nanti tubuh kita segar. Ada
saatnya hidup bahagia, ada saatnya hidup sedih.

Tugas spiritual kita kemudian adalah tidak pernah


marah ketika putaran kehidupan sedang dalam keadaan tidak
menyenangkan, atau ketika putaran kehidupan sedang tidak
sesuai harapan dan keinginan kita. Ingat bahwa semua itu
hanyalah sifat alami dari kehidupan yang memang terus
berputar dalam dualitas tanpa bisa dihentikan. Jika kita marah,
kita pasti akan jatuh tenggelam dalam ketidakbahagiaan dan
kesengsaraan. Jika kita tidak pernah marah, apalagi banyak
diam dan tersenyum, hal itu akan sangat membersihkan
belenggu manas dan ahamkara.

Disakiti, dicaci-maki, dilecehkan, dihina, dirugikan,


ditipu, dimanfaatkan orang, dsb-nya, umumnya terasa tidak
enak dan sakit. Demikian juga dengan keadaan yang tidak
sesuai harapan dan keinginan kita, ini seharusnya begini,
kamu seharusnya begitu, dsb-nya, umumnya terasa tidak enak
dan sakit. Terutama bagi manusia yang sangat kuat
terbelenggu oleh manas [pikiran, perasaan, intelek, logika]
dan ahamkara [ego, ke-aku-an], yang insting bertahan hidup
dan pertahanan dirinya masih sangat kuat mendominasi, hal
itu akan terasa amat sangat menyakitkan. Orang seperti ini
akan mudah sekali marah.

Jika kita marah, ketika dari dalam diri kita muncul


dorongan untuk marah, itu muncul dari manas [pikiran,
perasaan, intelek, logika] dan ahamkara [ego, ke-aku-an],
sebuah sistem di dalam diri kita untuk bertahan hidup dan
pertahanan diri. Tapi manas dan ahamkara hanya memahami
kita secara sangat terbatas. Terbatas hanya di tingkatan
pikiran dan tubuh fisik, sehingga manas dan ahamkara selalu
berusaha membelenggu kita di tingkatan pikiran dan tubuh
fisik. Tapi jika kita ingin bersentuhan dengan diri kita di
tingkatan yang melampaui pikiran dan tubuh fisik, yaitu
pencerahan [Moksha], maka hendaknya kita tidak pernah
marah. Kita berusaha terus-menerus menerima setiap
keadaan tidak menyenangkan, atau setiap kehidupan yang
tidak sesuai harapan dan keinginan kita, dengan tidak pernah
marah, tapi banyak diam dan tersenyum.

Terdapat suatu kisah orang suci sekaligus Guru spiritual


besar di masa lampau. Dalam proses spiritual Beliau sebelum
mengalami pencerahan, Beliau memilih tehnik ini. Beliau
mengambil samaya [sumpah spiritual] untuk tidak pernah
marah seumur hidupnya. Dengan menekuni tehnik ini, suatu
ketika dalam perjalanan hidup-Nya, Beliau kemudian berhasil
mengalami pencerahan [Moksha].

Tidak pernah marah, banyak diam dan tersenyum, itu


adalah hadiah yang sangat indah bagi perjalanan hidup kita,
bagi perjalanan Atma kita dalam samsara, serta sekaligus bagi
orang-orang di sekitar kita [karena kita akan menebarkan
getaran energi yang positif bagi lingkungan].

Tidak pernah marah, banyak diam dan tersenyum, itu


adalah sebuah tehnik untuk membersihkan “tanah berlumpur”
manas dan ahamkara, yang menutupi “permata indah”
kesadaran alami di dalam diri kita. Begitu kita dapat konsisten
terus-menerus mempertahankan tidak pernah marah, setiap
saat setiap waktu, kapan saja dimana saja, tidak peduli apapun
yang terjadi dalam kehidupan kita, maka kita juga akan
semakin bisa bersentuhan dengan bagian dari diri kita sendiri
di tingkatan yang melampaui pikiran dan tubuh fisik, yaitu
pencerahan [Moksha].

Untuk dapat melampaui manas dan ahamkara, untuk


dapat melampaui pikiran dan tubuh fisik, untuk dapat
menyadari kembali kenyataan sejati diri kita, yaitu kesadaran
alami yang damai, jernih dan terang, kita tidak punya pilihan
lain selain terus-menerus mempertahankan “kondisi yang
tepat untuk mengalami pencerahan”. Dalam pilihan tehnik ini,
yaitu terus-menerus secara konsisten mempertahankan dan
mempraktekkan tidak pernah marah sepanjang perjalanan
hidup kita, setiap saat setiap waktu, kapan saja dimana saja,
tidak peduli apapun yang terjadi dalam kehidupan kita.

Suatu perpaduan antara menjalankan kesibukan


kehidupan kita sehari-hari, sekaligus memiliki tekad dan
keberanian untuk terus-menerus konsisten mempertahankan
TIDAK PERNAH MARAH, setiap saat setiap waktu, kapan saja
dimana saja, tidak peduli apapun yang terjadi dalam
kehidupan kita. Sambil dengan amat sangat sabar terus
menunggu. Maka suatu saat, bunga yang sangat indah akan
mekar di dalam diri kita. Kemudian suatu ketika jika kondisinya
sudah sesuai, kita akan mengalami pencerahan [Moksha].

=====================
TEHNIK TAMBAHAN PENTING :

Jika kita memilih tehnik TIDAK PERNAH MARAH, maka


maka lakukanlah tehnik tambahan penting hal ini :

[1]. Hindari untuk melakukan curhat, apalagi mengeluh, protes,


dan sejenisnya. Karena hal itu berarti kita membuat rintangan
baru yang besar, yang sekaligus akan membuat kita mengalami
kemunduran dalam proses spiritual kita ini.

Curhat, apalagi mengeluh, protes, dan sejenisnya, adalah


jebakan yang sangat memerangkap. Rasanya melegakan dan
memuaskan, tapi di kedalaman hal itu akan tambah menyalakan
kobaran api di dalam diri. Hal itu dapat membuat semua benih
kesadaran alami di dalam diri kita layu dan mati, digantikan
dengan kekuatan yang menyebut diri sebagai korban yang kuat
sekali. Kekuatan ini tidak jauh-jauh dari topik : saya benar orang
lain salah, saya baik dan orang lain jahat, dsb-nya. Seperti nyala
api, jika diikuti terus-menerus, kekuatan berbahaya ini akan
semakin membesar, bahkan bisa menjadi kobaran api yang
sangat membakar. Orang yang sudah menjadi seperti ini, chakra
anahata-nya akan sangat gelap. Ciri utamanya adalah memiliki
kesulitan untuk mencintai.
[2]. Jika kita seorang pemula [baru mulai melakukan tehnik ini],
setiap kita sudah melakukan tidak pernah marah, kita ucapkan
dalam hati doa :

“Semua mahluk yang menyakiti dan melukai, laksana permata


berharga yang membuat saya bisa mengalami pencerahan. Oleh
karena itu, ijinkan saya mengambil kekalahan ini dan
memberikan kemenangan kepada orang lain sebagai berkah
spiritual yang tertinggi”.
=== RASA SYUKUR DAN RASA
TERIMAKASIH YANG DALAM
Jika kita merasa bahwa RASA SYUKUR DAN RASA
TERIMAKASIH YANG DALAM adalah benih kesadaran alami
yang paling cocok dan sesuai dengan diri kita, maka tekunlah
untuk terus-menerus tanpa henti mempertahankan cukup yang
satu ini saja, yaitu RASA SYUKUR DAN RASA TERIMAKASIH
YANG DALAM, terus-menerus setiap saat setiap waktu, apapun
yang terjadi, sepanjang perjalanan hidup kita.

Suatu perpaduan antara menjalankan kesibukan


kehidupan kita sehari-hari, sekaligus memiliki tekad dan
keberanian untuk terus-menerus konsisten mempertahankan
RASA SYUKUR DAN RASA TERIMAKASIH YANG DALAM, setiap
saat setiap waktu tidak peduli apapun yang terjadi dalam
kehidupan kita. Sambil dengan amat sangat sabar terus
menunggu. Suatu saat, bunga yang sangat indah akan mekar di
dalam diri kita. Kemudian suatu ketika jika kondisinya sudah
tepat, kita akan mengalami pencerahan [Moksha].

=====================

Jika kita memilih tehnik RASA SYUKUR DAN RASA


TERIMAKASIH YANG DALAM, terdapat 3 [tiga] kunci penting
yang perlu kita lakukan :

[1]. Menghentikan kebiasaan kita membanding-bandingkan


dengan yang lebih baik. Berhenti membandingkan diri kita
sendiri dengan orang lain, berhenti membandingkan berkah
kehidupan kita dengan berkah kehidupan orang lain, berhenti
membandingkan pasangan kita dengan orang lain, berhenti
membandingkan anak kita dengan anak yang lain, berhenti
membandingkan sepeda motor kita dengan kendaraan orang
lain, dsb-nya. Selalu temukan sisi-sisi indah yang layak untuk
disyukuri dari diri kita dan kehidupan kita.

[2]. Menghentikan lobha, yaitu menghentikan keserakahan


dan ketidakpuasan. Belajar mengatakan ini sudah cukup.
Sesulit apapun kehidupan kita, seperti apapun berkah yang
diberikan kehidupan kepada kita, selalu pandang kehidupan
dengan penuh rasa syukur dan rasa terimakasih yang dalam.

Hentikan keserakahan dan ketidakpuasan, karena


sesungguhnya hidup kita sudah dipenuhi keberuntungan :

== Jika kita punya makanan untuk dimakan, punya pakaian


yang layak untuk dikenakan, punya tempat berteduh, punya
tempat untuk tidur yang nyaman, jika kita punya semua itu,
kita sudah lebih kaya dari 75% manusia lainnya di planet bumi.
== Jika saat ini kita dalam keadaan sehat, kita sudah lebih
terberkahi dari berjuta-juta manusia lainnya di planet bumi
yang saat ini dalam keadaan sakit.
== Jika minggu ini kita masih hidup, kita jauh lebih terberkahi
dari jutaan manusia lainnya di planet bumi yang minggu ini
tidak dapat bertahan hidup dan mati.
== Jika kita membaca buku ini, kita jauh lebih beruntung dari
3 [tiga] milyar manusia lainnya di planet bumi yang tidak bisa
membaca dan yang matanya mengalami kebutaan.

Sesungguhnya dalam hidup ini, ada ribuan hal yang


bisa bisa kita pandang dengan penuh rasa syukur dan rasa
terimakasih yang dalam.
[3]. Berpikir positif. Fokus hanya melihat sisi positif dari segala
sesuatu. Dalam berbagai segi kehidupan, selalu ada hal positif
yang bisa kita syukuri :

== Bersyukur dan berterimakasih jika kita kaya, karena kita


bisa berbagi kepada banyak orang.
== Bersyukur dan berterimakasih jika kita miskin, karena kita
menjadi tidak sombong dan hidup sederhana [kesederhanaan
membuat hidup tidak rumit].
== Bersyukur dan berterimakasih jika kita punya mobil, karena
kita terhindar dari panas dan hujan.
== Bersyukur dan berterimakasih jika kita tidak punya
kendaraan dan jalan kaki, karena kita terus olahraga dan
menjadi sehat.

Sesungguhnya dalam berbagai segi kehidupan, selalu


ada hal-hal positif yang bisa kita pandang dengan penuh rasa
syukur dan rasa terimakasih yang dalam. Inilah yang perlu
terus-menerus kita renungkan dan praktekkan.

Jika kita bisa melakukan 3 [tiga] kunci penting tersebut,


maka melaksanakan tehnik rasa syukur dan rasa terimakasih
yang dalam akan jauh lebih mudah.

Jika kita mengalami ketidakpuasan, ketika dari dalam


diri kita muncul dorongan keserakahan dan ketidakpuasan, itu
muncul dari manas [pikiran, perasaan, intelek, logika] dan
ahamkara [ego, ke-aku-an], sebuah sistem di dalam diri kita
untuk bertahan hidup dan pertahanan diri. Tapi manas dan
ahamkara hanya memahami kita secara sangat terbatas.
Terbatas hanya di tingkatan pikiran dan tubuh fisik, sehingga
manas dan ahamkara selalu berusaha membelenggu kita di
tingkatan pikiran dan tubuh fisik. Tapi jika kita ingin
bersentuhan dengan diri kita di tingkatan yang melampaui
pikiran dan tubuh fisik, yaitu pencerahan [Moksha], maka
hendaknya kita segera menghentikan keserakahan dan
ketidakpuasan. Kita berusaha terus-menerus memandang
kehidupan dengan penuh rasa syukur dan rasa terimakasih
yang dalam.

Kesengsaraan tidak mungkin muncul di dalam rasa


syukur dan rasa terimakasih yang dalam. Kesengsaraan di
dalam diri muncul dari keserakahan dan ketidakpuasan. Rasa
syukur dan rasa terimakasih yang dalam adalah sebuah tehnik
untuk membersihkan “tanah berlumpur” manas dan
ahamkara, yang menutupi “permata indah” kesadaran alami
di dalam diri kita. Yang memberikan kita kebahagiaan dan
kedamaian di dalam diri. Sekaligus akan membuat kita
semakin bisa bersentuhan dengan bagian dari diri kita sendiri
di tingkatan yang melampaui pikiran dan tubuh fisik, yaitu
pencerahan [Moksha].

Selain itu, terdapat sebentuk rahasia dari kehidupan,


yaitu bahwa jika kita mengikuti dorongan insting keserakahan
dan ketidakpuasan, maka hal itu akan mendatangkan lebih
banyak lagi masalah dan musibah dalam kehidupan kita.

Sebaliknya, melalui ketekunan untuk terus-menerus


tekun bersyukur dan berterimakasih, maka hal itu akan
mengundang datangnya berkah kehidupan yang lebih banyak
dalam kehidupan kita. Sehingga sekecil apapun berkah
kehidupan kita, walaupun kehidupan kita terasa amat sangat
pas-pasan atau bahkan tidak cukup, teruslah tekun bersyukur
dan berterimakasih. Setidaknya kita bersyukur dan
berterimakasih karena badan kita sehat, karena anak-anak
selamat, dsb-nya. Dengan cara demikian, maka sesungguhnya
kita sedang menjauhkan hidup kita dari lebih banyak masalah
dan musibah, sekaligus sedang mengundang datangnya
berkah kehidupan yang lebih banyak dalam kehidupan kita.

Gelombang kehidupan kita boleh naik dan turun,


kehidupan kita boleh jatuh dan bangun, tapi selalu ingat
untuk terus memandang kehidupan dengan penuh rasa
syukur dan rasa terimakasih yang dalam. Apapun yang kita
cerap dalam kehidupan, kebeningan mata anak-anak,
keindahan setangkai bunga, gemercik aliran sungai, kicauan
burung-burung, awan-awan yang bergerak di langit, dsb-nya,
pandanglah semua dengan penuh rasa syukur dan rasa
terimakasih yang dalam.

Terutama karena jika kita terus-menerus konsisten


mempertahankan rasa syukur dan rasa terimakasih yang
dalam, setiap saat setiap waktu, kapan saja dimana saja, tidak
peduli apapun yang terjadi dalam kehidupan kita, maka suatu
saat tanpa perlu berusaha terlalu keras, tiba-tiba sesuatu yang
sangat indah akan mekar di dalam diri kita.

Untuk dapat melampaui manas dan ahamkara, untuk


dapat melampaui pikiran dan tubuh fisik, untuk dapat
menyadari kembali kenyataan sejati diri kita, yaitu kesadaran
alami yang damai, jernih dan terang, kita tidak punya pilihan
lain selain terus-menerus mempertahankan “kondisi yang
tepat untuk mengalami pencerahan”. Dalam pilihan tehnik ini,
yaitu terus-menerus secara konsisten mempertahankan dan
mempraktekkan rasa syukur dan rasa terimakasih yang dalam
sepanjang perjalanan hidup kita, setiap saat setiap waktu,
kapan saja dimana saja, tidak peduli apapun yang terjadi
dalam kehidupan kita.

Suatu perpaduan antara menjalankan kesibukan


kehidupan kita sehari-hari, sekaligus memiliki tekad dan
keberanian untuk terus-menerus konsisten mempertahankan
RASA SYUKUR DAN RASA TERIMAKASIH YANG DALAM,
setiap saat setiap waktu, kapan saja dimana saja, tidak peduli
apapun yang terjadi dalam kehidupan kita. Sambil dengan
amat sangat sabar terus menunggu. Maka suatu saat, bunga
yang sangat indah akan mekar di dalam diri kita. Kemudian
suatu ketika jika kondisinya sudah sesuai, kita akan mengalami
pencerahan [Moksha].

=====================
TEHNIK TAMBAHAN PENTING :

Jika kita memilih tehnik RASA SYUKUR DAN RASA


TERIMAKASIH YANG DALAM, maka lakukanlah tehnik
tambahan penting ini :

[1]. Setiap baru bangun tidur di pagi hari, cakupkan tangan di


dada sambil merenungkan dan membayangkan apa saja yang
bisa kita syukuri dalam kehidupan kita, minimal tubuh kita
sehat dan kita masih hidup. Apa saja. Syukuri semua hal dalam
hidup kita dari sudut pandang positif. Di puncak rasa syukur,
kita ucapkan kata “terimakasih” sebanyak 3 [tiga] kali.
[2]. Setiap akan pergi tidur di malam hari, cakupkan tangan di
dada sambil merenungkan dan membayangkan apa saja yang
bisa kita syukuri dalam kehidupan kita, minimal kita punya
tempat tidur yang layak dan perjalanan kita selamat. Apa saja.
Syukuri semua hal dalam hidup kita dari sudut pandang positif.
Di puncak rasa syukur, kita ucapkan kata “terimakasih”
sebanyak 3 [tiga] kali. Kemudian bawalah semua itu ke dalam
tidur kita.
Sarvesham Shantir Bhavatu
Semoga Semua Jiwa Mekar Dalam Kedamaian

Om Shanti Shanti Shanti Om


Damai Di Alam Bawah, Damai Di Alam Tengah,
Damai Di Alam Atas
RUMAH DHARMA - HINDU INDONESIA

Halaman facebook Rumah Dharma - Hindu Indonesia :


facebook.com/rumahdharma
[Rumah Dharma - Hindu Indonesia]

Website Rumah Dharma - Hindu Indonesia :


rumahdharma.com

Kumpulan e-book lengkap dari Rumah Dharma - Hindu


Indonesia bisa di-download secara gratis tanpa dipungut
biaya apapun di :

rumahdharma.com/download
tattwahindudharma.blogspot.com
DHARMA DANA
Rumah Dharma - Hindu Indonesia

Rumah Dharma - Hindu Indonesia telah dan akan terus


melakukan penerbitan buku-buku dharma berkualitas,
baik berupa e-book maupun buku cetak, untuk dibagi-
bagikan secara gratis tanpa dipungut biaya apapun.

Untuk melakukan penyebaran buku-buku dharma


berkualitas, Rumah Dharma - Hindu Indonesia
memerlukan bantuan para donatur, yang sadar akan
pentingnya melakukan pembinaan kesadaran
masyarakat. Semakin banyak dharma dana yang
terkumpul maka semakin banyak juga buku-buku dharma
yang dapat diterbitkan dan disebarluaskan.

Ada empat cara memanfaatkan kekayaan sebagai ladang


kebaikan yang bernilai sangat utama, salah satunya
adalah ber-dharma dana untuk penyebaran ajaran
dharma. Karena ini bukan saja sebuah kebaikan mulia
dengan karma baik berlimpah, tetapi juga adalah sebuah
sadhana nirjara, sadhana penghapusan karma buruk.

Karma baik dari mendonasikan dharma dana bagi


penyebarluasan ajaran dharma adalah :

1. Donatur akan mendapatkan penghapusan berbagai


karma buruk.
2. Dalam setiap reinkarnasi kelahirannya donatur akan
berjodoh dengan ajaran dharma yang suci dan terang.
3. Donatur akan mendapatkan perlindungan dharma,
tidak mudah terseret dendam kebencian, pikirannya
lebih mudah tenang, serta menjadi lebih bijaksana.
4. Jika dampak penyebarannya mencerahkan masyarakat
luas, donatur akan mendapatkan perlindungan dari para
Ista Dewata.

Transfer Dharma Dana anda ke rekening :

Bank BNI Kantor Cabang Denpasar


No Rekening : 0340505797
Atas Nama : I Nyoman Agus Kurniawan

Astungkara berkat karma baik ini para donatur mendapat


kerahayuan.
TENTANG PENULIS

I Nyoman Kurniawan lahir pada tanggal 29 January


1976. Mendapatkan garis spiritualnya dari kakeknya, Pan
Siki, yang merupakan seorang balian usadha terkenal dari
Banjar Tegallinggah, Kota Denpasar.

Pada tahun 2002, memulai perjalanan spiritualnya


dengan belajar meditasi.

Pada tahun 2007 mulai memberikan komitmen


yang menyeluruh kepada spiritualisme dharma. Di tahun
yang sama belajar dengan Guru dharma-nya yang
pertama, serta memulai melakukan tirthayatra dan
penjelajahan ke berbagai pura pathirtan kuno, sebagai
bagian dari arahan Gurunya, sekaligus juga panggilan
spiritualnya sendiri.

Pada tahun 2009 mulai belajar dengan Guru


dharma-nya yang kedua, mendalami kekayaan spiritual
Hindu Bali, mendalami ajaran Tantra, menjalin
pertemanan dengan banyak Guru dan praktisi spiritual,
serta tetap meneruskan melakukan tirthayatra dan
penjelajahan ke berbagai pura pathirtan kuno.

Pada tahun 2010 mulai melakukan pelayanan


dharma untuk umum di halaman facebook “Rumah
Dharma - Hindu Indonesia”, serta mulai memberikan
tuntunan dan berbagi ajaran kepada adik-adik
dharmanya. Di tahun yang sama juga mulai menulis buku.
Inspirasi dharma yang didapatnya dari perjalanan ke
berbagai pura pathirtan kuno, dikombinasikan dengan
ajaran dari para Guru-nya, dari praktek meditasi,
membaca puluhan buku-buku suci, serta diskusi-diskusi
panjang dengan banyak praktisi spiritual, kemudian
ditulisnya menjadi berbagai buku.

Pada tahun 2015 mulai belajar dengan Guru


dharma-nya yang ketiga, serta tetap meneruskan
melakukan pelayanan dharma untuk umum.

Anda mungkin juga menyukai