Kang tumrap neng tanah Jawa, yang berlangsung di tanah Jawa (nusantara)
Socaning jiwangganira,
Cerminan dari dalam jiwa raga mu,
Jer katara lamun pocapan
pasthi, Nampak jelas walau tutur kata halus,
marang para sarjana kang Kepada para sarjana yang menimba ilmu
martapi
Kepada jejak hidup para suri tauladan yang
Mring tapaking tepa tulus, benar,
(lanjut ke SINOM)
Tis tising tyas marsudi, Hati bertekad selalu berusaha dengan tekun,
Wikan wengkoning
samodra, Memahami kekuasaan di dalam samodra
seluruhnya sudah dijelajahi,
Kederan wus den ideri,
“kesaktian” melimputi indera
Kinemat kamot hing driya,
Ibaratnya cukup satu genggaman saja sudah
Rinegan segegem dadi, jadi, berhasil berkuasa,
Prajanjine abipraya,
Saturun-turuning wuri,
Perjanjian sangat mulia,
Mangkono trahing
ngawirya, untuk seluruh keturunannya di kelak
kemudian hari.
Yen amasah mesu budi,
Begitulah seluruh keturunan orang luhur,
Dumadya glis dumugi,
bila mau mengasah akal budi
Iya ing sakarsanipun,
akan cepat berhasil,
Wong agung Ngeksiganda,
apa yang diharapkan orang besar Mataram,
Nugrahane prapteng anugerahnya hingga kelak dapat mengalir di
mangkin, seluruh darah keturunannya, dapat memiliki
20 wibawa.
Trah tumerah dharahe padha
wibawa.
Lowung kalamun
tinimbang,
Saben seba mampir masjid, setiap akan bekerja singgah dulu di masjid,
Jawaku wae tan ngenting, Tata cara Jawa saja tidak mengerti,
Sawadine tyas mami, Berguru menimba ilmu pada yang haji, maka
yang terpendam dalam hatiku, menjadi
Banget wedine ing mbesuk,
sangat takut akan hari kemudian,
Pranatan ngakir jaman,
Keadaan di akhir zaman,
Tan tutug kaselak ngabdi,
Tidak tuntas keburu “mengabdi”
Nora kober sembahyang gya
26 tinimbalan. Tidak sempat sembahyang terlanjur dipanggil.
Pan ingsun nora winaris, begitu pula jika aku menjadi pengurus dan
juru dakwah agama.
Angur baya ngantepana,
Karena aku bukanlah keturunannya,
Pranatan wajibing urip,
Lebih baik memegang teguh
Lampahan angluluri,
aturan dan kewajiban hidup,
Kuna kumunanira,
Menjalankan pedoman hidup
Kongsi tumekeng
samangkin, warisan leluhur dari zaman dahulu kala
hingga kelak kemudian hari.
Kikisane tan lyan amung
28 ngupa boga. Ujungnya tidak lain hanyalah mencari nafkah.
Aji godhong jati aking, Lebih berharga daun jati kering, akhirnya
mendapatlah derita, jadi pengemis dan
Temah papa papariman terlunta.
ngulandara.
Nora pisan den lakoni, sikap anak muda bila mendapat petunjuk
nyata,
Banjur njujurken kapti,
tidak pernah dijalani,
Kakekne arsa winuruk,
Lalu hanya menuruti kehendaknya,
Ngandelken gurunira,
Kakeknya akan diajari,
Panditane praja sidik,
dengan mengandalkan gurunya,
Tur wus manggon
pamucunge yang dianggap pandita negara yang pandai,
Angkara gung
Nafsu angkara yang besar
Neng angga anggung
34 gumulung ada di dalam diri, kuat menggumpal,
menjangkau hingga tiga zaman, jika
Gegolonganira dibiarkan berkembang akan
Taman limut
Kang kadyeku
Yang seperti itu
Kalebu wong ngaku aku
termasuk orang mengaku-aku
akale alangka
Kemampuan akalnya dangkal
Elok Jawane denmohi
Keindahan ilmu Jawa malah ditolak.
Paksa langkah ngangkah met
Sebaliknya, memaksa diri mengejar ilmu di
39 Kawruh ing Mekah Mekah,
40 kana kene kaanane nora beda sana sini (ilmunya) tidak berbeda,
Ing drajat kajating urip Seperti yang telah tersirat dalam tembang
41 sinom (di atas).
Kaya kang wus winahya
sekar srinata
Basa ngelmu
Yang namanya ilmu, dapat berjalan bila
Mupakate lan panemune sesuai dengan cara pandang kita.
Kuna kuna kang ginilut dahulu yang menjadi pegangan adalah tiga
42 tripakara perkara yakni;
Semua kesalahan
Durung punjul
Belum cakap ilmu
Ing kawruh kaselak jujul
Buru-buru ingin dianggap pandai.
Kaseselan hawa
Tercemar nafsu selalu merasa kurang,
Cupet kapepetan pamrih
dan tertutup oleh pamrih,
tangeh nedya anggambuh
sulit untuk manunggal pada Yang
47 mring Hyang Wisesa Mahakuasa.
Dhihin raga, cipta, jiwa, rasa, Pertama; sembah raga, kedua; sembah
kaki cipta,ketiga; sembah jiwa, dan keempat;
sembah rasa, anakku !
Ing kono lamun tinemu Di situlah akan bertemu dengan
Lagi iki bangsa kas ngetokken Baru kali ini ada orang menunjukkan hasil
anggit rekaan,
Gajeg kaya santri brai kidul Kadang seperti santri “Dul” (gundul)
Saurute Pacitan pinggir Bila tak salah, seperti santri wilayah selatan
pasisir
Sepanjang Pacitan tepi pantai
Ewon wong kang padha
nggugu Ribuan orang yang percaya.
Dhingin ajeg kapindone dapat disebut olah, yang bersifat ajeg dan
ataberi tekun.
Anakku, hasil sariat adalah dapat
Pakolehe putraningsun menyegarkan badan
Pamete saka luyut Jalan keluarnya dari luyut (batas antara lahir
dan batin)
Sarwa sareh saliring
panganyut Tetap sabar mengikuti “alam yang
menghanyutkan”
Lamun yitna kayitnan kang
mitayani Asal hati-hati dan waspada yang
menuntaskan tidak lain hanyalah diri
Tarlen mung pribadinipun pribadinya
Aja pisan wani ngaku aku Apabila belum bisa membawa diri,
72 Den memet yen arsa momot dicermati bila ingin menguasai seluruhnya.
Kedhap kilap liniling ing Segala cahaya indah dicermati dalam hati,
kalbu,
Yang menjadi petunjuk dalam memahami
Kang minangka colok hakekat Tuhan,
celaking Hyang Widhi,
Selamatnya karena budi (bebuden) yang
Widadaning budi sadu, jujur (hilang nafsu),
Tanpa tuwas yen tiwasa ing akan tak tenang sepanjang hidup, tidak ada
dumadi, gunanya bila kelak mati,
Dadi wong ina tan weruh, Menjadi orang hina yang bodoh,