Anda di halaman 1dari 369

PERJALANAN SANG ATMA

Ditulis Oleh :
I Nyoman Kurniawan

Rumah Dharma - Hindu Indonesia


Namaskara sujud hormat saya yang mendalam
kepada para Guru, kepada para Ista Dewata dan
kepada para leluhur. Mohon ijin untuk mengajarkan
ajaran dharma yang mendalam. Matur suksma,
matur suksma, matur suksma.
SAMSARA
PERJALANAN SANG ATMA

Penulis :
I Nyoman Kurniawan

Diterbitkan oleh :
Rumah Dharma - Hindu Indonesia

Rahina Purnama Sasih Keulu, 14 February 2014


KATA PENGANTAR

Semua kehidupan pasti berakhir dengan


kematian. Semua mahluk yang hidup di alam
marcapada ini suatu saat pasti akan mati. Siapapun
kita, entah kita selebritis terkenal atau petani miskin,
presiden suatu negara atau pegawai rendahan,
konglomerat atau pengemis, orang suci atau
penjahat, dsb-nya, kita semua pasti akan
mati. Jangankan orang biasa seperti kita, bahkan
para Mahayogi, Mahasiddha, Mpu, Danghyang,
Jivan-Mukta atau Maharsi-pun hampir tidak ada
yang dapat menghentikan kematian. Untuk sesuatu
yang amat sangat pasti, tentunya pilihan terbaik
adalah kita mempersiapkannya dengan sebaik-
baiknya sejak jauh-jauh hari.

Akan tetapi umumnya kalau berbicara tentang


kematian, biasanya reaksi yang muncul dari orang
kebanyakan adalah perasaan takut dan ngeri. Hal itu
dapat dianggap sangat manusiawi. Terutama karena
biasanya rasa takut dan ngeri muncul dari keadaan
yang dipenuhi ketidaktahuan, ketidakjelasan dan
ketidakpastian. Disebabkan hampir tidak pernah ada
orang yang menjelaskan dengan benar dan sesuai
kenyataan, apa yang nanti akan terjadi di alam
kematian. Serta tidak pernah ada orang memang
sudah benar-benar mati, kemudian datang kembali
ke dunia ini untuk menceritakan perjalanannya di
alam kematian.

Berdasarkan hal tersebut, demi untuk


menolong banyak orang yang masih berada dalam
kegelapan ketidaktahuan, saya [penulis] melakukan
inisiatif untuk menulis buku ini. Buku ini saya tulis
dengan sangat sabar dan hati-hati selama 7 [tujuh]
tahun.

Buku ini saya tulis berdasarkan diskusi dan


masukan dari para Guru suci dharma dan para
sadhaka [praktisi spiritual] tingkat tinggi yang dapat
menjelajahi alam-alam niskala [dimensi alam halus
yang tidak terlihat], serta memiliki mata spiritual
[mata ketiga, trineta] yang sangat tajam, sehingga
dapat melihat dan mengamati langsung perjalanan
di alam kematian. Berdasarkan tuntunan Guru
niskala saya. Berdasarkan penelitian dan
penjelajahan niskala saya sendiri melalui meditasi.
Serta berdasarkan pengalaman saya bertahun-tahun
membantu Guru suci dharma saya melaksanakan
upacara [ritual] penyeberangan Atma.
Berdasarkan semua hal tersebut, saya bisa
mengatakan bahwa isi buku ini akurat dan sesuai
dengan kenyataan apa yang nanti akan terjadi di
alam kematian. Kalaupun seandainya mungkin ada
kekurangan dalam buku ini, hal itu semata-mata
disebabkan karena kekurangan [ketidakmampuan]
saya sebagai penulis di dalam menuliskannya.

Sekali lagi bahwa kematian itu pasti akan kita


alami suatu hari nanti. Untuk sesuatu yang amat
sangat pasti, tentunya pilihan terbaik adalah kita
mempersiapkannya dengan sebaik-baiknya sejak
jauh-jauh hari. Saya dan Anda yang membaca buku
ini sangat beruntung, karena sebelum suatu hari
nanti dijemput oleh kematian, sudah mendapatkan
ilmunya, sudah mendapatkan rahasianya.

Dalam buku ini akan dibahas tahapan proses


menjelang kematian, perjalanan Atma di alam
kematian, rahasia untuk dapat mencapai
pembebasan dari sikus samsara, serta pedoman
bagaimana menjalani hidup agar nanti dapat meraih
perjalanan yang baik dan terang di alam kematian.
Semoga buku ini dapat berguna dan menjadi
penerang bagi kita semua di dalam menempuh
siklus samsara.
Bagian Pertama :

PENGETAHUAN
TENTANG
KEBERADAAN KITA
SEBAGAI MANUSIA
Bab 1
SAMSARA
SIKLUS KELAHIRAN KEMBALI YANG
BERULANG-ULANG

Walaupun secara sekala [yang dapat dilihat


dengan mata biasa] kehidupan kita sebagai manusia
seolah-olah sepertinya hanya sekali saja dan jangka
waktunya sangat singkat, tapi sesungguhnya selama
milyaran tahun Atma telah menempuh perjalanan di
alam semesta melewati jutaan kehidupan dan
kematian, dengan menggunakan jutaan badan fisik.

Sejak jaman yang sangat kuno hingga sampai


jaman sekarang ini, para orang-orang suci dengan
kekuatan mata spiritual beliau, serta para sadhaka
[praktisi spiritual] yang mata spiritualnya sudah
sangat terbuka, dapat melihat sendiri secara
langsung tentang adanya fenomena samsara [siklus
kelahiran kembali yang terjadi berulang-ulang] dan
hukum karma [hukum sebab-akibat] di alam
semesta ini.

Di dalam buku suci Veda sendiri terdapat


puluhan sloka yang membahas tentang siklus
samsara, seperti misalnya :

Jivo mrtasya carati svadhabhih


A varivarti bhuvanesu-antah
[Atharva Veda IX.10.8]

Artinya :

Jiwa sebuah tubuh yang mati, mengambil


bentuk yang lain [terlahir kembali] menurut
perbuatannya di masa lampaunya [akumulasi
karmanya sendiri]. Mengambil bentuk-bentuk
[kelahiran] yang berbeda-beda, terus
mengembara di alam semesta.

Ada berbagai sebab mengapa kita terus-


menerus mengalami siklus lahir-hidup-mati,
mengembara tanpa tujuan dalam siklus samsara,
tapi sebab yang paling penting dan utama adalah
karena kita tidak sadar dengan kenyataan diri yang
sesungguhnya, yaitu kesadaran Atma. Kesadaran
kita tenggelam dalam cengkeraman manas [pikiran]
dan ahamkara [ke-aku-an atau ego]. Ini disebut
sebagai avidya [kebodohan, ketidaktahuan]. Avidya
inilah yang menyebabkan kita terus-menerus
berputar dalam siklus samsara atau siklus lahir-
hidup-mati yang terus berulang-ulang.

Tidak hanya sebatas itu, cengkeraman manas


[pikiran] dan ahamkara [ke-aku-an atau ego] juga
adalah juga yang menyebabkan dimana-mana
terjadi persaingan, perebutan, perdebatan,
pertengkaran, perceraian, kebencian, konflik,
kejahatan, perkelahian bahkan peperangan. Dimana
kita saling menyakiti satu sama lain. Padahal
sesungguhnya kehidupan sebagai manusia dalam
siklus samsara, bisa diibaratkan seperti meniti “titi
ugal-agil” [jembatan berupa sebatang kayu kecil
yang amat goyah], yang dibawahnya ada jurang
yang sangat dalam. Hanya persoalan waktu kita bisa
terjatuh ke dalam jurang.

Artinya kalau kita salah melangkah, dalam


perjalanan kehidupan berikutnya kita bisa
terjerumus ke dalam kelahiran sebagai manusia
yang hidupnya penuh kesengsaraan, sebagai
mahluk-mahluk alam bawah, atau bahkan sebagai
binatang.

Apan pran eti svadhaya grbhito


Amartyo martyena sayonih
[Rig Veda I.164.38]

Artinya :

Jiwa yang memiliki tubuh yang sementara,


mengambil bentuk eksistensi lain mahluk
seperti ini atau seperti itu [terlahir kembali]
menurut perbuatannya [sesuai dengan
karmanya] sendiri.

Dengan kata lain, dalam kelahiran sebagai


manusia ini sangat-sangat mendesak bagi kita
sebagai manusia untuk segera sadar memasuki jalan
dharma, karena kita semua sedang melintasi titi
ugal-agil dengan jurang dibawahnya yang sangat
berbahaya. Kita tidak puas dengan gaji kemudian
kita korupsi, itu jatuh ke dalam jurang. Kita tidak
puas dengan pasangan hidup kemudian selingkuh,
itu jatuh ke dalam jurang. Dsb-nya. Kita akan
menyakiti dan melukai diri kita sendiri maupun
orang lain. Pada akhirnya kelak diri kita sendiri juga
yang akan terjerumus ke dalam jurang kegelapan
dan kesengsaraan.

EMPAT JALUR PERJALANAN ATMA YANG


SANGAT BURUK DI ALAM KEMATIAN

Semua perjalanan kehidupan pasti menuju


akhir pada kematian. Ada manusia yang menikmati
keduniawian kehidupan walau hanya sesaat [hanya
sebatas masa kehidupan yang singkat ini] dan ada
yang bertindak benar dengan berjuang dalam
perjalanan kehidupan, dengan tekun melaksanakan
dharma dan tekun melaksanakan sadhana.

Banyak manusia di dunia lahir dalam


keberuntungan, tapi tidak tidak mengerti dan tidak
menghargainya. Yaitu terlahir, hidup dan mati di
sebuah tempat damai dimana ada ajaran suci
dharma. Tapi tidak mau mempraktekkannya.
Sehingga ada kemungkinan dalam hidupnya dia
bisa jadi membuat banyak sekali akumulasi karma
buruk, dimana hal ini akan mengakibatkannya kelak
mengalami kelahiran kembali [punarbhawa] yang
buruk.

Kemungkinan pertama adalah masih dapat


terlahir kembali sebagai manusia, tapi dengan
kehidupan yang gelap. Seperti misalnya sangat
miskin, atau sakit-sakitan, atau terlahir di tempat
yang tidak ada jalan suci dharma, atau di tempat
yang penuh konflik dan peperangan, dsb-nya.

Kemungkinan berikutnya adalah kemungkinan


sangat buruk yang sangat tidak diharapkan. Yaitu
terjerumus ke salah satu dari 4 [empat] jalur
perjalanan Atma yang sangat buruk, yaitu [1]
menjadi hantu gentayangan yang terjebak di alam
Mrtya Loka, atau bisa juga terjebak di alam
Antarabhava, [2] masuk ke alam-alam bawah, [3]
terlahir kembali sebagai binatang, atau [4] masuk ke
alam neraka.

Jika kita terjerumus ke dalam 4 [empat] jalur


perjalanan Atma yang sangat buruk tersebut, maka
tidak saja kita akan terhimpit oleh keadaan sengsara
yang sangat berat, tapi kita juga akan mengalami
terlalu banyak kebodohan, tidak ada ajaran dharma
dan tidak dapat mengerti ajaran dharma. Dalam
keadaan yang seperti itu kita akan semakin
tenggelam di dalam kesengsaraan pada siklus
samsara. Sangat sulit untuk dapat keluar. Terutama
karena kita harus mengulangi lagi dari awal
perjuangan sangat berat untuk dapat terlahir
kembali sebagai manusia. Kita harus mengumpulkan
lagi akumulasi karma baik yang sangat banyak,
dalam jangka waktu yang sangat panjang, agar kita
dapat terlahir kembali sebagai manusia.

Semua itu sangat erat kaitannya dengan


akumulasi karma dan hasil sadhana kita sendiri.
Secara umum, akumulasi karma dan hasil sadhana
[praktek spiritual] masing-masing orang adalah
yang akan menjadi penentu kemana Atma akan
terbawa setelah dijemput kematian.

Sehingga dalam hidup ini kita tidak punya


pilihan lain selain memasuki jalan dharma. Karena
hanya dengan begitu kita bisa memperoleh
keselamatan, kebahagiaan dan kedamaian dalam
hidup. Terlebih lagi kalau kita bisa terbebas dari
avidya [kebodohan], mengetahui realitas diri yang
sejati [Atma jnana] dan mengalami pembebasan
sempurna [moksha].
DALAM SIKLUS SAMSARA, KELAHIRAN SEBAGAI
MANUSIA SANGAT ISTIMEWA

Kita semua adalah para pengembara samsara


yang terus berkelana selama milyaran tahun dari
satu badan fisik ke badan fisik lainnya, dalam siklus
kelahiran, kehidupan dan kematian yang terus-
menerus terjadi berulang-ulang.

Dalam jangka waktu milyaran tahun, dalam


berjuta-juta kehidupan sebelumnya tersebut, kita
tidak selalu terlahir sebagai manusia. Dimana
terdapat empat kenyataan kehidupan sebagai
manusia dalam siklus samsara yang harus kita
ketahui :

1. Agar kita bisa lahir sebagai manusia, kita


membutuhkan akumulasi karma baik yang sangat
banyak.
2. Agar kita bisa lahir sebagai manusia dan berjodoh
dengan ajaran dharma, kita membutuhkan lagi
akumulasi karma baik yang sangat banyak.
3. Agar kita bisa lahir sebagai manusia, berjodoh
dan mampu memahami ajaran dharma dengan baik,
kita membutuhkan lagi akumulasi karma baik yang
sangat banyak.
4. Agar kita bisa lahir sebagai manusia, berjodoh
dan mampu memahami ajaran dharma, lalu bisa
melaksanakannya hingga dapat mencapai Moksha,
kita membutuhkan lagi akumulasi karma baik yang
sangat banyak.

Semua perjalanan kehidupan pasti


menuju akhir pada kematian. Akan tetapi, jarak
pandang penglihatan sebagian manusia yang masih
tenggelam dalam avidya [ketidaktahuan,
kebodohan] sangat terbatas. Sehingga yang dapat
terlihat hanya kenikmatan indriya, kehormatan,
harga diri, gengsi, rasa sakit hati, keuntungan, harta
kekayaan, wujud, serta bentuk-bentuk fisik dan
materi. Hal inilah yang telah mengundang banyak
manusia menjadi enggan melaksanakan dharma
dan malah menciptakan berbagai karma buruk
tanpa menyadari akibatnya kelak yang fatal.

Kita harus menyadari bahwa kelahiran kita


sebagai manusia adalah sebuah karunia sangat
istimewa, yang kita ciptakan sendiri sebabnya
dengan hidup secara baik dengan timbunan
akumulasi karma baik yang banyak pada
kehidupan-kehidupan kita sebelumnya. Sebaliknya,
kelahiran kita yang akan datang juga akan
ditentukan oleh segala apa yang kita lakukan saat
ini juga.

KEMATIAN PASTI AKAN DIALAMI SEMUA


MAHLUK

Kematian itu suatu saat pasti akan datang.


Akan tetapi umumnya kalau berbicara kematian,
biasanya reaksi yang muncul macam-macam. Yang
paling sering adalah reaksi takut, ngeri, tidak rela,
wajah menjadi pucat pasi, atau bahkan keluar
keringat dingin. Padahal kematian itu sesuatu yang
pasti. Siapapun kita, entah kita selebritis terkenal
atau petani miskin, presiden suatu negara atau
pegawai rendahan, konglomerat atau pengemis,
orang suci atau penjahat, dsb-nya, kita semua pasti
akan mati. Jangankan orang biasa seperti kita,
bahkan para Mahayogi, Mahasiddha, Mpu,
Danghyang, Jivan-Mukta atau Maharsi-pun hampir
tidak ada yang dapat menghentikan kematian.

Dalam buku-buku suci Hindu Dharma


disebutkan bahwa segala sesuatu di alam semesta
ini tidak akan dapat lepas dari hukum mutlak alam
semesta, yaitu utpetti [tercipta, terbentuk atau
terlahirkan], stithi [keberadaan] dan pralina
[penghancuran atau berakhirnya keberadaan].
Sehingga terdapat empat kemutlakan akhir,
yaitu sebagai berikut :

1]. Semua kehidupan pasti akan berakhir pada


kematian.
2]. Semua pertemuan pasti akan berakhir pada
perpisahan.
3]. Semua pengumpulan pasti akan berakhir pada
pembubaran.
4]. Segala yang ada tercipta pasti akan berakhir
pada penghancuran.

Siapa saja yang ada di sekeliling kita


[termasuk orang tua, saudara, anak, istri atau suami],
apa saja yang kita miliki semasih hidup [termasuk
kekayaan yang sangat banyak], kita pasti akan
berpisah dengannya. Dan dari semua hal yang kita
miliki semasih hidup, umumnya kita paling melekat
kepada badan fisik dan pikiran-perasaan kita,
sehingga yang paling sangat sulit untuk kita relakan
untuk berpisah adalah kehidupan kita sendiri.

Karena kematian tidak bisa dihentikan oleh


apapun, daripada bersedih, sengsara atau ketakutan
memikirkan perpisahan [yang pasti akan terjadi]
tersebut, alangkah baiknya kalau kita mencari
perlindungan. Untuk sesuatu yang amat sangat
pasti [kematian], tentunya pilihan terbaik adalah kita
mempersiapkannya dengan sebaik-baiknya sejak
jauh-jauh hari. Dan perlindungan terbaik adalah
melaksanakan ajaran suci dharma dalam kehidupan
ini.

Kematian datang bukan karena sakit, kematian


datang bukan karena kesengajaan [dibunuh] orang
lain, kematian datang bukan karena kecelakaan,
dsb-nya, tapi kematian datang semata-mata hanya
karena waktunya sudah tiba. Sesuai dengan
akumulasi karma kita masing-masing.

Kita tidak pernah tahu kapan kita akan mati.


Bisa 7 jam lagi, 7 hari lagi, 7 bulan lagi, 7 tahun lagi,
atau 70 tahun lagi. Kita tidak pernah tahu.
Walaupun demikian, kematian jangan dilihat
sebagai ancaman menakutkan, tapi sebagai
kesempatan yang sangat baik untuk memasuki
wilayah kehidupan baru yang terang dan indah.

Di dunia ini secara garis ada 3 [tiga] jenis cara


sikap manusia dalam menghadapi kehidupan. Ada
manusia yang mengisinya dengan kesia-siaan hidup
dengan cara melakukan banyak kesalahan dan
pelanggaran dharma yang berbahaya, ada juga
manusia yang asik menikmati keduniawian
perjalanan kehidupan walau hanya sesaat [hanya
sebatas saat badan fisik ada] dan ada manusia yang
bertindak benar dengan berjuang dalam perjalanan
kehidupan untuk mengumpulkan banyak akumulasi
karma baik dan melaksanakan sadhana. Manusia
jenis terakhir inilah yang pasti akan menempuh
perjalanan yang baik, terang dan indah di alam
kematian.

Sebelum kelak kita dijemput oleh kematian,


lebih baik kita mempersiapkan diri sejak sekarang.
Saya dan Anda yang membaca buku ini sangat
beruntung, karena sebelum suatu hari nanti
dijemput oleh kematian, sudah mendapatkan
ilmunya, sudah mendapatkan rahasianya.
Bab 2
MENGENAL DIRI KITA
SEBAGAI MANUSIA
TUJUH LAPISAN-LAPISAN BADAN
MANUSIA

Di dalam ajaran Hindu Dharma disebutkan


bahwa eksistensi atau keberadaan kita sebagai
manusia sesungguhnya ada dalam berbagai lapisan
badan, yang merupakan wahana bagi Atma di
dalam mengarungi siklus samsara. Dalam arti
sesungguhnya keberadaan diri kita sebagai manusia
ini sangatlah kompleks, tidak sesederhana apa yang
hanya bisa dilihat oleh mata biasa.

Karena avidya [kebodohan] seringkali kita


mengidentikkan diri kita sebagai “aku” atau seorang
manusia. Mengidentikkan diri kita sebagai pikiran
dan perasaan, serta mengidentikkan diri sebagai
badan fisik ini. Padahal sesungguhnya tidak
sesempit dan sedangkal itu.

Brahmande api asti yat kincit tat pinde asti


sarvatho, apa yang ada di dalam semesta [bhuwana
agung] juga ada dalam diri kita [bhuwana alit].
Keseluruhan alam semesta ini adalah Purusha dan
Prakriti. Dalam konteks manusia [bhuwana alit],
Prakriti adalah lapisan-lapisan badan yang
membungkus kesadaran murni [Purusha atau Atma].
Dimana perpaduan keduanya membentuk dua jenis
wahana atau badan, yaitu badan fisik dan badan
pikiran. Badan fisik mudah kita ketahui. Tapi badan-
badan pikiran kita berada pada alam yang lebih
halus, tidak bisa kita lihat dan rasakan dengan
indriya badan fisik kita, sehingga kita tidak
memperhatikannya.
Sebagaimana termuat dalam Taittriya
Upanishad dan buku-buku suci Hindu lainnya, Atma
[kesadaran murni] dibungkus oleh lima lapisan
badan yang terbentuk dari lima jenis energi-materi
dan energi-kesadaran, yang disebut dengan Panca
Maya Kosha. Lima lapisan badan ini sebagai wahana
Atma dalam siklus samsara, yaitu :
1. Annamaya Kosha – lapisan badan yang tersusun
dari energi sari-sari makanan.

2. Pranamaya Kosha – lapisan badan yang tersusun


dari energi prana, yaitu samudera besar energi
pembentuk kehidupan yang ada di semua penjuru
alam semesta.

3. Manomaya Kosha – lapisan badan yang tersusun


dari energi pikiran biasa.

4. Vijnanamaya Kosha – lapisan badan yang


tersusun dari energi pikiran yang halus dan sadar.

5. Anandamaya Kosha – lapisan badan yang


tersusun dari energi alam semesta yang transenden.

Ini berarti dilihat dari energi pembentuknya,


manusia terdiri dari lima lapisan badan disertai
beberapa sub-lapisan badan yang membungkus
Atma [kesadaran murni]. Lapisan-lapisan badan kita
ini secara fisikal tidak merupakan satu kesatuan, tapi
saling terkunci dan terkait kuat dalam lapisan-
lapisannya. Yang kalau dicarikan analoginya persis
seperti lapisan-lapisan bawang. Masing-masing
bekerja dan berfungsi secara bersama-sama dalam
kesadaran kita sehari-hari.

Lapisan-lapisan badan ini disebut kosha dan


sarira. Kosha dalam bahasa sansekerta berarti
"lapisan". Sarira dalam bahasa sansekerta berarti
"sesuatu yang gampang terurai” atau “sesuatu yang
mudah lenyap” atau “sesuatu yang sifatnya
sementara atau tidak abadi".

1. ANNAMAYA KOSHA

Annamaya kosha adalah lapisan badan yang


terbentuk dari energi sari-sari makanan. Dimana
annamaya kosha ini terdiri dari dua sub-lapisan,
yaitu sthula sarira dan linga sarira.

- Sthula Sarira

Sthula sarira adalah badan fisik kita


sebagaimana yang bisa kita lihat secara paling nyata
saat ini. Wujud dari sthula sarira adalah tubuh kita
manusia yang telanjang bulat. Bagi kebanyakan
manusia umumnya lapisan badan ini adalah satu-
satunya lapisan badan yang dikenali dalam
kelahiran sebagai manusia di alam marcapada.
Sehingga walaupun keberadaan badan fisik adalah
yang paling tidak kekal [paling pendek umurnya]
justru manusia umumnya teramat sangat melekat
dengan badan fisik ini. Seperti badan fisik ini dapat
menyebabkan kita merasa malu, merasa minder,
merasa tidak percaya diri, menjadi sombong,
melekat dengan kenikmatan indriya-indriya, dsb-
nya. Tidak sadar bahwa badan fisik ini adalah lapisan
badan manusia yang paling luar, yang paling kasar,
yang paling sangat sementara dan tidak kekal. Serta
tidak sadar bahwa ada banyak lapisan-lapisan
badan lainnya.

Dalam siklus samsara, dalam kelahiran-


kelahiran sebelumnya kita sebenarnya sudah pernah
menggunakan jutaan sthula sarira atau badan fisik
yang berbeda-beda. Sifat badan ini adalah yang
paling luar, paling kasar dan paling sangat tidak
kekal. Lapisan badan ini akan mengalami pralina
[badan fisik ini otomatis terurai] dengan sendirinya
ketika saat kematian tiba.

Karena itu banyak Guru suci dharma yang


mengajarkan, jangan melekat dengan badan fisik.
Sadari bahwa diri kita yang sejati bukanlah badan
fisik ini.
- Linga Sarira

Linga Sarira adalah lapisan badan fisik kita


yang lebih halus. Bentuknya identik dengan badan
fisik kita yang kasat mata. Hanya saja badan fisik
yang lebih halus ini bagi kebanyakan manusia tidak
dapat dilihat dengan mata biasa.

Linga sarira adalah badan fisik halus yang


digunakan untuk bergentayangan sebagai “hantu”
di alam halus dari alam marcapada [mrtya loka]
disaat kematian terjadi. Kalau ada diantara kita ada
yang mata ketiga-nya [trineta] terbuka akan bisa
melihat linga sarira ini sebagai "hantu" dari orang
yang sudah meninggal. Sebenarnya yang dilihat
adalah linga sarira dari orang yang sudah meninggal
tersebut. Linga sarira ini biasanya diselimuti warna
agak keungu-unguan.

Umumnya linga sarira akan perlahan-lahan


terurai secara bersamaan dengan terurainya sthula
sarira [badan fisik] kita. Akan tetapi hal itu hanya
secara umum saja, karena tidak mutlak terjadi
seperti itu.
Terdapat berbagai kemungkinan lain tentang
pralina dari linga sarira atau “hantu” ini, seperti
misalnya :

== 1. Bagi mereka yang sudah maju secara


spiritual [sudah mencapai tingkat dimensi kesadaran
yang tinggi, tenang-seimbang dan menyambut
kematian dengan damai sempurna], tidak melekat
dengan badan fisik, tidak melekat dengan materi
keduniawian, sehingga berhasil masuk alam-alam
suci saat kematian tiba, maka linga sarira-nya akan
langsung mengalami pralina tanpa perlu menunggu
sthula sarira [badan fisik]-nya terurai.

== 2. Sebaliknya bagi mereka yang lumpur


kekotoran pikirannya banyak, keterikatan duniawi-
nya begitu kuat [sehingga dia belum rela
meninggalkan dunia ini], demikian melekat dengan
badan fisiknya, atau karma buruknya banyak, linga
sarira-nya bisa lama bergentayangan sebagai
“hantu” walaupun sthula sarira [badan fisik]-nya
sudah habis terurai.

== 3. Kemudahan bagi orang yang meninggal


karena di-kremasi [pembakaran mayat] dan di-
upakarai dengan baik. Dengan peleburan
[pembakaran] sthula sarira atau badan fisik akan
menyebabkan badan fisik secepatnya terurai
kembali menjadi lima elemen dasar materi [panca
maha bhuta] yang membentuknya. Disertai dengan
upakara yang baik, akan membuat diikuti dengan
terurainya linga sarira. Sehingga seseorang tidak
akan perlu lama-lama bergentayangan menjadi
"hantu” dengan linga sarira.

2. PRANAMAYA KOSHA

Alam semesta ini diselimuti oleh samudera


besar energi pemberi kehidupan yang disebut
energi prana. Pranamaya kosha adalah lapisan
badan yang terbentuk dari energi prana, yaitu
energi yang memberikan gerak kehidupan kepada
badan fisik kita. Setiap organisme, mulai yang
terkecil [mikroba] s/d yang terbesar, saat
punarbhawa [kelahiran kembali], menarik ke dalam
dirinya sendiri energi prana dari samudera energi
prana alam semesta ini. Kekuatan kehidupan [prana]
yang terdapat di dalam diri kita sebagai lapisan
badan inilah yang disebut dengan pranamaya
kosha.

Wujud dari pranamaya kosha adalah kemilau


warna keemasan. Saat kematian datang, lapisan
badan ini dengan sendirinya akan keluar dari badan
dan kembali kepada samudera energi prana alam
semesta.

Di dalam lapisan badan pranamaya kosha kita


[tidak bisa kita lihat dengan mata biasa] terdapat
jutaan dan jutaan noktah-noktah kecil [laksana
debu] energi prana atau energi kehidupan yang
berputar dan berpusat pada apa yang disebut
sebagai chakra. Chakra dalam bahasa sansekerta
berarti roda berputar, karena energi ini berputar dan
bentuknya cenderung bulat seperti roda. Melalui
jejaring saluran-saluran energi prana yang disebut
nadi, setiap chakra ini terhubung satu sama lain dan
mempengaruhi seluruh lapisan-lapisan tubuh kita.

Terkait jejaring energi prana dalam pranamaya


kosha, terdapat hal-hal mendasar yang perlu
dijelaskan terlebih dahulu, yaitu :

1. Nadi adalah jejaring saluran-saluran energi


prana. Jumlahnya ada 72.000 nadi. Seluruh
nadi bermula dari kanda, daerah diatas chakra
muladhara. Diantaranya terdapat 14 nadi yang
penting, tapi yang terpenting ada 3 yaitu Ida,
Pingala dan Sushumna. Ida adalah saluran kiri,
energi feminim yang dingin. Pingala adalah
saluran kanan, saluran maskulin yang panas.
Sushumna adalah saluran tengah.

2. Chakra adalah titik pusat-pusat energi prana


yang berada sepanjang shusumna [letaknya
pada poros tulang belakang]. Dalam lapisan
tubuh prana kita terdapat ribuan chakra
mikro, 114 chakra kecil dan 7 chakra utama.
Ke-tujuh chakra utama ini masing-masing
terkait erat dengan pikiran, emosi, kesehatan
dan dinamika perilaku kita dalam kehidupan
kita sehari-hari.

3. Granthi adalah tiga simpul energi penghalang


yang terletak di sepanjang sushumna, yaitu :
Brahma Granthi, Vishnu Granthi dan Rudra
Granthi.

4. Kundalini adalah api energi berupa gulungan


yang terletak pada chakra muladhara [chakra
dasar], pada titik antara kemaluan dan anus.

Tujuh chakra utama

Ada ribuan chakra di dalam lapisan badan


pranamaya kosha kita, akan tetapi yang disebut
sebagai chakra utama jumlahnya ada tujuh. Masing-
masing chakra ini berbentuk seperti bunga teratai
dengan warna-warni yang berbeda, dan masing-
masing mempunyai fungsi dan efek masing-masing.
Ketujuh chakra tersebut adalah :

1. Chakra muladhara [chakra dasar].

Terletak pada titik antara kemaluan dan anus.


Warnanya merah. Bentuknya seperti bunga
teratai dengan 4 [empat] daun bunga.

Chakra muladhara merupakan pusat energi yang


terkait erat dengan semangat manusia untuk
bertahan hidup [survival]. Bila chakra muladhara
dalam kondisi selaras, bersih, mekar dan berputar
dengan baik, maka seseorang cenderung akan
penuh gairah hidup dan mengerjakan segala
sesuatu [terutama kerja fisik] dengan penuh
semangat dan motivasi. Sebaliknya bila chakra
muladhara dalam kondisi kacau, energi-nya
tersumbat, kecil [tidak mekar] dan berputar
dengan lambat, maka seseorang cenderung akan
menjalani hidup dengan malas, tanpa semangat
dan mudah putus asa. Efek paling buruk dari
dinamika chakra ini yang tidak berjalan dengan
baik adalah manusia menjadi punya
kecenderungan untuk bunuh diri.
2. Chakra svadishthana [chakra seks].

Terletak pada titik tepat diatas rambut kemaluan.


Warnanya oranye. Bentuknya seperti bunga
teratai dengan 6 [enam] daun bunga.

Chakra svadishthana merupakan pusat energi


yang terkait erat dengan kreatifitas penciptaan,
reproduksi dan aktifitas seksual. Bila chakra
svadishthana dalam kondisi selaras, bersih, mekar
dan berputar dengan baik, maka seseorang
cenderung akan penuh kreatifitas dan ide,
mudah berpikir positif, percaya diri serta nafsu
seks-nya sangat terkendali. Sebaliknya bila
chakra svadishthana dalam kondisi kacau, energi-
nya tersumbat, kecil [tidak mekar] dan berputar
dengan lambat, maka seseorang akan cenderung
kurang kreatif, tidak pedulian, kasar, mudah
berpikir negatif, kurang percaya diri dan sulit
mengendalikan nafsu seks.

3. Chakra manipura [chakra pusar].

Terletak pada pusar. Warnanya kuning.


Bentuknya seperti bunga teratai dengan 10
[sepuluh] daun bunga.
Chakra manipura merupakan pusat energi yang
terkait erat dengan beberapa bentuk emosi dan
perasaan. Chakra manipura yang dalam kondisi
kacau, energi-nya tersumbat, kecil [tidak mekar]
dan berputar dengan lambat, ditandai dengan
munculnya salah satu atau beberapa bentuk
emosi dan perasaan berikut ini, yaitu : iri hati,
marah, benci, tidak puas, kemurungan [sedih,
muram], rasa takut dan rasa malu. Seseorang
yang memiliki chakra manipura yang terus stabil
dalam kondisi selaras, bersih, mekar dan berputar
dengan baik, maka dia dengan mudah dapat
mengatasi setiap munculnya salah satu atau
beberapa bentuk emosi dan perasaan tersebut.
Tetap merasa riang, tenang, puas, nyaman dan
percaya diri.

4. Chakra anahata [chakra jantung].

Terletak pada titik di tengah dada [ulu hati].


Warnanya hijau. Bentuknya seperti bunga teratai
dengan 12 [dua belas] daun bunga.

Chakra anahata merupakan pusat energi yang


terkait erat dengan seluruh perasaan halus [rasa
simpati, rasa cinta dan belas kasih]. Perhatikan
misalnya ketika kita sedang jatuh cinta atau
merasa simpati [kasihan] kepada seseorang,
pastilah ada terasa di dada sebagai ciri dari
dinamika chakra ini. Bila cakra anahata dalam
kondisi selaras, bersih, mekar dan berputar
dengan baik, maka seseorang cenderung akan
punya sifat penuh belas kasih, kebaikan tanpa
syarat, mudah simpati dan berempati. Sebaliknya
bila chakra anahata dalam kondisi kacau, energi-
nya tersumbat, kecil [tidak mekar] dan berputar
dengan lambat, maka seseorang akan cenderung
punya sifat egois, mementingkan diri sendiri,
sombong, fanatik, serakah, munafik dan sering
resah-gelisah.

5. Chakra visuddha [chakra tenggorokan].

Terletak pada titik tengah di bawah leher.


Warnanya biru. Bentuknya seperti bunga teratai
dengan 16 [enam belas] daun bunga.

Chakra visuddha merupakan pusat energi yang


terkait erat dengan pemahaman mengenai
keterkaitan antar-hubungan satu hal dengan hal
lainnya, hubungan antar manusia dan
komunikasi. Bila chakra visuddha dalam kondisi
selaras, bersih, mekar dan berputar dengan baik,
maka seseorang akan memiliki pengertian yang
mendalam mengenai keterkaitan hubungan
berbagai hal, hubungan antar sesama manusia
dan kemampuan untuk berekspresi secara lisan
[mengekspresikan seluruh isi hati dan pikiran
dengan baik]. Ini dapat berakibat kepada
keberhasilan hidup, kesejahteraan, banyak teman
[disukai orang] dan pengembangan pengetahuan
duniawi.

6. Chakra ajna [chakra mata ketiga].

Terletak pada titik di tengah dahi, sedikit diatas


diantara titik tengah kedua alis [tengahing lelata].
Warnanya ungu. Bentuknya seperti bunga teratai
dengan 2 [dua] daun bunga.

Chakra ajna merupakan pusat energi yang terkait


erat dengan limpahan pengetahuan duniawi dan
pengetahuan spiritual. Bila chakra ajna dalam
kondisi selaras, bersih, mekar dan berputar
dengan baik, maka seseorang cenderung akan
memiliki kecerdasan spiritual, memiliki intuisi
benar yang kuat [dapat berkomunikasi dengan
anthra guru, kesadaran diri kita yang lebih
tinggi], memiliki kewaskitaan penglihatan
supranatural [trineta atau mata ketiga] yaitu
dapat melihat alam-alam niskala dan dapat
berhubungan dengan alam niskala, serta
mungkin juga dapat memiliki kekuatan-kekuatan
supranatural lainnya.

7. Chakra sahasrara [chakra mahkota].

Terletak pada titik di tengah ubun-ubun.


Warnanya lembayung senja. Bentuknya seperti
bunga teratai dengan 1.000 [seribu] daun bunga.

Chakra sahasrara merupakan pusat energi yang


terkait erat dengan rahasia alam semesta dan
kesadaran kosmik. Bila chakra sahasrara
seseorang mekar sempurna, maka dia akan akan
memiliki kecerdasan spiritual yang sangat baik,
mengetahui banyak rahasia alam semesta, serta
dia juga dapat melakukan perjalanan astral di
alam niskala dengan sangat mudah.

3. MANOMAYA KOSHA

Manomaya kosha adalah lapisan badan yang


terbentuk dari energi pikiran biasa. Dimana
manomaya kosha terdiri dari dua sub-lapisan, yaitu
sukshma sarira dan karana sarira.
- Sukshma Sarira

Sukshma sarira wujud dasarnya mirip dengan


kabut atau awan tanpa bentuk, dengan warna yang
selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi pikiran
kita sendiri. Orang yang biasa mengikuti hawa nafsu
keinginan dan indriya, serta emosi negatif [marah,
benci, iri hati, dll], sukshma sarira-nya cenderung
kasar, tebal dan wujudnya tidak sempurna.
Sebaiknya orang yang telah maju di dalam
spiritualitas, sudah mencapai tingkat dimensi
kesadaran yang tinggi, wujud sukshma sarira-nya
lembut, cerah dan berpendar. Kalau ada diantara
kita ada yang mata ketiga-nya [trineta] terbuka
untuk bisa melihat dimensi yang lebih halus, akan
bisa melihat sukshma sarira ini sebagai apa yang
sering disebut sebagai “aura” [walaupun sebenarnya
yang dilihat adalah bagian dari wujud sukshma
sarira].

Dalam literatur spiritual timur di dunia barat,


sukshma sarira juga sering disebut sebagai “astral
body” [badan astral], dimana hal ini cukup tepat,
karena bagi seorang yogi yang siddhi, sukshma
sarira-nya [astral body] bisa dia gunakan untuk
bepergian ke segala tempat yang sangat jauh di
berbagai dimensi alam [loka] dengan sadar, dengan
wujudnya bisa diatur seperti badan fisiknya sendiri.

Karena aspek “astral body” [badan astral] itu


juga oleh sebagian orang sukshma sarira juga sering
dianggap sebagai “soul” [jiwa, roh]. Hal ini tentu
sebenarnya tidak tepat, karena Atma adalah
kesadaran murni yang absolut yang dilapisi oleh
berbagai lapisan-lapisan badan. Dan sukshma sarira
hanya salah satu lapisan badan saja.

Aspek lain dari sukshma sarira adalah lapisan


badan ini memiliki sifat interaktif dengan energi-
energi yang datang dari luar. Sukshma sarira bila
bersinggungan dengan energi-energi yang tidak
baik dari lingkungan sekitar dapat menyebabkan
kita berpikir tidak jernih, mudah marah, buntu, nafsu
tidak terkendali, cepat lelah atau bahkan kesurupan.
Tapi juga berlaku sebaliknya, sukshma sarira dapat
menarik energi-energi alam semesta yang baik yang
bersifat menyucikan diri. Misalnya dengan kita
mempraktekkan metode-metode yoga tertentu,
dengan melukat [mandi penyucian] di mata sumber
mata air suci [pura beji atau pathirtan] yang
memiliki getaran energi sangat baik, dengan
menyatukan diri dengan alam, dsb-nya. Dengan
cara demikian pikiran kita dapat dijernihkan dan
dimurnikan.

Ketika pikiran mulai bersih dan mulai menjauh


dari sad ripu [enam kegelapan pikiran], wujud
sukshma sarira akan semakin lembut, semakin cerah
dan semakin berpendar. Ketika sad ripu sudah
banyak terkikis dari pikiran kita lapisan badan ini
akan sangat cerah.

- Karana Sarira

Karana sarira berbeda tapi sekaligus sama


menjadi satu dengan sukshma sarira. Wujudnya
bundar oval yang membungkus badan kita. Orang
yang biasa mengikuti hawa nafsu keinginan dan
indriya, serta emosi negatif [marah, benci, iri hati,
dll], karana sarira-nya cenderung rusak dan sulit
dikenali. Bentuknya samar-samar dan tidak
sempurna, perlu konsentrasi khusus agar seorang
sadhaka yang mata spiritualnya sudah terbuka bisa
melihat keseluruhan wujudnya. Sebaiknya orang
yang telah maju di dalam spiritualitas, sudah
mencapai tingkat dimensi kesadaran yang tinggi,
karana sarira-nya tampak jelas dan pasti, dikelilingi
warna cerah [cenderung putih terang, tapi tidak
menyilaukan mata] yang indah dan penuh daya.
Aspek lain dari karana sarira adalah lapisan
badan ini merupakan "gudang" tempat
penyimpanan rekaman dan ingatan atau memory
seluruh kehidupan-kehidupan kita dan karma-karma
kita.

Ketika pikiran mulai bersih, terkendali dengan


baik dan makin dekat dengan belas kasih dan
kebaikan yang tidak terbatas, wujud karana sarira
akan semakin cerah dan sempurna. Ketika sifat-sifat
mulia tersebut telah mekar berkembang maka
lapisan badan ini akan sangat cerah.

4. VIJNANAMAYA KOSHA

Vijnanamaya Kosha adalah lapisan badan yang


terbentuk dari energi pikiran yang halus dan sadar.
Wujudnya berupa cahaya murni yang sangat luas,
terang benderang dan maha-damai.

Dalam lapisan badan ini mengalir


pengetahuan tentang realitas keberadaan,
kebijaksanaan sejati dan pengetahuan universal. Di
lapisan badan ini tidak lagi ada pembatasan. Kita
dapat merasakan secara luas dan mutlak kesadaran
mahluk lain juga tercakup di dalam kesadaran kita
sendiri. Sebab realitas-nya mahluk lain juga bagian
dari diri kita [sarvam khalvidam brahman].

Sebagai manusia kalau kita sudah mencapai


tingkat dimensi kesadaran yang tinggi, kita dapat
terserap ke dalam kesadaran yang lebih luas di
dalam diri kita sendiri, yaitu kesadaran lapisan
badan vijnanamaya kosha ini, maka kita akan dapat
berjumpa dengan apa yang disebut sebagai anthra
guru [guru yang ada di dalam diri kita sendiri].
Anthra guru adalah “suara” dari dalam diri kita
sendiri yang terkait dengan lapisan badan pikiran
vijnanamaya kosha. Pada lapisan badan pikiran
kosmik kita ini terdapat kesadaran dengan limpahan
pengetahuan dinamika kehidupan, pengetahuan
duniawi dan pengetahuan spiritual. Bila kesadaran
kita berada pada vijnanamaya kosha, maka kita
cenderung akan memiliki kecerdasan spiritual,
intuisi dan firasat yang kuat, serta dapat mendengar
suara “di dalam”.

Bagi yang tidak memahami adanya Panca


Maya Kosha, ada yang menganggap kesadaran
lapisan badan vijnanamaya kosha ini sebagai intuisi,
kata hati atau suara hati. Dan memang demikian
adanya. Lapisan badan vijnanamaya kosha ini adalah
sumber dari intuisi, kata hati atau suara hati.
Tapi juga perlu bersikap sangat berhati-hati
menyangkut intuisi, kata hati atau suara hati ini.
Karena intuisi, kata hati atau suara hati tidak selalu
benar. Ini ada sebabnya. Analogi-nya seperti kolam,
kalau airnya keruh, isi kolam tidak akan dapat
terlihat dengan baik. Artinya kalau dalam keadaan
pikiran yang masih keruh mau mencoba
mendengarkan intuisi, kata hati atau suara hati,
kemungkinan salahnya tinggi. Sehingga bagi orang
yang kolamnya pikirannya masih keruh, tidak
disarankan untuk mendengarkan semua intuisi, kata
hati atau suara hati, karena kolam pikiran yang
keruh itu menjadi penghalang yang menyebabkan
terjadinya kekaburan di dalam mengakses
vijnanamaya kosha atau anthra guru. Pada dasarnya
semua mahluk dalam tingkat kesadaran manapun
memiliki intuisi, kata hati atau suara hati, tapi ini
tidak selalu benar tergantung dari kejernihan kolam
pikirannya sendiri.

Kalau kita sudah mencapai tingkat dimensi


kesadaran yang tinggi, barulah kita dapat terserap
ke dalam kesadaran luas di dalam diri kita sendiri,
yaitu kesadaran lapisan badan vijnanamaya kosha.
Seperti para yogi yang pikirannya sudah sangat
bersih, air kolam yang keruh itu sudah lama beliau
endapkan kotorannya, sehingga airnya bersih dan
jernih. Kalau pikiran sudah sejernih itu, intuisi, kata
hati atau suara hati, atau tepatnya disebut anthra
guru, akses kepada kesadaran lapisan badan
vijnanamaya kosha, baru bisa bersih sekali dan
akurat. Dalam Atharva Veda, kejernihan intuisi
terkait kemampuan akses yang sempurna pada
kesadaran lapisan badan vijnanamaya kosha ini
disebut rtam bhara prajna [Atharva Veda XX.115.1].

5. ANANDAMAYA KOSHA

Anandamaya Kosha adalah lapisan badan


yang terbentuk dari energi alam semesta yang
transenden. Tidak termanifestasi atau tidak
berwujud, tapi ada. Kesadaran kosmik yang murni,
abadi dan konstan laksana meditasi terus-menerus,
serta luas tidak terbatas melingkupi seluruh penjuru
ruang alam semesta dan para mahluk. Kesadaran
seperti ini disebut juga chittakash.

Tapi perlu diperhatikan bahwa anandamaya


kosha ini tetaplah juga sebagai lapisan badan yang
membungkus Atma [kesadaran murni]. Ketika
lapisan badan ini pralina atau terurai [meninggal],
maka disanalah Atma akan mengalami Moksha, atau
penyatuan kosmik dengan keseluruhan keberadaan.
Bab 3
PERJALANAN DI ALAM
MARCAPADA
TUJUAN KEHIDUPAN SEBAGAI MANUSIA

Dalam ajaran Hindu Dharma disebutkan,


bahwa setiap mahluk, setiap Atma, yang masih
terbelenggu di dalam siklus samsara, secara pasti
akan terikat oleh enam bentuk kelemahan, yaitu
sebagai berikut :

1. Janma : akan mengalami kelahiran kembali


2. Dhuka : akan mengalami kesengsaraan
3. Dosa : akan melakukan kesalahan
4. Vyadhi : akan mengalami sakit
5. Jara : akan mengalami proses penuaan
6. Mrtya : akan mengalami kematian

Banyak manusia di dunia sesungguhnya lahir


dalam keberuntungan, tapi tidak memahami dan
menghargainya. Yaitu lahir, hidup dan mati di
sebuah tempat damai dimana ada ajaran suci
dharma untuk ditempuh, tapi tidak mau menyimak
dan mendalami hakikat kebenarannya.
Mengabaikan ajaran dharma semasa hidupnya,
untuk kemudian menciptakan akumulasi karma
buruk yang bertumpuk-tumpuk menggunung,
tenggelam di dalam karma buruk yang semakin
dalam. Sehingga kelahirannya kembali
[punarbhawa] kelak akan memburuk.

Padahal sekali terlahir kembali di tempat yang


tidak ada jalan suci dharma, atau di tempat yang
penuh konflik dan peperangan, atau terjerumus ke
dalam empat jalur perjalanan Atma yang buruk
[terjebak di alam antarabhava, masuk alam-alam
bawah, masuk alam-alam neraka atau terlahir
kembali sebagai binatang], maka akan terjepit oleh
kesengsaraan yang berat. Dalam keadaan yang
seperti itu kebodohan [avidya] dan ketersesatan
kesadaran [acetana] akan semakin bertambah. Akan
semakin sulit bertemu jalan suci dharma, semakin
sulit bertemu pengetahuan sejati, tidak paham akan
hukum sebab-akibat, terseret habis oleh akumulasi
karma buruknya dan semakin tenggelam dalam
kesengsaraan di dalam siklus samsara. Sangat sulit
untuk keluar.

Tujuan yang paling diharapkan di dalam


kelahiran sebagai manusia ini adalah kita dapat
mencapai pencerahan kesadaran Atma dan
pembebasan dari siklus samsara [Moksha]. Kalaupun
kita belum mampu untuk mencapainya, usahakan
dalam hidup ini agar kita secara berkelanjutan
terus-menerus melakukan upaya membina diri agar
kita dapat memiliki pemahaman dharma yang lebih
baik lagi, agar kita dapat memiliki sifat-sifat mulia
yang lebih banyak lagi, agar kita dapat memiliki
akumulasi karma baik yang lebih banyak lagi, agar
kita dapat melaksanakan sadhana yang lebih
mendalam lagi, dsb-nya. Semua itu terus berusaha
kita kembangkan dan sempurnakan dalam hidup ini.
TIGA JENIS KEGAGALAN KELAHIRAN KEMBALI

Dalam kelahiran berulang-ulang sebagai


manusia, tidak semua orang dapat
mengalami kemajuan kesadaran. Banyak yang
hanya hanya terus berputar-putar begitu saja di
dalam siklus samsara. Itupun masih untung kalau
tidak mengalami kejatuhan terlahir kembali sebagai
mahluk-mahluk rendah.

Di dalam ajaran Hindu Dharma, ada tiga


macam kelahiran kembali di dalam siklus samsara
yang tidak diharapkan terjadi, yaitu :

1. Dhuka punarbhava

Yaitu dari kehidupan sebagai manusia,


kemudian setelah kematian, terlahir kembali “turun
tingkat” menjadi binatang atau mahluk-mahluk
alam bawah.

2. Sangskara punarbhava

Yaitu dari kehidupan sebagai manusia,


kemudian setelah kematian, terus terlahir kembali
tetap menjadi manusia. Hanya terus berjalan
berputar-putar begitu saja.

Misalnya [contoh] : di kehidupan ini hidupnya


sangat sulit dan berat, sehingga dia rajin
sembahyang, rajin melakukan kebaikan dan rajin
melakukan sadhana. Sebagai hasilnya, di kehidupan
berikutnya hidupnya menjadi penuh kemudahan
dan penuh kesenangan. Tapi karena itu dia asik
menikmati keduniawian, banyak bersenang-senang,
sering melakukan pelanggaran dharma dan sering
menyakiti. Akibatnya, di kehidupan berikutnya
hidupnya menjadi sangat sulit dan berat. Karena
hidupnya sangat sulit dan berat, maka dia rajin
sembahyang, rajin melakukan kebaikan dan rajin
melakukan sadhana. Sebagai hasilnya, di kehidupan
berikutnya hidupnya menjadi penuh kemudahan
dan penuh kesenangan. Tapi lagi-lagi karena hal itu
dia asik menikmati keduniawian, banyak bersenang-
senang, sering melakukan pelanggaran dharma dan
sering menyakiti. Akibatnya, di kehidupan
berikutnya hidupnya menjadi sangat sulit dan berat.
Karena hidupnya sangat sulit dan berat, maka dia
rajin sembahyang, rajin melakukan kebaikan dan
rajin melakukan sadhana. Demikian terus berulang-
ulang terjadi, terus terlahir kembali tetap menjadi
manusia, tapi hanya berputar-putar begitu saja.
3. Parinama punarbhava

Yaitu dari bertempat di alam-alam suci para


Dewa, terlahir kembali menjadi manusia untuk
proses “naik tingkat” atau meningkatkan kesadaran,
tetapi karena berbagai sebab justru malah
mengalami kemerosotan kesadaran atau “turun
tingkat”.

MEMBINA DIRI DI JALAN DHARMA DALAM


KEHIDUPAN

Leluhur kita di Bali mewariskan ajaran dharma


tradisional yang sederhana tapi mendalam yaitu,
“idupe nak anggo ngalih bekel idup lan bekel mati”.
Yang berarti tujuan kehidupan ini adalah sebagai
lahan untuk mencari bekal kehidupan dan mencari
bekal kematian.

Menyangkut mencari bekal kehidupan


sebagian besar manusia sangat disiplin dan
bersemangat. Belajar yang rajin di sekolah, bekerja
yang tekun ditempat kerja, kerja keras membuka
usaha, dsb-nya. Hal ini tentu saja sesuatu hal yang
sangat baik, yang sesuai dengan ajaran dharma.
Mencari bekal kehidupan berarti kita
mengetahui dan memiliki kesadaran bahwa satu
bagian tugas dari kehidupan ini adalah
melaksanakan swadharma [tugas kehidupan] kita
sebagai manusia duniawi. Belajarlah dengan rajin di
sekolah kalau kita masih pelajar. Kalau kita sudah
tamat sekolah, bekerjalah atau bukalah usaha
dengan tekun dalam upaya mencari nafkah. Serta
kerjakan tugas-tugas rumah tangga kita dengan
baik. Karena ini adalah titik tolak yang memudahkan
kaki kita melangkah secara lebih luas kemana-mana.
Tanpa semua itu gerak kita untuk kegiatan lain akan
sulit dan terbatas. Mencari bekal kehidupan
merupakan hal yang mulia di jalan dharma.

Hanya sayangnya, menyangkut mencari bekal


kematian ada banyak manusia yang
mengabaikannya, atau melupakannya. Padahal
kematian pasti akan dialami setiap manusia. Orang
suci, orang jahat, orang miskin, orang kaya, rajin
sembahyang, tidak rajin sembahyang, siapapun dan
apapun kita, semuanya pasti akan mati. Jika kita
tidak berusaha mencari bekal kematian sejak jauh-
jauh hari, maka sangat mungkin kehidupan kita
disaat ini akan menjadi gerbang kejatuhan pada
kelahiran kembali yang buruk.
Bagaimana perjalanan kita di alam kematian
sangat ditentukan oleh akumulasi karma baik yang
kita kumpulkan dan ketekunan kita melaksanakan
sadhana semasa kehidupan disaat ini. Harta
kekayaan tidak bisa kita bawa mati, jabatan penting
tidak bisa kita bawa mati, keterkenalan tidak bisa
kita bawa mati, kehormatan tidak bisa kita bawa
mati, gengsi tidak bisa kita bawa mati, keluarga
dekat dan teman-teman tidak bisa kita bawa mati,
bahkan tubuh fisik kita sendiripun tidak bisa kita
bawa mati. Semuanya bersifat sangat sementara
dan sangat tidak kekal. Satu-satunya bekal yang
bisa kita bawa mati adalah perbuatan kebaikan kita
[akumulasi karma baik] dan ajaran suci dharma yang
kita laksanakan [ketekunan melaksanakan sadhana].

Di alam kematian kita benar-benar sendirian.


Dalam kebingungan dan ketidakberdayaan akan
kemana dan apa yang seharusnya dilakukan. Betapa
beruntungnya yang sudah mempelajari ajaran
dharma disaat ini, karena sudah mendapatkan
petunjuk pentingnya sebelum suatu saat kematian
datang.

Mencari bekal kematian berarti sejak jauh-


jauh hari mengisi hidup kita ini dengan
membiasakan diri kita banyak-banyak melakukan
kebaikan dan tekun melaksanakan sadhana. Jika kita
tidak melaksanakannya, maka saat kematian, ada
kemungkinan besar setelah melewati alam
antarabhava, Atma akan bernasib seperti debu yang
terhisap vacuum cleaner. Langsung ditarik terhisap
tidak berdaya menuju kelahiran kembali berikutnya,
atau menuju alam-alam yang sesuai dengan
akumulasi karma kita sendiri.

Para Guru suci dharma dan para sadhaka yang


mata spiritualnya terbuka mengetahui, bahwa di
jaman ini ada banyak sekali manusia yang hidupnya
tersesat. Maraknya terjadi bunuh diri, banyaknya
pengguna narkoba, korupsi yang terjadi dimana-
mana, banyaknya perselingkuhan, dsb-nya, adalah
sebagian kecil pertanda tentang banyaknya
manusia-manusia yang tersesat.

Lebih dalam dari itu, semua kehidupan pasti


akan berakhir pada kematian. Mereka yang mata
spiritualnya terbuka mengetahui, bahwa banyak
sekali manusia di jaman ini yang setelah meninggal
harus jatuh ke alam-alam bawah [menjadi bhuta
cuil, wong samar, memedi, gregek tunggek, dsb-
nya], atau terlahir kembali sebagai binatang. Dan
setelah terlahir di sana, tidak saja akan mengalami
kesengsaraan yang sangat berat, tapi juga sangat
sulit untuk bisa naik menjadi manusia kembali.

Kejatuhan spiritual seperti ini terjadi karena


manusia berada dalam avidya [ketidaktahuan]. Tidak
menyadari apa makna dan tujuan sesungguhnya
dari kehidupan ini. Karena ketidaktahuan ini
sehingga semasa kehidupan manusia tidak
mempersiapkan bekal kematian.

CATUR PURUSHA ARTHA : EMPAT TARGET


PENCAPAIAN DALAM KEHIDUPAN

Ajaran dharma mengajarkan kita tentang catur


purusha artha, yaitu 4 [empat] target-target
pencapaian kehidupan. Yang terdiri dari kombinasi
empat target, yaitu dharma, artha, kama dan
moksha.

1. Dharma.

Target kehidupan pertama adalah untuk


menemukan ajaran suci dharma yang asli, sekaligus
untuk tekun mempraktekkannya. Akan jauh lebih
bagus dan lebih mendalam lagi, jika kita dapat
berjodoh, belajar langsung dan ber-bhakti pada
seorang Guru suci dharma yang asli, yang dapat
mengajarkan kita ajaran dharma yang mendalam.
Karena jika demikian, maka kemajuan kesadaran kita
dalam satu kehidupan ini saja akan maju dengan
sangat pesat.

Ajaran dharma merupakan panduan utama


yang sangat penting dalam menjalani kehidupan.
Agar kita dapat menjalani hidup secara benar, baik
dan selamat, serta untuk menjaga diri kita sendiri
agar dalam perjalanan hidup ini kita tidak
terjerumus ke dalam melakukan kesalahan-
kesalahan karma yang berat atau berbahaya.

2. Artha.

Target kehidupan kedua adalah untuk mencari


bekal kehidupan, yang pada intinya adalah usaha
untuk memenuhi kebutuhan pokok kita berupa
makanan, pakaian, rumah tempat berteduh, dsbnya.
Dimana pada jaman modern ini, umumnya mencari
bekal kehidupan adalah berupa mencari uang dan
harta kekayaan.

Jika kita masih bersekolah, belajarlah dengan


rajin sebagai persiapan mencari artha. Jika kita
sudah tamat sekolah, bekerjalah, atau membuka
usaha, dsb-nya, sebagai upaya mencari artha.
Karena memiliki artha adalah sarana yang
memberikan kita berbagai kemudahan dalam hidup.
Terutama di jaman sekarang ini, tanpa memiliki
artha semua gerak-langkah kita dalam menjalani
dinamika kehidupan akan sangat sulit.

Mencari artha adalah hal yang baik, mulia dan


sesuai dengan ajaran dharma, dengan syarat di
dalam kita mencari artha adalah berlandaskan
dharma, serta kesadaran kita tidak dikendalikan oleh
artha. Artinya, carilah artha dengan cara yang tidak
melanggar dharma. Jangan mencari artha dengan
cara mencuri, menipu, korupsi, berjualan narkoba,
dsb-nya. Agar perjalanan kehidupan kita tenang dan
selamat, agar secara karma kita tidak membuat
karma buruk, serta agar kita tidak mengalami
kejatuhan spiritual dalam siklus samsara.

Lebih mendalam lagi, jika kita mengumpulkan


artha dengan cara-cara yang tidak melanggar
dharma, dengan tujuan agar artha itu bisa kita
gunakan untuk membantu dan melayani banyak
orang. Atau jika kita di masa muda tekun
mengumpulkan artha dengan cara-cara yang tidak
melanggar dharma, dengan suatu tujuan yaitu agar
di masa tua kita bisa hidup sepenuhnya untuk
melayani orang lain.
3. Kama.

Target kehidupan ketiga adalah untuk


memenuhi kama, atau keinginan dan harapan
duniawi. Misalnya [contoh], jika kita berusia muda,
umumnya kita memiliki kama [keinginan dan
harapan duniawi] untuk menikah, punya anak,
punya rumah, punya mobil, dsb-nya. Jika kita
berusia tua, umumnya kita memiliki kama untuk
punya deposito hari tua, mendapat cucu, dsb-nya.

Kama bukanlah sesuatu yang buruk jika kama


berlandaskan pada dharma. Kama merupakan hal
yang baik jika menjadi kekuatan pendorong yang
berguna untuk menggerakkan kita agar dapat
mengalami kemajuan hidup, terutama yang
berkaitan dengan melaksanakan tugas kehidupan
[swadharma] kita sebagai suami atau sebagai istri,
sebagai orang tua, sebagai pelajar, sebagai anggota
masyarakat, dsb-nya.

Tapi sebaliknya, kama akan menjadi hal yang


buruk, menjadi jebakan kehidupan, yaitu jika bukan
kita yang mengendalikan kama, tapi kita yang
dikendalikan oleh kama. Seperti misalnya kita
selingkuh, korupsi, tidak pernah merasa puas dan
bersyukur, dsb-nya. Hal-hal seperti itu merupakan
pertanda orang dengan kesadaran lemah yang tidak
berdaya menghadapi kama. Disanalah kama
menjadi kegelapan pikiran.

Selain itu, kama selalu memiliki dua sisi, di


satu sisi kama merupakan kekuatan penggerak
motivasi dan kemajuan kehidupan, di sisi lain kama
merupakan sumber kesedihan dan kekecewaan.
Sehingga sudah selayaknya kita menggunakan
kama hanya sebatas sebagai kekuatan penggerak
motivasi dan kemajuan kehidupan saja. Artinya
berusahalah sebaik-baiknya untuk mencapai
keinginan atau harapan, tapi apapun hasilnya
terimalah dengan hati damai dan penuh kerelaan.

Sehingga landasan dharma kita adalah


bagaimana kita dapat mengatur agar kama hanya
sebatas untuk menjadi kekuatan pendorong yang
berguna untuk kemajuan hidup saja dan bukan
menjadi jebakan kehidupan. Agar perjalanan
kehidupan kita tenang dan selamat, agar secara
karma kita tidak membuat karma buruk, serta agar
kita tidak mengalami kejatuhan spiritual dalam
siklus samsara.
4. Moksha.

Target kehidupan ke-empat, adalah target


kehidupan yang paling utama, paling tinggi,
sekaligus merupakan tujuan sesungguhnya dari
perjalanan kehidupan ini, yaitu untuk mencapai
Moksha, untuk mengalami pembebasan dari siklus
samsara.

Jika kita perhatikan kenyataan secara sekala


[sebatas yang mampu dilihat mata biasa dan
dicerap indriya biasa], kehidupan ini seolah-olah
hanya sekali saja. Seorang manusia lahir, kemudian
dia menjalani kehidupan. Mungkin dia mengalami
kehidupan yang dianggap sukses secara duniawi,
atau mungkin dia mengalami kehidupan yang
penuh kegagalan dan derita, kemudian suatu saat
dia akan mengalami kematian. Seolah-olah
kelihatan hanya sebatas begitu saja dan sangat
singkat.

Akan tetapi pada kenyataan kosmik secara


niskala [yang hanya dapat dilihat dengan mata
spiritual], sesungguhnya selama bermilyar-milyar
tahun kita sudah melewati tidak terhitung
banyaknya proses kelahiran-kehidupan-kematian,
yang disebut siklus samsara, yaitu siklus kelahiran
kembali yang terus berulang-ulang tanpa henti.

Bacalah dua sloka dari buku suci


Sarasamuscaya ini :

=== [Sarasamuscaya / sloka 3] - Jangan pernah


bersedih-hati terlahir sebagai manusia, walaupun
terlahir dalam kehidupan yang dianggap paling
hina. Karena sesungguhnya amat sulit untuk bisa
terlahir menjadi manusia. Berbahagialah menjadi
manusia.

=== [Sarasamuscaya / sloka 4] - Menjadi manusia


adalah kelahiran yang paling utama. Karena hanya
dengan terlahir sebagai manusia kita dapat
melakukan sadhana, dapat melakukan kebaikan
yang berlimpah dan dapat mengangkat naik tingkat
kesadaran. Darisanalah Atma dapat terbebaskan
dari kesengsaraan.

Kedua sloka ini adalah sangat benar sebagai


suatu kenyataan kosmik. Jika mata spiritual kita
terbuka, kita bisa melihat sendiri kebenarannya
melalui penembusan niskala.
Dalam kurun waktu yang tidak terhingga
panjangnya itu kita tidak selalu terlahir sebagai
manusia. Mendapat kesempatan terlahir sebagai
manusia sangat langka dan berharga. Dimana
tujuan sesungguhnya dari kehidupan kita sebagai
manusia adalah untuk mengembalikan secara
sempurna kesadaran tentang kenyataan diri kita
yang sejati [kesadaran Atma], untuk menghentikan
perputaran kita yang tidak terhingga panjangnya
dalam siklus samsara [mencapai Moksha],

Kesuksesan hidup yang sesungguhnya adalah


jika kita berhasil mencapai target kehidupan yang
paling utama, paling tinggi, sekaligus merupakan
tujuan sesungguhnya dari perjalanan kehidupan ini,
yaitu sebagai perjalanan untuk menyempurnakan
kesadaran Atma.

Akan tetapi karena avidya [kebodohan,


ketidaktahuan], sebagian manusia ada yang
menyangka bahwa hidup ini seolah-olah hanya
sekali saja. Sehingga ada kecenderungan manusia
untuk menilai keberhasilan hidup hanya sebatas dari
sisi duniawi saja. Menilai hidup sesempit kesuksesan
atau kegagalan duniawi, hanya sebatas dari satu
kehidupan yang sangat singkat ini
saja. Sesungguhnya, sekalipun kita berhasil menjadi
sangat kaya, mencapai jabatan tertinggi, sangat
berkuasa, atau sangat terkenal, tapi jika dalam
kehidupan ini kita gagal untuk menyempurnakan
kesadaran Atma, maka itu bukanlah kesuksesan
hidup. Atau mungkin yang terjadi sebaliknya,
sekalipun hidup kita sangat miskin, banyak
mengalami kegagalan dalam kehidupan duniawi,
tapi jika dalam kehidupan ini kita berhasil
menyempurnakan kesadaran Atma, maka itulah
kesuksesan hidup yang sesungguhnya.

Jika dianalogikan ibarat utusan seorang Raja


yang ditugaskan melakukan perjalanan ke suatu
kota untuk melaksanakan suatu pekerjaan.
Sekalipun dia sukses menyelesaikan 100 [seratus]
pekerjaan lain, atau dia gagal menyelesaikan 100
[seratus] pekerjaan lain, semua itu tidak ada
hubungannya jika dia tidak melaksanakan pekerjaan
sesungguhnya yang ditugaskan oleh sang Raja,
sehingga misi perjalanan itu telah gagal dan tersia-
siakan.

Jadi ingatlah selalu, bahwa target kehidupan


yang paling utama, paling tinggi, sekaligus
merupakan tujuan sesungguhnya dari perjalanan
kehidupan ini, adalah untuk mencapai Moksha,
untuk mengalami pembebasan dari siklus samsara.
Bagian Kedua :

PENGETAHUAN
TENTANG DIMENSI-
DIMENSI ALAM DI
ALAM SEMESTA
Bab 1
TRI LOKA
TIGA KLASIFIKASI UTAMA DARI SELURUH
DIMENSI-DIMENSI ALAM SEMESTA

Dalam ajaran Hindu Dharma, secara garis


besar, keseluruhan alam-alam yang ada di alam
semesta, secara garis besar diklasifikasikan menjadi
tiga kelompok besar, yang disebut Tri Loka, yaitu
sebagai berikut :

1. BHUR LOKA, yaitu dimensi-dimensi berbagai alam


gelap [atau remang-remang] dan sengsara. Ini juga
sering disebut dengan istilah alam-alam bawah atau
alam-alam rendah. Bukan karena letaknya dibawah,
melainkan karena mahluk-mahluk di alam ini tingkat
dimensi kesadarannya di bawah atau rendah.

2. BVAH LOKA, yaitu dimensi-dimensi alam


kehidupan dimana saat ini kita berada. Ini sering
disebut sebagai alam tengah. Bukan karena letaknya
di-tengah, melainkan karena mahluk-mahluk di
alam ini tingkat dimensi kesadarannya laksana
berada di tengah-tengah, bisa meningkat keatas
dan bisa terjerumus ke bawah.

3. SVAH LOKA, yaitu dimensi-dimensi berbagai alam


terang dan bahagia. Ini juga sering disebut dengan
istilah alam-alam atas atau alam-alam suci. Bukan
karena letaknya diatas, melainkan karena mahluk-
mahluk di alam ini tingkat dimensi kesadarannya
tinggi.

Catatan : Bhur Loka dalam beberapa buku suci


Hindu disebut juga Sapta Petala. Sedangkan Bvah
Loka dan Svah Loka dalam beberapa buku suci
Hindu digabung menjadi satu dan disebut Sapta
Loka.

Lapisan-lapisan dimensi alam ini tidak terletak


secara vertikal [tinggi dan rendah] satu sama lain,
tapi sama atau sejajar. Artinya terletak pada dimensi
atau lapisan alam yang berbeda-beda. Yang berada
diluar kemampuan indriya-indriya dan pikiran kita
untuk melihatnya, sehingga kebanyakan orang tidak
bisa melihat, merasakan atau mengetahuinya.
Kecuali bagi mereka orang-orang siddhi yang mata
spiritualnya sudah sangat terbuka.

Tiga klasifikasi atau tiga kelompok besar


dimensi-dimensi alam semesta ini, yang disebut Tri
Loka, yaitu Bhur Loka, Bvah Loka dan Svah Loka,
selanjutnya akan dibahas di bab-bab berikutnya.
Bab 2
TRI LOKA PERTAMA : BHUR
LOKA
ALAM-ALAM BAWAH

Bhur loka sering diistilahkan sebagai alam


kegelapan atau alam bawah. Disebut alam
kegelapan karena suasana alam ini memang cukup
remang-remang atau bahkan gelap. Disebut alam
bawah bukan karena lokasinya di bawah, melainkan
karena mahluk-mahluk di alam ini tingkat dimensi
kesadarannya di bawah atau rendah. Bhur loka
adalah alam yang dihuni oleh jiwa-jiwa yang
kesadarannya dicengkeram sangat kuat oleh
kegelapan pikiran, dalam avidya [kebodohan,
ketidaktahuan] dan banyak melakukan kejahatan
yang melanggar dharma. Umumnya kita menyebut
mereka sebagai mahluk-mahluk alam bawah.

Bhur Loka adalah kelompok dimensi alam-


alam dengan suasana yang remang-remang atau
gelap. Bhur Loka terbagi menjadi tujuh petala atau
tujuh dimensi yang berbeda-beda, yang disebut
Sapta Petala. Setiap petala ini masing-masing
memiliki banyak sekali dunia-dunia tersendiri, dalam
satu dimensi yang sama. Semakin negatif atau kasar
sebuah petala atau lapisan dimensi Bhur Loka, maka
lingkungannya semakin tidak mendukung bagi
penghuninya untuk dapat mengalami kebahagiaan
dan kedamaian. Dimana para penghuninya
mengalami berbagai bentuk kesengsaraan pikiran
yang diakibatkan oleh energi yang dipancarkan
alam ini, serta yang diakibatkan oleh pantulan
negatif dari pikiran mereka sendiri [pikiran buruk
dan ingatan kenangan buruk]. Pikiran-pikiran yang
buruk akan terproyeksikan menjadi begitu nyata
oleh energi negatif alam ini.

Di setiap masing-masing petala atau dimensi-


dimensi dari alam ini, jiwa-jiwa dengan kualitas
tingkat kesadaran yang sama sejenis akan
berkumpul di satu petala. Perlu diketahui bahwa
pada beberapa bagian-bagian terbawah dari alam
ini [pada beberapa petala terbawah], berada disana
jangka waktunya bisa antara ribuan tahun, puluhan
ribu tahun atau bahkan jutaan tahun [tahun dalam
ukuran alam marcapada]. Dimana banyak jiwa-jiwa
sangat sulit keluar dari sana karena adanya hirarki
jiwa-jiwa gelap yang menjadikan dirinya penguasa,
mempengaruhi dan memanipulasi pikiran mereka,
sehingga mereka terus terkurung disana. Itu juga
salah satu sebabnya kenapa sekali sang Atma
terperosok disini, maka kemungkinan akan tinggal
disana untuk jangka waktu yang sangat lama,
sebelum bisa naik tingkat terlahir kembali sebagai
manusia di alam marcapada.

Mahluk-mahluk penghuni Bhur Loka atau


alam-alam bawah kebanyakan berwujud seram. Tapi
tidak semua karena ada juga dari jenis tertentu yang
berwujud cukup indah, cantik atau tampan. Yang
membedakan dengan manusia adalah tingkat
dimensi kesadaran mereka yang berada di bawah
tingkat kesadaran manusia. Jiwa-jiwa yang
terperosok ke alam ini adalah apa yang biasa kita
sebut sebagai bhuta cuil, wong samar, preta,
lelembut, memedi, gregek tunggek, dsb-nya, atau
yang secara umum biasa disebut sebagai mahluk-
mahluk alam bawah.

Ajaran dharma menuntun kita agar semasa


kehidupan ini banyak melakukan kebaikan-kebaikan
dan tekun melaksanakan sadhana, dimana salah
satu tujuannya adalah agar setelah mengalami
kematian, sang Atma tidak terjerumus memasuki
dimensi alam-alam Bhur Loka.

Salah satu pengetahuan yang penting untuk


diketahui, bahwa ketika sang Atma terjerumus
masuk ke Bhur Loka, dia akan menjadi penghuni
alam tersebut dan memperoleh wujud dan jatidiri
baru. Wujud dan jatidiri-nya seketika atau bisa juga
perlahan-lahan akan berubah, sesuai proses
perjalanan dan transisi-nya sendiri, menjadi wujud
penghuni dimensi alam-alam bawah tersebut.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai Bhur


Loka atau Sapta Petala. Dengan catatan bahwa tidak
semua penjelasan detail mengenai alam-alam
bawah diijinkan untuk dibuka dalam tulisan ini. Ada
pengetahuan yang termasuk aja wera.

1. Sapta Petala lapisan atau dimensi pertama :


ATALA.

Dimensi alam atala ini memiliki banyak dunia-


dunia tersendiri. Artinya dalam satu dimensi yang
sama disana ada banyak alam. Dimensi alam atala
ini adalah “tetangga” kita paling dekat. Penghuninya
adalah para wong samar. Mereka secara fisik cukup
mirip dengan manusia, dengan beberapa
perbedaan, seperti salah satu misalnya tidak adanya
cekukan di bawah hidung diatas mulut. Ada juga
penghuninya yang berupa mahluk yang sama
seperti manusia.

Pada beberapa dunia disini, lingkungan


mereka juga hampir mirip dengan kita, seperti ada
perkampungan [desa, pemukiman], tempat-tempat
suci, dsb-nya. Hanya suasananya cenderung
remang-remang, seperti sore hari menjelang malam
atau pada saat mendung tebal. Pada dasarnya
mereka bukan mahluk-mahluk yang jahat, hanya
saja tingkat dimensi kesadaran dan
kebijaksanaannya lebih rendah dari manusia pada
umumnya. Akan tetapi wong samar ini juga ada
yang mengenal ajaran dharma, sehingga mereka
tetap berusaha berkarma baik untuk bisa keluar dari
alam ini.

Mereka yang dari kehidupan sebagai manusia,


kemudian setelah kematian terjatuh masuk alam ini,
disebabkan karena perpaduan 2 [dua] faktor
penyebab.

== Faktor penyebab pertama [1], karena pada saat


detik-detik menjelang kematian, pikirannya takut,
cemas, gelisah dan galau. Yang datangnya dari
energi kebiasaan semasa hidup, yaitu dimasa
kehidupan gemar sekali membuat drama dari
ketakutan, kecemasan, kegelisahan dan kegalauan.

== Faktor penyebab kedua [2], karena disaat


kematian akumulasi karma buruknya lebih banyak
dibandingkan dengan akumulasi karma baiknya,
kesadarannya dicengkeram kuat oleh kegelapan
pikiran, dalam avidya [kebodohan, ketidaktahuan],
tidak pernah [atau tidak tekun] melakukan sadhana
penting dan pernah melakukan karma buruk yang
berat.

Karena adanya perpaduan 2 [dua] faktor


penyebab ini, maka saat kematian tiba, setelah
melewati alam antarabhava, Atma akan bernasib
seperti debu yang terhisap vacuum cleaner,
langsung ditarik terhisap tidak berdaya menuju
dimensi alam atala ini.

Sumber kesengsaraan utama di alam ini


adalah pikiran dan ingatan [kenangan] akan rasa
bersalah, rasa tersinggung [marah], rasa tidak
terima, rasa sakit fisik, dsb-nya.

Sumber kebahagiaan utama di alam ini


adalah pikiran dan ingatan [kenangan] akan kasih
sayang dan kebaikan-kebaikan yang pernah
dilakukan.

2. Sapta Petala dimensi kedua : WITALA.

Alam witala ini memiliki banyak sekali dunia-


dunia tersendiri, dalam satu dimensi yang sama.
Penghuni dimensi alam witala ini sangat beragam,
yaitu berbagai macam mahluk-mahluk yang
wujudnya ganjil dan bentuk aneh-aneh, seperti
wujud dengan badan rusak atau tidak lengkap,
kepala berkaki tanpa tubuh dan tangan, berwujud
bola dengan lidah-lidah api, wujud yang
menjijikkan, berwujud bola mata merah menyala,
dsb-nya.
Mereka yang dari kehidupan sebagai manusia,
kemudian setelah kematian terjatuh masuk alam ini,
disebabkan karena perpaduan 2 [dua] faktor
penyebab.

== Faktor penyebab pertama [1], bisa muncul dari 2


[dua] macam kemungkinan. Kemungkinan pertama
[I] karena pada saat detik-detik menjelang kematian,
pikirannya ada memendam banyak kekecewaan,
kemarahan, dendam atau sakit hati. Yang datangnya
dari energi kebiasaan semasa hidup, yaitu dimasa
kehidupan pikirannya sering larut dalam perasaan
kekecewaan, kemarahan, dendam atau sakit hati.
Kemungkinan kedua [II] mereka yang mati secara
salah pati, seperti misalnya kematian karena
kecelakaan, kematian karena pembunuhan,
kematian karena ditimpa bencana alam, kematian
karena meninggal di meja operasi, dsb-nya, ada
peluang kemungkinan masuk alam ini.

== Faktor penyebab kedua [2], karena disaat


kematian akumulasi karma buruknya lebih banyak
dibandingkan dengan akumulasi karma baiknya,
kesadarannya dicengkeram kuat oleh kegelapan
pikiran, dalam avidya [kebodohan, ketidaktahuan],
tidak pernah [atau tidak tekun] melakukan sadhana
penting dan pernah melakukan karma buruk yang
berat.

Karena adanya perpaduan 2 [dua] faktor


penyebab ini, maka saat kematian tiba, setelah
melewati alam antarabhava, Atma akan bernasib
seperti debu yang terhisap vacuum cleaner,
langsung ditarik terhisap tidak berdaya menuju
dimensi alam witala ini.

Selain itu, mereka yang mati bunuh diri juga


akan cenderung masuk alam ini secara langsung.
Karena di alam semesta ini, cara kematian dengan
bunuh diri memiliki hukumnya tersendiri. Jika
seseorang melakukan bunuh diri, maka tanpa
proses apapun Atma akan bernasib seperti debu
yang terhisap vacuum cleaner, langsung ditarik
terhisap tidak berdaya menuju dimensi alam witala
ini.

Sumber kesengsaraan utama di alam ini


adalah pikiran dan ingatan [kenangan] akan
berbagai kekecewaan, ketidakpuasan dan berbagai
keinginan-keinginan pikiran yang tidak terpenuhi.
Juga berbagai dendam dan sakit hati yang menurut
mereka harus dilampiaskan.
Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah
pikiran dan ingatan [kenangan] akan cinta yang
didambakan, keinginan yang terpenuhi, kemarahan
yang terlampiaskan, dsb-nya.

3. Sapta Petala dimensi ketiga : SUTALA.

Penghuni alam ini adalah para preta, mahluk


berwujud mirip manusia kurus, berwajah pucat dan
suara melengking atau suara histeris. Ada juga
mahluk yang wujudnya mirip manusia kumal,
dengan rambut kusut kotor. Mereka ini terus
mengejar hasrat-hasrat kenikmatan yang penuh
kepalsuan, tapi semuanya akan berujung kepada
siksaan dan kesengsaraan. Kejadian ini, yaitu
mengejar hasrat-hasrat kenikmatan yang kemudian
berujung kepada siksaan dan kesengsaraan, akan
terus terjadi berulang-ulang dan berulang kembali
di alam ini.

Alam sutala ini memiliki banyak dunia-dunia


tersendiri, dalam satu dimensi yang sama. Dinamika
alam, pengalaman dan wujud para penghuninya
juga ada beberapa perbedaan satu sama lain.

Mereka yang dari kehidupan sebagai manusia,


kemudian setelah kematian terjatuh masuk alam ini,
disebabkan karena perpaduan 2 [dua] faktor
penyebab.

== Faktor penyebab pertama [1], karena pada saat


detik-detik menjelang kematian, pikirannya masih
sangat melekat dengan hasrat hawa nafsu duniawi.
Yang datangnya dari energi kebiasaan semasa
hidup, yaitu dimasa kehidupan gemar sekali secara
sangat berlebihan mengumbar hawa nafsu indriya,
menjalani kehidupan yang penuh dengan
hedonisme, serta bersifat serakah [tidak pernah
puas] dalam mengejar berbagai macam kenikmatan
dan kepuasan-kepuasan duniawi lainnya.

== Faktor penyebab kedua [2], karena disaat


kematian akumulasi karma buruknya lebih banyak
dibandingkan dengan akumulasi karma baiknya,
kesadarannya dicengkeram kuat oleh kegelapan
pikiran, dalam avidya [kebodohan, ketidaktahuan],
tidak pernah [atau tidak tekun] melakukan sadhana
penting dan pernah melakukan karma buruk yang
berat.

Karena adanya perpaduan 2 [dua] faktor


penyebab ini, maka saat kematian tiba, setelah
melewati alam antarabhava, Atma akan bernasib
seperti debu yang terhisap vacuum cleaner,
langsung ditarik terhisap tidak berdaya menuju
dimensi alam sutala ini.

Sumber kesengsaraan utama di alam ini


adalah pikiran dan ingatan [kenangan] akan
keinginan-keinginan badan dan pikiran yang tidak
pernah terpuaskan.

Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah


pikiran dan ingatan [kenangan] akan berbagai
keinginan-keinginan badan dan pikiran yang
terpenuhi, seperti misalnya [contoh] memakai
narkoba yang dilampiaskan sepuas-puasnya, nafsu
seks yang dilampiaskan sepuas-puasnya, minum
minuman keras yang dilampiaskan sepuas-puasnya,
makan-minum enak yang dilampiaskan sepuas-
puasnya, dsb-nya.

4. Sapta Petala dimensi ke-empat : TALATALA.

Penghuni alam ini adalah para mahluk yang


mudah berubah menjadi beragam wujud. Sering
disebut para siluman. Dari wujud yang sangat buruk
sampai wujud yang sangat indah. Kadang wujudnya
seperti manusia, kadang wujudnya binatang, kadang
wujud lainnya. Kalau mereka hadir di dimensi halus
alam marcapada [alam manusia] biasanya mereka
akan hadir dalam wujud binatang.

Alam talatala ini memiliki banyak dunia-dunia


tersendiri, dalam satu dimensi yang sama. Suasana
alam dan wujud para penghuninya juga ada
beberapa perbedaan satu sama lain.

Mereka yang dari kehidupan sebagai manusia,


kemudian setelah kematian terjatuh masuk alam ini,
disebabkan karena perpaduan 2 [dua] faktor
penyebab.

== Faktor penyebab pertama [1], karena pada saat


detik-detik menjelang kematian, pikirannya
didominasi sifat egois mementingkan diri sendiri,
sifat licik dan manipulatif yang kuat, serta kurang
memiliki sifat belas kasih kepada mahluk lain. Yang
datangnya dari energi kebiasaan semasa hidup,
yaitu dimasa kehidupan cenderung egois
mementingkan diri sendiri, licik dan manipulatif.

== Faktor penyebab kedua [2], karena disaat


kematian akumulasi karma buruknya lebih banyak
dibandingkan dengan akumulasi karma baiknya,
kesadarannya dicengkeram kuat oleh kegelapan
pikiran, dalam avidya [kebodohan, ketidaktahuan],
tidak pernah [atau tidak tekun] melakukan sadhana
penting dan pernah melakukan karma buruk yang
berat.

Karena adanya perpaduan 2 [dua] faktor


penyebab ini, maka saat kematian tiba, setelah
melewati alam antarabhava, Atma akan bernasib
seperti debu yang terhisap vacuum cleaner,
langsung ditarik terhisap tidak berdaya menuju
dimensi alam talatala ini.

Selain itu, terdapat kemungkinan lainnya.


Mereka yang disaat kematian membawa beban
akumulasi karma buruk sangat berat yang
merugikan banyak orang, ada kemungkinan besar
cenderung masuk alam ini. Seperti misalnya
[contoh] dalam masa kehidupannya dia pernah
meracuni makanan atau obat-obatan [formalin,
methanol, zat berbahaya, obat dengan dosis tidak
sehat], memproduksi narkoba, melakukan korupsi
dengan dampak besar, melakukan penipuan besar
kepada sekelompok orang, mengeksploitasi tenaga
kerja, berpura-pura menjadi Guru spiritual padahal
ajarannya palsu [misalnya membuat orang menjadi
fanatik, bertengkar, bingung, salah jalan, dsb-nya]
dimana tujuan sesungguhnya hanya untuk
kepentingan pribadi, atau hanya untuk memuaskan
ego religiusnya, dsb-nya. Jika seseorang disaat
kematian membawa beban akumulasi karma buruk
yang sangat berat seperti itu, maka setelah melewati
alam antarabhava, Atma akan bernasib seperti debu
yang terhisap vacuum cleaner, langsung ditarik
terhisap tidak berdaya menuju dimensi alam talatala
ini.

Sumber kesengsaraan utama di alam ini


adalah pikiran dan ingatan [kenangan] akan rasa
bersalah, rasa tersinggung [marah], rasa tidak
terima, rasa sakit fisik, dsb-nya. Serta pikiran dan
ingatan [kenangan] akan berbagai pemuasan ego
yang tidak terpenuhi. Serta proyeksi energi negatif
dan kondisi berat alam ini yang semakin menekan.

Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah


pikiran dan ingatan [kenangan] akan berbagai
pemuasan ego dan sifat mementingkan diri sendiri
yang terpenuhi.

5. Sapta Petala dimensi kelima : MAHATALA.

Penghuni alam ini adalah para raksasa,


makhluk bertubuh tinggi-besar, berkulit hitam,
berwajah sangar dan seram. Ini adalah lapisan alam
gelap yang menjadi habitat bagi jiwa-jiwa yang
hanya sedikit saja punya rasa belas kasih dan
dominan punya pikiran gelap seperti : iri hati,
kemarahan, ketidakpuasan, dendam dan kebencian.

Alam mahatala ini memiliki banyak dunia-


dunia tersendiri, dalam satu dimensi yang sama.
Wujud para raksasa ini juga berbeda-beda, misalnya
kulitnya ada yang tidak berbulu, ada yang berbulu
seperti rambut, ada yang berbulu duri-duri tajam
seperti jarum, dsb-nya.

Mereka yang dari kehidupan sebagai manusia,


kemudian setelah kematian terjatuh masuk alam ini,
terdiri dari dua kelompok manusia.

== Kelompok manusia pertama [1] adalah, mereka


yang disaat kematian membawa beban akumulasi
karma buruk yang sangat berat, disebabkan karena
semasa hidupnya sering melakukan kekejaman,
kekerasan, teror dan intimidasi kepada orang-orang
lain, baik secara fisik maupun mental.

== Kelompok manusia kedua [2] adalah, mereka


yang disaat kematian membawa beban akumulasi
karma buruk yang sangat berat, disebabkan karena
semasa hidupnya belajar ilmu hitam atau ilmu-ilmu
kesaktian, lalu menggunakannya untuk menyakiti,
menteror dan menyiksa orang lain.

Sumber kesengsaraan utama di alam ini


adalah siksaan mental yang mendalam akibat dari
siksaan mental yang ekstrim [iri hati, marah, benci,
dendam, kejam, dsb-nya]. Serta proyeksi energi
negatif dan kondisi berat alam ini yang semakin
menekan.

Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah


pikiran dan ingatan [kenangan] akan puasnya
melampiaskan kebencian, ketidak-puasan, dendam
dan amarah yang menyebabkan orang lain
menderita.

6. Sapta Petala dimensi ke-enam : RASATALA.

Penghuni alam ini adalah para mahluk yang


tidak mewujud, hanya berwujud bayangan halus
atau kabut yang lembut. Sering disebut para
lelembut. Kehadiran mereka biasanya agak sulit
untuk dideteksi. Kehadiran mereka akan menghisap
energi hidup bagi lingkungan sekitar maupun bagi
mahluk-mahluk lainnya [termasuk manusia]. Bahkan
antara sesama makhluk-mahluk alam bawah pun
juga merasa tidak tahan untuk berdekatan dengan
mereka. Hanya mereka yang memiliki kemampuan
supranatural tinggi yang bisa berhadapan dengan
mereka tanpa terhisap energi hidupnya.

Alam rasatala ini memiliki banyak sekali dunia-


dunia tersendiri, dalam satu dimensi yang sama.

Mereka yang dari kehidupan sebagai manusia,


kemudian setelah kematian terjatuh masuk alam ini,
adalah mereka yang disaat kematian membawa
beban akumulasi karma buruk yang sangat berat,
disebabkan karena semasa hidupnya melakukan
kegiatan menghasut, mengatur, memanipulasi atau
mengorganisir kebencian pada orang lain [melalui
pidato, propaganda, ideologi politik, ajaran spiritual,
dsb-nya], yang sampai mengakibatkan terjadinya
aksi kekerasan fisik kepada sekelompok orang, atau
bahkan sampai memicu terjadinya kerusuhan.
Mereka yang puas melihat kekacauan, ketakutan,
kepedihan, dan penderitaan.

Sumber kesengsaraan utama di alam ini


adalah akan merasakan kesengsaraan mental yang
sangat berat, akibat proyeksi energi negatif dan
kondisi alam berat yang tidak terhingga di alam
ini. Hampir tidak ada kebahagiaan di alam ini.
Termasuk tersiksa akibat perbudakan mental dan
manipulasi dari jiwa-jiwa gelap yang menjadi raja
atau penguasa di alam ini, serta sang jiwa merasa
demikian putus asa akibat kecilnya peluang untuk
bisa keluar atau bebas dari alam ini.

Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah


setitik harapan kecil bahwa suatu hari akan ada
suatu keberuntungan, suatu pertolongan, atau ada
mahluk suci yang mau menolong mereka keluar dari
kesengsaraan yang panjang dan mendalam ini.

7. Sapta Petala dimensi ketujuh : PATALA atau


NARAKA LOKA.

Ini adalah dimensi alam bawah yang paling


mengerikan. Sulit untuk diceritakan. Dimensi alam
ini adalah apa yang juga disebut sebagai Naraka
Loka [alam neraka]. Di alam ini berlaku hukum
rimba, dimana yang kuat yang berkuasa.

Alam patala atau Naraka Loka ini memiliki


banyak sekali dunia-dunia tersendiri, dalam satu
dimensi yang sama.

Mereka yang dari kehidupan sebagai manusia,


kemudian setelah kematian terjatuh masuk alam ini,
adalah mereka yang disaat kematian membawa
beban akumulasi karma buruk yang amat sangat
berat, seperti misalnya membunuh orang suci,
membunuh seorang Guru suci dharma yang asli,
membunuh orang tua sendiri [Bapak atau Ibu
kandung], melukai orang suci atau Guru suci
dharma yang asli, serta melakukan sesuatu hal yang
kemudian menyebabkan banyak manusia mati
terbunuh.

Sumber kesengsaraan di alam ini adalah


akibat merasakan kesengsaraan mental yang sangat
berat, disebabkan proyeksi energi negatif yang
ekstrim dan kondisi alam berat ektrim yang tidak
terhingga di alam ini. Termasuk karena tersiksa
akibat penyiksaan, konflik, persaingan dan
peperangan abadi antar sesama mereka. Tidak ada
kebahagiaan di alam ini. Sangat sulit untuk dapat
keluar dari alam ini.
Bab 3
TRI LOKA KEDUA : BVAH
LOKA
ALAM TENGAH

Bvah Loka adalah dimensi-dimensi alam


kehidupan dimana saat ini kita berada. Ini sering
disebut sebagai alam tengah. Bukan karena letaknya
di tengah, melainkan karena mahluk-mahluk di alam
ini kesadarannya laksana berada di tengah-tengah,
bisa naik keatas dan bisa terjatuh ke bawah.

Berikut penjelasan mengenai Bvah Loka :

1. MARCAPADA atau Mayapada [dimensi alam


dimana saat ini kita berada]

Kalau di Bhur Loka dan Svah Loka


penghuninya cenderung seragam tingkat dimensi
kesadarannya, sedangkan kalau di alam marcapada
ini berbeda, dimana kualitas tingkat kesadaran
penghuninya sangat beragam. Dapat dikatakan
sebagai tempat percampuran mahluk-mahluk dari
berbagai kualitas tingkatan dimensi kesadaran.

Lahir ke alam marcapada ini sebagai manusia


sangat sangat penting artinya, karena inilah satu-
satunya dimensi alam dimana peningkatan dimensi
kesadaran bisa maju sangat pesat. Inilah lapisan
dimensi alam tempat kita melatih dan memurnikan
kesadaran.

2. MRTYA LOKA

Mrtya Loka secara literal berarti “alam


kematian”. Mrtya Loka adalah lapisan dimensi halus
dari alam marcapada. Ini adalah alam halus dimana
Atma gentayangan [sering disebut hantu] di alam
marcapada. Di alam ini Atma masih bebas
bergentayangan kemanapun dia ingin pergi di
dalam alam marcapada. Di tempat manapun yang
dia pikirkan dengan kuat, seketika dia akan berada
disana.

Alam ini sangat liar dan bebas. Di alam ini


berlaku hukum rimba, dimana yang kuat yang
berkuasa. Atma di alam ini dapat ditangkap atau
diperbudak oleh mahluk-mahluk alam bawah atau
orang sakti yang jahat yang memiliki kelebihan
dalam kekuatan supranatural. Mungkin akan
dijadikan pelayan, budak atau mungkin akan
diperalat untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
niskala yang melanggar dharma, dsb-nya. Jika kita
tidak memiliki tingkat dimensi kesadaran yang baik,
atau tidak memiliki perlindungan niskala, maka
berada di alam ini bisa sangat berbahaya.

3. ANTARABHAVA

Diantara dimensi alam fisik dan semua


dimensi alam-alam lainnya, terdapat alam transisi
yang disebut antarabhava.
Antarabhava adalah alam antara atau alam
penghubung. Atau sebuah ruang yang memisahkan
antara dimensi-dimensi. Terletak diantara alam
marcapada dengan berbagai dimensi alam-alam
yang lainnya.
Bab 4
TRI LOKA KETIGA : SVAH
LOKA
ALAM-ALAM SUCI

Svah loka sering diistilahkan sebagai alam


terang, alam cahaya atau alam atas. Disebut alam
terang karena suasana alam ini memang terang
dengan cahaya yang indah dan damai. Disebut alam
atas bukan karena lokasinya di atas, tapi karena
karena mahluk-mahluk di alam ini tingkat dimensi
kesadarannya tinggi.

Ajaran dharma menuntun kita agar semasa


kehidupan ini banyak melakukan kebaikan-kebaikan
dan tekun melaksanakan sadhana, dimana salah
satu tujuannya adalah agar setelah mengalami
kematian, sang Atma dapat memasuci dimensi
alam-alam Svah Loka.

Svah loka adalah kelompok dimensi berbagai


alam-alam yang dihuni oleh para mahluk-mahluk
suci, dari mereka yang hatinya bersih, serta
hidupnya penuh belas kasih dan kebaikan, sampai
pada mereka yang tingkat dimensi kesadarannya
sudah sangat tinggi. Mahluk suci dari alam-alam
atas selalu tampak bercahaya, sebagai mahluk
cahaya, ada yang bercahaya putih, ada yang
bercahaya keperakan dan ada bercahaya yang ke-
emasan. Umumnya kita menyebut mereka sebagai
para Pitara, Vidyadhari [bidadari], Apsara,
Gandharva, Ida Btara-Btari, atau Dewa-Dewi.

Salah satu pengetahuan yang penting untuk


diketahui bahwa ketika sang Atma berhasil
memasuki Svah Loka, dia akan menjadi penghuni
alam tersebut dan memperoleh wujud dan jatidiri
baru. Wujud dan jatidiri-nya seketika atau bisa juga
perlahan-lahan akan berubah, sesuai proses
perjalanan dan transisi-nya sendiri, menjadi wujud
penghuni dimensi atau dunia alam-alam suci
tersebut.

Svah loka terdiri dari lima lapisan dimensi


alam. Setiap lapisan dimensi alam ini memiliki
banyak dunia-dunia tersendiri, dalam satu dimensi
yang sama. Semakin positif dan halus suatu lapisan
dimensi alam Svah Loka, maka semakin dalam
kebahagiaan dan kedamaian yang dipancarkan alam
ini, yang dapat dirasakan penghuninya.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai Svah


Loka. Dengan catatan bahwa tidak semua
penjelasan detail mengenai alam-alam suci diijinkan
untuk dibuka dalam tulisan ini. Ada pengetahuan
yang termasuk aja wera.

1. Svah Loka lapisan atau dimensi pertama :


SVARGA LOKA.

Svarga Loka adalah kelompok berbagai


dimensi alam-alam suci tingkat pertama yang
berlimpah kebahagiaan. Yang terdiri dari berbagai
banyak tingkatan alam-alam suci, dimana masing-
masing alam suci berada di bawah perlindungan
seorang Dewa atau Dewi pengayom dan pelindung
alam tersebut. Seperti misalnya Ashura Loka, Pitra
Loka [alam para leluhur], lalu ada Gandharva Loka,
Yama Loka, Daiva Loka, Indra Loka, dsb-nya.

Mereka yang dari kehidupan sebagai manusia,


kemudian setelah kematian dapat mencapai alam-
alam Svarga Loka, disebabkan karena semasa
kehidupan sangat tekun melakukan kebaikan-
kebaikan. Dengan kata lain memiliki akumulasi
karma baik yang berlimpah dan akumulasi karma
buruk yang sedikit. Di alam ini mereka akan
merasakan kebahagiaan yang jauh melebihi
kebahagiaan dalam kehidupan manusia yang kita
rasakan di alam marcapada. Dimana kebahagiaan di
alam ini berasal dari kebahagiaan indriya, seperti
kesenangan sentuhan, kesenangan pikiran,
kesenangan makanan, kesenangan pendengaran
dan kesenangan wujud. Di alam-alam Svarga Loka
ini tidak ada kesulitan atau kesengsaraan.

Dapat menjadi Dewa atau Dewi di alam-alam


Svarga Loka tentunya sudah merupakan pencapaian
yang bagus. Apalagi jika kita bandingkan dengan
terjerumus ke alam-alam bawah, maka ini adalah
suatu pencapaian spiritual yang sangat bagus. Akan
tetapi dapat mencapai alam-alam Svarga Loka
belum akan menghentikan siklus samsara [siklus
kelahiran kembali yang berulang-ulang], karena
sang Atma masih terikat dengan hukum karma dan
siklus samsara. Lamanya dapat berada di alam-alam
Svarga Loka ini sangat bervariasi, mulai dari ratusan
tahun s/d ribuan tahun [tahun dalam ukuran alam
marcapada], tergantung malinggihnya di alam yang
mana. Tapi yang jelas semuanya akan berakhir. Jika
waktunya sudah tiba, maka Atma harus turun
terlahir kembali [reinkarnasi] sebagai manusia.
Sehingga di jalan dharma ini bukanlah tujuan utama
kita. Pencapaian paling mulia bagi manusia adalah
apabila dia bisa mencapai jivan-mukti atau bebas
dari siklus samsara [tidak dilahirkan kembali] dan
memasuki alam-alam mahasuci, atau bahkan dapat
mengalami moksha [pembebasan sempurna]

Ciri-ciri akan berakhirnya masa tinggal bagi


para Dewa di alam ini antara lain pakaian surgawi
mulai kotor, tubuh mulai berbau, ketiak mulai
berkeringat, tubuh kehilangan pendar cahaya, mata
yang jernih mulai redup dan sifat kedewataan-nya
mulai tersendat. Inilah pertanda waktunya sang
Atma harus reinkarnasi atau terlahir kembali ke
dunia sebagai manusia untuk menyelesaikan sisa-
sisa karmanya sendiri, serta melanjutkan evolusi
peningkatan kesadarannya.

Sebagaimana kelompok dimensi-dimensi alam


lainnya, dimensi alam Svarga Loka ini juga memiliki
banyak dunia-dunia tersendiri, dalam satu dimensi
yang sama. Berikut adalah penjelasan beberapa
diantara-nya :

- Ashura Loka

Ashura Loka adalah alam Svarga Loka tingkat


yang paling rendah. Yang berdiam disini adalah
para mahluk setengah-dewa. Wujudnya sama
seperti manusia, hanya saja dalam wujud
penghuninya ada sesuatu yang ekstrim. Yaitu para
laki-laki sangar dan wajahnya sangat buruk rupa,
sedangkan para perempuan sangat cantik
mempesona. Alam disini cukup mirip alam manusia
tapi sangat indah. Ada kota, perkampungan, tempat
sembahyang, dsb-nya.

Mereka yang dari kehidupan sebagai manusia,


kemudian setelah kematian dapat mencapai alam
Ashura Loka, semasa hidup bisa jadi punya karma
buruk yang banyak, tapi faktor kuncinya adalah
semasa kehidupan mereka pernah melakukan karma
baik yang bernilai maha-utama.

Ini adalah kisah yang diceritakan oleh salah


satu Guru dharma dari penulis, dimana beliau
mengetahui hal ini karena mempunyai kemampuan
untuk menjelajahi alam-alam niskala. Pernah terjadi
satu kejadian nyata seorang penjahat yang semasa
hidup banyak melakukan pelanggaran dharma. Tapi
dia pernah melakukan satu kebaikan yaitu berjuang
menyelamatkan seseorang dari ancaman berbahaya
penjahat-penjahat lainnya. Tanpa dia ketahui orang
yang diselamatkan ini adalah seorang Guru suci
dharma dengan suatu tugas rahasia yang amat
penting bagi manusia. Berkat satu saja karma baik
ini, yang ternyata karma baiknya bernilai maha-
utama, penjahat kelas berat ini ketika meninggal
tidak masuk alam-alam bawah, tapi dapat masuk ke
alam suci paling rendah, yaitu alam Ashura Loka ini.
Menjadi mahluk setengah-dewa.

Kunci keberuntungan seperti ini adalah


semasih kita hidup, kita penuh belas kasih dan
kebaikan tanpa syarat dan tanpa mengharapkan
imbalan kepada semua mahluk, sehingga walaupun
pikiran kita belum bersih sempurna, tetap tersedia
peluang untuk memasuki alam-alam suci.
- Pitra Loka

Pitra Loka secara literal berarti alam para


leluhur. Disebut alam para leluhur karena secara
umum orang kebanyakan [baca : para leluhur]
paling banyak ada yang masuk ke alam ini.

Alam Pitra Loka ini mirip alam manusia tapi


indah. Ada kota, perkampungan, tempat
sembahyang, dsb-nya. Para dewa di alam ini yang
kita sebut sebagai pitara. Wujudnya sama seperti
manusia, tidak banyak berbeda dengan ketika
mereka masih hidup di dunia. Disini Atma dapat
mengalami hasrat-hasrat duniawi yang sama seperti
halnya di alam marcapada.

- Yama Loka

Yama Loka adalah alam tempat transit atau


tempat tinggal sementara bagi Atma-Atma untuk
melanjutkan perjalanan berikutnya atau untuk
reinkarnasi kembali. Di alam ini keadaannya cukup
mirip dengan alam manusia. Pengayom dan
pelindung alam Yama Loka ini adalah Dewa Yama
atau Sanghyang Yamadipati.
Atma yang dapat melewati antarabhava dan
kemudian perjalanannya ternyata masuk ke Yama
Loka ini, akan melihat adanya aula super besar yang
merupakan ruang tunggu. Di aula besar ini Atma
yang berkumpul sangat banyak, mereka berasal dari
berbagai tempat dari seluruh penjuru dunia. Tata
cara pengaturan niskala di aula besar ini adalah
antara Atma yang satu dengan lainnya tidak dapat
berkomunikasi satu sama lain. Selain itu semuanya
pasti tidak saling kenal. Sang Atma tidak akan dapat
bertemu dengan orang yang dikenalnya dalam
masa kehidupan manusia.

Ciri khas dari aula super besar ini adalah ada


terdapat ruang pengadilan. Dimana disana Atma
diadili. Semua kesalahan dan semua kebaikannya
semasa kehidupan manusia akan diuraikan. Disini
biasanya mereka yang dalam avidya [kebodohan,
ketidaktahuan] sering akan merasa sengsara, karena
apa yang dia anggap baik dan benar semasa
hidupnya ternyata adalah salah. Standar benar-salah
dalam ukuran mereka yang dalam avidya sama
sekali tidak berlaku disini. Karena yang berlaku disini
adalah kebenaran kosmik yang universal. Dari ruang
pengadilan ini kemudian akan ditentukan perjalanan
sang Atma berikutnya.
Ada Atma yang ditugaskan untuk tekun
melakukan praktek sadhana dan membangunkan
kesadaran di alam Yama Loka ini. Ada juga Atma
yang ditugaskan untuk melakukan kerja pelayanan
tertentu sesuai akumulasi karmanya sendiri. Dia
akan tinggal di sebuah rumah di alam ini, dimana di
alam ini ada kota dan perkampungan dengan
banyak rumah-rumah. Serta ada juga Atma yang
“diturunkan” dulu ke Bhur Loka untuk sementara
waktu, yang tujuannya untuk membersihkan karma-
karma buruknya. Nantinya kalau pembersihan dan
jangka waktunya sudah cukup, maka Atma akan
dikembalikan lagi ke alam ini.

- Indra Loka

Indra Loka adalah alam suci yang tertinggi


pada kelompok dimensi alam Svarga Loka ini.
Pengayom dan pelindung alam Indra Loka ini
[termasuk beserta 33 alam para dewa yang lain di
dimensi Svarga Loka] adalah Dewa Indra.

Mereka yang dari kehidupan sebagai manusia,


kemudian setelah kematian dapat mencapai alam
Indra Loka, disebabkan karena semasa kehidupan
memiliki akumulasi karma baik yang sangat
berlimpah dan akumulasi karma buruk yang sedikit.
Setelah memasuki alam Indra Loka dia akan
memperoleh wujud dan jatidiri baru, dengan wujud
fisik seperti manusia, tapi sangat indah, yaitu sangat
tampan [Dewa], atau sangat cantik [Dewi], tiada
bandingannya.

Suasana pemandangan disini juga sangat


indah. Selain itu juga, bangunan istana paling indah,
pakaian paling indah, makanan paling nikmat, serta
musik paling merdu, semuanya ada di alam Indra
Loka ini.

CATATAN : Sekali lagi bahwa, mereka yang dari


kehidupan sebagai manusia kemudian setelah
kematian dapat menjadi Dewa atau Dewi di
kelompok dimensi alam-alam Svarga Loka, belum
terbebaskan dari siklus samsara. Dalam jangka
waktu tertentu, jika waktunya sudah tiba, maka
Atma harus turun terlahir kembali sebagai manusia.
Sehingga di jalan dharma ini bukanlah tujuan utama
kita. Pencapaian yang lebih mulia bagi manusia
adalah dapat mencapai Jivan-Mukti atau
terbebaskan dari siklus samsara. Tidak dilahirkan
kembali ke alam marcapada, atau pada kelahiran
rendah, atau ke alam-alam bawah.
Jivan-Mukti ini ada lima jenisnya, tergantung
dari tingkat kesempurnaan pencapaiannya, yaitu [1]
Salokya-Mukti, [2] Sarupya-Mukti, [3] Samipya-
Mukti, [4] Sayujya-Mukti dan [5] Moksha, yaitu
tercapainya penyatuan kosmik yang sempurna.

2. Svah Loka dimensi kedua : MAHAR LOKA.

Mahar Loka adalah kelompok berbagai


dimensi alam-alam suci tingkat kedua. Merupakan
dimensi alam-alam suci samadhi tingkat pertama
dari jiwa-jiwa yang sudah termurnikan.

Mereka para sadhaka dari kehidupan sebagai


manusia, kemudian setelah kematian perjalanan
Atma-nya berhasil mencapai Mahar Loka secara
mandiri, pencapaian ini di dalam ajaran Hindu
Dharma disebut Salokya-Mukti. Mukti berarti lepas
atau bebas, salokya berarti “tinggal di alam suci
yang sama”. Disebut salokya atau “tinggal di alam
suci yang sama” karena sang Atma akan tinggal
menetap pada sebuah alam suci yang ada pada
Mahar Loka, di bawah perlindungan seorang Dewa
atau Dewi mahasuci tingkat tinggi pengayom dan
pelindung alam suci tersebut.
Setelah memasuki alam Mahar Loka mereka
akan memperoleh wujud dan jatidiri baru, dengan
wujud fisik seperti manusia, tapi amat sangat indah
serta memancarkan pendar cahaya ke-emasan.
Sangat tampan [Dewa], atau sangat cantik [Dewi],
tiada bandingannya, serta dari tubuhnya
memancarkan pendaran cahaya ke-emasan. Dapat
mencapai alam-alam Mahar Loka berarti siklus
samsara-nya telah berakhir [tidak dilahirkan kembali
ke alam marcapada] dan akan menyelesaikan sisa-
sisa putaran karmanya di alam ini. Serta di alam ini
juga terus membina diri untuk melanjutkan
pengembangan kesadarannya menuju tingkat
dimensi kesadaran yang lebih tinggi.

Suasana pemandangan alam surgawi di Mahar


Loka sangatlah indah. Memasuki alam ini mereka
akan merasakan kedamaian yang luas dan dalam,
yang berpusat pada kejernihan pikiran dan
pancaran sifat belas kasih. Ini sesuatu yang berbeda
dengan kebahagiaan pada kelompok berbagai
dimensi alam-alam suci tingkat pertama atau Svarga
Loka, dimana kebahagiaan di alam suci tersebut
berasal dari kesenangan sentuhan, kesenangan
pikiran, kesenangan makanan, kesenangan
pendengaran dan kesenangan wujud.
Dimensi alam-alam semesta suci tingkat
kedua atau Mahar Loka ini terdiri dari berbagai
alam-alam suci. Artinya ada banyak alam-alam suci
di dimensi ini. Alam suci tingkat yang tertinggi pada
dimensi Mahar Loka ini adalah alam suci Brahma
Loka. Pengayom dan pelindung-nya adalah Dewa
Brahma. Dalam wujud fisiknya beliau menampilkan
diri sebagai Dewa yang berwajah empat atau catur
muka.

Brahma Loka ini terdiri dari tiga mandala.


Mandala bagian luar diisi oleh para Dewa-Dewi
yang semasa hidupnya adalah para sadhaka yang
taat bersadhana. Di mandala luar dari Brahma Loka
ini para Dewa-Dewi bersikap dalam posisi meditasi
di angkasa raya. Ada yang duduk bersila dalam
posisi padmasana, ardha-padmasana, sukasana,
siddhasana, ada juga yang dalam posisi tadasana
[berdiri], savasana [berbaring terlentang], dsb-nya.
Ada yang berpakaian putih-putih, ada yang
berpakaian oranye, ada yang berpakaian merah, ada
yang tidak memakai baju atas, ada yang telanjang
bulat tanpa busana sama sekali [avadhuta
digambara], dsb-nya. Jumlah Dewa-Dewi di
mandala luar ini sangat banyak. Mereka tekun
bermeditasi dan mengembangkan kesadaran.
Mandala bagian dalam dihuni oleh para
asisten Dewa Brahma. Sedangkan pada mandala
bagian inti adalah stana dari Dewa Brahma. Dewa
Brahma adalah dewa pengayom dan pelindung bagi
para Dewa-Dewi suci tingkat awal, untuk terus
mengembangkan kesadaran, agar kelak dapat
bergerak naik menuju alam-alam suci tingkat tinggi.
Dengan kata lain menjadi perintis atau pencipta
Dewa-Dewi dengan kesadaran tingkat tinggi. Itulah
sebabnya oleh para Maharsi, para Mahayogi, dsb-
nya, Dewa Brahma disebut sebagai Dewa “pencipta”.

3. Svah Loka dimensi ketiga : JANA LOKA.

Jana Loka adalah kelompok berbagai dimensi


alam-alam suci tingkat ketiga. Merupakan dimensi
alam-alam suci samadhi tingkat kedua dari jiwa-jiwa
yang sudah termurnikan. Yang terdiri dari berbagai
banyak tingkatan alam-alam suci, dimana masing-
masing alam suci berada di bawah perlindungan
seorang Dewa atau Dewi mahasuci tingkat tinggi
pengayom dan pelindung alam tersebut. Seperti
misalnya Siddha Loka, Sukhawati Loka, dsb-nya.

Mereka para sadhaka dari kehidupan sebagai


manusia, kemudian setelah kematian perjalanan
Atma-nya berhasil mencapai Jana Loka secara
mandiri, setelah memasuki alam Jana Loka mereka
akan memperoleh wujud dan jatidiri baru, dengan
wujud berupa cahaya. Pencapaian ini di dalam
ajaran Hindu Dharma disebut Sarupya-Mukti. Mukti
berarti lepas atau bebas, sarupya berarti “memiliki
bentuk atau wujud yang sama”. Disebut mukti
karena siklus samsara-nya telah berakhir [tidak
dilahirkan kembali ke alam marcapada] dan disebut
sarupya atau “memiliki bentuk atau wujud yang
sama” karena kata dewa sendiri berasal dari akar
kata “div” yang bermakna cahaya.

Suasana pemandangan alam surgawi di alam


Jana Loka ini sangat indah, dipenuhi oleh cahaya
suci tanpa batas yang maha-damai maha-sejuk
tiada tara yang saling menyinari, memenuhi
sembilan penjuru. Sangat banyak jumlahnya Dewa-
Dewi di alam ini. Sebagian dari mereka, semasa
kehidupannya di alam manusia adalah orang-orang
suci yang menempuh jalan spiritual sebagai para
Tantrika, para Mahayogi atau Mahayogini dan para
Siddha. Di alam Jana Loka ini mereka terus
membina diri untuk melanjutkan pengembangan
kesadarannya menuju tingkat dimensi kesadaran
yang lebih tinggi.
4. Svah Loka dimensi ke-empat : TAPA LOKA.

Tapa Loka adalah kelompok berbagai dimensi


alam-alam suci tingkat ke-empat. Merupakan
dimensi alam-alam suci samadhi tingkat ketiga dari
jiwa-jiwa yang sudah termurnikan.

Mereka para sadhaka dari kehidupan sebagai


manusia, kemudian setelah kematian perjalanan
Atma-nya berhasil mencapai Tapa Loka secara
mandiri, pencapaian ini di dalam ajaran Hindu
Dharma disebut sebagai Samipya-Mukti. Mukti
berarti lepas atau bebas, samipya berarti “menuju
penyelesaian akhir”. Disebut mukti karena siklus
samsara-nya telah berakhir dan disebut samipya
atau “menuju penyelesaian akhir” karena
merupakan tahap pertama menuju kepada
penyatuan kosmik atau Moksha.

Disebut “tapa” loka karena para mahluk-


mahluk suci di alam ini terserap dalam kesadaran
yang konstan laksana samadhi terus-menerus [tapa]
dan sangat luas menjangkau penjuru-penjuru ruang
semesta. Antara dirinya, semua mahluk dan alam
semesta semuanya saling terhubung. Tat tvam asi,
saya adalah dia, dia dan saya adalah sama.
Dimensi alam-alam semesta suci tingkat ke-
empat atau Tapa Loka ini terdiri dari berbagai alam-
alam suci. Artinya ada banyak alam-alam suci di
dimensi ini.

Alam suci tingkat yang tertinggi di dimensi ini


adalah Subhakristna Loka [Vishnu Loka, Vaikuntha
Loka]. Penghuninya adalah para Dewa-Dewi
mahasuci tingkat tinggi tiada berwujud, melainkan
sebagai kesadaran kosmik, sebagai kesadaran luas
melingkupi berbagai penjuru ruang semesta. Tapi
beliau juga dapat menampilkan dirinya dalam
manifestasi wujud fisik berupa Dewa atau Dewi
berwujud seperti manusia. Pengayom dan
pelindung alam suci ini adalah Dewa Vishnu. Dalam
wujud fisiknya beliau menampilkan diri sebagai
Dewa yang memegang chakra dan menunggangi
Burung Garuda.

Subhakristna Loka bisa disebut sebagai alam


para Avatara. Karena Avatara yang turun ke dunia
dari Subhakristna Loka jumlahnya sangat banyak.
Diantaranya terdapat puluhan Avatara yang terkenal
di dunia manusia. Banyak Dewa-Dewi dari alam ini,
walaupun sesungguhnya telah bebas dari siklus
samsara, akan tetapi karena mengemban suatu
tugas suci atau karena kedalaman belas kasih-Nya,
kemudian terlahir kembali ke dunia sebagai Avatara,
dengan misi menolong dan menyelamatkan para
mahluk. Itulah sebabnya oleh para Maharsi, para
Mahayogi, dsb-nya, Dewa Vishnu disebut sebagai
dewa pemelihara atau dewa pelindung alam
semesta. Karena para Avatara banyak yang berasal
dari alam Beliau.

5. Svah Loka dimensi kelima : SATYA LOKA.

Satya Loka adalah kelompok berbagai dimensi


alam-alam suci tingkat kelima. Merupakan dimensi
alam-alam suci samadhi tingkat ke-empat dari jiwa-
jiwa yang sudah termurnikan.

Mereka para sadhaka dari kehidupan sebagai


manusia, kemudian setelah kematian perjalanan
Atma-nya berhasil mencapai Satya Loka secara
mandiri, pencapaian ini di dalam ajaran Hindu
Dharma disebut sebagai Sayujya-Mukti. Mukti
berarti lepas atau bebas, sayujya berarti “mendekati
penyatuan”. Disebut mukti karena siklus samsara-
nya telah berakhir dan disebut sayujya atau
“mendekati penyatuan” karena merupakan tahap
akhir menuju kepada penyatuan kosmik atau
Moksha, yang sudah sangat mendekati penyatuan
kosmik tersebut.
Dimensi alam-alam semesta suci tingkat
kelima atau Satya Loka ini terdiri dari berbagai
alam-alam suci. Artinya ada banyak alam-alam suci
di dimensi ini.

Alam suci tingkat yang tertinggi di dimensi ini


adalah Maha-Isvara Dharma Loka [Shiva Loka]. Alam
ini merupakan alam suci tertinggi dari semua alam-
alam suci yang ada. Alam suci tertinggi sebelum
mencapai Moksha. Pengayom dan pelindung alam
suci ini adalah Dewa Shiva. Dewa Shiva adalah
pembimbing peleburan seluruh ahamkara [ke-aku-
an, ego] dan sad ripu [enam kegelapan pikiran],
menuju Moksha. Itulah sebabnya oleh para Maharsi,
para Mahayogi, dsb-nya, Dewa Shiva disebut
sebagai Dewa pelebur.

Maha-Isvara Dharma Loka terdiri dari tiga


mandala.

== Mandala bagian luar dihuni oleh jutaan Dewa-


Dewi yang memperoleh karunia Dewa Shiva. Wujud
fisik mereka seperti manusia, tapi amat sangat
indah, sangat tampan [Dewa], atau sangat cantik
[Dewi], tiada bandingannya, serta dari tubuhnya
memancarkan pendaran cahaya mahasuci. Mereka
taat melakukan sadhana, meditasi dan penuh bhakti
kepada Dewa Shiwa. Banyak Dewa-Dewi dari
mandala luar Maha-Isvara Dharma Loka ini, terlahir
kembali ke dunia sebagai Avatara, dengan misi
menolong dan menyelamatkan para mahluk.

== Mandala bagian dalam dihuni oleh jutaan Dewa-


Dewi, yang semasa kehidupan sebagai manusia
adalah para orang-orang suci tingkat tinggi, yang
menjalani kehidupan bertapa dengan totalitas
sadhana yang sangat luar biasa. Mereka tidak
berwujud, melainkan sebagai kesadaran kosmik,
yang selalu terserap ke dalam keheningan nirvikalpa
samadhi dan memancarkan belas kasih tidak
terhingga. Banyak Dewa-Dewi dari mandala dalam
Maha-Isvara Dharma Loka ini, karena mengemban
suatu tugas suci atau karena kedalaman belas kasih-
Nya, kemudian terlahir kembali ke dunia sebagai
Avatara, untuk menolong dan menyelamatkan para
mahluk.

== Mandala bagian inti dari Maha-Isvara Dharma


Loka adalah stana dari Dewa Shiva, dengan
didampingi oleh para Mahat atau maha-kesadaran
kosmik. Yang tidak berwujud, tapi sebagai
chittakash atau maha-kesadaran yang menyatu
konstan laksana meditasi terus-menerus dan luas
tidak terbatas sebagai seluruh penjuru ruang alam
semesta dan para mahluk itu sendiri.

MOKSHA : PENYATUAN KOSMIK YANG


SEMPURNA

Moksha adalah penyatuan kosmik antara


Atman dengan Brahman. Atman Brahman Aikyam.
Di tanah Jawa disebut manunggaling kawulo lan
Gusti. Laksana setetes air yang tersadar bahwa
dirinya bukanlah setetes air, melainkan samudera
yang maha luas tidak terbatas. Ini adalah puncak
pencapaian yang sangat sulit dijelaskan. Di tingkat
kesempurnaan yang maha-sempurna seperti ini,
semua kata-kata, bahasa dan logika manusia tidak
lagi dapat menjangkaunya. Itu sebabnya para Guru
suci dharma semuanya menjelaskannya dengan
menggunakan simbol-simbol, atau menjelaskannya
dengan bahasa simbolik puitis yang singkat.
Bagian Ketiga :

RAHASIA UNTUK
DAPAT MENGALAMI
PERJALANAN YANG
TERANG DI ALAM
KEMATIAN
Bab 1
PENGETAHUAN DASAR
TIGA CARA MENGALAMI KEMATIAN DAN
MEMPERSIAPKAN KEMATIAN YANG
TERANG SEJAK JAUH-JAUH HARI

Terdapat 3 [tiga] cara manusia dalam


mengalami kematian, yaitu terdapat 1 [satu] cara
mengalami kematian yang diharapkan dan 2 [dua]
cara mengalami kematian yang tidak diharapkan.

MENGALAMI CARA KEMATIAN YANG WAJAR

Cara untuk mengalami kematian yang


diharapkan adalah kematian yang wajar. Yaitu kita
mengalami proses kematian secara bertahap
dengan terbaring di tempat tidur. Mungkin kita
sakit, mungkin kita mengalami luka yang parah,
dsb-nya. Intinya kita terbaring lemah di tempat tidur
dan kemudian mengalami proses kematian secara
bertahap.

Ini disebut sebagai cara mengalami kematian


yang diharapkan, terutama karena dalam proses
kematian secara bertahap kita memiliki keuntungan
2 [dua] hal ini :

1. Kita memiliki peluang kesempatan sangat besar


untuk mempraktekkan semua pengetahuan tentang
rahasia mengalami perjalanan yang terang di alam
kematian.
2. Kita cenderung lebih mudah untuk mencari
perjalanan yang terang di alam kematian, dengan
syarat akumulasi karma baik kita dan ketekunan kita
melaksanakan sadhana sudah mencukupi.
Jika seseorang mengalami kematian yang
wajar, yaitu mengalami proses kematian secara
bertahap dengan terbaring di tempat tidur, maka
dia memiliki kesempatan untuk melalui seluruh
proses untuk mengalami perjalanan yang terang di
alam kematian.

MENGALAMI CARA KEMATIAN YANG TIDAK


DIHARAPKAN

Cara mengalami kematian yang tidak


diharapkan ada 2 [dua], yaitu cara kematian ulah
pati dan salah pati.

1. Bunuh diri [ulah pati].

Bunuh diri merupakan cara kematian yang


amat sangat buruk dan paling buruk. Karena di alam
semesta ini, cara kematian dengan bunuh diri
memiliki hukumnya tersendiri. Yaitu tanpa melewati
proses apapun Atma akan langsung meluncur
memasuki alam-alam bawah yang penuh
kesengsaraan berat dan ekstrim. Hal ini sudah pasti
merupakan kerugian yang teramat sangat besar.
Analoginya ibarat seperti dari tidur di hotel sangat
mewah [hidup sebagai manusia] langsung berubah
menjadi tidur di tumpukan sampah busuk [menjadi
mahluk alam bawah].

Selain itu bunuh diri akan meninggalkan


getaran energi buruk dalam jangka waktu lama di
tempat tersebut. Serta dapat menular ke orang-
orang lain yang masih hidup.

Jika seseorang mati dengan cara bunuh diri,


maka dia sama sekali tidak akan memiliki peluang
kesempatan untuk mempraktekkan semua
pengetahuan tentang rahasia mengalami perjalanan
yang terang di alam kematian. Tidak mungkin akan
dapat mencari perjalanan yang terang di alam
kematian.

Walaupun sudah membaca dan hafal isi buku


ini tentang cara mengalami perjalanan yang terang
di alam kematian, hal itu percuma saja. Walaupun
semasa hidup sudah mengumpulkan banyak
akumulasi karma baik dan sudah tekun
melaksanakan sadhana itu juga percuma saja. Sama
sekali tidak berguna. Karena jika seseorang mati
dengan cara bunuh diri, maka tanpa melewati
proses apapun Atma akan langsung meluncur
memasuki alam-alam bawah yang penuh
kesengsaraan berat dan ekstrim.
Sehingga seberat apapun kehidupan ini
terasa, jangan pernah sedikitpun terpikir untuk
melakukan bunuh diri. Karena setelah mati kita
justru akan mengalami kesengsaraan yang jauh
lebih berat, keras dan gelap dibandingkan dengan
kesengsaraan apapun selama masa kehidupan
manusia.

Pikiran yang tidak kuat [mudah kena


pengaruh tidak baik dari orang lain], mudah
terguncang [emosional, seperti mudah marah, sedih,
atau takut] dan tidak stabil [gampang stres, depresi],
merupakan hasil dari perpaduan rangkaian karma-
karma buruk yang panjang antar kehidupan.

Sebab utama pertama adalah, jika seseorang


dalam siklus samsara ini mengalami proses naik-
turun yang ekstrim seperti roller-coaster. Misalnya
di kehidupan ini hidupnya sangat sulit dan berat,
sehingga dia rajin sembahyang, rajin melakukan
kebaikan dan rajin melakukan sadhana. Sebagai
hasilnya, di kehidupan berikutnya hidupnya menjadi
penuh kemudahan dan penuh kesenangan. Tapi
karena itu dia asik menikmati keduniawian, banyak
bersenang-senang, sering melakukan pelanggaran
dharma dan sering menyakiti. Akibatnya, di
kehidupan berikutnya hidupnya menjadi sangat sulit
dan berat. Karena hidupnya sangat sulit dan berat,
maka dia rajin sembahyang, rajin melakukan
kebaikan dan rajin melakukan sadhana. Sebagai
hasilnya, di kehidupan berikutnya hidupnya menjadi
penuh kemudahan dan penuh kesenangan. Tapi
lagi-lagi karena hal itu dia asik menikmati
keduniawian, banyak bersenang-senang, sering
melakukan pelanggaran dharma dan sering
menyakiti. Akibatnya, di kehidupan berikutnya
hidupnya menjadi sangat sulit dan berat. Karena
hidupnya sangat sulit dan berat, maka dia rajin
sembahyang, rajin melakukan kebaikan dan rajin
melakukan sadhana. Demikian terus berulang-ulang
terjadi dalam beberapa masa kehidupan. Naik-turun
yang ekstrim terjadi berulang-ulang seperti roller-
coaster. Kemudian suatu saat, di suatu kehidupan
berikutnya, dia akan cenderung memiliki pikiran
yang tidak kuat, mudah terguncang dan tidak stabil.

Bercermin dari hal tersebut, maka sekalipun


hidup kita disaat ini penuh kemudahan dan penuh
kesenangan, jangan lupa untuk tetap tekun
melaksanakan ajaran suci dharma, tetap banyak
melakukan kebaikan dan tetap rajin melakukan
sadhana.
Sebab utama kedua adalah, jika seseorang
secara berkelanjutan di beberapa kehidupan-
kehidupan sebelumnya sering mengkonsumsi
minuman atau makanan yang melemahkan
kesadaran [seperti minuman keras, narkoba, dsb-
nya]. Maka kemudian suatu saat, di suatu kehidupan
berikutnya, dia akan cenderung memiliki pikiran
yang tidak kuat, mudah terguncang dan tidak stabil.

Itu merupakan salah satu sebab mengapa


ajaran dharma menyarankan kita untuk tidak
mengkonsumsi minuman keras, narkoba, dsb-nya.
Karena tidak saja akan menciptakan hambatan-
hambatan bagi energi spiritual kita, tapi sekaligus
juga akan memberikan masalah besar di kehidupan
kita berikutnya.

2. Kematian karena kecelakaan atau musibah


[salah pati].

Yang dimaksud dengan kematian salah pati


adalah kematian karena kecelakaan atau musibah.
Atma mengalami proses kematian yang seketika,
atau mengalami proses kematian yang sangat cepat,
disebabkan karena seseorang mengalami
kecelakaan atau musibah. Seperti misalnya kematian
karena kecelakaan, kematian karena pembunuhan,
kematian karena ditimpa bencana alam, kematian
karena meninggal di meja operasi, dsb-nya.

Ini merupakan cara kematian yang cukup


berbahaya dan memiliki resiko bagi perjalanan
Atma di alam kematian. Terutama karena pada saat
detik-detik menjelang kematian kemungkinan besar
kita dicengkeram rasa takut, rasa marah, rasa tidak
rela, dsb-nya. Atau karena kita sama sekali tidak
tahu sudah mati, atau kita tidak siap untuk mati.
Serta karena kita secara pasti akan melewatkan
beberapa proses untuk mengalami perjalanan yang
terang di alam kematian.

Umumnya kematian dengan cara seperti ini


akan membuat Atma bergentayangan sebagai
hantu selama beberapa waktu. Kalau ini tidak segera
dapat kita atasi, apalagi selanjutnya kemudian kita
tidak dapat mencari perjalanan yang terang di alam
kematian, maka sangat mungkin Atma akan
meluncur menuju alam-alam bawah [menjadi bhuta
cuil, wong samar, memedi, gregek tunggek, dsb-
nya].

Akan tetapi, cara kematian seperti ini masih


memiliki jalan keluar yang sangat terang. Kita sama
sekali tidak perlu khawatir, dengan syarat bahwa
kita dapat menerima kematian dengan tenang dan
penuh kerelaan, serta semasa hidup kita sudah
mengumpulkan banyak akumulasi karma baik dan
sudah tekun melaksanakan sadhana. Sehingga
sekalipun kita mengalami kematian dengan cara
yang mengerikan [dibunuh, kecelakaan, dsb-nya],
sangat mungkin kita masih akan dapat
terselamatkan.

Orang yang mengalami kematian salah pati,


yaitu kematian karena kecelakaan atau musibah,
merupakan hasil dari rangkaian panjang akumulasi
karma-karma buruk dari kehidupan-kehidupan
sebelumnya. Yaitu mereka yang pada berkali-kali
kehidupan sebelumnya sering melakukan kekerasan
fisik, atau sering melakukan penyiksaan, atau pernah
melakukan pembunuhan, dan hal-hal sejenisnya
seperti itu, maka kemudian suatu saat, di suatu
kehidupan berikutnya, secara karma terbuka lebar
kemungkinan untuk mengalami kematian salah pati.

MEMPERSIAPKAN PERJALANAN YANG TERANG


DI ALAM KEMATIAN

Semua manusia suatu saat pasti akan mati.


Hal ini sama sekali tidak dapat dihindari. Untuk
sesuatu yang amat sangat pasti, pilihan terbaik
adalah mempersiapkannya dengan sebaik-baiknya
sejak jauh-jauh hari.

Rahasia untuk dapat mengalami perjalanan


yang terang di alam kematian, terdiri dari 2 [dua]
faktor kunci yang saling menunjang, saling
memerlukan dan saling berkait-kaitan, yaitu :

= 1]. Pada bagian awal, cara yang benar untuk


menyambut datangnya kematian :
Pada detik-detik menjelang datangnya kematian,
kita dapat menyambut datangnya kematian dengan
kejernihan, ketenangan dan penuh kerelaan.

= 2]. Pada bagian selanjutnya, cara yang benar


untuk menempuh perjalanan di alam kematian :
Semasa hidup kita sudah sangat tekun
melaksanakan berbagai pilihan sadhana yang kelak
sangat diperlukan di alam kematian.

Kedua hal ini selanjutnya akan dibahas pada


bab berikutnya.
Bab 2
MENYAMBUT DATANGNYA
KEMATIAN
KEJERNIHAN PIKIRAN, KETENANGAN
DAN KERELAAN PADA DETIK-DETIK
MENJELANG TERJADINYA KEMATIAN

Faktor kunci pertama [di bagian awal] yang


benar untuk menyambut datangnya kematian
adalah, pada detik-detik menjelang datangnya
kematian, kita dapat menyambut datangnya
kematian dengan kejernihan, ketenangan dan
penuh kerelaan.

Disebut faktor kunci di bagian awal, karena


bagaimana kualitas ketenangan kita pada detik-
detik menjelang datangnya kematian, sangat
berpengaruh menentukan dan membentuk
bagaimana perjalanan kita selanjutnya di alam
kematian. Jika pikiran yang gelisah, sedih, takut,
sengsara, tidak rela dan bentuk pikiran yang negatif
lainnya muncul pada pikiran kita disaat detik-detik
menjelang kematian, hal itu akan membentuk dan
membawa kita menuju perjalanan di alam kematian
yang kacau dan gelap. Sebaliknya jika pikiran yang
jernih, tenang dan penuh kerelaan muncul pada
pikiran kita disaat detik-detik menjelang kematian,
hal itu akan membentuk dan membawa kita menuju
perjalanan di alam kematian yang baik dan terang.

Rahasia tentang apa yang paling menentukan


perjalanan kita di alam kematian adalah samskara
[kesan-kesan pikiran] kita sendiri. Disebabkan
pertama [1] karena kita tidak lagi memiliki badan
fisik [sthula sarira], kedua [2] karena lapisan badan
yang kita gunakan di alam kematian adalah lapisan
badan pikiran, serta ketiga [3] karena perjalanan
Atma di alam kematian digerakkan oleh energi yang
sama dengan energi yang membentuk pikiran.
Sehingga setelah mati kita kemudian akan pergi
terbawa atau tinggal menetap pada salah satu
alam-alam halus yang paling sesuai dengan kualitas
dan kecenderungan pikiran kita sendiri.

Dengan kata lain, faktor utama pertawa [di


bagian awal] yang paling menentukan seperti apa
perjalanan kita di alam kematian, adalah keadaan
pikiran kita di menit-menit dan detik-detik terakhir
ketika kehidupan kita akan berakhir. Itulah faktor
utama pertama yang akan sangat menentukan kita
akan pergi kemana.

Mereka yang pada detik-detik terakhir saat


menjelang kematian berada dalam keadaan tidak
siap, dalam keadaan tidak rela karena keterikatan
duniawi, dalam kesedihan, dalam perasaan putus
asa, dalam rasa sakit, dalam perasaan takut, ragu,
bingung, melawan, apalagi dalam kemarahan-
kebencian, atau dalam sifat egois yang kejam [tanpa
belas kasih], maka kemungkinan besar pada proses
kematian akan memasuki perjalanan yang kacau
dan gelap.
Sebaliknya, mereka yang pada detik-detik
terakhir saat menjelang kematian berada dalam
keadaan pikiran yang jernih, tenang dan penuh
kerelaan, maka kemungkinan besar pada proses
kematian akan memasuki perjalanan yang baik dan
terang.

Tentu saja, yang terbaik dan maha-utama


adalah jika pada detik-detik terakhir saat menjelang
kematian, kesadaran kita berada dalam keheningan
sempurna. Sehinggka kita bisa Amor ring Acintya,
menyatu dengan “yang mahasuci yang maha tidak
terpikirkan”. Mengalami moksha [pembebasan
sempurna]. Tapi ini bukan sesuatu untuk konsumsi
orang kebanyakan. Bagi orang kebanyakan, jika
dapat menyambut kematian dengan kejernihan,
ketenangan dan penuh kerelaan, itu sudah
merupakan suatu pencapaian yang sangat baik.

Karena itu sangat penting bagi seseorang


yang akan meninggal, pada menit-menit dan detik-
detik terakhir ketika kehidupan akan berakhir,
sangat penting untuk mengalami menit-menit dan
detik-detik terakhir yang shanti [damai].

Di jalan dharma, saat-saat kematian adalah


puncak dari seluruh perjuangan spiritual. Itulah
sebabnya para Mahayogi, Mahasiddha, Mpu,
Danghyang, Jivan-Mukta atau Maharsi-pun
mengajarkan kita, bahwa tugas spiritual utama
manusia semasa hidupnya adalah melatih diri untuk
melenyapkan cengkeraman sad ripu [enam
kegelapan pikiran] dari kesadaran, serta
menumbuhkan sifat penuh belas kasih dan
kebaikan. Tujuan dan manfaatnya adalah, agar
ketika hidup kita akan berakhir dan kematian sudah
menjelang, kita sudah sangat siap dan kita bisa
mengalaminya dalam keadaan yang shanti [damai].

MENYAMBUT SAAT-SAAT MENJELANG


KEMATIAN SECARA BENAR

Bayangkan kita terbaring lemah di tempat


tidur dan sebentar lagi kita akan mati. Apa yang
harus kita lakukan ? Di dalam ajaran Hindu Dharma
jelas sekali disebutkan bahwa, untuk dapat
mengalami proses kematian dan perjalanan
kematian terang, indah dan maha-utama, kuncinya
adalah kesadaran kita berada dalam kondisi
kesadaran Atma.

Yang dimaksud dengan kesadaran Atma


dalam bahasa yang sederhana adalah pikiran yang
hening dan penuh belas kasih. Yang dimaksud
dengan pikiran yang hening adalah pikiran yang
"istirahat" disaat ini seperti apa adanya. Istirahat dari
segala bentuk kontradiksi [dualitas pikiran].
Kemunculan segala bentuk pikiran-perasaan hanya
disaksikan saja dengan senyuman penuh belas kasih
tanpa penghakiman sama sekali. Pikiran yang
istirahat.

Badan fisik hanyalah badan fisik, bukan


kenyataan sejati diri kita. Pikiran hanyalah pikiran,
bukan kenyataan sejati diri kita. Perasaan hanyalah
perasaan, bukan kenyataan sejati diri kita. Gagasan
hanyalah gagasan, bukan kenyataan sejati diri kita.
Kemunculan pikiran, perasaan dan gagasan hanya
disaksikan saja dengan senyuman penuh belas
kasih. Kemunculan segala kontradiksi-kontradiksi di
dalam diri hanya disaksikan saja dengan senyuman
penuh belas kasih. Istirahat. Kesadaran kita berada
dalam kondisi kesadaran Atma.

Akan tetapi sayangnya, bagi orang


kebanyakan yang masih berada dalam avidya
[kebodohan, ketidak-tahuan], akan cenderung
merasakan kematian adalah kehilangan yang amat
sangat besar. Orang yang mati merasa kehilangan
segala-galanya. Kehilangan keluarga, kehilangan
sahabat, kehilangan rumah, kehilangan mobil,
kehilangan pekerjaan, kehilangan jabatan,
kehilangan hobi, kehilangan deposito, kehilangan
acara tv favorit, kehilangan kenikmatan-kenikmatan
indriya dan bahkan kehilangan badan fisik yang
digunakan untuk beraktifitas.

Intinya merasa kehilangan segala-galanya.


Sehingga seringkali orang yang meninggal
kemudian tenggelam di dalam perasaan sedih yang
mendalam. Bahkan para sadhaka yang terlatih
dalam sadhana kadang-kadang juga bisa
mengalami hal ini, mengingat harus kehilangan
badan fisik, seluruh harta benda dan seluruh
kehidupan ini bisa menjadi pengalaman yang
sangat sulit. Ketika harus menghadapi kenyataan
bahwa segala apa yang kita ketahui harus lenyap,
tidak tahu apa yang selanjutnya akan terjadi dan
kemana akan pergi. Tidak satupun pengalaman
dalam kehidupan yang menyiapkan kita untuk ini.
Ini tentu sangatlah menakutkan.

Akan tetapi bila kita memiliki ajaran dharma


tentang siklus samsara dan perjalanan dalam
kematian, kita akan mengetahui bahwa pengalaman
kematian ini sesungguhnya sudah berjuta-juta kali
kita alami. Kalau merujuk kepada buku-buku suci
Hindu disebutkan manusia di jaman sekarang dalam
siklus samsara sudah mengalami rata-rata sebanyak
8.400.000 [8,4 juta] kelahiran sebagai beragam
mahluk. Sesungguhnya kita semua sudah pernah
mengalami jutaan kali pengalaman lahir-hidup-mati
lahir-hidup-mati dalam siklus samsara [kelahiran
kembali yang berulang-ulang]. Jadi adalah
merupakan suatu avidya [kebodohan] jika kita pada
saat menjelang kematian kita merasa kehilangan
segala-galanya dan merasa tidak rela.

Kematian yang gelap dan celaka adalah, kalau


di menit-menit dan detik-detik terakhir saat
menjelang kematian, yang kita pikirkan adalah
selingkuh, yang kita pikirkan adalah deposito,
sertifikat tanah, jabatan penting, rumah megah dan
mobil mewah. Yang kita pikirkan adalah sakit kita
yang tidak sembuh-sembuh. Yang kita pikirkan
adalah rasa marah dan rasa benci kita pada orang
lain. Dsb-nya. Kalau ini yang terjadi, ketika mati
sangat mungkin kita akan mengalami perjalanan
kematian yang kacau dan gelap.

Kematian yang terang adalah, kalau di menit-


menit dan detik-detik terakhir saat menjelang
kematian, pikiran kita jernih, tenang dan penuh
kerelaan. Kalau ini yang terjadi, maka kemungkinan
besar pada proses kematian kita akan dapat
memasuki perjalanan yang baik dan terang.

Melalui ajaran dharma kita dapat mengetahui


betapa pentingnya mempersiapkan kematian
dengan sebaik-baiknya sejak jauh-jauh hari, dengan
cara mengumpulkan banyak akumulasi karma baik
dan tekun melaksanakan sadhana. Inilah yang
disebut sebagai mempersiapkan diri dan melakukan
latihan menyambut perjalanan di alam kematian.
Kita dapat mengetahui betapa pentingnya tahap ini
untuk mencegah kita mengalami kejatuhan spiritual,
serta untuk menghentikan siklus samsara yang
sudah berjuta-juta kali kita alami.

JALAN KELUAR JIKA PIKIRAN KITA TIDAK


TENANG

Hindu Dharma mengajarkan kita untuk


menghadapi menit-menit dan detik-detik terakhir
saat menjelang kematian dengan pikiran yang
jernih, tenang dan penuh kerelaan. Tapi karena
berbagai faktor dan berbagai sebab yang mungkin
saja muncul di tahap ini, ada kemungkinan tidak
semua orang dapat melakukannya.
Jika kita tidak terlatih, atau jika pada saat
menit-menit dan detik-detik terakhir saat menjelang
kematian pikiran kita tidak tenang, tetap masih ada
jalan keluar lainnya. Yaitu pilihlah salah satu dari 2
[dua] pilihan sebagai berikut :

1]. Berlindung pada Dewa Shiwa.

Hindu Dharma mengajarkan bahwa Dewa


Shiwa adalah Ista Dewata penjaga, pelindung dan
penolong di alam kematian. Hal ini sangatlah tepat
dan akurat. Karena berdasarkan penelitian dan
penjelajahan niskala saya sendiri melalui meditasi,
berdasarkan pengalaman saya bertahun-tahun
membantu Guru suci dharma saya melaksanakan
upacara [ritual] penyeberangan Atma, berdasarkan
diskusi dan masukan dari para Guru suci dharma
dan para sadhaka [praktisi spiritual] tingkat tinggi
yang dapat menjelajahi alam-alam niskala [dimensi
alam halus yang tidak terlihat], serta memiliki mata
spiritual [mata ketiga, trineta] yang sangat tajam,
sehingga dapat melihat dan mengamati langsung
perjalanan di alam kematian, hal itu sangat benar
sesuai dengan kenyataan. Bahwa Dewa Shiwa
adalah Ista Dewata penjaga, pelindung dan
penolong di alam kematian.
Sehingga di menit-menit dan detik-detik
terakhir saat menjelang kematian, konsentrasilah
melakukan dhyanawidhi [membayangkan dan
memusatkan pikiran] pada wujud Dewa Shiwa,
sambil dalam hati kita terus mengucapkan mantra,
“Om Namah Shivaya” [artinya : saya berlindung
kepada Shiwa]. Usahakan untuk melakukannya
dengan tidak tegang. Tapi lakukan dengan rileks,
santai, tenang, dengan penuh kerelaan untuk
meninggalkan dunia ini, serta dengan memasrahkan
diri kita secara total kepada Dewa Shiwa.

Jika pada saat detik-detik terakhir saat


menjelang kematian, kita dapat melakukannya
dengan rileks, santai, tenang, dengan penuh
kerelaan untuk meninggalkan dunia ini, serta
dengan memasrahkan diri kita secara total kepada
Dewa Shiwa, maka kemungkinan besar pada proses
kematian kita akan dapat memasuki perjalanan yang
terang.

2]. Kenangan yang baik dari masa kehidupan.

Pilihan yang paling terakhir adalah, upaya


untuk membangunkan ketenangan dan kejernihan
di dalam diri kita dengan cara mengingat-ingat
berbagai kenangan tentang kebaikan tulus yang
pernah kita lakukan semasa hidup.

Misalnya bahwa kita sudah pernah menolong


anjing-anjing liar yang kelaparan, bahwa kita sudah
pernah memberikan makanan pada pengemis yang
kelaparan, bahwa semasa hidup kita sudah merawat
anak-anak kita dengan penuh kasih sayang, dsb-
nya. Semua hal-hal seperti itu. Kebaikan tulus yang
pernah kita lakukan semasa hidup. Dengan tujuan
untuk membangunkan ketenangan dan kejernihan
di dalam diri kita.

Jika seandainya cara ini berhasil, jika pada saat


detik-detik terakhir saat menjelang kematian kita
dapat membangunkan pikiran yang jernih, tenang
dan penuh kerelaan, maka kemungkinan besar pada
proses kematian kita akan dapat memasuki
perjalanan yang terang.
Bab 3
MENEMPUH PERJALANAN
KEMATIAN
BERBAGAI PILIHAN SADHANA YANG
SANGAT DIPERLUKAN BAGI PERJALANAN
YANG TERANG DI ALAM KEMATIAN

Faktor kunci kedua [di bagian selanjutnya]


yang benar untuk menyambut datangnya kematian
adalah, semasa hidup kita sudah sangat tekun
melaksanakan berbagai pilihan sadhana yang kelak
sangat diperlukan di alam kematian.

Yang akan kita bahas di bab ini adalah


berbagai pilihan sadhana, khususnya bagi sadhaka
pemula dan orang kebanyakan. Dimana kita harus
mempraktekkannya dengan tekun selama masa
kehidupan. Kita harus sudah mempersiapkannya
dengan sebaik-baiknya sejak jauh-jauh hari sebelum
kematian datang.

Yaitu pilihlah salah satu dari 4 [empat] pilihan


sadhana sebagai berikut, pertama [1] mencapai
tingkat dimensi kesadaran yang tinggi, kedua [2]
berlindung pada Dewa Shiwa, ketiga [3] berlindung
pada Guru suci dharma yang asli atau pada Ista
Dewata pelindung, serta ke-empat [4] bersandar
pada akumulasi karma baik yang berlimpah.

1. MENCAPAI TINGKAT DIMENSI KESADARAN


YANG TINGGI

Yang dimaksud dengan mencapai tingkat


dimensi kesadaran yang tinggi adalah beristirahat
dalam kesadaran. Menyatu dengan keheningan.
Artinya kesadaran kita tidak lagi dapat
dicengkeram oleh apapun pikiran-perasaan yang
muncul. Saat di dalam diri kita muncul perasaan
marah, kita bisa tenang dan tersenyum saja
menyaksikan dengan penuh belas kasih. Saat di
dalam diri kita muncul perasaan sedih dan kecewa,
kita bisa tenang dan tersenyum saja menyaksikan
dengan penuh belas kasih. Saat di dalam diri kita
muncul pikiran angkuh, kita bisa tenang dan
tersenyum saja menyaksikan dengan penuh belas
kasih. Saat di dalam diri kita muncul pikiran serakah
[tidak puas], kita bisa tenang dan tersenyum saja
menyaksikan dengan penuh belas kasih. Dsb-nya.

Dalam bahasa sederhana yang mudah


dimengerti, artinya bahwa pikiran-perasaan yang
buruk, negatif dan kacau masih akan tetap muncul
di dalam diri kita, tapi kesadaran kita tidak lagi
dapat dicengkeram oleh pikiran-perasaan yang
muncul tersebut. Walaupun perasaan marah,
perasaan kecewa, perasaan sedih, perasaan galau,
perasaan takut, perasaan malu, pikiran angkuh
[sombong], pikiran serakah [tidak puas], pikiran
buruk, nafsu seks, dsb-nya, muncul di dalam diri
kita, tapi kita bisa diam tenang dan tersenyum.
Itulah pertanda dari para sadhaka yang sudah
mencapai tingkat dimensi kesadaran yang tinggi.
Perhatikan orang biasa yang kesadarannya
masih dicengkeram kuat oleh pikiran-perasaan. Saat
di dalam dirinya muncul perasaan marah, maka
kesadarannya akan dihanyutkan habis oleh
kemarahan. Saat di dalam dirinya muncul perasaan
sedih dan kecewa, maka kesadarannya akan larut
tenggelam dalam kesedihan dan ketidakpuasan.
Saat di dalam dirinya muncul nafsu keinginan, maka
kesadarannya akan dihanyutkan habis oleh nafsu
keinginan. Dsb-nya. Itulah sebagian kecil contoh
dari orang biasa, yang kesadarannya masih
dicengkeram kuat oleh pikiran-perasaan.

Salah satu pertanda penting tercapainya


tingkat dimensi kesadaran yang tinggi adalah saat
kita dapat merasa tenang, nyaman, aman, damai
dan menjaga jarak [kesadaran tidak terpengaruh]
terhadap semua kemunculan pikiran, perasaan dan
sensasi pada tubuh fisik di dalam diri kita. Kita dapat
menyaksikan dengan senyuman penuh belas kasih
tanpa penghakiman sama sekali terhadap
kemunculannya. Kesadaran yang istirahat dalam
keheningan.

Pikiran hanyalah pikiran, bukan kenyataan


sejati diri kita. Perasaan hanyalah perasaan, bukan
kenyataan sejati diri kita. Tubuh fisik hanyalah tubuh
fisik, bukan kenyataan sejati diri kita. Kemunculan
pikiran, perasaan dan sensasi pada tubuh fisik hanya
disaksikan saja dengan senyuman penuh belas
kasih. Istirahat dalam kesadaran. Menyatu dengan
keheningan.

Dengan seluruh penandanya secara lengkap


tentang tercapainya tingkat dimensi kesadaran yang
tinggi, yaitu :

1. Upeksha - keseimbangan pikiran yang sempurna.


2. Citta suddhi - terbebasnya pikiran dan perasaan
dari cengkeraman enam kegelapan pikiran.
3. Dayadhvam - mekarnya hati yang penuh belas
kasih dan kebaikan.

Cara agar kita dapat mencapai tingkat dimensi


kesadaran yang tinggi adalah dengan ketekunan
kita selama puluhan tahun untuk mempraktekkan
meditasi kesadaran [disebut juga Pranayama
Dhyana, atau Advaita-Citta Yoga, atau meditasi non-
dualitas], yang tentunya disertai dengan ketekunan
kita mempraktekkan seluruh sadhana-sadhana
pendukungnya sebagai pondasi dasarnya.
Di bawah ini akan dijelaskan secara amat
sangat ringkas tentang tehnik praktek meditasi
kesadaran, yaitu sebagai berikut :

1. Duduklah bersila dengan santai dan tenang.


2. Punggung dalam posisi tegak lurus tapi santai.
3. Kedua telapak tangan membentuk mudra.
Silahkan bebas memilih mudra mana yang sesuai
untuk diri kita sendiri. Yang terpenting bahu dalam
keadaan santai [tidak tegang].
4. Tekuk ujung lidah menyentuh langit-langit mulut.
5. Pejamkan mata.
6. Bernafaslah secara alami saja. Tidak usah
mengatur irama nafas.
7. Konsentrasilah kepada sentuhan keluar-masuk
nafas pada hidung.

Jika pada saat konsentrasi itu pikiran kita


berkeliaran kesana-kemari, itu bukanlah suatu
masalah, kegagalan, atau kesalahan dalam meditasi,
karena itu memang sifat alami dari pikiran kita.

Sadari dengan penuh belas kasih bahwa


semasih kita berbadan manusia [manusapada],
pikiran yang berkeliaran kesana-kemari memang
sifat alami dari pikiran kita. Jangan ditolak atau
berusaha dikendalikan. Disaksikan saja dengan
senyum penuh belas kasih tanpa dihakimi sebagai
salah-benar, baik-buruk, suci-kotor [dualitas
pikiran]. Kemudian kembalilah konsentrasi kepada
sentuhan keluar-masuk nafas pada hidung.

Demikianlah seterusnya dan seterusnya.

Inilah yang disebut dengan praktek meditasi


kesadaran, atau meditasi non-dualitas [Pranayama
Dhyana, Advaita-Citta Yoga].

Setiap kali memulai meditasi, sangat-sangat


penting untuk memulainya dengan bibir yang
tersenyum tipis. Karena dengan tersenyum menjadi
pertanda kita istirahat dengan damai disaat ini
seperti apa adanya, dengan tersenyum kita
mengirim energi persahabatan mendalam pada
alam semesta beserta isinya dan dengan tersenyum
kita mengirim energi kelembutan ke dalam diri kita.

Selain itu, dengan tersenyum dapat


memudahkan upaya kita konsentrasi dalam
meditasi. Saat pikiran kita berkeliaran kesana-
kemari, kita terima dan saksikan dengan senyum
penuh belas kasih, untuk kemudian konsentrasi kita
kembalikan kepada sentuhan keluar-masuk nafas
pada hidung.
Praktek meditasi kesadaran, tidak lain
merupakan latihan kesadaran untuk “istirahat” dari
konflik dualitas pikiran di dalam diri. Dalam praktek
meditasi kita belajar membebaskan kesadaran kita
dari segala bentuk kontradiksi dualitas pikiran,
dengan cara menjaga jarak dengan tubuh fisik,
pikiran dan perasaan.

Jika kita tekun selama puluhan tahun


mempraktekkan meditasi kesadaran beserta seluruh
sadhana pendukungnya, sering-sering berlatih
menjaga jarak dengan tubuh fisik, pikiran dan
perasaan, maka pada suatu titik kita akan dapat
mencapai tingkat dimensi kesadaran yang tinggi.
Kita dapat merasa aman, tenang dan nyaman
dengan semua kontradiksi dualitas pikiran di dalam
diri. Kita dapat menjaga jarak dengan semua
kemunculan pikiran, perasaan dan sensasi pada
tubuh fisik di dalam diri. Istirahat dalam kesadaran.
Menyatu dengan keheningan.

Kita perlu menjadwalkan meditasi sebagai


kegiatan rutin dalam kehidupan sehari-hari, dengan
berlandaskan pada ketekunan dan konsistensi.
Karena meditasi bukanlah sadhana [upaya spiritual]
harian atau bulanan, melainkan sadhana yang
hendaknya dilakukan dengan tekun dan sabar
selama puluhan tahun.

== Lakukan praktek meditasi kesadaran dengan


durasi waktu antara 30 menit s/d 2 jam secara rutin
setiap hari.

== Di dalam melakukan aktifitas keseharian, kapan


saja kehidupan dalam keadaan rumit, sulit, atau
penuh dengan gejolak emosi [marah, tersinggung,
sedih, bosan, galau, bingung, bad mood, didatangi
memori buruk, dsb-nya], lakukan praktek meditasi
kesadaran secara singkat. Cukup selama 1 [satu]
menit saja. Singkat-singkat saja cukup 1 [satu]
menit, tapi sering-sering kita lakukan.

Salah satu hal yang paling menentukan


perjalanan kita di alam kematian adalah samskara
[kesan-kesan pikiran] kita sendiri. Disebabkan
pertama [1] karena kita tidak lagi memiliki badan
fisik [sthula sarira], kedua [2] karena lapisan badan
yang kita gunakan di alam kematian adalah lapisan
badan pikiran, serta ketiga [3] karena perjalanan
Atma di alam kematian digerakkan oleh energi yang
sama dengan energi yang membentuk pikiran. Jika
dalam hidup ini kita dapat mencapai tingkat dimensi
kesadaran yang tinggi, maka setelah mati Atma kita
akan dapat terangkat naik untuk memasuki alam-
alam suci para Dewa tingkat dimensi tinggi, serta
memiliki peluang sangat besar untuk dapat
mencapai Moksha.

2. BERLINDUNG PADA DEWA SHIWA

Hindu Dharma mengajarkan bahwa Dewa


Shiwa adalah Ista Dewata penjaga, pelindung dan
penolong di alam kematian. Hal ini sangatlah tepat
dan akurat. Karena berdasarkan penelitian dan
penjelajahan niskala saya sendiri melalui meditasi,
berdasarkan pengalaman saya bertahun-tahun
membantu Guru suci dharma saya melaksanakan
upacara [ritual] penyeberangan Atma, berdasarkan
diskusi dan masukan dari para Guru suci dharma
dan para sadhaka [praktisi spiritual] tingkat tinggi
yang dapat menjelajahi alam-alam niskala [dimensi
alam halus yang tidak terlihat], serta memiliki mata
spiritual [mata ketiga, trineta] yang sangat tajam,
sehingga dapat melihat dan mengamati langsung
perjalanan di alam kematian, hal itu sangat benar
sesuai dengan kenyataan. Bahwa Dewa Shiwa
adalah Ista Dewata penjaga, pelindung dan
penolong di alam kematian.
Cara mudah dan sederhana agar kita dapat
diselamatkan Dewa Shiwa di alam kematian adalah
dengan terus-menerus tidak henti mengucapkan
mantra “Om Namah Shivaya” di alam kematian.
Sehingga di alam kematian Atma kita akan
diselamatkan oleh Dewa Shiwa. Atau kemungkinan
lain, nantinya kita pasti akan ada yang
menyelamatkan.

Akan tetapi melakukan hal ini di alam


kematian sangatlah tidak mudah. Terutama karena
di alam itu kacau sekali. Agar di alam kematian kita
bisa ingat untuk mengucapkan mantra “Om Namah
Shivaya”, maka dalam hidup ini kita harus
menjadikannya sebagai suatu kebiasaan
[membangun energi kebiasaan] selama puluhan
tahun. Terutama karena salah satu hal yang sangat
menentukan perjalanan kita di alam kematian
adalah energi kebiasaan.

Dalam ajaran Hindu ada hitungan 1 [satu]


maha-purascharna [1 juta kali penjapaan mantra].
Agar mengucapkan mantra “Om Namah Shivaya”
dapat menjadi energi kebiasaan di alam kematian,
maka semasa hidup ini kita harus menjapakan
mantra “Om Namah Shivaya” paling minimal
sebanyak 8 [delapan] maha-purascharna [8 juta
kali]. Agar nanti di alam kematian kita bisa ingat
untuk mengucapkannya. Tentu saja jika jumlah
penjapaannya lebih banyak lagi, jika semakin sering
kita melaksanakannya, energi kebiasaan yang
dihasilkan juga akan semakin baik dan kuat.

Kita harus tekun selama puluhan tahun untuk


mempraktekkan sadhana Mantra Yoga [penjapaan
mantra] yang ditujukan kepada Dewa Shiwa, yang
tentunya disertai dengan ketekunan kita
mempraktekkan seluruh sadhana-sadhana
pendukungnya sebagai pondasi dasarnya.

Di bawah ini akan dijelaskan secara amat


sangat ringkas tentang tehnik praktek Mantra Yoga,
yaitu sebagai berikut :

== 1]. Haturkan canang dan dupa.

== 2]. Duduklah bersila dengan santai dan tenang.


Punggung dalam posisi tegak lurus tapi santai.

== 3]. Sembahyang matur piuning [minta ijin] dan


mohon restu Dewa Shiwa, bahwa kita akan
melakukan sadhana Mantra Yoga [penjapaan
mantra].
== 4]. Undang kehadiran Dewa Shiwa. Caranya
dengan menampilkan mudra namaskara
[mencakupkan kedua telapak tangan di dada]
sambil memegang japa mala, pejamkan mata dan
kita fokus melakukan dhyanawidhi [konsentrasi
melakukan visualisasi atau membayangkan] wujud
Dewa Shiwa. Visualkan atau bayangkan wujud Dewa
Shiwa ada di langit biru dan awan-awan putih yang
indah di hadapan kita. Visualkan Dewa Shiwa hidup
dan berpendar cahaya.

== 5]. Setelah visualisasi kita terasa cukup jelas,


pegang japa mala dengan tangan kanan dan
ditempelkan di dada [titik ulu hati], dalam posisi
menjapakan mantra. Jari telunjuk tangan kanan
harus mengacung keluar, karena jari telunjuk dalam
penjapaan mantra adalah simbol ahamkara [ke-aku-
an, ego]. Tangan kiri kita letakkan di pangkuan,
untuk menyangga ujung japa-mala yang menjuntai.

== 6]. Lakukan penjapaan mantra “Om Namah


Shiwaya” sebanyak 108 kali [satu putaran japa mala],
atau beberapa kali putaran japa mala. Penjapaan
mantra ini kita lakukan sambil terus melakukan
dhyanawidhi atau visualisasi [membayangkan wujud
Dewa Shiwa] seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya.
== 7]. Setelah selesai melakukan penjapaan mantra,
kita lanjutkan dengan tahap malinggihkan Dewa
Shiwa di dalam diri. Ini merupakan bagian dari
proses penting untuk pemurnian energi di dalam
diri, sekaligus untuk memurnikan karma buruk.

Kita tetap dalam posisi semula, yaitu


memegang japa-mala di dada, memejamkan mata
dan memvisualisasikan kehadiran Dewa Shiwa.
Tekuk ujung lidah kita menyentuh langit-langit
mulut. Terus visualisasikan Dewa Shiwa, dengan hati
penuh rasa hormat dan terimakasih. Rasakan
dengan sepenuh hati kehadiran Beliau.

Kemudian visualisasikan [bayangkan] seluruh


tubuh Dewa Shiwa memancarkan cahaya suci
berwarna putih terang, sampai kemudian seluruh
tubuh-Nya lebur sepenuhnya menjadi cahaya suci
putih sangat terang. Lalu cahaya suci ini bergerak
naik diatas kita dan masuk ke dalam diri kita melalui
chakra sahasrara [chakra mahkota], atau melalui titik
tepat diatas ubun-ubun kita. Cahaya suci ini terserap
masuk menyatu dengan diri kita. Membuat badan
kita sepenuhnya lebur berubah ke dalam wujud
cahaya suci-Nya yang berwarna putih terang
benderang. Rasakan dengan hati bahwa seluruh
bagian dari diri kita sudah dimurnikan. Terus
pertahankan selama beberapa saat, visualisasi
badan kita menjadi wujud cahaya suci-Nya yang
berwarna putih terang benderang.

== 8]. Sembahyang mengucapkan terimakasih


mendalam dan nunas pamit kepada Dewa Shiwa.

Untuk dapat mencapai jumlah penjapaan


mantra minimal sebanyak 8 [delapan] maha-
purascharna [8 juta kali], tentunya akan sangat
membutuhkan waktu. Anggap saja dalam sehari kita
hanya sempat melakukan penjapaan mantra “Om
Namah Shiwaya” sebanyak 5 [lima] putaran japa-
mala di pagi hari dan 5 [lima] putaran japa-mala di
malam hari. Jadi dalam sehari kita hanya dapat
melaksanakan penjapaan mantra sebanyak 10
[sepuluh] kali putaran japa-mala [1.008 kali] saja.
Tapi jika kita dengan tekun melaksanakannya, maka
kita bisa hitung sendiri, yaitu bahwa 8 [delapan]
maha-purascharna [8 juta kali] akan tercapai dalam
waktu sekitar 7.937 hari atau kurang lebih sekitar 22
tahun ketekunan melaksanakan penjapaan mantra.

Semakin sering kita melakukan tentu saja


waktu yang dibutuhkan juga akan semakin singkat.
Dengan ketekunan kita selama puluhan tahun
untuk mempraktekkan sadhana Mantra Yoga
[penjapaan mantra] yang ditujukan kepada Dewa
Shiwa, serta ketekunan untuk mempraktekkan
seluruh sadhana pendukungnya, maka kelak di alam
kematian kita akan dapat mengingat [tidak lupa]
untuk terus-menerus tidak henti menjapakan
mantra “Om Namah Shivaya”. Sehingga di alam
kematian kita akan diselamatkan oleh Dewa Shiwa.
Atau kemungkinan lain, nantinya kita pasti akan ada
yang menyelamatkan.

Ini bukanlah hanya sebatas pengetahuan yang


bersumber dari yang dipaparkan dalam buku-buku
suci, tapi juga diketahui kebenarannya melalui
pengamatan niskala saya sendiri melalui meditasi,
melalui pengalaman saya bertahun-tahun
membantu Guru suci dharma saya melaksanakan
upacara [ritual] penyeberangan Atma, serta melalui
diskusi dan masukan dari para Guru suci dharma
dan para sadhaka [praktisi spiritual] tingkat tinggi
yang melalui mata spiritual dapat melihat dan
mengamati langsung perjalanan Atma di alam
kematian.

CATATAN PENTING : Cara ini adalah jalan yang


paling disarankan dan paling efektif bagi orang
kebanyakan yang baru belajar spiritual dharma di
usia tua [55 tahun keatas], atau bagi orang
kebanyakan yang waktunya sudah mendekati saat
kematian, yang ingin mempersiapkan perjalanan
yang terang dan indah di alam kematian. Karena
cenderung sudah cukup terlambat untuk mendalami
jalan-jalan lainnya. Sehingga sangat disarankan
untuk memilih jalan ini.

3. BERLINDUNG GURU SUCI DHARMA YANG


ASLI ATAU ISTA DEWATA PELINDUNG

Di alam kematian kita dapat mencari


perlindungan pada Guru suci dharma yang asli atau
pada Ista Dewata pelindung, jika semasa kehidupan
kita selama puluhan tahun penuh dengan bhakti
kepada Guru suci dharma yang asli atau Ista Dewata
pelindung.

Dengan suatu catatan, bahwa tidak semua


orang secara karma dapat berjodoh dengan Guru
suci dharma yang asli. Hanya sedikit orang yang
memiliki berkah seperti ini secara karma.

Jika semasa kehidupan selama puluhan tahun


kita penuh dengan bhakti kepada Guru suci dharma
yang asli, maka di alam kematian kita dapat
memanggil Guru dan kemudian Guru akan
menyelamatkan kita.

Jika semasa kehidupan selama puluhan tahun


kita penuh dengan bhakti kepada Ista Dewata
pelindung, maka di alam kematian kita dapat
memanggil Ista Dewata pelindung dan kemudian
Ista Dewata pelindung akan menyelamatkan kita.

4. BERLINDUNG PADA AKUMULASI KARMA


BAIK YANG SANGAT BERLIMPAH DAN
AKUMULASI KARMA BURUK YANG SEDIKIT

Bagi orang kebanyakan yang tidak terlatih


dalam praktek meditasi, atau sadhana penjapaan
mantra pada Dewa Shiwa, atau tidak memiliki
kesempatan untuk ber-bhakti yang mendalam pada
Guru suci dharma yang asli atau Ista Dewata
pelindung, maka satu-satunya harapan
perlindungan bagi perjalanan yang terang di alam
kematian adalah akumulasi karma baik yang sangat
berlimpah dan akumulasi karma buruk yang sedikit.

Terutama karena pada saat kematian, setelah


melewati alam antarabhava, Atma akan bernasib
seperti debu yang terhisap vacuum cleaner,
langsung ditarik terhisap tidak berdaya menuju
kelahiran kembali berikutnya, atau menuju alam-
alam yang sesuai dengan akumulasi karma kita
sendiri.

Disini ayusya karma [karma perjalanan


kematian] mengambil peranan yang sangat besar.
Ayusya karma adalah akumulasi karma seseorang
yang akan menjadi penentu ke alam mana Atma
seseorang akan terbawa pergi setelah dijemput
kematian, atau mengalami kelahiran kembali
kemana dan menjadi apa.

Jika semasa kehidupan di dunia kita memiliki


akumulasi karma baik yang sangat berlimpah, serta
memiliki akumulasi karma buruk yang sedikit, maka
setelah melewati alam antarabhava, Atma akan
bernasib seperti debu yang terhisap vacuum
cleaner, langsung ditarik terhisap tidak berdaya oleh
ayusya karma menuju alam-alam suci para Ista
Dewata.

Sebaliknya, jika semasa kehidupan di dunia


kita hanya memiliki sedikit akumulasi karma baik,
serta memiliki sangat banyak akumulasi karma
buruk, maka setelah melewati alam antarabhava,
Atma akan bernasib seperti debu yang terhisap
vacuum cleaner, langsung ditarik terhisap tidak
berdaya oleh ayusya karma menuju empat jalur
perjalanan Atma yang buruk.

Selain itu, rahasia tentang apa yang paling


menentukan perjalanan kita di alam kematian
adalah samskara [kesan-kesan pikiran] kita sendiri.
Jika semasa kehidupan kita memiliki hati yang
penuh belas kasih dan kebaikan, maka hal itu secara
alami akan membentuk kecenderungan pikiran yang
jernih dan damai di alam kematian.

Cara agar di alam kematian kita dapat


berlindung pada akumulasi karma baik yang sangat
berlimpah dan akumulasi karma buruk yang sedikit,
tentunya sudah cukup jelas. Yaitu semasa kehidupan
ini berusahalah untuk melakukan kebaikan
sebanyak-banyaknya, serta berusahalah agar kita
tidak menyakiti dan tidak melakukan kejahatan.

Landasan dasar paling penting dalam


kehidupan sehari-hari adalah membiasakan diri kita
melakukan segala jenis kebaikan, seperti misalnya :

- Memungut dan membuang sampah yang


berantakan.
- Membantu mematikan keran bak air kamar mandi
umum yang penuh.
- Memberikan kursi kita di bus kepada orang tua,
wanita hamil atau anak-anak.
- Memberikan giliran antrean kita kepada orang lain
yang lebih memerlukan.
- Meminggirkan kendaraan saat ada ambulance
lewat.
- Memberi kesempatan bagi orang yang
menyeberang jalan.
- Mengalah saat ada kemacetan jalan.
- Mau menunggu orang yang datang janjian
terlambat tanpa mengeluh.
- Menemani anak-anak bermain,
- Menampilkan wajah ceria dan tersenyum ramah
kepada orang lain.
- Dsb-nya, banyak lagi lainnya.

Serta berusaha untuk sangat sering


melakukan apa yang disebut sebagai “melakukan
kebaikan di lahan yang subur”, yang artinya karma
baiknya sangat berlimpah, seperti misalnya [contoh]
sebagai berikut :

1. Kebaikan berupa mencetak, membagikan dan


menyebarkan buku-buku ajaran dharma secara
gratis. Ini termasuk memberikan sumbangan uang
[disebut dharma dana] untuk penyebaran buku-
buku ajaran dharma. Tapi disini sangat perlu kehati-
hatian agar niat berkarma baik tidak berubah
menjadi karma buruk. Kita di hidup di jaman yang
penuh kepalsuan, sehingga ajaran dharma dan Guru
palsu jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan
yang asli. Yakinkan diri secara sungguh-sungguh
terlebih dahulu, apakah ajaran tersebut bebas dari
kepentingan, bebas dari manipulasi, bebas dari
jebakan politis, bebas dari kecenderungan pikiran
dan sesuai dengan kenyataan alam-alam suci. Kalau
sudah yakin barulah kita laksanakan.

2. Kebaikan berupa membantu menyekolahkan


anak-anak miskin terlantar atau yatim-piatu sampai
mereka mandiri. Ini adalah menyelamatkan
kehidupan mereka dengan memberi mereka
peluang hidup layak di masa depan.

3. Kebaikan berupa membantu mencarikan


pekerjaan atau memberikan pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan, serta mendapat penghasilan
mencukupi, bagi orang-orang tidak mampu,
terlantar atau pengangguran yang miskin. Ini adalah
menyelamatkan kehidupan mereka dari bahaya
kehancuran hidup dengan memberi mereka
kesempatan mendapatkan penghasilan.
4. Kebaikan berupa melakukan pertolongan,
melayani dan membantu kesembuhan orang-orang
yang mengalami kecelakaan berbahaya atau orang-
orang miskin terlantar yang sakit keras.

5. Kebaikan berupa membeli binatang di rumah


jagal atau yang akan dimasak di restoran [binatang
yang akan dibunuh], lalu membebaskan mereka di
alam atau habitat yang sehat dan alami. Ini adalah
menyelamatkan makhluk hidup dari kematian yang
mengancam mereka. Binatang yang kita lepas harus
di lingkungan atau habitat yang sesuai, serta sehat
dan bersih.

6. Kebaikan berupa melakukan pelayanan kepada


orang tua kita sendiri. Misalnya selalu membantu
mereka mengerjakan pekerjaan rumah seperti
mengepel, mencuci piring, mencuci baju, dsb-nya.
Serta merawat dan menjaga mereka ketika mereka
sakit atau sudah tua.

7. Kebaikan berupa melakukan pelayanan kepada


orang-orang tua yang sudah lemah. Misalnya
membantu mereka mengerjakan pekerjaan rumah,
serta merawat dan menjaga mereka ketika mereka
sakit. Banyak cara untuk melakukan ini seperti
misalnya melakukan pelayanan ke panti-panti
jompo.

8. Kebaikan berupa melakukan pelayanan kepada


anak-anak yatim-piatu atau anak-anak miskin yang
terlantar. Misalnya membantu mereka mengerjakan
pe-er, mengajarkan mereka pelajaran keterampilan
yang berguna secara gratis, dsb-nya. Banyak cara
untuk melakukan ini seperti misalnya melakukan
pelayanan ke panti-panti asuhan.

9. Kebaikan berupa ikut serta menjaga dresta, atau


bhisama mandala parahyangan suci [pura, tempat
suci]. Serta ikut melakukan pelayanan [ngayah] di
tempat-tempat suci yang menjadi mandala
parahyangan suci penjaga kesucian Ibu Pertiwi.

10. Kebaikan berupa memberikan uang dan


kebutuhan pokok penting lainnya kepada orang tua
kita sendiri.

11. Kebaikan berupa memberikan uang atau


kebutuhan pokok penting lainnya kepada orang tua
yang sudah tidak memiliki penghasilan. Bisa juga
dilakukan dengan cara menyumbang ke panti-panti
jompo.
12. Kebaikan berupa memberikan uang atau
kebutuhan pokok penting lainnya kepada orang
miskin atau orang yang sulit mencari makan.

13. Kebaikan berupa memberikan uang atau


kebutuhan pokok penting lainnya kepada anak-
anak yang miskin atau terlantar. Bisa juga dilakukan
dengan cara menyumbang ke panti-panti asuhan.

14. Kebaikan berupa memberikan uang atau


kebutuhan pokok penting lainnya kepada orang-
orang yang memang benar mengemban tugas
dharma, seperti misalnya memberi sesari kepada Jro
Mangku sebuah parahyangan tempat suci, memberi
dana punia kepada orang-orang yang punya tugas
menyebarkan ajaran dharma yang tepat dan
mencerahkan, dsb-nya.

Serta semasa kehidupan ini, tekunlah menjaga


diri kita sendiri agar kita tidak menyakiti melalui
perkataan, tidak menyakiti melalui perbuatan dan
tidak melakukan kejahatan. Dengan tujuan agar kita
memiliki akumulasi karma buruk yang sedikit.

Jika semasa kehidupan di dunia kita memiliki


akumulasi karma baik yang sangat berlimpah, serta
memiliki akumulasi karma buruk yang sedikit, maka
setelah melewati alam antarabhava, Atma akan
bernasib seperti debu yang terhisap vacuum
cleaner, langsung ditarik terhisap tidak berdaya oleh
ayusya karma menuju alam-alam suci para Ista
Dewata.
Bab 4
KELAHIRAN KEMBALI YANG
BAIK
MENGUMPULKAN AKUMULASI KARMA
UNTUK MERANCANG KELAHIRAN
KEMBALI YANG BAIK DALAM SAMSARA

Tentunya kita juga memerlukan rencana


cadangan, jika seandainya dalam perjalanan di alam
kematian kita mengalami kegagalan untuk
mencapai Moksha, atau kita mengalami kegagalan
untuk dapat memasuki alam-alam suci para Dewa
tingkat dimensi tinggi [Mahar Loka, atau Jana Loka,
atau Tapa Loka, atau Satya Loka].

Apa yang harus kita lakukan sebagai rencana


cadangan adalah kita tekun melakukan semua 7
[tujuh] sadhana untuk mempersiapkan kelahiran
kembali yang baik. Jika dalam hidup ini kita mau
tekun melaksanakannya, maka dapat dipastikan
bahwa di kehidupan berikutnya kita pasti akan
dapat memperoleh kelahiran kembali yang baik.

Semua 7 [tujuh] sadhana itu beserta hasilnya


secara lengkap, yaitu sebagai berikut :

1. Dapat terlahir kembali sebagai manusia.

Dalam siklus samsara, dapat terlahir sebagai


manusia adalah sangat istimewa dan sangat utama,
layaknya kita mendapat berkah berlian dalam siklus
samsara. Karena hanya dengan terlahir sebagai
manusia kita memiliki kesempatan terbaik untuk
mencapai pembebasan dari siklus samsara. Jika
terlahir sebagai binatang atau menjadi mahluk-
mahluk alam bawah, kita akan terlalu banyak
mengalami kebodohan [avidya] dan kesengsaraan.

Cara agar di kehidupan berikutnya kita dapat


terlahir kembali sebagai manusia adalah,
tumbuhkan sifat belas kasih yang mendalam dan
berusaha melakukan kebaikan-kebaikan sebanyak-
banyaknya. Hindari memelihara kegelapan pikiran
seperti iri hati, marah, benci, dendam. Jangan
menyakiti, apalagi sampai membunuh. Serta
tekunlah melaksanakan sadhana-sadhana
pemurnian diri seperti meditasi, melukat, dsb-nya.
Karena untuk dapat terlahir sebagai manusia kita
memerlukan akumulasi karma baik yang sangat
banyak dan tidak melakukan pelanggaran dharma
yang berat.

2. Dapat berjodoh dengan ajaran dharma yang


asli, sekaligus dapat memahaminya.

Tanpa berjodoh dengan ajaran dharma yang


asli, sekaligus dapat memahaminya, perjuangan
spiritual kita untuk membangunkan kembali
kesadaran Atma di dalam diri cenderung akan
sangat sulit, lambat, berat atau tanpa tujuan yang
benar. Karena kita berada dalam avidya
[kebingungan dan ketidak-tahuan].
Cara agar di kehidupan berikutnya kita dapat
berjodoh dengan ajaran dharma yang asli adalah,
tumbuhkanlah sifat belas kasih yang mendalam dan
berusaha melakukan kebaikan-kebaikan sebanyak-
banyaknya. Serta sering-seringlah melakukan
dharma yadnya, yaitu menyebarkan dan
melestarikan ajaran-ajaran dharma yang asli. Seperti
misalnya membantu membagikan atau memberikan
dana punia bagi penyebaran ajaran dharma secara
gratis. Cara lainnya adalah kita secara gratis
memberikan dharma wacana, mengajarkan
meditasi, dsb-nya.

Tapi disini sangat perlu kehati-hatian agar niat


berkarma baik tidak berubah menjadi karma buruk.
Dalam artian saat ini kita di hidup di jaman yang
penuh kepalsuan, sehingga ajaran kudharma [ajaran
agama, ajaran spiritual, atau ajaran dharma yang
palsu] dan Guru palsu jumlahnya sama banyak
dibandingkan yang asli. Sehingga, yakinkan diri
secara sungguh-sungguh terlebih dahulu, apakah
ajaran dharma tersebut bebas dari kepentingan,
bebas dari manipulasi, bebas dari jebakan politis,
bebas dari propaganda, bebas dari kecenderungan
pikiran dan sesuai dengan kenyataan alam-alam
suci. Jangan mengikat diri dengan ajaran kudharma
dan kita jangan ikut serta di dalam melestarikan,
mengembangkan atau menyebarkan ajaran
kudharma. Karena kalau demikian, kelak kita juga
pasti akan selalu berjodoh dengan ajaran yang
kudharma.

Kalau sudah yakin bahwa jalan kita adalah


memang benar-benar ajaran dharma yang asli,
barulah kita laksanakan dharma yadnya
sebagaimana dijelaskan diatas.

Apalagi kalau kita sampai memecah-belah


manusia dengan kendaraan ajaran agama atau
politik sektarian yang jahat, melakukan propaganda,
menghasut sesama agar saling merendahkan, saling
membenci dan saling teror halus berupa intimidasi
keyakinan orang lain, itu karma buruknya adalah
amat sangat berat.

Di dalam memilih [melestarikan] dan


menyebarkan pengetahuan kita perlu bersikap hati-
hati dan selektif. Selalu gunakan dua kekuatan
penting yang ada di dalam diri kita sendiri untuk
memilah-milah pengetahuan, yaitu logika dan
intuisi. Karena kalau kita memilih [melestarikan] dan
menyebarkan pengetahuan yang tidak benar, kelak
kita juga akan berjodoh dengan pengetahuan yang
tidak benar. Sebaliknya kalau kita memilih dan
menyebarkan pengetahuan yang benar, kelak kita
juga akan berjodoh dengan pengetahuan yang
benar.

Cara agar di kehidupan berikutnya kita dapat


memahami ajaran dharma yang asli adalah, jangan
sekali-sekali fanatik dengan ajaran agama atau
pemahaman spiritual yang kita yakini. Jangan
menjelek-jelekkan orang yang menempuh jalan
berbeda. Hormatilah agama orang lain. Hormatilah
jalan spiritual yang berbeda dengan jalan yang kita
tempuh. Hormatilah pandangan spiritual yang
berbeda. Serta hormatilah tradisi spiritual di tempat
dimana kita dilahirkan. Misalnya kita lahir jadi orang
Bali hormatilah tradisi spiritual asli warisan leluhur
orang Bali, kalau kita lahir jadi orang Jawa
hormatilah tradisi spiritual asli warisan leluhur orang
Jawa, dst-nya. Kalau ada yang kita anggap salah,
galilah maknanya yang lebih dalam. Kalau kita tidak
mampu, diam saja jangan menjelek-jelekkan.

Jika seandainya ada ajaran agama, ajaran


spiritual, atau ajaran dharma yang kita pandang
sebagai salah atau palsu, lebih baik kita bersikap
bijaksana, “bukan ajaran agama, ajaran spiritual,
atau ajaran dharma yang salah atau palsu, tapi
hanya sayalah yang belum dapat memahaminya”.

3. Dapat terlahir di lingkungan yang aman dan


damai.

Jika kita terlahir di daerah konflik, banyak


kekerasan dan peperangan, mau tidak mau kita
akan terseret ke dalam arusnya dan cenderung
sangat sulit untuk dapat memahami ajaran dharma.
Kita pasti akan terpengaruh dengan suasana saling
membenci, terlibat kekerasan dan peperangan,
sehingga akan sangat sulit untuk mengembangkan
kesadaran.

Cara agar di kehidupan berikutnya kita dapat


terlahir di lingkungan yang aman dan damai adalah,
jangan sampai kita terlibat kekerasan dan
peperangan. Jangan sampai kita terlibat memecah-
belah manusia dengan alasan kepuasan ego pribadi,
kepentingan pribadi, ajaran agama, politik sektarian
yang jahat, dsb-nya. Jangan memfitnah, melakukan
propaganda, menghasut sesama agar saling
menghina, saling merendahkan dan saling
membenci.
4. Dapat terlahir di keluarga dan lingkungan
dengan moralitas yang baik.

Kalau kita lahir di keluarga dan lingkungan


dengan moralitas yang tidak baik, artinya sejak awal
kita dikelilingi oleh orang-orang dengan moralitas
tidak baik, seteguh apapun kita pasti akan
terpengaruh. Kalau selama hidup kita dikelilingi
dengan para pemabuk, cepat atau lambat kita juga
akan ikut mabuk-mabukan. Kalau selama hidup kita
dikelilingi dengan orang-orang yang gemar
selingkuh, cepat atau lambat kita juga akan ikut
selingkuh, dsb-nya. Demikian juga kalau kita lahir di
keluarga dan lingkungan yang dipenuhi para
pemakai narkoba, koruptor, tukang berkelahi,
penjahat, penipu, dsb-nya, cepat atau lambat dari
sejak kecil kita juga akan ikut terpengaruh, untuk
kemudian kita akan cenderung sangat sulit untuk
mengembangkan kesadaran.

Cara agar di kehidupan berikutnya kita dapat


terlahir di keluarga dan lingkungan dengan
moralitas yang baik adalah, jauhi dalam hidup ini
untuk melakukan kegiatan-kegiatan melanggar
dharma, seperti narkoba, selingkuh, mencuri,
korupsi, memanipulasi orang lain, minuman keras,
menipu, judi, dsb-nya. Kalau dalam kehidupan ini
moralitas kita tidak baik, pada kelahiran berikutnya
kita akan terlahir di keluarga dan lingkungan
dengan moralitas tidak baik.

5. Dapat terlahir di keluarga yang berkecukupan


secara ekonomi.

Kalau kita lahir di keluarga melarat, sebagian


besar waktu kita dalam hidup akan kita habiskan
untuk urusan mencari makan dan urusan bertahan
hidup saja, sehingga kecenderungannya hanya ada
sedikit sekali waktu untuk mempelajari dan
mempraktekkan ajaran dharma yang mendalam.
Demikian juga akan terjadi kalau kita lahir di
lingkungan yang sulit, tidak makmur atau miskin.
Sebaliknya kalau kita terlahir di keluarga dan
lingkungan makmur [secara kebutuhan hidup
berkecukupan], kita akan punya banyak waktu untuk
mempelajari dan mempraktekkan ajaran dharma
yang mendalam.

Cara agar di kehidupan berikutnya kita dapat


terlahir di keluarga yang secara ekonomi
berkecukupan adalah, banyak-banyak memberi,
memberi dan memberi. Jangan pelit dan
mementingkan diri sendiri. Lakukan banyak
kebaikan-kebaikan dengan jalan pemberian, yaitu
pemberian yang terkait dengan uang, harta dan
benda-benda.

6. Dapat terlahir sebagai manusia yang sehat


secara fisik.

Memiliki fisik yang sehat dan tidak sakit-


sakitan sangat membantu di dalam mempraktekkan
ajaran dharma yang mendalam.

Cara agar di kehidupan berikutnya kita terlahir


sebagai manusia yang sehat secara fisik adalah,
jangan secara sengaja menyakiti dan melakukan
kekerasan fisik kepada mahluk lain. Apalagi sampai
secara sengaja membunuh mahluk lain.

7. Dapat berjodoh [dapat belajar] dari seorang


Guru suci dharma yang asli.

Salah satu kemewahan spiritual yang langka


dalam hidup ini adalah jika kita berjodoh [dapat
belajar] dari seorang Guru suci dharma yang asli,
apalagi Guru suci dharma kelahiran dari alam-alam
suci. Karena kemajuan kesadaran kita dalam satu
kehidupan saja akan maju dengan sangat pesat.
Cara agar kita dapat berjodoh dengan
seorang Guru suci dharma yang asli adalah, hormati
secara mendalam semua Guru spiritual dan semua
Ista Dewata.

Jangan pernah merendahkan, menjelekkan


atau menghina seorang Guru spiritual. Kalau kita
tidak cocok cukup menjauh saja, tapi jangan
merendahkan, menjelekkan, apalagi menghina.
Termasuk kalau kita bertemu dengan Guru spiritual
yang menurut pendapat kita “salah” atau “palsu”.
Lebih baik tutup mulut, mundur dan pergi, jangan
merendahkan, menjelekkan atau menghina. Karena
sering terjadi karena kebodohan kita sendiri, Guru
suci dharma yang asli dapat kita sangka sebagai
Guru palsu.

Untuk amannya atau untuk menghindari hal


ini terjadi lebih baik kita hormati saja semua Guru
spiritual. Karena kata-kata atau sikap buruk
terhadap Guru suci dharma yang asli, baik secara
langsung maupun tidak langsung, hal itu secara
karma sangat berbahaya. Karena karma buruknya
akan menutup jalan kita berjodoh dengan Guru suci
dharma yang asli dan juga sekaligus membuat jalan
hidup kita menjadi tanpa arah dan tidak karuan.
Jangan pernah merendahkan, menjelekkan
atau menghina para Ista Dewata dan semua
mahluk-mahluk suci lainnya. Jangan pernah
menghasut orang yang memuja Ista Dewata untuk
tidak memuja Ista Dewata. Karena kata-kata atau
sikap buruk terhadap para Ista Dewata, baik secara
langsung maupun tidak langsung, hal itu secara
karma sangat berbahaya. Karena karma buruknya
akan menutup jalan kita berjodoh dengan Guru suci
dharma yang asli dan juga sekaligus secara karma
kita sudah menutup pintu kita sendiri dari kekuatan-
kekuatan mahasuci yang menjadi pembimbing dan
pelindung di alam semesta ini.

Lebih dari bersikap penuh hormat kepada


Guru suci dharma dan para Ista Dewata, kita juga
hendaknya menghormati semua simbol-simbol dari
Guru suci dharma dan para Ista Dewata. Kalau ada
buku tulisan atau gambar Guru spiritual kita, jangan
menaruhnya di tempat sembarangan. Kalau ada
gambar atau arca Ista Dewata jangan menaruhnya
di tempat sembarangan.

Serta jika kita melihat bungkus dupa yang


bergambar Ista Dewata, atau lungsuran
persembahan [seperti lungsuran canang dan
upacara] jangan membuangnya di tempat sampah,
tapi kumpulkan dan bakar di dalam periuk tanah liat
yang sukla [titipkan di alam api]. Nanti abunya sebar
di campuhan sungai [pertemuan dua atau lebih
aliran sungai], atau di laut, atau di tanah sanggah
dan merajan.
Bagian Keempat :

RAHASIA
PERJALANAN ATMA
DI ALAM KEMATIAN
Bab 1
MENGALAMI KEMATIAN YANG
WAJAR
PROSES KEMATIAN, BEBERAPA
KESEMPATAN ATMA MENGALAMI
PEMBEBASAN DARI SIKLUS SAMSARA
DAN PERJALANAN ATMA DI ALAM
KEMATIAN
Yang dimaksud dengan mengalami kematian
yang wajar adalah kita mengalami proses kematian
secara perlahan bertahap dengan terbaring di
tempat tidur. Mungkin kita sakit, mungkin kita
mengalami luka yang parah, dsb-nya. Intinya kita
terbaring lemah di tempat tidur dan kemudian
mengalami proses kematian secara bertahap.

Berikut di bawah ini akan dijelaskan secara


rinci tentang tahapan-tahapan proses kematian,
beberapa kesempatan Atma untuk mengalami
pembebasan dari siklus samsara dan bagaimana
perjalanan Atma di alam kematian di dalam suatu
kematian yang wajar,
TAHAP 1. PERTANDA PERTAMA : MELEMAHNYA
JEJARING UNSUR-UNSUR PANCA MAHA BHUTA
PEMBENTUK BADAN FISIK

Yang dimaksud dengan cara kematian yang


wajar adalah kita mengalami proses kematian secara
bertahap dengan terbaring di tempat tidur.
Mungkin kita sakit, mungkin kita mengalami luka-
luka fisik yang parah, dsb-nya. Intinya saat itu kita
terbaring lemah di tempat tidur dan sebentar lagi
kita akan mati.

Proses kematian dimulai dengan melemahnya


jejaring unsur-unsur panca maha bhuta pembentuk
badan fisik, yang akan dilalui dengan beberapa
pertandanya, yaitu :

== 1]. Tahap pertama, badan kita akan mulai


kehilangan kekuatan geraknya. Kita mulai merasa
sulit bergerak. Mungkin saja badan kita terasa
seolah seperti ditindih sesuatu yang berat, tapi
intinya adalah badan kita mulai sulit untuk
digerakkan. Ini adalah pertanda dari tubuh fisik
paling awal bahwa dalam badan fisik kita sedang
terjadi proses melemahnya ikatan jejaring unsur-
unsur panca maha bhuta pembentuk badan.

== 2. Tahap berikutnya yang terjadi adalah mata,


mulut dan tenggorokan kita akan terasa seret,
kering, atau tersumbat. Disini kita menjadi merasa
kehausan. Pada tahap ini juga, saluran kencing dan
kotoran kita tidak lagi bisa kita kendalikan. Mungkin
dari kelamin dan dubur kita akan keluar kencing dan
kotoran tanpa terkendali. Serta nafas kita terasa
dingin. Ini adalah pertanda dari tubuh fisik tahap
kedua, yaitu bahwa dalam badan fisik kita ikatan
jejaring unsur-unsur panca maha bhuta pembentuk
badan dalam proses terus semakin melemah.

== 3. Tahap berikutnya yang terjadi adalah kita


merasa makin lama makin sulit bernafas. Nafas kita
menjadi semakin pendek dan terasa sulit untuk
bernafas. Ini adalah pertanda dari tubuh fisik tahap
ketiga, atau pertanda dari tubuh fisik tahap terakhir,
dari proses melemahnya ikatan jejaring unsur-unsur
panca maha bhuta pembentuk badan.

== 4. Pertanda bahwa kematian sudah sangat dekat


adalah melemahnya ingatan dan kesadaran kita.
Karena badan fisik yang terbentuk dari unsur-unsur
panca maha bhuta sudah sangat melemah ikatan-
ikatannya, maka kita akan mulai sulit mengingat
nama keluarga atau teman-teman yang menunggui
di sekeliling kita, bahkan kemudian kita akan makin
sulit ingat atau mengenali mereka.

== 5. Pertanda bahwa kematian sudah di depan


mata adalah segalanya [penglihatan, pendengaran,
pencerapan] akan menjadi kabur. Kita perlahan-
lahan mulai tidak lagi dapat menyadari dunia luar.
Perasaan terakhir kita dari berhubungan dengan
alam marcapada [alam fisik] mulai perlahan-lahan
lenyap.

CATATAN : Setiap mahluk, dari binatang, manusia


dan bahkan termasuk janin atau bayi yang akan
mengalami kematian, semuanya pasti akan
mengalami proses ini. Akan tetapi durasi atau
jangka waktu terjadinya proses ini sangatlah
berbeda-beda pada setiap mahluk. Perbedaan
jangka waktu ini disebabkan oleh berbagai faktor.
Seperti misalnya cara mengalami kematian yang
berbeda-beda pada masing-masing orang,
kesehatan badan fisik masing-masing, perasaan
tidak rela untuk meninggal, dsb-nya. Atau misalnya
orang yang meninggal seketika dalam kecelakaan
tetap sama akan mengalami proses ini, akan tetapi
jangka waktu terjadinya secara amat sangat cepat.
PETUNJUK PENTING : Pada tahap ini, sebagai
reaksi alami dari pikiran-perasaan kita terhadap
proses melemahnya ikatan jejaring unsur-unsur
panca maha bhuta pembentuk badan fisik, disini
umumnya bagi orang kebanyakan di dalam dirinya
akan muncul berbagai gejolak pikiran, emosi dan
perasaan yang berkecamuk.

Tapi bagi kita yang sudah mempelajari ajaran


dharma, kita sudah tahu apa yang harus kita
lakukan. Ingatlah baik-baik, bahwa faktor kunci
pertama [di bagian awal] yang benar untuk
menyambut datangnya kematian adalah, pada
detik-detik menjelang datangnya kematian, kita
dapat menyambut datangnya kematian dengan
kejernihan, ketenangan dan penuh kerelaan.
Terutama karena bagaimana kualitas ketenangan
kita pada detik-detik menjelang datangnya
kematian, akan sangat berpengaruh menentukan
dan membentuk bagaimana perjalanan kita
selanjutnya di alam kematian.

Jika pikiran yang gelisah, sedih, takut,


sengsara, tidak rela dan bentuk pikiran yang negatif
lainnya muncul pada pikiran kita disaat detik-detik
menjelang kematian, hal itu akan membentuk dan
membawa kita menuju perjalanan di alam kematian
yang kacau dan gelap. Sebaliknya jika pikiran yang
jernih, tenang dan penuh kerelaan muncul pada
pikiran kita disaat detik-detik menjelang kematian,
hal itu akan membentuk dan membawa kita menuju
perjalanan di alam kematian yang baik dan terang.

Sehingga kita harus berusaha menyambut


tahap ini dengan penuh ketenangan dan
keseimbangan pikiran. Jangan terseret dengan
berbagai rasa sakit fisik, gejolak arus pikiran, emosi
dan perasaan yang mungkin berkecamuk. Kita harus
tetap tenang dan penuh kerelaan melepas
kehidupan ini. Kecemasan, rasa takut, rasa sengsara
dan ketidakrelaan di dalam menyambut kematian,
tidak saja akan memperparah beban rasa sakit fisik
dan rasa sakit mental, tapi sekaligus juga nantinya
akan dapat membentuk dan membawa kita menuju
perjalanan di alam kematian yang kacau dan gelap.

Kita harus mengingat dua hal. Yaitu pertama


[1] bahwa semua orang pasti akan mati. Semua
orang tidak terhindarkan pasti akan mengalami
kejadian yang sama seperti ini. Kedua [2] bahwa
sesungguhnya dalam siklus samsara, pengalaman
kematian seperti ini sesungguhnya sudah berjuta-
juta kali kita alami. Kita semua sudah pernah
mengalami jutaan kali pengalaman lahir-hidup-mati
lahir-hidup-mati dalam siklus samsara. Hanya saja
kita tidak ingat. Jadi adalah merupakan suatu avidya
[kebodohan] jika kita pada saat menjelang kematian
kita merasa kehilangan segala-galanya dan merasa
tidak rela meninggalkan alam marcapada ini. Jadi
bersikaplah santai saja, tenang dan damai di tahap
ini.

Apapun yang terjadi di menit-menit dan


detik-detik menjelang saat-saat kematian tiba, rasa
sakit apapun yang muncul pada badan fisik dan
pikiran kita, sambutlah dengan damai dan penuh
belas kasih. Mengalir tenang dan menyatu dengan
pengalaman ini dalam senyuman damai. Dengan
demikian kita membuat kesadaran kita tetap jernih,
serta pikiran kita tetap tenang-seimbang dan damai,
untuk menuju ke tahap berikutnya. Karena jika
dalam tahap ini kita mengadakan "perlawanan",
pengalaman kematian pasti akan menjadi proses
yang lebih menyakitkan. Mungkin rasanya seperti
kita diaduk-aduk. Badan fisik, pikiran dan perasaan
kita berkecamuk liar.

Pada tahap ini, apapun yang terjadi semasa


hidup kita, kenangan apapun yang muncul, penting
bagi kita untuk melepaskan semua keterikatan-
keterikatan kita dalam kehidupan. Ketidakrelaan
untuk mati berpisah dengan kehidupan [karena
berbagai keterikatan] dan perlawanan akan
membuat kematian menjadi peristiwa buruk,
mengerikan dan menyakitkan.

Ingatlah bahwa pengalaman kematian


bukanlah pengalaman kehilangan segala-galanya,
melainkan pengalaman memasuki lembaran
kehidupan yang baru, yang penuh dengan harapan
yang terang-benderang. Jadi hadapi tahap ini
dengan suka-cita, damai, penuh kerelaan untuk
melepaskan segalanya, serta penuh harapan akan
pengalaman baru yang terang-benderang.

Sekali lagi bahwa, hal yang sangat


menentukan perjalanan kita di alam kematian
adalah samskara [kesan-kesan pikiran] kita sendiri.
Artinya, untuk dapat mengalami proses kematian
dan perjalanan kematian yang baik, terang dan
indah, kuncinya adalah kita dapat menyambutnya
dengan penuh kesadaran. Dalam bahasa sederhana
dan mudah dimengerti, kita menyambutnya dengan
kejernihan pikiran, ketenangan perasaan dan
melepaskan dengan penuh kerelaan.
Kalau bersikap dengan penuh kesadaran sulit
untuk kita lakukan, cara yang disarankan adalah
dengan berlindung kepada Dewa Shiwa. Di menit-
menit dan detik-detik terakhir saat menjelang
kematian, konsentrasilah melakukan dhyanawidhi
[membayangkan dan memusatkan pikiran] pada
wujud Dewa Shiwa, sambil dalam hati kita terus
mengucapkan mantra, “Om Namah Shivaya” [artinya
: saya berlindung kepada Shiwa]. Usahakan untuk
melakukannya dengan tidak tegang. Tapi lakukan
dengan rileks, santai, tenang, dengan penuh
kerelaan untuk meninggalkan dunia ini, serta
dengan memasrahkan diri kita secara total kepada
Dewa Shiwa. Cara ini akan tidak saja mungkin dapat
membuat kita tenang, serta sekaligus membuat kita
ada dalam naungan perlindungan Beliau, kemudian
akan membuat perjalanan kita selanjutnya menjadi
baik.
TAHAP 2. PERTANDA KEDUA : MUNCULNYA SEMUA
INGATAN KEHIDUPAN DARI KARANA SARIRA

Ketika kesadaran terakhir kita dari


berhubungan dengan alam marcapada telah lenyap,
tahap berikutnya adalah kesadaran kita akan
berpindah “melompat” dari sthula sarira [badan
fisik] ke lapisan badan karana sarira. Salah satu
aspek dari karana sarira adalah lapisan badan ini
merupakan "gudang" tempat penyimpanan
rekaman dan ingatan atau memory seluruh
kehidupan-kehidupan kita dan karma-karma kita.

Artinya beberapa saat setelah ikatan jejaring


unsur-unsur panca maha bhuta pembentuk badan
telah sepenuhnya kehilangan kekuatannya,
seseorang akan mengalami tahap pertama
pengalaman kematian, yaitu kesadaran akan
“melompat” berpindah ke lapisan badan karana
sarira dan diikuti munculnya rekaman atau memori
dari seluruh masa kehidupan kita yang tersimpan di
karana sarira.

Seluruh akumulasi perjalanan kehidupan akan


muncul dari segala sudut pikiran, kejadian demi
kejadian. Seperti film yang diputar cepat. Semua
kejadian dan pengalaman hidup kita akan terlihat
sangat jelas dan detail layaknya kita menonton film
layar lebar.

Jika dalam masa kehidupan kita hidup dengan


banyak mementingkan diri sendiri dan banyak
melakukan pelanggaran dharma, angkuh, sombong,
serakah, ingin menang sendiri, pemarah, tidak jujur,
banyak iri hati-nya, pikirannya dualistik, dsb-nya,
tahap pertama ini akan menjadi pengalaman yang
mengerikan. Setiap orang dan setiap mahluk yang
pernah kita hina, kita jelek-jelekkan, kita tipu, kita
sakiti, dsb-nya, dalam masa kehidupan akan muncul
dengan penuh amarah dan mungkin dengan wujud
mengerikan. Bagian kehidupan kita yang penuh
kesalahan dan gejolak emosi akan diputar kembali,
yang akan membuat seluruh perasaan kita kacau-
balau, mengerikan, dipenuhi rasa kengerian, rasa
ketakutan dan rasa kesedihan mendalam.

Kemungkinan kita juga akan mendengar


berbagai suara-suara mengerikan. Suara-suara
seolah-olah kita akan disakiti, disiksa, dibunuh dan
berbagai suara-suara mengerikan lainnya. Harus
dipahami bahwa suara-suara ini bukanlah suara
setan, juga bukan suara Tuhan yang marah dan
menghukum, melainkan suara yang merupakan
bayangan atau pantulan dari samskara atau kondisi
pikiran kita sendiri. Terutama rasa bersalah dan
pantulan sifat-sifat jahat yang sama sekali tidak
akan bisa lagi disembunyikan atau dimanipulasi
disini.

Seluruh kejahatan langsung maupun tidak


langsung yang kita lakukan semasa kehidupan, yang
menyakiti, menyiksa atau menyengsarakan mahluk
lain, dampak kesengsaraannya akan menghujam
kita bagai hujan pisau yang sangat menyakitkan
pikiran kita di tahap ini.

Sebaliknya, jika dalam masa kehidupan kita


hidup dengan pikiran bersih, penuh belas kasih,
banyak melakukan kebaikan-kebaikan dan jarang
melakukan pelanggaran dharma, tahap pertama ini
akan menjadi pengalaman yang damai dan indah.
Setiap orang dan setiap mahluk yang kita sayangi,
atau yang pernah kita bantu atau kita bahagiakan
dalam masa kehidupan akan menyambut kita
dengan senyuman hangat, rasa sayang dan penuh
rasa terimakasih.

Dengan kualitas kehidupan dan kesadaran


yang luhur dan mulia, kita juga bisa mengalami
pengalaman surgawi bertemu mahluk-mahluk suci
atau bertemu Dewa-Dewi. Disana akan muncul
kedamaian di dalam menyambut kematian. Orang
yang semasa hidupnya sudah mencapai tingkat
dimensi kesadaran yang tinggi, sangat jarang
melakukan pelanggaran dharma dan benar-benar
baik hatinya, cenderung akan melewati tahap ini
dengan lancar dan penuh ketenangan.

Seluruh kebaikan langsung maupun tidak


langsung yang kita lakukan semasa kehidupan, yang
membahagiakan, melegakan atau menyenangkan
mahluk lain, di tahap ini dampak kebahagiaannya
akan mengguyur kita laksana mata air yang segar
dan jernih yang menyejukkan pikiran kita.

Durasi atau jangka waktu terjadinya proses ini


bagi mereka yang akan mati adalah selama sekitar
20 menit sampai dengan 60 menit. Setiap masing-
masing orang durasinya berbeda. Tapi bagi mereka
yang hanya mengalami mati suri durasinya bisa
lebih panjang.

PETUNJUK PENTING : Pada tahap ini, apapun yang


terjadi, serta apapun pikiran dan perasaan yang
muncul, sangat penting untuk tidak terseret oleh
arus emosi dan perasaan seperti rasa bersalah, rasa
sedih, rasa takut, rasa marah, rasa tidak rela, dsb-
nya. Pikiran kita harus tetap tenang-seimbang dan
menyaksikan saja semua pengalaman tersebut
dengan damai dan penuh belas kasih, tanpa
penilaian dan penghakiman sama sekali. Tanpa
dualitas baik-buruk, salah-benar, suci-kotor. Hanya
disaksikan saja dengan penuh belas kasih. Istirahat
dalam kesadaran. Menyatu dengan keheningan.
Karena sekali lagi, bagaimana kondisi pikiran-
perasaan kita menentukan perjalanan kita di alam
kematian.

Tentu saja bagi mereka yang semasa


kehidupan kesadarannya tidak terasah, apalagi
banyak mementingkan diri sendiri, banyak
melakukan pelanggaran dharma, angkuh, sombong,
serakah, ingin menang sendiri, pemarah, tidak jujur,
banyak iri hati-nya, pikirannya dualistik, banyak
karma buruknya, dsb-nya, upaya untuk menjaga
kesadaran di tahap pertama ini kemungkinan besar
akan sangat berat dan sulit untuk dilakukan.
TAHAP 3. TERJADINYA KEMATIAN

Setelah berakhirnya tahap pertama yang


dijelaskan diatas, maka artinya kematian sudah
benar-benar menjelang di depan mata.

Pada saat akan terjadinya kematian, energi


prana dari pranamaya kosha [lapisan badan prana
atau energi kehidupan], bergerak mengalir dari
seluruh chakra [dalam tubuh manusia ada ribuan
chakra], dari seluruh ujung-ujung badan, ujung-
ujung tangan dan ujung-ujung kaki dan semuanya
berkumpul di chakra jantung [chakra anahata]. Lalu
dari jantung prana bergerak menuju ubun-ubun.

Tepat saat prana mencapai ubun-ubun,


kesadaran kita akan berpindah “melompat” dari
karana sarira ke badan halus [linga sarira]. Linga
sarira ini akan melayang beberapa senti di atas
sthula sarira.

Tapi pada saat itu, antara sthula sarira dan


linga sarira masih terhubung oleh tali sutratman [tali
energi berwarna keperakan]. Yang terbentang dari
chakra mahkota [ubun-ubun] sthula sarira ke chakra
mahkota linga sarira. Selama tali sutratman ini tidak
putus, maka selama itu pula orang yang walaupun
nafasnya sudah tidak ada, jantungnya sudah
berhenti berdetak atau secara medis dinyatakan
sudah mati, dia masih dapat hidup kembali.

Kadang disebut ada "keajaiban" dimana orang


yang sudah mati kemudian bisa hidup kembali, atau
dengan kata lain orang yang mengalami mati suri.
Kata "keajaiban" digunakan semata karena hanya
berlandaskan pengetahuan medis saja dan tidak
mengetahui fenomena yang tidak dapat terlihat
mata. Sebenarnya selama tali sutratman ini tidak
putus, walaupun seseorang secara medis telah
dinyatakan mati, selama itu pula sesorang masih
dapat kembali ke badan fisiknya, sekalipun dia telah
melakukan berbagai perjalanan di alam kematian.
Inilah yang dialami orang yang mati suri dan hidup
kembali. Mungkin orang itu akan bercerita tentang
pengalaman bertemu kerabat atau kenalan yang
sudah lebih dahulu mati, melihat cahaya terang,
dsb-nya.

Pada detik terputusnya tali sutratman inilah


seseorang benar-benar pasti akan mati dan tidak
mungkin untuk dapat hidup kembali. Bersamaan
dengan putusnya tali sutratman tadi, prana di ubun-
ubun juga buyar, kembali kepada samudera besar
energi prana alam semesta.
TAHAP 4. VIDEHA MUKTI I : KESEMPATAN RAHASIA
PERTAMA UNTUK MENGALAMI MOKSHA DI ALAM
KEMATIAN [CAHAYA TRI DATU]

Setelah terjadinya kematian [terputusnya tali


sutratman], maka seseorang akan mengalami
beberapa tahapan, dimana disana tersedia pintu-
pintu RAHASIA untuk mengalami Videha-Mukti atau
mengalami Moksha di alam kematian.

Setiap mahluk, dari binatang, manusia dan


bahkan termasuk janin atau bayi yang akan
mengalami kematian, semuanya pasti akan
mengalami proses ini. Yang menentukan
keberhasilannya untuk dapat memasuki pintu
rahasia ini hanya satu saja, yaitu tingkat kesadaran
masing-masing. Artinya, pada binatang-binatang,
atau manusia dengan tingkat dimensi kesadaran
yang sangat rendah, hampir bisa dipastikan akan
melewatkan tahap ini begitu saja. Artinya sama
sekali tidak sadar dengan adanya pengalaman
terjadinya tahap ini.

Kesempatan pintu rahasia pertama untuk


mengalami Videha-Mukti [mengalami Moksha di
alam kematian], ada pada saat terjadinya
pengumpulan energi prana di chakra jantung
[chakra anahata], sebagaimana sudah dijelaskan
sebelumnya diatas. Inilah merupakan kesempatan
atau pintu rahasia pertama bagi kita untuk
mengalami Moksha di alam kematian.

Untuk membahas tentang kesempatan pintu


rahasia pertama untuk mengalami Videha-Mukti
[mengalami Moksha di alam kematian], mari kita
mundur sejenak untuk mengulangi lagi kejadiannya
pada saat terjadinya kematian.

Kita mulai dari setelah berakhirnya tahap


pertama yang dijelaskan diatas [munculnya rekaman
atau memori dari seluruh masa kehidupan kita yang
tersimpan di karana sarira]. Ketika tahap pertama
berakhir, maka kesadaran kita akan berpindah
“melompat” dari karana sarira ke lapisan badan
linga sarira [badan halus]. Pada saat itu juga, dimana
mulai terjadinya pengumpulan energi prana di
chakra jantung [chakra anahata], kita akan tersadar
dari pengalaman dan mendapati kesadaran kita
berada di lapisan badan linga sarira.

Keadaan tersadar disini adalah bisa sangat


macam-macam kejadiannya pada masing-masing
orang. Ada yang setengah sadar, artinya suara-suara
yang didengar tidak jelas dan penglihatannya
sangat kabur, antara muncul-lenyap. Ada yang
setengah sadar dengan suara yang didengar cukup
jelas dan tapi penglihatannya sangat kabur. Dsb-
nya. Tapi kebanyakan orang akan tersadar dengan
suara-suara yang didengar dan penglihatan jelas.

Dalam proses terjadinya pengumpulan energi


prana di chakra jantung [chakra anahata], kita mulai
berpisah dengan badan fisik, sehingga kita tidak
akan dapat merasakan sthula sarira [badan fisik] kita
lagi. Kita masih punya waktu beberapa saat untuk
melihat diri kita sendiri terbaring mati dan dikelilingi
keluarga yang menangis. Ini merupakan kejadian
tepat sebelum datangnya kesempatan pertama
untuk mengalami moksha. Perhatikanlah dengan
tenang dan fokus konsentrasi penuh, karena
kesempatan pertama ini waktunya sangat singkat,
jangan sampai kita melewatkannya.

Di tahap ini, jangan sekali-sekali kita terlena


atau terhanyut oleh situasi kesedihan keluarga kita,
atau kesedihan kita akan perpisahan yang akan
terjadi, dsb-nya. Karena pada kesempatan pertama
ini waktunya sangat singkat. Disaat kita melihat
tubuh fisik kita sendiri terbaring tak berdaya dan
kita tidak lagi dapat merasakan tubuh fisik, cepat-
cepatlah sadar bahwa kita sudah mati, karena kita
tidak punya banyak waktu untuk kesempatan
pertama ini. Jangan terseret arus perasaan kita yang
mungkin shock, tegang atau sedih. Jangan
menyesali kesalahan atau kekurangan kita dalam
hidup. Jangan memperdulikan keluarga kita
menangis. Jangan menyesali tubuh kita yang
telanjang, atau mungkin tergeletak berdarah-darah.
Hal itu semua adalah avidya [kebodohan], karena
kita sudah tidak dapat berbuat apapun lagi.
Berusahalah agar perhatian kita jangan sampai
teralihkan oleh hal-hal yang sia-sia dan tidak
berguna apapun.

Satu-satunya hal penting yang harus kita


lakukan adalah tenang dan fokus konsentrasi
penuh, karena kesempatan pertama ini waktunya
sangat singkat, jangan sampai kita melewatkannya

Dalam tubuh kita ada nadi, atau jejaring


saluran-saluran energi prana. Jumlahnya ada 72.000
nadi. Diantaranya terdapat 3 nadi yang terpenting
yaitu Ida, Pingala dan Sushumna. Ida adalah saluran
kiri, energi feminim yang dingin. Pingala adalah
saluran kanan, saluran maskulin yang panas.
Sushumna adalah saluran tengah. Ketiga saluran
utama energi prana inilah yang akan bekerja dalam
kesempatan Moksha pertama ini.

Perhatikan dengan tenang dan fokus


konsentrasi penuh, karena waktunya sangat singkat.
Kita harus konsentrasi penuh dan amat sangat
cermat. Waktu kita sangat sedikit dan terbatas,
sebelum kita kehilangan kesadaran masuk ke
sushupti [tidur lelap tanpa mimpi]. Waktunya hanya
beberapa detik saja, kita harus tenang, fokus
perhatian dan cepat.

Dari chakra mahkota kita [di ubun-ubun] akan


ada CAHAYA PUTIH bergerak menuju chakra
anahata atau chakra jantung kita [di ulu hati].

Kemudian dari chakra manipura kita [di pusar]


akan ada CAHAYA MERAH juga bergerak menuju
chakra anahata [ulu hati].

Ketika cahaya putih dan cahaya merah ini


berkumpul di chakra anahata, dia akan berubah
menjadi CAHAYA HITAM. Inilah penyatuan dari
cahaya Tri Datu yang mahasuci.

Cepat-cepatlah MENYENTUH cahaya hitam ini.


Terlebih dahulu yang terpenting dan sangat penting
adalah kita berhasil menyentuh cahaya hitam ini.
Kemudian semampunya berusaha memasukkan diri
kita ke cahaya hitam ini.

Jika kita berhasil MENYENTUH CAHAYA


HITAM ini, maka Atma akan menyatu dengan energi
prana yang berkumpul di chakra jantung, lalu
bergerak menuju ubun-ubun [chakra mahkota].
Atma akan turut serta bersama prana keluar dari
badan melalui ubun-ubun [chakra mahkota]. Prana
akan menyatu dengan samudera prana alam
semesta dan Atma akan terbebas dari segala bentuk
lapisan badan dan mengalami Moksha.

Ketika Atma berhasil mencapai Moksha,


kemudian seluruh lapisan badan-badan halus kita
akan terurai [meninggal]. Atma kembali kepada
realitasnya yang sejati, kesadaran murni yang tidak
terpikirkan. Mengalami penyatuan kosmik antara
Atman dengan Brahman.

PETUNJUK PENTING : Jika kita memiliki


pengetahuan dharma ini, kemudian berkonsentrasi
dengan baik dan cermat terhadap kemunculan
cahaya Tri Datu, serta berhasil menyentuh cahaya
hitam di chakra anahata, maka kita akan dapat
mengalami Videha-Mukti, atau Moksha di alam
kematian.

Peluang bagi kita untuk dapat memperoleh


keberhasilan Moksha dalam proses di tahap ini akan
terbuka lebar, jika pertama [1] semasa kehidupan
hati kita penuh dengan belas kasih dan kita tekun
melakukan kebaikan-kebaikan, serta sedikit
menyakiti dan melakukan kejahatan, karena semua
hal tersebut akan membentuk ketenangan pikiran
disaat memasuki proses kematian. Kedua [2] kita
dapat menyambut detik-detik menjelang kematian
dengan pikiran jernih, tenang dan penuh kerelaan.
Serta [3] dalam terjadinya proses di tahap ini, kita
tenang dan fokus konsentrasi penuh [karena
waktunya sangat singkat].

Banyak sekali orang yang mengalami proses


di tahap ini hanya melewatkannya secara sia-sia
begitu saja, atau bahkan sama sekali tidak sadar
dengan adanya kejadian ini. Disebabkan karena
pikirannya teralihkan, serta karena proses ini
berlangsung sangat cepat. Tapi kita yang memiliki
pengetahuan dharma ini, hendaknya dapat
memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-
baiknya.
TAHAP 5. VIDEHA MUKTI II : KESEMPATAN RAHASIA
KEDUA UNTUK MENGALAMI MOKSHA DI ALAM
KEMATIAN [CAHAYA PARAMAJYOTIR]

Jika kita gagal pada kesempatan pintu rahasia


pertama untuk dapat mencapai Moksha tersebut,
maka kita akan masuk ke kondisi sushupti [tidur
lelap tanpa mimpi] selama beberapa saat. Inilah
pertanda bahwa kita memang sudah benar-benar
berpisah dengan badan fisik dan kematian sudah
terjadi [tali sutratman sudah terputus].

Kesempatan pintu rahasia kedua untuk


mengalami Videha-Mukti [mengalami Moksha di
alam kematian], ada pada saat terjadinya
kemunculan cahaya kesadaran Atma atau cahaya
Paramajyotir. Inilah merupakan kesempatan atau
pintu rahasia kedua bagi kita untuk dapat
mengalami Moksha di alam kematian.

Setelah berada dalam kondisi sushupti [tidur


lelap tanpa mimpi] selama beberapa saat, Atma
akan mengalami pengalaman kemunculan cahaya
kesadaran Atma atau cahaya Paramajyotir. Ini
disebabkan karena di tahap ini, adalah titik keadaan
sesaat dimana Atma terbebas dari belenggu ikatan
semua lapisan badan, sehingga kesadaran Atma
akan kembali sempurna. Kesadaran Atma kembali
utuh sempurna kepada hakikat sejatinya.

Cahaya Atma ini adalah realitas sejati semua


mahluk sebagaimana yang dibahas di dalam banyak
sekali buku suci Hindu, seperti misalnya di dalam
salah satu sloka di dalam Chandogya Upanishad :
"Ada cahaya yang sinarnya melampaui dunia,
melampaui segala keberadaan, melampaui
segalanya, melampaui alam mahasuci tertinggi. Ini
adalah cahaya kesadaran murni yang ada di dalam
dirimu sendiri”.

Tahap ini adalah titik gerakan penyatuan


kesadaran dengan cahaya Atma. Kesadaran murni
cahaya realitas diri kita yang sesungguhnya. Jika kita
sering melakukan praktek meditasi Pranayama
Dhyana [meditasi konsentrasi pada sentuhan nafas]
dan sering mengalami samadhi, maka kita pasti
akan sudah amat kenal dengan pengalaman ini.
Kedamaian tidak terhingga dan sulit dilukiskan
dengan kata-kata yang akan dialami ketika titik
samadhi tercapai. Tahap ini adalah pengalaman
yang sama dengan pengalaman ketika titik samadhi
tercapai dalam meditasi. Disinilah ketekunan
praktek meditasi yang tekun kita lakukan selama
jangka waktu bertahun-tahun semasa kehidupan
akan amat sangat berguna.

Faktor kunci penentu di tahap ini bagi para


sadhaka pemula, para sadhaka tingkat menengah
dan para sadhaka tingkat maju adalah, ketika
cahaya kesadaran Atma atau cahaya Paramajyotir ini
muncul, beristirahatlah sempurna dalam kesadaran.
Menyatu dengan keheningan. Dalam bahasa
sederhana dan mudah dimengerti artinya berada
dalam keadaan meditatif [meditasi kesadaran].
Pengalaman di tahap ini disaksikan saja dengan
tenang, damai dan penuh belas kasih, tanpa
penilaian dan penghakiman sama sekali. Tanpa
dualitas baik-buruk, salah-benar, suci-kotor. Hanya
disaksikan saja dengan penuh belas kasih. Istirahat
dalam kesadaran. Menyatu dengan keheningan.

Jika dapat terus-menerus mempertahankan


keadaan istirahat dalam kesadaran, maka pada
suatu titik waktu sang sadhaka akan dapat
menyatukan kesadaran Atma dengan cahaya Atma
ini dan mengalami Moksha [Videha-Mukti].

Jangka waktu kemunculan cahaya Atma ini


sangat bervariasi pada masing-masing orang.
== Bagi orang kebanyakan yang tingkat dimensi
kesadarannya masih rendah [sering marah, dendam,
tidak puas, nafsu keinginan besar, tidak jujur,
banyak menyakiti, banyak melakukan kejahatan,
hatinya kurang belas kasih, dsb-nya], kemunculan
cahaya Atma ini akan berlangsung sangat singkat
hanya selama 1 – 2 detik saja. Sehingga dapat
dipastikan bahwa dia akan gagal pada kesempatan
di tahap ini.

== Bagi para sadhaka pemula dan orang


kebanyakan, yang tingkat dimensi kesadarannya
sudah mulai tinggi [sabar, memaafkan, bersyukur,
tidak serakah, jujur, jarang menyakiti, jarang
melakukan kejahatan, hatinya baik dan belas kasih,
dsb-nya], kemunculan cahaya Atma ini dapat
berlangsung selama 10 – 30 menit. Ini berarti bahwa
peluang kemungkinan untuk berhasil mencapai
Moksha di tahap ini adalah kecil. Tapi sekecil
apapun peluang itu, tetap harus berusaha
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Di tahap ini
berusahalah terserap ke dalam samadhi. Istirahat
dalam kesadaran. Menyatu dengan keheningan.

== Bagi para sadhaka tingkat menengah dan


tingkat maju, yang sudah dapat mencapai tingkat
dimensi kesadaran yang tinggi, tapi semasa
hidupnya belum berhasil mencapai pencerahan
kesadaran Atma [Moksha], kemunculan cahaya
Atma ini dapat berlangsung selama dia mampu
terserap ke dalam samadhi. Istirahat dalam
kesadaran. Menyatu dengan keheningan. Ini akan
terus berlangsung dalam jangka waktu tertentu
[paling lama sampai 3 hari], sampai dia dapat
menyatukan kesadaran Atma dengan cahaya Atma
ini dan mengalami Moksha. Itulah sebabnya
mengapa di dalam panduan buku-buku suci dharma
kuno, ataupun dalam ajaran dharma lisan, sering
dipesankan bahwa jika seorang sadhaka dijemput
oleh kematian maka badan fisiknya [mayatnya] agar
dibiarkan tenang tidak diganggu-ganggu selama 3
[tiga] hari. Tujuannya agar Atma dapat bermeditasi
dengan tenang di samping badan fisiknya selama 3
[tiga] hari, sehingga Atma sang sadhaka dapat
berhasil mencapai Moksha.

== Bagi para sadhaka tingkat sempurna yang


semasa hidupnya sudah berhasil mencapai
pencerahan kesadaran Atma [Moksha], maka di
tahap ini dia akan langsung dapat mengalami
Moksha. Laksana segelas air yang dituangkan ke
dalam samudera, langsung menyatu sempurna. Dia
akan langsung dapat menyatu dengan cahaya Atma
ini dan mengalami Moksha.

CATATAN : Cahaya Atma [Paramajyotir] ini


hendaknya dibedakan dengan lorong cahaya untuk
masuk menuju alam-alam suci dalam perjalanan
selanjutnya nanti disaat Atma melintasi alam
antarabhava [ini akan dibahas pada bagian
berikutnya]. Keduanya adalah cahaya yang berbeda.

PETUNJUK PENTING : Ketika munculnya cahaya


Atma atau Parama-jyotir ini, respon [reaksi] orang
kebanyakan akan merasa kaget, terkejut dan takut.
Ini semata-mata karena kebanyakan manusia masih
saja bergelut dengan emosinya, dengan kebiasaan
hidupnya, dengan rasa takutnya, dsb-nya. Meskipun
segala bentuk emosi-emosi negatif akan lenyap saat
cahaya Atma ini muncul, akan tetapi dibaliknya
masih tersimpan segala bentuk kegelapan pikiran
yang belum terkikis. Masih ada kecenderungan
pikiran, perasaan dan respon kebiasaan kita semasa
kehidupan.

Sehingga ketika munculnya cahaya Atma,


bukannya membuka diri dengan sepenuhnya,
menyerahkan diri dengan kerelaan yang penuh,
istirahat dalam kesadaran, untuk kemudian lebur
menyatu dengan cahaya Atma ini dan mengalami
Moksha, tapi respon manusia kebanyakan di tahap
ini secara naluriah adalah terkejut dan tidak paham
apa yang terjadi, sehingga mundur dan
berpegangan erat dengan segala kecenderungan
dari masa kehidupan. Sebagai akibatnya cahaya
Atma ini bisa berlangsung hanya selama 1 – 2 detik
saja dan Moksha tidak terjadi.

Hal ini terutama bagi orang yang semasa


hidup cenderung lebih banyak karma buruk-nya,
mementingkan diri sendiri, apalagi berisi sering iri
hati, marah-marah, benci, penuh keterikatan, dsb-
nya. Sehingga saat kematian kesadarannya masih
dicengkeram kuat oleh kecenderungan pikiran dan
perasaannya, maka cahaya Atma ini sangat mungkin
muncul hanya sekelebatan saja, amat sangat
sebentar. Setelah itu segalanya akan gelap dan dia
akan memasuki kondisi sushupti [tidur lelap tanpa
mimpi] dalam jangka waktu tertentu.

Sebaliknya, bagi orang yang semasa hidup


cenderung lebih banyak banyak karma baik-nya,
tidak mementingkan diri sendiri, sabar, memaafkan
tidak dendam, penuh kerelaan, dsb-nya. Sehingga
saat kematian cengkeraman pikiran-perasaan pada
kesadarannya sudah melemah, maka cahaya Atma
ini sangat mungkin muncul dalam jangka waktu
lebih panjang, memberikan Atma kesempatan lebih
baik untuk dapat mengalami Moksha.

Itu sebabnya para Guru dharma suci yang


wikan sering berpesan, “Jika semasa kehidupan
Anda tidak memiliki cahaya di dalam hati [sabar,
memaafkan, tenang, hati yang penuh belas kasih
dan kebaikan, dsb-nya], maka anda tidak akan
dapat menemukannya setelah mati”.

Jika kita memiliki pengetahuan dharma ini,


kemudian disaat munculnya Cahaya Atma
[Paramajyotir] dapat istirahat dalam kesadaran
[dalam keadaan meditatif], serta berhasil
menyatukan kesadaran Atma dengan cahaya Atma,
maka kita akan dapat mengalami Videha-Mukti,
atau Moksha di alam kematian. Keberadaan kita
langsung menyatu sempurna dengan segala
keberadaan, menyatu sempurna dengan yang
cahaya mahasuci yang tidak terpikirkan. Laksana
segelas air yang dituangkan ke dalam samudera,
langsung menyatu sempurna.
TAHAP 6. PERJALANAN PERTAMA MELINTASI ALAM
ANTARABHAVA : LORONG CAHAYA SEBAGAI
KESEMPATAN RAHASIA MEMASUKI ALAM-ALAM SUCI

Jika kita gagal di kesempatan kedua untuk


dapat mencapai Moksha tersebut, maka kita akan
kembali memasuki kondisi sushupti [tidur lelap
tanpa mimpi] untuk jangka waktu tertentu. Setelah
terbangun, kita akan mendapati diri kita melakukan
perjalanan melintasi alam antarabhava, melalui jalur
lorong cahaya.

Alam Antarabhava merupakan ruang kosong


yang merupakan ruang antara atau alam
perbatasan, diantara dimensi alam Marcapada [alam
dunia fisik dimana kita manusia menjalani
kehidupan] dengan dimensi-dimensi alam lainnya.
Alam antarabhava ini hampir seluruhnya adalah
ruang kosong yang sangat gelap. Tapi ada bagian
dari alam antarabhava ini berupa jalur lorong
cahaya yang merupakan jalan menuju alam-alam
suci.

Perjalanan pertama Atma untuk melintasi


alam antarabhava [berupa lorong cahaya], terjadi
setelah berakhirnya tahap kemunculan cahaya
Atma, yang diikuti dengan [tidur lelap tanpa mimpi],
setelah itu kemudian Atma akan melintasi alam
antarabhava melalui jalur lorong cahaya ini.

Tahap ini merupakan kesempatan RAHASIA


untuk dapat memasuki alam-alam suci tingkat
tinggi, dimana Atma akan terbebas dari siklus
samsara [tidak terlahir kembali ke alam marcapada,
atau alam-alam rendah lainnya]. Karena dalam
perjalanan melintasi alam antarabhava melalui jalur
lorong cahaya ini, terdapat kesempatan demi
kesempatan bagi kita untuk dapat memasuki alam-
alam suci tingkat tinggi. Jika kita gagal pada
kesempatan demi kesempatan tersebut, disana
kesadaran kita akan terus “melompat” berpindah-
pindah ke lapisan-lapisan badan lainnya, sambil
terus melakukan perjalanan melintasi alam
antarabhava.

1. MELINTASI LORONG CAHAYA ALAM


ANTARABHAVA DENGAN ANANDAMAYA
KOSHA : JALAN MENUJU ALAM SUCI SATYA
LOKA

Untuk membahas tentang kesempatan


RAHASIA untuk dapat memasuki alam-alam suci
tingkat tinggi, mari kita mundur sejenak untuk
mengulangi lagi kejadiannya pada saat munculnya
cahaya Atma [Paramajyotir], dimana saat itu
kesadaran Atma sepenuhnya kembali sempurna,
bebas dari segala bentuk lapisan badan. Tapi jika di
tahap ini kita tidak berhasil menyatukan kesadaran
Atma dengan cahaya Atma [tidak berhasil mencapai
Moksha], maka kita akan kembali memasuki kondisi
sushupti [tidur lelap tanpa mimpi] untuk jangka
waktu tertentu. Ini terjadi sebagai akibat dari dua
kali berturut-turut kegagalan kita dalam dua
kesempatan rahasia untuk mengalami Moksha.

Setelah itu, kesadaran kita akan mengalami


kejatuhan atau menurun dari kesempurnaan, yaitu
kesadaran kita akan “melompat” berpindah ke
lapisan badan anandamaya kosha dan melakukan
perjalanan melintasi alam antarabhava melewati
jalur lorong cahaya. Lapisan badan anandamaya
kosha ini sendiri adalah badan berwujud cahaya.

Kita tiba-tiba akan mendapatkan diri kita ada


dalam suatu perjalanan yang mulus, dengan
pemandangan bentangan dunia cahaya yang
terang, jernih, transparan dan berwarna-warni, yang
seolah tidak terbatas. Berkemilau, indah
mempesona dan terus bergerak seirama aliran
energinya. Ini adalah pencerapan [penglihatan,
pendengaran, pengalaman] dimensional kesadaran
kita dalam lapisan badan anandamaya kosha,
terhadap lorong cahaya alam antarabhava.

Faktor kunci penentu keberhasilan pelintasan


disini adalah, kita berusahalah terserap ke dalam
samadhi. Istirahat dalam kesadaran. Menyatu
dengan keheningan. Dalam bahasa sederhana dan
mudah dimengerti artinya kita berada dalam
keadaan meditatif [meditasi kesadaran].
Pengalaman di tahap ini disaksikan saja dengan
tenang, damai dan penuh belas kasih, tanpa
penilaian dan penghakiman sama sekali. Tanpa
dualitas baik-buruk, salah-benar, suci-kotor. Hanya
disaksikan saja dengan penuh belas kasih. Istirahat
dalam kesadaran. Menyatu dengan keheningan.

Jika kita dapat terus-menerus


mempertahankan keadaan istirahat dalam
kesadaran, maka lorong cahaya ini akan membawa
Atma menuju alam-alam suci tingkat paling tinggi
atau Satya Loka. Dimensi alam suci tingkat kelima
atau tertinggi, dimana siklus samsara sudah
berakhir. Dan ketika itu terjadi, lapisan badan linga
sarira, sukshma sarira, karana sarira dan vijnanamaya
kosha akan sepenuhnya terurai [meninggal].
Sebaliknya, jika kita gagal mempertahankan
keadaan istirahat dalam kesadaran, atau dengan
kata lain pikiran-perasaan kita bingung, tidak
tenang, gelisah, dsb-nya, serta tetap berpegangan
erat dengan berbagai macam kecenderungan
pikiran-perasaan dari masa kehidupan, maka
perjalanan yang mulus dengan pemandangan dunia
cahaya yang terang, jernih, transparan dan
berwarna-warni [perjalanan melintasi jalur lorong
cahaya alam antarabhava dengan lapisan badan
anandamaya kosha], bisa berlangsung hanya selama
beberapa detik saja, atau bahkan hanya selama 1 –
2 detik saja. Kita akan melewatkannya begitu saja.
Atau bahkan sangat mungkin kita tidak begitu sadar
dengan adanya pengalaman ini.

Kemudian kesadaran kita akan “melompat”


berpindah dari lapisan badan anandamaya kosha ke
lapisan badan vijnanamaya kosha. Tapi kita masih
terus tetap melakukan perjalanan melintasi lorong
cahaya alam antarabhava.

PETUNJUK PENTING : Di tahap pelintasan ini


istirahatlah dalam kesadaran [dalam keadaan
meditatif]. Apapun yang kita lihat, dengar dan
rasakan, kita saksikan saja dengan tenang, damai
dan penuh belas kasih, tanpa penilaian dan
penghakiman sama sekali. Tanpa dualitas baik-
buruk, salah-benar, suci-kotor. Hanya disaksikan
saja dengan penuh belas kasih. Istirahat dalam
kesadaran. Menyatu dengan keheningan. Sehingga
lorong cahaya alam antarabhava ini akan membawa
kita menuju alam-alam suci Satya Loka.

2. MELINTASI LORONG CAHAYA ALAM


ANTARABHAVA DENGAN VIJNANAMAYA
KOSHA : JALAN MENUJU ALAM SUCI TAPA
LOKA

Ketika perjalanan melintasi lorong cahaya


alam antarabhava gagal dilakukan dengan
menggunakan lapisan badan anandamaya kosha,
maka kesadaran kita tingkat dimensinya akan
semakin jatuh atau semakin menurun. Yaitu
kesadaran kita akan berpindah “melompat” dari
lapisan badan anandamaya kosha berpindah ke
lapisan badan vijnanamaya kosha, tapi kita masih
tetap terus melanjutkan perjalanan melintasi alam
antarabhava melewati jalur lorong cahaya menuju
alam-alam suci. Lapisan badan vijnanamaya kosha
ini sendiri adalah juga badan berwujud cahaya.
Karena lapisan badan yang digunakan sebagai
wahana berubah, pencerapan [penglihatan,
pendengaran, pengalaman] dimensional kesadaran
kita juga akan berubah. Bentangan cahaya warna-
warni indah yang tadi terlihat tersebut, kemudian
akan berubah wujud menjadi bola-bola cahaya
putih terang dalam berbagai ukuran yang
jumlahnya sangat banyak. Pada saat itu juga
terdengar riuh dentuman suara-suara sangat keras
seperti suara ribuan petir menggelegar.

Artinya yang kemudian terlihat hanyalah bola-


bola cahaya yang jumlahnya sangat banyak tidak
terhingga, yang cemerlang menyilaukan, memukau
dan sinarnya menembus segala sesuatu. Serta
suara-suara gelegar yang dahsyat. Ini adalah
suasana amat dahsyat yang memenuhi seluruh
penglihatan dan pendengaran kita sedemikian
kuatnya. Umumnya jika kita tidak tahu apa yang
sesungguhnya sedang terjadi [tidak memiliki
pengetahuan ini], serta kesadaran kita tidak terlatih,
maka kita akan merasa terkejut atau bahkan merasa
takut di tahap ini. Karena suasana dahsyat ini
memenuhi seluruh pencerapan. Bahkan mungkin
sampai membuat kita merasa terancam, takut dan
panik.
Bola-bola cahaya dan suara gelegar ini muncul
dari dinamika cahaya dan aliran gelombang energi
alam antarabhava ini. Semuanya ini sesungguhnya
sama sekali tidak akan dapat menyakiti kita. Malah
sebaliknya, cahaya dan energi inilah yang sedang
membantu Atma mengurai dan membersihkan
energi kegelapan dan keterikatan dalam badan-
badan halus kita. Sehingga sesungguhnya sama
sekali tidak ada alasan untuk merasa takut.

Faktor kunci penentu keberhasilan pelintasan


disini adalah, kita berusahalah terserap ke dalam
samadhi. Istirahat dalam kesadaran. Menyatu
dengan keheningan. Dalam bahasa sederhana dan
mudah dimengerti artinya kita berada dalam
keadaan meditatif [meditasi kesadaran].
Pengalaman di tahap ini disaksikan saja dengan
tenang, damai dan penuh belas kasih, tanpa
penilaian dan penghakiman sama sekali. Tanpa
dualitas baik-buruk, salah-benar, suci-kotor. Hanya
disaksikan saja dengan penuh belas kasih. Istirahat
dalam kesadaran. Menyatu dengan keheningan.

Jika kita dapat terus-menerus


mempertahankan keadaan istirahat dalam
kesadaran, maka lorong cahaya ini akan membawa
Atma menuju alam-alam suci Tapa Loka. Dimensi
alam suci tingkat ke-empat, dimana siklus samsara
sudah berakhir. Dan ketika itu terjadi, lapisan badan
linga sarira, sukshma sarira dan karana sarira akan
sepenuhnya terurai [meninggal].

Sebaliknya, jika kita gagal mempertahankan


keadaan istirahat dalam kesadaran, atau dengan
kata lain pikiran-perasaan kita tidak tenang, gelisah,
takut, panik, dsb-nya, serta tetap berpegangan erat
dengan berbagai macam kecenderungan pikiran-
perasaan dari masa kehidupan, maka pemandangan
ini bisa berlangsung hanya selama beberapa detik
saja, atau bahkan hanya selama 1 – 2 detik saja. Kita
akan melewatkannya begitu saja. Atau bahkan
sangat mungkin kita tidak begitu sadar dengan
adanya pengalaman ini.

Kemudian kesadaran kita akan “melompat”


berpindah dari lapisan badan vijnanamaya kosha ke
lapisan badan karana sarira. Tapi kita masih terus
tetap melakukan perjalanan melintasi lorong cahaya
alam antarabhava.

PETUNJUK PENTING : Di tahap pelintasan ini


istirahatlah dalam kesadaran [dalam keadaan
meditatif]. Apapun yang kita lihat, dengar dan
rasakan, kita saksikan saja dengan tenang, damai
dan penuh belas kasih, tanpa penilaian dan
penghakiman sama sekali. Tanpa dualitas baik-
buruk, salah-benar, suci-kotor. Hanya disaksikan
saja dengan penuh belas kasih. Istirahat dalam
kesadaran. Menyatu dengan keheningan. Sehingga
lorong cahaya alam antarabhava ini akan membawa
kita menuju alam-alam suci Tapa Loka.

3. MELINTASI LORONG CAHAYA ALAM


ANTARABHAVA DENGAN KARANA SARIRA :
JALAN MENUJU ALAM SUCI JANA LOKA

Ketika perjalanan melintasi lorong cahaya


alam antarabhava gagal dilakukan dengan
menggunakan lapisan badan vijnanamaya kosha,
maka kesadaran kita tingkat dimensinya akan
semakin jatuh atau semakin menurun. Yaitu
kesadaran kita akan berpindah “melompat” dari
lapisan badan vijnanamaya kosha berpindah ke
lapisan badan karana sarira, tapi kita masih tetap
terus melanjutkan perjalanan melintasi alam
antarabhava melewati jalur lorong cahaya menuju
alam-alam suci. Lapisan badan karana sarira ini
sendiri adalah juga badan berwujud cahaya.

Tiba-tiba kita akan melihat lautan bola-bola


cahaya berbagai ukuran yang jumlahnya sangat
banyak tadi itu, akan menyatu dan larut membentuk
wujud jutaan Dewa-Dewi. Pandangan Atma akan
dipenuhi oleh jutaan Dewa-Dewi dalam berbagai
ukuran. Masih akan tetap terdengar riuh suara-suara
keras menggelegar laksana ribuan petir sebelumnya
itu, sebagai ciri-ciri bahwa Atma masih melakukan
perjalanan melesat melintasi lorong cahaya alam
antarabhava.

Ini adalah sebuah situasi yang baik, karena


sebabnya pertama ini adalah keadaan dimana para
Dewa-Dewi turun dan memberikan kita kesempatan
pertolongan memasuki alam-alam suci. Sebab yang
kedua karena salah satu aspek dari karana sarira
adalah lapisan badan ini merupakan "gudang"
tempat penyimpanan rekaman atau ingatan seluruh
kehidupan-kehidupan kita dan karma-karma kita. Di
tahap ini kita akan menemukan bahwa diri kita
memiliki ingatan yang tidak terhalangi. Kita akan
mampu mengingat seluruh rangkaian kehidupan
masa lalu dan mengingat apapun seluruh
pengetahuan [termasuk ajaran spiritual] yang
pernah kita pelajari.

Terdapat 2 [dua] pilihan sadhana sebagai


faktor kunci penentu keberhasilan pelintasan disini.
Yaitu pilihan PERTAMA [1] kita berusahalah
terserap ke dalam samadhi. Istirahat dalam
kesadaran. Menyatu dengan keheningan. Dalam
bahasa sederhana dan mudah dimengerti artinya
kita berada dalam keadaan meditatif [meditasi
kesadaran]. Pengalaman di tahap ini disaksikan saja
dengan tenang, damai dan penuh belas kasih, tanpa
penilaian dan penghakiman sama sekali. Tanpa
dualitas baik-buruk, salah-benar, suci-kotor. Hanya
disaksikan saja dengan penuh belas kasih. Istirahat
dalam kesadaran. Menyatu dengan keheningan.

Jika kita dapat terus-menerus


mempertahankan keadaan istirahat dalam
kesadaran, maka lorong cahaya ini akan membawa
Atma menuju alam-alam suci Jana Loka. Dimensi
alam suci tingkat ketiga, dimana siklus samsara
sudah berakhir. Dan ketika itu terjadi, lapisan badan
linga sarira dan sukshma sarira akan sepenuhnya
terurai [meninggal].

Pilihan KEDUA [2], jika kita tidak mampu


berusaha terserap ke dalam samadhi, istirahat
dalam kesadaran, ada cara lainnya. Segeralah
menengadah keatas [jangan memandang lurus atau
ke bawah] sambil melakukan dhyanawidhi
[memvisualisasikan atau membayangkan] kehadiran
Dewa Shiwa, sambil terus mengucapkan mantra
puja “Om Namah Shivaya”. Atau bisa juga kepada
salah satu Ista Dewata pelindung dan pengayom
pribadi kita [yang paling sering kita puja semasa
kehidupan], sambil terus mengucapkan mantra
Beliau. Misalnya [contoh] melakukan dhyanawidhi
[memvisualisasikan atau membayangkan] kehadiran
Ibu Mahadewi Saraswati, sambil terus mengucapkan
mantra puja “Om Aim Saraswatyai Namaha”.

Lakukan dengan tenang, fokus dan


konsentrasi kuat. Jangan memikirkan apapun, yang
ada dalam pikiran kita hanya sepenuhnya
memikirkan beliau sang Ista Dewata, sambil terus
mengucapkan mantra puja Beliau.

Jika ini berhasil, maka jutaan Dewa-Dewi


dalam berbagai ukuran tadi akan bergabung
[menyatu] dan berubah menjadi satu saja Ista
Dewata yang kita visualkan tadi. Beliau akan hadir di
hadapan kita. Kemudian dari chakra anahata
[jantung] kita dan beliau sang Ista Dewata akan
muncul sinar halus yang menghubungkan chakra
anahata kita dengan chakra anahata beliau.
Kemudian beliau sang Ista Dewata akan masuk dan
terserap ke dalam diri kita. Kemudian Atma akan
dihantarkan masuk ke alam-alam suci Jana Loka.
Dimensi alam suci tingkat ketiga, dimana siklus
samsara sudah berakhir. Dan ketika itu terjadi,
lapisan badan linga sarira dan sukshma sarira akan
sepenuhnya terurai [meninggal].

Tahap ini adalah bisa dikatakan sebagai


kesempatan paling mudah, yang akan memberi
kesempatan atau jalan bagi kita untuk memasuki
alam-alam suci. Karena karunia kebaikan para Ista
Dewata maka durasi atau jangka waktu pengalaman
ini bisa berlangsung dalam jangka waktu cukup
lama bagi semua orang. Bisa beberapa menit, bisa
belasan menit, bisa puluhan menit, bisa berjam-jam
dan bahkan bisa berhari-hari.

Lamanya jangka waktu ini tetaplah sangat


tergantung pada diri kita sendiri. Tergantung dari
tiga hal, yaitu [1] kejernihan visualisasi kita dan
kestablian pengucapan mantra, [2] jumlah
akumulasi karma-karma baik kita, serta [3] bhakti
kita kepada Ista Dewata tersebut semasa kehidupan.

Ada milyaran jumlahnya Dewa-Dewi dari alam


suci dan dalam tahap ini kita dapat memuja yang
mana saja bisa. Tapi orang yang kurang mengenal
sosok Dewa-Dewi dalam kehidupannya sehari-hari
biasanya akan kaget, merasa takut, merasa bingung,
dsb-nya. Lalu melewatkan kesempatan ini begitu
saja.

Jika kita gagal di tahap ini, maka kemudian


kesadaran kita akan “melompat” berpindah dari
lapisan badan karana sarira ke lapisan badan
sukshma sarira. Tapi kita masih terus tetap
melakukan perjalanan melintasi lorong cahaya alam
antarabhava.

PETUNJUK PENTING : Di tahap pelintasan ini


istirahatlah dalam kesadaran [dalam keadaan
meditatif]. Apapun yang kita lihat, dengar dan
rasakan, kita saksikan saja dengan tenang, damai
dan penuh belas kasih, tanpa penilaian dan
penghakiman sama sekali. Tanpa dualitas baik-
buruk, salah-benar, suci-kotor. Hanya disaksikan
saja dengan penuh belas kasih. Istirahat dalam
kesadaran. Menyatu dengan keheningan. Sehingga
lorong cahaya alam antarabhava ini akan membawa
kita menuju alam-alam suci Jana Loka.

Atau pilihan lain, arahkan pandangan keatas


[jangan memandang lurus atau ke bawah] sambil
melakukan dhyanawidhi [memvisualisasikan atau
membayangkan] kehadiran Dewa Shiwa, atau salah
satu Ista Dewata pelindung dan pengayom pribadi
kita [yang paling sering kita puja semasa
kehidupan], sambil terus mengucapkan mantra
Beliau. Sehingga kemudian Atma akan dihantarkan
masuk menuju alam-alam suci Jana Loka.

4. MELINTASI LORONG CAHAYA ALAM


ANTARABHAVA DENGAN SUKSHMA SARIRA :
JALAN MENUJU ALAM SUCI MAHAR LOKA

Ketika perjalanan melintasi lorong cahaya


alam antarabhava gagal dilakukan dengan
menggunakan lapisan badan karana sarira, maka
kesadaran kita tingkat dimensinya akan semakin
jatuh atau semakin menurun. Yaitu kesadaran kita
akan berpindah “melompat” dari lapisan badan
karana sarira berpindah ke lapisan badan sukshma
sarira, tapi kita masih tetap terus melanjutkan
perjalanan melintasi alam antarabhava melewati
jalur lorong cahaya menuju alam-alam suci. Lapisan
badan sukshma sarira ini sendiri adalah juga badan
berwujud cahaya.

Jutaan Dewa-Dewi yang tadinya memenuhi


seluruh pandangan kita, kemudian akan digantikan
oleh pemandangan rangkaian cahaya dan aliran
gelombang energi yang didominasi warna ungu
kemerahan. Kadang terlihat laksana corat-coret
kasar ungu dan merah, kadang terlihat jalinan
energi berbentuk benang-benang berwarna ungu
kemerahan, kadang terlihat titik-titik partikel
halus energi sattvam-rajas-tamas dengan warna
yang berbeda-beda. Juga dipenuhi oleh beragam
jenis suara. Terdengar suara-suara dahsyat, misalnya
terdengar suara menggelegar laksana petir, atau
terdengar suara bergemuruh laksana gelegar air
bah.

Lapisan badan sukshma sarira adalah badan


cahaya yang paling kasar, sehingga perjalanan
melintasi alam antarabhava ini akan menjadi
bergoyang-goyang. Dalam perjalanan ini Atma akan
mengalami diguncang-guncang dan bahkan
pontang-panting di lapisan alam ini. Sebabnya
karena energi sukshma sarira merasakan adanya
tekanan energi yang demikian tinggi di alam ini,
disertai dengan ketidaktahuan bagaimana cara
melintasi alam ini. Karena adanya tekanan tinggi
Atma menjadi terus bergerak, tapi dia tidak tahu
harus ke arah mana.

Dalam buku-buku suci Hindu ada kisah Atma-


Atma yang baru meninggal yang harus melewati
sungai Vaitarna sebelum memasuki alam-alam
selanjutnya. Juga di dalam lontar-lontar Hindu di
Bali disebutkan bahwa Atma-Atma yang baru
meninggal yang harus melewati titi ugal-agil. Ingat
konteks simbolik titi ugal-agil atau jembatan yang
bergoyang-goyang sebagaimana yang disebutkan
di dalam lontar-lontar Hindu Bali. Yang dimaksud
secara simbolik tidak lain adalah Atma melintasi
alam Antarabhava ini dengan menggunakan lapisan
badan sukshma sarira.

Apapun yang terjadi dan apapun yang dialami


di alam Antarabhava ini, kita harus ingat satu hal
bahwa disini kita tidak lagi memiliki badan fisik.
Lapisan badan sebagai wahana di tahap ini adalah
badan halus berwujud cahaya, dimana
[sebagaimana yang kita semua tahu] sifat cahaya
adalah seperti ruang yang tidak bisa terluka atau
tersentuh. Tapi karena umumnya kebanyakan orang
masih ada dalam avidya [kebodohan,
ketidaktahuan] dia tidak akan tahu. Pengalaman ini
bisa terasa sangat dahsyat dan mengerikan karena
gelegar suara keras, goncangan, serta rangkaian
cahaya dan aliran gelombang energi. Kita mungkin
saja bisa merasa kesakitan, bisa menangis, bisa
ketakutan dan bisa sangat menderita. Padahal itu
hanyalah ilusi pikiran kita saja, karena kita tidak lagi
memiliki badan fisik, sehingga kita tidak akan dapat
tersakiti. Disini kita menggunakan badan halus
berwujud cahaya yang seperti ruang kosong dan
ruang kosong tidak bisa terluka atau tersentuh.
Sehingga jangan panik atau takut. Tetaplah tenang
karena tidak ada satupun hal menyakitkan yang
dapat terjadi. Semua hal menyakitkan hanyalah ilusi
pikiran kita saja.

Satu hal yang terlihat menonjol dari rangkaian


cahaya dan aliran gelombang energi yang
didominasi warna ungu kemerahan ini, adalah
adanya hamparan cahaya yang berlapis-lapis.
Masing-masing lapisan cahaya ini memiliki warna
masing-masing yang berbeda satu sama lain. Atau
tepatnya seperti pelangi.

Setiap cahaya warna merupakan pintu


gerbang menuju ke suatu alam atau suatu bentuk
kelahiran kembali. Lapisan-lapisan cahaya warna ini
adalah yang akan menjadi penentu kemana Atma
akan pergi selanjutnya. Biasanya Atma akan tertarik
kuat menuju salah satu warna yang paling
dilekatinya.

Bagaimana kemungkinan kejadian perjalanan


kita melintasi alam antarabhava di tahap ini sangat
ditentukan oleh samskara [kecenderungan pikiran]
kita sendiri. Ada kecenderungan bahwa kita tidak
akan memiliki sepenuhnya daya untuk menentukan
perjalanan ini, sebagian besar kita hanya akan
terseret oleh arus samskara kita sendiri.

Misalnya jika semasa kehidupan kita sangat


kuat keduniawian-nya dan tidak pernah
melaksanakan sadhana, maka secara naluriah kita
tidak akan tertarik menuju cahaya terang benderang
berwarna keemasan menuju alam-alam suci.
Sebaliknya kita malah tertarik menuju cahaya biru
redup alam marcapada, disebabkan karena kita
sangat melekat dengan keduniawian. Cahayanya
terasa sangat enak dan nyaman sebagai akibat
tarikan dari sifat dan kecenderungan kebiasaan kita
sendiri selama masa kehidupan manusia. Ini yang
dapat membawa kita untuk terlahir kembali ke alam
marcapada.

Setiap mahluk, dari binatang, manusia dan


bahkan termasuk janin atau bayi yang akan
mengalami kematian, semuanya pasti akan
mengalami proses ini. Mengapa ada kesamaan
seperti ini, disebabkan karena pada intinya semua
mahluk di dalam dirinya yang terdalam, yang sejati,
adalah sama yaitu Atma.
Akan tetapi tetap ada perbedaan jalur bagi
Atma dari kehidupan sebagai seekor binatang,
dimana dia pasti akan tertarik menuju cahaya yang
langsung membawanya menuju kelahiran kembali
sebagai binatang. Kalaupun dia akan naik tingkat
terlahir kembali sebagai manusia, maka dia akan
tertarik menuju cahaya biru redup yang langsung
membawanya menuju kelahiran sebagai manusia.
Dia tidak akan kembali ke alam marcapada sebagai
hantu gentayangan.

Sedangkan Atma dari kehidupan sebagai


manusia, akan mengalami cahaya biru redup alam
marcapada akan menghujam masuk ke dalam
dadanya. Ini sebagai pertanda tarikan kemelekatan
dari sifat dan kecenderungan kebiasaan kita selama
masa kehidupan manusia.

Terdapat 2 [dua] pilihan sadhana sebagai


faktor kunci penentu keberhasilan pelintasan disini.

Yaitu pilihan PERTAMA [1] kita berusahalah


terserap ke dalam samadhi. Istirahat dalam
kesadaran. Menyatu dengan keheningan. Dalam
bahasa sederhana dan mudah dimengerti artinya
kita berada dalam keadaan meditatif [meditasi
kesadaran]. Pengalaman di tahap ini disaksikan saja
dengan tenang, damai dan penuh belas kasih, tanpa
penilaian dan penghakiman sama sekali. Tanpa
dualitas baik-buruk, salah-benar, suci-kotor. Hanya
disaksikan saja dengan penuh belas kasih. Istirahat
dalam kesadaran. Menyatu dengan keheningan.

Jika kita dapat terus-menerus


mempertahankan keadaan istirahat dalam
kesadaran, maka lorong cahaya ini akan membawa
Atma menuju alam-alam suci Mahar Loka. Dimensi
alam suci tingkat kedua, dimana siklus samsara
sudah berakhir. Dan ketika itu terjadi, lapisan badan
linga sarira dan sukshma sarira akan sepenuhnya
terurai [meninggal].

Pilihan KEDUA [2], jika kita tidak mampu


berusaha terserap ke dalam samadhi, istirahat
dalam kesadaran, ada cara lainnya. Kita
menengadahlah keatas dan fokuslah hanya kepada
lapisan cahaya terang-benderang berwarna
keemasan. Lakukan dengan tenang, fokus dan
konsentrasi kuat. Fokuskan pandangan dan arahkan
diri kita kesana. Karena cahaya terang-benderang
berwarna keemasan ini adalah pintu gerbang
menuju alam-alam suci Mahar Loka.
Jika semasa kehidupan kita sangat kuat
keduniawian-nya dan tidak pernah melaksanakan
sadhana, biasanya secara alami dari kecenderungan
pikiran kita sendiri cahaya ini tidak membuat kita
merasa tertarik, atau bahkan dapat terjadi membuat
kita merasa tidak enak dan tidak nyaman. Tapi
apapun yang kita kita lihat, dengar dan rasakan,
berusaha abaikan. Tetaplah tenang, konsentrasi
kuat, fokuskan pandangan, pikiran dan arahkan diri
kita ke cahaya terang-benderang keemasan ini.

Jika ini berhasil, maka Atma akan dibawa


masuk menuju alam-alam suci Mahar Loka. Dimensi
alam suci tingkat kedua, dimana siklus samsara
sudah berakhir. Dan ketika itu terjadi, lapisan badan
linga sarira akan sepenuhnya terurai [meninggal].

Ini teorinya mudah tapi prakteknya sangat


sulit, terutama kalau semasa kehidupan kita
orangnya sangat duniawi, mudah diseret arus
gejolak emosi perasaan, bersifat mementingkan diri
sendiri, dsb-nya. Apalagi jika semasa kehidupan kita
karma buruknya banyak dan sering melakukan
kejahatan, maka dapat dipastikan di tahap ini kita
akan mengalami kegagalan. Sekali lagi bahwa
samskara [kecenderungan pikiran] sesungguhnya
merupakan kunci dari apapun yang akan kita alami
di dalam kematian. Kita pasti akan terpapar dengan
apapun kebiasaan dan kecenderungan yang telah
kita biarkan tumbuh, berkembang dan mendominasi
di dalam masa kehidupan kita.

Jika kita gagal di tahap ini, maka kita akan


ditarik kuat tanpa daya ke dalam cahaya biru redup,
sehingga Atma akan ditarik kembali ke alam
marcapada. Kemudian kesadaran kita akan
“melompat” berpindah dari lapisan badan sukshma
sarira ke lapisan badan linga sarira, serta kita akan
memasuki kondisi sushupti [tidur lelap tanpa mimpi]
untuk jangka waktu tertentu. Setelah terbangun kita
akan mendapati diri kita kembali berada di alam
marcapada dengan badan linga sarira sebagai hantu
gentayangan.

PETUNJUK PENTING : Di tahap pelintasan ini


istirahatlah dalam kesadaran [dalam keadaan
meditatif]. Apapun yang kita lihat, dengar dan
rasakan, kita saksikan saja dengan tenang, damai
dan penuh belas kasih, tanpa penilaian dan
penghakiman sama sekali. Tanpa dualitas baik-
buruk, salah-benar, suci-kotor. Hanya disaksikan
saja dengan penuh belas kasih. Istirahat dalam
kesadaran. Menyatu dengan keheningan. Sehingga
lorong cahaya alam antarabhava ini akan membawa
kita menuju alam-alam suci Mahar Loka.

Atau pilihan lain, kita menengadahlah keatas


dan fokuslah hanya kepada lapisan cahaya terang-
benderang berwarna keemasan. Lakukan dengan
tenang, fokus dan konsentrasi kuat. Apapun yang
kita lihat, dengar dan rasakan, berusaha abaikan.
Tetaplah tenang, konsentrasi kuat, fokuskan
pandangan, pikiran dan arahkan diri kita ke cahaya
terang-benderang keemasan ini. Jika ini berhasil,
maka Atma akan dibawa masuk menuju alam-alam
suci Mahar Loka.
TAHAP 7. ATMA GENTAYANGAN DI MRTYA LOKA
[ALAM HALUS MARCAPADA] SEBAGAI “HANTU”

Sebelum pembahasan dilanjutkan, perlu


dijelaskan kembali bahwa durasi jangka waktu 2
[dua] kesempatan rahasia untuk mencapai Moksha
dan 4 [empat] kesempatan rahasia untuk memasuki
alam-alam suci tingkat tinggi melewati lorong
cahaya alam antarabahava tersebut, pada masing-
masing orang durasi jangka waktunya berbeda-
beda.

Pada sebagian orang yang semasa kehidupan


sebagai manusia dia banyak melakukan kebaikan-
kebaikan, jarang menyakiti, jarang melakukan
kejahatan dan tekun melaksanakan sadhana
penting, maka pengalaman ini bisa berlangsung
selama beberapa jam atau beberapa hari.

Sedangkan pada sebagian orang lainnya bisa


berlangsung hanya sebentar saja, hanya hitungan
menit. Sehingga kemungkinan dia tidak terlalu
sadar sudah melewati pengalaman tersebut, atau
bahkan hanya ingat secara sangat samar-samar. Ini
terutama terjadi pada orang-orang yang disaat
kematian akumulasi karma buruknya lebih banyak
dibandingkan akumulasi karma baiknya,
kesadarannya dicengkeram kuat oleh kegelapan
pikiran, dalam avidya [kebodohan, ketidaktahuan],
tidak pernah [atau tidak tekun] melakukan sadhana
penting dan pernah melakukan karma buruk yang
berat.

Akan tetapi berapapun lama durasi jangka


waktunya, jika kita gagal memanfaatkan 2 [dua]
kesempatan rahasia untuk mencapai Moksha, serta
kemudian kita juga gagal di 4 [empat] kesempatan
rahasia untuk dapat memasuki alam-alam suci
tingkat tinggi, maka kita akan kembali memasuki
kondisi sushupti [tidur lelap tanpa mimpi] untuk
jangka waktu tertentu. Setelah terbangun kita akan
mendapati diri kita kembali berada di alam
marcapada dengan badan linga sarira sebagai hantu
gentayangan.

Badan linga sarira ini bagi seseorang yang


sudah mati wujudnya sangat nyata, bahkan terlihat
padat-halus, karena unsur pembentuknya adalah
sama dengan badan fisik, yaitu sari-sari makanan.
Wujudnya kemungkinan besar cenderung akan
sama dengan wujud fisik di detik-detik terakhir
ketika orang tersebut meninggal. Misalnya kalau dia
sudah tua, maka linga sarira ini juga sama demikian.
Kalau dia meninggal dengan cara kecelakaan yang
merusak badan dan berdarah-darah, maka linga
sarira inipun juga sama demikian. Tapi tentu saja,
bagi orang yang masih hidup tidak akan dapat
melihatnya, karena dimensi alamnya berbeda, yaitu
di Mrtya Loka. Mrtya Loka adalah lapisan dimensi
alam halus dari alam marcapada. Ini adalah dimensi
alam halus dimana Atma gentayangan [sering
disebut hantu] di alam marcapada. Hanya mereka
yang mata spiritualnya [mata ketiga] sudah terbuka
saja yang akan dapat melihat keberadaannya.

Pengalaman menjadi hantu gentayangan


sangat mirip dengan pengalaman dalam sebuah
mimpi, karena kita tidak dapat sepenuhnya
melakukan kontrol akan bagaimana perjalanan kita
sendiri. Bisa dikatakan ini adalah bagaikan sebuah
pengalaman mimpi, tapi sebuah mimpi yang sangat
nyata.

Saat kita mati, kita sepenuhnya meninggalkan


badan fisik. Dengan tidak adanya lagi badan fisik
sebagai penghalang atau pembatas, maka berarti
kekuatan pikiran kitalah yang sepenuhnya bekerja.
Sehingga alam kematian terasa sangat identik
dengan alam mimpi, yaitu kita tidak dapat
sepenuhnya melakukan kontrol akan jalannya mimpi
tersebut. Ini adalah laksana sebuah pengalaman
mimpi yang nyata.

Tidak seperti dalam masa kehidupan manusia,


dalam alam Mrtya Loka ini ada kesulitan yang amat
sangat di dalam menyatukan pikiran [fokus atau
konsentrasi]. Tanpa tubuh fisik yang menjadi
penghalang, maka pikiran akan demikian bebasnya.
Pikiran sangat rentan akan perubahan dan Atma
akan terombang-ambing kesana kemari oleh arus
karma dan samskara seperti layangan putus
dihembus angin. Terutama jika semasa kehidupan
kita jarang melakukan perbuatan kebaikan, sering
menyakiti, kesadaran kita dicengkeram kuat oleh
kegelapan pikiran, serta kita tidak pernah [atau tidak
tekun] melakukan sadhana penting. Coba ingat
ketika kita mengalami mimpi buruk, betapa sulitnya
menyatukan pikiran. Betapa tidak berdaya dan
lemahnya kita di dalam mimpi tersebut. Dan di alam
mrtya loka ini lebih sulit lagi untuk menyatukan
pikiran.

Samskara [kecenderungan pikiran] dan


akumulasi karma merupakan faktor kunci yang
sangat menentukan dari apa yang akan kita alami
dalam perjalanan kematian. Atma pasti akan
terpapar dengan apapun kebiasaan dan
kecenderungan yang telah dia biarkan tumbuh,
berkembang dan mendominasi di dalam masa
kehidupannya.

Sedikit saja muncul gangguan emosi dan


perasaan bisa memberi dampak besar pada diri kita
dan dengan konsekuensi yang berbahaya. Ini
disebabkan karena tidak adanya lagi badan fisik
sebagai penghalang, maka apapun perasaan dan
gejolak emosi yang kita rasakan di tahap ini akan
menjadi berkali-kali lipat.

Misalnya sebuah contoh bila semasa


kehidupan kita orangnya pemarah [mudah marah]
maka itu akan menjadi potensi yang sangat
berbahaya disini. Jika perasaan dan gejolak emosi
kita tidak stabil, maka pengalaman ini bisa menjadi
pengalaman yang sangat menyiksa. Kalau kita
merasa marah, maka rasa marah ini akan berkali-kali
lipat menyiksa pikiran kita. Kalau kita merasa sedih,
maka rasa sedih ini akan berkali-kali lipat menyiksa
pikiran kita. Kalau kita merasa takut, maka rasa takut
ini akan berkali-kali lipat menyiksa pikiran kita. Kalau
kita merasa malu, maka rasa malu ini akan berkali-
kali lipat menyiksa pikiran kita.
Kalau kita punya nafsu seks yang tidak
terkontrol, maka hasrat itu akan berkali-kali lipat
menyiksa pikiran kita. Kalau kita demikian sayang
dengan harta atau barang-barang milik kita, maka
kerinduan harta atau barang-barang tersebut itu
akan berkali-kali lipat menyiksa pikiran kita. Seperti
pecandu narkoba yang mengalami sakau.

Karena sepenuhnya digerakkan oleh kekuatan


pikiran, maka sebagaimana pikiran yang liar, Atma
akan tidak dapat diam dan tidak henti-hentinya
bergerak. Semakin liar pikiran seseorang semasa
hidupnya, maka semakin liarlah perjalanan Atma di
alam ini. Jika semasa kehidupan kita jarang
melakukan perbuatan kebaikan, sering menyakiti,
kesadaran kita dicengkeram kuat oleh kegelapan
pikiran, serta kita tidak pernah [atau tidak tekun]
melakukan sadhana penting, maka dalam perjalanan
Atma di mrtya loka [dimensi halus alam marcapada]
ini kita akan menjadi korbannya tanpa daya.

Kita tidak akan memiliki sepenuhnya daya


untuk menentukan arah perjalanan kita sendiri.
Sebagian besar pengalaman kita hanya akan
terseret oleh arus samskara dan karma kita sendiri.
Kita akan pergi kemanapun yang kita pikirkan, tidak
terhalangi oleh ruang dan jarak. Kita juga akan
cenderung menjalani ulang semua kehidupan
lampau. Melintasi kembali semua kenangan yang
telah lama hilang dan mengunjungi kembali
berbagai tempat.

Kita juga dapat melihat Atma-Atma lain yang


juga bergentayangan sebagai hantu. Kita mungkin
dapat berdialog sesaat dengan mereka. Tapi karena
ketika pikiran bergerak kembali, maka mungkin kita
seketika akan berada di tempat dan keadaan lain.

Jika seseorang dalam masa kehidupannya


memiliki kebiasaan dan kecenderungan untuk sabar,
baik hati, banyak menolong mahluk lain, banyak
membahagiakan orang lain, jarang menyakiti, hidup
sejalan dengan dharma, rajin bersadhana, serta di
detik-detik menjelang kematian dapat
menyambutnya dengan tenang, maka pengalaman
Atma di alam halus marcapada [mrtya loka] ini
cenderung akan tenang dan jernih.

Sebaliknya jika seseorang dalam masa


kehidupannya memiliki kebiasaan dan
kecenderungan pemarah, mementingkan diri
sendiri, jarang menolong mahluk lain, jarang
membahagiakan orang lain, sering menyakiti,
banyak melanggar dharma, tidak pernah [atau tidak
tekun] bersadhana, serta di detik-detik menjelang
kematian menyambutnya dengan gelisah, maka
pengalaman Atma di mrtya loka ini cenderung akan
kacau, yang mungkin juga berbaur dengan rasa
sakit, kesengsaraan, kesedihan dan ketakutan.

Pada tahap gentayangan sebagai “hantu” di


mrtya loka ini, terdapat beberapa kemungkinan,
yaitu sebagai berikut :

1. KEMUNGKINAN PERTAMA : ORANG YANG


TIDAK SADAR BAHWA DIRINYA SUDAH MATI

Jika kita gagal memanfaatkan 2 [dua]


kesempatan rahasia untuk mencapai Moksha, serta
kemudian kita juga gagal di 4 [empat] kesempatan
rahasia untuk dapat memasuki alam-alam suci
tingkat tinggi, maka kita akan kembali memasuki
kondisi sushupti [tidur lelap tanpa mimpi] untuk
jangka waktu tertentu. Setelah terbangun kita akan
mendapati diri kita kembali berada di alam
marcapada dengan badan linga sarira sebagai hantu
gentayangan.

Umumnya disini kita akan merasakan seolah-


olah kita berada di sebuah mimpi yang terasa
sangat nyata. Disini ada kemungkinan kita tidak
sadar atau belum sadar bahwa kita sudah mati.

Hal ini sangatlah sering terjadi, yaitu


seseorang belum menyadari kalau dirinya sudah
mati. Menurut para Guru suci dharma, sebab utama
orang belum sadar bahwa dirinya sudah mati adalah
pertama [1] karena saat dijemput kematian dia
dalam keadaan tidak siap atau tidak tahu, dan
kedua [2] karena pengalaman kematian cenderung
terasa seperti pengalaman mimpi. Tapi sangat
nyata. Bagaimana kita ketika tidur mengalami
mimpi, yaitu perjalanan kita acak kesana kemari
mengikuti arus samskara dan karma. Dimana alam
marcapada ini terasa sangat jelas, tapi sekaligus
samar-samar antara nyata dan tidak nyata. Tapi
sangat nyata. Ini karena kita sudah berpisah dengan
badan fisik kita dan sekarang sepenuhnya
menggunakan badan pikiran.

Karena tidak sadar sudah mati, kemudian kita


akan dibuat bingung karena tidak seorangpun
menghiraukan kita. Tentu saja demikian terjadi,
karena kita tidak lagi memiliki sthula sarira [badan
fisik], sehingga kita tidak lagi dapat terlihat oleh
mata orang biasa. Kita mencoba bicara dengan
orang-orang lainnya, tapi tidak ada yang merespon.
Kita tidak bisa membuka pintu untuk ke ruangan
lain, tetapi dimana yang kita pikirkan seketika itu
kita berada disana. Misalnya kalau yang kita pikirkan
adalah bahwa kita harus bekerja, seketika itu kita
akan berada di kantor tempat bekerja.

Dalam banyak sekali kejadian orang yang


belum sadar bahwa dirinya sudah mati, Atma
cenderung akan menjalani ulang semua kehidupan
lampaunya. Melintasi kembali semua kenangan
yang telah lama hilang dan mengunjungi kembali
berbagai tempat. Mungkin dia tetap akan
beraktifitas seperti kebiasaannya sehari-hari.
Misalnya sebuah contoh dia akan tetap pergi
bekerja ke kantor seperti biasa. Walaupun dengan
keadaan ”aneh” tersebut, dimana dia mencoba
bicara dengan orang-orang tapi tidak ada yang
merespon dan dimana yang dia pikirkan seketika
dia akan berada disana.

Semua kejadian ini bagi seseorang yang


belum mengerti bahwa dirinya sudah mati akan
membingungkan. Dia akan terus bergentayangan
sebagai apa yang oleh orang awam disebut sebagai
hantu.
Jika dia meninggal melalui kejadian yang
mencengkeram secara emosional, maka setiap tujuh
hari sekali pengalaman emosional saat kematiannya
akan terulang kembali. Dimana setiap emosi akan
selalu muncul dengan kondisi berkali-kali lipat
dibandingkan masa kehidupan dimana masih
memiliki badan fisik. Mereka yang pada detik-detik
meninggal dalam perasaan sedih dan takut, maka
inilah yang akan muncul kembali dengan kadar
berkali-kali lipat. Mereka yang pada detik-detik
meninggal dengan rasa sakit, maka respon
emosional dari rasa sakit ini akan muncul kembali.
Misalnya dia meninggal dengan mengalami
serangan jantung, dia akan kembali merasakan
kesakitan di dadanya. Tentu ini sifatnya hanya
respon emosional belaka, sebab dia tidak lagi
memiliki badan fisik, sehingga sebenarnya tidak lagi
memiliki rasa sakit fisik apapun. Sedangkan bagi
mereka yang meninggal dengan tenang dan damai,
pengulangan pengalaman emosional saat
kematiannya juga akan menjadi pengalaman yang
tenang dan damai.

Ini dalam banyak kejadian bisa berlangsung


selama bertahun-tahun. Bisa sampai puluhan tahun
bahkan sampai ratusan tahun. Dia terus terombang-
ambing dalam arus samskara dan karma-nya sendiri
di dimensi halus alam marcapada [mrtya loka]. Dan
orang-orang yang masih hidup akan menyebut
tempat dimana dia biasa bergentayangan sebagai
tempat berhantu.

Ini baru akan berakhir sampai dia dapat


menyadarinya sendiri bahwa dia sudah mati. Atau
sampai secara kebetulan ada seorang yang siddhi
[mata spiritual terbuka, bisa berkomunikasi] yang
memberi tahu dia bahwa dia sudah mati. Ataupun
berbagai kemungkinan lainnya seperti nantinya ada
Atma leluhur yang turun ke alam marcapada
memberitahu bahwa dia sudah mati. Hal ini
mungkin bisa terjadi kalau semasa hidup dia rajin
memuja leluhur. Atau mungkin juga sampai dia
bertemu utusan penjemput dari alam-alam suci. Hal
ini mungkin bisa terjadi kalau dia memiliki
akumulasi karma baik yang berlimpah. Serta
termasuk ada banyak kemungkinan lainnya.

PETUNJUK PENTING : Di alam kematian, satu-


satunya fokus yang harus dan wajib kita lakukan
adalah menemukan jalan menuju alam-alam suci.
Disini sangat perlu ditekankan, bahwa kita HARUS
SECEPATNYA MENYADARI BAHWA KITA SUDAH
MATI. Karena kita tidak memiliki banyak waktu
untuk dapat menemukan jalan terang menuju alam-
alam suci.

Kita harus secepatnya memastikan kematian


kita. Caranya yang paling mudah tapi sangat akurat
adalah pertama [1] kita segeralah mencari cermin.
Lihat di cermin. Kalau kita tidak ada melihat badan
fisik kita sendiri itu pertanda kita sudah mati. Atau
pilihan kedua [2] kita segeralah mencari cahaya
terang [cahaya lampu, cahaya matahari, dsb-nya].
Berdirilah di bawah cahaya terang itu. Kalau kita
tidak ada melihat bayangan dari badan fisik kita
sendiri itu pertanda kita sudah mati.

Setelah memastikan kematian, cepatlah


segera kita mencari jalan untuk menuju alam-alam
suci [caranya akan dijelaskan selanjutnya]

2. KEMUNGKINAN KEDUA : ORANG YANG


SADAR BAHWA DIRINYA SUDAH MATI, TAPI
TIDAK TAHU APA YANG HARUS DILAKUKAN

Ini adalah keadaan dimana kita sudah


menyadari kalau kita sudah mati. Kita mendapati diri
kita bergentayangan di marcapada dengan linga
sarira [badan halus]. Atau dengan kata lain menjadi
”hantu”. Bagi yang tidak memiliki pengetahuan
dharma, umumnya dia akan berada dalam keadaan
kebingungan, sama sekali tidak tau apa yang harus
dilakukan. Mungkin saja dia kemudian merasa
shock, sedih atau ketakutan.

Sangat perlu diketahui bahwa rasa takut, rasa


sedih, rasa tidak rela berpisah, rasa bingung, dsb-
nya, adalah salah satu bentuk pikiran yang harus
sangat dihindari di alam kematian. Mengingat
dampaknya yang demikian buruk. Ingatlah bahwa
milyaran tahun dalam siklus samsara, sesungguhnya
kita semua sudah berjuta-juta kali mengalami
pengalaman ini. Hanya saja kita tidak ingat.

Banyak orang yang mengalami keadaan


“mengambang” ini [menjadi “hantu”] tidak tahu
harus kemana atau apa yang harus dilakukan.
Sehingga kemudian mencari tempat berlindung
atau bernaung seperti di rumah-rumah kosong,
kadang di pohon-pohon besar atau juga di tempat-
tempat yang energinya terasa nyaman bagi mereka
seperti misalnya di sebuah parahyangan suci [pura]
karena pancaran getaran energi suci pura yang
sejuk dan damai membuat mereka merasa nyaman
untuk sementara. Melenyapkan beban kesengsaraan
mereka untuk sementara waktu.
Dalam ajaran dharma disebutkan, bahwa di
tahap yang “mengambang” ini yang terbaik adalah
dilakukan adalah usaha untuk bisa menemukan
jalan menuju alam-alam suci. Jangan sampai kita
menjadi “hantu gentayangan”. Terlebih lagi jangan
sampai nantinya mengalami pengalaman buruk
seperti ditangkap dan diperbudak mahluk niskala
jahat yang sakti, ditangkap dan diperbudak praktisi
ilmu hitam, terjerumus ke bhur loka atau alam-alam
bawah atau terlahir kembali sebagai binatang.

PETUNJUK PENTING : Di alam kematian, satu-


satunya fokus yang harus dan wajib kita lakukan
adalah menemukan jalan menuju alam-alam suci.
Gunakanlah pengetahuan dharma sebagai bekal
sangat penting untuk dapat menemukan jalan
keluar yang terbaik. Setelah kita menyadari bahwa
kita sudah mati, cepatlah segera kita mencari jalan
untuk menuju alam-alam suci [caranya akan
dijelaskan selanjutnya]

BERBAGAI MACAM AVIDYA [KEBODOHAN,


KETIDAKTAHUAN] DI ALAM KEMATIAN

Dalam kejadian Atma bergentayangan di


marcapada [alam halus mrtya loka] dengan linga
sarira [badan halus], sangat sering dan umum terjadi
orang kebanyakan melakukan berbagai kebodohan
[avidya].

Ini sesungguhnya membuka potensi yang


berbahaya dan haruslah amat sangat dihindari.
Ingatlah pesan tetua Bali jaman dahulu tentang
“lekad melalung mati mase melalung”, kita lahir
telanjang dan mati juga sama telanjang. Artinya
Atma datang lahir tidak membawa apa-apa [bahkan
badan fisik-pun baru didapat di alam marcapada]
dan pergi mati juga harus tidak membawa apa-apa
[merelakan semuanya yang tidak kekal]. Sehingga
satu-satunya fokus yang harus dan wajib kita
lakukan adalah menemukan jalan menuju alam-
alam suci.

Di bawah ini adalah beberapa contoh avidya


[kebodohan] di alam kematian dari kejadian nyata
yang umum terjadi :

1. Perasaan tidak rela.

Ini adalah kejadian dimana seseorang sudah


sadar bahwa dirinya sudah mati, tapi dia sangat
tidak rela dengan kematiannya.
Coba bayangkan kalau seseorang kehilangan
baju kesayangan, atau handphone baru, atau benda
kesayangan lainnya. Respon umum sebagian orang
adalah sedih, kecewa atau bahkan marah. Sekarang
lagi coba bayangkan seseorang kehilangan
mobilnya. Sekarang coba bayangkan lebih lanjut
seseorang kehilangan kehilangan seluruh tabungan
dan deposito hasil kerja kerasnya. Respon umum
sebagian orang adalah sedih, kecewa atau sangat
marah. Di dalam kematian seseorang kehilangan
semua dan segala-galanya sekaligus menjadi satu.
Jadi bisa dibayangkan bagaimana rasa sedih, rasa
marah dan rasa frustasinya.

Dia melihat tanpa daya semua kegiatan orang


lain. Tidak dapat lagi berkomunikasi dengan
keluarga dan teman-temannya. Tidak dapat lagi
menggunakan barang-barang miliknya. Kamar tidur
tidak lagi menjadi miliknya, dibongkar dan
beberapa benda miliknya siap-siap dibuang. Dia
merasa marah, terluka dan frustrasi.

Dia merasa kehilangan segala-galanya.


Kehilangan keluarga, kehilangan sahabat,
kehilangan rumah, kehilangan mobil, kehilangan
pekerjaan, kehilangan jabatan, kehilangan hobi,
kehilangan deposito, kehilangan acara tv favorit,
kehilangan kenikmatan-kenikmatan indriya dan
bahkan kehilangan badan fisik yang digunakan
untuk beraktifitas. Sehingga dia tidak rela untuk
mati. Di dalam dirinya muncul kerinduan mendalam
akan tubuh fisik, sehingga dia makin terbenam ke
dalam kesengsaraan. Mungkin dia terus berusaha
masuk kembali ke badan fisiknya.

Ini adalah hal yang sangat umum terjadi. Ini


juga pernah terjadi pada seorang kerabat penulis
yang meninggal. Sehingga Atma terus berusaha
masuk kembali ke badan fisiknya. Upaya ini tentu
saja pasti akan gagal, karena tali sutratman sudah
terputus.

Dalam beberapa kejadian Atma bahkan dapat


tinggal di sekitar barang-barang miliknya atau terus
berada di dekat jasadnya selama berminggu-
minggu, berbulan-bulan atau bahkan bertahun-
tahun.

Harus diingat bahwa bagaimanapun juga


kematian adalah tidak dapat terhindarkan terjadi
pada semua mahluk. Yakinkan diri dan kuatkan diri
dengan segala upaya kita harus merelakan
segalanya dan segera melakukan upaya untuk
memasuki alam-alam suci.
2. Merasa ada hal-hal yang perlu diselesaikan.

Ini adalah kejadian dimana seseorang sudah


sadar bahwa dirinya sudah mati, tapi dia merasa
masih perlu mengerjakan hal-hal tertentu dalam
masa kehidupan.

Misalnya seperti dia merasa perlu


menyelesaikan pekerjaannya di kantor, merasa perlu
menyelesaikan renovasi rumahnya, merasa perlu
menikahkan anaknya sebelum meninggal, merasa
perlu memberitahu keluarganya bahwa dia
menyimpan banyak uang, emas atau batu mulia di
bawah lantai kamarnya, atau sekedar merasa perlu
mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga
yang ditinggalkan, dsb-nya. Ini adalah ganjalan yang
mungkin dapat sangat mengganggu perjalanan
Atma.

Di tanah Bali, semua ganjalan dari orang yang


meninggal masih ada kemungkinan bisa diupayakan
terselesaikan oleh keluarga mendiang, dengan cara
datang ke Jro Dasaran [orang pintar] untuk nunas
baos. Atma mendiang diundang hadir dan Jro
Dasaran sebagai perantara komunikasi. Sehingga
orang yang sudah meninggal dapat menyampaikan
apapun yang ingin disampaikannya dengan baik.
Atau bisa juga dengan cara meminta bantuan
sadhaka yang siddhi yang dapat mengundang
Atma, menuntun Atma dan berdialog dengannya.

Tapi entah fasilitas ini ada ataupun tidak ada


untuk kita, ketika kita sudah mati, yakinkan diri
sekuat-kuatnya bahwa semua hal itu sudah tidak
penting lagi dan bahwa tidak ada hal apapun yang
bisa kita lakukan lagi. Kita harus melepasnya dengan
penuh kerelaan. Dan satu-satunya fokus kita adalah
segera melakukan upaya untuk memasuki alam-
alam suci.

3. Mengikuti berbagai gejolak perasaan dan


emosi.

Ini adalah kejadian dimana seseorang sudah


sadar bahwa dirinya sudah mati, tapi dia masih saja
demikian mudahnya terseret di dalam arus emosi
dan perasaannya. Tanpa upaya mengendalikan diri.

Misalnya sebuah kejadian dimana Atma


seseorang yang meninggal masih berkeliaran di
sekitar keluarganya atau kenalannya. Lalu melihat
keluarganya menangis sedih, atau bahkan menjerit-
jerit dan pingsan saking sedihnya. Ini bisa sangat
mengganggu orang yang meninggal. Ini dapat
membuat dia merasa sangat sedih dan tidak rela
untuk mati meninggalkan keluarganya. Atau
misalnya pada sebuah kejadian dimana Atma
seseorang yang meninggal masih berkeliaran di
sekitar keluarganya atau kenalannya. Lalu melihat
keluarganya bertengkar dan bermusuhan akibat
berebut warisan, atau mendengar orang memberi
gossip buruk atau omongan buruk tentang dia. Ini
sebuah peristiwa yang bisa sangat mengganggu
orang yang meninggal. Ini dapat membuat dia
merasa sangat marah.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa


karena tidak adanya lagi badan fisik sebagai
penghalang, maka apapun perasaan dan gejolak
emosi yang kita rasakan di tahap kematian ini akan
menjadi berkali-kali lipat.

Harus diingat bahwa bagaimanapun juga


kematian sudah terjadi. Tidak ada apapun lagi yang
bisa kita lakukan. Tenangkan diri dan kuatkan diri
dengan segala upaya kita harus merelakan
segalanya dan segera melakukan upaya untuk
memasuki alam-alam suci.
4. Masih terikat erat dengan kesenangan
duniawi.

Ini adalah kejadian dimana seseorang sudah


sadar bahwa dirinya sudah mati, tapi dia merasa
masih ingin melakukan hal-hal duniawi yang
menyenangkan.

Dia masih ingin makan nasi goreng enak, dia


masih ingin jalan-jalan, dia masih ingin menonton
pertandingan sepakbola, dsb-nya. Sudah tentu ini
adalah sesuatu yang sangat bodoh.

Harus diingat bahwa bagaimanapun juga


kematian adalah tidak dapat terhindarkan terjadi
pada semua mahluk. Yakinkan diri dan kuatkan diri
dengan segala upaya kita harus merelakan
segalanya dan segera melakukan upaya untuk
memasuki alam-alam suci.

KEMUNGKINAN BURUK PERJALANAN ATMA DI


ALAM MRTYA LOKA

Di alam kematian, satu-satunya fokus yang


harus dan wajib kita lakukan adalah menemukan
jalan menuju alam-alam suci. Setelah kita menyadari
bahwa kita sudah mati, cepatlah segera kita mencari
jalan untuk menuju alam-alam suci, karena kita tidak
memiliki banyak waktu. Dengan tujuan agar kita
terhindar dari beberapa kemungkinan buruk
perjalanan Atma di mrtya loka.

Kemungkinan buruk perjalanan Atma di mrtya


loka dapat terjadi disebabkan karena seseorang
berada dalam avidya [kebodohan], atau tidak
memiliki pengetahuan dharma, atau karena memiliki
pengetahuan yang salah tentang alam kematian.

Dalam tahap yang “mengambang” menjadi


hantu ini yang terbaik untuk dilakukan adalah usaha
untuk secepatnya bisa melakukan sadhana
memasuki alam-alam suci. Sebab ada beberapa
jenis kemungkinan buruk yang tentu saja sangat
tidak diharapkan terjadi, yaitu :

1. Atma menjadi hantu gentayangan dalam


jangka waktu panjang.

Kejadian ini dapat disebabkan oleh dua faktor.


Yaitu kemungkinan pertama [1] ketika kita sudah
mati, tapi kita sama sekali tidak menyadari bahwa
kita sudah mati, atau kemungkinan kedua [2] kita
sudah sadar bahwa kita sudah mati, tapi kita berada
dalam avidya [kebodohan, ketidaktahuan], yaitu kita
merasa tidak rela untuk mati, atau kita merasa ada
hal-hal yang perlu diselesaikan, atau kita mengikuti
berbagai gejolak perasaan dan emosi, atau kita
masih terikat erat dengan berbagai kesenangan
duniawi.

Saat kita mati, kita sepenuhnya meninggalkan


badan fisik. Tidak adanya lagi badan fisik sebagai
penghalang berarti kekuatan pikiran kitalah yang
sepenuhnya bekerja. Sehingga pengalaman menjadi
hantu gentayangan sangat mirip dengan
pengalaman sebuah mimpi, dimana kita
terombang-ambing kesana-kemari tanpa kontrol.
Tapi ini adalah sebuah mimpi yang sangat nyata.

Kita tidak dapat sepenuhnya melakukan


kontrol akan jalannya “mimpi” tersebut. Tidak dapat
memiliki sepenuhnya daya untuk menentukan arah
perjalanan kita sendiri. Sebagian besar pengalaman
kita hanya akan terseret oleh arus samskara dan
karma kita sendiri. Kita tidak bisa mengambil
benda-benda atau membuka pintu untuk ke
ruangan lain, tetapi dimana yang kita pikirkan
seketika itu kita berada disana. Kita mencoba bicara
dengan orang-orang tapi tidak ada yang merespon.
Bahkan bagi orang yang sama sekali tidak
menyadari dirinya sudah mati, sangat mungkin dia
akan tetap akan beraktifitas seperti kebiasaannya
sehari-hari, walaupun dengan keadaan ”aneh”
tersebut. Semua tahap ini bagi seseorang yang
belum mengerti bahwa dirinya sudah mati akan
membingungkan.

Dalam 2 [dua] kemungkinan ini, yaitu pertama


[1] kita sama sekali tidak menyadari bahwa kita
sudah mati dan kedua [2] kita sudah sadar bahwa
kita sudah mati tapi kita berada dalam avidya, maka
kita dapat tetap akan terus bergentayangan sebagai
apa yang oleh orang awam disebut sebagai “hantu”.
Dalam banyak kejadian, hal ini bisa berlangsung
selama bertahun-tahun.

Atau ada yang bisa terjadi sampai puluhan


tahun, atau bahkan sampai ratusan tahun. Atma
terus bergentayangan sebagai hantu di alam
marcapada walaupun badan fisiknya sudah
sepenuhnya terurai. Ini disebabkan oleh demikian
sangat kuatnya kemelekatan Atma dengan alam
kehidupan marcapada. Atau karena di detik-detik
menjelang kematiannya Atma mengalami kejadian
emosional yang sangat traumatik. Dia terus
terombang-ambing dalam arus samskara dan
karma-nya sendiri di alam kematian. Dan orang-
orang yang masih hidup akan menyebut tempat
dimana dia biasa bergentayangan sebagai tempat
berhantu.

2. Atma ditangkap orang jahat yang memiliki


kekuatan supranatural.

Ini merupakan ketidakberuntungan jenis


pertama di alam mrtya loka, yaitu Atma yang
sedang bergentayangan sebagai “hantu”, ditangkap
oleh orang jahat yang memiliki kekuatan
supranatural.

Alam mrtya loka ini keadaannya sangat liar


dan bebas. Di alam ini berlaku hukum rimba,
dimana yang kuat yang berkuasa.

Kalau kita tinggal di tempat dimana ajaran


dharma tidak ada, atau orang tidak demikian paham
ajaran dharma, maka sangat mungkin bisa terjadi
ketidakberuntungan yang tidak diharapkan seperti
ini. Yaitu ketika Atma menjadi hantu gentayangan
dia ditangkap oleh orang jahat yang memiliki
kelebihan dalam kekuatan supranatural. Ini bisa
menjadi kemungkinan yang sangat buruk.
Kemungkinan orang ini mengganggap Atma
sebagai setan, akibat dari pengetahuan yang salah.
Atma lalu dikurung dengan kunci kekuatan
supranatural sehingga Atma sulit mengeluarkan diri
dalam jangka waktu yang lama.

Kemungkinan lain, bisa juga Atma ditangkap


untuk dijadikan pelayan, budak atau mungkin akan
diperalat untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
niskala jahat yang melanggar dharma, dsb-nya.
Dengan demikian Atma akan tenggelam ke dalam
kejahatan dan karma buruk. Wujud dan pendaran
energi-nya akan semakin negatif. Kemudian hanya
masalah waktu kelak dia akan menjadi mahluk-
mahluk alam bawah.

3. Atma ditarik masuk alam-alam bawah oleh


mahluk-mahluk alam bawah yang memiliki
kelebihan dalam kekuatan supranatural dan
dijadikan budak.

Ini merupakan ketidakberuntungan jenis


kedua di alam mrtya loka, yaitu Atma yang sedang
bergentayangan sebagai “hantu”, ditarik masuk
alam-alam bawah dan menjadi budak.

Sekali lagi bahwa alam mrtya loka ini


keadaannya sangat liar dan bebas. Di alam ini
berlaku hukum rimba, dimana yang kuat yang
berkuasa.

Kalau kita tinggal di tempat dimana ajaran


Shiwa tidak ada, atau ajaran Tantra tidak ada, atau
ajaran dharma yang mendalam tidak ada, atau
orang tidak demikian paham ajaran dharma yang
mendalam, sehingga di tempat itu ada banyak
hantu atau mahluk-mahluk alam bawah liar yang
tidak mendapat tempat yang layak atau tidak
diseberangkan, maka sangat mungkin bisa terjadi
ketidakberuntungan yang tidak diharapkan seperti
ini. Yaitu ketika Atma menjadi hantu gentayangan
dia ditarik masuk alam-alam bawah, ditangkap dan
diperbudak oleh mahluk-mahluk alam bawah yang
memiliki kelebihan dalam kekuatan supranatural.

Atma akan dipancing dengan suara orang-


orang yang dicintainya, atau dengan suara alunan
musik yang indah, dsb-nya. Atau bisa juga dengan
berbagai cara-cara tipuan lainnya. Sehingga Atma
akan bergerak ke arah itu, lalu dijerumuskan ke
alam-alam bawah dan dijadikan budak.

Ini adalah kemungkinan yang cukup


mengerikan sehingga harus dihindari terjadi. Atma
akan menjadi penghuni alam-alam bawah dan
mengalami berbagai kesengsaraan yang berat.
Sehingga kita tidak saja akan terhimpit oleh
keadaan sengsara yang sangat berat, tapi kita juga
akan mengalami terlalu banyak kebodohan, tidak
ada ajaran dharma dan tidak dapat mengerti ajaran
dharma. Dalam keadaan yang seperti itu kita akan
semakin tenggelam di dalam kesengsaraan pada
siklus samsara. Sangat sulit untuk dapat keluar.
Terutama karena kita harus mengulangi lagi dari
awal perjuangan sangat berat untuk dapat terlahir
kembali sebagai manusia. Kita harus mengumpulkan
lagi akumulasi karma baik yang sangat banyak,
dalam jangka waktu yang sangat panjang, agar kita
dapat terlahir kembali sebagai manusia.

SECEPATNYA BERUSAHA MELANJUTKAN


PERJALANAN

Di alam kematian, satu-satunya fokus yang


harus dan wajib kita lakukan adalah menemukan
jalan menuju alam-alam suci. Setelah kita menyadari
bahwa kita sudah mati, cepatlah segera kita mencari
jalan untuk menuju alam-alam suci, karena kita tidak
memiliki banyak waktu. Dengan tujuan agar kita
terhindar dari beberapa kemungkinan buruk
perjalanan Atma di mrtya loka.
Seperti apapun perasaan kehilangan kita,
seperti apapun kejadian pada mereka yang masih
hidup, seperti apapun tugas-tugas kita yang belum
terselesaikan, dsb-nya, segera lupakan itu semua,
terutama karena tidak ada satupun lagi sesuatu
yang bisa kita lakukan.

Walaupun seandainya kita bergentayangan di


dimensi halus alam marcapada [mrtya loka] sebagai
“hantu”, jangan merasa bingung, sedih, takut, dsb-
nya. Kita harus berusaha untuk meninggalkan alam
marcapada ini dengan cara-cara atau perjalanan
yang baik. Yaitu kita segera dengan secepatnya
berusaha melakukan sadhana untuk memasuki alam
suci dari alam mrtya loka.

Sebelum pembahasan dilanjutkan, mari kita


sekilas mengulangi kembali pembahasan perjalanan
yang sebelumnya. Yaitu ketika kita mengalami
kematian, kita akan melewati 2 [dua] kesempatan
rahasia untuk mencapai Moksha dan 4 [empat]
kesempatan rahasia untuk memasuki alam-alam
suci tingkat tinggi melewati lorong cahaya alam
antarabahava.

Jika kita gagal memanfaatkan 2 [dua]


kesempatan rahasia untuk mencapai Moksha, serta
kemudian kita juga gagal di 4 [empat] kesempatan
rahasia untuk dapat memasuki alam-alam suci
tingkat tinggi, maka kita akan kembali memasuki
kondisi sushupti [tidur lelap tanpa mimpi] untuk
jangka waktu tertentu. Setelah terbangun kita akan
mendapati diri kita kembali berada di alam
marcapada dengan badan linga sarira sebagai hantu
gentayangan. Disini kita harus segera dengan
secepatnya berusaha melakukan sadhana untuk
memasuki alam suci dari alam mrtya loka. Karena
kita tidak memiliki banyak waktu.

Inilah langkah-langkah sadhana untuk


memasuki alam suci dari alam mrtya loka yang
harus segera secepatnya kita lakukan.

SECEPATNYA MEMASTIKAN KEMATIAN

Ciri-ciri dari sebuah kematian adalah biasanya


kita akan melihat sthula sarira [badan fisik] kita
sendiri terbaring tak berdaya, padahal kita ada di
sebelahnya. Atau kita melihat keluarga kita
menangis sedih di sekitar badan fisik kita, atau kita
melihat orang-orang sibuk mempersiapkan upacara
kematian, dsb-nya. Kenali dan ingatlah semua ciri-
ciri tersebut dengan baik. Jika itu yang terjadi, jika
itu yang kita lihat dan alami, kita harus segera
secepatnya memastikan kematian kita sendiri.

Disini sangat perlu ditekankan, bahwa kita


harus secepatnya memastikan kematian kita. Karena
kita tidak memiliki banyak waktu untuk dapat
menemukan jalan terang untuk memasuki alam-
alam suci. Cara yang paling mudah tapi sangat
akurat adalah sebagai berikut :

== 1]. Mencari cermin.

Segeralah mencari cermin. Kemudian lihat di


cermin. Kalau kita tidak ada melihat badan fisik kita
sendiri [tidak ada terlihat bayangan badan fisik kita
di cermin], itu pertanda artinya kita sudah mati.

== 2]. Mencari cahaya terang.

Kalau di sekitar kita tidak ada cermin,


segeralah mencari cahaya terang seperti cahaya
lampu, cahaya matahari, dsb-nya. Berdirilah di
bawah cahaya terang tersebut, kalau kita tidak ada
melihat bayangan badan fisik kita, itu pertanda
artinya kita sudah mati.
Segera setelah kita memastikan kematian,
sangat tidak penting memikirkan keluarga yang
sedang menangis, sangat tidak penting memikirkan
pekerjaan yang belum tuntas, sangat tidak penting
memikirkan perusahaan, sangat tidak penting
memikirkan kekayaan, dsb-nya. Karena pertama [1]
kita sudah mati dan kita tidak akan dapat
melakukan apa-apa lagi dengan semua itu. Tidak
berguna memikirkannya dan lebih baik memikirkan
perjalanan selanjutnya. Serta kedua [2] karena
sangat penting merelakan atau melepaskan itu
semua. Berbagai keterikatan dengan semua itu
adalah halangan besar bagi perjalanan yang terang
di alam kematian.

Sesungguhnya, semua pengalaman ini sudah


pernah berjuta-juta kali kita alami pada waktu
kematian-kematian sebelumnya. Tapi kita tidak
ingat dan tidak tahu. Sehingga mungkin kita akan
menghabiskan waktu pada saat kematian dengan
bersedih, bersedih dan bersedih, dengan perasaan
kehilangan yang sangat besar. Padahal itu hal yang
harus sangat dihindari.

Kematian adalah hukum alam, fenomena yang


alamiah. Kematian menimpa semua makhluk. Setiap
tubuh akan mati. Bagi seorang sadhaka, kematian
adalah puncak ”perjuangan spiritual”. Bagaimana
selama hidupnya seorang sadhaka tekun
melaksanakan berbagai sadhana untuk
mempersiapkan, menyambut dan menjalani
kematian, sehingga perjalanan Atmanya bisa
setidaknya naik tingkat ke alam-alam suci, atau
kalau bisa bahkan mengalami Moksha.

Disini waktu yang kita miliki tidak banyak, kita


harus secepatnya sadar bahwa kita sudah mati dan
secepatnya berusaha memasuki alam-alam suci.

Sehingga perlu ditekankan kembali, selalulah


ingat, jangan pernah lupa, bahwa ciri kita sudah
mati adalah kita bisa melihat badan fisik kita sendiri.
Mungkin kita melihat tubuh fisik kita berdarah-
darah, diangkut orang, keluarga kita menangis di
depan tubuh kita, dsb-nya. Kalau itu semua terjadi,
jangan lupa cepat-cepatlah mencari cermin atau
mencari cahaya terang. Cepat-cepatlah sadar bahwa
kita sudah mati, karena kita tidak punya banyak
waktu. Segera lakukan sadhana untuk memasuki
alam suci.

Kita harus cepat dan sesegera mungkin


melakukan sadhana untuk memasuki alam-alam
suci. Terutama sekali disebabkan karena faktor-
faktor sebagai beikut :

== 1]. Untuk mencegah kesadaran kita terseret di


dalam berbagai respon arus pikiran, perasaan,
emosi dan samskara yang mungkin muncul. Kalau
ini sudah terjadi maka Atma akan sangat sulit untuk
melakukan sadhana. Yang menghasilkan
kemungkinan Atma akan menjadi “hantu”
gentayangan, atau nantinya akan mengalami
perjalanan yang buruk di alam antarabhava.

== 2]. Untuk menghindari terjadinya


ketidakberuntungan di alam mrtya loka,
sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Alam mrtya loka ini sangat liar dan bebas. Di alam
ini berlaku hukum rimba, dimana yang kuat yang
berkuasa.

SADHANA UNTUK MEMASUKI ALAM SUCI DARI


MRTYA LOKA

Terdapat 4 [empat] pilihan cara sadhana untuk


memasuki alam-alam suci dari mrtya loka. Ini adalah
bekal pengetahuan dharma yang sangat penting. Ini
harus kita baca baik-baik, pahami metodenya dan
tekun kita praktekkan semasa hidup. Sehingga
ketika disaat kematian, kita sudah tahu jalan untuk
memasuki alam-alam suci.

1. Berlindung pada Dewa Shiwa.

Kita sudah tahu bahwa kita sudah mati, tapi


kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan, atau kita
harus pergi kemana. Jangan takut dan jangan
khawatir, karena kita masih punya kesempatan
untuk memasuki alam-alam suci. Tapi dengan 2
[dua] syarat sebagai berikut, yaitu :

== Semasa kehidupan kita sudah tekun


mempraktekkan sadhana Mantra Yoga [penjapaan
mantra] yang ditujukan kepada Dewa Shiwa, serta
juga sudah tekun mempraktekkan seluruh sadhana
pendukungnya sebagai landasan dasar.

== Kita harus cepat dan sesegera mungkin


melakukan sadhana untuk memasuki alam suci.
Untuk mencegah kemungkinan kesadaran kita
terseret di dalam berbagai arus pikiran, perasaan,
emosi dan samskara yang mungkin muncul. Jangan
takut, jangan bersedih, jangan merasa tidak rela,
jangan banyak berpikir macam-macam, memikirkan
ini itu yang tidak berguna dan jangan bersantai-
santai menunda. Lakukan dengan rangkaian cara
sebagai berikut :

1]. Carilah sebuah tempat yang baik [tempat suci].


Paling bagus tempat ini adalah tempat dimana kita
paling sering melakukan sadhana Mantra Yoga
[penjapaan mantra] yang ditujukan kepada Dewa
Shiwa, seperti misalnya [contoh] di sanggah atau di
kamar suci kita.

2]. Sembahyang mohon kepada Dewa Shiwa agar


kita ditolong dan diselamatkan.

3]. Undang kehadiran Dewa Shiwa. Kalau kita tahu


mudra untuk mengundang Dewa Shiwa, tampilkan
mudranya. Kalau kita tidak tahu cukup tampilkan
mudra namaskara [mencakupkan kedua telapak
tangan di dada]. Kemudian lakukan dhyanawidhi
[melakukan visualisasi atau membayangkan] wujud
Dewa Shiwa semampu kita. Jika bisa, visualkan
[bayangkan] wujud Dewa Shiwa itu hidup, tembus
pandang dan berpendar cahaya.

4]. Sambil terus tetap memvisualisasikan Dewa


Shiwa, lakukan penjapaan mantra “Om Namah
Shiwaya” secara terus-menerus. Sebagaimana
tertulis di dalam buku-buku suci Hindu, bahwa
dengan menggunakan mantra, mudra dan
dhyanawidhi, itu adalah cara lengkap yang kuat dan
paten untuk mengundang kehadiran Beliau.
Rasakan dan yakinkan diri kita bahwa Beliau hadir di
hadapan kita. Terus japakan mantra “Om Namah
Shiwaya” sampai hati kita bisa merasakan kehadiran
Beliau.

5]. Setelah kehadiran Beliau bisa kita rasakan dalam


hati, visualkan dari wujud Beliau ribuan berkas
cahaya mengalir ke diri kita, masuk tembus ke
dalam diri kita. Yang memurnikan, menyembuhkan
dan menanamkan benih-benih kesadaran di dalam
diri kita.

6]. Kemudian visualkan atau bayangkan dari chakra


ajna [dahi, tengah alis] Beliau memancar cahaya
putih berkilauan yang masuk ke dalam chakra ajna
kita. Cahaya ini masuk tembus ke dalam diri kita dan
memenuhi seluruh tubuh kita. Visualkan cahaya ini
membersihkan semua karma buruk dari perbuatan-
perbuatan kita yang melanggar dharma. Visualkan
cahaya suci beliau ini memberi kita karunia tubuh
suci dewata [tubuh cahaya].

7]. Visualkan dari chakra visuddha [tenggorokan]


Beliau memancar cahaya terang merah marun yang
masuk ke dalam chakra visuddha kita. Cahaya ini
masuk tembus ke dalam diri kita dan berpendar
memenuhi pusat energi di chakra visuddha kita.
Visualkan cahaya ini membersihkan semua karma
buruk dari perkataan-perkataan kita yang
melanggar dharma. Visualkan cahaya suci beliau ini
memberi kita karunia ucapan suci dewata.

8]. Visualkan dari chakra anahata [tengah dada, ulu


hati] Beliau memancar cahaya biru gemerlapan yang
masuk ke dalam chakra anahata kita. Cahaya ini
masuk tembus ke dalam diri kita dan berpendar
memenuhi pusat energi di chakra anahata kita.
Visualkan cahaya ini membersihkan semua karma
buruk dari pikiran-pikiran kita yang melanggar
dharma. Visualkan cahaya suci beliau ini memberi
kita karunia pikiran suci dewata.

9]. Rasakan bahwa seluruh keberadaan kita sudah


dimurnikan. Kemudian visualisasikan [bayangkan]
seluruh tubuh Dewa Shiwa memancarkan cahaya
suci berwarna putih terang, sampai kemudian
seluruh tubuh-Nya lebur sepenuhnya menjadi
cahaya suci putih sangat terang. Lalu cahaya suci ini
bergerak naik diatas kita dan masuk ke dalam diri
kita melalui chakra sahasrara [chakra mahkota], atau
melalui titik tepat diatas ubun-ubun kita. Cahaya
suci ini terserap masuk menyatu dengan diri kita.
Membuat badan kita sepenuhnya lebur berubah ke
dalam wujud cahaya suci-Nya yang berwarna putih
terang benderang. Rasakan dengan hati bahwa
seluruh bagian dari diri kita sudah dimurnikan. Terus
pertahankan visualisasi badan kita menjadi wujud
cahaya suci-Nya yang berwarna putih terang
benderang.

10]. Hal terakhir yang harus kita lakukan adalah


terus-menerus melakukan kombinasi dari 2 [dua]
hal ini, yaitu pertama [1] kita terus fokus konsentrasi
memikirkan Dewa Shiwa dengan kuat, serta kedua
[2] kita terus tidak henti mengucapkan mantra “Om
Namah Shivaya”.

Lakukan kombinasi dari 2 [dua] hal ini secara


terus-menerus tanpa henti. Jangan memikirkan
apapun dan jangan mengerjakan apapun. Kita terus
saja lakukan tanpa henti. Jika sadhana kita kuat,
tekun dan tulus, maka dalam jangka waktu tertentu,
paling lama sampai 3 hari, kita akan dijemput atau
“diangkat” menuju alam suci Maha-Isvara Dharma
Loka [Shiva Loka].

PETUNJUK PENTING : Untuk memperbesar


persentase kemungkinan cara sadhana ini berhasil
di alam kematian, semasa kehidupan kita harus
sangat tekun melakukan sadhana Mantra Yoga
kepada Dewa Shiwa. Karena pertama [1] hal itu akan
membuat kita bisa ingat dan tidak lupa untuk
melakukannya di alam kematian, kedua [2] hal itu
akan memudahkan konsentrasi karena kita menjadi
sudah sangat terlatih dan terbiasa, serta ketiga [3]
hal itu akan membuat kita memiliki hubungan
karma yang kuat dengan Dewa Shiwa.

Serta semasa kehidupan kita penuh rasa


hormat dan rasa bhakti kepada Dewa Shiwa. Karena
jika kita pernah melakukan “kesalahan” terhadap
Beliau seperti misalnya [contoh] merendahkan,
memberi opini tidak benar, menghina, memfitnah,
atau tidak menaruh rasa hormat terhadap Dewa
Shiwa atau simbol-simbol Dewa Shiwa, maka
hubungan karma kita akan menjadi semakin lemah.

2. Berlindung pada Guru suci dharma yang asli


atau pada Ista Dewata pelindung.

Kita sudah tahu bahwa kita sudah mati, tapi


kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan, atau kita
harus pergi kemana. Jangan takut dan jangan
khawatir, karena kita masih punya kesempatan
untuk memasuki alam-alam suci. Tapi dengan 2
[dua] syarat sebagai berikut, yaitu :

== Semasa kehidupan kita selama puluhan tahun


penuh dengan bhakti kepada Guru suci dharma
yang asli atau Ista Dewata pelindung.

Jika semasa kehidupan selama puluhan tahun kita


penuh dengan bhakti kepada Guru suci dharma
yang asli [bukan yang palsu], maka di mrtya loka
kita dapat memanggil Guru dan kemudian Guru
akan menyelamatkan kita. Atau jika semasa
kehidupan selama puluhan tahun kita penuh
dengan bhakti kepada Ista Dewata pelindung, maka
di mrtya loka kita dapat memanggil Ista Dewata
pelindung dan kemudian Ista Dewata pelindung
akan menyelamatkan kita.

== Kita harus cepat dan sesegera mungkin


melakukan sadhana untuk memasuki alam suci.
Untuk mencegah kemungkinan kesadaran kita
terseret di dalam berbagai arus pikiran, perasaan,
emosi dan samskara yang mungkin muncul.
Lupakan keluarga dan kerabat yang sedang
menangis, lupakanlah semua harta benda materi
dan non-materi. Masa kehidupan kita sudah
berakhir dan semuanya harus kita tinggalkan
dengan penuh kerelaan. Jangan takut, jangan
bersedih, jangan merasa tidak rela, jangan banyak
berpikir macam-macam, memikirkan ini itu yang
tidak berguna dan jangan bersantai-santai
menunda. Segera lakukan dengan rangkaian cara
sebagai berikut :

1]. Sembahyang ngacep [menghubungkan diri,


memanggil] Guru atau Ista Dewata pelindung,
mohon agar kita ditolong dan diselamatkan.

2]. Lakukan dhyanawidhi [melakukan visualisasi atau


membayangkan] Guru atau Ista Dewata pelindung
semampu kita. Kalau kita tahu mudra untuk
mengundang Beliau, tampilkan mudranya. Kalau
kita tidak tahu cukup menampilkan mudra
namaskara [mencakupkan kedua telapak tangan di
dada]. Jika bisa, visualkan Guru atau Ista Dewata
pelindung itu hidup, tembus pandang dan
berpendar cahaya.

3]. Sambil terus tetap memvisualisasikan Guru atau


Ista Dewata pelindung, persembahkanlah semua
yang kita miliki kepada Guru atau Ista Dewata
pelindung. Ada empat hal yang seluruhnya harus
kita persembahkan kepada beliau dengan penuh
rasa bhakti dan penuh kerelaan di saat kematian,
yaitu : tubuh fisik, perkataan, pikiran dan kekayaan
[baik kekayaan material maupun spiritual].
Persembahkan semuanya, yang baik maupun yang
buruk, pokoknya semuanya, kepada Guru atau Ista
Dewata pelindung dengan penuh rasa bhakti dan
penuh kerelaan. Sujud serahkan diri sepenuhnya
kepada Beliau dan persembahkan semuanya.

4]. Sambil terus tetap memvisualisasikan Guru atau


Ista Dewata pelindung, lakukan penjapaan mantra
Guru atau Ista Dewata pelindung. Untuk Guru
mantranya ““Namo Gurudeva”, atau “Namo
Gurubyah”, atau “Om Shri Gurubyoh Namaha”.
Untuk Ista Dewata pelindung, sesuaikanlah
mantranya. Misalnya jika Ista Dewata pelindung kita
adalah Ibu Mahadewi Saraswati, maka mantranya
adalah “Om Aim Saraswatyai Namaha”.

5]. Lakukan penjapaan mantra ini secara terus-


menerus, sambil melakukan penyerahan diri,
mempersembahkan tubuh fisik, perkataan, pikiran
dan kekayaan [baik kekayaan material maupun
spiritual] kita kepada Beliau dengan penuh rasa
bhakti dan penuh kerelaan.

Kalau semasa kehidupan selama puluhan


tahun kita penuh dengan bhakti kepada Guru suci
dharma yang asli atau Ista Dewata pelindung, kalau
permohonan kita sungguh-sungguh, serta kalau
penyerahan diri kita tulus dan penuh kerelaan, maka
sadhana kita ini pasti akan tersampaikan atau
tersambung kepada Beliau. Belas kasih dan
kebaikan seorang Guru suci dharma yang asli atau
Ista Dewata pelindung sangatlah mendalam,
sehingga Beliau pasti akan menolong kita. Kalau
tidak Beliau sendiri yang akan datang menjemput
kita, pasti akan ada suatu jalan terbuka bagi kita
untuk selamat dari keadaan ini berkat pertolongan
Beliau.

PETUNJUK PENTING : Faktor kunci penentu agar


cara sadhana ini berhasil di mrtya loka, jika semasa
kehidupan kita penuh bhakti yang tulus kepada
Guru suci dharma yang asli atau Ista Dewata
pelindung, serta jika permohonan kita sungguh-
sungguh dan penyerahan diri kita tulus penuh
kerelaan.

Dalam banyak kejadian memohon bisa jadi hal


yang sangat sulit untuk dilakukan. Kita tidak tahu
cara memohon, karena gengsi [harga diri] kita
tinggi, atau karena kita terbiasa mandiri dan tidak
mau mencari pertolongan, atau karena kita
menuruti kemalasan, atau karena pikiran kita begitu
disibukkan oleh berbagai keraguan, pertanyaan dan
kebingungan.

Kerendah-hatian kita untuk menyadari dan


mengakui betapa bodohnya kita selama ini, betapa
terbatasnya logika kita, betapa terbatasnya pikiran
kita dan betapa terbatasnya kemampuan kita, lalu
benar-benar memohon pertolongan dari lubuk hati
terdalam kepada Guru atau Ista Dewata pelindung,
mohon pemurnian, memohon sifat belas kasih,
kejernihan dan kebijaksanaan dalam pikiran kita.
Permohonan ini kita sampaikan dengan penuh rasa
bhakti dan penyerahan diri yang tulus penuh
kerelaan, maka ini bisa menjadi kunci penting bagi
kita untuk dapat memasuki alam-alam suci.

Persembahan tubuh, perkataan, pikiran dan


kekayaan kita ini sangat mungkin akan sempurna
dan segera menjadi mandala suci, kalau semasa
kehidupan tubuh kita suci [tidak menyiksa atau
menyakiti secara fisik, tidak melakukan kejahatan
seksual seperti selingkuh, pelecehan seksual dan
pemerkosaan, banyak berbuat baik melalui tubuh
ini, banyak membahagiakan orang melalui tubuh
ini], perkataan kita suci [tidak berkata kasar, tidak
berbohong, tidak menipu, tidak menyudutkan
orang, tidak mencaci], pikiran kita suci [tidak
berpikiran negatif, tidak marah, tidak membenci],
serta kekayaan kita suci [tidak didapat dengan cara
menipu, mencuri, memeras, dsb-nya].

Bagi seorang Guru suci dharma yang asli atau


Ista Dewata pelindung, karena kedalaman
kebijaksanaan, belas kasih dan kebaikan Beliau,
apapun persembahan kita pasti akan Beliau terima.
Tapi kalau semasa kehidupan tubuh kita suci,
perkataan kita suci, pikiran kita suci, serta kekayaan
kita suci, sangat mungkin kita akan dengan mudah
akan dapat segera memasuki alam-alam suci.

Tapi sekalipun semasa kehidupan kita ada


banyak melakukan kesalahan, cara ini juga tetap
dapat menyelamatkan kita. Kuncinya adalah rasa
bhakti yang mendalam, permohonan yang
sungguh-sungguh, serta penyerahan diri yang tulus
penuh kerelaan. Bersikaplah rendah hati untuk
menyadari dan mengakui betapa bodohnya kita
selama ini, kemudian kita benar-benar memohon
pertolongan dari lubuk hati terdalam, dengan rasa
bhakti yang mendalam, permohonan yang
sungguh-sungguh, serta penyerahan diri yang tulus
penuh kerelaan. Serahkan atau persembahkan diri
kita sepenuhnya kepada Beliau dan sujud mohon
agar kita diselamatkan.
Kalau semasa kehidupan selama puluhan
tahun kita penuh dengan bhakti kepada Guru suci
dharma yang asli atau Ista Dewata pelindung, kalau
permohonan kita sungguh-sungguh, serta kalau
penyerahan diri kita tulus dan penuh kerelaan, maka
sadhana kita ini pasti akan tersampaikan atau
tersambung kepada Beliau. Belas kasih dan
kebaikan seorang Guru suci dharma yang asli atau
Ista Dewata pelindung sangatlah mendalam,
sehingga Beliau pasti akan menolong kita. Kalau
tidak Beliau sendiri yang akan datang menjemput
kita, pasti akan ada suatu jalan terbuka bagi kita
untuk selamat dari keadaan ini berkat pertolongan
Beliau.

3. Istirahat dalam kesadaran.

Kita sudah tahu bahwa kita sudah mati, tapi


kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan, atau kita
harus pergi kemana. Jangan takut dan jangan
khawatir, karena kita masih punya kesempatan
untuk memasuki alam-alam suci. Tapi dengan 2
[dua] syarat sebagai berikut, yaitu :

== Semasa kehidupan kita sudah tekun


mempraktekkan meditasi kesadaran [disebut juga
Pranayama Dhyana, atau Advaita-Citta Yoga, atau
meditasi non-dualitas], serta mempraktekkan
seluruh sadhana pendukungnya sebagai landasan
dasarnya.

== Kita harus cepat dan sesegera mungkin


melakukan sadhana untuk memasuki alam suci.
Untuk mencegah kemungkinan kesadaran kita
terseret di dalam berbagai arus pikiran, perasaan,
emosi dan samskara yang mungkin muncul. Jangan
takut, jangan bersedih, jangan merasa tidak rela,
jangan banyak berpikir macam-macam, memikirkan
ini itu yang tidak berguna dan jangan bersantai-
santai menunda. Lakukan dengan rangkaian cara
sebagai berikut :

1]. Duduklah bersila dalam posisi meditasi dengan


santai dan tenang di sebelah atau di dekat badan
fisik kita. Jangan jauh-jauh dari badan fisik kita.

2]. Istirahatlah dalam kesadaran. Menyatu dengan


keheningan. Artinya kesadaran kita tidak lagi
dicengkeram oleh apapun pikiran-perasaan yang
muncul di dalam diri.

Saat di dalam diri kita muncul perasaan


marah, kita bisa tenang dan tersenyum saja
menyaksikannya dengan penuh belas kasih, tanpa
penilaian dan penghakiman sama sekali. Saat di
dalam diri kita muncul perasaan sedih dan kecewa,
kita bisa tenang dan tersenyum saja
menyaksikannya dengan penuh belas kasih, tanpa
penilaian dan penghakiman sama sekali. Saat di
dalam diri kita muncul pikiran angkuh [sombong],
kita bisa tenang dan tersenyum saja
menyaksikannya dengan penuh belas kasih, tanpa
penilaian dan penghakiman sama sekali. Saat di
dalam diri kita muncul pikiran serakah [tidak puas],
kita bisa tenang dan tersenyum saja
menyaksikannya dengan penuh belas kasih, tanpa
penilaian dan penghakiman sama sekali. Dsb-nya.

Dalam bahasa sederhana yang mudah


dimengerti, artinya bahwa sekalipun pikiran-
perasaan yang buruk, negatif dan kacau masih akan
tetap muncul di dalam diri kita, tapi kesadaran kita
tidak lagi dapat dicengkeram oleh pikiran-perasaan
yang muncul tersebut. Walaupun perasaan marah,
perasaan kecewa, perasaan sedih, perasaan galau,
perasaan takut, perasaan malu, pikiran angkuh
[sombong], pikiran serakah [tidak puas], pikiran
buruk, nafsu seks, dsb-nya, muncul di dalam diri
kita, tapi kita bisa diam tenang dan tersenyum,
tanpa penilaian dan penghakiman sama sekali.
Itulah istirahat dalam kesadaran. Menyatu dengan
keheningan.

Salah satu pertanda penting istirahat dalam


kesadaran, menyatu dengan keheningan, adalah
saat kita dapat merasa tenang, nyaman, aman,
damai dan menjaga jarak [kesadaran tidak
terpengaruh] terhadap semua kemunculan pikiran
dan perasaan di dalam diri kita, serta terhadap
semua kejadian-kejadian diluar. Kita dapat
menyaksikan dengan senyuman penuh belas kasih
tanpa penghakiman sama sekali terhadap
kemunculannya.

Lakukan hal ini secara terus-menerus tanpa


henti. Istirahat dalam kesadaran. Menyatu dengan
keheningan. Jangan mengerjakan hal yang lain
apapun. Jika kita sangat tekun dan tulus, maka
dalam jangka waktu tertentu, paling lama sampai 3
hari, secara alami kita akan “diangkat” menuju alam-
alam suci.

PETUNJUK PENTING : Untuk memperbesar


persentase kemungkinan cara sadhana ini berhasil
di alam kematian, maka semasa kehidupan kita
harus sudah tekun selama puluhan tahun
mempraktekkan meditasi kesadaran [disebut juga
Pranayama Dhyana, atau Advaita-Citta Yoga, atau
meditasi non-dualitas], serta mempraktekkan
seluruh sadhana pendukungnya sebagai landasan
dasarnya.

4. Kekuatan samadhi dalam ajaran rahasia.

Cara ke-empat ini bukanlah untuk konsumsi


orang kebanyakan, atau untuk konsumsi publik
[umum]. Karena cara ini adalah suatu ajaran esoterik
[tidak ada dalam buku suci, disampaikan secara lisan
dari Guru ke murid] yang sifatnya rahasia, yang ada
hanya dalam suatu garis spiritual antara Guru-
murid. Tapi tetap akan disampaikan disini hanya
sebatas untuk diketahui saja oleh orang
kebanyakan. Hanya sebatas sekedar informasi
pengetahuan saja untuk memperluas wawasan.

Hindu dharma secara garis besar terbagi


menjadi tiga tradisi utama, yaitu tradisi Tantra [yang
tertua], tradisi Brahmana dan tradisi Sramana [yang
paling muda]. Beberapa jenis meditasi dari tradisi
Tantra dan tradisi Sramana yang bersifat esoterik
dan rahasia, sangat berguna di mrtya loka, terutama
kalau kita berhasil mencapai samadhi.
Tapi sesungguhnya kalau dibahas di dalam
buku ini kurang tepat. Karena belajar meditasi
seperti ini harus dibawah bimbingan langsung dari
Guru. Serta tehnik ini juga harus terus-menerus
tekun dilatih semasa kehidupan. Karena kalau kita
terlatih semasa kehidupan, maka di mrtya loka kita
akan mudah untuk melakukan pencapaian samadhi.

Misalnya [sebuah contoh], yaitu sebuah


metode dari sekte Tantra Shiwa. Dimana
pembebasan diraih melalui kekuatan Dewata Nawa
Sanga atau Ista Dewata pelindung di sembilan arah
mata angin. Ini adalah cara meditasi dengan
melinggihkan atau menstanakan Dewata Nawa
Sanga di dalam diri kita. Lalu menghidupkan
kekuatan Dewata Nawa Sanga dan menjadikannya
satu kesatuan dan kemudian menyatukannya
dengan diri kita sendiri.

Tapi karena ajaran ini sifatnya esoterik dan


rahasia, maka kalau tertarik, saran terbaik adalah
mencari Guru suci dharma yang tepat. Di Bali ada
banyak Guru yang bisa mengajarkan metode Tantra
Shiwa rahasia ini. Kalau ada karma baik astungkara
bisa berjodoh dengan Guru suci dharma yang tepat.
Jika kita berhasil mencapai titik puncak samadhi-
nya, maka kekuatan Beliau para Dewata Nawa
Sanga akan memurnikan pikiran dan seluruh
keberadaan kita. Ketika mencapai titik puncak
samadhi-nya, disana secara alami kita seketika akan
dapat memasuki alam-alam suci.

Saya misalnya saya berikan saja salah satu


contohnya, yaitu metode seperti apa yang termuat
dalam buku suci Mandukhya Upanishad [tradisi
sramana], atau dalam meditasi sekte Shiwa
Siddhanta, yaitu pembebasan diraih melalui
kekuatan pranawa suci “Om”. Tapi ini hanya sebatas
untuk diketahui saja oleh orang kebanyakan. Karena
belajar meditasi seperti ini sebaiknya dibawah
bimbingan langsung dari Guru.

Dalam meditasi sekte Shiwa Siddhanta


digunakan cara meditasi yang canggih, yaitu
melinggihkan atau menstanakan pranawa suci “Om”
di 21 [dua puluh satu] titik chakra di dalam diri kita.
Tapi karena ajaran ini sifatnya esoterik dan rahasia,
maka yang akan disampaikan disini adalah metode
ringkas yang lebih umum, yaitu melinggihkan atau
menstanakan pranawa suci “Om” di 10 [sepuluh]
titik di dalam diri kita. Caranya sebagai berikut :

1]. Lakukan dhyanawidhi [melakukan visualisasi atau


membayangkan] 10 [sepuluh] pranawa suci “Om”
atau aksara suci Omkara melinggih di dalam diri
kita. Pertama kita bayangkan 9 [sembilan] lobang-
lobang tubuh kita tertutup dengan aksara suci
Omkara, yaitu anus, kemaluan, mulut, lubang
hidung kanan, lubang hidung kiri, mata kanan, mata
kiri, kuping kanan dan kuping kiri. Serta kemudian
kita tambah lagi dengan 1 [satu] di dahi pada posisi
trineta atau mata ketiga tertutup dengan aksara suci
Omkara. Semuanya 10 [sepuluh] titik ini kita
bayangkan tertutup dengan pranawa suci “Om”
atau aksara suci Omkara.

2]. Setelah semuanya 10 [sepuluh] titik ini tertutup


dengan aksara suci Omkara, japakan mantra
pranawa suci “Om”. Yaitu tarik nafas yang dalam
[puraka], tahan sebentar [kumbhaka], lalu
hembuskan pelan-pelan [recaka] sambil
mengucapkan mantra pranawa suci “Om” [ucapkan
Oooom atau Auuum yang panjang].

3]. Ini kita lakukan secara terus-menerus berulang-


ulang, sambil pada saat yang bersamaan kita
membayangkan ke-sepuluh pranawa suci Om pada
tubuh kita secara perlahan bertahap berubah
menjadi bercahaya putih terang benderang.
Semakin lama semakin terang dan terang. Sampai
seluruh tubuh kita sendiri menjadi cahaya putih
terang-benderang.

Jika di alam mrtya loka kita mempraktekkan


sadhana ini, kemudian kita berhasil mencapai titik
samadhi-nya, maka kekuatan pranawa suci “Om”
akan memurnikan pikiran dan seluruh keberadaan
kita. Ketika mencapai titik puncak samadhi-nya,
disana secara alami kita seketika akan dapat
memasuki alam-alam suci.

Tapi sekali lagi bahwa, semua petunjuk


tentang berbagai tehnik cara ke-empat ini hanya
sebatas untuk diketahui saja. Hanya sebatas
informasi pengetahuan untuk menambah wawasan.
TAHAP 8. PERJALANAN KEDUA MELINTASI ALAM
ANTARABHAVA : MELINTASI KEGELAPAN PEKAT

Jangka waktu linga sarira [badan halus]


bergentayangan sebagai “hantu” di dimensi halus
alam marcapada [mrtya loka] biasanya berkaitan
erat dengan proses penguraian [pembusukan]
sthula sarira [badan fisik]. Artinya bersamaan
dengan terurainya sthula sarira maka linga sarira
juga akan terurai, karena keduanya terkait erat
dimana bahan pembentuknya sama yaitu sari-sari
makanan.

Salah satu sebabnya di dalam ajaran Hindu


orang meninggal dilakukan kremasi [pembakaran
mayat] karena dengan pembakaran sthula sarira
[badan fisik] akan menyebabkan badan fisik
secepatnya terurai kembali menjadi lima elemen
dasar materi [panca maha bhuta] yang
membentuknya. Kemudian dengan disertai
melaksanakan upacara ngaben [penyeberangan
Atma] yang baik, maka Atma akan dapat
diseberangkan menuju alam-alam suci. Sehingga
Atma tidak perlu lama-lama di mrtya loka
bergentayangan menjadi "hantu”, ataupun
mengalami berbagai kemungkinan buruk lainnya.

Bagi orang meninggal yang badan fisiknya


tidak dikremasi, dia perlu jangka waktu lama
[bertahun-tahun] agar Atma dapat meninggalkan
dimensi halus alam marcapada [mrtya loka], karena
harus menunggu badan fisik terurai terlebih dahulu.

Setelah seseorang meninggal, maka dalam


jangka waktu tertentu secara proses pembusukan
[penguraian] yang alamiah badan fisiknya akan
semakin terurai. Demikian juga dengan linga sarira-
nya [badan halusnya sebagai “hantu”] juga akan ikut
serta mengikuti proses badan fisiknya menjadi
semakin terurai. Ciri-cirinya bagi seseorang yang
meninggal bahwa linga sarira-nya semakin terurai
adalah dia akan melihat dan merasakan alam
marcapada ini semakin remang-remang, semakin
samar-samar dan semakin berjarak dengan dirinya.

Tapi juga perlu ditambahkan suatu


keterangan, bahwa ketika sthula sarira [badan fisik]
sudah terurai, tidak semua Atma akan langsung
masuk menyeberangi alam antarabhava. Ada juga
sebagian Atma-Atma yang masih terus
bergentayangan sebagai hantu di alam marcapada
walaupun badan fisiknya sudah sepenuhnya terurai.
Ini disebabkan oleh 2 [dua] kemungkinan. Yaitu
pertama [1] karena seseorang demikian sangat
kuatnya melekat dengan kehidupan di alam
marcapada. Atau kedua [2] karena di detik-detik
menjelang kematiannya seseorang mengalami
kejadian yang secara emosional sangat traumatik.
Dalam kasus seperti ini, Atma dapat
bergentayangan dulu sebagai “hantu” selama
ratusan tahun, sebelum kemudian barulah masuk
dan menyeberangi alam antarabhava.

Sebelum pembahasan dilanjutkan, mari kita


sekilas mengulangi kembali pembahasan perjalanan
yang sebelumnya. Yaitu ketika kita mendapati diri
kita berada di alam halus marcapada [mrtya loka]
dengan lapisan badan linga sarira.

Jika kita gagal untuk memanfaatkan 4 [empat]


pilihan cara sadhana untuk memasuki alam-alam
suci dari mrtya loka, maka kita akan tetap berada di
mrtya loka selama jangka waktu tertentu sebagai
“hantu” gentayangan. Mungkin saja kita akan
mengalami ini dalam jangka waktu bertahun-tahun,
karena kita harus menunggu badan fisik terurai
terlebih dahulu, kemudian barulah kita dapat
meninggalkan dimensi halus alam marcapada
[mrtya loka]. Itupun juga jika kita selamat, yaitu kita
terhindar dari 2 [dua] jenis ketidakberuntungan di
alam mrtya loka, sebagaimana yang sudah
dijelaskan sebelumnya.

Berapapun lama jangka waktunya, yang jelas


akan sampai tiba saatnya kita akan melihat dan
merasakan alam marcapada ini semakin remang-
remang, semakin samar-samar dan semakin
berjarak dengan diri kita. Kemudian kita akan
melihat suasana remang-remang ini semakin lama
semakin gelap, serta merasakan alam marcapada ini
semakin berjarak dengan diri kita. Dan Ketika linga
sarira sudah sepenuhnya terurai [meninggal], maka
kesadaran kita akan “melompat” berpindah dari
linga sarira [badan halus] ke lapisan badan sukshma
sarira. Kemudian kita masuk dan menyeberangi
alam antarabhava melewati kegelapan pekat.

Ketika tiba-tiba hanya kegelapan total yang


mengerikan menyelimuti, itu sebuah pertanda
bahwa kesadaran kita sudah “melompat” berpindah
dari linga sarira [badan halus] ke lapisan badan
sukshma sarira dan kita memasuki alam
Antarabhava. Alam yang merupakan alam transisi
dari alam marcapada dengan dimensi alam-alam
lainnya. Melewati bagian dari alam antarabhava
yang sangat gelap dan mengerikan ini, Atma akan
melakukan perjalanan menyeberang menuju
dimensi alam-alam lainnya, atau menuju kelahiran
kembali berikutnya.

Pengalaman kita melintasi alam antarabhava


melalui kegelapan pekat ini sangatlah kacau. Kita
akan mendengar berbagai macam suara-suara
mengerikan. Suara-suara seolah-olah kita akan
disakiti, disiksa, dibunuh, dsb-nya. Kita juga akan
dikejar-kejar oleh suara gemuruh seperti gelegar
ribuan petir, suara air bah dan berbagai suara-suara
mengerikan lainnya yang terlihat seolah-olah
mengejar dan memburu kita. Pengalaman ini sangat
kacau dan menakutkan, yang dapat membuat kita
dicekam oleh rasa takut dan rasa sedih yang luar
biasa. Sangat sulit bagi kita untuk dapat melakukan
kontrol terhadap pikiran dan perasaan kita, serta
kemana arah perjalanan kita sendiri.

Rahasia utama yang harus dipahami disini


bahwa sesungguhnya suara-suara ini bukanlah
suara setan, juga bukan suara Tuhan yang marah
dan menghukum, atau suara apapun, melainkan
suara yang merupakan bayangan atau pantulan dari
samskara [kecenderungan pikiran] kita sendiri.
Dalam perjalanan melintasi alam antarabhava
melalui kegelapan pekat ini, tidak ada satu hal-pun
yang bisa kita tipu, sembunyikan atau manipulasi.
Suara-suara mengerikan ini pasti akan dialami
secara sangat menyeramkan oleh orang-orang yang
semasa hidupnya banyak menyakiti, atau banyak
melakukan kejahatan. Seperti misalnya [contoh]
orang yang pemarah, tidak puas, serakah,
mementingkan diri sendiri, iri hati, penipu, korupsi,
selingkuh, dsb-nya. Intinya banyak melakukan
karma buruk. Setiap rasa sakit dan kesengsaraan
yang dia pernah lakukan kepada mahluk lain
semasa kehidupan, baik secara langsung maupun
tidak langsung, akan kembali kepada dirinya seperti
hantaman bumerang di tahap ini. Di bagian gelap
alam antarbhava ini dia pasti akan dikejar-kejar oleh
berbagai hal yang mengerikan tersebut.

Selain itu juga karena tidak adanya lagi badan


fisik sebagai penghalang, maka apapun gejolak
pikiran dan emosi perasaan yang kita rasakan di
tahap ini akan menjadi berkali-kali lipat.
Pengalaman ini bisa menjadi pengalaman yang
sangat menyiksa, terutama kalau pikiran kita kacau
dan emosi perasaan kita tidak stabil. Misalnya
[contoh], kalau kita merasa takut, maka rasa takut ini
akan berkali-kali lipat menyiksa pikiran kita. Kalau
kita merasa sedih, maka rasa sedih ini akan berkali-
kali lipat menyiksa pikiran kita. Kalau kita merasa
marah, maka rasa marah ini akan berkali-kali lipat
menyiksa pikiran kita.

SADHANA UNTUK MEMASUKI ALAM-ALAM


SUCI DARI KEGELAPAN PEKAT ALAM
ANTARABHAVA [KESEMPATAN TERAKHIR]

Jika kita gagal untuk memanfaatkan 4 [empat]


pilihan cara sadhana untuk memasuki alam-alam
suci dari mrtya loka, janganlah merasa berputus-asa.
Karena kita masih memiliki satu lagi kesempatan,
atau kesempatan terakhir. Saat melintasi kegelapan
pekat alam antarabhava inilah kita memiliki
kesempatan sekali lagi untuk dapat berusaha
memasuki alam-alam suci. Hanya saja kemungkinan
butuh waktu, atau tidak bisa tercapai dengan cepat.

Hanya ada 2 [dua] pilihan cara sadhana untuk


memasuki alam-alam suci dari alam antarabhava
melalui kegelapan pekat. Ingat bahwa hanya
tersedia 2 [dua] saja pilihan cara. Tidak ada cara-
cara lainnya lagi. Serta ingatlah baik-baik bahwa ini
benar-benar merupakan KESEMPATAN TERAKHIR
bagi kita untuk dapat memasuki alam-alam suci
melalui praktek sadhana. Ini adalah bekal
pengetahuan dharma yang sangat penting. Bacalah
baik-baik, pahami metodenya dan tekun kita
praktekkan semasa hidup. Sehingga saat ketika kita
berada di alam antarabhava melalui kegelapan
pekat, kita sudah tahu jalan untuk memasuki alam-
alam suci.

1. Berlindung pada Dewa Shiwa.

Ini adalah pilihan pertama. Suatu cara yang


paling memungkinkan bagi para sadhaka pemula
dan orang kebanyakan, serta paling terbuka lebar
peluangnya bagi siapa saja untuk bisa selamat
dalam perjalanan melintasi alam antarabhava
melalui kegelapan pekat. Hanya saja kemungkinan
butuh waktu, atau tidak bisa tercapai dengan cepat.

Di alam kematian, Dewa Shiwa adalah Ista


Dewata penjaga, pelindung dan penolong universal
bagi semua mahluk. Hal ini bukan sebatas sekedar
pengetahuan yang bersumber dari buku-buku suci
Hindu, melainkan juga diketahui berdasarkan
penelitian dan penjelajahan niskala saya sendiri
melalui meditasi, berdasarkan pengalaman saya
bertahun-tahun membantu Guru suci dharma saya
melaksanakan upacara [ritual] penyeberangan Atma,
berdasarkan diskusi dan masukan dari para Guru
suci dharma dan para sadhaka [praktisi spiritual]
tingkat tinggi yang dapat menjelajahi alam-alam
niskala [dimensi alam halus yang tidak terlihat],
serta memiliki mata spiritual [mata ketiga, trineta]
yang sangat tajam, sehingga dapat melihat dan
mengamati langsung perjalanan di alam kematian.
Hal itu sangat benar sesuai dengan kenyataan,
bahwa di alam kematian, Dewa Shiwa adalah Ista
Dewata penjaga, pelindung dan penolong universal
bagi semua mahluk.

Saat melintasi alam antarabhava melalui


kegelapan pekat ini, kita akan mendengar berbagai
suara-suara mengerikan. Suara-suara seolah-olah
kita akan disakiti, disiksa, dibunuh dan berbagai
suara-suara mengerikan lainnya. Harus dipahami
bahwa suara-suara ini bukanlah suara setan, juga
bukan suara Tuhan yang marah dan menghukum,
melainkan suara yang merupakan bayangan atau
pantulan dari samskara [kecenderungan pikiran] kita
sendiri. Terutama rasa bersalah dan pantulan sifat-
sifat jahat yang sama sekali tidak akan bisa lagi
disembunyikan atau dimanipulasi disini.

Jika dalam masa kehidupan kita hidup dengan


banyak mementingkan diri sendiri dan banyak
melakukan pelanggaran dharma, angkuh, sombong,
serakah, ingin menang sendiri, pemarah, tidak jujur,
banyak iri hati-nya, pikirannya dualistik, dsb-nya,
maka tahap ini akan menjadi pengalaman yang
mengerikan. Setiap orang dan setiap mahluk yang
pernah kita hina, kita jelek-jelekkan, kita tipu, kita
sakiti, dsb-nya, dalam masa kehidupan akan muncul
mengejar-ngejar kita dengan suara-suara
mengerikan. Yang akan membuat seluruh perasaan
kita kacau-balau, dipenuhi rasa kengerian, rasa
ketakutan, rasa penyesalan dan rasa kesedihan
mendalam.

Saat melintasi alam antarabhava melalui


kegelapan pekat ini, berusahalah untuk tetap
tenang. Satu-satunya fokus kita adalah memikirkan
Dewa Shiwa dan terus-menerus tidak berhenti
mengucapkan mantra “Om Namah Shivaya”. Hanya
saja kemungkinan butuh waktu, atau tidak bisa
tercapai dengan cepat. Jadi kita teruslah dan
teruslah fokus memikirkan Dewa Shiwa dan terus-
menerus tidak berhenti mengucapkan mantra “Om
Namah Shivaya”. Dengan cara ini kita pasti akan
diselamatkan oleh Dewa Shiwa. Atau kemungkinan
lainnya, nantinya kita pasti akan ada yang
menyelamatkan.
Akan tetapi melakukan hal ini sangatlah tidak
mudah. Terutama karena perjalanan kita melintasi
alam antarabhava melalui kegelapan pekat ini kacau
sekali. Di kegelapan pekat alam antarabhava ini kita
mengalami kesulitan yang amat sangat di dalam
menyatukan pikiran [fokus, konsentrasi, mengingat].

Selain itu ada sebuah kemungkinan lain, yaitu


jika kita kurang beruntung, maka akan muncul
gangguan-gangguan dari mahluk-mahluk alam
bawah yang menyeramkan. Mereka akan muncul
mengganggu kita berupaya menggagalkan usaha
kita. Sekalipun ini terjadi, jangan berhenti atau
terputus untuk fokus memikirkan Dewa Shiwa dan
terus-menerus tidak berhenti mengucapkan mantra
“Om Namah Shivaya”. Terus dilanjutkan saja tanpa
henti. Karena ketika garis sinar suci yang
menghubungkan kita dengan Dewa Shiwa sudah
terbentuk, secara otomatis mahluk-mahluk alam
bawah tersebut akan menyingkir menjauh dengan
sendirinya.

Sebuah catatan penting untuk direnungkan,


kegelapan pekat alam antarabhava ini, kita baru
akan bisa fokus memikirkan Dewa Shiwa dan terus-
menerus mengucapkan mantra “Om Namah
Shivaya” di alam antarabhava, jika semasa
kehidupan kita sangat tekun membangun energi
kebiasaan yang mendukungnya. Yaitu semasa
kehidupan kita tekun melakukan sadhana Mantra
Yoga menjapakan mantra “Om Namah Shivaya”
sebanyak jutaan kali, serta kita tekun melaksanakan
sadhana-sadhana pendukungnya sebagai landasan.
Energi kebiasaan dari ketekunan inilah yang akan
memunculkan ketenangan pikiran dan kekuatan
untuk mengingat menjapakan mantra "Om Namah
Shivaya" bagi kita disaat melintasi alam
antarabhava melalui kegelapan pekat.

Dengan landasan energi kebiasaan ini, barulah


kita akan bisa fokus memikirkan Dewa Shiwa dan
terus-menerus mengucapkan mantra “Om Namah
Shivaya” saat melintasi alam antarabhava melalui
kegelapan pekat. Sehingga di alam transisi ini kita
akan diselamatkan oleh Dewa Shiwa. Atau
kemungkinan lainnya, nantinya kita pasti akan ada
yang menyelamatkan.

2. Istirahat dalam kesadaran.

Ini adalah pilihan kedua. Suatu pilihan cara


bagi para sadhaka yang praktek meditasinya
mendalam dan sudah maju dalam kesadaran, disaat
melintasi alam antarabhava melalui kegelapan pekat
ini. Hanya saja kemungkinan butuh waktu, atau
tidak bisa tercapai dengan cepat.

Di dalam keadaan gelap pekat alam


antarabhava dan penuh suara-suara mengerikan
yang seolah-olah mengejar kita ini, segeralah kita
meditasi. Istirahat dalam kesadaran. Menyatu
dengan keheningan. Karena sesungguhnya suara-
suara ini bukanlah suara setan, juga bukan suara
Tuhan yang marah dan menghukum, melainkan
suara yang merupakan bayangan atau pantulan dari
samskara [kecenderungan pikiran] kita sendiri.

Inilah pengetahuan yang sangat penting


untuk diketahui dalam tahap ini, yaitu sangat
penting di tahap ini kita tidak terseret oleh arus
emosi dan perasaan seperti rasa bersalah, rasa
sedih, rasa takut, rasa marah, rasa tidak rela, dsb-
nya. Pikiran kita harus tetap tenang-seimbang dan
menghadapi semua pengalaman tersebut dengan
damai dan penuh belas kasih. Karena sekali lagi,
kondisi pikiran kita yang akan menjadi penentu ke
alam mana Atma kita selanjutnya akan pergi.

Apapun yang kita alami di alam Antarabhava


ini, apapun suara-suara yang muncul terdengar, kita
harus ingat satu hal bahwa di alam kematian kita
tidak lagi punya tubuh fisik. Di alam kematian tubuh
adalah tubuh halus seperti ruang, yang kalau
dihajar, disiksa, disakiti, itu sama dengan seperti
memukul atau menghajar ruang kosong. Tapi
karena umumnya kebanyakan orang masih ada
dalam avidya [kebodohan], dia tidak akan tahu. Dia
bisa merasa kesakitan, bisa menangis, bisa
ketakutan dan bisa sangat menderita.

Kalau mengharapkan perjalanan kematian


yang baik dan lancar di bagian gelap alam
antarabhava ini, harus sangat dihindari untuk
merasa kesakitan, menangis, ketakutan, dsb-nya.

Walaupun hal ini mungkin akan sulit bagi


mereka yang semasa hidupnya memiliki gejolak
emosi perasaan yang tidak stabil, egois,
mementingkan diri sendiri, licik, banyak menyakiti,
banyak melakukan kejahatan dan tidak terlatih
meditasi. Tapi bagaimanapun juga kita harus
menghindari untuk terseret oleh arus pikiran, emosi
dan perasaan.

Dengarkan saja seluruh suara-suara


mengerikan tersebut dengan penuh kesadaran, dan
dengan pikiran yang tenang-seimbang. Istirahatlah
dalam kesadaran. Menyatu dengan keheningan.
Artinya kesadaran kita tidak lagi dicengkeram oleh
apapun pikiran-perasaan yang muncul di dalam diri.
Pertahankan kondisi kesadaran ini terus-menerus
selama mungkin. Karena sebagaimana dijelaskan
sebelumnya, bahwa untuk membuka jalan menuju
alam-alam suci di bagian gelap alam antarabhava ini
kemungkinan butuh waktu, atau tidak bisa tercapai
dengan cepat.

Jika di tahap ini kita dapat istirahat dalam


kesadaran, menyatu dengan keheningan, maka
pada suatu titik waktu tertentu secara alami kita
akan “diangkat” menuju alam-alam suci.

KEMUNGKINAN BURUK PERJALANAN ATMA DI


KEGELAPAN PEKAT ALAM ANTARABHAVA

Melintasi alam antarabhava melalui kegelapan


pekat ini sangatlah kacau. Kita akan mendengar
berbagai macam suara-suara mengerikan. Suara-
suara seolah-olah kita akan disakiti, disiksa,
dibunuh, dsb-nya. Kita juga akan dikejar-kejar oleh
suara gemuruh seperti gelegar ribuan petir, suara air
bah dan berbagai suara-suara mengerikan lainnya
yang terlihat seolah-olah mengejar dan memburu
kita. Pengalaman ini sangat kacau dan menakutkan,
yang dapat membuat kita dicekam oleh rasa takut
dan rasa sedih yang luar biasa.

Di tahap ini, pilihan terbaik untuk dilakukan


adalah usaha untuk melakukan sadhana memasuki
alam-alam suci. Dengan tujuan agar kita terhindar
dari beberapa kemungkinan buruk. Terutama karena
ketika Atma memasuki bagian gelap dari alam
Antarabhava, ada beberapa kemungkinan buruk
yang sangat tidak diharapkan terjadi, yaitu :

1. Perjalanan melintasi kegelapan pekat alam


antarabhava ini, pada ujungnya berakhir dengan
kita terjerumus jatuh ke alam bawah.

Saat melintasi alam antarabhava melalui


kegelapan pekat ini, kita terseret oleh arus emosi
dan perasaan seperti rasa bersalah, rasa sedih, rasa
takut, rasa marah, rasa tidak rela, dsb-nya. Pikiran
dan perasaan kita kacau dalam perjalanan melintasi
alam antarabhava ini. Kita bingung, tersesat dan
tidak tahu jalan.

Kemudian di ujung akhir perjalanan di alam


antarabhava ini kita bernasib seperti debu yang
terhisap vacuum cleaner, langsung ditarik terhisap
tidak berdaya oleh ayusya karma menuju alam-alam
bawah.

Ini terjadi disebabkan oleh kombinasi dua


faktor penyebab, yaitu pertama [1] karena disaat
detik-detik menjelang kematian, pikiran kita gelisah,
sedih, takut, sengsara, tidak rela dan berbagai
bentuk pikiran negatif lainnya muncul pada pikiran
kita. Dimana hal itu akan membentuk dan
membawa kita menuju perjalanan di alam kematian
yang kacau dan gelap. Serta kedua [2] disebabkan
karena semasa kehidupan di dunia kita hanya
memiliki sedikit akumulasi karma baik, serta
memiliki sangat banyak akumulasi karma buruk.

Ini adalah kemungkinan yang cukup


mengerikan sehingga harus dihindari terjadi. Atma
akan menjadi penghuni alam-alam bawah dan
mengalami berbagai kesengsaraan yang berat.
Sehingga kita tidak saja akan terhimpit oleh
keadaan sengsara yang sangat berat, tapi kita juga
akan mengalami terlalu banyak kebodohan, tidak
ada ajaran dharma dan tidak dapat mengerti ajaran
dharma. Kita akan tenggelam pada kesengsaraan
siklus samsara. Sangat sulit untuk dapat keluar.
Terutama karena kita harus mengulangi lagi dari
awal perjuangan sangat berat untuk dapat terlahir
kembali sebagai manusia. Kita harus mengumpulkan
lagi akumulasi karma baik yang sangat banyak,
dalam jangka waktu yang sangat panjang, agar kita
dapat terlahir kembali sebagai manusia.

2. Perjalanan melintasi kegelapan pekat alam


antarabhava ini, pada ujungnya berakhir dengan
kita terlahir kembali sebagai binatang.

Saat melintasi alam antarabhava melalui


kegelapan pekat ini, kita terseret oleh arus emosi
dan perasaan seperti rasa bersalah, rasa sedih, rasa
takut, rasa marah, rasa tidak rela, dsb-nya. Pikiran
dan perasaan kita kacau dalam perjalanan melintasi
alam antarabhava ini. Kita bingung, tersesat dan
tidak tahu jalan.

Kemudian di ujung akhir perjalanan di alam


antarabhava ini kita bernasib seperti debu yang
terhisap vacuum cleaner, langsung ditarik terhisap
tidak berdaya oleh ayusya karma menuju kelahiran
kembali sebagai binatang.

Ini terjadi disebabkan oleh kombinasi dua


faktor penyebab, yaitu pertama [1] karena disaat
detik-detik menjelang kematian, pikiran kita gelisah,
sedih, takut, sengsara, tidak rela dan berbagai
bentuk pikiran negatif lainnya muncul pada pikiran
kita. Dimana hal itu akan membentuk dan
membawa kita menuju perjalanan di alam kematian
yang kacau dan gelap. Serta kedua [2] disebabkan
karena semasa kehidupan di dunia kita hanya
memiliki sedikit akumulasi karma baik, serta
memiliki sangat banyak akumulasi karma buruk.

Dalam siklus samsara ini adalah kemungkinan


yang cukup mengerikan sehingga harus dihindari
terjadi. Atma terlahir kembali sebagai binatang dan
mengalami berbagai kesengsaraan yang berat. Kita
juga akan mengalami terlalu banyak kebodohan,
tidak ada ajaran dharma dan tidak dapat mengerti
ajaran dharma.

Kita akan tenggelam pada kesengsaraan siklus


samsara. Sangat sulit untuk dapat keluar. Terutama
karena kita harus mengulangi lagi dari awal
perjuangan sangat berat untuk dapat terlahir
kembali sebagai manusia. Kita harus mengumpulkan
lagi akumulasi karma baik yang sangat banyak,
dalam jangka waktu yang sangat panjang, agar kita
dapat terlahir kembali sebagai manusia.
3. Atma ditarik masuk alam-alam bawah dan
menjadi budak.

Ini merupakan suatu ketidakberuntungan di


kegelapan pekat alam antarabhava, yaitu Atma yang
sedang melakukan perjalanan melintasinya ditarik
masuk alam-alam bawah dan menjadi budak.

Saat melintasi alam antarabhava melalui


kegelapan pekat ini, kita terseret oleh arus emosi
dan perasaan seperti rasa bersalah, rasa sedih, rasa
takut, rasa marah, rasa tidak rela, dsb-nya. Pikiran
dan perasaan kita kacau dalam perjalanan melintasi
alam antarabhava ini. Kita bingung, tersesat dan
tidak tahu jalan.

Disaat seperti itu, muncul gangguan-


gangguan dari mahluk-mahluk alam bawah yang
menyeramkan. Mereka akan muncul mengganggu
kita, menangkap kita, serta menarik dan membawa
kita ke alam-alam bawah. Dijerumuskan ke alam-
alam bawah dan dijadikan budak.

Ini adalah kemungkinan yang cukup


mengerikan sehingga harus dihindari terjadi. Atma
akan menjadi penghuni alam-alam bawah dan
mengalami berbagai kesengsaraan yang berat.
Sehingga kita tidak saja akan terhimpit oleh
keadaan sengsara yang sangat berat, tapi kita juga
akan mengalami terlalu banyak kebodohan, tidak
ada ajaran dharma dan tidak dapat mengerti ajaran
dharma. Dalam keadaan yang seperti itu kita akan
semakin tenggelam di dalam kesengsaraan pada
siklus samsara. Sangat sulit untuk dapat keluar.
Terutama karena kita harus mengulangi lagi dari
awal perjuangan sangat berat untuk dapat terlahir
kembali sebagai manusia. Kita harus mengumpulkan
lagi akumulasi karma baik yang sangat banyak,
dalam jangka waktu yang sangat panjang, agar kita
dapat terlahir kembali sebagai manusia.

BAGIAN AKHIR PERJALANAN DI ALAM


KEMATIAN

Jika kita gagal untuk memanfaatkan 2 [dua]


pilihan cara sadhana untuk memasuki alam-alam
suci dari alam antarabhava melalui kegelapan pekat,
serta kita tidak mengalami gangguan dari mahluk-
mahluk alam bawah, maka pada suatu titik waktu
kita akan mencapai bagain ujung atau bagian akhir
dari alam transisi [alam antarabhava] ini.

Pertanda bahwa kita sudah diujung atau akhir


dari perjalanan melintasi alam antarabhava melalui
kegelapan pekat ini adalah munculnya pendaran
cahaya berbagai warna. Masing-masing lorong
cahaya ini merupakan pintu menuju kelahiran
kembali berikutnya, atau alam-alam berikutnya.

Ada enam lorong cahaya, yaitu cahaya


berwarna putih, biru, merah, kuning, hijau dan
hitam. Lorong cahaya putih akan membawa kita
menuju dimensi alam-alam suci Svarga Loka. Lorong
cahaya biru akan membawa kita menuju kelahiran
kembali sebagai manusia. Sedangkan lorong-lorong
cahaya lainnya akan membawa kita menuju
kelahiran kembali berikutnya, atau alam-alam
berikutnya yang tidak diharapkan. Seperti misalnya
terlahir kembali menjadi binatang, atau ke alam-
alam bawah.

Pendaran cahaya yang kemudian akan


menarik kita ini sangat erat kaitannya dengan
ayusya karma [karma perjalanan kematian] kita
sendiri. Sehingga di tahap ini satu-satunya sandaran
perlindungan bagi kita adalah semasa kehidupan di
dunia kita memiliki akumulasi karma baik yang
sangat berlimpah, serta memiliki akumulasi karma
buruk yang sedikit. Sehingga kemudian kita akan
ditarik masuk ke pendaran cahaya putih yang akan
membawa kita menuju dimensi alam-alam suci
Svarga Loka, atau kemungkinan lain kita akan ditarik
masuk ke pendaran cahaya biru yang akan
membawa kita menuju kelahiran kembali sebagai
manusia.

Sehingga kita berusahalah untuk menuju


pendaran cahaya putih atau pendaran cahaya biru.
Sekalipun ada kemungkinan melakukan hal ini
sangatlah tidak mudah, terutama jika semasa
kehidupan manusia kita tidak banyak memiliki
akumulasi karma baik dan sekaligus memiliki
akumulasi karma buruk yang banyak.

Sekali lagi bahwa, maka satu-satunya harapan


perlindungan bagi perjalanan yang terang di tahap
ini adalah akumulasi karma baik yang sangat
berlimpah dan akumulasi karma buruk yang sedikit.
Terutama karena di tahap ini Atma cenderung akan
bernasib seperti debu yang terhisap vacuum
cleaner, langsung ditarik terhisap tidak berdaya
menuju kelahiran kembali berikutnya, atau menuju
alam-alam yang sesuai dengan akumulasi karma
kita sendiri.

Disini ayusya karma [karma perjalanan


kematian] mengambil peranan yang sangat besar.
Ayusya karma adalah akumulasi karma seseorang
yang akan menjadi penentu ke alam mana Atma
seseorang akan terbawa pergi setelah dijemput
kematian, atau mengalami kelahiran kembali
kemana dan menjadi apa. Dimana Atma akan
bernasib seperti debu yang terhisap vacuum
cleaner. Langsung ditarik terhisap tidak berdaya
menuju kelahiran kembali berikutnya, atau menuju
alam-alam yang sesuai dengan akumulasi karma
kita sendiri.

Jika semasa kehidupan di dunia kita memiliki


akumulasi karma baik yang sangat berlimpah, serta
memiliki akumulasi karma buruk yang sedikit, maka
setelah melewati alam antarabhava [di ujung akhir
alam antarabhava], Atma cenderung akan bernasib
seperti debu yang terhisap vacuum cleaner,
langsung ditarik terhisap tidak berdaya oleh ayusya
karma ke arah lorong cahaya putih menuju dimensi
alam-alam suci Svarga Loka.

Sebaliknya, jika semasa kehidupan di dunia


kita hanya memiliki sedikit akumulasi karma baik,
serta memiliki sangat banyak akumulasi karma
buruk, maka setelah melewati alam antarabhava,
Atma akan bernasib seperti debu yang terhisap
vacuum cleaner, langsung ditarik terhisap tidak
berdaya oleh ayusya karma menuju empat jalur
perjalanan Atma yang buruk dan gelap.

Sekali lagi, kita berusahalah untuk menuju


pendaran cahaya putih [menuju dimensi alam-alam
suci Svarga Loka] atau pendaran cahaya biru
[menuju kelahiran kembali sebagai manusia].
Sekalipun ada kemungkinan melakukan hal ini
sangatlah tidak mudah, tapi tetaplah berusaha.
Bab 2
MENGALAMI KEMATIAN
SALAH PATI
SECEPATNYA MENCARI JALAN MENUJU
ALAM-ALAM SUCI

Yang dimaksud dengan kematian salah pati


adalah kematian karena kecelakaan atau musibah.
Atma mengalami proses kematian yang seketika,
atau mengalami proses kematian yang sangat cepat,
disebabkan karena seseorang mengalami
kecelakaan atau musibah. Seperti misalnya kematian
karena kecelakaan, kematian karena pembunuhan,
kematian karena ditimpa bencana alam, kematian
karena meninggal di meja operasi, dsb-nya.

Ini merupakan cara kematian yang cukup


berbahaya dan memiliki resiko bagi perjalanan
Atma di alam kematian. Terutama karena pada saat
detik-detik menjelang kematian kemungkinan besar
kita dicengkeram rasa takut, rasa marah, rasa tidak
rela, dsb-nya. Atau karena kita sama sekali tidak
tahu sudah mati, atau kita tidak siap untuk mati.
Serta karena kita secara pasti akan melewatkan
beberapa proses untuk mengalami perjalanan yang
terang di alam kematian.

Kalau ini tidak segera dapat kita atasi, apalagi


selanjutnya kemudian kita tidak dapat mencari
perjalanan yang terang di alam kematian, maka
sangat mungkin Atma akan meluncur menuju alam-
alam bawah [menjadi bhuta cuil, wong samar,
memedi, gregek tunggek, dsb-nya].

Jika kita mengamati cara-cara manusia


mengalami kematian mungkin akan terlihat
berbeda-beda. Ada yang mati sakit, ada yang mati
dalam tidur, ada yang mati ditabrak mobil, ada yang
mati dibunuh orang, dsb-nya. Semuanya terlihat
berbeda-beda. Apa sebabnya cara-cara datangnya
kematian pada setiap orang bisa sangat berbeda-
beda, itu semua sepenuhnya karena karma.
Bagaimana cara orang mengalami kematian itu
semua dialami sesuai putaran karmanya masing-
masing.

Dalam berbagai kejadian kematian salah pati,


kadang kejadiannya sangat mengejutkan. Terjadi
sangat mendadak tanpa sebelumnya menunjukkan
tanda-tanda. Kita tidak memiliki persiapan apapun.
Akan tetapi disaat ketika itu harus terjadi tidak akan
dapat terhindarkan lagi.

Mungkin kita sering mendengar keluhan,


bahwa seseorang selama hidupnya lurus dan baik
hati, tapi mengapa harus mengalami kematian
secara tragis. Itu semua tidak terlepas dari faktor
sancita karma-phala atau karma kehidupan masa
lalu. Yaitu tindakan yang kita lakukan di banyak
kehidupan-kehidupan sebelumnya, yang buah
karma-nya [karma-phala] baru matang dan kita
terima di kehidupan saat ini. Orang baik yang
mengalami kematian secara tragis umumnya
merupakan campuran sangat rumit dari banyak
karma-karma buruk kehidupan sebelumnya yang
buah karma-nya matang secara bersamaan.
Terutama karma-karma buruk yang menyangkut
melakukan pembunuhan atau melakukan tindakan
kekerasan secara fisik.

Walaupun cara-cara datangnya kematian pada


setiap orang bisa sangat berbeda-beda, akan tetapi
sesungguhnya ada satu kesamaan dari semua itu,
yaitu bagaimana pengalaman proses saat perjalanan
di alam kematian.

Akan tetapi tetaplah ada suatu perbedaan


besar dari orang yang mengalami kematian secara
salah pati. Yaitu secara pasti dia akan “melewatkan”
[tanda kutip] beberapa proses awal untuk dapat
mengalami perjalanan yang terang di alam
kematian. Yaitu 2 [dua] kesempatan rahasia untuk
mencapai Moksha dan 4 [empat] kesempatan
rahasia untuk memasuki alam-alam suci tingkat
tinggi melewati lorong cahaya alam antarabahava.

Diberikan tanda kutip, karena sebenarnya


bukan melewatkan, tapi pada orang yang
mengalami kematian secara salah pati, beberapa
proses awal untuk dapat mengalami perjalanan
yang terang di alam kematian tersebut akan terjadi
secara sangat cepat. Sehingga dia akan melewatkan
semua pengalaman itu begitu saja. Dia akan merasa
mengalami semua pengalaman tersebut bagaikan
sekilasan saja, atau bahkan sama sekali tidak sadar
dengan adanya pengalaman tersebut.

Ini khususnya secara pasti akan terjadi pada


orang yang mengalami kematian secara salah pati.
Yaitu orang yang mati karena kecelakaan atau
musibah, sehingga mengalami proses kematian
secara sangat tiba-tiba dan tidak punya waktu untuk
bersiap-siap menyongsong kematian. Seperti
misalnya kematian karena tertabrak mobil, kematian
karena ledakan bom, kematian karena pembunuhan,
kematian karena ditimpa bencana alam, kematian
karena meninggal di meja operasi, dsb-nya.

Orang yang mengalami kematian secara salah


pati, secara pasti dia akan “melewatkan” [tanda
kutip] beberapa proses awal untuk dapat
mengalami perjalanan yang terang di alam
kematian, kemudian langsung berada pada tahap
ketujuh [seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya],
yaitu dia akan langsung mendapati dirinya berada di
alam halus marcapada [mrtya loka] dengan badan
linga sarira sebagai hantu gentayangan.
SECEPATNYA MEMASTIKAN KEMATIAN DAN
BERUSAHA UNTUK MELANJUTKAN
PERJALANAN

Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya,


yaitu bahwa di alam kematian satu-satunya fokus
yang harus dan wajib kita lakukan adalah
menemukan jalan menuju alam-alam suci. Seperti
apapun perasaan kehilangan kita, seperti apapun
kejadian pada mereka yang masih hidup, seperti
apapun tugas-tugas kita yang belum terselesaikan,
dsb-nya, segera lupakan itu semua, terutama karena
tidak ada satupun lagi sesuatu yang bisa kita
lakukan.

Jika kita mengalami kematian secara salah


pati, kita harus segera dengan secepatnya berusaha
melakukan sadhana untuk memasuki alam suci dari
alam mrtya loka. Karena kita tidak memiliki banyak
waktu.

Ciri-ciri dari sebuah kematian adalah biasanya


kita akan melihat sthula sarira [badan fisik] kita
sendiri terbaring tak berdaya, padahal kita ada di
sebelahnya. Atau kita melihat keluarga kita
menangis sedih di sekitar badan fisik kita, atau kita
melihat orang-orang sibuk mempersiapkan upacara
kematian, dsb-nya. Kenali dan ingatlah semua ciri-
ciri tersebut dengan baik. Jika itu yang terjadi, jika
itu yang kita lihat dan alami, kita harus segera
secepatnya memastikan kematian kita sendiri.

Disini sangat perlu ditekankan, bahwa kita


harus secepatnya memastikan kematian kita. Karena
kita tidak memiliki banyak waktu untuk dapat
menemukan jalan terang untuk memasuki alam-
alam suci. Cara yang paling mudah tapi sangat
akurat adalah sebagai berikut :

== 1]. Mencari cermin.

Segeralah mencari cermin. Kemudian lihat di


cermin. Kalau kita tidak ada melihat badan fisik kita
sendiri [tidak ada terlihat bayangan badan fisik kita
di cermin], itu pertanda artinya kita sudah mati.

== 2]. Mencari cahaya terang.

Kalau di sekitar kita tidak ada cermin,


segeralah mencari cahaya terang seperti cahaya
lampu, cahaya matahari, dsb-nya. Berdirilah di
bawah cahaya terang tersebut, kalau kita tidak ada
melihat bayangan badan fisik kita, itu pertanda
artinya kita sudah mati.

Segera setelah kita memastikan kematian,


sangat tidak penting memikirkan keluarga yang
sedang menangis, sangat tidak penting memikirkan
pekerjaan yang belum tuntas, sangat tidak penting
memikirkan perusahaan, sangat tidak penting
memikirkan kekayaan, dsb-nya. Karena pertama [1]
kita sudah mati dan kita tidak akan dapat
melakukan apa-apa lagi dengan semua itu. Tidak
berguna memikirkannya dan lebih baik memikirkan
perjalanan selanjutnya. Serta kedua [2] karena
sangat penting merelakan atau melepaskan itu
semua. Berbagai keterikatan dengan semua itu
adalah halangan besar bagi perjalanan yang terang
di alam kematian.

Disini waktu yang kita miliki tidak banyak, kita


harus secepatnya sadar bahwa kita sudah mati dan
secepatnya berusaha memasuki alam-alam suci.
Sehingga perlu ditekankan kembali, selalulah ingat,
jangan pernah lupa, bahwa ciri kita sudah mati
adalah kita bisa melihat badan fisik kita sendiri.
Mungkin kita melihat tubuh fisik kita berdarah-
darah, diangkut orang, keluarga kita menangis di
depan tubuh kita, dsb-nya. Kalau itu semua terjadi,
jangan lupa cepat-cepatlah mencari cermin atau
mencari cahaya terang. Cepat-cepatlah sadar bahwa
kita sudah mati, karena kita tidak punya banyak
waktu. Segera lakukan sadhana untuk memasuki
alam suci.

Apa yang harus dilakukan selanjutnya di tahap


ini, sudah dijelaskan dalam bagian-bagian
sebelumnya. Lakukan semua petunjuk yang sama,
sebagaimana urutan-urutan yang sudah dijelaskan
pada bagian-bagian sebelumnya.
Bab 3
MENGALAMI KEMATIAN
ULAH PATI
BUNUH DIRI ADALAH CARA KEMATIAN
YANG HARUS SANGAT DIHINDARI

Kematian ulah pati adalah kematian karena


bunuh diri. Ini adalah cara kematian yang harus
sangat dihindari, karena bunuh diri adalah cara
kematian yang paling buruk diantara semua cara
kematian. Seburuk apapun perjalanan kehidupan,
apapun yang terjadi, jangan pernah punya pikiran
untuk bunuh diri. Karena bunuh diri adalah salah
satu kesalahan spiritual paling fatal dalam
kehidupan ini, sekaligus merupakan kerugian yang
amat sangat besar dalam siklus samsara.

Bunuh diri merupakan cara kematian yang


amat sangat buruk dan paling buruk. Karena di alam
semesta ini, cara kematian dengan bunuh diri
memiliki hukumnya tersendiri. Yaitu tanpa melewati
proses apapun Atma akan langsung meluncur
memasuki alam-alam bawah yang penuh
kesengsaraan berat dan ekstrim. Hal ini sudah pasti
merupakan kerugian yang teramat sangat besar.
Analoginya ibarat seperti dari tidur di hotel sangat
mewah [hidup sebagai manusia] langsung berubah
menjadi tidur di tumpukan sampah busuk [menjadi
mahluk alam bawah].

Bunuh diri akan membuat pelakunya langsung


terlempar ke pusaran alam halus yang gelap dan
seram, dalam keadaan yang sangat menderita. Dia
akan melewatkan sisa waktu kehidupannya yang
terputus sebelum waktunya itu di dalam dunia halus
yang seram dengan kesengsaraan yang amat
memilukan. Penderitaan yang harus dia alami jauh
lebih hebat dibandingkan dengan penderitaan yang
harus dia hadapi seandainya dia tidak bunuh diri.

Ini merupakan avidya [kebodohan,


ketidaktahuan] dengan akibat yang menjerumuskan
pada kerugian yang teramat sangat besar. Setelah
mati bukannya manusia akan terbebas dari beban-
beban berat kehidupan, tapi dia justru akan
mengalami kesengsaraan yang jauh lebih berat,
keras dan gelap dibandingkan dengan
kesengsaraan apapun selama masa kehidupan
manusia.

Selain itu bunuh diri akan meninggalkan


getaran energi buruk dalam jangka waktu lama di
tempat tersebut. Serta dapat menular ke orang-
orang lain yang masih hidup.

Jika seseorang mati dengan cara bunuh diri,


maka dia sama sekali tidak akan memiliki peluang
kesempatan untuk mempraktekkan semua
pengetahuan tentang rahasia mengalami perjalanan
yang terang di alam kematian. Tidak mungkin akan
dapat mencari perjalanan yang terang di alam
kematian.
Walaupun sudah membaca dan hafal isi buku
ini tentang cara mengalami perjalanan yang terang
di alam kematian, hal itu percuma saja. Walaupun
semasa hidup sudah mengumpulkan banyak
akumulasi karma baik dan sudah tekun
melaksanakan sadhana itu juga percuma saja. Sama
sekali tidak berguna. Karena jika seseorang mati
dengan cara bunuh diri, maka tanpa melewati
proses apapun Atma akan langsung meluncur
memasuki alam-alam bawah yang penuh
kesengsaraan berat dan ekstrim.

Sehingga seberat apapun kehidupan ini


terasa, jangan pernah sedikitpun terpikir untuk
melakukan bunuh diri. Karena setelah mati kita
justru akan mengalami kesengsaraan yang jauh
lebih berat, keras dan gelap dibandingkan dengan
kesengsaraan apapun selama masa kehidupan
manusia.

Pikiran yang tidak kuat [mudah kena


pengaruh tidak baik dari orang lain], mudah
terguncang [emosional, seperti mudah marah, sedih,
atau takut] dan tidak stabil [gampang stres, depresi],
merupakan hasil dari perpaduan rangkaian karma-
karma buruk yang panjang antar kehidupan.
Sebab utama pertama adalah, jika seseorang
dalam siklus samsara ini mengalami proses naik-
turun yang ekstrim seperti roller-coaster. Misalnya
di kehidupan ini hidupnya sangat sulit dan berat,
sehingga dia rajin sembahyang, rajin melakukan
kebaikan dan rajin melakukan sadhana. Sebagai
hasilnya, di kehidupan berikutnya hidupnya menjadi
penuh kemudahan dan penuh kesenangan. Tapi
karena itu dia asik menikmati keduniawian, banyak
bersenang-senang, sering melakukan pelanggaran
dharma dan sering menyakiti. Akibatnya, di
kehidupan berikutnya hidupnya menjadi sangat sulit
dan berat. Karena hidupnya sangat sulit dan berat,
maka dia rajin sembahyang, rajin melakukan
kebaikan dan rajin melakukan sadhana. Sebagai
hasilnya, di kehidupan berikutnya hidupnya menjadi
penuh kemudahan dan penuh kesenangan. Tapi
lagi-lagi karena hal itu dia asik menikmati
keduniawian, banyak bersenang-senang, sering
melakukan pelanggaran dharma dan sering
menyakiti. Akibatnya, di kehidupan berikutnya
hidupnya menjadi sangat sulit dan berat. Karena
hidupnya sangat sulit dan berat, maka dia rajin
sembahyang, rajin melakukan kebaikan dan rajin
melakukan sadhana. Demikian terus berulang-ulang
terjadi dalam beberapa masa kehidupan. Naik-turun
yang ekstrim terjadi berulang-ulang seperti roller-
coaster. Kemudian suatu saat, di suatu kehidupan
berikutnya, dia akan cenderung memiliki pikiran
yang tidak kuat, mudah terguncang dan tidak stabil.

Bercermin dari hal tersebut, maka sekalipun


hidup kita disaat ini penuh kemudahan dan penuh
kesenangan, jangan lupa untuk tetap tekun
melaksanakan ajaran suci dharma, tetap banyak
melakukan kebaikan dan tetap rajin melakukan
sadhana.

Sebab utama kedua adalah, jika seseorang


secara berkelanjutan di beberapa kehidupan-
kehidupan sebelumnya sering mengkonsumsi
minuman atau makanan yang melemahkan
kesadaran [seperti minuman keras, narkoba, dsb-
nya]. Maka kemudian suatu saat, di suatu kehidupan
berikutnya, dia akan cenderung memiliki pikiran
yang tidak kuat, mudah terguncang dan tidak stabil.

Itu merupakan salah satu sebab mengapa


ajaran dharma menyarankan kita untuk tidak
mengkonsumsi minuman keras, narkoba, dsb-nya.
Karena tidak saja akan menciptakan hambatan-
hambatan bagi energi spiritual kita, tapi sekaligus
juga akan memberikan masalah besar di kehidupan
kita berikutnya.
Dalam siklus samsara, mendapat kesempatan
terlahir sebagai manusia tidak terjadi dengan
mudah. Dapat terlahir sebagai manusia dalam siklus
samsara sangat sulit diperoleh. Agar dapat terlahir
sebagai manusia, kita perlu mengumpulkan
akumulasi karma baik yang sangat banyak, dalam
jangka waktu sangat panjang.

Jika manusia mati dengan cara bunuh diri,


maka Atma akan langsung meluncur memasuki
alam-alam bawah yang penuh kesengsaraan berat
dan ekstrim dan akan berada disana dalam kurun
waktu yang tidak terhingga panjangnya. Ini berarti
dia harus mengulangi lagi dari awal perjuangan
berat untuk dapat terlahir kembali sebagai manusia.
Harus mengumpulkan lagi akumulasi karma baik
yang sangat banyak, dalam jangka waktu sangat
panjang, agar dapat terlahir kembali sebagai
manusia.

Salah satu ilusi dalam kehidupan ini adalah


adanya kehidupan yang nyaman, bahagia dan bebas
dari masalah. Itu hanya ilusi pikiran kita saja, karena
tidak pernah ada kehidupan seperti itu. Walaupun
kita terlahir sebagai orang kaya-raya, orang cantik
atau ganteng, orang sukses, orang terkenal, dsb-
nya, tetap saja perjalanan kehidupan pasti tidak
akan dapat sepenuhnya nyaman, bahagia dan bebas
dari masalah. Semua orang di dunia ini pasti
memiliki kesulitan, kemalangan dan masalah mereka
masing-masing dalam alur kehidupannya.

Jika kesulitan, kesedihan, kemalangan dan


masalah-masalah secara karma sudah saatnya
datang dalam kehidupan manusia, hal itu akan
datang dengan tidak bisa dibendung. Mereka yang
larut terbenam dalam perasaan kecewa, sedih,
marah, sakit hati atau putus asa, itu merupakan
sebuah pertanda kalau tingkat dimensi
kesadarannya masih rendah, serta pikirannya masih
sempit, picik, gelap dan pengap.

Jika kesulitan, kesedihan, kemalangan dan


masalah-masalah dalam kehidupan terasa demikian
menyakitkan, jangan melakukan pelarian ke
minuman keras, tempat dugem, selingkuh, judi,
narkoba, dsb-nya. Karena itu semua dengan cepat
atau lambat akan membuat perjalanan kehidupan
kita menjadi semakin gelap dan memburuk. Apalagi
melakukan bunuh diri, karena itu merupakan
sebuah kesalahan besar yang amat sangat fatal.
Berusahalah untuk tidak larut di dalam
perasaan kecewa, sedih, marah, sakit hati, putus asa,
dsb-nya. Kemudian carilah perlindungan pada
ajaran dharma. Mulailah tekun melaksanakan
sadhana seperti meditasi, Mantra Yoga [menjapakan
mantra Ista Dewata], tirtayatra, melukat di
parahyangan suci kuno, dsb-nya. Mulailah belajar
untuk tidak mementingkan diri sendiri, mulai belajar
melayani orang lain, mulai belajar bersikap lembut
[tidak kasar], mulai belajar melakukan kebaikan-
kebaikan, dsb-nya. Karena dengan cara ini perlahan-
lahan pikiran kita akan menjadi semakin sejuk dan
damai, sekaligus akan menguatkan kesadaran.
Bagian Kelima :

PENUTUP
Bab 1
KEBERUNTUNGAN SECARA
KARMA
ATMA DISEBERANGKAN OLEH SADHAKA
YANG SIDDHI

Selain sadhana untuk memasuki alam-alam


suci secara mandiri [berdasarkan usaha kita sendiri],
sesungguhnya terdapat juga jalan “alternatif” lain
sebagai suatu keberuntungan bagi perjalanan Atma
yang baik di alam kematian.

Pada berbagai tempat-tempat di belahan


dunia ini yang sangat maju secara spiritual, seperti
misalnya di Pulau Bali, terdapat suatu “fasilitas” atau
“keberuntungan” bagi orang-orang yang sudah
meninggal, yaitu ada upacara penyeberangan Atma.
Artinya, bagi orang yang sudah meninggal dunia
diadakan suatu upacara [ritual] untuk
menyeberangkan Atma-nya menuju alam-alam suci.

Di Pulau Bali yang secara spiritual kental


dengan jalan Tantra yaitu Shiwa Siddhanta, terdapat
berbagai tehnik upacara untuk penyeberangan
Atma. Ini mencakup mulai dari tehnik
penyeberangan Atma yang hanya diketahui
kalangan sangat terbatas saja, sampai tehnik
penyeberangan Atma yang diketahui oleh
masyarakat luas. Yang paling umum dikenal secara
tradisi adalah upacara ngaben.

Upacara penyeberangan Atma diluar upacara


ngaben adalah dengan peran keluarga, kerabat atau
orang lainnya yang masih hidup meminta bantuan
para sadhaka yang siddhi [diluar sulinggih] yang
memiliki keahlian, kemampuan dan kesiddhian
untuk melakukan penyeberangan Atma. Sehingga
Atma orang yang sudah meninggal akan dapat
memasuki alam-alam suci. Menyangkut hal ini di
Bali sesungguhnya ada banyak para sadhaka yang
siddhi yang dapat melakukannya, hanya saja
umumnya bagi orang awam sulit mengenali, mereka
hanya kelihatan sebagai sadhaka biasa saja. Hanya
orang-orang tertentu saja yang mengetahuinya.

Dalam proses penyeberangan Atma oleh para


sadhaka yang siddhi tersebut, umumnya Atma
secara niskala akan dijemput oleh bunga teratai
atau perahu, untuk diseberangkan menuju alam-
alam suci. Kadang-kadang yang datang menjemput
adalah burung garuda besar atau kereta kuda. Ini
tergantung karma masing-masing Atma dan ke
alam suci mana dia akan menetap untuk
selanjutnya. Juga pernah terjadi dalam sebuah
proses penyeberangan Atma yang datang
menjemput adalah Lembu Nandini, karena sang
Atma memperoleh tempat di alam suci Dewa Shiwa
atau Maha-Isvara Dharma Loka [Shiva Loka].

Disini kita tidak akan membahas tehnik


penyeberangan Atma yang hanya diketahui
kalangan sangat terbatas saja. Karena ini termasuk
ajaran yang esoterik dan rahasia. Jadi yang akan kita
bahas disini adalah upacara yang sudah diketahui
oleh masyarakat luas, yaitu upacara ngaben.

Dalam suatu upacara ngaben, peran keluarga,


kerabat atau orang lainnya yang masih hidup
sangatlah besar di dalam keberhasilan suatu usaha
penyeberangan Atma. Misalnya dengan melakukan
upakara ngaben yang diselenggarakan dengan baik
dan berhasil, serta memilih pemuput upacara-nya
yang siddhi. Dengan cara ini maka Atma akan dapat
diseberangkan agar memasuki alam-alam suci. Atau
secara tradisi disebut bahwa Atma orang yang
meninggal sudah menjadi Dewa Hyang [sudah
berada di alam-alam suci].

Akan tetapi hendaknya kita tidak semata-mata


mengandalkan cara penyeberangan Atma ini saja.
Prioritas utama kita tetap adalah kita harus berusaha
sendiri mencari jalan menuju alam-alam suci. Cara
dengan upacara penyeberangan Atma hendaknya
kita pakai hanya sebagai pilihan terakhir saja.
Terutama karena sebuah upacara ngaben belum
tentu berhasil menyeberangkan Atma. Sekalipun
sebuah upacara ngaben sangat luar biasa megah,
mewah dan mahal, belum tentu berhasil
menyeberangkan Atma. Karena bukan itu yang
menjadi faktor penentu keberhasilannya.
Secara garis besar, sesungguhnya terdapat 4
[empat] faktor yang menjadi penentu keberhasilan
penyeberangan Atma di dalam upacara ngaben.
Yaitu 2 [dua] faktor pendukung dan 2 [dua] faktor
utama sebagai penentu keberhasilan
penyeberangan Atma dalam upacara ngaben.

Yang menjadi 2 [dua] faktor pendukung


adalah sebagai berikut :

== 1]. Sang Yajamana.

Sang yajamana secara literal artinya “orang


yang menyelenggarakan upacara”. Di dalam
kegiatan upacara secara umum, hal ini berarti
bahwa banten untuk upacara harus berasal dari
sumber yang baik, atau yang tidak melanggar
dharma. Artinya bukan berasal dari hasil mencuri,
korupsi, pemerasan, menipu, merampok, meminjam
uang [hutang], hasil judi, hasil menjual tanah
warisan, dsb-nya.

Karena jika banten untuk upacara berasal dari


sumber yang tidak baik, atau yang melanggar
dharma, maka banten akan menjadi tidak
bercahaya.
== 2]. Sang Widya.

Sang widya secara literal artinya “yang


melakukan proses pembuatan banten dan proses
pelaksanaan upacara”. Di dalam kegiatan upacara
secara umum, hal ini berarti bahwa proses
pembuatan banten dan proses pelaksanaan upacara
harus suci. Artinya saat proses pembuatan banten
dan proses pelaksanaan upacara, disana tidak ada
pertengkaran, tidak ada gossip-gossip, tidak ada
keluhan, dsb-nya. Sebisa mungkin harus dengan
pikiran yang baik, perkataan yang baik, perbuatan
yang baik, disertai ketulusan dan kesabaran.

Karena jika proses pembuatan banten dan


proses pelaksanaan upacara tidak suci, maka hal itu
akan mempengarungi kualitas banten.

Sedangkan 2 [dua] faktor utama dan yang


paling menentukan keberhasilan penyeberangan
Atma dalam upacara ngaben adalah :

== 1]. Sang Sadhaka.

Sang sadhaka secara literal artinya “yang


muput upacara”. Di dalam kegiatan upacara ngaben,
hal ini berarti bahwa sulinggih yang muput upacara
harus memiliki keahlian, kemampuan dan
kesiddhian untuk melakukan penyeberangan Atma.

Dalam pelaksanaan suatu upacara ngaben,


keberhasilan untuk melakukan penyeberangan
Atma sangat ditentukan oleh keahlian, kemampuan
dan kesiddhian sang sadhaka [pemuput upacara].
Dengan tidak mengurangi rasa hormat, serta tanpa
maksud buruk apapun, saya [penulis] harus jujur
mengatakan bahwa tidak semua sulinggih benar-
benar dapat melakukan penyeberangan Atma. Tapi
tentunya juga ada banyak sulinggih yang sangat ahli
di dalam melakukan penyeberangan Atma.

Peranan sang sadhaka [pemuput upacara],


atau biasanya dalam upacara ngaben adalah
seorang sulinggih, memiliki peranan yang sangat
penting dan strategis untuk menentukan arah
perjalanan Atma, agar dapat diseberangkan menuju
alam-alam suci. Sebagaimana terurai dalam lontar
Weda Puja Pitra Shiwa, tugas dan tanggung-jawab
menjadi sang sadhaka [pemuput upacara] dalam
upacara ngaben demikian besar. Dalam arti tugas,
kewajiban dan pertanggung-jawaban seorang
sulinggih dalam mengangkat Atma dan
menghantarkan menuju alam-alam suci, tentu
bukan merupakan hal yang kecil dan ringan.

Sulinggih harus memiliki konsentrasi dan


ketajaman penglihatan niskala yang baik, harus
tepat di dalam nguncarang mantra, harus tepat di
dalam prosesi upakara, harus mahir di dalam
melakukan dialog niskala, serta harus memiliki “cap
niskala” untuk melakukan upakara ini. Semua ini
merupakan faktor-faktor yang sangat menentukan
berhasil tidaknya seorang sulinggih di dalam
mengangkat dan menghantarkan menuju alam-
alam suci.

Dalam ajaran Hindu Bali yang diwariskan dari


Mpu Lutuk mengenai Sawaprateka dan Pitra
Yadnya, dijelaskan bahwa seorang pemuput upacara
dalam upacara ngaben jangan sampai salah
menempatkan, salah memasukkan, salah
memberikan kesaksian dan salah memasukkan
tempat Atma. Mpu Lutuk berkali-kali menegaskan
mengenai kehati-hatian dan sikap penuh perhatian
sehubungan dengan penyeberangan Atma.
Hendaknya seorang pemuput upacara tidak
memiliki kekaburan dalam penglihatan niskala,
samarpun jangan sampai terjadi. Kesalah-pahaman
dialog niskala harus dihindari, perhatian benar, serta
ketegasan sikap dalam penyeberangan Atma
menjadi perhatian yang sangat penting bagi sang
sadhaka. Sehingga Atma orang yang meninggal
dapat dihantarkan kepada para Ista Dewata dan
masuk ke alam-alam suci.

Dalam tradisi Tantra kita di Bali yaitu Shiwa


Siddhanta, jika ternyata Atma gagal masuk alam-
alam suci tingkat tinggi dalam proses
penyeberangan Atma ini, maka Atma setidaknya
minimal akan berusaha dihantarkan ke alam leluhur
[Pitra Loka]. Ini bertujuan untuk menghindari Atma
gentayangan menjadi hantu di alam halus
marcapada [mrtya loka], untuk menghindari Atma
terjerumus ke dalam empat jalur perjalanan Atma
yang buruk dan gelap.

== 2]. Akumulasi karma dan kualitas kesadaran


orang yang meninggal.

Dalam pelaksanaan suatu upacara ngaben,


keberhasilan melakukan penyeberangan Atma juga
sangat ditentukan oleh akumulasi karma dan
kualitas kesadaran orang yang meninggal itu
sendiri. Upaya penyebrangan Atma dalam upacara
ngaben akan berlangsung sangat berat dan sulit,
jika orang yang meninggal tersebut, disaat kematian
akumulasi karma buruknya lebih banyak dibanding
dengan akumulasi karma baiknya, kesadarannya
dicengkeram kuat oleh kegelapan pikiran, dalam
avidya [kebodohan, ketidaktahuan], tidak pernah
[atau tidak tekun] melakukan sadhana penting dan
pernah melakukan karma buruk yang berat.

=== Jika orang yang meninggal itu membawa


akumulasi karma baik yang sangat sedikit dan
akumulasi karma buruk yang sangat banyak, tidak
pernah [atau tidak tekun] melakukan sadhana
penting dan pernah melakukan karma buruk yang
berat, maka proses untuk mengangkat dan
menyeberangkan Atma ke alam-alam suci akan
sangat berat dan sulit. Ada kemungkinan yang
cukup besar untuk mengalami kegagalan.

=== Jika orang yang meninggal itu kesadarannya


dicengkeram kuat oleh kegelapan pikiran, serta
berada dalam avidya [kebodohan, ketidaktahuan],
maka proses untuk menyeberangkan Atma ke alam-
alam suci cenderung akan dihambat oleh dirinya
sendiri.

Seperti misalnya [contoh] pada sebuah


kejadian yang diceritakan salah seorang Guru suci
dharma, yang juga merupakan seorang sulinggih
yang sering muput upakara ngaben. Ketika ritual
penyeberangan Atma dalam upakara ngaben akan
dilakukan, Atma mendiang dipanggil-panggil tapi
malah duduk dengan menunduk di salah satu pojok
rumahnya dan tidak mau mendekat kepada sang
sulinggih untuk diseberangkan. Setelah ditanyakan
Atma mendiang [seorang wanita yang meninggal
dalam usia muda] mengatakan bahwa dirinya
sangat malu karena ditelanjangi dan dilihat banyak
orang dalam ritual memandikan jenazah. Untungnya
sang sulinggih memiliki keahlian dialog untuk
membujuk. Beliau menjelaskan pentingnya ritual
memandikan jenazah, pentingnya merelakan badan
fisik, pentingnya ritual pembakaran jenazah dan
pentingnya kesempatan penyeberangan ini,
sehingga kemudian Atma mendiang kemudian mau
diseberangkan.

Kisah ini kedengarannya lucu. Walaupun ini


sesungguhnya hal yang sangat serius. Sadarilah
secara mendalam bahwa badan fisik kita yang
telanjang bulat tersebut sesungguhnya hanyalah
seonggok daging sangat tidak kekal, yang hanya
kita perlukan untuk beraktifitas dalam kehidupan
manusia. Ketika kematian terjadi badan fisik ini
benar-benar menjadi sampah. Dalam jutaan
kelahiran kita sudah pernah memakai berjuta-juta
badan fisik. Sangatlah bodoh jika kita melekat
kepada badan fisik yang sangat tidak kekal ini.

Atau misalnya pada kejadian yang lain, ketika


ritual penyeberangan Atma dalam upakara ngaben
akan dilakukan, Atma mendiang sudah dipanggil-
panggil oleh sang sulinggih, tapi dia malah duduk
diam di bawah sebuah pohon. Ternyata Atma
mendiang punya sifat takut-takut dan tidak percaya
diri yang besar, sehingga tidak mau mendekat
kepada sang sulinggih untuk diseberangkan.
Setelah dibujuk-bujuk dia tetap tidak mau.
Untungnya sang sulinggih memiliki jalan keluar.
Diundanglah datang seorang kerabat dekat-nya
yang sudah lebih dahulu meninggal, yang dulunya
diseberangkan oleh sang sulinggih masuk alam
leluhur. Akhirnya kerabat ini yang berdialog
mengupayakan agar mendiang untuk mau
mendekat kepada sang sulinggih. Sehingga Atma-
nya kemudian dapat diseberangkan.

Sungguh betapa pentingnya menjaga


kejernihan pikiran-perasan kita di alam kematian.
Mereka yang ada dalam kisah ini adalah orang-
orang masih memiliki banyak akumulasi karma baik,
sehingga sangat beruntung bisa mendapat
kesempatan penyeberangan Atma dari seorang
sulinggih yang siddhi dan cerdas. Kalau tidak, tentu
dapat dibayangkan apa yang akan terjadi pada
mereka.

Atau misalnya pada kejadian yang lain. Pernah


kejadian ketika penyeberangan Atma dalam upakara
ngaben akan dilakukan, Atma mendiang dipanggil-
panggil oleh sang sulinggih tapi ternyata dia malah
sibuk menonton orang main ceki. Rupanya dalam
hidupnya dia sangat senang main ceki. Pada
kejadian yang lain, Atma mendiang dipanggil-
panggil oleh sang sulinggih tapi ternyata dia malah
nongkrong di dagang tipat cantok. Rupanya dalam
hidupnya dia sangat senang makan tipat cantok. Dia
terus berusaha memakan tipat cantok dengan rasa
frustasi yang mendalam tapi tentu saja upaya ini
gagal.

Agak sulit untuk membujuk dan menjelaskan


kepada dua orang ini agar mau diseberangkan.
Karena melekatnya mereka dengan duniawi.
Dengan penjelasan yang tepat dari sang sulinggih,
akhirnya mereka mau diseberangkan.

Sekali lagi betapa pentingnya menjaga


kejernihan pikiran-perasan kita di alam kematian.
Kisah ini kedengarannya sangat lucu, tapi ini
sesungguhnya hal yang sangat serius. Untungnya
mereka yang ada dalam kisah ini adalah orang-
orang masih memiliki banyak akumulasi karma baik,
sehingga sangat beruntung bisa mendapat
kesempatan penyeberangan Atma dari seorang
sulinggih yang siddhi dan cerdas. Kalau tidak
demikian, tentu dapat dibayangkan apa yang akan
terjadi pada mereka.

Apa semua yang disampaikan diatas hanyalah


beberapa saja contoh dari kejadian nyata avidya
[ketidaktahuan, kebodohan] sikap di alam kematian.
Sebagai sebuah inspirasi nyata tentang bagaimana
sebaiknya kita bersikap di alam kematian.

CATATAN : Sekalipun kita dilahirkan dan menetap


di suatu tempat yang sangat maju secara spiritual,
seperti misalnya di Pulau Bali, dimana terdapat
suatu “fasilitas” penyeberangan Atma ini, tetaplah
dalam kehidupan kita harus memupuk banyak-
banyak karma baik, maka kegagalan penyeberangan
Atma dalam upacara ngaben sangat mungkin
terjadi karena faktor akumulasi karma kita sendiri.
Bahkan walaupun upakara ngaben itu dilaksanakan
dengan sangat luar biasa megah, mewah dan
mahal, akan cenderung pada prosesnya mengalami
rintangan dan hambatan karena faktor karma kita
sendiri, sehingga Atma tidak dapat diseberangkan.
Seperti misalnya mendapat sulinggih yang tidak
memiliki keahlian, kemampuan dan kesiddhian
untuk melakukan penyeberangan Atma. Atau proses
mengangkat dan menyeberangkan Atma ke alam-
alam suci akan sangat berat dan sulit, karena
akumulasi karma baik yang sangat sedikit dan
akumulasi karma buruk yang sangat banyak. Serta
berbagai sebab-sebab lainnya.

Ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya


dalam semasa kehidupan kita banyak melakukan
kebaikan-kebaikan dan tekun melaksanakan
sadhana. Karena semua itu akan sangat
berpengaruh di alam kematian.
Bab 2
PESAN DHARMA PENUTUP
SYARAT DASAR BAGI PERJALANAN ATMA
YANG BAIK DAN TERANG DI ALAM
KEMATIAN

Walaupun secara sekala [yang dapat dilihat


dengan mata biasa] kehidupan kita sebagai manusia
seolah-olah sepertinya hanya sekali saja dan jangka
waktunya sangat singkat, tapi sesungguhnya selama
milyaran tahun Atma telah menempuh perjalanan di
alam semesta melewati jutaan kehidupan dan
kematian, dengan menggunakan jutaan badan fisik.

Sejak jaman yang sangat kuno hingga sampai


jaman sekarang ini, para orang-orang suci dengan
kekuatan mata spiritual beliau, serta para sadhaka
[praktisi spiritual] yang mata spiritualnya sudah
sangat terbuka, dapat melihat sendiri secara
langsung tentang adanya fenomena samsara [siklus
kelahiran kembali yang terjadi berulang-ulang] dan
hukum karma [hukum sebab-akibat] di alam
semesta ini.

Tujuan hidup tertinggi dalam ajaran Hindu


Dharma adalah menyadari kenyataan diri yang sejati
[Atma], sehingga kita dapat terbebas dari siklus
samsara dan mencapai Moksha. Terutama karena
semua perjalanan kehidupan pasti menuju akhir
pada kematian.

Ada manusia yang bertindak benar dengan


berjuang dalam perjalanan kehidupan, dengan
tekun melaksanakan dharma dan tekun
melaksanakan sadhana. Tapi sayangnya ada juga
banyak sekali manusia yang jarak pandang
penglihatannya teramat sangat terbatas, sehingga
yang terlihat hanyalah kenikmatan indriya,
kehormatan, harga diri, keuntungan, harta kekayaan,
wujud dan bentuk. Hal inilah yang telah
mengundang banyak manusia enggan
melaksanakan dharma dan malah menciptakan
berbagai karma buruk tanpa menyadari akibatnya
kelak yang membawa kesengsaraan.

Kemungkinan buruk pertama [1] adalah


setelah kematian dia masih dapat terlahir kembali
sebagai manusia, tapi dengan kehidupan yang
gelap dan sengsara. Seperti misalnya sangat miskin,
atau sakit-sakitan, atau terlahir di tempat yang tidak
ada jalan suci dharma, atau di tempat yang penuh
konflik dan peperangan, dsb-nya.

Kemungkinan buruk kedua [2] adalah


kemungkinan sangat buruk yang sangat tidak
diharapkan, yaitu setelah kematian dia terjerumus
ke salah satu dari 4 [empat] jalur perjalanan Atma
yang sangat buruk, yaitu [1] menjadi hantu
gentayangan yang terjebak di alam Mrtya Loka, atau
bisa juga terjebak di alam Antarabhava, [2] masuk
ke alam-alam bawah, [3] terlahir kembali sebagai
binatang, atau [4] masuk ke alam neraka.
Jika kita terjerumus ke dalam 4 [empat] jalur
perjalanan Atma yang sangat buruk tersebut, maka
tidak saja kita akan terhimpit oleh keadaan sengsara
yang sangat berat, tapi kita juga akan mengalami
terlalu banyak kebodohan, tidak ada ajaran dharma
dan tidak dapat mengerti ajaran dharma. Dalam
keadaan yang seperti itu kita akan semakin
tenggelam di dalam kesengsaraan pada siklus
samsara. Sangat sulit untuk dapat keluar. Terutama
karena kita harus mengulangi lagi dari awal
perjuangan sangat berat untuk dapat terlahir
kembali sebagai manusia. Kita harus mengumpulkan
lagi akumulasi karma baik yang sangat banyak,
dalam jangka waktu yang sangat panjang, agar kita
dapat terlahir kembali sebagai manusia.

Dari pengetahuan tentang siklus samsara,


serta dari adanya berbagai kemungkinan perjalanan
Atma itulah sebabnya kenapa di dalam ajaran Hindu
Dharma, kita sangat ditekankan semasih hidup
sebagai manusia untuk banyak-banyak melakukan
kebaikan, tekun melaksanakan sadhana, terus
membina diri meningkatkan dimensi kesadaran,
serta menumbuhkan sifat belas kasih yang
mendalam. Karena itu semuanya merupakan syarat
dasar bagi perjalanan Atma yang baik dan terang di
alam kematian.
Semoga perjalanan semua mahluk selama
milyaran tahun dalam berjuta-juta kelahiran kembali
yang berulang-ulang [siklus samsara] dapat berakhir
di tempat yang sangat terang dan mahasuci.

Om shanti shanti shanti Om !


RUMAH DHARMA - HINDU INDONESIA

Halaman facebook Rumah Dharma - Hindu Indonesia :


facebook.com/rumahdharma
[Rumah Dharma - Hindu Indonesia]

Website Rumah Dharma - Hindu Indonesia :


rumahdharma.com

Kumpulan e-book lengkap dari Rumah Dharma - Hindu


Indonesia bisa di-download secara gratis tanpa dipungut
biaya apapun di :

rumahdharma.com/download
tattwahindudharma.blogspot.com
DHARMA DANA
Rumah Dharma - Hindu Indonesia

Rumah Dharma - Hindu Indonesia telah dan akan terus


melakukan penerbitan buku-buku dharma berkualitas,
baik berupa e-book maupun buku cetak, untuk dibagi-
bagikan secara gratis tanpa dipungut biaya apapun.

Untuk melakukan penyebaran buku-buku dharma


berkualitas, Rumah Dharma - Hindu Indonesia
memerlukan bantuan para donatur, yang sadar akan
pentingnya melakukan pembinaan kesadaran
masyarakat. Semakin banyak dharma dana yang
terkumpul maka semakin banyak juga buku-buku
dharma yang dapat diterbitkan dan disebarluaskan.

Ada empat cara memanfaatkan kekayaan sebagai ladang


kebaikan yang bernilai sangat utama, salah satunya
adalah ber-dharma dana untuk penyebaran ajaran
dharma. Karena ini bukan saja sebuah kebaikan mulia
dengan karma baik berlimpah, tetapi juga adalah sebuah
sadhana nirjara, sadhana penghapusan karma buruk.

Karma baik dari mendonasikan dharma dana bagi


penyebarluasan ajaran dharma adalah :

1. Donatur akan mendapatkan penghapusan berbagai


karma buruk.
2. Dalam setiap reinkarnasi kelahirannya donatur akan
berjodoh dengan ajaran dharma yang suci dan terang.
3. Donatur akan mendapatkan perlindungan dharma,
tidak mudah terseret dendam kebencian, pikirannya
lebih mudah tenang, serta menjadi lebih bijaksana.
4. Jika dampak penyebarannya mencerahkan
masyarakat luas, donatur akan mendapatkan
perlindungan dari para Ista Dewata.

Transfer Dharma Dana anda ke rekening :

Bank BNI Kantor Cabang Denpasar


No Rekening : 0340505797
Atas Nama : I Nyoman Agus Kurniawan

Astungkara berkat karma baik ini para donatur


mendapat kerahayuan.
TENTANG PENULIS

I Nyoman Kurniawan lahir pada tanggal 29 January


1976. Mendapatkan garis spiritualnya dari kakeknya, Pan
Siki, yang merupakan seorang balian usadha terkenal
dari Banjar Tegallinggah, Kota Denpasar.

Pada tahun 2002, memulai perjalanan spiritualnya


dengan belajar meditasi.

Pada tahun 2007 mulai memberikan komitmen


yang menyeluruh kepada spiritualisme dharma. Di tahun
yang sama belajar dengan Guru dharma-nya yang
pertama, serta memulai melakukan tirthayatra dan
penjelajahan ke berbagai pura pathirtan kuno, sebagai
bagian dari arahan Gurunya, sekaligus juga panggilan
spiritualnya sendiri.

Pada tahun 2009 mulai belajar dengan Guru


dharma-nya yang kedua, mendalami kekayaan spiritual
Hindu Bali, mendalami ajaran Tantra, menjalin
pertemanan dengan banyak Guru dan praktisi spiritual,
serta tetap meneruskan melakukan tirthayatra dan
penjelajahan ke berbagai pura pathirtan kuno.

Pada tahun 2010 mulai melakukan pelayanan


dharma untuk umum di halaman facebook “Rumah
Dharma - Hindu Indonesia”, serta mulai memberikan
tuntunan dan berbagi ajaran kepada adik-adik
dharmanya. Di tahun yang sama juga mulai menulis
buku. Inspirasi dharma yang didapatnya dari perjalanan
ke berbagai pura pathirtan kuno, dikombinasikan
dengan ajaran dari para Guru-nya, dari praktek meditasi,
membaca puluhan buku-buku suci, serta diskusi-diskusi
panjang dengan banyak praktisi spiritual, kemudian
ditulisnya menjadi berbagai buku.

Pada tahun 2015 mulai belajar dengan Guru


dharma-nya yang ketiga, serta tetap meneruskan
melakukan pelayanan dharma untuk umum.

Anda mungkin juga menyukai