Anda di halaman 1dari 22

SERAT WEDHATAMA

Wedhatama merupakan ajaran luhur untuk membangun budi pekerti dan olah spiritual bagi
kalangan raja-raja Mataram, tetapi diajarkan pula bagi siapapun yang berkehendak menghayatinya.
Wedhatama menjadi salah satu dasar penghayatan bagi siapa saja yang ingin “laku” spiritual dan
bersifat universal lintas kepercayaan atau agama apapun. Karena ajaran dalamWedhatama bukan
lah dogma agama yang erat dengan iming-iming surga dan ancaman neraka, melainkan suara hati
nurani, yang menjadi “jalan setapak” bagi siapapun yang ingin menggapai kehidupan dengan
tingkat spiritual yang tinggi. Mudah diikuti dan dipelajari oleh siapapun, diajarkan dan
dituntun step by step secara rinci. Puncak dari “laku” spiritual yang diajarkan
seratWedhatama adalah; menemukan kehidupan yang sejati, lebih memahami diri
sendiri, manunggaling kawula-Gusti, dan mendapat anugrah Tuhan untuk melihat rahasia kegaiban
(meminjam istilah Gus Dur; dapat mengintip rahasia langit).

Serat yang berisi ajaran tentang budi pekerti atau akhlak mulia, digubah dalam bentuk
tembang agar mudah diingat dan lebih “membumi”. Sebab sebaik apapun ajaran itu tidak
akan bermanfaat apa-apa, apabila hanya tersimpan di dalam “menara gadhing” yang megah.

Serat wedhatama ini adalah salah satu serat karangan KGPH Mangkunegara IV, berasal dari dua
kata wedha yang berarti ajaran dan tama yang berarti utama, serat ini berisi tentang ajaran-ajaran
kebaikan, budi pekerti dan akhlak yang hingga sampai sekarang masih dapat diterapkan dalam
kehidupan, serat ini ditulis dalam bentuk tembang macapat agar mudah diingat dan digemari oleh
masyarakat Jawa yang pada umumnya menyukai kesenian. Naskah aslinya sekarang masih dapat
kita lihat di Museum Reksapustaka di Pura Mankunegaran lantai dua.

SERAT WEDHATAMA
PANGKUR (Sembah Raga/Syariat)
1 Mingkar mingkuring angkara, Meredam nafsu angkara dalam diri,
Akarana karanan mardi siwi, Hendak berkenan mendidik putra-putri
Sinawung resmining kidung, Tersirat dalam indahnya tembang,
Sinuba sinukarta, dihias penuh variasi,
Mrih kretarta pakartining agar menjiwai hakekat ilmu luhur,
ngelmu luhung
Kang tumrap neng tanah Jawa, yang berlangsung di tanah Jawa (nusantara)
Agama ageming aji. agama sebagai “pakaian” kehidupan.
2 Jinejer neng Wedatama Disajikan dalam serat Wedhatama,
Mrih tan kemba kembenganing agar jangan miskin pengetahuan
pambudi walaupun sudah tua pikun
Mangka nadyan tuwa pikun jika tidak memahami rasa sejati (batin)
Yen tan mikani rasa, niscaya kosong tiada berguna
yekti sepi asepa lir sepah, bagai ampas
samun, percuma sia-sia,
Samangsane pasamuan di dalam setiap pertemuan
Gonyak ganyuk nglilingsemi. sering bertindak ceroboh memalukan.

3 Nggugu karsaning priyangga, Mengikuti kemauan sendiri,


Nora nganggo peparah lamun Bila berkata tanpa dipertimbangkan (asal bunyi),
angling, Namun tak mau dianggap bodoh,
Lumuh ing ngaran balilu, Selalu berharap dipuji-puji.
Uger guru aleman, (sebaliknya) Ciri orang yang sudah memahami
Nanging janma ingkang wus (ilmu sejati) tak bisa ditebak
waspadeng semu berwatak rendah hati,
Sinamun ing samudana, selalu berprasangka baik.
Sesadon ingadu manis

4 Si pengung nora nglegawa, (sementara) Si dungu tidak menyadari,


Sangsayarda deniro cacariwis, Bualannya semakin menjadi jadi,
Ngandhar-andhar ngelantur bicara yang tidak-tidak,
angendhukur, Kandhane nora Bicaranya tidak masuk akal,
kaprah, makin aneh tak ada jedanya.
saya elok alangka Lain halnya, Si Pandai cermat dan mengalah,
longkanganipun, Menutupi aib si bodoh.
Si wasis waskitha ngalah,
Ngalingi marang si pingging.

5 Mangkono ngelmu kang nyata, Demikianlah ilmu yang nyata,


Sanyatane mung weh reseping Senyatanya memberikan ketentraman hati,
ati, Tidak merana dibilang bodoh,
Bungah ingaran cubluk, Tetap gembira jika dihina
Sukeng tyas yen denina, Tidak seperti si dungu yang selalu sombong,
Nora kaya si punggung Ingin dipuji setiap hari.
anggung gumrunggung Janganlah begitu caranya orang hidup.
Ugungan sadina dina
Aja mangkono wong urip.

6 Urip sepisan rusak, Hidup sekali saja berantakan,


Nora mulur nalare ting Tidak berkembang, pola pikirnya carut marut.
saluwir, Umpama goa gelap menyeramkan,
Kadi ta guwa kang sirung, Dihembus angin,
Sinerang ing maruta, Suaranya gemuruh menggeram,
Gumarenggeng anggereng berdengung
Anggung gumrunggung, Seperti halnya watak anak muda
Pindha padhane si mudha, masih pula berlagak congkak
Prandene paksa kumaki.

7 Kikisane mung sapala, Tujuan hidupnya begitu rendah,


Palayune ngendelken yayah Maunya mengandalkan orang tuanya,
wibi, Yang terpandang serta bangsawan
Bangkit tur bangsaning luhur, Itu kan ayahmu !
Lha iya ingkang rama, Sedangkan kamu kenal saja belum,
Balik sira sarawungan bae akan hakikatnya tata krama
durung dalam ajaran yang suci
Mring atining tata krama,
Nggon anggon agama suci.

8 Socaning jiwangganira, Cerminan dari dalam jiwa raga mu,


Jer katara lamun pocapan Nampak jelas walau tutur kata halus,
pasthi, Sifat pantang kalah maunya menang sendiri
Lumuh asor kudu unggul, Sombong besar mulut
Semengah sesongaran, Bila demikian itu, disebut orang yang terlena
Yen mangkono keno ingaran Puas diri berlagak tinggi
katungkul, Tidak baik itu nak !
Karem ing reh kaprawiran,
Nora enak iku kaki.

9 Kekerane ngelmu karang, Di dalam ilmu yang dikarang-karang


Kekarangan saking bangsaning (sihir/rekayasa)
gaib, Rekayasa dari hal-hal gaib
Iku boreh paminipun, Itu umpama bedak.
Tan rumasuk ing jasad, Tidak meresap ke dalam jasad,
Amung aneng sajabaning Hanya ada di kulitnya saja nak
daging kulup, Bila terbentur marabahaya,
Yen kapengok pancabaya, bisanya menghindari.
Ubayane mbalenjani.

10 Marma ing sabisa-bisa, Karena itu sebisa-bisanya,


Bebasane muriha tyas basuki, Upayakan selalu berhati baik
Puruita-a kang patut, Bergurulah secara tepat
Lan traping angganira, Yang sesuai dengan dirimu
Ana uga angger ugering Ada juga peraturan dan pedoman bernegara,
kaprabun, Menjadi syarat bagi yang berbakti,
Abon aboning panembah, yang berlaku siang malam.
Kang kambah ing siyang ratri.

11 Iku kaki takok-eno, Itulah nak, tanyakan


marang para sarjana kang Kepada para sarjana yang menimba ilmu
martapi Kepada jejak hidup para suri tauladan yang benar,
Mring tapaking tepa tulus, dapat menahan hawa nafsu
Kawawa nahen hawa, Pengetahuanmu adalah senyatanya ilmu,
Wruhanira mungguh Yang tidak harus dikuasai orang tua,
sanyataning ngelmu Bisa juga bagi yang muda atau miskin, nak !
Tan mesthi neng janma
wredha
Tuwin mudha sudra kaki.

12 Sapantuk wahyuning Gusti Siapapun yang menerima wahyu Tuhan,


Allah, Dengan cermat mencerna ilmu tinggi,
Gya dumilah mangulah ngelmu Mampu menguasai ilmukasampurnan,
bangkit, Kesempurnaan jiwa raga,
Bangkit mikat reh mangukut, Bila demikian pantas disebut“orang tua”.
Kukutaning jiwangga, Arti “orang tua” adalah tidak dikuasai hawa nafsu
Yen mengkono kena sinebut Paham akan dwi tunggal (menyatunya sukma
wong sepuh, dengan Tuhan)
Lire sepuh sepi hawa,
Awas roroning atunggil

13 Tan samar pamoring sukma, Tidak lah samar sukma menyatu


Sinuksmaya winahya ing meresap terpatri dalam keheningan semadi,
ngasepi, Diendapkan dalam lubuk hati
Sinimpen telenging kalbu, menjadi pembuka tabir,
Pambukaning warana, berawal dari keadaan antara sadar dan tiada
Tarlen saking liyep layaping Seperti terlepasnya mimpi
aluyup, Merasuknya rasa yang sejati.
Pindha pesating sumpena,
Sumusuping rasa jati.

14 Sejatine kang mangkana, Sebenarnya ke-ada-an itu merupakan anugrah


Wus kakenan nugrahaning Tuhan,
Hyang Widhi, Kembali ke alam yang mengosongkan,
Bali alaming ngasuwung, tidak mengumbar nafsu duniawi,
Tan karem arameyan, yang bersifat kuasa menguasai. Kembali ke asal
Ingkang sipat wisesa winisesa muasalmu
wus, Mulih mula ulanira. Oleh karena itu,
Mulane wong anom sami. wahai anak muda sekalian…
(lanjut ke SINOM)

SINOM (Sembah Cipta/Kalbu/Tarekat)

15 Nulada laku utama Contohlah perilaku utama,


Tumrape wong Tanah jawi, bagi kalangan orang Jawa (Nusantara),
Wong agung ing Ngeksiganda, orang besar dari Ngeksiganda (Mataram),
Panembahan Senopati, Panembahan Senopati,
Kepati amarsudi, yang tekun,
Sudane hawa lan nepsu, mengurangi hawa nafsu,
Pinepsu tapa brata, dengan jalan prihatin (bertapa),
Tanapi ing siyang ratri, serta siang malam
Amamangun karyenak tyasing selalu berkarya membuat hati tenteram bagi sesama
sesama. (kasih sayang)

16 Samangsane pasamuan, Dalam setiap pergaulan,


mamangun marta martani, membangun sikap tahu diri.
Sinambi ing saben mangsa, Setiap ada kesempatan,
Kala kalaning asepi, Di saat waktu longgar,
Lelana teki-teki, mengembara untuk bertapa,
Nggayuh geyonganing kayun, menggapai cita-cita hati,
Kayungyun eninging tyas, hanyut dalam keheningan kalbu.
Sanityasa pinrihatin, Senantiasa menjaga hati untuk prihatin (menahan
Puguh panggah cegah dhahar hawa nafsu),
lawan nendra. dengan tekad kuat, membatasi makan dan tidur.

17 Saben mendra saking wisma, Setiap mengembara meninggalkan rumah (istana),


Lelana lalading sepi, berkelana ke tempat yang sunyi (dari hawa nafsu),
Ngingsep sepuhing supana, menghirup tingginya ilmu,
Mrih pana pranaweng kapti, agar jelas apa yang menjadi tujuan (hidup) sejati.
Tis tising tyas marsudi, Hati bertekad selalu berusaha dengan tekun,
Mardawaning budya tulus, memperdayakan akal budi
Mesu reh kasudarman, menghayati cinta kasih,
Neng tepining jalanidhi, ditepinya samudra.
Sruning brata kataman wahyu Kuatnya bertapa diterimalah wahyu dyatmika (hidup
dyatmika. yang sejati).
18 Wikan wengkoning samodra, Memahami kekuasaan di dalam samodra
Kederan wus den ideri, seluruhnya sudah dijelajahi,
Kinemat kamot hing driya, “kesaktian” melimputi indera
Rinegan segegem dadi, Ibaratnya cukup satu genggaman saja sudah jadi,
Dumadya angratoni, berhasil berkuasa,
Nenggih Kangjeng Ratu Kidul, Kangjeng Ratu Kidul,
Ndedel nggayuh nggegana, Naik menggapai awang-awang,
Umara marak maripih, (kemudian) datang menghadap
Sor prabawa lan wong agung dengan penuh hormat,
Ngeksiganda kepada Wong Agung Ngeksigondo.

19 Dahat denira aminta, Memohon dengan sangat lah beliau,


Sinupeket pangkat kanthi, agar diakui sebagai sahabat setia,
Jroning alam palimunan, ing di dalam alam gaib,
pasaban saben sepi, tempatnya berkelana setiap sepi.
Sumanggem anyanggemi, Bersedialah menyanggupi,
Ing karsa kang wus tinamtu, kehendak yang sudah digariskan.
Pamrihe mung aminta, Harapannya hanyalah meminta
Supangate teki-teki, restu dalam bertapa,
Nora ketang teken janggut Meski dengan susah payah.
suku jaja.

20 Prajanjine abipraya, Perjanjian sangat mulia,


Saturun-turuning wuri, untuk seluruh keturunannya di kelak kemudian hari.
Mangkono trahing ngawirya, Begitulah seluruh keturunan orang luhur,
Yen amasah mesu budi, bila mau mengasah akal budi
Dumadya glis dumugi, akan cepat berhasil,
Iya ing sakarsanipun, apa yang diharapkan
Wong agung Ngeksiganda, orang besar Mataram,
Nugrahane prapteng mangkin, anugerahnya hingga kelak dapat mengalir di seluruh
Trah tumerah dharahe padha darah keturunannya,
wibawa. dapat memiliki wibawa.
21 Ambawani tanah Jawa, Menguasai tanah Jawa (Nusantara),
Kang padha jumeneng aji, yang menjadi raja (pemimpin),
Satriya dibya sumbaga, satria sakti tertermasyhur,
Tan lyan trahing Senopati, tak lain keturunan Senopati,
Pan iku pantes ugi, hal ini pantas pula
Tinelad labetipun, sebagai tauladan budi pekertinya,
Ing sakuwasanira, Sebisamu, terapkan di zaman nanti,
Enake lan jaman mangkin, Walaupun tidak bisa
Sayektine tan bisa ngepleki persis sama seperti di masa silam.
kuna.
22 Lowung kalamun tinimbang, Mending bila dibanding
Ngaurip tanpa prihatin, orang hidup tanpa prihatin,
Nanging ta ing jaman namun di masa yang akan datang (masa kini),
mangkya, yang digemari anak muda,
Pra mudha kang den karemi, meniru-niru nabi, rasul utusan Tuhan,
Manulad nelad nabi, yang hanya dipakai untuk menyombongkan diri,
Nayakengrat gusti rasul, setiap akan bekerja singgah dulu di masjid,
Anggung ginawe umbag, Mengharap mukjizat agar mendapat derajat (naik
Saben seba mampir masjid, pangkat).
Ngajab-ajab tibaning mukjijat
drajat.
23 Anggung anggubel sarengat, Hanya memahami sariat (kulitnya) saja,
Saringane tan den wruhi, sedangkan hakekatnya tidak dikuasai,
Dalil dalaning ijemak, Pengetahuan untuk memahami makna dan suri
Kiyase nora mikani, tauladan tidaklah mumpuni
Ketungkul mungkul sami, Mereka lupa diri, (tidak sadar)
Bengkrakan mring masjid bersikap berlebih-lebihan di masjid besar,
agung, Bila membaca khotbah
Kalamun maca kutbah, berirama gaya dandanggula (menghanyutkan hati),
Lelagone Dandanggendis, suara merdu bergema gaya palaran (lantang bertubi-
Swara arum ngumandhang tubi).
cengkok palaran
24 Lamun sira paksa nulad, Jika kamu memaksa meniru,
Tuladhaning Kangjeng Nabi, tingkah laku `Kanjeng Nabi,
O, ngger kadohan panjangkah, Oh, nak terlalu naif,
Wateke tan betah kaki, Biasanya tak akan betah nak,
Rehne ta sira Jawi, Karena kamu itu orang Jawa,
Sathithik bae wus cukup, sedikit saja sudah cukup.
Aywa guru aleman, Janganlah sekedar mencari sanjungan,
Nelad kas ngepleki pekih, Mencontoh-contoh mengikuti fiqih,
Lamun pangkuh pangangkah apabila mampu,
yekti karahmat. memang ada harapan mendapat rahmat.

25 Naging enak ngupa boga, Tetapi seyogyanya mencari nafkah,


Reh ne ta tinitah langip, Karena diciptakan sebagai makhluk lemah,
Apata suweting Nata, Apakah mau mengabdi kepada raja,
Tani tanapi agrami, Bercocok tanam atau berdagang,
Mangkono mungguh mami, Begitulah menurut pemahamanku,
Padune wong dahat cubluk, Sebagai orang yang sangat bodoh,
Durung wruh cara arab, Belum paham cara Arab,
Jawaku wae tan ngenting, Tata cara Jawa saja tidak mengerti,
Parandene paripaksa mulang Namun memaksa diri mendidik anak.
putra.

26 Saking duk maksih taruna, Dikarenakan waktu masih muda,


Sadhela wus anglakoni, Keburu menempuh belajar pada agama,
Aberag marang agama, Berguru menimba ilmu pada yang haji,
Maguru anggering kaji, maka yang terpendam dalam hatiku,
Sawadine tyas mami, menjadisangat takut akan hari kemudian,
Banget wedine ing mbesuk, Keadaan di akhir zaman,
Pranatan ngakir jaman, Tidak tuntas keburu “mengabdi”
Tan tutug kaselak ngabdi, Tidak sempat sembahyang terlanjur dipanggil.
Nora kober sembahyang gya
tinimbalan.
27 Marang ingkang asung Kepada yang memberi makan,
pangan, Jika kelamaan dimarahi,
Yen kesuwen den dukani, Menjadi kacau balau perasaanku,
Abubrah kawur tyas ingwang, Seperti kiyamat saban hari,
Lir kiyamat saben ari, Berat “Allah” atau “Gusti”,
Bot Allah apa Gusti, Bimbanglah sikapku,
Tambuh tambuh solahingsun, Lama-lama berfikir,
Lawas lawas nggraita, Karena anak turun priyayi,
Rehne ta suta priyayi, Bila ingin jadi juru doa (kaum) dapatlah nista,
Yen mamriha dadi kaum
temah nistha.
28 Tuwin ketip suragama, begitu pula jika aku menjadi pengurus
Pan ingsun nora winaris, dan juru dakwah agama.
Angur baya ngantepana, Karena aku bukanlah keturunannya,
Pranatan wajibing urip, Lebih baik memegang teguh
Lampahan angluluri, aturan dan kewajiban hidup,
Kuna kumunanira, Menjalankan pedoman hidup
Kongsi tumekeng samangkin, warisan leluhur dari zaman dahulu kala hingga kelak
Kikisane tan lyan amung kemudian hari.
ngupa boga. Ujungnya tidak lain hanyalah mencari nafkah.

29 Bonggan kan tan merlok-na, Salahnya sendiri yang tidak mengerti,


Mungguh ugering ngaurip, Paugeran orang hidup itu demikian seyogyanya,
Uripe lan tri prakara, hidup dengan tiga perkara;
Wirya arta tri winasis, Keluhuran (kekuasaan), harta(kemakmuran),
Kalamun kongsi sepi, ketiga ilmu pengetahuan.
Saka wilangan tetelu, Bila tak satu pun dapat diraih dari ketiga perkara itu,
Telas tilasing janma, habis lah harga diri manusia.
Aji godhong jati aking, Lebih berharga daun jati kering,
Temah papa papariman akhirnya mendapatlah derita,
ngulandara. jadi pengemis dan terlunta.
30 Kang wus waspadha ing Yang sudah paham tata caranya,
patrap, Menghayati ajaran utama,
Manganyut ayat winasis, Jika berhasil merasuk ke dalam jiwa,
Wasana wosing jiwangga, akan melihat tanpa penghalang,
Melok tanpa aling-aling, Yang menghalangi tersingkir,
Kang ngalingi kalingling, Terbukalah rasa sayup menggema.
Wenganing rasa tumlawung, Tampaklah seluruh cakrawala,
Keksi saliring jaman, Sepi tiada bertepi,
Angelangut tanpa tepi, Yakni disebut “tapa tapaking Hyang Sukma”.
Yeku ingaran tapa tapaking
Hyang Suksma.
31 Mangkono janma utama, Demikianlah manusia utama,
Tuman tumanem ing sepi, Gemar terbenam dalam sepi (meredam nafsu),
Ing saben rikala mangsa, Di saat-saat tertentu,
Masah amemasuh budi, Mempertajam dan membersihkan budi,
Laire anetepi, Bermaksud memenuhi tugasnya sebagai satria,
Ing reh kasatriyanipun, berbuat susila rendah hati,
Susilo anor raga, pandai menyejukkan hati pada sesama,
Wignya met tyasing sesami, itulah sebenarnya yang disebut menghayati agama.
Yeku aran wong barek berag
agama.

32 Ing jaman mengko pan ora, Di zaman kelak tiada demikian,


Arahe para taruni, sikap anak muda bila mendapat petunjuk nyata,
Yen antuk tuduh kang nyata, tidak pernah dijalani,
Nora pisan den lakoni, Lalu hanya menuruti kehendaknya,
Banjur njujurken kapti, Kakeknya akan diajari,
Kakekne arsa winuruk, dengan mengandalkan gurunya,
Ngandelken gurunira, yang dianggap pandita negara yang pandai,
Panditane praja sidik, serta sudah menguasai makrifat.
Tur wus manggon pamucunge
Mring makripat

PUCUNG (Sembah Jiwa/Hakekat)

33 Ngelmu iku Ilmu (hakekat) itu


Kalakone kanthi laku diraih dengan cara menghayati dalam setiap
Lekase lawan kas perbuatan,
Tegese kas nyantosani dimulai dengan kemauan.
Setya budaya pangekese dur Artinya, kemauan membangun kesejahteraan
angkara terhadap sesama,
Teguh membudi daya
Menaklukkan semua angkara

34 Angkara gung Nafsu angkara yang besar


Neng angga anggung ada di dalam diri, kuat menggumpal,
gumulung menjangkau hingga tiga zaman,
Gegolonganira jika dibiarkan berkembang akan
Triloka lekeri kongsi berubah menjadi gangguan.
Yen den umbar ambabar dadi
rubeda.
35 Beda lamun kang wus Berbeda dengan yang sudah menyukai dan menjiwai,
sengsem Watak dan perilaku memaafkan
Reh ngasamun pada sesama
Semune ngaksama selalu sabar berusaha
Sasamane bangsa sisip menyejukkan suasana,
Sarwa sareh saking mardi
martatama

36 Taman limut Dalam kegelapan.


Durgameng tyas kang weh Angkara dalam hati yang menghalangi,
limput Larut dalam kesakralan hidup,
Karem ing karamat Karena temggelam dalam samodra kasih sayang,
Karana karoban ing sih kasih sayang sukma (sejati) tumbuh berkembang
Sihing sukma ngrebda saardi sebesar gunung
pengira
37 Yeku patut tinulat tulat Itulah yang pantas ditiru, contoh yang patut diikuti
tinurut seperti semua nasehatku.
Sapituduhira, Jangan seperti zaman nanti
Aja kaya jaman mangkin Banyak anak muda yang menyombongkan diri
Keh pra mudha mundhi diri dengan hafalan ayat
Rapal makna

38 Durung becus kesusu selak Belum mumpuni sudah berlagak pintar.


besus Menerangkan ayat
Amaknani rapal seperti sayid dari Mesir
Kaya sayid weton mesir Setiap saat meremehkan kemampuan orang lain.
Pendhak pendhak angendhak
Gunaning jalma
39 Kang kadyeku Yang seperti itu
Kalebu wong ngaku aku termasuk orang mengaku-aku
akale alangka Kemampuan akalnya dangkal
Elok Jawane denmohi Keindahan ilmu Jawa malah ditolak.
Paksa langkah ngangkah met Sebaliknya, memaksa diri mengejar ilmu di Mekah,
Kawruh ing Mekah

40 Nora weruh tidak memahami


rosing rasa kang rinuruh hakekat ilmu yang dicari,
lumeketing angga sebenarnya ada di dalam diri.
anggere padha marsudi Asal mau berusaha
kana kene kaanane nora beda sana sini (ilmunya) tidak berbeda,
41 Uger lugu Asal tidak banyak tingkah,
Den ta mrih pralebdeng kalbu agar supaya merasuk ke dalam sanubari.
Yen kabul kabuka Bila berhasil, terbuka derajat kemuliaan hidup yang
Ing drajat kajating urip sebenarnya.
Kaya kang wus winahya sekar Seperti yang telah tersirat dalam tembang sinom (di
srinata atas).

42 Basa ngelmu Yang namanya ilmu, dapat berjalan bila sesuai


Mupakate lan panemune dengan cara pandang kita.
Pasahe lan tapa Dapat dicapai dengan usaha yang gigih.
Yen satriya tanah Jawi Bagi satria tanah Jawa,
Kuna kuna kang ginilut dahulu yang menjadi pegangan adalah tiga perkara
tripakara yakni;
43 Lila lamun kelangan nora Ikhlas bila kehilangan tanpa menyesal,
gegetun Sabar jika hati disakiti sesama,
Trima yen ketaman Ketiga ; lapang dada sambil
Sakserik sameng dumadi berserah diri pada Tuhan.
Tri legawa nalangsa srah ing
Bathara
44 Bathara gung Tuhan Maha Agung
Inguger graning jajantung diletakkan dalam setiap hela nafas
Jenek Hyang wisesa Menyatu dengan Yang Mahakuasa
Sana pasenedan suci Teguh mensucikan diri
Nora kaya si mudha mudhar Tidak seperti yang muda,
angkara mengumbar nafsu angkara.

45 Nora uwus Tidak henti hentinya


Kareme anguwus uwus gemar mencaci maki.
Uwose tan ana Tanpa ada isinya
Mung janjine muring muring kerjaannya marah-marah
Kaya buta buteng betah seperti raksasa; bodoh, mudah marah dan
anganiaya menganiaya sesama.

46 Sakeh luput Semua kesalahan


Ing angga tansah linimput dalam diri selalu ditutupi,
Linimpet ing sabda ditutup dengan kata-kata
Narka tan ana udani mengira tak ada yang mengetahui,
Lumuh ala ardane ginawa bilangnya enggan berbuat jahat
gada padahal tabiat buruknya membawa kehancuran.
47 Durung punjul Belum cakap ilmu
Ing kawruh kaselak jujul Buru-buru ingin dianggap pandai.
Kaseselan hawa Tercemar nafsu selalu merasa kurang,
Cupet kapepetan pamrih dan tertutup oleh pamrih,
tangeh nedya anggambuh sulit untuk manunggal pada Yang Mahakuasa.
mring Hyang Wisesa

GAMBUH (Langkah Catur Sembah)

48 Samengko ingsun tutur Kelak saya bertutur,


Sembah catur supaya lumuntur Empat macam sembah supaya dilestarikan;
Dhihin raga, cipta, jiwa, rasa, Pertama; sembah raga, kedua; sembah cipta, ketiga;
kaki sembah jiwa, dan keempat; sembah rasa, anakku !
Ing kono lamun tinemu Di situlah akan bertemu dengan
Tandha nugrahaning Manon pertanda anugrah Tuhan.

49 Sembah raga punika Sembah raga adalah


Pakartine wong amagang laku Perbuatan orang yang lagi magang “olah batin”
Susucine asarana saking warih Menyucikan diri dengan sarana air,
Kang wus lumrah limang Yang sudah lumrah misalnya lima waktu
wektu Sebagai rasa menghormat waktu
Wantu wataking weweton
50 Inguni uni durung Zaman dahulu belum
Sinarawung wulang kang pernah dikenal ajaran yang penuh tabir,
sinerung Baru kali ini ada orang menunjukkan hasil rekaan,
Lagi iki bangsa kas ngetokken memamerkan ke-bisa-an nya
anggit amalannya aneh aneh
Mintokken kawignyanipun
Sarengate elok elok

51 Thithik kaya santri Dul Kadang seperti santri “Dul” (gundul)


Gajeg kaya santri brai kidul Bila tak salah, seperti santri wilayah selatan
Saurute Pacitan pinggir pasisir Sepanjang Pacitan tepi pantai
Ewon wong kang padha Ribuan orang yang percaya.
nggugu Asal-asalan dalam berucap
Anggere padha nyalemong
52 Kasusu arsa weruh Keburu ingin tahu,
Cahyaning Hyang kinira yen cahaya Tuhan dikira dapat ditemukan,
karuh Menanti-nanti besar keinginan (mendapatkan
Ngarep arep urub arsa den anugrah) namun gelap mata
kurebi Orang tidak paham yang demikian itu
Tan wruh kang mangkono iku Nalarnya sudah salah kaprah
Akale kaliru enggon

53 Yen ta jaman rumuhun Bila zaman dahulu,


Tata titi tumrah tumaruntun Tertib teratur runtut harmonis
Bangsa srengat tan winor lan sariat tidak dicampur aduk dengan olah batin,
laku batin jadi tidak membuat bingung
Dadi nora gawe bingung bagi yang menyembah Tuhan
Kang padha nembah Hyang
Manon
54 Lire sarengat iku Sesungguhnya sariat itu
Kena uga ingaran laku dapat disebut olah, yang bersifat ajeg dan tekun.
Dhingin ajeg kapindone ataberi Anakku, hasil sariat adalah dapat menyegarkan
Pakolehe putraningsun badan
Nyenyeger badan mrih kaot agar lebih baik,
55 Wong seger badanipun badan, otot, daging, kulit dan tulang sungsumnya
Otot daging kulit balung menjadi segar,
sungsum Mempengaruhi darah, membuat tenang di hati.
Tumrah ing rah memarah Ketenangan hati membantu
Antenging ati Membersihkan kekusutan batin
Antenging ati nunungku
Angruwat ruweding batos

56 Mangkono mungguh ingsun Begitulah menurut ku !


Ananging ta sarehne asnafun Tetapi karena orang itu berbeda-beda,
Beda beda panduk Beda pula garis nasib dari Tuhan.
pandhuming dumadi Sebenarnya tidak cocok
Sayektine nora jumbuh tekad yang pada dijalankan itu
Tekad kang padha linakon
57 Nanging ta paksa tutur Namun terpaksa memberi nasehat
Rehne tuwa tuwase mung Karena sudah tua kewajibannya hanya memberi
catur petuah.
Bok lumuntur lantaraning reh Siapa tahu dapat lestari menjadi pedoman tingkah
utami laku utama.
Sing sapa temen tinemu Barang siapa bersungguh-sungguh akan
Nugraha geming kaprabon mendapatkan anugrah kemuliaan dan kehormatan.

58 Samengko sembah kalbu Nantinya, sembah kalbu itu


Yen lumintu uga dadi laku jika berkesinambungan juga menjadiolah spiritual.
Laku agung kang kagungan Olah (spiritual) tingkat tinggi yang dimiliki Raja.
Narapati Tujuan ajaran ilmu ini;
Patitis tetesing kawruh untuk memahami yang mengasuh diri (guru
Meruhi marang kang momong sejati/pancer)
59 Sucine tanpa banyu Bersucinya tidak menggunakan air
Mung nyunyuda mring Hanya menahan nafsu di hati
hardaning kalbu Dimulai dari perilaku yang tertata, teliti dan hati-
Pambukane tata titi ngati ati hati (eling dan waspada)
Atetep telaten atul Teguh, sabar dan tekun,
Tuladan marang waspaos semua menjadi watak dasar,
Teladan bagi sikap waspada.
60 Mring jatining pandulu Dalam penglihatan yang sejati,
Panduk ing ndon dedalan Menggapai sasaran dengan tata cara yang benar.
satuhu Biarpun sederhana tatalakunya dibutuhkan
Lamun lugu legutaning reh konsentrasi
maligi Sampai terbiasa mendengar suara sayup-sayup
Lageane tumalawung dalam keheningan
Wenganing alam kinaot Itulah, terbukanya “alam lain”

61 Yen wus kambah kadyeku Bila telah mencapai seperti itu,


Sarat sareh saniskareng laku Saratnya sabar segala tingkah laku.
Kalakone saka eneng ening Berhasilnya dengan cara;
eling Membangun kesadaran, mengheningkan cipta,
Ilanging rasa tumlawung pusatkan fikiran kepada energi Tuhan.
Kono adiling Hyang Manon Dengan hilangnya rasa sayup-sayup, di situlah
keadilan Tuhan terjadi. (jiwa memasuki alam gaib
rahasia Tuhan)

62 Gagare ngunggar kayun Gugurnya jika menuruti kemauan jasad (nafsu)


Tan kayungyun mring ayuning Tidak suka dengan indahnya kehendak rasa sejati,
kayun Jika merasakan keinginan yang tidak-tidak akan
Bangsa anggit yen ginigit nora gagal.
dadi Maka awas dan ingat lah
Marma den awas den emut dengan yang membuat gagal tujuan
Mring pamurunging kalakon
63 Samengko kang tinutur Nanti yang diajarkan
Sembah katri kang sayekti Sembah ketiga yang sebenarnya diperuntukkan
katur kepada Hyang sukma (jiwa).
Mring Hyang Sukma sukmanen Hayatilah dalam kehidupan sehari-hari
saari ari Usahakan agar mencapai sembah jiwa ini anakku !
Arahen dipun kacakup
Sembaling jiwa sutengong
64 Sayekti luwih perlu Sungguh lebih penting, yang
Ingaranan pepuntoning laku disebut sebagai ujung jalan spiritual,
Kalakuwan tumrap kang Tingkah laku olah batin, yakni
bangsaning batin menjaga kesucian dengan awas dan selalu ingat
Sucine lan awas emut akan alam nan abadi kelak.
Mring alaming lama maot
65 Ruktine ngangkah ngukut Cara menjaganya dengan menguasai, mengambil,
Ngiket ngruket triloka kakukut mengikat, merangkul erat tiga jagad yang dikuasai.
Jagad agung ginulung lan jagad Jagad besar tergulung oleh jagad kecil,
alit Pertebal keyakinanmu anakku !
Den kandel kumadel kulup Akan kilaunya alam tersebut.
Mring kelaping alam kono

66 Kaleme mawi limut Tenggelamnya rasa melalui suasana “remang


Kalamatan jroning alam kanyut berkabut”,
Sanyatane iku kanyatan kaki Mendapat firasat dalam alam yang menghanyutkan,
Sejatine yen tan emut Sebenarnya hal itu kenyataan, anakku !
Sayekti tan bisa awor Sejatinya jika tidak ingat
Sungguh tak bisa “larut”
67 Pamete saka luyut Jalan keluarnya dari luyut
Sarwa sareh saliring (batas antara lahir dan batin)
panganyut Tetap sabar mengikuti “alam yang menghanyutkan”
Lamun yitna kayitnan kang Asal hati-hati dan waspada yang menuntaskan tidak
mitayani lain hanyalah diri pribadinya
Tarlen mung pribadinipun
Kang katon tinonton kono yang tampak terlihat di situ

68 Nging away salah surup Tetapi jangan salah mengerti


Kono ana sajatining urub Di situ ada cahaya sejati
Yeku urub pangareb uriping Ialah cahaya pembimbing,
budi energi penghidup akal budi.
Sumirat sirat narawung Bersinar lebih terang dan cemerlang,
Kadya kartika katonton tampak bagaikan bintang
69 Yeku wenganing kalbu Yaitu membukanya pintu hati
Kabukane kang wengku Terbukanya yang kuasa-menguasai (antara
winengku cahaya/nur dengan jiwa/roh).
Wewengkone wis kawengku Cahaya itu sudah kau (roh) kuasai
neng sireki Tapi kau (roh) juga dikuasai
Nging sira uga kawengku oleh cahaya yang seperti bintang cemerlang.
Mring kang pindha kartika
byor
70 Samengko ingsun tutur Nanti ingsun ajarkan,
Gantya sembah ingkang kaping Beralih sembah yang ke empat.
catur Sembah rasa terasalah hakekat kehidupan.
Sembah rasa karasa wosing Terjadinya sudah tanpa petunjuk,
dumadi hanya dengan kesentosaan batin
Dadine wis tanpa tuduh
Mung kalawan kasing batos

71 Kalamun durung lugu Apabila belum bisa membawa diri,


Aja pisan wani ngaku aku Jangan sekali-kali berani mengaku-aku,
Antuk siku kang mangkono iku mendapat laknat yang demikian itu anakku !
kaki Artinya, seseorang berhak berkata apabila sudah
Kena uga wenang muluk mengetahui dengan nyata.
Kalamun wus padha melok

72 Meloke ujar iku Menghayati pelajaran ini


Yen wus ilang sumelanging Bila sudah hilang keragu-raguan hati.
kalbu Hanya percaya dengan sungguh-sungguh kepada
Amung kandel kumandel takdir
Amarang ing takdir itu harap diwaspadai, diingat,
Iku den awas den emut dicermati bila ingin menguasai seluruhnya.
Den memet yen arsa momot

73 Pamoting ujar iku Melaksanakan petuah itu


Kudu santosa ing budi teguh Harus kokoh budipekertinya
sarta sabar tawekal legaweng Teguh serta sabar
ati tawakal lapang dada
Trima lila ambeg sadu Menerima dan ikhlas apa adanya sikapnya dapat
Weruh wekasing dumados dipercaya
Mengerti “sangkan paraning dumadi”.
74 Sabarang tindak tanduk Segala tindak tanduk
Tumindake lan sakadaripun, dilakukan ala kadarnya,
Den ngaksama kasisipaning memberi maaf atas kesalahan sesama,
sesami, menghindari perbuatan tercela,
Sumimpanga ing laku dur, (dan) watak angkara yang besar.
Hardaning budi kang ngrodon.

75 Dadya weruh iya dudu, Sehingga tahu baik dan buruk,


Yeku minangka pandaming Demikian itu sebagai ketetapan hati,
kalbu, Yang membuka penghalang/tabir antara insan dan
Ingkang buka ing kijab bullah Tuhan,
agaib, Tersimpan dalam rahasia,
Sesengkeran kang sinerung, Terletak di dalam batin.
Dumunung telenging batos.
76 Rasaning urip iku, Rasa hidup itu
Krana momor pamoring dengan cara manunggal dalam satu wujud,
sawujud, Wujud Tuhan meliputi alam semesta,
Wujudollah sumrambah bagaikan rasa manis dengan madu. Begitulah
ngalam sakalir, ungkapannya.
Lir manis kalawan madu,
Endi arane ing kono.
77 Endi manis endi madu, Mana manis mana madu,
Yen wis bisa nuksmeng pasang apabila sudah bisa menghayati gambaran itu,
semu, Bagaimana pengertian sabda Tuhan,
Pasamoaning hebing kang Hendaklah digenggam di dalam hati, sudah jelas
Mahasuci, dipahami secara lahir dan batin.
Kasikep ing tyas kacakup,
Kasat mata lair batos.

78 Ing batin tan kaliru Dalam batin tak keliru,


Kedhap kilap liniling ing kalbu, Segala cahaya indah dicermati dalam hati,
Kang minangka colok celaking Yang menjadi petunjuk dalam memahami hakekat
Hyang Widhi, Tuhan,
Widadaning budi sadu, Selamatnya karena budi (bebuden) yang jujur
Pandak panduking liru nggon. (hilang nafsu),
Agar dapat merasuk beralih “tempat”.
79 Nggonira mrih tulus, Agar usahamu berhasil,
Kalaksitaning reh kang Dapat menemukan apa yang dicari,
rinuruh, upayamu agar dapat melepas penghalang kegaiban,
Nggyanira mrih wiwal Apabila kamu tidak paham ; lihatlah tentang
warananing gaib, bagaimana terjadinya telur.
Paranta lamun tan weruh,
Sasmita jatining endhog.
80 Putih lan kuningipun, Putih dan kuningnya,
Lamun arsa titah, bila akan mewujud (menetas),
titah teka mangsul, wujud datang berganti,
Dene nora mantra-mantra yen tak disangka-sangka,
ing lair, bila kelahirannya
Bisa aliru wujud, dapat berganti wujud,
Kadadeyane ing kono. Kejadiannya di situ !

81 Istingarah tan metu, Dipastikan tidak keluar,


Lawan istingarah tan lumebu, juga tidak masuk,
Dene ing njro wekasane dadi Kenyataannya yang di dalam akhirnya menjadi di
njawi, luar,
Rasakna kang tuwajuh, Rasakan sunguh-sungguh,
Aja kongsi kabasturon. Jangan sampai terlanjur tak bisa memahami.

82 Karana yen kebanjur, Sebab apabila sudah terlanjur,


Kajantaka tumekeng saumur, akan tak tenang sepanjang hidup, tidak ada gunanya
Tanpa tuwas yen tiwasa ing bila kelak mati,
dumadi, Menjadi orang hina yang bodoh,
Dadi wong ina tan weruh, dirinya sendiri malah dianggap tamu.
Dheweke den anggep dayoh.

TEMBANG KINANTHI
83 Mangka kanthining tumuwuh, Padahal bekal hidup,
Salami mung awas eling, selamanya waspada dan ingat,
Eling lukitaning alam, Ingat akan pertanda yang ada
Dadi wiryaning dumadi, di alam ini,
Supadi nir ing sangsaya, Menjadi kekuatannya asal-usul, supaya lepas dari
Yeku pangreksaning urip. sengsara.
Begitulah memelihara hidup.

84 Marma den taberi kulup, Maka rajinlah anak-anakku,


Anglung lantiping ati, Belajar menajamkan hati,
Rina wengi den anedya, Siang malam berusaha,
Pandak panduking pambudi, merasuk ke dalam sanubari,
Bengkas kahardaning driya, melenyapkan nafsu pribadi,
Supaya dadya utami.` Agar menjadi (manusia) utama.

85 Pangasahe sepi samun, Mengasahnya di alam sepi (semedi),


Aywa esah ing salami, Jangan berhenti selamanya,
Samangsa wis kawistara, Apabila sudah kelihatan,
Lalandhepe mingis mingis, tajamnya luar biasa,
Pasah wukir reksamuka, mampu mengiris gunung penghalang,
Kekes srabedaning budi. Lenyap semua penghalang budi.

86 Dene awas tegesipun, Awas itu artinya,


Weruh warananing urip, tahu penghalang kehidupan,
Miwah wisesaning tunggal, serta kekuasaan yang tunggal,
Kang atunggil rina wengi, yang bersatu siang malam,
Kang mukitan ing sakarsa, Yang mengabulkan segala kehendak,
Gumelar ngalam sakalir. terhampar alam semesta.

87 Aywa sembrana ing kalbu, Hati jangan lengah,


Wawasen wuwus sireki, Waspadailah kata-katamu,
Ing kono yekti karasa, Di situ tentu terasa,
Dudu ucape pribadi, bukan ucapan pribadi,
Marma den sembadeng sedya, Maka tanggungjawablah, perhatikan semuanya
Wewesen praptaning uwis. sampai tuntas.

88 Sirnakna semanging kalbu, Sirnakan keraguan hati,


Den waspada ing pangeksi, waspadalah terhadap pandanganmu,
Yeku dalaning kasidan, Itulah caranya berhasil,
Sinuda saka sethithik, Kurangilah sedikit demi sedikit godaan hawa nafsu,
Pamothahing nafsu hawa, Latihlah agar terlatih.
Linalantih mamrih titih.

89 Aywa mematuh nalutuh, Jangan terbiasa berbuat aib,


Tanpa tuwas tanpa kasil, Tiada guna tiada hasil,
Kasalibuk ing srabeda, terjerat oleh aral,
Marma dipun ngati-ati, Maka berhati-hatilah,
Urip keh rencananira, Hidup ini banyak rintangan,
Sambekala den kaliling. Godaan harus dicermati.

90 Umpamane wong lumaku, Seumpama orang berjalan,


Marga gawat den liwati, Jalan berbahaya dilalui,
Lamun kurang ing pangarah, Apabila kurang perhitungan,
Sayekti karendhet ing ri. Tentulah tertusuk duri,
Apese kasandhung padhas, celakanya terantuk batu,
Babak bundhas anemahi. Akhirnya penuh luka.

91 Lumrah bae yen kadyeku, Lumrahnya jika seperti itu,


Atetamba yen wus bucik, Berobat setelah terluka,
Duweya kawruh sabodhag, Biarpun punya ilmu segudang,
Yen tan nartani ing kapti, bila tak sesuai tujuannya,
Dadi kawruhe kinarya, ilmunya hanya dipakai mencari nafkah dan pamrih.
Ngupaya kasil lan melik.
92 Meloke yen arsa muluk, Baru kelihatan jika keinginannya muluk-muluk,
Muluk ujare lir wali, Muluk-muluk bicaranya seperti wali,
Wola wali nora nyata, Berkali-kali tak terbukti,
Anggepe pandhita luwih, merasa diri pandita istimewa,
Kaluwihane tan ana, Kelebihannya tak ada,
Kabeh tandha tandha sepi. Semua bukti sepi.

93 Kawruhe mung ana wuwus, Ilmunya sebatas mulut,


Wuwuse gumaib gaib, Kata-katanya di gaib-gaibkan,
Kasliring thithik tan kena, Dibantah sedikit saja tidak mau, mata membelalak
Mancereng alise gathik, alisnya menjadi satu,
Apa pandhita antiga, Apakah yang seperti itu pandita palsu,..anakku ?
Kang mangkono iku kaki,

94 Mangka ta kang aran laku, Padahal yang disebut “laku”,


Lakune ngelmu sejati, sarat menjalankan ilmu sejati tidak suka omong
Tan dahwen pati openan, kosong dan tidak suka memanfaatkan hal-hal
Tan panasten nora jail, sepele yang bukan haknya,
Tan njurungi ing kahardan, Tidak iri hati dan jail,
Amung eneng mamrih ening. Tidak melampiaskan hawa nafsu. Sebaliknya,
bersikap tenang agar menggapai keheningan jiwa.

95 Kaunanging budi luhung, Luhurnya budipekerti,


Bangkit ajur ajer kaki, pandai beradaptasi, anakku !
Yen mangkono bakal cikal, Demikian itulah awal mula,
Thukul wijining utami, tumbuhnya benih keutamaan,
Nadyan bener kawruhira, Walaupun benar ilmumu,
Yen ana kang nyulayani. bila ada yang mempersoalkan..

96 Tur kang nyulayani iku, Walau orang yang mempersoalkan itu,


Wus wruh yen kawruhe nempil, sudah diketahui ilmunya dangkal,
Nanging laire angalah, tetapi secara lahir kita mengalah,
Katingala angemori, berkesanlah persuasif,
Mung ngenaki tyasing liyan, sekedar menggembirakan hati orang lain.
Aywa esak aywa serik. Jangan sakit hati dan dendam.

97 Yeku ilapating wahyu, Begitulah sarat turunnya wahyu,


Yen yuwana ing salami, Bila teguh selamanya,
Marga wimbuh ing nugraha, dapat bertambah anugrahnya,
Saking heb Kang mahasuci, dari sabda Tuhan Mahasuci,
Cinancang pucuking cipta, terikat di ujung cipta,
Nora ucul ucul kaki. tiada terlepas-lepas anakku.

98 Mangkono ingkang tinamtu, Begitulah yang digariskan,


Tampa nugrahaning Widhi, Untuk mendapat anugrah Tuhan.
Marma ta kulup den bisa, Maka dari itu anakku,
Mbusuki ujaring janmi, sebisanya, kalian pura-pura menjadi orang bodoh
Pakoleh lair batinnya, terhadap perkataan orang lain,
Iyeku budi premati. nyaman lahir batinnya,
yakni budi yang baik.

99 Pantes tinulat tinurut, Pantas menjadi suri tauladan yang ditiru,


Laladane mrih utami, Wahana agar hidup mulia,
Utama kembanging mulya, kemuliaan jiwa raga.
Kamulyan jiwa dhiri, Walaupun tidak persis, seperti nenek moyang
Ora ta yen ngeplekana, dahulu.
Lir leluhur nguni-uni.
100 Ananging ta kudu kudu, Tetapi harus giat berupaya, sesuai kemampuan diri,
Sakadarira pribadi, Jangan melupakan suri tauladan,
Aywa tinggal tutuladan, Bila tak berbuat demikian itu anakku,
Lamun tan mangkono kaki, pasti merugi sebagai manusia.
Yekti tuna ing tumitah, Maka lakukanlah anakku !
Poma kaestokna kaki.
Sumber:
https://sabdalangit.wordpress.com
http://apisuci.blogspot.com/2012/02/serat-wedhatama-lengkap.html
PUPUH I
PANGKUR
01
Mingkar-mingkuring ukara, akarana karenan mardi siwi, sinawung resmining kidung, sinuba sinukarta, mrih kretarta
pakartining ilmu luhung,kang tumrap ing tanah Jawa, agama ageming aji.
02
Jinejer ing Weddhatama, mrih tan kemba kembenganing pambudi,mangka nadyan tuwa pikun, yen tan mikani
rasa, yekti sepi sepa lir sepah asamun,samasane pakumpulan, gonyak-ganyuk nglelingsemi.
03
Nggugu karsane priyangga, nora nganggo peparah lamun angling,lumuh ingaran balilu, uger guru aleman, nanging
janma ingkang wus waspadeng semu, sinamun samudana, sesadoning adu manis .
04
Si pengung nora nglegewa, sangsayarda denira cacariwis, ngandhar-andhar angendukur, kandhane nora kaprah, saya
elok alangka longkangipun, si wasis waskitha ngalah, ngalingi marang sipingging.
05
Mangkono ilmu kang nyata, sanyatane mung we reseping ati,bungah ingaran cubluk, sukeng tyas yen den ina, nora kaya
si punggung anggung gumunggung, ugungan sadina dina, aja mangkono wong urip.
06
Uripa sapisan rusak, nora mulur nalare ting saluwir, kadi ta guwa kang sirung, sinerang ing maruta, gumarenggeng
anggereng anggung gumrunggung, pindha padhane si mudha, prandene paksa kumaki.
07
Kikisane mung sapala, palayune ngendelken yayah wibi, bangkit tur bangsaning luhur, lah iya ingkang rama, balik sira
sarawungan bae durung, mring atining tata krama, nggon-anggon agama suci.
08
Socaning jiwangganira, jer katara lamun pocapan pasthi, lumuh asor kudu unggul, sumengah sesongaran,yen
mangkono kena ingaran katungkul, karem ing reh kaprawiran, nora enak iku kaki.
09
Kekerane ngelmu karang, kakarangan saking bangsaning gaib, iku boreh paminipun, tan rumasuk ing jasad, amung
aneng sajabaning daging kulup, Yen kapengkok pancabaya,
ubayane mbalenjani.
10
Marma ing sabisa-bisa, babasane muriha tyas basuki, puruitaa kang patut, lan traping angganira, Ana uga angger
ugering kaprabun, abon aboning panembah, kang kambah ing siang ratri.
11
Iku kaki takokena, marang para sarjana kang martapi, mring tapaking tepa tulus, kawawa nahen hawa, Wruhanira
mungguh sanjataning ngelmu, tan mesthi neng janma wreda, tuwin muda sudra kaki.
12
Sapantuk wahyuning Allah, gya dumilah mangulah ngelmu bangkit, bangkit mikat reh mangukut, kukutaning Jiwangga,
Yen mangkono kena sinebut wong sepuh, liring sepuh sepi hawa, awas roroning ngatunggil.
13
Tan samar pamoring Sukma, sinukma ya winahya ing ngasepi, sinimpen telenging kalbu, Pambukaning waana, tarlen
saking liyep layaping ngaluyup, pindha pesating supena, sumusuping rasa jati.
14
Sajatine kang mangkono, wus kakenan nugrahaning Hyang Widi, bali alaming ngasuwung, tan karem karamean,
ingkang sipat wisesa winisesa wus, mulih mula mulanira, mulane wong anom sami.
PUPUH II
SINOM
01
Nulada laku utama, tumrape wong Tanah Jawi, Wong Agung ing Ngeksiganda, Panembahan Senopati, kepati amarsudi,
sudane hawa lan nepsu, pinesu tapa brata, tanapi ing siyang ratri, amamangun karenak tyasing sesama.
02
Samangsane pesasmuan, mamangun martana martani, sinambi ing saben mangsa, kala kalaning asepi, lelana teki-teki,
nggayuh geyonganing kayun, kayungyun eninging tyas, sanityasa pinrihatin, puguh panggah cegah dhahar, lawan
nendra.
03
Saben nendra saking wisma, lelana laladan sepi, ngisep sepuhing supana, mrih pana pranaweng kapti, titising tyas
marsudi, mardawaning budya tulus, mese reh kasudarman, neng tepining jala nidhi, sruning brata kataman wahyu
dyatmika.
04
Wikan wengkoning samodra, kederan wus den ideri, kinemat kamot hing driya, rinegan segegem dadi, dumadya
angratoni, nenggih Kanjeng Ratu Kidul, ndedel nggayuh nggegana, umara marak maripih, sor prabawa lan Wong
Agung Ngeksiganda.
05
Dahat denira aminta, sinupeket pangkat kanci, jroning alam palimunan, ing pasaban saben sepi, sumanggem
anjanggemi, ing karsa kang wus tinamtu, pamrihe mung aminta, supangate teki-teki, nora ketang teken janggut suku
jaja.
06
Prajanjine abipraja, saturun-turun wuri, Mangkono trahing ngawirya, yen amasah mesu budi, dumadya glis dumugi, iya
ing sakarsanipun, wong agung Ngeksiganda, nugrahane prapteng mangkin, trah tumerah darahe pada wibawa.
07
Ambawani tanah Jawa, kang padha jumeneng aji, satriya dibya sumbaga, tan lyan trahingSenapati, pan iku pantes ugi,
tinelad labetanipun, ing sakuwasanira, enake lan jaman mangkin, sayektine tan bisa ngepleki kuna.
08
Luwung kalamun tinimbang, ngaurip tanpa prihatin, Nanging ta ing jaman mangkya, pra mudha kang den karemi,
manulad nelad Nabi, nayakeng rad Gusti Rasul, anggung ginawe umbag, saben saba mapir masjid, ngajap-ajap mukjijat
tibaning drajat.
09
Anggung anggubel sarengat, saringane tan den wruhi, dalil dalaning ijemak, kiyase nora mikani, katungkul mungkul
sami, bengkrakan neng masjid agung, kalamun maca kutbah, lelagone dhandhanggendhis, swara arum ngumandhang
cengkok palaran.
10
Lamun sira paksa nulad, Tuladhaning Kangjeng Nabi, O, ngger kadohan panjangkah, wateke tak betah kaki, Rehne ta
sira Jawi, satitik bae wus cukup, aja ngguru aleman, nelad kas ngepleki pekih, Lamun pungkuh pangangkah yekti
karamat.
11
Nanging enak ngupa boga, rehne ta tinitah langip, apa ta suwiteng Nata, tani tanapi agrami, Mangkono mungguh
mami, padune wong dhahat cubluk, durung wruh cara Arab, Jawaku bae tan ngenting, parandene pari peksa mulang
putra.
12
Saking duk maksih taruna, sadhela wus anglakoni, aberag marang agama, maguru anggering kaji, sawadine tyas mami,
banget wedine ing besuk, pranatan ngakir jaman, Tan tutug kaselak ngabdi, nora kober sembahyang gya tininggalan.
13
Marang ingkang asung pangan, yen kasuwen den dukani, abubrah bawur tyas ingwang, lir kiyamat saben hari, bot Allah
apa gusti, tambuh-tambuh solah ingsun, lawas-lawas graita, rehne ta suta priyayi, yen mamriha dadi kaum temah nista.
14
Tuwin ketib suragama, pan ingsun nora winaris, angur baya angantepana, pranatan wajibing urip, lampahan angluluri,
aluraning pra luluhur, kuna kumunanira, kongsi tumekeng semangkin, Kikisane tan lyan among ngupa boga.
15
Bonggan kang tan mrelokena, mungguh ugering ngaurip, uripe tan tri prakara, wirya, arta, tri winasis, kalamun kongsi
sepi, saka wilangan tetelu, telas tilasing janma, aji godhong jati aking, temah papa papariman ngulandara.
16
Kang wus waspada ing patrap, mangayut ayat winasis, wasana wosing Jiwangga, melok tanpa aling-aling, kang ngalingi
kaliling, wenganing rasa tumlawung, keksi saliring jaman, angelangut tanpa tepi, yeku aran tapa tapaking Hyang
Sukma.
17
Mangkono janma utama, tuman tumanem ing sepi, ing saben rikala mangsa,masah amemasuhbudi, lahire den tetepi, ing
reh kasatriyanipun, susila anor raga, wignya met tyasing sesame, yeku aran wong barek berag agama.
18
Ing jaman mengko pan ora, arahe para turami, yen antuk tuduh kang nyata, nora pisan den lakoni, banjur njujurken
kapti, kakekne arsa winuruk, ngandelken gurunira, pandhitane praja sidik, tur wus manggon pamucunge mring
makrifat.
PUPUH III
PUCUNG
01
Ngelmu iku, kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani, setya budya pangkese dur angkara.
02
Angkara gung, neng angga anggung gumulung, gogolonganira triloka, lekere kongsi, yen den umbar ambabar dadi
rubeda.
03
Beda lamun, kang wus sengsem reh ngasamun, semune ngaksama, sasamane bangsa sisip, sarwa sareh saking mardi
marto tama.
04
Taman limut, durgameng tyas kang weh limput, kereming karamat, karana karohaning sih, sihing Sukma ngreda
sahardi gengira.
05
Yeku patut, tinulad-tulad tinurut, sapituduhira, aja kaya jaman mangkin, keh pramudha mundhi dhiri lapel makna.
06
Durung pecus,kesusu kaselak besus, amaknani lapal, kaya sayid weton Mesir, pendhak-pendhak angendhak gunaning
janma.
07
Kang kadyeku, kalebu wong ngaku-aku, akale alangka, elok Jawane denmohi, paksa ngangkah langkah met kawruh ing
Mekah.
08
Nora weruh, rosing rasa kang rinuruh, lumeketing angga, anggere padha marsudi, kana-kene kaanane nora beda.
09
Uger lugu, den ta mrih pralebdeng kalbu, yen kabul kabuka, ing drajat kajating urip, kaya kang wus winahyeng sekar
srinata.
10
Basa ngelmu, mupakate lan panemu, pasahe lan tapa, yen satriya tanah Jawi, kuna-kuna kang ginilut triprakara.
11
Lila lamun, kelangan nora gegetun, trima yen kataman, sakserik sameng dumadi, trilegawa nalangsa srahing Batara.
12
Batara gung, inguger graning jajantung, jenak Hayang Wisesa, sana paseneten Suci, nora kaya si mudha mudhar
angkara.
13
Nora uwus, kareme anguwus-uwus, uwose tan ana, mung janjine muring-muring, kaya buta-buteng betah nganiaya.
14
Sakeh luput, ing angga tansah linimput, linimpet ing sabda, narka tan ana udani, lumuh ala ardane ginawe gada.
15
Durung punjul, ing kawruh kaselak jujul, kaseselan hawa, cupet kapepetan pamrih, tangeh nedya anggambuh mring
Hyang Wisesa.
PUPUH IV
GAMBUH
01
Samengko ingsun tutur, sembah catur: supaya lumuntur, dihin: raga, cipta, jiwa, rasa, kaki, ing kono lamun tinemu,
tandha nugrahaning Manon.
02
Sembah raga puniku,pakartine wong amagang laku, susucine asarana saking warih, kang wus lumrah limang wektu,
wantu wataking wawaton.
03
Inguni-uni durung, sinarawung wulang kang sinerung, lagi iki bangsa kas ngetok-ken anggit, mintoken kawignyanipun,
sarengate elok-elok.
04
Thithik kaya santri Dul, gajeg kaya santri brahi kidul, saurute Pacitan pinggir pasisir, ewon wong kang padha nggugu,
anggere guru nyalemong.
05
Kasusu arsa weruh, cahyaning Hyang kinira yen karuh, ngarep-arep urup arsa den kurebi, Tan wruh kang mangkoko
iku, akale keliru enggon.
06
Yen ta jaman rumuhun, tata titi tumrah tumaruntun, bangsa srengat tan winor lan laku batin, dadi ora gawe bingung,
kang padha nembah Hyang Manon.
07
Lire sarengat iku, kena uga ingaranan laku, dihin ajeg kapindhone ataberi, pakolehe putraningsun, nyenyeger badan
mwih kaot.
08
Wong seger badanipun, otot daging kulit balung sungsum, tumrah ing rah memarah antenging ati, antenging ati
nunungku, angruwat ruweting batos.
09
Mangkono mungguh ingsun, ananging ta sarehne asnafun, beda-beda panduk panduming dumadi, sayektine nora
jumbuh, tekad kang padha linakon.
10
Nanging ta paksa tutur, rehning tuwa tuwase mung catur, bok lumuntur lantaraning reh utami, sing sapa temen tinemu,
nugraha geming Kaprabon.
11
Samengko sembah kalbu, yen lumintu uga dadi laku, laku agung kang kagungan Narapati, patitis tetesing kawruh,
meruhi marang kang momong.
12
Sucine tanpa banyu, mung nyenyuda mring hardaning kalbu, pambukane tata, titi, ngati-ati, atetetp talaten atul,
tuladhan marang waspaos.
13
Mring jatining pandulu, panduk ing ndon dedalan satuhu, lamun lugu leguting reh maligi, lageane tumalawung,
wenganing alam kinaot.
14
Yen wus kambah kadyeku, sarat sareh saniskareng laku, kalakone saka eneng, ening, eling, Ilanging rasa
tumlawung, kono adile Hyang Manon.
15
Gagare ngunggar kayun, tan kayungyun mring ayuning kayun, bangsa anggit yen ginigit nora dadi, Marma den awas
den emut, mring pamurunging lelakon.
16
Samengko kang tinutur, sembah katri kang sayekti katur, mring Hyang Sukma sukmanen sehari-hari, arahen dipun
kecakup, sembah ing Jiwa sutengong.
17
Sayekti luwih prelu, ingaranan pepuntoning laku, kalakuan kang tumrap bangsaning batin, sucine lan Awas Emut,
mring alame alam amot.
18
Ruktine ngangkah ngukut, ngiket ngrukut triloka kakukut, jagad agung gimulung lan jagad cilik, Den kandel kumandel
kulup, mring kelaping alam kono.
19
Keleme mawa limut, kalamatan jroning alam kanyut, sanyatane iku kanyatan kaki, Sajatine yen tan emut, sayekti tan
bisa awor.
20
Pamete saka luyut, sarwa sareh saliring panganyut, lamun yitna kayitnan kang mitayani, tarlen mung pribadinipun,
kang katon tinonton kono.
21
Nging aywa salah surup, kono ana sajatining Urub, yeku urup pangarep uriping Budi, sumirat sirat narawung, kadya
kartika katongton.
22
Yeku wenganing kalbu, kabukane kang wengku winengku, wewengkone wis kawengku neng sireki, nging sira uga
kawengku, mring kang pindha kartika byor.
23
Samengko ingsun tutur, gantya sembah ingkang kaping catur, sembah Rasa karasa rosing dumadi, dadine wis tanpa
tuduh, mung kalawan kasing Batos.
24
Kalamun durung lugu, aja pisan wani ngaku-aku, antuk siku kang mangkono iku kaki, kena uga wenang muluk,
kalamun wus pada melok.
25
Meloke ujar iku, yen wus ilang sumelang ing kalbu, amung kandel kumandel ngandel mring takdir, iku den awas den
emut, den memet yen arsa momot.
26
Pamoring ujar iku, kudu santosa ing budi teguh, sarta sabar tawekal legaweng ati, trima lila ambeh sadu, weruh
wekasing dumados.
27
Sabarang tindak-tanduk, tumindake lan sakadaripun, den ngaksama kasisipaning sesami, sumimpanga ing laku dur,
hardaning budi kang ngrodon.
28
Dadya wruh iya dudu, yeku minangka pandaming kalbu, inkang buka ing kijab bullah agaib, sesengkeran kang sinerung,
dumunung telenging batos.
29
Rasaning urip iku krana momor pamoring sawujud, wujuddullah sumrambah ngalam sakalir, lir manis kalawan madu,
endi arane ing kono.
30
Endi manis endi madu, yen wis bisa nuksmeng pasang semu, pasamaoning hebing kang Maha Suci, kasikep ing tyas
kacakup, kasat mata lair batos.
31
Ing batin tan keliru, kedhap kilap liniling ing kalbu, kang minangka colok celaking Hyang Widi, widadaning budi sadu,
pandak panduking liru nggon.
32
Nggonira mrih tulus, kalaksitaning reh kang rinuruh, ngayanira mrih wikal, warananing gaib, paranta lamun tan
weruh, sasmita jatining endhog.
33
Putih lan kuningpun, lamun arsa titah teka mangsul, dene nora mantra-mantra yen ing lair, bisa aliru wujud,
kadadeyane ing kono.
34
Istingarah tan metu, lawan istingarah tan lumebu, dene ing njro wekasane dadi njawi, raksana kang tuwajuh, aja kongsi
kabasturon.
35
Karana yen kebanjur, kajantaka tumekeng saumur, tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi, dadi wong ina tan wruh,
dhewekw den anggep dhayoh.

PUPUH V
KINANTHI
01
Mangka kantining tumuwuh, salami mung awas eling, eling lukitaning alam, wedi weryaning dumadi, supadi niring
sangsaya, yeku pangreksaning urip.
02
Marma den taberi kulup, angulah lantiping ati, rina wengi den anedya, pandak-panduking pambudi, bengkas
kahardaning driya, supadya dadya utami.
03
Pangasahe sepi samun, aywa esah ing salami, samangsa wis kawistara, lalandhepe mingis-mingis, pasah wukir reksa
muka, kekes srabedaning budi.
04
Dene awas tegesipun, weruh warananing urip, miwah wisesaning tunggal, kang atunggil rina wengi, kang mukitan ing
sakarsa, gumelar ngalam sakalir.
05
Aywa sembrana ing kalbu, wawasen wuwus sireki, ing kono yekti karasa, dudu ucape pribadi, marma den sembadeng
sedya, wewesen praptaning uwis.
06
Sirnakna semanging kalbu, den waspada ing pangeksi, yeku dalaning kasidan, sinuda saka satitik, pamotahing nafsu
hawa, jinalantih mamrih titih.
07
Aywa mamatuh malutuh, tanpa tuwas tanpa kasil, kasalibuk ing srabeda, marma dipun ngati-ati, urip keh rencananira,
sambekala den kaliling.
08
Upamane wong lumaku, marga gawat den liwati, lamun kurang ing pangarah, sayekti karendet ing ri, apese
kasandhung padhas, babak bundhas anemahi.
09
Lumrah bae yen kadyeku, atetamba yen wis bucik, duwea kawruh sabodag, yen ta nartani ing kapti, dadi kawruhe
kinarya, ngupaya kasil lan melik.
10
Meloke yen arsa muluk, muluk ujare lir wali, wola-wali nora nyata, anggepe pandhita luwih, kaluwihane tan ana, kabeh
tandha-tandha sepi.
11
Kawruhe mung ana wuwus, wuwuse gumaib baib, kasliring titik tan kena, mancereng alise gatik, apa pandhita antige,
kang mangkono iku kaki.
12
Mangka ta kang aran laku, lakune ngelmu sajati, tan dahwen pati openan, tan panasten nora jail, tan njurungi ing
kaardan, amung eneng mamrih ening.
13
Kunanging budi luhung, bangkit ajur ajer kaki, yen mangkono bakal cikal, thukul wijining utami, nadyan bener
kawruhira, yen ana kang nyulayani.
14
Tur kang nyulayani iku, wus wruh yen kawruhe nempil, nanging laire angalah, katingala angemori, mung ngenaki
tyasing liyan, aywa esak aywa serik.
15
Yeku ilapating wahyu, yen yuwana ing salami, marga wimbuh ing nugraha, saking heb kang Maha Suci, cinancang
pucuking cipta, nora ucul-ucul kaki.
16
Mangkono ingkang tinamtu,tampa nugrahaning Widhi, marma ta kulup den bisa, mbusuki ujaring janmi, pakoleh lair
batinnya, iyeku budi premati.
17
Pantes tinulad tinurut, laladane mrih utami, utama kembanging mulya, kamulyaning jiwa dhiri, ora yen ta ngeplekana,
lir leluhur nguni-uni.
18
Ananging ta kudu-kudu, sakadarira pribadi, aywa tinggal tutuladan, lamun tan mangkono kaki, yekti tuna ing tumitah,
poma kaestokna kaki.
By Alang Alang Kumitir
www.alangalangkumitir.wordpress.com
...........................................................................................................................................................

Anda mungkin juga menyukai