Anda di halaman 1dari 193

Rumah Dharma - Hindu Indonesia

BALI DWIPA
~ Catatan Perjalanan Spiritual Di Tanah Sakral ~

Ditulis Oleh : I Nyoman Kurniawan


Sujud hormat saya yang sangat mendalam kepada
para Guru, kepada para Ista Dewata pelindung, serta
kepada para leluhur.
BALI DWIPA
Catatan Perjalanan Spiritual Di Tanah Sakral

Penulis :
I Nyoman Kurniawan

Diterbitkan oleh :
Rumah Dharma - Hindu Indonesia

Rahina suci Saraswati, 25 Juni 2016

Buku ini saya persembahkan untuk para Guru suci


Pulau Bali dari semua jaman, untuk tanah Bali Dwipa
yang sakral, untuk keluarga Rumah Dharma, serta
untuk semua orang.
DAFTAR ISI

1. Kelahiran Kembali Yang Buruk


2. Pintu Gerbang Memasuki Jalan Dharma
3. Mengenal Tuhan
4. Para Ista Dewata
5. Orang Suci Di Pasar
6. Energi Kedamaian Dan Belas Kasih Mendalam Di
Pulau Bali
7. Dimensi Kosmik Tempat Suci Tantra
8. Vegetarian
9. Sadhana Abhaya Yadnya
10. Menghadapi Serangan Black Magic Dengan Jalan
Belas Kasih
11. Kerauhan
12. Orang Melik
13. Bunuh Diri
14. Menggugurkan Kandungan
15. Sadhana Seringkas-ringkasnya Tapi Lengkap Dan
Bercahaya
16. Marga Sunia / Jalan Hening
17. Kelahiran Kembali Yang Baik
~1~
KELAHIRAN KEMBALI YANG BURUK
Selama bertahun-tahun saya menapaki jalan
spiritual dharma, salah satu hal yang sering membuat
hati saya sedih adalah melihat terjadinya kejatuhan
Atma dalam siklus samsara. Dalam ajaran dharma ini
disebut sebagai dhuka punarbhawa, yaitu dari
kehidupan sebagai manusia, setelah meninggal jatuh
turun tingkat terlahir kembali menjadi binatang atau
menjadi mahluk-mahluk alam bawah.

Dalam siklus samsara, mendapat kesempatan


terlahir sebagai manusia tidak terjadi dengan mudah.
Tubuh fisik manusia yang kita miliki sebagai wahana
Atma dalam kehidupan ini sangat sulit diperoleh. Kita
perlu mengumpulkan akumulasi karma baik yang
sangat banyak dalam jangka waktu sangat panjang
agar dapat terlahir sebagai manusia.

Jika terjadi dhuka punarbhawa dari kehidupan


manusia jatuh turun tingkat terlahir kembali menjadi
binatang, ada kecenderungan kita akan berada dalam
siklus kelahiran berulang-ulang sebagai binatang
dalam kurun jangka waktu yang sangat panjang. Jika
terjadi dhuka punarbhawa dari kehidupan manusia
jatuh turun tingkat menjadi mahluk-mahluk alam
bawah, ada kecenderungan kita akan berada di alam
bawah dalam kurun jangka waktu yang tidak
terhingga panjangnya.

Saya punya banyak pengalaman langsung


menyangkut dhuka punarbhawa ini. Saya akan
ceritakan beberapa.

==== Saya punya seorang teman kuliah. Lama tidak


ada kontak dan kabar berita, tiba-tiba saya mendapat
kabar sedih dari teman kuliah lain bahwa dia
meninggal karena sakit. Saya dan teman-teman kuliah
lain menjenguk ke rumah duka. Karena keluarganya
sudah kehabisan banyak sekali uang untuk
pengobatan sakitnya, teman saya ini tidak langsung
dibuatkan upacara ngaben, hanya diupacarai dengan
cara dikubur saja.

Pada suatu hari yang tenang, saya duduk hening


di rumah. Saya berusaha menerawang dimana posisi
Atma teman kuliah saya ini. Secara niskala saya
melihatnya berada di tempat yang gelap dan
mengerikan, dan teman saya itu dalam keadaan
kebingungan, ketakutan, serta kesedihan yang amat
sangat. Rupanya dia sedang berada di Alam
Antarabhava, yaitu ruang kosong yang merupakan
alam perbatasan antara dimensi alam Marcapada
[alam dunia fisik dimana kita manusia menjalani
kehidupan] dengan dimensi-dimensi alam lainnya.
Celakanya dia sedang dalam keadaan meluncur
menuju ke alam bawah.

Sebenarnya hal ini tidak terlalu mengherankan


melihat jejak kehidupan teman saya ini. Semasa hidup
dia suka mempermainkan wanita, seorang penjudi,
seorang pemakai narkoba, dsb-nya. Tapi walaupun
gelap jejak hidupnya, saya tetap memutuskan untuk
segera menolongnya, sebelum terlambat tidak dapat
tertolong lagi [sebelum dia masuk alam bawah].

Karena saya belum begitu ahli untuk melakukan


upacara penyeberangan Atma, saya secepatnya
meminta bantuan salah seorang kakak spiritual saya.
Melalui upacara penyeberangan Atma tersebut,
melalui bantuan para Ista Dewata dan para Guru suci
di alam niskala, Atma teman saya itu sangat
beruntung dapat terangkat naik memasuki alam-alam
suci. Untunglah belum terlambat, sebab jika dia sudah
masuk ke alam bawah, hampir dapat dikatakan
bahwa dia tidak tertolong lagi.

==== Salah satu kakak spiritual saya punya beberapa


anjing peliharaan. Diantaranya ada seekor anjing,
yang entah kenapa, selalu menarik perhatian saya.
Intuisi saya mengatakan ada sesuatu yang berbeda
dengan anjing ini.
Suatu hari, kakak spiritual saya belum tiba di
rumahnya dan saya duduk menunggu sendirian.
Hanya ada saya dan anjing itu. Saya iseng duduk
hening menerawang anjing ini secara niskala. Apa
yang saya lihat anjing ini masih punya “hawa
manusia” yang kuat. Ini membuat saya keheranan dan
bertanya-tanya dalam hati. Setelah kakak spiritual
saya sampai di rumahnya, saya ceritakan hasil
penerawangan saya. Kakak spiritual saya tertawa
renyah mendengarnya, karena ketahuan menyimpan
rahasia.

Beliau kemudian menceritakan hasil


penerawangannya sendiri. Di kehidupan sebelumnya
anjing itu adalah seorang manusia, seorang Ibu rumah
tangga yang memiliki beberapa anak. Karena semasa
hidup karma buruknya berat, kesalahannya banyak,
dia terlahir kembali menjadi anjing. Tapi Ibu ini masih
punya akumulasi karma baik, sehingga dapat terlahir
sebagai anjing kakak spiritual saya. Yang berarti
siklus kelahirannya sebagai binatang akan singkat,
karena jika anjing ini mati, kakak spiritual saya tentu
akan membantunya untuk dapat terlahir kembali
sebagai manusia.

==== Saya punya banyak pengalaman langsung


menyangkut dhuka punarbhawa seperti ini. Itu belum
termasuk apa-apa yang diceritakan oleh para Guru
dharma saya. Misalnya [contoh], Guru dharma ketiga
saya di rumahnya pernah dicari seekor ular. Bentuk
ular itu aneh dan tidak umum. Setelah diterawang
secara niskala, ternyata di kehidupan sebelumnya
ular tersebut adalah teman bermainnya di masa kecil.
Tapi karena melakukan kesalahan karma yang fatal,
dia harus terlahir kembali sebagai ular. Tapi karena
masih punya tabungan akumulasi karma baik, serta
karena masih punya “hawa manusia” yang kuat,
secara intuisi ular itu mencari Guru dharma ketiga
saya. Tentu saja Guru saya akan melakukan “sesuatu”
untuk menolongnya agar kelak dapat terlahir kembali
sebagai manusia. Mendapat pertolongan seperti ini
tidak lepas dari peran akumulasi karma baiknya
sendiri, sehingga siklus kelahirannya sebagai
binatang akan singkat.

Kalau boleh saya jujur, selambat-lambatnya


disaat kita sudah memasuki umur sekitar 40 tahun,
sesungguhnya di titik tersebut kita tidak punya
pilihan lain selain memasuki jalan dharma. Jika
merenungkan terjadinya dhuka punarbhawa
[kejatuhan Atma dalam siklus samsara], hendaknya
kita tidak mengabaikan jalan dharma. Segeralah
melakukan tindakan untuk menolong dan
menyelamatkan diri sendiri dalam siklus samsara ini.

Kehidupan manusia sangat tidak kekal. Jika


dibandingkan dengan umur alam semesta, satu masa
kehidupan manusia itu sangat pendek, sesingkat
kilatan petir di angkasa. Segeralah menimbun
kebajikan yang menggunung [karma baik yang
berlimpah]. Banyak menolong, banyak melayani,
banyak berderma, banyak membantu. Karena ingatlah
bahwa gunungan kekayaan, kehormatan, atau
keterkenalan sama sekali tidak bisa dibawa mati.
Hanya dengan cara menimbun gunungan kebajikan
[karma baik yang berlimpah] merupakan bekal yang
pasti bisa dibawa dalam siklus samsara dan akan
berguna selama ratusan bahkan ribuan masa
kehidupan.

Ajaran dharma adalah ajaran pengembangan


dan pemurnian kembali kesadaran. Seperti apapun
dan bagaimanapun kehidupan kita saat ini, jangan
lupa untuk melaksanakan sadhana [upaya spiritual],
dengan tujuan untuk mengembangkan kesadaran,
untuk meningkatkan dimensi kesadaran kita. Serta
jangan lupa untuk menimbun karma baik yang
berlimpah.

Umur sekitar 40 tahun bisa dikatakan adalah


titik paling kritis dan paling telat untuk memasuki
jalan dharma. Dalam ajaran dharma disebut sebagai
“persiapan memasuki masa wanaprasta”. Tidak
berarti kita harus meninggalkan kehidupan duniawi.
Samasekali tidak. Karena melaksanakan kehidupan
duniawi [swadharma] juga merupakan bagian dari
ajaran dharma.

“Persiapan memasuki masa wanaprasta” berarti


mulailah belajar untuk meredakan cengkeraman
enam kegelapan pikiran [sad ripu] di dalam diri.
Tumbuhkanlah sifat penuh belas kasih dan kebaikan
yang kuat di dalam diri. Serta mulailah tekun
melakukan meditasi kesadaran.

Jauhkan cengkeraman enam kegelapan pikiran


[sad ripu] khususnya menjelang masa-masa akhir
kehidupan. Apapun yang terjadi dalam kehidupan,
belajar untuk tersenyum damai, belajar merelakan
diri dan melepaskan apapun dengan sepenuh hati.
Serta sering-seringlah melakukan kebaikan.
Kumpulkanlah akumulasi karma baik yang sebanyak-
banyaknya. Pertahankan ketenangan, kejernihan dan
belas kasih kita seiring dengan perjalanan kita
menuju alam kematian.
~2~
PINTU GERBANG MEMASUKI JALAN
DHARMA
Saya punya banyak teman-teman lama, yang
sudah lama tidak pernah bertemu dan hanya kontak
melalui facebook saja. Biasanya jika tiba-tiba saja
mereka minta ketemuan di rumah saya, umumnya itu
pasti karena mau curhat tentang hidupnya yang
sedang mengalami kesusahan dan kesengsaraan.
Tentu saja saya akan memberikan beberapa solusi,
serta menyarankan untuk mulai memasuki jalan
dharma.

Biasanya mereka akan bertanya kepada saya,


mengapa saya demikian tekun menapaki jalan
dharma. Serta mereka meminta alasan yang baik
untuk dirinya sendiri agar tidak mengabaikan ajaran
dharma.

Saya jelaskan bahwa salah satu sebab utama


mengapa banyak manusia mengabaikan ajaran
dharma dan tidak memiliki moralitas yang baik,
adalah karena kurang memahami tentang hukum
sebab-akibat [hukum karma], serta kurang
memahami tentang siklus samsara [perjalanan Atma
dan siklus kelahiran kembali yang berulang-ulang].

Ketika hidup sedang mengalami kebahagiaan,


sebagian manusia cenderung larut dalam kenikmatan
kehidupan duniawi. Ketika hidup sedang mengalami
kesengsaraan, sebagian manusia cenderung
melakukan perlawanan.

Agar kita dapat tidak mengabaikan ajaran


dharma, pertama-tama hendaknya kita benar-benar
paham dasar-dasar kenyataan kosmik menyangkut
keberadaan kita. Bahwa di alam semesta ini terdapat
hukum karma yang mutlak dan tidak dapat
dibendung, serta hendaknya kita paham tentang
siklus samsara.

KARMA ===> Jika kita melakukan kesalahan dan


kejahatan, kelak hal itu akan balik kembali ke diri kita
dalam bentuk musibah, kesulitan dan kesengsaraan.
Sebaliknya jika kita melakukan kebajikan, kelak hal
itu akan balik kembali ke diri kita dalam bentuk
kemudahan, kebahagiaan dan keselamatan.

SAMSARA ===> Jika beban karma buruk kita berat


dan banyak, kelak setelah meninggal kita akan
mengalami kejatuhan ke alam bawah atau terlahir
kembali menjadi binatang [dan sangat sulit untuk
dapat naik kembali menjadi manusia]. Sebaliknya jika
akumulasi karma baik kita sangat banyak, kelak
setelah meninggal kita akan bisa naik memasuki alam
para dewa.

Hendaknya kita mengerti dengan baik tentang


kenyataan hukum karma dan siklus samsara ini.

Dengan tekun melaksanakan dharma, dengan


tekun melaksanakan sadhana, kita akan mampu
membangun salah satu kekuatan yang sangat
membantu proses penjernihan di dalam diri, yaitu
sikap penuh penerimaan. Menerima segala
kekurangan diri, menerima keadaan hidup kita,
menerima kekurangan keluarga, dsb-nya.

Ketidakmampuan kita untuk mampu menerima


keadaan diri sendiri dan kehidupan, serta kebiasaan
kita memelihara sikap melawan dan menolak, akan
memunculkan kegelapan bathin dalam bentuk
ketidakpuasan, keresahan dan kegelisahan, yang akan
melenyapkan kejernihan di dalam diri. Serta sekaligus
akan membuat kita mendapat lebih banyak lagi
masalah di sepanjang perjalanan kehidupan.

Dengan tekun melaksanakan dharma, dengan


tekun melaksanakan sadhana, kita akan mampu
untuk belajar tersenyum menyatu sempurna dengan
apapun berkah kehidupan disaat ini. Belajar untuk
tersenyum memberikan jarak yang sama kepada
semua bentuk pikiran-perasaan yang muncul. Dengan
cara seperti ini, di dalam diri kita mudah mencapai
keadaan yang hening, menjauhkan kita dari
kekacauan hidup, sekaligus membuka kemungkinan
kita mendapatkan jalan keluar yang baik.

Jika kita tekun melaksanakan dharma dan tekun


melaksanakan sadhana, suatu hari kejernihan,
kedamaian dan kesadaran di dalam diri kita akan
memancarkan cahayanya.

Untuk menjelaskan lebih lanjut tentang


kenyataan hukum karma dan siklus samsara ini, serta
bagaimana sebaiknya kita menghadapinya dengan
jalan dharma yang mendalam, saya akan menjelaskan
sebagian kecil diantaranya, yaitu sebagai berikut.

Karmaphala #01 === Ketika tubuh fisik kita sering


sakit-sakitan, atau diserang penyakit berat, itu adalah
kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa
lalu atau di kehidupan sebelumnya kita pernah
membunuh tubuh manusia, atau kita sering melukai,
menyakiti atau membunuh tubuh binatang. /// Mulai
sekarang terimalah semua penyakit tersebut dengan
hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari
kesembuhan dengan jalan yang baik. Serta
bertekadlah mulai saat ini kita berusaha menahan diri
agar tidak melukai, menyakiti atau membunuh tubuh
makhluk-makhluk lain.

Karmaphala #02 === Ketika tubuh fisik kita


diserang jenis penyakit menjijikkan atau mengalami
luka bernanah, itu adalah kembalinya karmaphala
pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan
sebelumnya kita pernah mencuri sesuatu di tempat
suci, atau sesuatu yang dipersembahkan kepada para
Ista Dewata atau Guru suci [misalnya mencuri
pratima, mencuri sesari, korupsi dana punia, dsb-
nya]. Atau kita secara sengaja melanggar dresta
[aturan sakral] yang berlaku suatu tempat suci. ///
Mulai sekarang terimalah penyakit tersebut dengan
hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari
kesembuhan dengan jalan yang baik. Serta
bertekadlah mulai saat ini kita akan berusaha
menahan diri agar tidak mencuri sesuatu di tempat
suci, atau sesuatu yang dipersembahkan kepada para
Ista Dewata dan Guru suci. Serta bersikap hormat dan
tidak melanggar dresta [aturan sakral] yang berlaku
di tempat suci yang kita datangi.

Karmaphala #03 === Ketika kita dilahirkan di


lingkungan yang membuat kita serba salah, itu adalah
kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di
kehidupan sebelumnya kita suka mengkritik orang
lain, suka memupuk pandangan-pandangan negatif
terhadap orang lain dan suka hanya melihat
kekurangan orang lain. /// Mulai sekarang terimalah
keadaan dilahirkan di lingkungan dengan kondisi
yang membuat kita serba salah, dengan hati tenang
dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari jalan
keluar yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita
berusaha menahan diri agar tidak mengkritik orang
lain, serta mengembangkan pandangan-pandangan
positif terhadap orang lain.

Karmaphala #04 === Ketika kita dilahirkan di


lingkungan yang banyak terjadi pelanggaran dharma
[tidak memiliki moralitas yang baik], atau banyak
kejahatan, itu adalah kembalinya karmaphala pada
diri kita, karena di kehidupan sebelumnya kita sering
melakukan pelanggaran dharma. /// Mulai sekarang
terimalah keadaan dilahirkan di lingkungan yang
banyak terjadi pelanggaran dharma, atau banyak
kejahatan, dengan hati tenang dan penuh kerelaan.
Serta bertekadlah mulai saat ini kita berusaha
menahan diri agar tidak melakukan pelanggaran
dharma [memiliki moralitas yang baik] dan tidak
melakukan kejahatan.

Karmaphala #05 === Ketika kita dilahirkan dengan


wajah atau tubuh fisik yang jelek dan diperlakukan
kurang baik oleh teman-teman, itu adalah kembalinya
karmaphala pada diri kita, karena di kehidupan
sebelumnya kita sering marah-marah [punya sifat
pemarah], punya sifat dendam, sentimen, iri, dengki,
atau tidak memperlakukan gambar, arca, atau simbol
para Ista Dewata dan mahluk-mahluk suci lainnya
dengan baik dan hormat. /// Mulai sekarang
terimalah keadaan dilahirkan dengan wajah atau
tubuh fisik yang jelek dan diperlakukan kurang baik
oleh teman-teman, dengan hati tenang dan penuh
kerelaan. Serta bertekadlah mulai saat ini kita
berusaha mengembangkan kesabaran, kerelaan diri
dan kebaikan hati, serta memperlakukan gambar,
arca, atau simbol para Ista Dewata dan mahluk-
mahluk suci lainnya dengan baik dan hormat.

Karmaphala #06 === Ketika pikiran-perasaan kita


berada dalam kebingungan, depresi, atau rapuh
mudah bergejolak, itu adalah kembalinya karmaphala
pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan
sebelumnya kita sering mengkonsumsi makanan atau
minuman yang mengganggu kesadaran [misalnya
narkoba, minuman keras, dsb-nya]. Serta karena kita
pernah menjadi penyebab kekacauan atau
kebingungan dalam pikiran makhluk lain. /// Mulai
sekarang terimalah semua pikiran-perasaan bingung,
depresi, atau rapuh mudah bergejolak, dengan penuh
kerelaan dan penerimaan, dengan hati tenang. Cari
jalan keluar dengan tekun melakukan meditasi,
melakukan kebaikan-kebaikan dan melukat. Serta
bertekadlah mulai saat ini kita berusaha menahan diri
agar tidak mengkonsumsi makanan atau minuman
yang mengganggu kesadaran, serta tidak menjadi
penyebab kekacauan atau kebingungan dalam pikiran
makhluk lain.

Karmaphala #07 === Ketika pikiran kita tumpul,


tidak dapat berpikir jernih dan tidak bahagia, itu
adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena
di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita
pernah menginspirasi, mendorong, menyarankan,
atau mengajak makhluk-makhluk lain melakukan
kejahatan karma buruk. /// Mulai sekarang terimalah
semua pikiran tumpul, tidak dapat berpikir jernih dan
tidak bahagia, dengan penuh kerelaan dan
penerimaan, dengan hati tenang. Cari jalan keluar
dengan tekun melakukan meditasi, melakukan
kebaikan-kebaikan dan melukat. Serta bertekadlah
mulai saat ini kita berusaha menahan diri agar tidak
menginspirasi, mendorong, menyarankan, atau
mengajak makhluk-makhluk lain melakukan
kejahatan karma buruk.

Karmaphala #08 === Ketika pikiran-perasaan kita


mudah marah [pemarah], serta memiliki banyak
keterikatan, itu adalah kembalinya karmaphala pada
diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan
sebelumnya kita berpegangan erat dengan sikap
mementingkan diri sendiri. /// Mulai sekarang
terimalah pikiran-perasaan mudah marah, serta
memiliki banyak keterikatan, dengan penuh kerelaan
dan penerimaan, dengan hati tenang. Cari jalan keluar
dengan tekun melakukan meditasi, melakukan
kebaikan-kebaikan dan melukat. Serta bertekadlah
mulai saat ini kita berusaha untuk menolong banyak
mahluk dan menghilangkan tuntas sikap
mementingkan diri sendiri.

Karmaphala #09 === Ketika kita sulit mendapatkan


jodoh, atau sering dipermainkan lawan jenis, atau
dikhianati pasangan, itu adalah kembalinya
karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di
kehidupan sebelumnya kita sering mempermainkan,
memanfaatkan, atau menipu pasangan dan lawan
jenis. /// Mulai sekarang terimalah dengan hati
tenang dan penuh kerelaan keadaan sulit
mendapatkan jodoh, atau sering dipermainkan lawan
jenis, atau dikhianati pasangan. Berusahalah mencari
jalan keluar yang baik. Serta bertekadlah mulai saat
ini kita berusaha menahan diri agar tidak
mempermainkan, memanfaatkan, atau menipu
pasangan ataupun lawan jenis.

Karmaphala #10 === Ketika kita berada dalam


keadaan sangat miskin, terbelit banyak hutang,
tersiksa oleh rasa lapar dan haus, itu adalah
kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa
lalu atau di kehidupan sebelumnya kita sering
melakukan penipuan, kecurangan, pencurian, korupsi,
serakah dan pelit. /// Mulai sekarang terimalah
keadaan sangat miskin, terbelit banyak hutang,
tersiksa oleh rasa lapar dan haus, dengan hati tenang
dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari jalan
keluar yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita
berusaha menahan diri agar tidak melakukan
penipuan, kecurangan, pencurian, korupsi, serakah
dan pelit.

Karmaphala #11 === Ketika kita kehilangan benda-


benda materi dan hal-hal yang dibutuhkan untuk
hidup, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri
kita, karena di masa lalu atau di kehidupan
sebelumnya kita tidak menghargai benda-benda
materi dan milik orang lain, atau pernah
merampasnya. /// Mulai sekarang terimalah keadaan
kehilangan benda-benda materi dan hal-hal yang
dibutuhkan untuk hidup, dengan hati tenang dan
penuh kerelaan. Carilah jalan keluar yang baik. Serta
bertekadlah mulai saat ini kita akan menghargai
benda-benda materi dan milik orang lain, serta
berusaha membantu makhluk-makhluk lain
mendapatkan apa yang mereka butuhkan.

Karmaphala #12 === Ketika kita terlunta-lunta


bergelandangan di jalan, atau tersesat di tempat yang
berbahaya, itu adalah kembalinya karmaphala pada
diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan
sebelumnya kita pernah [atau terlibat] mengusir
orang lain dari tempat tinggal mereka. Yang
karmanya akan berkali-kali lipat jika orang tersebut
adalah seorang Guru suci yang asli. /// Mulai
sekarang terimalah keadaan terlunta-lunta
bergelandangan di jalan, atau tersesat di tempat yang
berbahaya, dengan hati tenang dan penuh kerelaan.
Berusahalah mencari jalan keluar yang baik. Serta
bertekadlah mulai saat ini kita tidak akan pernah
[atau terlibat] mengusir siapapun dari tempat tinggal
mereka.

Karmaphala #13 === Ketika apapun yang kita


lakukan selalu mengalami kegagalan, serta apa yang
kita harapkan sangat sulit untuk terjadi, itu adalah
kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa
lalu atau di kehidupan sebelumnya kita pernah [atau
terlibat] menghalangi, menghambat, atau
menyulitkan kegiatan Guru suci yang asli. /// Mulai
sekarang terimalah keadaan selalu mengalami
kegagalan, serta apa yang kita harapkan sangat sulit
untuk terjadi, dengan hati tenang dan penuh kerelaan.
Berusahalah mencari jalan keluar yang baik. Serta
bertekadlah mulai saat ini kita akan berusaha
membantu dan mendukung kegiatan Guru suci yang
asli.

Karmaphala #14 === Ketika kita berada dalam


keadaan tidak berdaya dan sengsara karena
dimanfaatkan, dieksploitasi, atau “diperbudak” oleh
orang lain, itu adalah kembalinya karmaphala pada
diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan
sebelumnya kita menindas orang yang lemah dan
bersikap angkuh [tinggi hati] terhadap orang yang
kita anggap lebih rendah posisinya. /// Mulai
sekarang terimalah keadaan tidak berdaya dan
sengsara karena dimanfaatkan, dieksploitasi, atau
“diperbudak” oleh orang lain, dengan hati tenang dan
penuh kerelaan. Berusahalah mencari jalan keluar
yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita akan
bersikap penuh pelayanan kepada semua mahluk,
serta tunduk menghormat kepada apapun dan
siapapun yang datang.

Karmaphala #15 === Ketika kita mendapatkan


penghinaan, hujatan, atau kata-kata tidak
menyenangkan lainnya, itu adalah kembalinya
karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di
kehidupan sebelumnya, melalui perkataan kita sering
menyakiti, memecah-belah, atau melakukan berbagai
pelanggaran dharma lainnya. /// Mulai sekarang
terimalah penghinaan, hujatan, atau kata-kata tidak
menyenangkan lainnya, dengan hati tenang dan
penuh kerelaan. Serta bertekadlah mulai saat ini kita
berusaha menahan diri agar tidak mengucapkan kata-
kata yang menyakiti, memecah-belah, atau kata-kata
melanggar dharma lainnya.

Karmaphala #16 === Ketika orang lain memfitnah


kita untuk sesuatu yang tidak pernah kita lakukan, itu
adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena
di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya, kita
pernah melakukan kejahatan seperti itu [yang kita
difitnah] dan orang-orang lain tidak mengetahuinya.
/// Mulai sekarang terimalah keadaan kita difitnah
orang dengan hati tenang dan penuh kerelaan.
Berusahalah mencari jalan keluar yang baik. Serta
bertekadlah mulai saat ini kita akan jujur, serta
menjaga diri agar tidak akan melakukan kejahatan
dan pelanggaran dharma.

Karmaphala #17 === Ketika orang lain tidak


menghargai pandangan dan pendapat kita, justru
menyerang kita dengan kata-kata keras dan
penghinaan, itu adalah kembalinya karmaphala pada
diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan
sebelumnya, kita tidak menghargai para Ista Dewata
dan mahluk-mahluk suci. /// Mulai sekarang
terimalah keadaan pandangan dan pendapat kita
tidak dihargai, serta terimalah kata-kata keras dan
penghinaan, dengan hati tenang dan penuh kerelaan.
Serta bertekadlah mulai saat ini kita tidak akan
pernah merendahkan makhluk-makhluk lain
[sekalipun mereka terlihat salah di mata kita], apalagi
merendahkan para Ista Dewata dan mahluk-mahluk
suci.

Karmaphala #18 === Ketika kita terpisah dari


teman-teman yang baik, menyenangkan dan suka
menolong, itu adalah kembalinya karmaphala pada
diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan
sebelumnya kita pernah dengan sengaja dan secara
mementingkan diri sendiri memisahkan atau
memecah-belah orang-orang dengan hubungan erat.
/// Mulai sekarang terimalah keadaan terpisah dari
teman-teman yang baik, menyenangkan dan suka
menolong, dengan hati tenang dan penuh kerelaan.
Berusahalah mencari jalan keluar yang baik. Serta
bertekadlah mulai saat ini kita berusaha menahan diri
agar tidak dengan sengaja dan secara mementingkan
diri sendiri memisahkan atau memecah-belah orang
lain dari sahabat baik mereka.

Karmaphala #19 === Ketika sikap persahabatan kita


dibalas dengan penghianatan dan kebohongan, itu
adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena
di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita
bersikap angkuh dan mementingkan diri sendiri
terhadap sahabat kita. /// Mulai sekarang terimalah
keadaan persahabatan kita dibalas dengan
penghianatan dan kebohongan, dengan hati tenang
dan penuh kerelaan. Serta bertekadlah mulai saat ini
kita berusaha tunduk menghormat kepada apapun
dan siapapun yang datang, serta melenyapkan sikap
mementingkan diri sendiri.

Karmaphala #20 === Ketika semua kebaikan yang


kita lakukan berubah menjadi musibah, itu adalah
kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa
lalu atau di kehidupan sebelumnya kita pernah
memiliki niat yang tidak tulus dan murni dalam
melakukan kebaikan, atau kita pernah membalas
kebaikan dengan kejahatan. /// Mulai sekarang
terimalah kebaikan yang kita lakukan berubah
menjadi musibah, dengan hati tenang dan penuh
kerelaan. Serta bertekadlah mulai saat ini kita
berusaha melakukan kebaikan dengan niat yang tulus
dan murni, serta akan bersungguh-sungguh
membalas kebaikan makhluk lain.

Karmaphala #21 === Ketika dimasa tua kita


ditelantarkan dan diabaikan oleh anak-anak kita, itu
adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena
di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita
menelantarkan dan mengabaikan orang tua kita. ///
Mulai sekarang dimasa tua, terimalah keadaan
ditelantarkan dan diabaikan oleh anak-anak kita,
dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Serta
bertekadlah akan bersikap hormat dan tekun
melakukan pelayanan kepada orang tua kita [jika
masih hidup], melakukan pelayanan kepada anak-
anak kita, serta melakukan banyak pelayanan kepada
semua mahluk.

Karmaphala #22 === Ketika dari kecil orang tua kita


menelantarkan kita atau memperlakukan kita dengan
tidak baik, itu adalah kembalinya karmaphala pada
diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan
sebelumnya kita menelantarkan anak-anak kita atau
memperlakukan mereka dengan tidak baik. /// Mulai
sekarang terimalah keadaan ditelantarkan atau
diperlakukan tidak baik oleh orang tua kita, dengan
hati tenang dan penuh kerelaan. Serta bertekadlah
untuk menyayangi orang tua dan anak-anak kita
dengan sebaik-baiknya.

Karmaphala #23 === Ketika mertua kita


memperlakukan kita dengan tidak baik, itu adalah
kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa
lalu atau di kehidupan sebelumnya kita
memperlakukan menantu kita, atau orang tua kita,
dengan tidak baik. /// Mulai sekarang terimalah
keadaan diperlakukan dengan tidak baik oleh mertua
kita, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Serta
bertekadlah untuk banyak-banyak mengalah,
bersikap hormat dan tekun melakukan pelayanan
kepada mertua kita, serta melakukan banyak
pelayanan kepada pasangan hidup dan anak-anak
kita.

Karmaphala #24 === Ketika kita sulit memahami


dan melaksanakan ajaran dharma yang mendalam, itu
adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena
di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita
pernah meninggalkan Guru suci untuk bergaul
dengan orang-orang yang menyesatkan baik secara
duniawi ataupun menyesatkan secara spiritual, serta
kita meninggalkan ajaran dharma. /// Mulai sekarang
terimalah keadaan sulit memahami dan
melaksanakan ajaran dharma yang mendalam,
dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah
mencari jalan keluar yang baik. Serta bertekadlah
mulai saat ini kita meninggalkan pergaulan dengan
orang-orang yang menyesatkan baik secara duniawi
ataupun menyesatkan secara spiritual, meninggalkan
pergaulan dengan orang-orang yang membuat kita
berpaling dari jalan dharma dan berusaha
melaksanakan ajaran dharma.

Karmaphala #25 === Ketika pikiran kita tumpul


dalam memahami ajaran dharma yang mendalam, itu
adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena
di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita
mempertahankan perkataan dan perbuatan yang
seharusnya ditinggalkan. /// Mulai sekarang
terimalah keadaan pikiran kita tumpul dalam
memahami ajaran dharma yang mendalam, dengan
hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari
jalan keluar yang baik. Serta bertekadlah mulai saat
ini kita secepatnya meninggalkan perkataan dan
perbuatan yang tidak baik.

Karmaphala #26 === Ketika semua praktek dharma


yang kita lakukan sangat sulit mencapai tujuannya, itu
adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena
di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita
mempertahankan pikiran negatif dan pandangan
keliru yang seharusnya ditinggalkan, serta tidak
memiliki rasa hormat terhadap Guru suci yang asli
dan penjaga dharma. /// Mulai sekarang terimalah
keadaan praktek dharma yang kita lakukan gagal
mencapai tujuannya, dengan hati tenang dan penuh
kerelaan. Berusahalah mencari jalan keluar yang baik.
Serta bertekadlah mulai saat ini kita meninggalkan
pikiran negatif dan pandangan keliru, tunduk hormat
mendalam terhadap Guru suci yang asli dan penjaga
dharma, serta praktek dharma apapun yang kita
lakukan hanya ditujukan untuk kepentingan makhluk-
makhluk lain.

Karmaphala #27 === Ketika kita dikuasai kemalasan


dan sulit melaksanakan praktek dharma, itu adalah
kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa
lalu atau di kehidupan sebelumnya kita terbiasa
membiarkan pikiran berkeliaran dalam fantasi
duniawi, terbiasa membiarkan pikiran dijerat ambisi-
ambisi duniawi, serta kita banyak mengumpulkan
rintangan-rintangan karma [pelanggaran dharma]
yang menghalangi kita melaksanakan praktek
dharma. /// Mulai sekarang terimalah keadaan kita
dikuasai kemalasan dan sulit memfokuskan diri
melaksanakan praktek dharma, dengan hati tenang
dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari jalan
keluar yang baik. Serta bertekadlah akan tekun
melaksanakan praktek dharma dan siap menanggung
segala jenis kesukaran dalam melaksanakan praktek
dharma.

Demikianlah sebagian kecil contoh tentang


kenyataan hukum karma dan siklus samsara ini, serta
bagaimana cara menyelesaikannya dengan jalan
dharma yang mendalam.

Meskipun kita sudah tahu tentang hukum


karma, bahwa kita akan bertanggung-jawab dan pasti
mendapatkan akibat terhadap segala perkataan dan
perbuatan kita sendiri, tapi kita seringkali lupa bahwa
diri kita sendirilah yang telah menanam benih-benih
karma. Sehingga ketika terjadi sesuatu yang buruk
pada diri kita [karmaphala atau buah karma dari
perbuatan dan perkataan kita menjadi matang] kita
seringkali menyalahkan orang lain atau hal-hal di luar
kita.

Pada saat ini kita sedang berbicara atau


berbuat. Tapi kita tidak waspada. Kita tidak hati-hati.
Kita melupakan fakta bahwa setiap perkataan dan
perbuatan kita pasti akan menghasilkan akibat. Pada
suatu saat ketika buah karma [karmaphala] kita
sendiri akhirnya matang, kita malahan protes,
"mengapa hal ini terjadi padaku ?”. Atau, “aku tidak
ada melakukan apapun yang membuat aku pantas
menerima hal ini ! "
Sesungguhnya hukum alam semesta itu sangat
jelas, sangat mudah untuk dimengerti. Tapi seringkali
kita gagal menyadari atau memahaminya.

Waspadalah, hati-hati, jagalah semua perkataan


dan perbuatan kita disaat ini. Sekaligus kita belajar
menerima dengan tabah dan rela apapun yang terjadi
dalam hidup kita. Itulah yang disebut menyadari dan
memahami hukum karma.

Dalam perjalanan hidup ini, ketika kita dijerat


dalam berbagai kesulitan dan kesengsaraan,
terimalah dengan hati tenang dan penuh kerelaan,
sehingga hutang-hutang karma buruk kita dari masa
lalu dapat terselesaikan. Sadari secara mendalam
bahwa semua ini sepenuhnya akibat kelalaian diri kita
sendiri, akibat kesalahan kita sendiri di masa lalu
yang harus kita selesaikan. Sadari secara mendalam
bahwa semua itu adalah akibat karma buruk
perkataan dan perbuatan kita di masa lalu, serta
kebiasaan kita membiarkan kesadaran kita
dicengkeram sad ripu [enam kegelapan pikiran].

Fokuslah untuk merubah diri kita sendiri.


Karena apa yang dilakukan orang lain terhadap kita,
itu akan menjadi karma mereka. Tapi bagaimana cara
kita menanggapi perlakuan mereka, itu akan menjadi
karma kita sendiri. Jadi fokuslah merubah diri kita
sendiri. Terimalah kesulitan dan kesengsaraan ini
untuk diri kita sendiri dan hancurkanlah sikap
mementingkan diri sendiri. Ketika sikap
mementingkan diri sendiri muncul dalam pikiran kita,
cepatlah membuangnya dan berikanlah kebahagiaan
kepada semua makhluk lain.

Bacalah dua sloka dari buku suci


Sarasamuscaya ini. Kedua sloka ini sangat benar dan
[jika mata spiritual terbuka] bisa kita lihat sendiri
kebenarannya melalui penembusan niskala.

=== [Sarasamuscaya / sloka 3] - Jangan pernah


bersedih-hati terlahir sebagai manusia, walaupun
terlahir dalam kehidupan yang dianggap paling hina.
Karena sesungguhnya amat sulit untuk bisa terlahir
menjadi manusia. Berbahagialah menjadi manusia.

=== [Sarasamuscaya / sloka 4] - Menjadi manusia


adalah kelahiran yang paling utama. Karena hanya
dengan terlahir sebagai manusia kita dapat
melakukan sadhana, dapat melakukan kebaikan yang
berlimpah dan dapat mengangkat naik tingkat
kesadaran. Darisanalah Atma dapat terbebaskan dari
kesengsaraan.

Karena akumulasi karma-karma kita sendiri


dari kehidupan-kehidupan masa lalu yang tidak
terhitung banyaknya, mengakibatkan perjalanan
kehidupan ini selalu berputar. Saat ini kita beruntung
di waktu lain kita mengalami sial. Saat ini kita
dihormati di waktu lain kita dihina. Saat ini kita
bahagia di waktu lain kita sengsara. Dst-nya.
Demikianlah perputaran alami perjalanan kehidupan.

Hal serupa terjadi dengan pikiran-perasaan


kita, akibat dari akumulasi karma-karma kita sendiri
dari kehidupan-kehidupan masa lalu yang tidak
terhitung banyaknya. Pikiran-perasaan kita selalu
berputar. Saat ini perasaan kita senang di waktu lain
perasaan kita galau. Saat ini perasaan kita damai di
waktu lain perasaan kita sakit atau marah. Saat ini
pikiran kita jernih di waktu lain pikiran kita kacau.
Dst-nya. Demikianlah perputaran alami pikiran-
perasaan kita.

Akar dari banyak sekali kekacauan hidup dan


kekacauan pikiran adalah kita melawan. Kita gagal
menyatu dengan perputaran ini. Kita memaksa agar
kebahagiaan hidup bertahan selama-lamanya. Kita
memaksa agar hidup selalu mengalami kesuksesan.
Kita memaksa agar pujian terus-menerus datang. Kita
memaksa agar perasaan selalu damai. Kita memaksa
agar pikiran selalu jernih [tidak kacau]. Dst-nya.
Itulah kegagalan menyatu dalam perputaran
kehidupan yang membuat kita terbenam dalam
kesengsaraan.
Dengan tekun melaksanakan dharma, dengan
tekun melaksanakan sadhana, kita akan mampu
untuk belajar tersenyum menyatu sempurna dengan
apapun berkah kehidupan disaat ini. Belajar untuk
tersenyum memberikan jarak yang sama kepada
semua bentuk pikiran-perasaan yang muncul. Dengan
cara seperti ini, di dalam diri kita mudah mencapai
keadaan yang hening, menjauhkan kita dari
kekacauan hidup, sekaligus membuka kemungkinan
kita mendapatkan jalan keluar yang baik.

Para Guru suci dari semua jaman, menyebarkan


ajaran dharma dengan satu-satunya tujuan adalah
untuk menyelamatkan sebanyak mungkin mahluk,
dengan cara menerangi kegelapan dan ketidaktahuan.
Tapi para Guru hanya dapat menuntun dan
menunjukkan jalan. Kitalah yang harus tulus dan
tekun melaksanakan ajaran dharma. Karena garis
nasib kita, diri kita sendirilah yang sepenuhnya
menentukan.

Dalam siklus samsara yang tidak terhingga


panjangnya ini, kelahiran sebagai manusia ini sangat
sulit untuk didapat. Hendaknya jangan kita sia-siakan.
Segeralah mengisi hidup ini dengan memasuki jalan
dharma.
Jika diringkaskan, seni memasuki jalan dharma
adalah seni melaksanakan dua tugas, yaitu tugas "di
dalam" dan tugas "diluar".

===> Tugas kita "DI DALAM" adalah belajar


membangun sifat penuh kerelaan diri, sabar,
memaafkan, tenang, tersenyum, menerima diri
sendiri dan kehidupan seperti apa adanya, bersyukur,
hati yang belas kasih, penuh pengertian terhadap
orang lain, serta menahan diri agar tidak melakukan
kejahatan dan pelanggaran dharma. Dalam
melaksanakan tugas "di dalam" ini kita akan sangat
terbantu jika kita tekun melaksanakan berbagai
sadhana seperti meditasi, penjapaan mantra, melukat,
dsb-nya.

===> Tugas kita "DILUAR" adalah kerjakan dan


lakukan semua tugas-tugas kehidupan [swadharma]
seperti apa seharusnya, dengan sebaik-baiknya, serta
banyak-banyaklah melakukan kebaikan [banyak
melayani, banyak membantu, banyak menolong,
banyak memberikan orang lain kebahagiaan, dsb-
nya].

Ketekunan kita untuk melaksanakan dua tugas,


yaitu tugas "di dalam" dan tugas "diluar" sangat
menyelamatkan, yaitu menyelamatkan diri kita
sendiri dan orang lain. Kita akan dapat menghadapi
perjalanan kehidupan dengan pikiran-perasaan lebih
damai, kita akan terhindar dari kemungkinan
mengalami kejatuhan spiritual dalam samsara, serta
sekaligus kita dapat menciptakan kebaikan,
keberkahan dan kedamaian bagi semua mahluk di
alam semesta.
~3~
MENGENAL TUHAN
Suatu kali seorang kenalan remaja bertanya
kepada saya dengan sikap ragu dan takut-takut. “Saya
seorang atheis [tidak percaya keberadaan Tuhan],
apakah saya boleh memasuki jalan dharma ?” Saya
jawab tentu saja boleh dan pasti diijinkan. Yang harus
kamu lakukan di jalan dharma adalah fokus
melaksanakan sadhana untuk memurnikan hati dan
menjernihkan pikiran, untuk membuat kesadaran di
dalam diri menjadi terang bercahaya.

Di lain waktu seorang kenalan lain berusia


setengah baya, yang mengaku seorang praktisi
spiritual, menyatakan kepada saya. “Saya sudah
berhenti memuja para Ista Dewata. Sekarang saya
hanya memuja Tuhan saja. Saya langsung memuja
kepada yang tertinggi dan tidak mau memuja yang
lebih rendah.” Saya jawab hal itu sah-sah saja. Tapi
kalau boleh saya menyarankan, jangan dijebak oleh
pandangan konseptual tentang Tuhan. Yang
sesungguhnya harus dilakukan di jalan dharma
adalah fokus memurnikan hati dan menjernihkan
pikiran, untuk membuat kesadaran di dalam diri
menjadi terang bercahaya. Serta jangan pernah
merendahkan atau meremehkan peran para Ista
Dewata dan mahluk-mahluk suci, sebab hal itu sangat
merugikan diri sendiri secara karma.

Sepanjang sejarah, manusia sudah melakukan


pencarian kebenaran tentang Tuhan selama ribuan
tahun. Hasilnya adalah terdapat demikian banyak
beragam pandangan konseptual tentang Tuhan.

Saya beritahukan rahasianya. Para pencari


kebenaran sejati tidak pernah mencari kebenaran.
Sekali lagi tidak pernah. Sebaliknya, apa dilakukan
para pencari kebenaran sejati adalah fokus
membersihkan dirinya dari berbagai bentuk
kekotoran dan kegelapan di dalam diri sendiri. Ketika
kesadaran dapat mencapai keadaan hening dan
bening, disana secara alami kebenaran semesta akan
terlihat secara terang-benderang.

Pikiran kita laksana kolam yang keruh sehingga


semuanya gelap tidak kelihatan apa-apa. Kesadaran
manusia dikeruhkan oleh pikirannya sendiri dengan
cara menilai, membanding-bandingkan, menghakimi,
mudah marah, mudah tersinggung, merasa resah-
gelisah, ketakutan, serakah, bersaing, tidak pernah
puas, memaksa semua keinginan terpenuhi,
mementingkan diri sendiri, bingung, ragu, dsb-nya.
Untuk dapat melihat kebenaran semesta, tidak ada
jalan lain selain kita berhenti mengaduk-aduk kolam
yang keruh. Tidak ada jalan lain selain kita melatih
pikiran dengan meditasi dan praktek dharma.

Tujuan terpenting meditasi adalah membuat


pikiran menjadi hening dan bening. Di dalam meditasi
mendalam kita akan menyadari bahwa sesungguhnya
kita tidak dikacaukan oleh orang lain atau faktor-
faktor luar apapun, tapi kita dikacaukan oleh pikiran
kita sendiri yang tidak terlatih. Di puncak pikiran
yang hening dan bening, disana dengan sendirinya
secara alami kebenaran semesta dapat terlihat secara
terang-benderang.

Para orang-orang suci jaman kuno yang


kesadarannya sudah mencapai tingkatan kesadaran
tertinggi yaitu moksha, sangat memahami suatu
kenyataan, bahwa sesungguhnya bagaimana konsep
Tuhan yang kita lihat dan pahami tidak lain
merupakan pantulan bayangan cermin dari kondisi
pikiran dan kesadaran kita sendiri. Artinya, Tuhan
akan terlihat berbeda bagi orang dengan tingkat
kesadaran yang juga berbeda.

=== Mereka yang punya sifat pemarah, akan


cenderung melihat wujud Tuhan sebagai sosok
pemarah yang menghukum manusia.
=== Mereka yang punya sifat mementingkan diri
sendiri, akan cenderung melihat wujud Tuhan sebagai
sosok yang tidak boleh diduakan.

=== Mereka yang punya sifat baik hati, akan


cenderung melihat wujud Tuhan sebagai sosok baik
hati yang memberi manusia berkah.

=== Mereka yang punya sifat pemaaf, akan cenderung


melihat wujud Tuhan sebagai sosok pemaaf yang
mengampuni manusia.

Demikianlah seterusnya dan seterusnya. Itulah


sebab sesungguhnya mengapa di dunia ini terdapat
demikian banyak beragam pandangan konseptual
tentang Tuhan.

Leluhur kita di Bali di jaman kuno dulu sudah


mencapai tataran pemahaman yang sangat terang dan
agung ini. Itu sebabnya Tuhan oleh para Guru suci
Pulau Bali disebut Sanghyang Acintya, yang berarti
“yang mahasuci yang tidak terpikirkan”. Secara
sederhana artinya lebih sedikit membicarakan
tentang Tuhan lebih baik. Bukan karena atheis. Sama
sekali tidak. Tapi karena jika Tuhan dijelaskan dengan
kata-kata atau logika, secara konseptual, artinya
belum memahaminya secara mendalam. Apapun
konsep tentang Tuhan pasti tidak mewakili.
Pada intinya adalah kita diarahkan agar tidak
semata-mata berusaha memahami Tuhan melalui isi
buku-buku suci, ataupun bentuk-bentuk konseptual
lainnya. Karena hanya akan menghasilkan
pemahaman yang sempit, dangkal, hanya kulit-kulit
luarnya saja dan tidak sesuai dengan kenyataan
semesta.

Jika kita ingin mengenal Tuhan secara sangat


mendalam, tidak disarankan sama sekali untuk
memikirkan atau mengkonsepkan Tuhan. Tapi
berusaha mengenal Tuhan sebagai “mengalami
sendiri secara langsung” [pratyaksa pramana]. Dalam
hal ini, tehnik [metode] mengenal Tuhan yang sangat
disarankan adalah melatih kesadaran dengan
meditasi dan praktek-praktek dharma seperti tekun
melaksanakan belas kasih dan kebaikan, tidak
mementingkan diri sendiri, pengendalian diri, dsb-
nya. Ini disebut memahami Tuhan secara langsung
melalui praktek dan tindakan, yang secara spiritual
sangat mendalam. Di puncak pikiran yang hening dan
bening, disana dengan sendirinya secara alami
kebenaran semesta dapat terlihat secara terang-
benderang.

Di jaman dahulu sekali saat manusia masih liar


dan barbar, manusia ditakut-takuti dengan gambaran
Tuhan yang pemarah dan menghukum. Maklum saja,
karena hal itu bertujuan agar manusia menjauh dari
kejahatan. Di jaman sekarang ini, banyak manusia
yang menggambarkan Tuhan sebagai sosok yang baik
hati dan pemurah. Maklum saja, karena di jaman ini
kecenderungan manusia sangat takut hidup susah,
ingin ini dan itu, minta ini dan itu. Tapi bagi para
sadhaka yang sudah mencapai kesadaran terang
bercahaya, Tuhan bukanlah sosok yang jauh,
melainkan sosok yang sangat dekat.

Para orang-orang suci jaman kuno yang


kesadarannya sudah mencapai tingkatan kesadaran
tertinggi yaitu moksha, dapat memahami kenyataan
kosmik sebagai berikut ini.

=== Mereka yang kesadaran Atma-nya sudah mulai


bercahaya dan hatinya penuh belas kasih dan
kebaikan, akan dapat melihat wujud Tuhan di dalam
semua mahluk. Inilah landasan dari mahavakya “Tat
Twam Asi” di dalam Upanishad.

=== Mereka yang kesadarannya sudah mencapai


keheningan sempurna [moksha], akan dapat
mencapai rahasia tertinggi tentang Tuhan sebagai
rahasia kenyataan kosmik alam semesta.

Saya selalu mengatakan ini kepada teman-


teman yang menempuh jalan bhakti. Sesungguhnya
yang terpenting bukanlah siapa obyek yang kita puja
atau sembah [Tuhan, Ista Dewata, dsb-nya], juga yang
terpenting bukan cara kita sembahyang, puja, mantra,
atau doa. Yang benar-benar penting adalah
bagaimana kita tekun merubah pikiran dan perilaku
dalam kehidupan sehari-hari. Yaitu kita sungguh-
sungguh tekun merubah diri agar memiliki
pengendalian diri yang baik, sabar, memaafkan,
penuh kerelaan diri, bersikap penuh belas kasih dan
kebaikan, tidak menghakimi, tidak mementingkan diri
sendiri, dsb-nya, terhadap keluarga, terhadap teman-
teman, lingkungan dan dunia.

Tugas kita yang terpenting di jalan bhakti


adalah membuat pikiran dan perilaku kita suci dalam
kehidupan sehari-hari. Karena di alam ini berlaku
suatu hukum mutlak, yaitu hanya kesucian yang dapat
terhubung dengan kesucian.

Inilah rahasia alam yang perlu dipahami oleh


orang yang menempuh jalan bhakti. Jika pikiran dan
perilaku kita suci [jernih, hening, penuh belas kasih
dan kebaikan], tidak peduli siapapun obyek yang kita
puja atau sembah [Tuhan, Ista Dewata, dsb-nya], serta
bagaimanapun cara kita sembahyang, puja, mantra,
atau doa, maka secara alami di alam doa kita pasti
akan terhubung dengan kesucian. Sebaliknya jika
pikiran dan perilaku kita kotor dalam kehidupan
sehari-hari, tidak peduli siapapun obyek yang kita
puja atau sembah [Tuhan, Ista Dewata, dsb-nya], serta
bagaimanapun cara kita sembahyang, puja, mantra,
atau doa, maka secara alami di alam doa kita akan
sangat sulit dapat terhubung dengan kesucian.

Inilah rahasia alam yang sesungguhnya.


Sembahyang, puja, mantra dan doa dapat membawa
kita mendekatkan diri kepada kemahasucian semesta,
tetapi kita kita hanya dapat mendekat sebatas sampai
di depan gerbang kemahasucian semesta. Hanya jika
sembahyang, puja, mantra dan doa juga disertai
dengan pikiran dan perilaku kita suci [jernih, hening,
penuh belas kasih dan kebaikan] dalam kehidupan
sehari-hari, disana barulah kita bisa masuk ke dalam
gerbang kemahasucian semesta.
~4~
PARA ISTA DEWATA
Seorang kenalan suatu kali melontarkan suatu
pertanyaan, yang bagi saya cukup menggelitik. Yaitu
benarkah Ida Btara - Btari itu berbeda dengan para
Dewa - Dewi, dimana Ida Btara - Btari itu secara
tingkatan lebih rendah. Saya tersenyum saja karena
itu merupakan sebuah pandangan yang kurang tepat,
disebabkan karena tidak memiliki ketajaman mata
spiritual.

Ada 3 [tiga] hal yang perlu dipahami untuk


meluruskan kesalahpahaman seperti ini. Yaitu
sebagai berikut.

[1]. Memahami tentang para Ista Dewata [Dewa


dan Dewi ].

Beliau para Ista Dewata [para Dewa dan Dewi]


pada jaman yang lampau sesungguhnya sama seperti
kita, pernah lahir dan berada di alam marcapada ini.
Tapi karena dalam kehidupannya mereka berhasil
membina diri untuk mencapai tingkat kesadaran dan
kebijaksanaan yang sangat tinggi, serta belas kasih
dan kebaikan yang sempurna, atau karena akumulasi
karma baik yang sangat berlimpah, maka setelah
meninggalkan alam marcapada ini Atma-nya tidak
terlahir kembali sebagai manusia, tapi melesat naik
menuju alam-alam suci dan menjadi Ista Dewata.

Umumnya kita menyebut Beliau sebagai Dewa


dan Dewi. Yang berasal dari akar kata “div” dalam
bahasa sansekerta yang berarti cahaya. Karena
mahluk-mahluk alam suci selalu tampak bercahaya,
atau bahkan pada tingkat dimensi yang lebih tinggi
memakai tubuh cahaya. Ada yang bercahaya putih,
ada yang bercahaya keperakan dan ada bercahaya
yang ke-emasan.

Ciri khas sifat para Ista Dewata pada umumnya


adalah memiliki tingkat kesadaran dan kebijaksanaan
yang lebih tinggi dari kebanyakan manusia, serta
memiliki sifat belas kasih dan kebaikan yang
mendalam.

Mengapa kita dalam ajaran dharma melakukan


pemujaan dan penghormatan kepada para Ista
Dewata, karena sifat belas kasih dan kebaikan-Nya
yang mendalam, Beliau para Ista Dewata senantiasa
melakukan pelayanan untuk menuntun, menjaga,
memberi naungan perlindungan dan mengayomi para
mahluk di alam semesta.
Saya selalu mengatakan kepada orang-orang
agar jangan pernah merendahkan atau meremehkan
peran para Ista Dewata dan mahluk-mahluk suci,
sebab hal itu sangat merugikan diri sendiri secara
karma. Dimana secara karma hal itu setidaknya akan
melemahkan hubungan kita dengan para Ista Dewata.
Yang mungkin dapat mengakibatkan kita kehilangan
tuntunan, penjagaan, naungan perlindungan dan
pengayoman secara niskala [tidak terlihat].

[2]. Memahami tingkatan-tingkatan dimensi alam-


alam suci.

Untuk menjelaskan tentang para Ista Dewata


secara lebih mendalam, saya merasa perlu untuk
menyampaikan secara sangat ringkas penjelasan
mengenai lima kategori lapisan tingkatan dimensi
alam Swah Loka [alam-alam suci]. Dengan catatan
dalam hal ini ada aja wera, bahwa penjelasan detail
mengenai alam-alam suci ini ada yang diijinkan
dibuka dalam tulisan ini dan ada yang tidak.

1. Swah Loka lapisan tingkatan dimensi pertama :


SWARGA LOKA.

Alam suci lapisan tingkatan dimensi terendah


disebut dengan dimensi Swarga Loka.
Mereka yang [setelah meninggal] Atma-nya
dapat melesat naik menuju alam suci lapisan
tingkatan dimensi Swarga Loka, disebabkan karena
selama hidupnya akumulasi karma buruknya sangat
sedikit dan sebaliknya memiliki akumulasi karma
baik yang sangat berlimpah [banyak melakukan
kebaikan-kebaikan].

Alam suci lapisan tingkatan dimensi pertama


Swarga Loka, memiliki banyak alam-alam suci dengan
berbagai tingkatannya. Seperti misalnya Ashura Loka,
Pitra Loka [alam para leluhur], Gandharwa Loka,
Yama Loka, Daiwa Loka, Indra Loka, dsb-nya. Dewa-
Dewi yang berstana di alam-alam ini kita sebut
dengan berbagai istilah sesuai dengan alam tempat
mereka masing-masing berstana, seperti Pitara,
Widyadara, Widyadari, Gandharwa, Apsara, dsb-nya.

Masing-masing alam suci berada di bawah


perlindungan seorang Dewa atau Dewi tingkat tinggi
sebagai pengayom dan pelindung masing-masing
alam tersebut. Seperti misalnya Dewa Yama
[Sanghyang Yamadipati] di Yama Loka, Dewa Indra di
Indra Loka, dsb-nya.

Para Ista Dewata yang berada di lapisan


tingkatan dimensi Swarga Loka, suatu saat akan
terlahir kembali ke alam marcapada, disaat akumulasi
karma baiknya sudah habis.
2. Swah Loka lapisan tingkatan dimensi kedua :
MAHAR LOKA.

Alam suci lapisan tingkatan dimensi kedua


disebut dengan dimensi Mahar Loka.

Mereka para sadhaka yang [setelah meninggal]


Atma-nya dapat melesat naik menuju alam suci
lapisan tingkatan dimensi Mahar Loka, disebabkan
karena selama hidupnya sudah dapat mencapai
tataran Kesadaran Atma tingkatan awal. Pencapaian
ini dalam ajaran dharma disebut sebagai Salokya-
Mukti. Mukti berarti lepas atau bebas, salokya berarti
“tinggal di alam surga yang sama”. Disebut salokya
atau “tinggal di alam surga yang sama” karena sang
Atma berstana pada sebuah alam pada dimensi alam
Mahar Loka, di bawah perlindungan seorang Dewa
atau Dewi mahasuci tingkat tinggi pengayom alam
tersebut.

Alam suci lapisan tingkatan dimensi kedua


Mahar Loka, memiliki banyak alam-alam suci dengan
berbagai tingkatannya. Artinya ada banyak alam-alam
suci di dimensi ini. Masing-masing alam suci berada di
bawah perlindungan seorang Dewa atau Dewi tingkat
tinggi sebagai pengayom dan pelindung masing-
masing alam tersebut. Misalnya [contoh] alam suci
Brahma Loka, dimana pengayom dan pelindung-nya
adalah Dewa Brahma.

3. Swah Loka lapisan tingkatan dimensi ketiga : JANA


LOKA.

Alam suci lapisan tingkatan dimensi ketiga


disebut dengan dimensi Jana Loka.

Mereka para sadhaka yang [setelah meninggal]


Atma-nya dapat melesat naik menuju alam suci
lapisan tingkatan dimensi Jana Loka, disebabkan
karena selama hidupnya sudah dapat mencapai
tataran Kesadaran Atma tingkatan maju. Pencapaian
ini dalam ajaran dharma disebut sebagai Sarupya-
Mukti. Mukti berarti lepas atau bebas, sarupya berarti
“memiliki bentuk atau wujud yang sama”. Disebut
“memiliki bentuk atau wujud yang sama” karena di
alam ini para Ista Dewata memakai tubuh cahaya.
Kata dewa sendiri berasal dari akar kata “div” dalam
bahasa sansekerta yang berarti cahaya.

Jana Loka adalah alam cahaya tanpa batas. Alam


suci lapisan tingkatan dimensi ketiga ini dipenuhi
oleh cahaya suci tanpa batas yang maha-damai maha-
sejuk tiada tara yang saling menyinari, memenuhi
sembilan penjuru.
Sebagaimana lapisan tingkatan dimensi alam
suci lainnya, Jana Loka juga terdiri dari berbagai
alam-alam suci. Artinya ada banyak alam-alam suci di
dimensi ini. Misalnya Siddha Loka, Sukhawati Loka,
dsb-nya.

4. Swah Loka lapisan tingkatan dimensi ke-empat :


TAPA LOKA.

Alam suci lapisan tingkatan dimensi ke-empat


disebut dengan dimensi Tapa Loka.

Mereka para sadhaka yang [setelah meninggal]


Atma-nya dapat melesat naik menuju alam suci
lapisan tingkatan dimensi Tapa Loka, disebabkan
karena selama hidupnya sudah dapat mencapai
tataran Kesadaran Atma yang sangat terang.
Pencapaian ini dalam ajaran dharma disebut sebagai
Samipya-Mukti. Mukti berarti lepas atau bebas,
samipya berarti “menuju penyelesaian akhir”. Disebut
“menuju penyelesaian akhir” karena merupakan
tahap kesadaran menuju kepada penyatuan kosmik
atau moksha.

Tapa Loka adalah alam samadhi para Ista


Dewata, dimana para Ista Dewata yang berstana di
dimensi alam ini kesadarannya konstan laksana
samadhi terus-menerus [tapa] dan luas menjangkau
berbagai ruang dan penjuru alam semesta. Antara
kesadaran samadhi Ista Dewata, semua mahluk dan
alam semesta semuanya saling terhubung.

Alam suci lapisan tingkatan dimensi ke-empat


Tapa Loka ini terdiri dari berbagai alam-alam suci.
Artinya ada banyak alam-alam suci di dimensi ini.
Misalnya [contoh] alam suci Subhakristna Loka
[Wishnu Loka], dimana pengayom dan pelindung-nya
adalah Dewa Wishnu. Dalam manifestasi wujud fisik-
Nya beliau menampilkan diri sebagai dewa yang
memegang chakra dan menunggangi burung garuda.

Pada alam suci tingkatan tertinggi pada dimensi


alam ini, para Ista Dewata tiada berwujud melainkan
sebagai kesadaran kosmik, sebagai kesadaran luas
melingkupi berbagai penjuru ruang semesta. Tapi
karena kesiddhian para Ista Dewata juga dapat
menampilkan diri-Nya dalam manifestasi wujud fisik
berupa Dewa atau Dewi mahasuci berbadan laksana
manusia.

5. Swah Loka lapisan tingkatan dimensi kelima :


SATYA LOKA.

Alam suci lapisan tingkatan dimensi kelima


disebut dengan dimensi Satya Loka.

Mereka para sadhaka yang [setelah meninggal]


Atma-nya dapat melesat naik menuju alam suci
lapisan tingkatan dimensi Satya Loka, disebabkan
karena selama hidupnya sudah dapat mencapai
tataran Kesadaran Atma yang hampir mencapai
kesempurnaan.

Pencapaian ini dalam ajaran dharma disebut


sebagai Sayujya-Mukti. Mukti berarti lepas atau
bebas, sayujya berarti “mendekati penyatuan”.
Disebut “mendekati penyatuan” karena merupakan
tahap akhir menuju kepada penyatuan kosmik atau
moksha, yang sudah sangat mendekati
kesempurnaan.

Satya Loka merupakan alam suci lapisan


tingkatan dimensi tertinggi dari semua alam suci,
sebelum kemanunggalan kosmik Moksha yang tidak
terpikirkan. Para Ista Dewata yang berstana di alam
ini adalah para Mahadewa yang juga disebut sebagai
Mahat atau maha-kesadaran kosmik. Tidak memiliki
wujud, tapi sebagai chittakash atau maha-kesadaran
kosmik yang menyatu konstan laksana samadhi terus-
menerus dan luas tidak terbatas sebagai seluruh
penjuru ruang alam semesta dan para mahluk itu
sendiri.

Alam suci lapisan tingkatan dimensi kelima


Satya Loka ini terdiri dari berbagai alam-alam suci.
Yang tertinggi adalah alam suci Maha-Isvara Dharma
Loka [Shiwa Loka]. Pengayom dan pelindung-nya
adalah Dewa Shiwa.

[3]. Memahami makna Ida Btara dan Ida Btari


yang sebenarnya.

Di alam semesta ini terdapat berjuta-juta


banyaknya jumlah para Ista Dewata.

Ada banyak sekali para Ista Dewata, yang


disebabkan karena kedalaman belas kasih-Nya yang
tidak terbatas, menunda untuk dapat mencapai
Moksha. Dengan tujuan untuk melindungi dan
menyelamatkan semua mahluk di alam semesta.
Untuk menuntun, menjaga, memberi naungan
perlindungan dan mengayomi para mahluk di alam
semesta. Ini merupakan salah satu sebab, mengapa
kita dalam ajaran dharma melakukan pemujaan dan
penghormatan kepada para Ista Dewata.

Sebagian besar manusia pada umumnya


memiliki Ista Dewata pengayom dan pelindung
utamanya. Tapi bagi masing-masing orang, Ista
Dewata pengayom dan pelindung utama-nya adalah
berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh berbagai
faktor, seperti kelanjutan sadhana kehidupan
sebelumnya, akumulasi karma, dsb-nya.
Dalam tradisi Hindu di Bali, Ista Dewata
pengayom dan pelindung utama biasa disebut Ida
Btara atau Ida Btari. Sebutan ini berasal dari kata
“btar” dalam bahasa sansekerta, yang berarti penjaga
atau pelindung.

Jadi makna Ida Btara - Btari Ida Btara adalah


sebuah istilah atau sebutan, untuk merujuk Ista
Dewata pengayom dan pelindung utama kita masing-
masing. Yang disebut Ida Btara atau Ida Btari adalah
para Dewa atau Dewi yang dekat dengan kita secara
karma, secara pribadi, sebagai Ista Dewata pengayom
dan pelindung utama kita.

Misalnya [contoh] kita menyebut Sanghyang


Btara Shiwa, itu berarti Dewa Shiwa sebagai Ista
Dewata pengayom dan pelindung utama kita [btar,
btara = penjaga atau pelindung].

Jadi tidaklah benar pandangan bahwa Ida Btara


- Btari itu berbeda dengan para Dewa - Dewi, dimana
Ida Btara - Btari itu secara tingkatan lebih rendah.
Melainkan hal itu hanya terkait tentang sebuah istilah
atau sebutan di Pulau Bali, untuk merujuk Ista Dewata
pengayom dan pelindung utama kita masing-masing.
~5~
ORANG SUCI DI PASAR
Dalam perjalanan pulang selesai melukat di
Pura Telaga Waja di Desa Kendran, saya dan istri
mendapatkan berkah simbolik ajaran suci dharma
yang mendalam. Kami mampir singgah di sebuah
pasar, dimana kakak ipar berjualan disana. Kami
berdua ngobrol ini itu dengan kakak ipar dan
sahabatnya seorang pedagang lain. Sampai pada
akhirnya mereka bercerita tentang salah seorang
pedagang disana yang hidupnya penuh kesengsaraan
dan ketidak-adilan.

Awalnya dia berpacaran dengan seorang laki-


laki bujangan, sampai kemudian hamil. Dari sinilah
ketidakadilan dan kesengsaraan hidupnya dimulai.
Setelah hamil dia baru tahu bahwa dia tertipu, karena
ternyata laki-laki tersebut sudah punya istri dan anak.
Karena keluarganya malu dan tidak mau
menerimanya lagi, dia tidak punya pilihan lain kecuali
menikah dengan laki-laki tersebut dan menjadi istri
kedua.
Kesengsaraan berikutnya datang tidak lama
setelah anaknya lahir. Laki-laki tersebut kehilangan
pekerjaan dan menjadi pengangguran. Istri pertama-
nya pun tidak bekerja. Mau tidak mau dia yang harus
bekerja dan mencari uang dengan berjualan di pasar.
Karena dia yang sekarang menanggung semua beban
kebutuhan hidup keluarga, semua jenis pekerjaan
yang menghasilkan uang dia ambil dengan bekerja
keras. Hanya dia sendirian saja yang harus
menanggung beban kebutuhan hidup seluruh
keluarga, selain dia juga harus melayani berbagai
tugas-tugas rumah tangga bagi suaminya.

Ketika anaknya berumur sekitar 5 [lima] tahun,


dia sudah menjadi pedagang dan berbagai pekerjaan
lainnya yang cukup sukses. Dan semua hasilnya
digunakan untuk kebutuhan hidup keluarga [suami,
istri pertama, anak kandungnya dan anak-anak
tirinya] dan hanya sedikit untuk dirinya sendiri. Ini
dijalaninya dengan penuh kerelaan dan tanpa
keluhan.

Hantaman berikutnya kemudian datang dalam


hidupnya, yaitu suaminya menikah lagi dengan
wanita muda. Ketidakadilan dan kesengsaraan yang
lebih berat dimulai dari sini. Setelah menikah lagi
punya istri ketiga, suaminya menindasnya semakin
menjadi-jadi. Semua minta dilayani, semua kebutuhan
harus ada, kalau tidak suaminya marah dan marah.
Tidak hanya itu saja, karena jumlah kamar di
rumahnya terbatas, diapun harus sering-sering
sekamar dan melihat suaminya [maaf] berhubungan
badan dengan istri barunya di depan mata.

Ditambah lagi jumlah anggota keluarga yang


bertambah dan beban kebutuhan hidup yang
meningkat membuatnya harus bekerja lebih keras
lagi. Sehingga dia bekerja, bekerja dan bekerja lebih
keras lagi. Hasil kerja kerasnya ternyata berbuah,
sampai dalam satu hari saja dia bisa bersih mendapat
uang sekitar Rp. 300 ribu dari berbagai sumber
penghasilannya. Dan semua hasilnya tersebut
digunakan untuk kebutuhan hidup keluarga [suami,
istri pertama, istri ketiga, anak kandungnya dan anak-
anak tirinya].

Sesungguhnya mudah mengakhiri semua


kesengsaraan dan ketidakdilan ini. Cukup dia minta
cerai saja, apalagi penghasilannya sudah sangat
mapan. Pedagang-pedagang lain di pasar tersebut
banyak yang gemas dan geregetan melihat kelakuan
suaminya, atau sangat kasihan melihat ketidakadilan
yang dialaminya dan mendorongnya untuk bercerai.
Apalagi dia tidak terlalu tua, secara fisik masih
menarik dan masih bisa mencari laki-laki lain yang
lebih baik. Tapi dengan polos dia berkata bahwa dia
lebih kasihan nanti memikirkan bagaimana nasib
anak kandung dan anak-anak tirinya kalau dia
bercerai, dibandingkan memikirkan dirinya sendiri.

Ada juga petugas pasar yang geregetan dan


menyarankannya “menyewa” laki-laki lain untuk
membalas kelakuan suaminya. Tapi dengan tulus dia
berkata bahwa dia tidak ingin membalas agar tidak
membuat karma buruk dan hanya berharap bahwa
kelak anak kandung dan anak-anak tirinya tidak
mengalami nasib yang sama dengan dirinya. Karena
dia sangat menyayangi baik anak kandung maupun
anak-anak tirinya.

Hati saya sangat bergetar mendengar kisah ini.


Tambah bergetar lagi ketika bertemu dengan
pedagang tersebut. Pancaran dari wajahnya adalah
pancaran wajah orang yang tingkat kepasrahan dan
kerelaannya sempurna, serta penuh bhakti dan belas
asih. Saya terharu dan diam-diam melakukan
namaskara memberi hormat dalam hati, karena saya
sedang bertemu dengan orang suci.

Para sadhaka yang sudah mencapai kesadaran


tingkat tinggi pasti tahu, bahwa ketika kesadaran
masih sesempit diri ini [ahamkara, ego, ke-aku-an],
kita mudah marah, benci, tersinggung, sombong,
resah, tidak puas, serakah, dsb-nya. Semakin besar
egonya maka ketidakadilan akan semakin terasa
menyakitkan. Membuat kita tenggelam dalam
kesengsaraan. Inilah tugas agung seorang sadhaka,
yaitu meruntuhkan ahamkara [ego, ke-aku-an] dan
sad ripu [enam kegelapan bathin].

Pedagang di pasar itu tidak mengenakan baju


orang suci. Tidak mengenakan baju putih-putih, baju
pendeta, atau baju seorang sadhaka. Juga tidak
pernah belajar dharma secara mendalam. Tapi jauh di
kedalaman dirinya, dia sesungguhnya adalah sadhaka
tingkat tinggi. Bekal perjalanannya hanya dua, yaitu
“ke dalam” adalah tingkat kepasrahan dan kerelaan
diri yang sempurna, serta “keluar” muncul adalah hati
yang penuh belas kasih dan kebajikan. Sebagai
hasilnya adalah kesadaran kosmik yang seluas ruang.

Sangat mudah bersikap sabar, tenang, serta


penuh belas kasih dan kebaikan saat kita dihormati,
disayangi, dipercaya dan dihargai oleh orang lain.
Tapi mereka yang bisa tetap sabar, tenang, serta
penuh belas kasih dan kebaikan saat disakiti, ditindas
dan dibuat sengsara oleh orang lain, itulah orang yang
kesadarannya sangat terang dan seluas ruang.
~6~
ENERGI KEDAMAIAN DAN BELAS
KASIH MENDALAM DI PULAU BALI
Beberapa kali kenalan saya praktisi-praktisi
spiritual dari luar Pulau Bali dengan sangat heran
menanyakan, mengapa di Pulau Bali mahluk-mahluk
alam bawah dan hantu gentayangan pada umumnya
cenderung bersikap sopan dan tidak mengganggu.
Sedangkan di luar Pulau Bali, mahluk-mahluk alam
bawah dan hantu gentayangan cenderung kasar,
agresif, bengis dan sangat mengganggu.

Saya jawab bahwa di alam ini terdapat sebuah


rumus. Jika kita memperlakukan orang lain atau
mahluk lain dengan halus dan penuh belas kasih,
mereka belum tentu memperlakukan kita juga sama
dengan halus dan penuh belas kasih. Jika kita
memperlakukan orang lain atau mahluk lain dengan
kasar dan jahat, mereka pasti akan memperlakukan
kita dengan jauh lebih kasar dan lebih jahat lagi.

Tapi jika kita terus-menerus memperlakukan


orang lain atau mahluk lain dengan halus dan penuh
belas kasih, lama-kelamaan mereka akan cenderung
berubah sikap dan perilakunya menjadi semakin
halus dan semakin bercahaya.

Pulau Bali merupakan sedikit tempat di dunia


dimana selama ribuan tahun secara berkelanjutan
tanahnya terus-menerus ditanami dengan upacara
belas kasih dan kebaikan mendalam oleh
penghuninya. Ini tidak saja membuat Pulau Bali
menjadi tanah yang sangat sakral, tapi juga menjadi
tanah yang sangat subur bagi praktek spiritual.

Hal ini juga yang menjadi sebab, mengapa


getaran energi di Pulau Bali sangat berbeda dengan di
tempat-tempat lain. Bagi orang-orang spiritual yang
peka dengan getaran energi, begitu memasuki Pulau
Bali pasti akan merasakan adanya getaran energi
yang benar-benar berbeda dengan tempat-tempat
lain. Di Pulau Bali terasa sekali ada kehadiran energi
yang sejuk, indah dan mendamaikan, yang
menyelimuti alam Pulau Bali. Sedangkan bagi orang-
orang awam-pun juga sama, ketika memasuki Pulau
Bali, setidaknya akan dapat merasakan sebentuk rasa
ketenangan dan kedamaian yang nyaman.

Padahal jika membandingkan dengan


pemandangan alam di tempat-tempat lain, masih
banyak ada tempat-tempat lain yang pemandangan
alamnya juga indah. Tapi pancaran getaran energi
kedamaian seperti di Bali tidak dirasakan. Ini tidak
lain disebabkan karena, dimana manusia sering
melaksanakan upacara belas kasih dan kebaikan yang
mendalam, disana tempat itu akan bertabur dengan
getaran energi kedamaian dan keindahan.

Di Pulau Bali mahluk-mahluk alam bawah dan


hantu gentayangan tidak diperlakukan sebagai
musuh, tapi malah diperlakukan dengan sangat baik.
Terdapat 3 [tiga] hal yang sangat khas di Bali, yaitu
sebagai berikut.

1]. Pelaksanaan upacara keagamaan tidak saja


ditujukan “keatas” untuk alam-alam suci, tapi juga
ditujukan "ke bawah" dengan memberi makan dan
ruang pada alam-alam bawah.

2]. Dedinan [putaran waktu] di Bali dibagi ke dalam


dedinan ke atas [menghormat dan menyembah ke
alam atas] dan dedinan ke bawah [menghidupi alam
bawah], seperti mengucapkan terimakasih ke
pepohonan, binatang, barang, dsb-nya, serta
memberikan makanan ke alam-alam bawah.

3]. Di setiap rumah orang Bali ada palinggih


penunggun karang, yaitu “rumah niskala” yang aman,
nyaman dan bercahaya bagi mahluk alam bawah atau
hantu gentayangan yang sudah tinggal di sana
terlebih dahulu.
4]. Di setiap titik-titik yang angker, orang Bali
membuatkan palinggih sebagai “rumah niskala” yang
aman, nyaman dan bercahaya bagi mahluk alam
bawah yang tinggal disana.

Ini tidak lain merupakan bentuk belas kasih dan


kebaikan yang mendalam. Upacara orang Bali adalah
upacara belas kasih dan kebaikan yang sempurna.
Serangkaian pancaran belas kasih dan kebaikan
mendalam agar seluruh mahluk di alam semesta
bahagia bebas derita.

Di dunia agama dan spiritual terdapat banyak


sekali perdebatan yang mempertentangkan Tuhan
dengan setan. Tuhan dihormati, setan dimusuhi. Tapi
dalam cahaya ajaran dharma di Pulau Bali, Tuhan dan
setan tidak dipertentangkan, tapi dipahami secara
sangat mendalam sebagai bagian dari satu hal yang
sama.

Tentu saja jika kita salah menjelaskan, maka


orang lain dapat menyangka orang Bali memuja setan.
Apa yang sesungguhnya dilakukan orang Bali adalah
dengan penuh belas kasih menyayangi semua mahluk,
tidak menyakiti dan banyak memberi. Melalui belas
kasih dan kebaikan yang sempurna, semuanya
terhubung dalam sebuah kesatuan kosmik yang
manunggal. Yang dapat memahami hal ini secara
mendalam, banyak yang meneteskan air mata. Bukan
karena sedih, tapi karena kesadaran di dalam diri kita
melihat jalan yang sangat bercahaya untuk kembali
menuju kesadaran Atma di dalam diri. Yaitu
keheningan sempurna yang berlimpah belas kasih
dan kebaikan.

Tidak diragukan lagi bahwa para leluhur


perancang Upacara di Bali yang demikian
mengagumkan, sudah pasti leluhur yang sudah
mencapai kesempurnaan penyatuan kosmik
[moksha].

Kesempurnaan penyatuan kosmik baru dapat


tercapai ketika seorang sadhaka dapat meletakkan
Rwa Bhinneda [dualitas] secara sama sejajar. Yaitu
memeluk semua dualitas [termasuk dualitas Tuhan-
Setan] dengan kualitas belas kasih dan senyuman
yang sama. Tanpa kejahatan maka kebaikan tidak
memiliki makna, tanpa kegelapan maka cahaya
kehilangan makna. Keduanya merupakan satu bagian
manunggal dari tubuh semesta yang sama.

Hanya para sadhaka yang sudah mencapai


kesempurnaan penyatuan kosmik yang dapat
memberikan pancaran belas kasih dan kebaikan
kepada siapa saja, termasuk kepada mahluk-mahluk
alam bawah dan hantu gentayangan yang di tempat
lain disebut setan. Jika kejahatan bermusuhan dengan
kebaikan, belas kasih dan kebaikan mendalam tidak
bermusuhan dengan apapun dan siapapun.

Jika kita dapat memberi makanan pada mahluk


alam bawah, lebih terang dan bercahaya
persembahan kita pada Ista Dewata dan Tuhan. Jika
kita dapat memberi ruang pada makhluk dari alam
gelap, lebih terang dan bercahaya penghormatan kita
pada Ista Dewata dan Tuhan. Karena dengan
keheningan, serta belas kasih dan kebaikan yang
sempurna di dalam diri, akan sangat mudah terjadi
keterhubungan dengan kemahasucian semesta.

Pulau Bali adalah pulau yang diselimuti oleh


energi kedamaian, serta energi belas kasih dan
kebaikan yang mendalam. Jika kita ingin
disembuhkan, dimurnikan dan disempurnakan oleh
kekuatan suci Pulau Bali, jangan lupa untuk
melaksanakan belas kasih dan kebaikan yang
mendalam kepada semua manusia dan semua
mahluk.
~7~
DIMENSI KOSMIK TEMPAT SUCI
TANTRA
Saya sering diberikan pertanyaan oleh teman-
teman non-Hindu, yaitu mengapa di pura banyak
terdapat simbol-simbol menyeramkan.

Tempat suci di Bali adalah tempat suci dalam


tradisi Tantra. Ajaran tingkat tinggi yang sangat
sakral.

Pada tempat suci biasa yang umum, disana yang


ada hanyalah simbol dan unsur kekuatan dari alam
suci. Sedangkan simbol dan unsur kekuatan dari alam
gelap dibuang jauh-jauh, dilawan dan bahkan dicaci-
maki serta dimusuhi. Tapi pada tempat suci Tantra,
tempat suci yang sesungguhnya adalah tempat suci
dimana semuanya ada disana. Baik simbol dan unsur
kekuatan dari alam suci, maupun simbol dan unsur
kekuatan dari alam gelap. Keduanya dihormati dan
diletakkan sama sejajar.
Bagi orang yang tidak paham tattwa-nya, kita
orang Bali bisa disangka memuja setan. Tapi bagi para
sadhaka yang kesadarannya sudah mencapai
tingkatan kesadaran tertinggi yaitu moksha, pasti
dapat melihat rahasianya, untuk kemudian terkagum-
kagum.

Tempat suci yang sesungguhnya adalah tempat


suci dimana semuanya ada disana. Ini tidak lain dari
penerapan kekuatan keheningan sempurna, serta
kekuatan belas kasih dan kebaikan yang sempurna.
Karena dalam keheningan sempurna, serta belas
kasih dan kebaikan yang sempurna, disana dapat
disadari secara sangat mendalam bahwa baik
kekuatan alam suci maupun kekuatan alam gelap,
keduanya merupakan satu bagian manunggal dari
tubuh semesta yang sama. Ibarat bulan yang memiliki
sisi terang dan sisi gelap, keduanya merupakan
bagian manunggal dari bulan yang sama. Tidak ada
yang perlu dibuang, dilawan dan dimusuhi.

Keheningan dan belas kasih sempurna adalah


kemahasucian tertinggi. Laksana ruang tidak terbatas
yang menyediakan tempat pada apa saja dan siapa
saja. Laksana langit yang memayungi semuanya tanpa
pernah membeda-bedakan. Laksana matahari yang
menyinari semua tanpa pernah memilih-milih.
Om Bhur Bwah Swah, demikian mantra suci
yang sering kita ucapkan. Ketiga kelompok dimensi
alam semesta, beserta seluruh mahluk di dalamnya
adalah OM [Tuhan]. Bhur Bwah Swah adalah
kemanunggalan kosmik yang menyatu sempurna
sebagai kemahasucian tertinggi. Artinya
kemahasucian tertinggi ada diatas dualitas atas-
bawah, suci-gelap, baik-buruk. Sehingga tidak ada
yang perlu dibenci, diperangi, dicaci-maki dan
dimusuhi. Karena alam atas maupun alam bawah,
kekuatan alam suci maupun kekuatan alam gelap,
kebaikan maupun keburukan, adalah satu bagian
manunggal dari tubuh semesta yang sama. Semuanya
adalah bagian dari alam semesta yang sama.
Semuanya adalah bagian dari Tuhan yang sama.
Semuanya adalah bagian dari tarian kosmik Shiwa
[Shiwa Nataraja] yang sama.

Sehingga di tempat suci Tantra, dalam


kemahasucian tertinggi, semuanya diberikan tempat
dan ruang. Tidak ada kegelapan yang dibenci dan
diajak perang. Tidak ada keburukan yang dicaci-maki
dan diajak bermusuhan. Kesucian maupun kegelapan,
kebaikan maupun keburukan, keduanya diletakkan
sama sejajar, serta dihormati dan disayangi secara
sama. Ketika semua kebencian, peperangan, caci-maki
dan permusuhan dihentikan, kesadaran manusia
langsung bersentuhan dengan paramashanti
[kedamaian maha-sempurna].
Di tempat suci Tantra, secara ritual dan sadhana
kita menghormat ke alam-alam suci dan memberi
makan ke alam-alam bawah. Ini merupakan pancaran
belas kasih dan kebaikan mendalam agar seluruh
mahluk di alam semesta bahagia bebas derita.

Dalam siklus samsara, mahluk-mahluk alam


bawah adalah mereka yang dulu semasih hidup di
alam marcapada [alam dimana kita berada ini]
banyak membuat karma buruk dan dimensi
kesadarannya rendah. Sehingga setelah meninggal
mereka harus terjatuh ke alam-alam bawah. Pahami
mereka bukan sebagai mahluk-mahluk jahat, tapi
sebagai mahluk-mahluk menderita yang sangat
memerlukan belas asih dan kebaikan kita.

Saya pernah mengantar suatu rombongan


Hindu Jawa melakukan tirtayatra ke sebuah pura
kuno di Penebel - Tabanan. Mereka menyebut
keberadaan mahluk-mahluk alam bawah sebagai
“leluhur” dan mereka memberikan beberapa jenis
sesajian. Saya sangat terkesan karena sebutan leluhur
itu secara pengetahuan spiritual sangat mendalam.
Dalam berjuta-juta kali kelahiran dalam siklus
samsara, yang kita sebut sebagai mahluk-mahluk
alam bawah itu, di suatu masa kehidupan pasti
pernah menjadi orang tua kita yang sangat
menyayangi kita. Tapi kebetulan karena pernah
dalam suatu masa kelahiran mereka banyak membuat
karma buruk dan dimensi kesadarannya jatuh,
sehingga, mereka mengalami kejatuhan dalam siklus
samsara.

Dalam siklus samsara, keberadaan mereka


seperti siklus berputarnya bunga yang dapat
berevolusi menjadi sampah dan sampah yang dapat
berevolusi menjadi bunga. Alam bawah adalah sisi
sampah dari alam suci. Alam suci adalah sisi bunga
dari alam bawah. Suatu waktu kita bisa diatas
kemudian jatuh ke bawah, suatu waktu kita bisa
dibawah kemudian naik ke atas, demikian seterusnya.
Sehingga pandanglah mereka bukan sebagai mahluk-
mahluk jahat, melainkan sama seperti kita, yaitu
mahluk yang dalam siklus samsara sedang berjuang
jatuh-bangun, jatuh lagi, bangun lagi, untuk dapat
mencapai kesadaran Atma.

Hendaknya kita jangan pernah meminta apapun


kepada mahluk-mahluk alam bawah. Karena secara
analogi hal itu ibarat kita dalam posisi sebagai orang
kaya-raya [terlahir sebagai manusia] meminta-minta
uang kepada pengemis [menjadi mahluk bawah].
Serta karena meminta sesuatu kepada mahluk alam
bawah terkadang memiliki resikonya tersendiri.
Tindakan yang baik dan luhur adalah kita yang
memberi kepada mereka.
Kita juga jangan pernah mengganggu apalagi
memusuhi mahluk-mahluk alam bawah. Ingat bahwa
mereka sesungguhnya mahluk-mahluk sengsara yang
memerlukan belas kasih dan kebaikan kita.
Memperlakukan mereka dengan kejam atau jahat,
dapat berujung kepada karma yang sangat buruk.
Misalnya mengurung mereka dalam botol, itu akan
dapat membuat mereka dendam kesumat mendalam
kepada kita selama ribuan tahun. Bahkan ketika kita
sudah meninggal, atau bahkan ketika kita terlahir,
terlahir dan terlahir kembali, mereka akan terus
mencari dan mengejar kita karena dendam.

Keberadaan mahluk alam-alam bawah


sebenarnya bukanlah sebuah ancaman. Dimensi alam
mereka berbeda dengan kita. Mereka menjadi
berbahaya karena kita manusia mengganggu atau
menyakiti mereka. Atau karena kita manusia takut,
menghakimi atau tidak menyukai mereka. Ketakutan,
penghakiman atau rasa tidak suka ini membuat
adrenalin di dalam diri manusia naik, dimana
adrenalin yang naik ini menghasilkan sebentuk energi
yang dirasakan oleh mahluk alam-alam bawah
sebagai kekuatan yang hendak menyerang mereka.
Itulah sesungguhnya yang menyebabkan mereka
menjadi agresif dan berbahaya.

Kepada mahluk-mahluk alam bawah, kita


bersikaplah penuh belas kasih dan kebaikan, serta
dengan perasaan yang tenang. Berikan mereka
segehan atau rarapan [sesajian] dan doakan mereka
agar damai dan bahagia. Kalau kita tidak membawa
segehan atau rarapan, cukup dengan mendoakan
mereka agar mereka damai dan bahagia. Sekaligus
terus mendoakan mereka agar mereka bisa keluar
dari alam-alam bawah yang gelap dan sengsara. Ini
merupakan bentuk belas kasih dan kebaikan yang
sempurna kepada semua mahluk, sekaligus
menebarkan energi keharmonisan dan kedamaian ke
semua arah. Sebagai hasilnya sudah tentu mereka
tidak akan mengganggu kita.

Memasuki tempat suci di Bali, terdapat 2 [dua]


hal penting yang jangan dilanggar. Ini sering saya
sampaikan kepada semua orang.

=== 1]. Tempat suci di Bali adalah tempat suci Tantra


yang sangat sakral. Jangan main-main di tempat suci
Tantra, karena secara spiritual kita sangat terhubung
dengan alam niskala. Batas antara alam sekala [yang
terlihat] dan niskala [yang tidak terlihat] sangat tipis.
Di tempat suci Tantra kita bisa dengan sangat mudah
terhubung kemanapun, baik terhubung ke alam suci
maupun terhubung ke alam bawah.

Jangan memasuki tempat suci Tantra dalam


keadaan emosi kita sedang sangat gelap [marah,
benci, iri hati, dengki, dendam, sangat kesal, atau
tidak puas]. Serta jangan mengajukan permohonan
doa yang gelap, seperti minta agar sakit hati kita
dibalaskan, atau minta agar orang lain sengsara,
celaka, bangkrut, dsb-nya. Karena hal itu akan
membuat kita di alam doa dengan sangat mudah
terhubung ke alam bawah.

Masukilah tempat suci Tantra dalam keadaan


kejernihan emosi yang terang [tenang, damai,
bahagia, ceria, riang-gembira, atau penuh kasih
sayang]. Serta ajukanlah permohonan yang terang,
seperti minta agar orang lain bahagia, sehat, murah
rejeki, dsb-nya. Karena hal itu akan membuat kita di
alam doa dengan sangat mudah terhubung ke alam
kemahasucian.

=== 2]. Tempat suci di Bali adalah tempat suci Tantra


yang sangat sakral. Sekali lagi jangan main-main di
tempat suci Tantra. Kita wajib bersikap tunduk
rendah hati dan penuh rasa hormat terhadap semua
dresta [aturan niskala sakral] yang berlaku di suatu
tempat suci. Jangan pernah melanggarnya, tapi ikuti
dan jalankan dresta yang ada dengan hati polos dan
penuh rasa bhakti. Karena melanggar dresta suatu
tempat suci Tantra, cepat atau lambat akan ada
dampaknya yang berbahaya.

Pulau Bali adalah Pulau Tantra. Dimana-mana


diterapkan pancaran belas kasih dan kebaikan
mendalam agar seluruh mahluk di alam semesta
bahagia bebas derita. Seperti salah satu kreasi local
genius orang Bali di jaman kuno dulu yang sangat
mengagumkan, yaitu palinggih penunggun karang.

Ketika kita pertama kali membangun rumah di


tanah kosong, tanah tegalan, tanah sawah, dsb-nya,
biasanya secara niskala di tempat tersebut terlebih
dahulu sudah ada mahluk-mahluk alam bawah atau
hantu gentayangan yang tinggal disana. Dalam ajaran
Hindu Bali kita tidak mengusir, memusuhi atau
menangkap mahluk-mahluk alam bawah atau hantu
gentayangan tersebut. Tapi justru membuatkan
mereka “rumah niskala” yang aman, nyaman dan
bercahaya, yaitu berupa palinggih penunggun karang.
Tidak hanya itu saja, pada hari rahina suci kita juga
memberikan mereka rarapan dan segehan.

Tentu ini bukan berarti orang Bali menyembah


setan. Sama sekali tidak. Ini merupakan penerapan
keheningan sempurna, serta belas kasih dan kebaikan
yang sempurna. Tidak saja simbol dan unsur
kekuatan dari alam-alam suci yang dipuja dan
dihormati, tapi simbol dan unsur kekuatan dari alam
gelap juga diperlakukan dengan penuh kasih sayang.
~8~
VEGETARIAN
Satu pertanyaan yang sering diajukan oleh
teman-teman kepada saya belakangan ini adalah
tentang vegetarian. Karena entah siapa yang
memulainya, dalam beberapa tahun belakangan
sering terjadi perdebatan tentang memakan daging.
Ada sebagian orang yang mengatakan [dengan penuh
penghakiman] bahwa kita bukan penganut Hindu
Dharma yang baik jika kita masih memakan daging.
Hal ini membuat saya menghela nafas dan geleng-
geleng kepala.

Jika kita membahas tentang vegetarian,


hendaknya kita memahami poros inti utamanya.
Landasan inti vegetarian adalah ahimsa, yaitu tidak
menyakiti dan tidak melakukan kekerasan kepada
mahluk lain.

Akan tetapi terdapat suatu kenyataan, bahwa


dalam kelahiran samsara ini, kita tidak mungkin
dapat sepenuhnya 100% [seratus persen] tidak
menyakiti mahluk lain. Ketika kita bernafas ribuan
mikroba mati terbunuh. Ketika kita memasak air juga
ribuan mikroba terbunuh. Sekalipun kita seorang
vegetarian, tapi hal itu juga menyebabkan banyak
sekali mahluk hidup mati terbunuh. Petani harus
membasmi banyak hama, serangga dan tikus agar
tanaman mereka berhasil dan bisa dipanen. Tumbuh-
tumbuhan juga adalah mahluk hidup. Hanya karena
mereka tidak menjerit dan menangis sebagaimana
binatang, bukan berarti tumbuh-tumbuhan bukan
mahluk hidup yang tidak merasakan sakit.

Demikianlah kenyataan kelahiran dalam


samsara ini, yaitu kita tidak mungkin dapat
sepenuhnya tidak menyakiti mahluk lain. Sehingga
makna dari sadhana ahimsa adalah kita belajar
mendidik diri agar kita tidak berhati kejam
[anresamsya] dan berusaha sebisa mungkin agar kita
tidak terlalu banyak melakukan kekerasan kepada
mahluk lain. Sekurang-kurangnya kita tidak
melakukan kekerasan kepada mahluk lain hanya
berdasarkan ego diri sendiri, untuk kepuasan diri
sendiri, atau tanpa alasan yang sangat kuat dan tepat.

Jika kita memilih untuk menjadi vegetarian,


ingatlah bahwa poros inti utama vegetarian adalah
ahimsa, yaitu tidak menyakiti dan tidak melakukan
kekerasan kepada mahluk lain. Jika kita mengkritik
dan menghakimi orang yang tidak vegetarian, itu
sama dengan melakukan kekerasan kepada orang
lain, sekaligus menebarkan energi panas dan
kekacauan di alam ini. Menjadi vegetarian justru
membuat kita jadi melakukan kekerasan kepada
orang lain, sekaligus menambahkan energi panas dan
energi kekacauan di alam ini. Tentunya itu adalah
sebuah tragedi dan ironi.

Menjadi vegetarian dengan tidak memakan


daging itu pilihan yang boleh-boleh saja. Tapi yang
jauh lebih bagus dan bercahaya adalah menjadi
vegetarian dengan tidak menyakiti dan melakukan
kekerasan melalui perkataan dan perbuatan.
Landasan utama agar kita tidak tidak menyakiti dan
melakukan kekerasan melalui perkataan dan
perbuatan adalah membebaskan pikiran dari
penghakiman. Sehingga kapan saja orang lain terlihat
“salah” atau berbeda, cepat-cepat kita membebaskan
pikiran dari penghakiman.

Jika kita memilih untuk menjadi vegetarian


dengan tidak memakan daging, itu boleh saja. Tapi
lengkapilah vegetarian dengan cara tidak menghakimi
orang lain dalam pikiran, tidak menyakiti orang lain
dengan perkataan, tidak melukai orang lain dengan
perbuatan. Sehingga dapat tercapai tujuan
sesungguhnya, yaitu kita memiliki hati yang penuh
belas kasih dan kebaikan.

Bagi para vegetarian, tujuan utama menjadi


vegetarian adalah menghindari makanan yang berasal
dari pembunuhan. Tapi pernahkah kita memikirkan,
adakah makanan yang benar-benar murni tidak
melalui pembunuhan. Tentu saja jawabannya hampir
tidak ada. Misalnya [contoh] pestisida yang digunakan
untuk pertanian, dalam wilayah satu hektar saja,
sudah membunuh banyak sekali mahluk yang tidak
kita sadari berada dalam wilayah pertanian itu.

Jadi ketika kita berpikir bahwa dengan makan


tumbuh-tumbuhan [vegetarian], kita sedang
memakan makanan yang murni tidak melalui
pembunuhan, itu adalah hal yang tidak tepat. Untuk
mendapatkan 1 kg beras dan beberapa potong
sayuran, dalam prosesnya, ada banyak sekali mahluk
yang terbunuh. Jadi kita tanyakan ke diri sendiri
apakah benar makanan itu murni tidak melalui
pembunuhan. Silahkan periksa dan buktikan sendiri.

Selain itu juga disebutkan di dalam ajaran


dharma bahwa tumbuh-tumbuhan adalah mahluk
hidup. Jadi kita tanyakan ke diri sendiri, benarkah
karena tumbuhan tidak menjerit dan menangis, itu
berarti tumbuh-tumbuhan bukan mahluk hidup, serta
tidak merasakan sakit.

Ini tidak berarti saya mengatakan menjadi


vegetarian itu salah. Sama sekali tidak. Hal itu boleh
saja sebagai suatu pilihan. Yang tidak saya anjurkan
adalah ekstrim bervegetarian. Misalnya [contoh] kita
menjadi terobsesi mengkritik, menyalahkan, atau
“meluruskan” orang yang tidak vegetarian. Itu justru
membuat pikiran kita dipenuhi oleh kekerasan
kepada orang lain. Atau misalnya membuat daging
tiruan. Itu justru membuat pikiran kita menjadi
terobsesi oleh makanan.

Menyangkut vegetarian, yang perlu kita sadari


sebagai poros inti utamanya adalah ahimsa, yaitu
tidak menyakiti dan tidak melakukan kekerasan
kepada mahluk lain. Jika kita memilih untuk menjadi
vegetarian, kita hendaknya benar-benar menanamkan
di dalam diri, bahwa tujuan sesungguhnya dari
vegetarian adalah untuk membangunkan hati yang
penuh belas kasih dan kebaikan di dalam diri. Artinya,
jangan hanya mulut [makanan] kita saja yang
vegetarian, karena yang jauh lebih penting dari itu
adalah perkataan dan perbuatan kita yang vegetarian.

Saya dengan pasti akan mengatakan bahwa


dalam ajaran dharma kita tidak dilarang memakan
daging. Menjadi vegetarian bukanlah passport untuk
mencapai kesadaran yang terang bercahaya. Di jalan
dharma, memakan daging bukan sebuah masalah atau
halangan.

Dengan sebuah catatan, jika kita memilih untuk


memakan daging, terdapat cara-cara yang tepat untuk
kita ikuti. Yaitu 2 [dua] hal sebagai berikut ini.
I. MENYANGKUT PROSES MEMPEROLEH BAHAN
MAKANAN.

Yaitu di dalam proses memperoleh bahan


makanan, ikuti petunjuk ini :

1] Kita tidak melakukan pembunuhan binatang atau


tumbuhan tersebut.
2] Kita tidak terlibat pembunuhan binatang atau
tumbuhan tersebut.
3] Kita tidak melihat pembunuhan binatang atau
tumbuhan tersebut.
4] Kita tidak mendengar pembunuhan binatang atau
tumbuhan tersebut.

Perlu saya sedikit memberikan tambahan


penjelasan bahwa ukuran besarnya karma buruk
yang kita hasilkan dari tindakan menyakiti, kekerasan
dan pembunuhan, terhadap mahluk lain adalah
diukur dari tingkat kesadaran makhluk tersebut.
Bukan dari bentuk atau ukuran tubuhnya.

Misalnya [contoh] : Membunuh manusia dengan


kesadaran terang bercahaya [orang suci] karma
buruknya jauh lebih besar dari membunuh manusia
biasa. Jika dalam hidup ini kita pernah membunuh
seorang manusia dengan kesadaran terang bercahaya,
karma buruknya akan membuat kita setelah
meninggal langsung masuk ke alam neraka [naraka
loka]. // Membunuh manusia karma buruknya jauh
lebih besar dari membunuh binatang. Jika dalam
hidup ini kita pernah membunuh seorang manusia,
karma buruknya akan membuat kita di masa depan
atau di kehidupan-kehidupan berikutnya sangat
sering sakit-sakitan, atau mengalami sakit berat, atau
terbunuh berkali-kali, atau bahkan dapat membuat
kita terjatuh ke alam-alam bawah. // Dsb-nya.

Jika dalam hidup ini kita sangat sering


membunuh binatang [misalnya profesi menjadi
tukang jagal, hobi memancing, hobi berburu binatang,
dsb-nya], karma buruknya akan membuat kita di
kehidupan-kehidupan berikutnya sering jatuh sakit,
atau mengalami sakit berat.

Kecuali jika kita adalah sadhaka yang maju,


yang setelah membunuh binatang [karena kebutuhan
tertentu] dapat melakukan “penyupatan Atma”
[penyeberangan roh] binatang tersebut, sehingga
binatang tersebut dapat naik tingkat terlahir kembali
sebagai manusia. Di Bali leluhur kita mewariskan
banyak ajaran dharma tentang cara melakukan
penyupatan Atma binatang. Ini merupakan jalan yang
terang dan membawa karma baik, karena sangat
membantu perjalanan Atma binatang tersebut. Dia
tidak harus berjuang melewati banyak kehidupan
binatang sebelum dapat terlahir kembali menjadi
manusia.

Ataupun juga jika kita bukan sadhaka yang


maju, terdapat jalan lainnya untuk banyak-banyak
memperingan karma buruknya. Misalnya kita
berprofesi sebagai petani, ada saat-saat dimana kita
terpaksa tidak terhindarkan harus membasmi banyak
sekali hama dan serangga yang merusak tanaman.
Atau kita harus sering-sering mencabut rumput dan
tanaman liar. Atau kita bukan petani dan rumah kita
diserbu oleh ratusan kecoa sehingga kita terpaksa
harus membasminya. Dsb-nya.

Berlandaskan pengetahuan mendalam


mengenai karma, ikuti petunjuk sebagai berikut :

=== Kita lakukan pembasmian tersebut tanpa rasa


marah atau benci, juga tidak dengan rasa riang-
gembira.
=== Kita lakukan dengan landasan niat atau motif
baik. Yaitu agar kita dapat memberi makan keluarga
dan orang lain bisa makan beras atau sayuran. Atau
dengan tidak ada kecoa keluarga kita tidak menjadi
sakit.
=== Kita lakukan tidak terlalu sering.
=== Kita lakukan sendirian saja [tidak mengajak
orang lain].
=== Kita lakukan pembasmian tersebut sambil terus
meminta maaf.
=== Kita melakukan upaya memperbaiki dampak
menyengsarakan dengan mendoakan hama, serangga,
atau kecoa, dsb-nya, yang sudah kita basmi tersebut.
=== Kita tekun melaksanakan sadhana-sadhana yang
dapat menghapus karma buruk, seperti melakukan
sadhana maha snana-widhi [melukat maha utama] di
pathirtan dan dilakukan dengan tata cara melukat
yang tepat.

Sebagai suatu kesimpulan menyangkut proses


memperoleh bahan makanan, cara paling aman agar
kita sepenuhnya terbebas dari segala bentuk karma
buruk apapun adalah dengan cara membeli. Misalnya
membeli ikan mati di pasar, membeli daging beku di
supermarket, dsb-nya. Atau bisa juga dengan cara
membeli makanan jadi, seperti misalnya kita membeli
nasi campur yang sudah jadi di warung, dsb-nya.

Sudah tentu juga ada cara lainnya, terutama


bagi para sadhaka yang maju. Yaitu sekalipun kita
melakukan pembunuhan binatang [untuk kebutuhan
tertentu], kita dapat melakukan “penyupatan Atma”
binatang tersebut, sehingga binatang tersebut dapat
naik tingkat terlahir kembali sebagai manusia. Ini
merupakan jalan yang terang dan membawa karma
baik, karena sangat membantu perjalanan Atma
binatang tersebut. Dia tidak harus berjuang melewati
banyak kehidupan binatang sebelum dapat terlahir
kembali menjadi manusia.

II. MENYANGKUT TATA CARA MENYANTAP


MAKANAN.

Sekalipun kita membeli bahan makanan atau


membeli makanan jadi [yang membuat kita
sepenuhnya terbebas dari segala bentuk karma buruk
apapun], ada baiknya saat menyantap makanan kita
tidak hanya mengambilnya dan memasukkannya ke
mulut saja. Lakukanlah hal-hal sebagai berikut untuk
mengembangkan belas kasih kepada semua mahluk,
untuk menaikkan tingkat kesadaran kita, serta untuk
memupuk karma baik. Ikuti petunjuk sebagai berikut.

1]. Ambil sikap namaskara [kedua telapak tangan


dicakupkan di dada] di depan makanan. Lakukan
dhyanawidhi [membayangkan] bahwa kita bisa
makan makanan tersebut berkat belas kasih dan
kebaikan banyak sekali mahluk. Petani rela hidup
dalam kemiskinan agar kita bisa makan. Binatang dan
tumbuhan rela memberikan hidupnya agar kita bisa
makan. Dsb-nya.

2]. Niatkan untuk membalas kebaikan mereka melalui


doa. Mohonkan kepada Dewa Shiwa agar memberikan
perlindungan dan naungan untuk mereka semua
dalam siklus samsara ini. Setelah itu ucapkan mantra
“Om Namah Shivaya” sebanyak 3 [tiga] kali.

3]. Ganti namaskara dengan mudra amusti karana,


kemudian ucapkan mantra “Om anugraha Amritadi
Sanjiwani ya namah swaha”, untuk memurnikan
makanan tersebut.

4]. Masukkan ke mulut sendok makan pertama sambil


ucapkan mantra “Om Namah Shivaya”. Ini kita
lakukan sampai dengan sendok makan ketiga. Setelah
itu makan seperti biasa.
~9~
SADHANA ABHAYA YADNYA
Suatu kali seorang kenalan dekat bertanya,
adakah suatu sadhana yang sederhana dan mudah
dilakukan untuk orang duniawi seperti dia, tapi
sadhana tersebut memiliki dampak yang besar.

Saya menjelaskan bahwa ada dua jenis sadhana


yang memiliki nilai sangat tinggi dan utama, yaitu
Abhaya Yadnya dan Dharma Yadnya. Disinilah
terdapat sadhana yang tidak sulit untuk dilakukan,
tapi memiliki dampak yang besar.

Sadhana Abhaya Yadnya adalah sadhana berupa


menyelamatkan kehidupan mahluk lain, atau
membantu dan mendukung upaya menyelamatkan
kehidupan mahluk lain [dalam bentuk ngayah atau
memberikan dana punia]. Seperti membantu
menghidupi dan menyekolahkan anak-anak miskin
terlantar atau yatim-piatu [menyelamatkan
kehidupan mereka dengan memberi mereka peluang
hidup layak di masa depan], melakukan pertolongan
dan kesembuhan terhadap orang-orang yang
mengalami kecelakaan berbahaya atau yang sakit
keras, membeli binatang yang akan dibunuh, lalu
membebaskan mereka di alam atau habitat yang
sesuai, sehat dan alami, dsb-nya.

Sadhana Dharma Yadnya adalah sadhana


berupa menyebarkan ajaran dharma, atau membantu
dan mendukung upaya menyebarkan ajaran dharma
[dalam bentuk ngayah atau memberikan dana punia].
Karena ini dapat menyelamatkan perjalanan orang
lain dalam samsara, sekaligus membuka jalan mereka
dapat terbebaskan dari siklus samsara.

Sadhana Abhaya Yadnya dan Sadhana Dharma


Yadnya merupakan sadhana yang memiliki nilai
sangat tinggi dan utama, yang harus dilaksanakan
dengan motivasi tulus dan positif, serta hendaknya
dipraktekkan oleh semua para sadhaka di jalan
dharma. Dengan penuh belas kasih menolong,
menyelamatkan dan membantu mahluk lain yang
sedang menderita, atau tidak punya perlindungan,
atau terbenam dalam kesengsaraan pikiran, mereka
yang berjalan dalam kegelapan samsara tanpa cahaya
penerang sama sekali.

Untuk kenalan dekat saya tersebut, yang


meminta masukan sadhana yang sederhana tapi
memiliki dampak yang besar, saya menyarankan
melakukan dua bentuk sadhana. Yaitu pertama [1]
melakukan sadhana Dharma Yadnya, dalam bentuk
memberikan dharma dana [dana punia] untuk
membantu dan mendukung upaya menyebarkan
ajaran dharma. Serta kedua [2] melakukan sadhana
Abhaya Yadnya, dalam bentuk menyelamatkan
binatang dari kematian dan melepaskannya di alam
bebas.

Sadhana Dharma Yadnya diatas tidak perlu saya


jelaskan, karena sudah cukup jelas. Jadi saya cukup
menjelaskan tentang tata cara sadhana Abhaya
Yadnya yang saya sarankan saja.

Sadhana Abhaya Yadnya, dalam bentuk


menyelamatkan binatang dari kematian dan
melepaskannya di alam bebas, merupakan suatu
praktek latihan untuk membangkitkan sifat belas
kasih dan kebaikan. Selain itu, manfaat karma baik
sadhana ini banyak dijelaskan dalam berbagai kitab
suci, ajaran para Guru suci, maupun ajaran Tantra.
Yaitu manfaatnya sebagai berikut :

=== Untuk kesembuhan kita dari sakit. // Selain itu,


kita juga dapat mempersembahkan karma baik dari
sadhana ini untuk kesembuhan sakit orang lain.
Dalam beberapa kejadian, dapat menyembuhkan
penyakit yang sangat serius.
=== Untuk memperpanjang umur hidup kita. // Selain
itu, kita juga dapat mempersembahkan karma baik
dari sadhana ini untuk memperpanjang umur hidup
orang lain.
=== Untuk menghapus karma-karma buruk kita di
masa lalu. Serta dapat menghilangkan sebagian
hambatan hidup dan kesialan yang terjadi karena
karma buruk kita di masa lalu.

Jika kita sangat tekun dan sering melaksanakan


sadhana ini, maka sekaligus juga akan muncul
manfaat utamanya, yaitu :

=== Disaat kematian kita akan terbebas dari


kebingungan.
=== Pada kehidupan berikutnya, kita akan mendapat
kehidupan manusia yang lebih bahagia, mulia dan
luhur, atau dapat memasuki alam para Dewa.
=== Kita akan menciptakan sebab-sebab untuk dapat
mencapai kesadaran sempurna [moksha] di
kehidupan yang akan datang.

Ada 3 [tiga] hal sangat penting yang perlu


diperhatikan saat melaksanakan sadhana ini, yaitu :

1]. Binatang yang tepat untuk sadhana ini adalah


binatang yang akan dibunuh. Bukan binatang yang
akan dipelihara.
2]. Memberikan puja dan mantra Dewa Shiwa kepada
binatang tersebut sebelum dilepaskan dan saat
dilepaskan.
3]. Melepaskan binatang tersebut di lingkungan
habitat yang sesuai, yang bersih dan alami [tidak
tercemar], serta aman bagi mereka. Misalnya
[contoh], jangan melepas binatang air tawar ke air
laut atau payau, jangan melepas di lingkungan yang
kotor atau tercemar, jangan melepas di lingkungan
yang banyak pemburu binatang, dsb-nya.

Saya akan memberikan suatu contoh bagaimana


saya melakukan sadhana Abhaya Yadnya dalam
bentuk menyelamatkan dan melepaskan binatang,
sebagai berikut :

1]. Misalnya [contoh] ketika saya melepas ikan air


tawar, sehingga tempat yang saya pilih adalah di hulu
sungai, yang airnya jernih dan tidak tercemar. Serta di
lokasi tersebut dari aliran sungai itu sepanjang
beberapa kilometer merupakan lembah sungai yang
sangat dalam, sehingga sedikit ada orang yang
memancing atau menangkap ikan.

2]. Saya membeli ikan di tambak, dimana ikan


tersebut akan dibunuh [dipancing dan dimakan]. Saya
pastikan ikan yang saya beli habitatnya adalah di
sungai, karena saya akan melepasnya di sungai.

3]. Agar ikan tersebut tidak mabuk karena perjalanan


jauh, saya membeli di tambak yang dekat dengan
tempat melepasnya. Serta ikan tersebut saya
tempatkan dalam ember khusus yang nyaman.

4]. Sebelum melepaskan ikan tersebut, saya duduk di


pinggir sungai dengan ember berisi ikan ada di
hadapan saya. Saya sembahyang matur piuning
[minta ijin] kepada Ibu Pertiwi, Para Guru suci, Dewa
Shiwa dan para Ista Dewata, bahwa saya akan
melakukan Sadhana Abhaya Yadnya.

5]. Saya memohon kepada Dewa Shiwa agar mereka


dilindungi dan dijaga oleh Dewa Shiwa selama
hidupnya, agar setelah meninggal Atma mereka
“diambil” oleh Dewa Shiwa, serta agar mereka dapat
terlahir kembali sebagai manusia yang berbudi luhur.

6]. Kemudian saya menjapakan mantra “Om Namah


Shivaya” sebanyak 108 kali dan karma baiknya saya
persembahkan untuk ikan yang akan saya lepas. Saya
pastikan ikan tersebut dapat “mendengar” mantra itu,
setidaknya secara getaran energi. Dengan tujuan jika
mereka terlahir kembali sebagai manusia, mereka
akan selalu ingat dengan ajaran dharma yang luhur
ketika mereka mendengar mantra “Om Namah
Shivaya”.

=== Catatan : Kita juga dapat mempersembahkan


karma baik dari sadhana ini untuk orang lain yang
sedang sakit [untuk kesembuhannya], atau untuk
memperpanjang umur orang lain, serta untuk
keluarga yang sudah meninggal [untuk membantu
perjalanannya di alam kematian]. Caranya, mohonkan
pelimpahan karma baik tersebut kepada Dewa Shiwa
setelah kita selesai menjapakan mantra.

7]. Saya melepaskan ikan tersebut di sungai, sambil


terus mengucapkan mantra "Om Namah Shivaya".

Sadhana abhaya yadnya adalah salah satu


sadhana yang memiliki dampak besar jika rutin kita
lakukan. Tapi jangan hanya melakukan sadhana ini
saja. Karena jika kita hanya melakukan 1 [satu]
sadhana tunggal saja sudah pasti jauh dari cukup.
Untuk mencapai hasil yang menyeluruh, kita harus
melaksanakan berbagai sadhana yang bersifat saling
berkait-kaitan, saling melengkapi dan saling
menyempurnakan, sebagai jalan kesadaran Atma
yang terang bercahaya.
~ 10 ~
MENGHADAPI SERANGAN BLACK
MAGIC DENGAN JALAN BELAS
KASIH
Salah satu topik yang sangat sering menjadi
bahan pembicaraan dalam keluarga dharma, adik-
adik dharma, kenalan dekat, serta dalam berbagai
lingkungan praktisi spiritual, adalah tentang serangan
black magic [ilmu hitam].

Tentu saja ada beragam cara untuk menghadapi


serangan black magic. Tapi jika konsultasi dengan
saya, saya selalu menyarankan rangkaian jalan untuk
langkah pencegahan dan untuk penanganan
menghadapi serangan black magic dengan jalan belas
kasih. Yaitu melalui seluruh tindakan sebagai berikut.

I. Tindakan Pencegahan

Ini merupakan 5 [lima] rangkaian susunan cara


untuk langkah pencegahan di dalam menghadapi
serangan black magic dengan jalan belas kasih. Yaitu
dengan cara sebagai berikut :

1] Rajin bersih-bersih rumah. Bersihkan semua sudut


ruangan dari debu, sampah dan kotoran. Perabot dan
benda-benda di dalam rumah kita bersihkan dan
rapikan. Buka jendela lebar-lebar agar sinar matahari
dan udara segar masuk ke dalam ruangan. Jangan
biarkan ada benda-benda tidak berguna sangat lama
bertahun-tahun menumpuk di dalam rumah. Potong
rapikan tanaman dan rumput di halaman rumah. Sapu
bersih halaman rumah dari berbagai jenis sampah.
Dengan cara ini, maka pancaran getaran energi rumah
kita akan menjadi baik.

2] Rajin mebanten dan mesegeh di rumah terutama


pada saat rahina suci. Setelah selesai mebanten dan
mesegeh, sirat-siratkan tirtha [air suci] ke seluruh
wilayah rumah. Dengan cara ini, maka pancaran
getaran energi rumah kita akan menjadi bercahaya.

3] Kurangi bertengkar antar sesama penghuni rumah.


Hendaknya semua penghuni rumah sama-sama
belajar mengalah, sabar, memaafkan dan tidak ego.
Selalu mulai dari diri kita sendiri, terutama jika
penghuni rumah lain belum dapat melakukannya.
Dengan cara ini, maka getaran pancaran energi rumah
kita akan menjadi bercahaya.
4] Rajin dan tekun melakukan kebaikan-kebaikan.
Jangan marah dan membenci siapapun. Sebaliknya
kita banyak menolong, banyak memberi dan banyak
melakukan kebaikan kepada orang lain. Dengan cara
ini, maka pancaran getaran energi rumah kita akan
menjadi sangat bercahaya.

5] Rajin dan tekun melakukan meditasi setiap hari.


Setelah selesai meditasi kita selalu persembahkan
berkahnya kepada semua mahluk. Sambil namaskara
kita ucapkan permohonan ini : “Para Guru, para Ista
Dewata, apapun berkah yang saya terima dalam
meditasi, saya persembahkan berkahnya kepada
semua mahluk, agar semua mahluk dapat mengerti
makna dan tujuan kehidupan, agar semua mahluk
dapat mencapai pencerahan sempurna”. Dengan cara
ini, maka pancaran getaran energi rumah kita akan
menjadi sangat bercahaya.

Itulah yang disebut dengan langkah pencegahan


di dalam menghadapi serangan black magic dengan
jalan belas kasih. Jika kita tekun melakukan seluruh 5
[lima] tindakan tersebut, maka apapun bentuk
serangan black magic yang datang, kita dan semua
penghuni rumah akan sangat sulit untuk terkena
serangan semacam itu.

Selain semua hal diatas, terdapat cara yang


paling sangat mendalam untuk menghadapi serangan
black magic, yaitu membuat kesadaran kita menjadi
terang bercahaya, serta hati kita penuh dengan belas
kasih dan kebaikan. Karena dengan pencapaian
seperti itu, serangan black magic sehebat, sedahsyat
dan seseram apapun tidak mungkin akan bisa
mengenai kita, karena getaran energi niskalanya
sudah berbeda. Tidak akan tersambung. Segala jenis
black magic apapun tidak akan mengenai kita.
Sebagaimana lalat yang tidak akan bisa betah
berlama-lama hinggap di bunga indah.

Di alam ini terdapat hukum sempurna yang


bekerja, yaitu “sampah” akan mengundang “lalat” dan
“bunga” akan mengundang “kupu-kupu”. Jika kita
merasa diganggu oleh black magic, atau merasa
diganggu oleh mahluk alam bawah, atau merasa
diganggu oleh kekuatan gelap lainnya, cepatlah
merubah diri kita menjadi “bunga”.

Caranya tumbuhkan hati yang penuh belas


kasih dan kebaikan di dalam diri kita. Begitu kekuatan
belas kasih dan kebaikan mekar bercahaya di dalam
hati kita [menjadi “bunga”], maka secara alami “lalat”
kekuatan black magic, atau mahluk alam bawah, atau
kekuatan gelap lainnya, tidak akan tertarik untuk
mengganggu kita. Sebaliknya kita akan mengundang
kekuatan-kekuatan suci untuk melindungi diri kita.
Ketakutan kita yang berlebihan terhadap
kekuatan black magic, atau mahluk alam bawah, atau
kekuatan gelap lainnya, justru akan membuat kita
mengundang mereka untuk datang. Mirip seperti
magnet yang menarik logam. Sehingga berhentilah
takut terhadap kekuatan-kekuatan kegelapan, tapi
pandanglah dan perlakukan mereka dengan penuh
belas kasih dan kebaikan. Sebagai hasilnya, di satu sisi
kita tidak mengundang mereka untuk datang, di sisi
lain kalaupun kita berpapasan, mereka tidak tertarik
untuk menyakiti atau melukai kita.

II. Tindakan Penanganan

Kemudian ada yang menanyakan lebih lanjut,


jika kita belum dapat melakukan semua itu, kemudian
datang serangan black magic, apakah yang harus
dilakukan.

Untuk itu, maka saya selalu menyarankan


menggunakan perpaduan 2 [dua] cara sebagai
berikut, yaitu :

1] Di alam ini tidak ada pelindung niskala yang lebih


kokoh, lebih hebat dan lebih bercahaya dari kekuatan
belas kasih.

Ketika kita merasa diserang oleh kekuatan


kegelapan, jangan pernah terpancing untuk marah
atau takut. Belajarlah untuk bersikap baik hati
terhadap kekuatan kegelapan. Sadari secara
mendalam, bahwa mereka memasuki kegelapan
disebabkan karena mereka ditenggelamkan oleh
kesengsaraan. Pahami kesengsaraan mereka,
kemudian pancarkan cahaya pengertian dan belas
kasih mendalam. Dengan cara ini, kita sudah menjadi
pembawa cahaya yang menerangi dunia.

Jika kita merasa dikirimi black magic oleh


seseorang, pancarkan cahaya pengertian dan belas
kasih mendalam kepada orang yang mengirim.
Kemudian ucapkan namanya dalam doa dan doakan
agar perjalanannya selamat. Dalam terangnya cahaya
belas kasih mendalam, kegelapan manapun pasti akan
pudar menghilang.

2] Bhakti mendalam kepada Ista Dewata yang secara


karma dekat dengan kita, sebagai pengayom dan
pelindung utama kita.

Misalnya [contoh] Dewa Shiwa adalah Ista


Dewata kita. Ketika ada bahaya serangan black magic,
atau ada terasa datangnya bahaya yang tidak bisa
dijelaskan, lakukan hal sebagai berikut.

=== Cepat melakukan puja sembah di depan simbol-


simbol Dewa Shiwa [foto, lukisan, arca, dsb-nya]
dengan penuh keyakinan serta tanpa keraguan.
=== Lakukan dhyanawidhi [memvisualisasikan]
kehadiran Dewa Shiwa. Yakini seyakin-yakinnya
[sraddha bhakti] kalau Dewa Shiwa hadir di hadapan
kita.
=== Begitu wajah Dewa Shiwa muncul dalam visual
kita, namaskara dengan penuh keyakinan ucapkan
mantra “Om Namah Shiwaya” [saya berlindung
kepada Dewa Shiwa].

Itulah yang disebut dengan cara penanganan di


dalam menghadapi serangan black magic dengan
jalan belas kasih. Jika kita tulus dan sungguh-sungguh
melakukan semua 2 [dua] tindakan tersebut, maka
apapun bentuk serangan black magic yang datang,
kita dan semua penghuni rumah akan sangat sulit
untuk terkena serangan semacam itu. Segala jenis
black magic apapun tidak akan mengenai kita.
Sebagaimana lalat yang tidak akan bisa betah
berlama-lama hinggap di bunga indah.
~ 11 ~
KERAUHAN
Keluarga dharma dan adik-adik dharma saya
sering menanyakan kepada saya tentang kerauhan.
Saya selalu mengatakan bahwa hendaknya kita
menghormati fenomena kerauhan. Terutama karena
kita tinggal di Pulau Bali yang sangat sakral.

Kerauhan berasal dari kata “rauh” yang berarti


“datang”. Tradisi spiritual di Pulau Bali yang
berhubungan dengan kerauhan merupakan sebuah
tradisi Tantra. Ajaran tingkatan tertinggi yang sangat
sakral. Kita hendaknya menghormati fenomena
kerauhan. Terutama karena kita tinggal di Pulau Bali
yang sangat sakral.

Dalam pelaksanaan suatu upacara, kerauhan


kadang-kadang digunakan sebagai jalan mendapatkan
petunjuk Ista Dewata. Sedangkan tujuan lain
kerauhan dalam pelaksanaan suatu upacara adalah
untuk kedatangan para Ista Dewata secara sekala ke
alam marcapada ini. Untuk menebarkan getaran
energi kedewataan di alam marcapada ini. Ini
merupakan salah satu ritual yang membuat taksu
Pulau Bali menjadi sangat sakral. Jika ini dihilangkan,
maka akan hilang jugalah salah satu tiang taksu bagi
kesakralan Pulau Bali ini.

Selain itu dalam kehidupan keseharian,


kerauhan biasa digunakan sebagai suatu cara untuk
mendapatkan tuntunan langkah kehidupan dari Ista
Dewata, atau untuk mengetahui permintaan terakhir
dari orang yang sudah meninggal, dsb-nya. Seperti
misalnya pada saat “nunas baos” [meminta
pembicaraan]. Ini merupakan suatu tradisi yang
sakral dan baik.

Akan tetapi sesungguhnya, kerauhan adalah


sebuah fenonema yang kompleks dan rumit. Dimana
fenomena kerauhan sesungguhnya terbagi ke dalam
klasifikasi 2 [dua] jenis, yaitu kerauhan [kerauhan
yang otentik] dan “kerauhan” [fenomena seolah-olah
kerauhan].

Yang dimaksud dengan kerauhan yang otentik


adalah ketika benar-benar ada Ista Dewata, mahluk
bawah, atau roh gentayangan, yang memasuki diri
seseorang dan mengambil alih kesadarannya.

Yang dimaksud dengan fenomena seolah-olah


kerauhan adalah, ketika ada seseorang yang secara
penampakan dari luar terlihat seperti seolah-olah
sedang kerauhan, tapi sesungguhnya tidak ada Ista
Dewata, mahluk bawah, atau roh gentayangan, yang
memasuki dirinya dan mengambil alih kesadarannya.

SEBAB TERJADINYA KERAUHAN YANG OTENTIK

Orang yang memiliki “bakat” kerauhan yang


otentik, artinya orang yang mudah atau sering
kerauhan yang otentik, hal itu disebabkan karena
lapisan tubuhnya, secara selubung energi memiliki
celah-celah yang terbuka. Dari celah-celah selubung
energi tubuhnya yang terbuka inilah kemudian Ista
Dewata, mahluk bawah, atau roh gentayangan, bisa
memasuki dirinya dan mengambil alih kesadarannya
[kerauhan yang otentik].

Bagaimana selubung energi tubuh seseorang


bisa terbuka dengan menjadi memiliki celah-celah, hal
itu disebabkan oleh setidaknya 5 [lima] faktor
penyebab, yaitu :

[1]. Karena kehendak suci Ista Dewata, untuk


membuka selubung energi tubuh seseorang sehingga
terdapat celah-celah, demi sebuah tujuan yang luhur.

[2]. Karena seseorang belajar suatu praktek spiritual


tertentu, dimana kemudian terjadi 2 [dua] macam
kemungkinan.
== Jenis dari praktek spiritual yang dilakukannya
tersebut secara otomatis membuka selubung energi
tubuhnya sehingga terdapat celah-celah.

== Praktek spiritual yang dilakukannya tersebut salah


tehnik ketika dia praktekkan, sehingga kemudian
berakibat membuka selubung energi tubuhnya
sehingga terdapat celah-celah.

[3]. Karena ada seorang praktisi spiritual kurang baik,


yang memiliki kemampuan supranatural tertentu,
yang diam-diam secara sengaja membuka atau
merobek selubung energi tubuh seseorang, sehingga
terdapat celah-celah. Ini biasanya dilakukan untuk
tujuan yang tidak baik, atau untuk tujuan kepentingan
pribadi praktisi spiritual tersebut. Seringkali hal ini
sangat berbahaya untuk orang yang menjadi sasaran
perbuatan seperti ini.

[4]. Karena seseorang mengalami kejadian “luar


biasa” dalam hidupnya, seperti misalnya mengalami
kecelakaan, mengalami sakit keras, atau mengalami
kejadian sangat traumatik, dsb-nya, dimana kejadian
tersebut dalam prosesnya kemudian secara sangat
kebetulan merobek selubung energi tubuhnya,
sehingga terdapat celah-celah.

[5]. Karena ada mahluk bawah dengan kemampuan


supranatural tertentu, yang secara sengaja membuka
atau merobek selubung energi tubuh seseorang,
sehingga terdapat celah-celah. Ini tentunya tidak
untuk tujuan yang baik. Bahkan sangat berbahaya
untuk orang yang menjadi sasaran. Dengan catatan
bahwa hal ini agak jarang-jarang terjadi, tapi
bukannya tidak mungkin untuk terjadi.

KLASIFIKASI BERBAGAI JENIS KERAUHAN

Kerauhan adalah sebuah fenomena niskala yang


kompleks dan rumit. Apa yang disebut “kerauhan”
oleh orang awam, tidak selalu diakibatkan oleh
adanya Ista Dewata, mahluk bawah, atau roh
gentayangan, yang memasuki diri seseorang dan
mengambil alih kesadarannya. Terutama karena tentu
saja, kebanyakan orang tidak punya kemampuan
spiritual untuk membeda-bedakan diantara kerauhan
[kerauhan yang otentik] dan “kerauhan” [fenomena
seolah-olah kerauhan]

Untuk itu akan dijelaskan tentang faktor


penyebab dari kerauhan [kerauhan yang otentik] dan
faktor penyebab dari “kerauhan” [fenomena seolah
kerauhan]. Yaitu sebagai berikut :

I. Kerauhan Yang Otentik

Yang dimaksud dengan kerauhan yang otentik


adalah ketika memang sejatinya benar-benar ada Ista
Dewata, mahluk bawah, atau roh gentayangan, yang
memasuki diri seseorang dan mengambil alih
kesadarannya.

Dimana kerauhan yang otentik dapat dibagi ke dalam


2 [dua] faktor penyebab, yaitu :

[1]. Kerauhan karena kemasukan Ista Dewata.

Ini merupakan kerauhan yang otentik, dimana


ada Ista Dewata yang memasuki diri seseorang dan
mengambil alih kesadarannya.

Kerauhan karena kemasukan Ista Dewata


memerlukan setidaknya 3 [tiga] syarat, yaitu :

=1. Orang tersebut lapisan tubuhnya, secara selubung


energi memiliki celah-celah yang terbuka.

=2. Orang tersebut memiliki kejernihan emosi, serta


memiliki belas kasih dan kebaikan yang mendalam
kepada semua mahluk di alam nyata ini, kepada
manusia, kepada binatang dan semua mahluk. Atau
orang tersebut sudah memiliki kualitas spiritual
minimal diri yang cukup. Karena di alam niskala ada
hukumnya, yaitu kesucian hanya bisa terhubung
dengan kesucian. Hanya orang dengan kesadaran di
dalam diri yang mulai bercahaya yang bisa terhubung
secara niskala dengan Ista Dewata.
=3. Ista Dewata yang bersangkutan, untuk suatu
tujuan yang baik, memang berkehendak untuk
memasuki diri orang tersebut.

Jadi ini berarti bahwa sesungguhnya orang


kerauhan karena kemasukan Ista Dewata sangat tidak
mudah untuk terjadi.

[2]. Kerauhan karena kemasukan mahluk bawah.

Ini merupakan kerauhan yang otentik, dimana


ada mahluk bawah atau roh gentayangan memasuki
diri seseorang dan mengambil alih kesadarannya.

Dalam pelaksanaan suatu upacara, biasanya


Sulinggih atau Jro Mangku akan menguncar mantra
untuk mengundang para Ista Dewata tedun [turun ke
alam marcapada]. Kehadiran para Ista Dewata juga
akan diikuti oleh kedatangan mahluk-mahluk alam
bawah sebagai rencang di suatu tempat suci Tantra.

Bagaimana seseorang bisa kerauhan karena


kemasukan mahluk bawah dalam pelaksanaan suatu
upacara, disebabkan karena 2 [dua] faktor sebagai
berikut :

=1. Orang tersebut lapisan tubuhnya, secara selubung


energi memiliki celah-celah yang terbuka.
=2. Orang tersebut tidak memiliki kejernihan emosi,
serta tidak memiliki belas kasih dan kebaikan yang
mendalam kepada semua mahluk di alam nyata ini,
kepada manusia, kepada binatang dan semua mahluk.
Atau orang tersebut tidak memiliki kualitas spiritual
minimal diri yang cukup.

Jangan sekali-sekali kita pernah menghakimi


mereka sebagai kemasukan setan. Diterima saja tanpa
penghakiman sama sekali. Mahluk-mahluk bawah
juga bagian dari tubuh semesta yang sama dengan
kita. Kerauhan mahluk bawah dalam suatu
pelaksanaan upacara merupakan bagian dari ritual
Tantra. Dalam ajaran Tantra Bali, kedatangan para
Ista Dewata dan kedatangan mahluk-mahluk alam
bawah sama pentingnya. Keduanya sama-sama
berguna. Dalam analogi sederhana, tanpa adanya
penyatuan kekuatan positif dan negatif tidak akan
menghasilkan cahaya.

Sekalipun dalam suatu pelaksanaan upacara


seseorang dimasuki mahluk alam bawah, jangan
sekali-sekali kita pernah menghakimi mereka.
Diterima saja tanpa penghakiman sama sekali. Selalu
ingat bahwa kita tinggal di Pulau Bali yang sangat
sakral. Pandanglah mahluk-mahluk bawah dengan
penuh belas kasih, pahami mereka sebagai mahluk
sengsara yang sedang membutuhkan pertolongan
kita. Jika ada aspirasi tertentu yang ingin
disampaikan, kita tanyakan mereka minta apa.
Sepanjang aspirasi tersebut tidak aneh-aneh dan kita
masih mampu, penuhi permintaan mereka.

Akan tetapi, khusus ditujukan untuk diri kita


sendiri, jika kita kerauhan karena kemasukan mahluk
bawah dalam pelaksanaan suatu upacara, apalagi jika
kita kerauhan karena kemasukan mahluk bawah atau
roh gentayangan diluar konteks pelaksanaan suatu
upacara, hal itu sangatlah tidak disarankan, karena
sangat berbahaya.

Hal ini sebaiknya cepat kita tangani dan atasi


dengan sebaik-baiknya. Terutama dengan cara belajar
membangun kejernihan emosi, serta belajar memiliki
belas kasih dan kebaikan yang mendalam kepada
semua mahluk di alam nyata ini, kepada manusia,
kepada binatang dan semua mahluk. Atau dengan
cara melakukan praktek spiritual dharma mendalam,
agar kita memiliki kesadaran yang terang bercahaya.

II. Fenomena Seolah-olah Kerauhan

Yang dimaksud dengan fenomena seolah-olah


kerauhan adalah, ketika ada seseorang yang secara
penampakan dari luar terlihat seperti orang tersebut
seolah-olah sedang kerauhan, tapi sesungguhnya
tidak ada Ista Dewata, mahluk bawah, atau roh
gentayangan, yang memasuki dirinya dan mengambil
alih kesadarannya.

Dimana hal ini terjadi disebabkan oleh 6 [enam]


faktor kemungkinan, yaitu :

[1]. Karena kelahiran melik dengan pertanda pingit,


yang membawa bija [benih] energi spiritual.

Seseorang kelahiran melik dengan pertanda


pingit, dimana secara kelahiran di dalam lapisan
tubuh energinya membawa bija [benih] energi
spiritual yang tersembunyi di dalam dirinya. Dimana
energi spiritual yang terbawa dari kehidupan
sebelumnya tersebut, pada kehidupannya yang baru,
pada umumnya sifatnya sebagai kekuatan energi yang
katakan saja masih liar dan mentah, yang perlu diolah
kembali dengan praktek spiritual dharma yang
mendalam.

Jika energi tersebut masih liar dan mentah


[belum diolah kembali dengan praktek spiritual
dharma yang mendalam], maka ketika orang melik
tersebut menghadiri suatu pelaksanaan upacara, atau
memasuki tempat suci yang sakral, atau memasuki
kawasan yang sakral, kemudian terjadi bahwa energi
tempat suci atau kawasan sakral tersebut
“menghidupkan” energi spiritual yang ada di dalam
tubuh orang melik tersebut. Maka sebagai hasilnya,
orang melik tersebut akan bereaksi atau mengalami
sensasi seolah-olah seperti sedang kerauhan. Padahal
sesungguhnya sama sekali tidak ada yang memasuki
tubuhnya.

[2]. Karena belajar suatu praktek spiritual tertentu.

Ini disebabkan karena seseorang belajar suatu


praktek spiritual tertentu, dimana praktek spiritual
yang dilakukannya tersebut salah tehnik ketika dia
praktekkan, sehingga energi di dalam dirinya liar dan
tidak bisa dia kendalikan.

Sehingga ketika orang tersebut menghadiri


suatu pelaksanaan upacara, atau memasuki tempat
suci yang sakral, atau memasuki kawasan yang sakral,
kemudian terjadi bahwa energi tempat suci atau
kawasan sakral tersebut “menghidupkan” energi
praktek spiritual yang ada di dalam tubuh orang
tersebut. Maka sebagai hasilnya, orang tersebut akan
bereaksi atau mengalami sensasi seolah-olah seperti
sedang kerauhan. Padahal sesungguhnya sama sekali
tidak ada yang memasuki tubuhnya.

[3]. Karena bekal-bekal niskala.

Ini disebabkan karena seseorang memasukkan


bekal-bekal niskala ke dalam tubuhnya, atau karena
seseorang bepergian dengan membawa bekal-bekal
niskala. Tapi dia sendiri tidak benar-benar tahu
bagaimana sesungguhnya cara untuk menggunakan
atau mengendalikan bekal-bekal niskala tersebut
secara baik atau tepat.

Sehingga ketika orang tersebut menghadiri


suatu pelaksanaan upacara, atau memasuki tempat
suci yang sakral, atau memasuki kawasan yang sakral,
kemudian terjadi bahwa energi tempat suci atau
kawasan sakral tersebut “menghidupkan” energi
bekal-bekal niskalanya, atau bahkan “berbenturan”
dengan energi bekal-bekal niskalanya. Maka sebagai
hasilnya, orang tersebut akan bereaksi atau
mengalami sensasi seolah-olah seperti sedang
kerauhan. Padahal sesungguhnya sama sekali tidak
ada yang memasuki tubuhnya.

[4]. Karena terkena ilmu hitam.

Ini disebabkan karena seseorang terkena ilmu


hitam. Seperti misalnya terkena bebai, dsb-nya.

Sehingga ketika orang tersebut menghadiri


suatu pelaksanaan upacara, atau memasuki tempat
suci yang sakral, atau memasuki kawasan yang sakral,
kemudian terjadi bahwa energi tempat suci atau
kawasan sakral tersebut “berbenturan” dengan energi
ilmu hitam yang ada di dalam dirinya. Maka sebagai
hasilnya, orang tersebut akan bereaksi atau
mengalami sensasi seolah-olah seperti sedang
kerauhan. Padahal sesungguhnya sama sekali tidak
ada yang memasuki tubuhnya.

[5]. Karena gangguan kejiwaan.

Ini terjadi semata-mata karena seseorang


mengalami masalah kejiwaan. Artinya, tidak ada
kaitannya sama sekali dengan urusan niskala.

Jika seseorang dalam jangka waktu lama


memendam tekanan pikiran-perasaan yang hebat di
dalam dirinya, maka tekanan-tekanan tersebut akan
terpendam di alam bawah sadarnya. Ketika diluar ada
suatu hal, atau suatu faktor, yang memicu tekanan
pikiran-perasaan yang tersimpan di alam bawah
sadarnya, yang membuatnya meletup keluar, maka
orang tersebut akan memunculkan perilaku seolah
seperti kerauhan. Padahal sesungguhnya tidak ada
kejadian atau urusan niskala apapun.

[6]. Karena pura-pura kerauhan.

Ini terjadi semata-mata karena kelakuan


seseorang yang berpura-pura [hanya akting] saja
mengalami kerauhan. Padahal sesungguhnya tidak
ada sesuatu apapun yang terjadi. Motif orang-orang
berpura-pura mengalami kerauhan ini ada banyak
macamnya. Ada yang karena memiliki kepentingan
pribadi, motif mengambil keuntungan, agar dipercaya
orang, dsb-nya. Tentu saja tidak semua motifnya
buruk. Tidak bisa kita ambil ke dalam satu
kesimpulan, karena setiap kejadian berbeda-beda.

Menyangkut hal ini, saya pernah punya


pengalaman yang cukup menggelikan. Suatu saat saya
ikut bergabung dalam rombongan tirtayatra ke
sebuah candi pathirtan kuno di Kendran [Tegallalang,
Gianyar]. Ketika sedang meditasi, salah seorang Jro
Mangku senior mengalami kerauhan. Dalam kerauhan
tersebut Jro Mangku berkata yang tedun Ida Btara
yang malinggih disana, kemudian menjelaskan
beberapa hal menyangkut pura kuno tersebut dan
memberikan petunjuk niskala.

Semua apa yang dikatakan Jro Mangku senior


tersebut sama dengan apa yang saya dapatkan dalam
meditasi, serta apa yang disampaikan Ida Btara yang
malinggih disana secara niskala. Hanya saja ada suatu
keanehan, sebab secara mata spiritual saya sama
sekali tidak melihat adanya faktor-faktor yang dapat
memunculkan kerauhan.

Ketika kami melanjutkan perjalanan tirtayatra,


ada suatu kesempatan dimana saya benar-benar
berdua saja dengan Jro Mangku tersebut. Jadi dengan
rasa ingin tahu saya tanyakan, “Maaf ya Jro, mohon
jangan tersinggung. Apakah di pura tadi Jro memang
benar-benar kerauhan ? Sebab secara mata spiritual
saya sama sekali tidak melihat adanya mahluk yang
masuk”.

Dengan enteng Jro Mangku berkata, “memang


tadi saya hanya pura-pura saja kerauhan, sebab kalau
tidak begitu, orang-orang tidak akan percaya dengan
apa yang saya katakan”.

Saya tidak dapat menahan tawa mendengar


jawaban itu.

Dari keseluruhan 2 [dua] kerauhan [kerauhan


yang otentik] dan 6 [enam] “kerauhan” [fenomena
seolah kerauhan] tersebut, secara sekala tidak ada
cara yang benar-benar pasti dan akurat untuk dapat
membedakannya. Memang ada beberapa cara sekala
untuk mengujinya, tapi cara itu tidaklah selalu bisa
tepat dan akurat.

Satu-satunya cara yang benar-benar pasti dan


akurat adalah secara niskala, yaitu dengan ketajaman
mata spiritual untuk dapat melihatnya.

Sebagai penutup, sekali lagi perlu saya tegaskan


bahwa, sebagai sebuah catatan untuk diri kita sendiri,
jika kita mengalami kerauhan yang otentik karena
kemasukan mahluk bawah dalam pelaksanaan suatu
upacara, apalagi jika kita kerauhan karena kemasukan
mahluk bawah atau roh gentayangan diluar konteks
pelaksanaan suatu upacara, hal itu merupakan sebuah
tanda-tanda bahwa yang kita punya pe-er atau tugas
penting secara spiritual. Yaitu memilih salah satu
diantara 2 [dua] pilihan sebagai berikut :

1]. Belajar membangun kejernihan emosi, serta


belajar memiliki belas kasih dan kebaikan yang
mendalam kepada semua mahluk di alam nyata ini,
kepada manusia, kepada binatang dan semua mahluk.

2]. Melakukan praktek spiritual dharma mendalam,


agar kita memiliki kesadaran yang terang bercahaya.

Dengan cara-cara demikian, maka sekalipun


kita memiliki “bakat” kerauhan yang otentik [tubuh
kita secara selubung energi memiliki celah-celah yang
terbuka], maka mahluk-mahluk alam bawah atau roh
gentayangan tidak akan tertarik memasuki tubuh kita,
karena getaran energinya tidak cocok. Sebagaimana
lalat yang tidak tertarik hinggap pada bunga indah.
~ 12 ~
ORANG MELIK
Beberapa kali pernah teman atau keluarga saya,
datang ke rumah saya mengajak temannya yang dari
lahir memiliki kemampuan melihat kehadiran
mahluk-mahluk halus. Mereka datang untuk
melakukan konsultasi dengan saya, tentang mengapa
terjadi seperti itu dan apa yang sebaiknya harus
dilakukan.

Itu tidak lain merupakan salah satu pertanda


dari kelahiran melik.

PERTANDA KELAHIRAN MELIK

Secara keseluruhan, pertanda bahwa seseorang


itu melik adalah berbeda-beda, karena hal itu sangat
tergantung dari bagaimana dan seperti apa orang
yang bersangkutan di masa kehidupan sebelumnya.
Serta kemungkinan lain, tergantung dari misi
kelahiran orang yang bersangkutan.
Secara keseluruhan, terdapat 21 [duapuluh
satu] pertanda bahwa seseorang itu melik, yang
terbagi ke dalam 4 [empat] kategori, yaitu :

I. Pertanda Pingit.

1. Ini merupakan pertanda melik yang paling sakral


dan rahasia. Dimana secara kelahiran di dalam lapisan
tubuh energinya membawa bija [benih] energi
spiritual yang tersembunyi di dalam dirinya. Energi
spiritual ini secara niskala bisa berbentuk cahaya,
permata, pendaran energi Ista Dewata, dsb-nya.
Biasanya diperlukan tuntunan dari seseorang yang
wikan untuk mengetahui keberadaan bija [benih]
energi spiritual ini.

2. Di niskala [alam tidak terlihat mata biasa] memiliki


Dharmapala [Ista Dewata penjaga]. Biasanya
diperlukan tuntunan dari seseorang yang wikan
untuk mengetahui keberadaan Dharmapala tersebut.

II. Pertanda Adnyana.

1. Secara alami [tanpa pernah melakukan praktek


spiritual apapun], mata spiritualnya terbuka. Yaitu
dapat melihat kehadiran mahluk bawah atau roh
gentayangan, sebagai pertanda bahwa di kehidupan
sebelumnya sudah mencapai tingkatan jnana mata
spiritual [mata ketiga, trineta] terbuka.
2. Secara alami [tanpa pernah melakukan praktek
spiritual apapun] pendengaran spiritualnya terbuka.
Yaitu dapat mendengarkan suara-suara dari alam
niskala, sebagai pertanda bahwa di kehidupan
sebelumnya sudah mencapai tingkatan jnana
mendengar alam niskala.

3. Secara alami [tanpa pernah melakukan praktek


spiritual apapun] memiliki kepekaan terhadap
getaran energi. Misalnya dapat mendeteksi energi
seseorang, atau dapat mendeteksi energi suatu
tempat, dsb-nya, sebagai pertanda bahwa di
kehidupan sebelumnya sudah mencapai tingkatan
jnana kepekaan terhadap getaran energi.

4. Sering mengalami mimpi yang menjadi kenyataan


[melihat masa depan melalui mimpi], sebagai
pertanda bahwa di kehidupan sebelumnya sudah
mencapai tingkatan jnana dapat melihat atau
meramal masa depan.

III. Pertanda Manasa.

1. Di masa kecil, ada perasaan kurang nyaman


menjadi anak kecil dan ingin cepat-cepat segera
menjadi dewasa. Kurang tertarik bergaul dengan
teman-teman seumuran, sehingga kadang lebih suka
menyendiri.
2. Dari masa kecil, atau bisa juga dari sejak remaja
hingga dewasa, memiliki kepekaan intuisi untuk
mengenali orang-orang yang bisa membahayakan
atau mengacaukan perjalanan hidupnya. Serta secara
alami memiliki intuisi untuk menjauh dan tidak
bergaul dengan mereka.

3. Dari sejak remaja hingga dewasa, mudah merasa


bosan atau merasa enggan dengan kehidupan
duniawi. Tanpa bisa dijelaskan, begitu saja didatangi
hal-hal spiritual seperti buku-buku, arca Ista Dewata,
dsb-nya. Pada saat yang sama timbul kerinduan untuk
melakukan praktek spiritual dharma mendalam
seperti meditasi, japa mantra, dsb-nya. Serta ketika
belajar spiritual, merasa nyaman, mudah dan lancar.

4. Seringkali mimpi terbang, sebagai pertanda


simbolik kelahiran dari alam atas. Atau seringkali
mimpi berjalan-jalan telanjang bulat di tempat umum
dan tidak merasa malu, sebagai pertanda simbolik
bahwa di kehidupan sebelumnya sudah mencapai
tingkatan spiritual yang tinggi.

5. Dari masa kecil, remaja, hingga dewasa, seringkali


ketika dalam hidup mengalami musibah atau hal-hal
yang membahayakan, tiba-tiba saja di sekitar ada
orang, atau muncul sesuatu, atau ada kejadian yang
menyelamatkan.
6. Seringkali mimpi tentang alam-alam suci, atau
seringkali mimpi didatangi para Dewa-Dewi, atau
seringkali mimpi didatangi orang-orang suci, sebagai
pertanda simbolik bahwa secara niskala dituntun dan
dijaga oleh Ista Dewata pelindung, atau oleh
Dharmapala.

7. Mengalami kejadian hidup yang berat atau


menyakitkan sebagai gerbang pembuka untuk
memasuki jalan dharma mendalam. Kemudian
selanjutnya kelak akan semakin terpanggil memasuki
jalan dharma mendalam setelah melihat kejadian atau
peristiwa sedih kemanusiaan, atau setelah melihat
penderitaan, kegelapan dan ketidaktahuan [avidya]
orang-orang di sekitar.

8. Merasakan hadirnya kebetulan-kebetulan terpola


penuh makna dalam perjalanan hidup, untuk
kemudian menuntun dapat melihat siapa Guru hidup
[Guru manusia] yang sebaiknya didatangi untuk
belajar spiritual dharma dan untuk dilayani dengan
penuh bhakti.

IV. Pertanda Ceciren.

1. Pada tubuh fisik terdapat tanda kelahiran


berbentuk Omkara, atau berbentuk senjata Dewa
seperti Bajra, Gada, Chakra, Trisula, dsb-nya, atau
berbentuk unsur panca maha bhuta seperti api dan
riak air, atau berbentuk simbol-simbol spiritual
lainnya seperti bunga padma, swastika, dsb-nya.

2. Pada rambut di kepala memiliki usehan [user-user]


sebanyak 3 [tiga] atau lebih.

3. Pada lidah sebagian berwarna hitam [lidahnya


poleng atau belang].

4. Pada kelamin terdapat tahi lalat.

5. Ketika menginjak usia tertentu, secara alami


muncul gimbal [dreadlock] pada rambutnya.

6. Lahir pada putaran waktu sakral tertentu, yaitu


saat rahina suci Purnama, saat Tumpek Wayang, saat
Kajeng Kliwon, dsb-nya.

7. Pada waktu kelahirannya terlilit oleh tali pusar.

Itulah keseluruhan 21 [duapuluh satu] pertanda


yang ada bahwa seseorang itu kelahiran melik.

BAHAYA KEHIDUPAN ORANG MELIK

Setiap orang yang memiliki atau mengalami


setidaknya minimal 4 [empat] pertanda dari 21
[duapuluh satu] pertanda tersebut, sebaiknya
secepatnya belajar dan mempraktekkan spiritualitas
dharma mendalam.

Apalagi jika seseorang memiliki atau mengalami


setidaknya minimal 8 [delapan] pertanda dari
keseluruhan 21 [duapuluh satu] pertanda tersebut,
maka orang tersebut tidak punya pilihan lain selain
secepatnya belajar dan mempraktekkan spiritualitas
dharma mendalam. Terutama melalui jalan pembuka,
yaitu menemukan siapa Guru hidup [Guru manusia]
yang sebaiknya didatangi untuk belajar spiritual
dharma dan untuk dilayani dengan penuh bhakti.

Selanjutnya kemudian mengikuti panggilan


spiritual [tugas spiritual] dari kelahirannya ke dunia
ini. Sebab jika panggilan spiritual [tugas spiritual] dari
kelahirannya ke dunia ini tidak diikuti, maka
hidupnya akan terus dikejar-kejar bahaya, seperti
misalnya mengalami kejadian hidup yang berat atau
menyakitkan, mengalami sakit keras, atau bahkan
bisa meninggal di usia muda.

Hal itu disebabkan oleh 3 [tiga] faktor, yaitu


sebagai berikut :

[1]. Karena orang melik di dalam dirinya memiliki


kekuatan energi jauh lebih besar dari orang
kebanyakan, serta sifatnya katakan saja masih liar
dan mentah.
Kekuatan energi yang besar ini sangat perlu
disalurkan atau diekspresikan secara spiritual, karena
jika tidak maka orang melik tersebut akan mengalami
gangguan emosi, seperti sensitif [mudah tersinggung],
mudah marah, mudah sedih, mudah lelah, mudah
depresi, dsb-nya, atau sering mengalami sakit kepala,
atau sering pingsan, dsb-nya. Kadang-kadang akan
muncul dalam bentuk mirip seolah-olah seperti
kerauhan [kesurupan].

Jika kekuatan energi yang besar ini tidak


disalurkan atau diekspresikan secara spiritual dalam
jangka waktu lama, energi ini dapat menjadi sangat
liar dan memantul balik, kemudian menimbulkan
kekacauan bagi kehidupan orang melik seperti
misalnya dia akan sering mengalami kecelakaan, atau
sulit mendapat rejeki, atau sulit ketemu jodoh, atau
bercerai dengan pasangan, dsb-nya, atau
kemungkinan lain energi ini dapat merusak tubuhnya
sehingga membuat orang melik mengalami sakit.

[2]. Karena orang melik laksana permata kemilau


yang menarik perhatian para Dewa-Dewi atau para
mahluk alam-alam bawah.

Secara alami orang melik laksana permata


bercahaya kemilau yang akan menarik perhatian para
Dewa-Dewi atau mahluk alam-alam bawah. Orang
melik cenderung disukai oleh para Dewa-Dewi atau
mahluk alam-alam bawah.

Jika orang melik tersebut belajar dan


mempraktekkan spiritualitas dharma mendalam,
maka orang melik tersebut akan mengundang
kehadiran para Dewa-Dewi. Ini merupakan langkah
yang aman. Dia akan dinaungi dan dilindungi oleh
para Dewa-Dewi. Kalaupun dia ada didatangi oleh
mahluk-mahluk bawah, mereka datang untuk mencari
pertolongan dan bukan untuk mengganggu.

Sebaliknya jika orang melik tersebut tidak


belajar dan mempraktekkan spiritualitas dharma
mendalam, maka orang melik tersebut akan
mengundang kehadiran para mahluk alam-alam
bawah. Sehingga secara umum kehidupannya akan
banyak terganggu.

Apalagi jika orang melik tersebut menjalin


hubungan dengan "para Dewa-Dewi" [tapi
sesungguhnya tipuan mahluk alam-alam bawah yang
menyamar], atau bahkan mengikat janji dengan
mereka. Ini merupakan langkah yang sangat
berbahaya. Dampaknya adalah orang melik seperti ini
kelak ketika meninggal akan ditarik ke alam-alam
bawah. Dalam beberapa kasus-kasus yang ekstrim,
bahkan orang melik seperti ini dengan sangat tidak
sabar bisa ditarik ke alam-alam bawah, dengan cara
bisa tiba-tiba meninggal dengan cara bunuh diri,
tabrakan, dsb-nya.

[3]. Karena pada umumnya orang melik terlahir ke


dunia dengan membawa karma-karma spiritual untuk
melaksanakan suatu panggilan spiritual [tugas
spiritual].

Jika orang melik tersebut tidak belajar dan


mempraktekkan spiritualitas dharma mendalam,
serta tidak mengikuti panggilan spiritual [tugas
spiritual] dari kelahirannya ke dunia ini, maka
jiwanya di dalam akan mengalami semacam
kesedihan spiritual. Yang akan membuat perjalanan
hidupnya kacau, atau mengalami sakit keras, atau
bahkan bisa meninggal di usia muda.

PRAKTEK SPIRITUAL PALING MINIMAL ORANG


MELIK

Sesungguhnya, energi melik di dalam diri


seseorang tidak akan pernah bisa hilang secara
permanen sebelum dia mati, tidak peduli apapun
upacara, pebayuhan, ritual, atau usaha-usaha lain
yang dilakukan. Energi ini bisa rusak atau kacau
karena sebagian diambil [dicuri] oleh praktisi
spiritual yang tidak baik, tapi tetap tidak akan pernah
bisa hilang secara permanen.
Yang bisa dilakukan adalah mengubah energi
melik ini menjadi sesuatu yang berguna, sehingga
energi melik ini menjadi "karunia luar biasa" dan
bukan menjadi musibah.

Orang yang terlahir melik sesungguhnya sangat


beruntung. Dalam urusan spiritual, secara alami
sudah jauh lebih maju dibandingkan orang-orang
biasa. Ibarat dari lahir memang dipersiapkan untuk
memasuki alam-alam suci para Ista Dewata atau
mencapai Moksha. Dengan bersedia tekun belajar dan
mempraktekkan spiritualitas dharma mendalam,
maka kelak setelah meninggal sangat mungkin dapat
memasuki alam-alam suci para Ista Dewata atau
mencapai Moksha. Berbeda dengan orang-orang biasa
yang harus berjuang keras.

Selain itu, sesungguhnya orang melik adalah


berkah bagi keluarganya. Karena jika dia tekun
belajar dan mempraktekkan spiritualitas dharma
mendalam, maka dia akan menjadi “kapal laut” yang
akan mengangkut keluarganya ke samudera
kebahagiaan secara sekala maupun niskala.

Energi melik ini tidak akan membuat hidup


orang melik menjadi banyak hambatan dan rintangan,
tidak akan membuat hidup menjadi kacau dan banyak
masalah, tidak akan membuat berumur pendek, tapi
sebaliknya malah akan mendatangkan keselamatan
dan karunia kehidupan, jika orang melik bersedia
tekun belajar dan mempraktekkan spiritualitas
dharma mendalam.

Sehingga, jika di sekitar kita ada anggota


keluarga atau kenalan yang melik, bantu dan
bimbinglah dia ke arah yang tepat. Sehingga kelak dia
akan terhindar dari garis kehidupan yang buruk, serta
sekaligus dapat menjadi orang yang berguna bagi
keluarga dan masyarakat.

Jika seseorang yang terlahir melik secara karma


belum bisa berjodoh untuk berada dalam tuntunan
seorang Guru hidup [Guru manusia] yang asli, serta
ada banyak halangan dan rintangan untuk belajar dan
mempraktekkan spiritualitas dharma mendalam,
maka dia setidaknya minimal menjalankan praktek
spiritual paling minimal orang melik, yaitu :

[1]. Terjun Ke Jalan Pelayanan.

[2]. Tekun melaksanakan 14 [Empat Belas] Langkah


Spiritual.

Dengan sebuah catatan bahwa, praktek spiritual


paling minimal orang melik ini, hanya berlaku untuk
orang melik yang secara karma memang benar-benar
belum bisa berjodoh untuk berada dalam tuntunan
seorang Guru hidup [Guru manusia] yang asli.
Dengan mengambil langkah seperti ini, maka di
sepanjang perjalanan orang melik akan dapat
menemukan banyak tuntunan menuju arah
perjalanan hidup yang benar dan tepat. Bahkan bisa
ada terbuka suatu kemungkinan, kemudian akan
berjodoh untuk berada dalam tuntunan seorang Guru
hidup [Guru manusia] yang asli. Untuk kemudian
belajar dan mempraktekkan spiritualitas dharma
mendalam.

Terjun Ke Jalan Pelayanan

Terjun ke jalan pelayanan ini sangat banyak ada


macam dan pilihannya. Misalnya rajin ngayah di pura,
aktif membersihkan lingkungan, kegiatan menjaga
dan merawat alam, menolong anak-anak miskin yang
terlantar, mengajar yoga-asana secara gratis, dsb-nya.

Seperti apapun jalan pelayanan yang dipilih,


lakukan dengan tekun dan tulus.

14 [Empat Belas] Langkah Spiritual

Selain secepatnya terjun ke jalan pelayanan,


juga laksanakan 14 [empat belas] langkah spiritual,
yaitu sebagai berikut :

[1]. Segera melakukan pewintenan Saraswati.


[2]. Rajin memurnikan diri [melukat] di pura
pathirtan [sumber mata air suci] yang sakral paling
minimal setidaknya satu kali setiap bulan. Terutama
khususnya bagi orang melik melakukan melukat
maha snana-widhi [melukat maha-utama], yaitu
melukat tanpa busana. Ini bertujuan pertama yaitu
untuk memurnikan energi melik di dalam diri, agar
energi tersebut tidak menjadi energi yang
mengganggu emosi, atau menjadi sakit, atau
menimbulkan kekacauan bagi kehidupan. Tujuan
kedua yaitu untuk untuk memurnikan energi di dalam
diri karena dalam kehidupan keseharian mungkin
mengalami leteh karena secara tidak sengaja mesulub
di jemuran, makan minum diluar yang tidak sukla,
pergi ke tempat yang energinya tidak bagus, dsb-nya.

[3]. Punya hati penuh belas kasih, penuh pengertian


dan sering melakukan kebaikan-kebaikan, sehingga
energi melik tersalurkan dan terekspresikan menjadi
energi yang indah, yang menyembuhkan jiwa dan
raga. Rasakan sendiri bagaimana mekarnya perasaan
bahagia di dalam diri ketika mengekspresikan energi
melik untuk menolong, menyelamatkan, atau
memberikan kebahagiakan untuk mahluk lain.

[4]. Berusaha keras menahan diri dari perbuatan dan


perkataan yang menyengsarakan atau menyakiti
mahluk lain, serta menahan diri dari sifat-sifat
mementingkan diri sendiri. Jangan terseret energi
kemarahan, kebencian, keserakahan, jangan hanya
memikirkan diri sendiri, jangan sedih terlalu dalam,
jangan sombong, dsb-nya. Dengan tujuan agar energi
melik tidak tersalurkan dan terekspresikan menjadi
energi yang menyeramkan. Yang tidak saja akan
membuat orang melik menarik perhatian para
mahluk alam-alam bawah, tapi juga membuat energi
melik menjadi energi yang mengganggu emosi,
menjadi sakit, atau menimbulkan kekacauan bagi
kehidupan.

[5]. Belajar dan berusaha untuk memiliki cara


pandang positif terhadap diri kita sendiri, maupun
kepada apa yang terjadi dalam kehidupan kita.

[6]. Belajar dan berusaha untuk banyak bersyukur


pada semua berkah-berkah kehidupan yang kita
miliki dan pada apa yang kita dapatkan.

[7]. Tekun mempraktekkan meditasi kesadaran


[meditasi non-dualitas, advaitta-citta], sehingga
energi melik tersalurkan dan terekspresikan menjadi
energi spiritual yang mengangkat kesadaran orang
melik pada dimensi kesadaran Atma yang tinggi.

[8]. Belajar dan berusaha semampunya untuk dapat


bersikap ikhlas dan penuh kerelaan di dalam
menghadapi rasa sakit dan perasaan tidak nyaman.
Ketika kita disakiti orang lain atau tersakiti oleh
situasi keadaan, atau ketika berada dalam situasi
keadaan yang tidak nyaman, kita belajar dan
berusaha semampu kita untuk menerimanya dengan
tenang, damai dan keikhlasan sempurna.

[9]. Tidak melakukan hubungan seks diluar nikah.


Sebab jika sampai melakukan hubungan seks diluar
nikah akan mengacaukan energi spiritual orang melik,
sekaligus menghasilkan akumulasi karma buruk yang
berat. Hanya diperbolehkan melakukan hubungan
seks dengan pasangan sah [suami / istri]. Artinya
sudah menikah. Karena orang menikah dalam
upacara pernikahan sudah di-pasupati, serta secara
niskala sudah memperoleh restu, ijin dan
perlindungan dari para Ista Dewata dan leluhur kedua
belah pihak. Jika orang melik belum menikah,
kemudian sangat terdesak sekali perlu penyaluran
nafsu seks, lebih baik melakukan [mohon maaf]
masturbasi. Dengan catatan, ini dilakukan tanpa
melihat materi pornografi dan tanpa alat bantu. Cara
ini merupakan pilihan yang jauh lebih baik
dibandingkan melakukan hubungan seks diluar nikah.
Karena secara karma hal ini sangat sedikit
pengaruhnya dan secara energi spiritual sangat
mudah untuk dimurnikan kembali.

[10]. Selektif dalam makanan dan minuman. Jangan


minum-minuman beralkohol, apalagi memakai
narkoba. Karena itu akan mengacaukan energi orang
melik. Hindari mengkonsumsi makanan atau
minuman yang diolah secara sembarangan [tidak
sukla]. Bagus sekali dan sangat disarankan kalau bisa
tidak memakan binatang berkaki empat.

[11]. Selektif dalam pergaulan. Hindari bergaul dekat


dengan orang yang tidak baik, seperti tukang gosip,
hedonis, berandalan, dan sejenisnya.

[12]. Selektif dalam memasukkan informasi ke dalam


pikiran kita, seperti menonton tv, melihat berita,
membaca buku, mendengarkan musik, melihat sosial
media, dsb-nya. Misalnya jangan menonton sinetron
dengan tema kebencian dan konflik, atau membaca
berita tentang perang, kejahatan dan politik, dsb-nya.

[13]. Tidak melanggar dresta-dresta [peraturan


niskala] yang ada di suatu pura saat tirtayatra. Karena
secara niskala hal ini dampaknya berbahaya bagi
orang melik.

[14]. Kalau bisa hindari untuk pergi ke sembarang


tempat, yaitu tempat yang energinya buruk dan liar,
serta tempat sembarangan yang secara niskala
banyak terdapat mahluk-mahluk bawah. Terutama
sekali, hindari untuk tidur di sembarang tempat.
~ 13 ~
BUNUH DIRI
Salah satu hal yang sering membuat hati saya
sangat tercekat dan sangat sedih, adalah ketika
mendengar kabar atau membaca di media massa
bahwa ada orang yang mati bunuh diri. Karena bunuh
diri merupakan cara kematian yang sangat buruk dan
paling buruk. Tanpa melewati proses apapun Atma
akan langsung meluncur memasuki alam-alam bawah
yang penuh kesengsaraan berat dan ekstrim.

Ini merupakan avidya [kebodohan,


ketidaktahuan] yang menjerumuskan pada kerugian
yang teramat sangat besar. Setelah mati bukannya
manusia akan terbebas dari beban-beban berat
kehidupan, tapi Atma justru akan mengalami
kesengsaraan yang jauh lebih berat, keras dan gelap
dibandingkan dengan kesengsaraan apapun selama
masa kehidupan manusia. Analoginya seperti dari
tidur di hotel sangat mewah [hidup sebagai manusia]
langsung berubah menjadi tidur di tumpukan sampah
busuk [menjadi mahluk alam bawah].
Selain itu, dalam siklus samsara, mendapat
kesempatan terlahir sebagai manusia tidak terjadi
dengan mudah. Tubuh fisik manusia yang kita miliki
sebagai wahana Atma dalam kehidupan ini sangat
sulit diperoleh. Kita perlu mengumpulkan akumulasi
karma baik yang sangat banyak dalam jangka waktu
sangat panjang agar dapat terlahir sebagai manusia.
Jika manusia mati dengan cara bunuh diri, Atma akan
langsung meluncur memasuki alam-alam bawah yang
penuh kesengsaraan berat dan ekstrim dan akan
berada disana dalam kurun waktu yang tidak
terhingga panjangnya.

Akibat buruk juga tidak hanya akan menimpa


orang yang mati bunuh diri, tapi juga berakibat bagi
orang yang ditinggalkan. Jika di suatu tempat ada
orang yang mati bunuh diri, hal itu akan
meninggalkan getaran energi buruk dalam jangka
waktu lama di tempat tersebut. Serta dapat menular
ke orang-orang lain yang masih hidup.

Dalam siklus samsara, orang yang terlahir


dengan pikiran yang tidak kuat [mudah kena
pengaruh tidak baik dari orang lain], mudah
terguncang [emosional, seperti mudah marah, sedih,
atau takut] dan tidak stabil [gampang stres, depresi],
merupakan hasil dari rangkaian karma-karma buruk
yang panjang antar kehidupan. Orang yang di
kehidupan-kehidupan sebelumnya sering
mengkonsumsi minuman atau makanan yang
melemahkan kesadaran [seperti minuman keras,
narkoba, dsb-nya], maka di kehidupan berikutnya
cenderung memiliki pikiran yang tidak kuat, mudah
terguncang dan tidak stabil.

Itu merupakan salah satu sebab mengapa


ajaran dharma menyarankan kita untuk tidak
mengkonsumsi minuman keras, narkoba, dsb-nya.
Karena tidak saja akan menciptakan hambatan-
hambatan bagi energi spiritual kita, tapi sekaligus
juga akan memberikan masalah besar di kehidupan
kita berikutnya.

Sehingga seberat apapun kehidupan ini terasa,


jangan pernah sedikitpun terpikir untuk melakukan
bunuh diri. Karena sangat berbahaya dan sangat luar
biasa merugikan diri sendiri. Setelah mati kita justru
akan mengalami kesengsaraan yang jauh lebih berat,
keras dan gelap dibandingkan dengan kesengsaraan
apapun selama masa kehidupan manusia.

Ketika diri kita dilanda kesedihan mendalam,


jalan terbaik adalah segera mencari perlindungan
dharma, bisa dalam bentuk membaca ajaran suci
dharma, pergi ke tempat-tempat suci, mencari Guru
pembimbing, mencari saudara spiritual, dsb-nya.
Sebaliknya, jika kita ada melihat orang dengan
gejala-gejala akan melakukan bunuh diri, lakukankah
tindakan dharma dengan segera menolong dan
menyelamatkannya. Misalnya [contoh] salah satu
cara, sediakan diri kita menjadi pendengar yang baik
dan penuh pengertian bagi curhat isi hatinya, tanpa
sedikitpun menghakiminya. Karena hal ini sangat
membantu melepaskan beban-beban negatif yang
tersimpan di dalam dirinya.

Dalam ajaran dharma, menyelamatkan orang


yang hendak bunuh diri, serta menolong menuntun
orang yang dulu pernah hendak melakukan bunuh
diri, merupakan sebuah kewajiban dharma yang
luhur. Karena tidak saja menyelamatkan seseorang
dari bahaya besar dalam samsara, tapi juga sekaligus
menyelamatkan banyak orang lainnya. Karena di
tempat orang pernah mati bunuh diri akan
meninggalkan getaran energi buruk dalam jangka
waktu lama, yang tidak saja dapat menimbulkan
kekacauan hidup orang di sekitar sana, tapi juga dapat
menularkan kecenderungan bunuh diri ke orang-
orang lain yang masih hidup.
~ 14 ~
MENGGUGURKAN KANDUNGAN
Salah satu bentuk pelanggaran berat secara
karma, yang jarang disadari generasi jaman sekarang
sebagai pelanggaran berat adalah menggugurkan
kandungan. Karena menggugurkan kandungan
termasuk pelanggaran berat melakukan pembunuhan.

Mata spiritual saya secara alami bisa


mendeteksi jika seorang perempuan pernah
menggugurkan kandungan. Secara sekala dan niskala
ada ciri-cirinya yang sangat khas, tapi tidak bisa saya
sampaikan disini karena termasuk aja wera.

Dalam kehidupan sehari-hari ketika saya


bergaul dan berinteraksi dengan orang lain, dengan
sendirinya saya akan dapat melihat jika ada teman-
teman perempuan saya memiliki ciri-cirinya yang
sangat khas secara sekala dan niskala. Dalam waktu
sekitar 1 [satu] minggu saja bergaul dan berinteraksi,
tanpa saya melakukan upaya penembusan niskala
apapun, saya akan benar-benar dapat mengetahui
secara pasti dan akurat diantara teman-teman
perempuan saya, bahwa si A atau si B pernah
menggugurkan kandungan.

Tapi tentu saja dalam urusan ini, saya harus


sangat hati-hati agar tidak sampai menimbulkan
kesalahpahaman. Jadi saya lebih sering hanya
menyimpannya sendiri saja. Tidak memberitahukan
hal ini kepada siapapun. Bahkan termasuk kepada
orang yang bersangkutan-pun juga saya memilih diam
saja.

Suatu ketika ada seorang teman perempuan


saya datang meminta curhat dan konsultasi spiritual
kepada saya. Saya sudah biasa melakukan ini kepada
teman-teman siapapun sebagai bentuk pelayanan
saya di jalan dharma. Terlepas dari masalah pribadi
rumit yang diceritakannya, saya melihat ada “roh
janin” yang menempel di tubuhnya.

Jika ada seorang perempuan menggugurkan


kandungan, maka pada umumnya roh janin bayi yang
digugurkan cenderung akan menempel pada Ibu-nya.
Hal itu akan memberikan paparan getaran energi
buruk kepada Ibu-nya. Paparan getaran energi buruk
ini tidak saja akan membuat Ibu-nya secara emosional
kurang seimbang [mudah marah, mudah sedih,
mudah tidak puas, dsb-nya], tapi juga sekaligus
membuat kehidupan Ibu-nya banyak mengalami
masalah dan kesulitan pada kehidupan duniawi-nya.
Dengan sebuah catatan juga, bahwa roh janin
tidak selalu menempel pada Ibu-nya. Pada beberapa
kasus, tapi cukup jarang terjadi, ada beberapa
kemungkinan lain-lainnya. Misalnya roh janin
menempel pada Bapak-nya, atau roh janin
berkeliaran tanpa arah tujuan [dengan kesedihan
yang amat sangat] sebagai roh gentayangan, atau roh
janin dipungut dan dijaga oleh roh keluarga dekat
yang sudah terlebih dahulu meninggal, atau roh janin
berkumpul dengan sesama roh janin lainnya, atau roh
janin diambil oleh penguasa niskala suatu tempat
tertentu. Tapi secara umum, pada hampir sebagian
besar kasus, roh janin bayi yang digugurkan
cenderung akan menempel pada Ibu-nya.

Cerita kembali pada teman perempuan saya


yang curhat tersebut. Melalui penembusan niskala,
saya dapat merasakan kesedihan roh janin tersebut.
Sehingga saya mengambil keputusan, dengan sangat
hati-hati saya bertanya kepada teman perempuan
saya tersebut, “Mohon maaf sekali, tapi apakah kamu
pernah menggugurkan kandungan ?”.

Teman perempuan saya itu sangat terkejut


mendengar pertanyaan saya. Karena selama ini dia
menutup rapat rahasia hidupnya ini. Kemudian saya
ceritakan semua apa yang saya lihat secara niskala.
Dia langsung menangis berlinang air mata. Dia
mengakui bahwa dia pernah menggugurkan
kandungan. Dia sebenarnya sama sekali tidak berniat
melakukan itu. Tapi keadaan yang serba salah
memaksa dia melakukannya.

Saya jelaskan kepadanya bahwa menggugurkan


kandungan itu secara karma termasuk pelanggaran
berat, yaitu melakukan pembunuhan. Selain itu roh
janin bayi yang digugurkan cenderung akan
menempel pada Ibu-nya. Hal itu akan memberikan
paparan getaran energi buruk kepada Ibu-nya, yang
akan membuat Ibu-nya secara emosional tidak
seimbang, serta dapat membuat kehidupan duniawi
banyak mengalami masalah dan kesulitan.

Jalan keluar terbaik adalah melakukan upacara


penyeberangan Atma terhadap roh janin bayi yang
digugurkan tersebut. Tapi saya belum begitu ahli
melakukannya. Jadi harus minta bantuan seorang
kakak spiritual saya yang sangat ahli di dalam
melakukan upacara penyeberangan Atma.

Selanjutnya kisah ini saya ringkas saja. Malam


itu saya langsung mengantarnya ke rumah kakak
spiritual saya untuk minta bantuan upacara
penyeberangan Atma. Kakak spiritual saya
menyanggupi untuk membantu, dengan syarat teman
perempuan saya itu mau berjanji untuk tidak pernah
lagi menggugurkan kandungan. Teman perempuan
saya itu langsung menyanggupi dan berjanji.

Beberapa hari kemudian, pada hari yang telah


ditentukan, kami melakukan upacara penyeberangan
Atma terhadap roh janin bayi yang digugurkan
tersebut. Astungkara upacara penyeberangan Atma
itu berjalan dengan baik dan lancar. Roh janin bayi
tersebut mendapatkan tempat di Shiwa Loka.

Kemudian kakak spiritual saya agar saya


mengantarnya melukat di Pura Telaga Waja, Desa
Kendran - Tegalalang, pada saat hari rahina suci
Purnama, dengan tujuan untuk membersihkan semua
sisa-sisa energi-energi negatif yang masih tidak mau
lepas, karena menempel dengan sangat kuat di
tubuhnya.

Setelah upacara dan sadhana tersebut


dilaksanakan, barulah kehidupan teman perempuan
saya itu jauh berubah dan terus berjalan dengan
semakin baik. Tidak saja karma buruknya yang sangat
berat itu terselesaikan dan terhapuskan, tapi juga
rintangan-rintangan hidupnya yang diakibatkan
menggugurkan kandungan itu menjadi hilang lenyap.

Sepanjang perjalanan spiritual saya, sudah


puluhan kali saya membantu orang-orang lain yang
juga pernah menggugurkan kandungan. Ada teman-
teman saya sendiri, ada juga teman-teman saya yang
pernah saya bantu kemudian mengajak temannya
yang juga pernah menggugurkan kandungan. Saya
bantu dengan cara melakukan upacara
penyeberangan Atma terhadap roh janin bayi yang
digugurkan, yang kemudian dilanjutkan dengan
mengantar orang yang bersangkutan melukat pada
hari rahina suci Purnama.

Tapi tentu saja tidak semua orang memiliki


keberuntungan seperti itu. Karena perlu akumulasi
karma baik yang banyak agar seseorang dapat
memperoleh kesempatan memperbaiki kesalahan
berat, secara cepat dan tidak sulit.

Jika Anda, baik laki-laki [Bapak] maupun


perempuan [Ibu], jika pernah menggugurkan
kandungan, tapi kemudian tidak memiliki jalan keluar
sebagaimana yang saya utarakan dalam tulisan ini,
tetap masih ada beberapa jalan keluar yang lainnya.

Salah satu jalan keluarnya adalah dengan


memasuki jalan spiritual dharma yang mendalam,
bagi seorang laki-laki [Bapak] atau seorang
perempuan [Ibu] yang pernah menggugurkan
kandungan.

Salah satu kesalahpahaman sebagian orang


adalah, karena pernah melakukan kesalahan-
kesalahan di masa lalu kemudian merasa diri kotor
untuk memasuki jalan dharma. Itu merupakan sebuah
pandangan keliru. Jika kita terus-menerus merasa
bersalah dan terbebani dengan kesalahan masa lalu,
kita akan kehilangan kesempatan merubah diri.
Jangan pernah mengijinkan masa lalu yang buruk
membuat hidup kita juga menjadi buruk.

Karena berbagai sebab, dalam hidup ini kita


semua pernah mengambil keputusan yang salah dan
buruk. Tapi tidak berarti kita munafik atau jahat.
Selama masih berbadan manusia [manusapada] kita
cenderung tidak sempurna, sehingga kita semua
pernah melakukan kesalahan. Sehingga maafkanlah
diri sendiri. Karena terbenam di dalam rasa bersalah
dan penyesalan akan menjadi penghalang berat bagi
perjuangan spiritual kita. Agar kesadaran kita dapat
berevolusi menjadi terang bercahaya, belajar untuk
menerima semua kekurangan dan kesalahan diri
sendiri. Bahkan termasuk yang paling buruk. Yang
terpenting bukan apa yang sudah terjadi, tapi
bagaimana kita sanggup memberbaiki diri. Berani
mengakui kesalahan kita [tanpa rasa bersalah dan
penyesalan] kemudian bertekad melangkah ke depan
secara jauh lebih baik. Untuk membuat kesadaran
menjadi terang bercahaya.

Pandang masa lalu bukan sebagai tumpukan


kesalahan-kesalahan, tapi sebagai sumber pelajaran
untuk melangkah ke depan. Kemudian gunakan
pelajaran-pelajaran tersebut sebagai landasan tekad
yang kuat untuk tulus dan tekun memasuki jalan
dharma. Untuk sangat tulus dan tekun melakukan
kebaikan-kebaikan, tidak menyakiti, praktek meditasi
kesadaran, memurnikan diri, dan berbagai sadhana
lainnya. Dengan cara demikian, seperti apapun masa
lalu kita, kehidupan menjadi penuh berkah spiritual
untuk menyempurnakan kesadaran Atma.

Jika seorang laki-laki [Bapak] atau seorang


perempuan [Ibu] yang pernah menggugurkan
kandungan, kemudian tekun membina dirinya di jalan
dharma yang mendalam, sehingga suatu saat dapat
mencapai kesadaran Atma yang terang bercahaya,
maka hal itu akan sangat membantu roh janin yang
dulu digugurkan tersebut.

Roh janin tersebut akan terus mendapatkan


pancaran getaran energi positif dari salah satu atau
kedua orangtuanya. Sehingga roh janin tersebut akan
terbebaskan, dapat terangkat naik dan melakukan
perjalanan selanjutnya. Dimana ada 2 [dua]
kemungkinan, yaitu roh janin tersebut akan dapat
memasuki alam suci para leluhur [Pitra Loka], atau
mendapatkan kesempatan terlahir kembali
[punarbhawa, reinkarnasi] menjadi manusia.
Sehingga kesalahan masa lalu dapat terselesaikan
dengan cara yang terang bercahaya.
~ 15 ~
SADHANA SERINGKAS-RINGKASNYA
TAPI LENGKAP DAN BERCAHAYA
Selama bertahun-tahun saya menapaki jalan
spiritual dharma, beberapa kali saya pernah bertemu
orang-orang yang berpikir bahwa memasuki jalan
spiritual dharma yang mendalam itu identik dengan
segala sesuatu yang hebat, atau segala sesuatu yang
gaib, atau segala sesuatu yang dapat membuat orang
lain takjub dan berdecak kagum. Padahal
sesungguhnya tidak demikian.

Saya selalu berusaha memaparkan kepada


keluarga dharma, kepada adik-adik dharma, serta
kepada kenalan dekat, bahwa memasuki jalan
spiritual dharma yang sesungguhnya itu adalah
perjalanan untuk mengenal kenyataan diri yang sejati.
Dalam ajaran dharma ini disebut sebagai Atma Jnana.
Tanpa menempuh jalan ini, maka perjalanan kita
dalam samsara akan penuh bahaya masuk ke dalam
jurang kesengsaraan yang dalam.
Kenyataan sejati diri kita semua mahluk adalah
kesadaran Atma. Sayangnya, ketidaktahuan dan
kebodohan [avidya] membuat nyaris semua mahluk
mengidentikkan dirinya dengan lapisan-lapisan
pembungkus luar Atma yaitu tubuh fisik, pikiran dan
perasaan.

Jalan spiritual dharma yang sesungguhnya


adalah melaksakan sadhana [upaya spiritual] untuk
membuat kesadaran kita di dalam diri menjadi terang
bercahaya. Dengan tekun melaksanakan sadhana,
disana kita sedang membuka lapisan-lapisan
pembungkus luar Atma, untuk kemudian menyadari
kenyataan diri yang sejati adalah kesadaran Atma.

Saya selalu memaparkan kepada keluarga


dharma, kepada adik-adik dharma, serta kepada
kenalan dekat, bahwa walaupun untuk dapat
mempraktekkan sadhana, untuk dapat mencapai
kenyataan kosmik ini umumnya berat dan sulit,
memerlukan waktu ketekunan praktek selama
bertahun-tahun. Akan tetapi tehnik atau metode
prakteknya sendiri dapat saya singkat seringkas-
ringkasnya, menjadi suatu sistem sadhana yang
terdiri dari hanya melaksanakan 5 [lima] sadhana
saja, tapi lengkap dan bercahaya.

Yang dimaksud dengan “sistem sadhana” adalah


serangkaian sadhana yang saling berkait-kaitan,
saling melengkapi dan saling menyempurnakan,
sebagai jalan kesadaran Atma. Karena tidak pernah
ada jalan kesadaran Atma yang dapat tercapai dengan
kita hanya melaksanakan 1 [satu] sadhana tunggal
saja. Kita pasti selalu memerlukan suatu sistem
sadhana yang saling berkait-kaitan, saling melengkapi
dan saling menyempurnakan.

Misalnya [contoh], jika kita sangat tekun dan


rajin praktek meditasi [dhyana], tapi dalam
keseharian kita sering marah, sering berbohong,
sering menyakiti, serakah, dsb-nya, maka daya angkat
meditasi terhadap kesadaran sangat lemah.
Sebaliknya Jika kita tekun dan rajin praktek sabar,
jujur, bersyukur, dsb-nya, tapi dalam keseharian kita
tidak praktek meditasi, maka kemajuan kesadaran
kita akan sangat lambat.

Tidak pernah ada jalan kesadaran Atma yang


dapat tercapai dengan hanya melaksanakan 1 [satu]
sadhana tunggal saja. Hanya jika kita tekun
melaksanakan suatu sistem sadhana, yang saling
berkait-kaitan, saling melengkapi dan saling
menyempurnakan, barulah kesadaran Atma akan
dapat tercapai.

Sistem sadhana yang akan saya sampaikan ini


bersifat seringkas-ringkasnya, tapi sekaligus lengkap
dan bercahaya. Dengan tekun melaksanakan sistem
sadhana ini, disana kita sedang melakukan upaya
untuk membuka lapisan-lapisan pembungkus luar
Atma, yang merintangi kita menyadari kenyataan diri
yang sejati. Inilah 5 [lima] sadhana yaitu sebagai
berikut.

1]. DHYANA === meditasi. Tekun setiap hari


mempraktekkan meditasi kesadaran [meditasi non-
dualitas, advaitta-citta].

Tujuan DHYANA adalah sadhana [praktek


spiritual] untuk membangun energi kesadaran
menjadi kuat dan kokoh, dengan cara mendatangkan
energi kebiasaan baru yang terang bercahaya, serta
menetralisir energi kebiasaan lama yang tidak baik.

Inilah tehnik praktek meditasi kesadaran


[meditasi non-dualitas, advaitta-citta] :

1. Duduklah bersila dengan santai dan tenang.


2. Punggung dalam posisi tegak lurus tapi santai.
3. Kedua telapak tangan membentuk mudra. Silahkan
bebas memilih mudra mana yang sesuai untuk diri
kita sendiri. Yang terpenting bahu dalam keadaan
santai [tidak tegang].
4. Tekuk ujung lidah menyentuh langit-langit mulut.
5. Pejamkan mata.
6. Bernafaslah secara alami saja. Tidak usah mengatur
irama nafas.
7. Konsentrasilah kepada sentuhan keluar-masuk
nafas pada hidung.

== Jika pada saat konsentrasi itu pikiran kita


berkeliaran kesana-kemari, itu bukanlah suatu
masalah, kegagalan, atau kesalahan dalam meditasi,
karena itu memang sifat alami dari pikiran kita.

== Sadari dengan penuh belas kasih bahwa pikiran


yang berkeliaran kesana-kemari memang sifat alami
dari pikiran kita. Jangan ditolak atau berusaha
dikendalikan. Disaksikan saja dengan senyum penuh
belas kasih tanpa dihakimi sebagai salah-benar, baik-
buruk, suci-kotor [dualitas pikiran]. Kemudian
kembalilah konsentrasi kepada sentuhan keluar-
masuk nafas pada hidung.

== Demikianlah seterusnya dan seterusnya.

Inilah yang disebut dengan praktek meditasi


kesadaran, atau meditasi non-dualitas [advaita-citta].

Lakukanlah praktek meditasi kesadaran secara


rutin setiap hari, minimal 1 [satu] jam setiap hari.

Serta di dalam melakukan aktifitas keseharian,


kapan saja kehidupan dalam keadaan rumit, sulit,
atau penuh dengan gejolak emosi, lakukan praktek
meditasi singkat, cukup selama 1 menit saja. Singkat-
singkat saja cukup 1 menit, tapi sering kita lakukan.

Setiap kali ada yang bertanya tentang satu saja


saran spiritual yang paling penting, maka saya selalu
mengatakan, “jangan pernah meninggalkan meditasi
kesadaran !” Pusatkan seluruh usaha spiritual kita di
dalamnya. Usaha itu harus tekun dan sangat disiplin
teratur, karena pencapaian spiritual hanya akan
datang dari disiplin praktek yang teratur. Usaha itu
harus sangat gigih dan keberlanjutannya harus dijaga
dengan baik. Bahkan untuk melewatkan 1 [satu] hari
saja kita akan menghancurkan banyak hal, dimana
setidaknya minimal 1 [satu] jam setiap hari harus kita
sisihkan untuk meditasi.

Setelah kita disipilin melakukan meditasi


selama 1 [satu] jam setiap hari selama 4 [empat]
bulan, secara terus berkelanjutan tanpa jeda istirahat,
akan mulai muncul keadaan transendental. Ketika
saat itu tiba, itulah saat meditasi dan keterhubungan
bisa dilakukan kapan saja dan melalui apapun.

Setelah jangka waktu 4 [empat] bulan, kita akan


mulai terbentuk menjadi seorang sadhaka [praktisi
spiritual] yang sesungguhnya. Satu-satunya hal yang
penting adalah untuk terus disiplin teratur dan tidak
mengendurkan usaha kita. Jangka waktu 4 [empat]
bulan itu hanyalah merupakan periode dasar yang
paling penting. Nanti begitu dasar itu ada, maka
banyak pintu akan terbuka.

2]. LASCARYA === keikhlasan, kerelaan diri. Tekun


berlatih menahan diri dari cengkeraman emosi-emosi
gelap seperti iri hati, sentimen, marah, benci, dendam,
tidak puas atau rasa sedih yang terlalu dalam.

Tujuan LASCARYA adalah sadhana [praktek


spiritual] untuk memperkuat energi kesadaran
dengan cara belajar sabar, merelakan diri, mengalah
dan memaafkan. Dengan cara ini kita tidak saja terus
membangun kekuatan kejernihan, kedamaian dan
kesadaran terang bercahaya di dalam diri, tapi
sekaligus juga menghindarkan hidup kita berjalan ke
arah yang lebih kacau atau berbahaya.

Dalam kehidupan manusia tidak pernah ada


kehidupan yang selalu aman, nyaman dan bebas dari
masalah. Jika kesulitan, kesialan atau masalah sudah
saatnya datang dalam kehidupan akibat akumulasi
karma buruk kita di masa lalu, hal itu akan datang
dengan tidak bisa dibendung. Jika disaat-saat seperti
itu pikiran kita dicengkeram oleh perasaan iri hati,
sentimen, marah, benci, dendam, tidak puas atau rasa
sedih yang terlalu dalam, itu hanya merupakan
sebuah masukan kalau kondisi pikiran kita masih
gelap dan sempit, serta kesadaran kita masih berada
dalam tingkat dimensi kesadaran yang rendah.
Sebagai manusia, emosi-emosi gelap
merupakan bagian tidak terpisahkan dari diri kita
sendiri, yang tidak mungkin dapat kita lenyapkan
semasih kita berbadan manusia. Perjuangan spiritual
yang kita lakukan bukanlah melenyapkan emosi-
emosi gelap, melainkan memperkuat energi
kesadaran sehingga pikiran kita tidak lagi
dicengkeram oleh emosi-emosi gelap.

Yang dimaksud dengan pikiran dicengkeram


oleh emosi-emosi gelap yaitu ketika ada kesulitan,
kesialan atau masalah dalam hidup, kemudian kita
terseret arus emosi-emosi gelap tersebut. Yang
membuat kita berkata-kata atau bertindak dibawah
pengaruh energi iri hati, sentimen, marah, benci,
dendam, tidak puas, atau rasa sedih yang terlalu
dalam.

Sadarilah bahwa setiap kesengsaraan yang kita


alami tidak lain adalah cara alam semesta memanggil
dan menuntun kita untuk melihat cahaya di dalam
diri. Memanggil kita untuk melihat kenyataan diri
yang sejati di dalam diri. Kebahagiaan memang terasa
enak tapi tidak memberikan kita pelajaran apa-apa.
Kesengsaraan memang terasa sakit, tapi jika kita tulus
dan tekun selalu menerima kesengsaraan dengan
dengan penuh kerelaan dan senyuman damai, hal itu
akan membuat kita mengerti semakin dalam tentang
kenyataan diri yang sejati. Suatu saat kelak ketika
kesadaran sudah terang bercahaya, disana kita akan
mengerti bahwa kesengsaraanlah yang memanggil
dan menuntun kita untuk menemukan cahaya
kesadaran di dalam diri.

Sadarilah bahwa setiap kesengsaraan yang kita


alami tidak lain adalah cara alam semesta membantu
memurnikan kita. Sehingga kapan saja kesengsaraan
hadir dalam hidup kita, jangan melawan, tapi terima
dengan dengan penuh kerelaan dan senyuman damai.
Tentu saja akan terasa sakit, tentu saja akan terasa
melelahkan, tapi jika kita tulus dan tekun selalu
menerima kesengsaraan dengan dengan penuh
kerelaan dan senyuman damai, disana kesengsaraan
sangat memurnikan sekaligus menjernihkan
kesadaran di dalam diri.

3]. DAYADHVAM === belas kasih dan kebaikan.


Tekun melakukan kebaikan-kebaikan.

Tujuan DAYADHVAM adalah sadhana [praktek


spiritual] untuk mengirimkan energi pemurnian
kesadaran ke dalam diri kita sendiri, serta untuk
meredakan ahamkara [ego, ke-aku-an] dan sifat egois
mementingkan diri sendiri di dalam diri, sebagai
penghalang besar bagi kesadaran. Tekun
melaksanakan kebaikan-kebaikan akan terus
membangun kekuatan kejernihan, kedamaian dan
kesadaran terang bercahaya di dalam diri.

Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak sekali


jenis dan kesempatan yang kita miliki untuk
melaksanakan kebaikan. Misalnya memberikan kursi
kita di bis umum untuk wanita hamil atau orang tua,
meminggirkan kendaraan saat ada ambulance lewat,
membelikan makanan atau pakaian bagi yang
memerlukan, menyumbang uang untuk penyebaran
ajaran dharma, menyekolahkan anak-anak miskin dan
yatim-piatu, mencarikan pekerjaan bagi
pengangguran, membantu kesembuhan orang-orang
yang sakit, dsb-nya. Banyak sekali ada jenis dan
kesempatan untuk melakukan kebaikan di dunia ini.

Penghalang utama untuk melaksanakan


kebaikan hanya satu saja, yaitu ego [ahamkara, ke-
aku-an], sifat kita yang mementingkan diri sendiri.
Padahal sesungguhnya, mengapa kita terus berputar-
putar tanpa henti dalam siklus samsara, jatuh bangun
dalam kurun waktu yang tidak terhingga panjangnya,
terutama sekali disebabkan oleh sifat kita yang
mementingkan diri sendiri, atau ahamkara [ego, ke-
aku-an].

Melaksanakan kebaikan-kebaikan tidak hanya


membantu, menolong menyelamatkan, atau
membahagiakan mahluk lain, tapi sekaligus juga
mengirimkan energi kejernihan dan kebahagiaan ke
dalam diri kita sendiri. Melaksanakan kebaikan tidak
hanya menyegarkan hati mahluk lain, tapi sekaligus
juga mengirimkan energi kedamaian ke dalam diri
kita sendiri. Dengan kata lain, melaksanakan
kebaikan-kebaikan tidak hanya berguna bagi mahluk
lain, tapi terutama sekali sangat berguna untuk diri
kita sendiri.

4]. AHIMSA === Tidak menyakiti. Tekun berlatih


menjaga diri sendiri agar tidak menyakiti dan tidak
melakukan kejahatan.

Tujuan AHIMSA adalah sadhana [praktek


spiritual] untuk menjaga ketenangan dan kejernihan
di dalam kesadaran kita. Menyakiti dan melakukan
kejahatan adalah penyebab yang berdampak sangat
kuat terhadap rusaknya ketenangan dan kejernihan di
dalam kesadaran kita. Karena menyakiti dan
melakukan kejahatan terhadap mahluk lain, secara
pasti akan memantul balik ke dalam diri kita dalam
bentuk keresahan, kegelisahan, ketidakbahagian dan
menjauh dari kedamaian.

Mungkin kadang tidak kita sadari dalam


kehidupan sehari-hari, kita sering menyakiti orang
lain, atau bahkan melakukan kejahatan. Misalnya
[contoh] mengerjai orang lain, menjadikan orang lain
bahan ejekan dan olok-olokan, kebut-kebutan di jalan,
ngebel-ngebel tidak sabar dan tidak mau mengalah di
jalan, membuang sampah sembarangan, ada wanita
lewat kita lecehkan dengan siulan cuit-cuit,
menyerobot antrean, melanggar lampu lalu-lintas,
menghidupkan musik keras-keras yang sangat
mengganggu, melakukan penipuan, korupsi,
selingkuh, perampokan, pelecehan seksual,
pembunuhan, dsb-nya.

Padahal sesungguhnya, yang mungkin saja tidak


kita sadari, bahwa menyakiti dan melakukan
kejahatan tidak saja menghasilkan karma buruk, tapi
sekaligus juga berdampak sangat kuat terhadap
rusaknya ketenangan dan kejernihan di dalam
kesadaran kita. Ini berarti, alasan kita menahan diri
untuk tidak menyakiti dan melakukan kejahatan
semata-mata demi keselamatan dan kedamaian diri
kita sendiri.

Belajarlah disiplin menahan diri agar kita tidak


menyakiti dan melakukan kejahatan, agar perjalanan
kita selamat, serta agar kesadaran kita tidak
ditenggelamkan oleh kesengsaraan.

5]. MAHA SNANA-WIDHI === melukat. Tekun


melakukan mandi penyucian maha utama.

Tujuan SNANA-WIDHI [melukat] adalah


sadhana [praktek spiritual] untuk menyelaraskan dan
memurnikan ketidakseimbangan [kekacauan] secara
energi di dalam diri kita, melalui pemberkahan dari
para Ista Dewata dan pemurnian langsung dari alam
semesta. Yang akan mengubah rangkaian energi di
dalam diri kita menjadi lebih selaras dan
termurnikan. Sedangkan dalam maha snana-widhi
[melukat maha utama], selain mendapat semua
berkah diatas, juga akan mendapatkan berkah untuk
menghapus akumulasi karma-karma buruk

Badan manusia sesungguhnya terdiri dari


banyak lapisan badan, yang disebut panca maya
kosha, yang terdiri dari badan fisik serta berbagai
lapisan badan-badan energi dan badan pikiran yang
halus. Jika lapisan badan-badan energi dan badan
pikiran yang halus ini dalam keadaan kotor dan tidak
bersih, maka akan dapat menimbulkan berbagai
gangguan pikiran dan perasaan, yang kemudian dapat
menimbulkan masalah dan hambatan dalam
kehidupan. Snana-widhi atau melukat berarti
melakukan sadhana mandi penyucian atau pemurnian
diri terhadap lapisan badan-badan energi dan badan
pikiran yang halus tersebut.

Usahakan kita untuk melukat setiap 1 [satu]


bulan sekali, atau minimal setidaknya 3 [tiga] bulan
sekali. Lakukan melukat di sumber mata air suci [pura
pathirtan, pura beji]. Untuk memurnikan lapisan
tubuh fisik [annamaya kosha], lapisan tubuh energi
prana [pranamaya kosha] dan lapisan tubuh pikiran
dan perasaan [manomaya kosha] kita. Karena
sebagian kegiatan yang kita lakukan dalam kehidupan
sehari-hari, hal itu mempengaruhi diri kita, melalui
getaran-getaran energi yang tidak dapat kita lihat
dengan mata biasa.

Ada beberapa kegiatan dalam kehidupan


sehari-hari yang membuat energi tubuh kita tidak
bagus [leteh]. Seperti misalnya kita mesulub di bawah
jemuran, kita datang ke tempat orang meninggal, kita
makan dengan membeli makanan yang diolah dengan
alat sembarangan, kita bertengkar dengan orang lain,
dsb-nya. Dengan rutin melukat setiap 1 [satu] bulan
sekali, atau minimal setidaknya 3 [tiga] bulan sekali,
maka energi-energi leteh tersebut dapat termurnikan
kembali. Selain itu, dalam kehidupan lampau dan juga
dalam kehidupan sehari-hari kita membuat banyak
karma buruk, yang perlu kita murnikan dengan
sadhana maha snana-widhi [melukat maha utama].

Memilih Genah Melukat

Ini saran memilih genah melukat yang paling


disarankan untuk memperoleh hasil maksimal :

1. Pura pathirtan atau pura beji yang memiliki sumber


mata air alami [kelebutan]. Air suci dari kelebutan
[sumber mata air alami] tersebut kemudian secara
alami mengalir menuju pancoran-pancoran sebagai
tempat untuk melukat dan kita melukatnya langsung
di pancoran-pancoran tersebut.

2. Pura pathirtan atau pura beji yang berusia tua


[minimal ratusan tahun] dan memiliki latar belakang
sejarah yang sakral.

3. Pura pathirtan atau pura beji yang orang melukat


disana tidak terlalu ramai. Hindari ke genah melukat
yang sangat ramai orang melukat, apalagi sampai
antre berdesak-desakan. Disebabkan, pertama [1]
karena energinya sudah terlalu banyak terambil, serta
kedua [2] karena kita juga bisa kena tampias energi
buruk orang lain.

Jika kita hendak melakukan sadhana melukat,


carilah pura pathirtan atau pura beji yang memenuhi
semua 3 [tiga] ketentuan diatas, sehingga sangat
besar kemungkinan kita memperoleh hasil maksimal.

Cara Melukat

Inilah urutan dan cara melukat yang paling


disarankan untuk memperoleh hasil maksimal :

1. Keliling menghaturkan persembahan canang, dupa,


lekesan, dll, di palinggih-palinggih yang ada. Akan
sangat bagus jika kita juga menghaturkan segehan.
Jika kita membawa pejati, haturkan pejati tersebut di
palinggih utama atau palinggih pesamuhan Ida Btara,
dengan dupa sebanyak 11 [sebelas] batang.

2. Lakukan persembahyangan. Menghubungkan diri


dengan para Ista Dewata yang berstana di tempat suci
tersebut, matur piuning [mohon ijin] untuk melukat,
serta mohon karunia pemberkahan.

3. Lakukan sadhana mandi penyucian diri [melukat].


dengan tanpa memakai busana [tanpa sehelai
benangpun]. Ini disebut maha snana-widhi [melukat
maha utama]. Yang boleh dipakai hanya aksesoris
spiritual seperti kalung, gelang, cincin, dsb-nya. Serta
kita melukat dengan cara berdiri, bukan dengan cara
berjongkok. Sangat penting dalam mandi penyucian
diri ini, seluruh titik simpul energi [seluruh tubuh]
kita, semuanya agar berinteraksi langsung dengan
tirtha [air suci] yang mengalir dari pancoran tanpa
halangan sama sekali. Serta meminum tirtha yang
mengalir dari pancoran sebanyak 3 [tiga] kali.

4. Kembali melakukan persembahyangan. Untuk


menghaturkan rasa terimakasih mendalam atas
karunia pemberkahan para Ista Dewata. Kemudian
lanjut dengan nunas tirtha dan bija dari Jro Mangku.
Seluruh rangkaian sadhana melukat ini kita tutup
dengan sembahyang menyampaikan pamit pulang.
~ 16 ~
MARGA SUNIA / JALAN HENING
Salah satu topik yang kadang-kadang menjadi
bahan diskusi dalam suatu lingkungan praktisi
spiritual adalah memaknai upaya mencapai puncak
Kesadaran Atma [keheningan] sebagai upaya
mengosongkan pikiran atau melenyapkan pikiran.

Saya menghormati pemahaman seperti itu. Tapi


saya selalu menyampaikan hal ini kepada keluarga
dharma, kepada adik-adik dharma, serta kepada
kenalan dekat, yang ingin belajar dharma dengan
saya. Meditasi tidak sama dengan mengosongkan
pikiran. Meditasi tidak sama dengan melenyapkan
pikiran. Meditasi [terutama di tingkat kesempurnaan]
lebih dekat dengan latihan untuk selalu "istirahat" di
saat ini seperti apa adanya.

Keheningan tidak sama dengan keadaan pikiran


yang kosong atau pikiran yang lenyap. Keheningan
juga bukan keadaan pikiran-perasaan yang selalu
konstan terus-menerus damai tenang-seimbang.
Tidak pernah ada pencapaian seperti itu. Karena sifat
alami pikiran-perasaan manusia mirip dengan
gelombang samudera. Ada saat gelombang naik
dengan perasaan senangnya, ada saat gelombang
turun dengan perasaan sedihnya, ada saat gelombang
datar dengan galau-nya. Ada saat gelombang naik
dengan pikiran tenang-jernihnya, ada saat gelombang
turun dengan pikiran kacaunya, ada saat gelombang
datar dengan pikiran bingungnya. Demikianlah sifat
alami pikiran-perasaan kita.

Keheningan adalah kemampuan untuk


memberikan jarak yang sama kepada pikiran-
perasaan. Entah pikiran-perasaan kita saat ini sedang
mengalami kesedihan, atau kebahagiaan, atau datar,
hambar, galau, atau tenang, atau kacau, tapi kita bisa
tersenyum damai, berjarak dan merasa nyaman
seperti apapun pikiran-perasaan yang muncul.

Meditasi kesadaran [meditasi non-dualitas,


advaitta-citta] merupakan sadhana utama untuk
mencapai keheningan. Tapi meditasi kesadaran tidak
dapat menghentikan gelombang pikiran-perasaan.
Sekali lagi tidak. Karena sifat alami pikiran-perasaan
manusia mirip dengan gelombang samudera. Tapi
melalui ketekunan praktek meditasi kesadaran akan
membuat kita mengalami perubahan kesadaran. Dari
diri yang diseret arus gelombang [menangis kalau
sedih, marah jika tersinggung, murung jika galau,
merasa bersalah jika pikiran kacau, dst-nya], menjadi
diri yang duduk tenang tersenyum di atas semua
bentuk riak-riak gelombang. Dapat memberikan jarak
yang sama kepada apapun pikiran-perasaan yang
muncul.

Meditasi kesadaran adalah praktek melatih


kesadaran dengan cara menjadi saksi yang penuh
belas kasih.

== Ketika mengalami perasaan sedih, perasaan sedih


itu disaksikan saja dengan senyuman penuh belas
kasih.
== Ketika mengalami perasaan senang, perasaan
senang itu disaksikan saja dengan senyuman penuh
belas kasih.
== Ketika mengalami perasaan galau dan hambar,
perasaan galau dan hambar itu disaksikan saja
dengan senyuman penuh belas kasih.
== Ketika pikiran tenang, pikiran tenang itu
disaksikan saja dengan senyuman penuh belas kasih.
== Ketika pikiran kacau atau buruk, pikiran yang
kacau atau buruk itu disaksikan saja dengan
senyuman penuh belas kasih.

Sebagaimana yang tertulis dalam Upanishad


sebagai “neti, neti”. Ini bukan dan itu bukan.
Kenyataan sejati diri kita bukanlah tubuh, pikiran
atau perasaan. Kenyataan sejati diri kita adalah
kesadaran Atma [Atma Jnana], keheningan yang
berlimpah belas kasih dan kebaikan.
Bagi para sadhaka pemula biasanya melakukan
praktek meditasi penuh halangan. Itu suatu hal yang
wajar dan biasa. Halangan tersebut secara umum
adalah :

1. Halangan tubuh fisik -- tubuh yang lelah, kaki terasa


sakit karena lama duduk bersila, dsb-nya.
2. Halangan mental -- malas, ragu-ragu, dsb-nya.
3. Halangan konsep -- bahwa meditasi harus begini
dan begitu, meditasi harus selalu mendamaikan
[padahal meditasi juga mengalami siklus naik-turun],
dsb-nya.

Sesungguhnya yang terpenting dalam praktek


meditasi bukanlah hasilnya, tapi membiasakan diri
melakukan praktek meditasi. Lakukan terus meditasi
agar menjadi kebiasaan. Meditasi adalah sadhana
yang harus terus dilakukan secara konsisten selama
bertahun-tahun.

Praktek melatih kesadaran membutuhkan


waktu, ketekunan dan kesabaran. Serta tidak cukup
hanya dengan satu sadhana tunggal saja, tidak cukup
hanya dengan meditasi kesadaran saja. Kita
memerlukan sadhana-sadhana lainnya. Kita
memerlukan sebuah sistem sadhana yang saling
berkait-kaitan satu sama lain sebagai jalan yoga, yang
bekerja bersama-sama secara sistematis untuk
mengarahkan sadhaka mencapai kesempurnaan
kesadaran Atma.

Misalnya [hanya sebuah contoh], jika kita tekun


melakukan praktek meditasi kesadaran, tapi dalam
keseharian kita tidak tekun melakukan praktek
perkataan dan perbuatan yang baik, misalnya kita
sering menghina, sering berbohong, sering menyakiti,
tidak puas, serakah, egois, dst-nya, maka daya angkat
meditasi terhadap kesadaran sangat lemah.
Sebaliknya jika kita tekun melakukan praktek
perkataan dan perbuatan yang baik, tapi dalam
keseharian kita tidak praktek meditasi kesadaran,
maka kemajuan kesadaran kita akan berjalan lambat.

Hanya jika kita tekun melakukan praktek


meditasi kesadaran dan praktek perkataan dan
perbuatan yang baik secara bersama-sama, barulah
kesadaran kita akan cepat majunya.

Keheningan adalah kemampuan untuk


memberikan jarak yang sama kepada semua bentuk
pikiran-perasaan yang muncul. Kesedihan,
kesengsaraan, ketidakpuasan, keserakahan, marah,
tersinggung, dsb-nya, adalah ilusi yang muncul dari
dalam diri kita, tapi tidak kita sadari keberadaannya
sebagai ilusi. Karena kita tidak mengenal kesadaran
yang ada didalam diri. Kita tidak mengenal kenyataan
diri yang sejati.
Pikiran yang hening itu sesungguhnya sangat
sederhana. Pikiran yang "istirahat" disaat ini seperti
apa adanya. Istirahat dari segala bentuk kontradiksi
[dualitas pikiran].

Secara alami di dalam tubuh fisik, pikiran dan


perasaan kita terdapat banyak kontradiksi [dualitas].
Misalnya baik melawan buruk, benar melawan salah,
suci melawan kotor, bahagia melawan sengsara,
untung melawan rugi, sukses melawan gagal, berani
melawan takut, rasa lepas melawan rasa malu, agama
melawan ilmu pengetahuan, damai melawan kacau,
ekspresi diri melawan norma sosial, logika melawan
rasa, menyenangkan melawan menyakitkan,
pendapat saya benar melawan pendapat orang lain
salah, dsb-nya. Serta masih banyak sekali ada
kontradiksi-kontradiksi lainnya di dalam diri kita.

Semakin keras kesadaran kita dicengkeram


oleh kontradiksi-kontradiksi [dualitas], apalagi jika
kita menilai atau menghakimi sebagai salah, jelek,
buruk, atau dosa, berdasarkan pikiran yang terkondisi
oleh ajaran agama, norma sosial, pengetahuan, atau
gagasan, maka semakin hiruk-pikuk dan ramailah
guncangan konflik kontradiksi di dalam diri.

Hampir semua kekacauan mental, kejiwaan dan


kesadaran, berasal dari guncangan-benturan konflik
kontradiksi di dalam diri. Lebih jauh dari itu, dalam
ajaran Tantra disebutkan bahwa, kebiasaan pikiran
yang diguncang kontradiksi [dualitas] inilah yang
menarik kita untuk kembali lagi dan kembali lagi ke
alam samsara yang penuh kesengsaraan ini. Hal itu
sesederhana lalat yang mencari sampah atau katak
yang mencari kolam. Selain itu dalam ajaran Tantra
juga disebutkan bahwa hukum karma bekerja lebih
keras pada manusia yang kesadarannya diguncang
kontradiksi [dualitas].

Mencapai pikiran yang hening atau tidak, kita


manusia masih akan tetap memiliki banyak
kontradiksi [dualitas] di dalam diri. Semata-mata
karena sifat alami tubuh fisik, pikiran dan perasaan
kita memang penuh kontradiksi. Bedanya pikiran
yang hening "istirahat" disaat ini seperti apa adanya.
Istirahat dari pembandingan, istirahat dari
persaingan, istirahat dari ketidakpuasan, dsb-nya.
Istirahat dari segala bentuk kontradiksi yang muncul
di dalam diri. Apapun bentuk kontradiksi yang
muncul di dalam diri hanya disaksikan saja dengan
senyuman penuh belas kasih. ISTIRAHAT. Inilah yang
disebut sebagai jalan hening.

Pikiran hanya pikiran bukan diri kita. Perasaan


hanya perasaan bukan diri kita. Gagasan hanya
gagasan bukan diri kita. Kemunculan pikiran,
perasaan dan gagasan hanya disaksikan saja dengan
senyuman penuh belas kasih. Kemunculan segala
kontradiksi-kontradiksi di dalam diri hanya
disaksikan saja dengan senyuman penuh belas kasih.
ISTIRAHAT.

Salah satu pertanda penting tercapainya


keheningan [Kesadaran Atma] adalah saat kita
merasa tenang, nyaman, aman dan damai, terhadap
semua kemunculan kontradiksi-kontradiksi [dualitas]
pikiran dan perasaan di dalam diri. Kemunculannya
hanya disaksikan saja dengan senyuman penuh belas
kasih tanpa penghakiman sama sekali. Pikiran yang
ISTIRAHAT. Istirahat dalam keheningan.

Di tahap ini kesadaran Atma sudah dekat, tapi


belum tersempurnakan. Sudah dekat tapi belum
sempurna. Kesadaran Atma baru mencapai tingkat
kesempurnaan, jika dari keheningan kemudian
melahirkan belas kasih dan kebaikan yang sangat
mendalam kepada semua mahluk [keterhubungan
kosmik yang sempurna].
~ 17 ~
KELAHIRAN KEMBALI YANG BAIK
Selama bertahun-tahun saya menapaki jalan
spiritual dharma, salah satu hal yang sering membuat
hati saya sedih adalah melihat terjadinya kejatuhan
Atma dalam siklus samsara. Dalam ajaran dharma ini
disebut sebagai dhuka punarbhawa, yaitu dari
kehidupan sebagai manusia, setelah meninggal jatuh
turun tingkat terlahir kembali menjadi binatang atau
menjadi mahluk-mahluk alam bawah. Bentuk
kelahiran dimana kebodohan [avidya] dan
kesengsaraan sangat mendominasi. Selain itu bahwa
jika itu sampai terjadi, maka akan memerlukan waktu
sangat lama dan akumulasi karma baik yang sangat
banyak untuk bisa naik tingkat terlahir kembali
sebagai manusia.

Sehingga kepada teman-teman dan kenalan


dekat yang belum mau memasuki jalan dharma,
karena masih sangat menyukai kehidupan duniawi,
saya selalu menyarankan untuk mempersiapkan
kelahiran kembali yang baik. Agar mereka bisa
selamat dalam perjalanan samsara ini.
Dimana terdapat 7 [tujuh] pembinaan diri bagi
setiap manusia untuk dapat mengalami kelahiran
kembali berikutnya yang baik, yaitu :

1. Dapat terlahir kembali sebagai manusia.

Terlahir sebagai manusia adalah paling ideal


untuk evolusi kesadaran. Karena terlahir sebagai
binatang atau menjadi mahluk-mahluk alam bawah,
kita akan terlalu banyak mengalami kebodohan
[avidya] dan kesengsaraan.

Cara agar di kehidupan berikutnya kita dapat


terlahir kembali sebagai manusia adalah, tumbuhkan
sifat belas kasih mendalam dan banyak melakukan
kebaikan-kebaikan. Hindari memelihara kegelapan
pikiran seperti iri hati, marah, benci, dendam. Jangan
melakukan pelanggaran dharma yang berat. Serta
jangan menyakiti, apalagi sampai membunuh.

2. Dapat berjodoh dengan ajaran dharma yang


asli.

Tanpa berjodoh dengan ajaran dharma yang


asli, evolusi kesadaran kita cenderung akan sangat
sulit, lambat, berat atau tanpa tujuan yang benar.
Karena kita berada dalam avidya [kebingungan dan
ketidak-tahuan].
Cara agar kita dapat berjodoh dengan ajaran
dharma yang asli adalah, tumbuhkan sifat belas kasih
dan banyak melakukan kebaikan. Serta seringlah
melakukan dharma yadnya, yaitu menyebarkan dan
melestarikan ajaran-ajaran dharma yang asli. Seperti
misalnya membantu membagikan atau memberikan
dana punia bagi penyebaran ajaran dharma secara
gratis. Cara lainnya secara gratis memberikan dharma
wacana, mengajarkan meditasi, dsb-nya.

Kemudian jangan sekali-sekali fanatik dengan


ajaran agama atau pemahaman spiritual yang kita
yakini. Hormatilah agama orang lain. Hormatilah jalan
spiritual yang berbeda dengan jalan yang kita tempuh.
Hormatilah pandangan spiritual yang berbeda. Serta
terutama sekali hormatilah tradisi spiritual di tempat
kita dilahirkan. Misalnya kita lahir jadi orang Bali
hormatilah tradisi spiritual asli warisan leluhur orang
Bali, kalau kita lahir jadi orang Jawa hormatilah
tradisi spiritual asli warisan leluhur orang Jawa, dst-
nya. Kalau ada yang kita anggap salah, galilah
maknanya yang lebih dalam. Kalau kita tidak mampu,
diam saja jangan menjelek-jelekkan.

3. Dapat terlahir di lingkungan yang aman dan


damai.

Jika kita terlahir di daerah konflik, banyak


kekerasan dan peperangan, mau tidak mau kita akan
terseret ke dalam arusnya dan cenderung sangat sulit
untuk memahami ajaran dharma.

Cara agar di kehidupan berikutnya kita dapat


terlahir di lingkungan yang aman dan damai adalah,
jangan kita sampai memecah-belah manusia dengan
alasan kepentingan pribadi, ajaran agama, politik
sektarian yang jahat, dsb-nya. Jangan memfitnah,
melakukan propaganda, menghasut sesama agar
saling merendahkan dan saling membenci.

4. Dapat terlahir di keluarga dan lingkungan


dengan moralitas yang baik.

Jika kita lahir di keluarga dan lingkungan yang


dipenuhi para pemabuk, koruptor, tukang berkelahi,
tukang selingkuh, penipu, dsb-nya, cepat atau lambat
dari sejak kecil kita juga akan ikut terpengaruh, untuk
kemudian cenderung sangat sulit untuk
mengembangkan kesadaran.

Cara agar di kehidupan berikutnya kita dapat


terlahir di keluarga dan lingkungan dengan moralitas
yang baik adalah, jauhi dalam hidup ini untuk
melakukan kegiatan-kegiatan melanggar dharma,
seperti narkoba, selingkuh, mencuri, korupsi,
memanipulasi orang lain, minuman keras, menipu,
judi, dsb-nya. Kalau dalam kehidupan ini moralitas
kita tidak baik, pada kelahiran berikutnya kita akan
terlahir di keluarga dan lingkungan dengan moralitas
tidak baik.

5. Dapat terlahir di keluarga yang berkecukupan


secara ekonomi.

Jika kita lahir di keluarga yang melarat,


sebagian besar waktu kita dalam hidup akan kita
habiskan fokus untuk urusan mencari makan dan
urusan bertahan hidup saja, sehingga
kecenderungannya hanya ada sedikit sekali waktu
untuk mempelajari dan mempraktekkan ajaran
dharma yang mendalam.

Cara agar di kehidupan berikutnya kita dapat


terlahir di keluarga yang secara ekonomi
berkecukupan adalah, banyak-banyak memberi,
memberi dan memberi. Banyaklah melakukan
kebaikan-kebaikan dengan jalan pemberian, yaitu
pemberian yang terkait dengan uang, harta dan
benda-benda. Jangan pelit urusan uang dan harta,
dikarenakan sifat mementingkan diri sendiri.

6. Dapat terlahir sebagai manusia yang sehat


secara fisik.

Memiliki fisik yang sehat dan tidak sakit-sakitan


sangat membantu di dalam mempraktekkan ajaran
dharma yang mendalam.
Cara agar di kehidupan berikutnya kita terlahir
sebagai manusia yang sehat secara fisik adalah,
jangan secara sengaja menyakiti dan melakukan
kekerasan fisik kepada mahluk lain. Apalagi sampai
secara sengaja membunuh mahluk lain.

7. Dapat berjodoh [dapat belajar] dari seorang


Guru dharma yang asli.

Salah satu kemewahan spiritual yang langka


dalam hidup ini adalah jika kita berjodoh [dapat
belajar] dari seorang Guru dharma yang asli, apalagi
Guru dharma kelahiran dari alam-alam suci. Karena
evolusi kesadaran kita dalam satu kehidupan akan
maju dengan sangat pesat.

Cara agar kita dapat berjodoh dengan seorang


Guru dharma yang asli adalah, hormati semua Guru
spiritual dan hormati secara mendalam semua Ista
Dewata. Jangan pernah merendahkan, menjelekkan
atau menghina Guru spiritual. Kalau kita tidak cocok
cukup menjauh saja, tapi jangan merendahkan,
menjelekkan, apalagi menghina. Jangan pernah
merendahkan, menjelekkan atau menghina para Ista
Dewata dan semua mahluk-mahluk suci lainnya.
Kemudian hormati semua simbol-simbolnya. Kalau
ada buku tulisan atau gambar Guru spiritual kita,
jangan menaruhnya di tempat sembarangan. Kalau
ada gambar atau arca Ista Dewata jangan menaruhnya
di tempat sembarangan.

Serta jika kita melihat bungkus dupa yang


bergambar Ista Dewata, atau lungsuran persembahan
[seperti lungsuran canang dan upacara] jangan
membuangnya di tempat sampah, tapi kumpulkan
dan bakar di dalam periuk tanah liat yang sukla
[titipkan di alam api]. Nanti abunya sebar di
campuhan sungai [pertemuan dua atau lebih aliran
sungai], atau di laut, atau di tanah sanggah dan
merajan.
RUMAH DHARMA - HINDU INDONESIA

Halaman facebook Rumah Dharma - Hindu Indonesia :


facebook.com/rumahdharma
[Rumah Dharma - Hindu Indonesia]

Website Rumah Dharma - Hindu Indonesia :


rumahdharma.com

Kumpulan e-book lengkap dari Rumah Dharma - Hindu


Indonesia bisa di-download secara gratis tanpa dipungut
biaya apapun di :

rumahdharma.com/download
tattwahindudharma.blogspot.com
DHARMA DANA
Rumah Dharma - Hindu Indonesia

Rumah Dharma - Hindu Indonesia telah dan akan terus


melakukan penerbitan buku-buku dharma berkualitas,
baik berupa e-book maupun buku cetak, untuk dibagi-
bagikan secara gratis tanpa dipungut biaya apapun.

Untuk melakukan penyebaran buku-buku dharma


berkualitas, Rumah Dharma - Hindu Indonesia
memerlukan bantuan para donatur, yang sadar akan
pentingnya melakukan pembinaan kesadaran
masyarakat. Semakin banyak dharma dana yang
terkumpul maka semakin banyak juga buku-buku
dharma yang dapat diterbitkan dan disebarluaskan.

Ada empat cara memanfaatkan kekayaan sebagai ladang


kebaikan yang bernilai sangat utama, salah satunya
adalah ber-dharma dana untuk penyebaran ajaran
dharma. Karena ini bukan saja sebuah kebaikan mulia
dengan karma baik berlimpah, tetapi juga adalah sebuah
sadhana nirjara, sadhana penghapusan karma buruk.

Karma baik dari mendonasikan dharma dana bagi


penyebarluasan ajaran dharma adalah :

1. Donatur akan mendapatkan penghapusan berbagai


karma buruk.
2. Dalam setiap reinkarnasi kelahirannya donatur akan
berjodoh dengan ajaran dharma yang suci dan terang.
3. Donatur akan mendapatkan perlindungan dharma,
tidak mudah terseret dendam kebencian, pikirannya
lebih mudah tenang, serta menjadi lebih bijaksana.
4. Jika dampak penyebarannya mencerahkan
masyarakat luas, donatur akan mendapatkan
perlindungan dari para Ista Dewata.

Transfer Dharma Dana anda ke rekening :

Bank BNI Kantor Cabang Denpasar


No Rekening : 0340505797
Atas Nama : I Nyoman Agus Kurniawan

Astungkara berkat karma baik ini para donatur


mendapat kerahayuan.
TENTANG PENULIS

I Nyoman Kurniawan lahir pada tanggal 29 January


1976. Mendapatkan garis spiritualnya dari kakeknya, Pan
Siki, yang merupakan seorang balian usadha terkenal
dari Banjar Tegallinggah, Kota Denpasar.

Pada tahun 2002, memulai perjalanan spiritualnya


dengan belajar meditasi.

Pada tahun 2007 mulai memberikan komitmen


yang menyeluruh kepada spiritualisme dharma. Di tahun
yang sama belajar dengan Guru dharma-nya yang
pertama, serta memulai melakukan tirthayatra dan
penjelajahan ke berbagai pura pathirtan kuno, sebagai
bagian dari arahan Gurunya, sekaligus juga panggilan
spiritualnya sendiri.

Pada tahun 2009 mulai belajar dengan Guru


dharma-nya yang kedua, mendalami kekayaan spiritual
Hindu Bali, mendalami ajaran Tantra, menjalin
pertemanan dengan banyak Guru dan praktisi spiritual,
serta tetap meneruskan melakukan tirthayatra dan
penjelajahan ke berbagai pura pathirtan kuno.

Pada tahun 2010 mulai melakukan pelayanan


dharma untuk umum di halaman facebook “Rumah
Dharma - Hindu Indonesia”, serta mulai memberikan
tuntunan dan berbagi ajaran kepada adik-adik
dharmanya. Di tahun yang sama juga mulai menulis
buku. Inspirasi dharma yang didapatnya dari perjalanan
ke berbagai pura pathirtan kuno, dikombinasikan
dengan ajaran dari para Guru-nya, dari praktek meditasi,
membaca puluhan buku-buku suci, serta diskusi-diskusi
panjang dengan banyak praktisi spiritual, kemudian
ditulisnya menjadi berbagai buku.

Pada tahun 2015 mulai belajar dengan Guru


dharma-nya yang ketiga, serta tetap meneruskan
melakukan pelayanan dharma untuk umum.

Anda mungkin juga menyukai