Anda di halaman 1dari 12

LONTAR AJI SWAMANÐALA

Inilah Sang Hyang Aji Swamandala mengajarkan tentang baik


dan buruk, seperti memperbaiki parhyangan, hari baik bila
menyelenggarakan karya, seperti makiis, mañcawalikrama pada
waktu tilêm cetra, sesudah wuku Galungan, sebelum, Bu, Ka, Paang,
jangan mekangsungkan tawur kesanga, sebelum pêgatuakan pang.
Bila hal itu dilaksanakan, karya tidak akan berhasil, para dewata
akan pergi, dewa menghilang. Bila ada halangan berat, dapat
dilaksanakan pada tilêm kedasa pangasangan itu sebagai
penyelesaiannya. Jangan yang lain. tetapi itu ada permohonan
ampun kepada Sang Hyang Widhi di Besakih, karena masyarakat
berhalangan, dan kepada Hyang Bairawi Durga, mohon ampun
dengan segenap upakaranya yaitu mempersembahkan bantên
tumpêng guru, peras penyeneng, daksina. Upakara itu hanya satu
dipersembahkan di Besakih. (Lontar Aji Swamandala Paragraf ke 2)
Bila orang mempersembahkan tawur, sebelum pergantian
wuku pang, pada waktu Tilêm Kasanga, sesudah wulu Galungan,
Dungulan, sebelum Wuku Paang, dunia akan rusak. Demikian
penjelasannya. (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 3)
Inilah alanya (buruknya) hari: wuku tidak mempunyai guru,
sasih yang tidak mempunyai tumpek, bulan yang tidak mempunyai
sirah, demikian juga tanggal dan panglong. Janganlah sangsi, tidak
ditimpa kesusahan, halangan. Hendaknya saudara mengetahui,
tahu saudara-saudaranya di Bhuwana Alit dan di Bhuwana Agung,
tempat matahari dan bulan dan tempat para Dewata
Nawasanga. (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 13)
Ini adalah dewasa pager bhumi yang patut dipergunakan
untuk mengupacarai calon raja untuk menjadi raja, atau hari baik
utuk memilih raja (pemimpin) kembali untuk menduduki keratin.
Phalanya adalah: panjang umur, berlimpah kemuliaan, rakyat
sejahtera dan penuh hormat. Dijauhi penyakit selalu dalam keadaan
bahagia. Hari baik itu adalah, hari Rabu, Pahing Landep tanggal ke
13 bertemu dengan Guru, Waya, Tulus. Itulah yang disebut dengan
dewasa pager bhumi. (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 39)
Dan Rabu Pon tanggal ke 10 adalah hari baik untuk
mengupacarai bayi, pahalanya adalah panjang umur, jarang ditimpa
penyakit. Hari Rabu Wage tanggal ke 10 adalah hari yang penuh
kesejahteraan dan kebahagiaan. Hari baik untuk memuja Hyang
Hayu (Tuhan, phalanya para dewa berkenan dan menganugrahkan
panjang umur. (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 40)
Hari Sabtu Wage bertemu guru tanggal ke 3 adalah hari penuh
kesejahteraan dan kasih sayang. Hari baik untuk memuja Bhaþàra
Sri Sedana, sewata kekayaan. Hari Sabtu Wage tanggak ke 1 adalah
hari baik untuk mengambil istri. (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke
41)
Hari jumat Umanis tanggal ke 5 adalah hari penuh kebajikan.
Hari baik untuk memuja Hyang Hayu (Tuhan), pahalanya pada
dewata melimpahkan anugrah dengan penuh kebahagiaan. (Lontar
Aji Swamandala, Paragraf ke 42)
Hari Rabu Killeen tanggal ke 1 disebut Mreta adalah hari baik
untuk menyelenggarakan upacara di Sanggah. Hari Kamis Wage
tanggal ke 7 disebut hari Dana Teke (harta datang) adalah hari baik
untuk mengupacarai rumah (agar memperoleh) kesejahteraan. hari
Abu Pahing tanggal ke 3 adalah hari baik embangun rumah,
phalanya dijauhi segala penyakit. Hari Sabtu Pahing tanggal ke 3
disebut Pagerwesi adalah hari baik membangun tembok. (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 43)
Inilah caru alaning dewasa (caru untuk menolak pengaruh
buruknya hari), wuku tanpa guru, nyalawadi, wulan tan pasirah,
Erangan,, Kala, dangu, Pasah. Semua hari yang tidak baik ada
upacara untuk menjadikannya hari baik. Pahalanya (orang yang
melaksanakan yajña) maupun orang yang memberi dewasa tidak
akan mendapatkan rintangan dari sanak saudaranya yang ada di
dalam dirinya sendiri maupuns anak saudaranya yang berada di
makrokosmos (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 44)

Uku Prangbakat, Landep, Wayang, Medangkungan dan


Kuningan dapat dipakai (untuk melaksanakan upacara yajña), tetapi
upacara caru-nya besar. Uku Sinta, Sungsang, Dungulan, Tambir,
Bala, Watugunung, Gumbreg dan Pahang adalah hari baik untuk
melaksanakan upacara yajña, demikian disebutkan di dalam
ajaran (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 47)

Menurut Sang Hyang Swamandala, yaitu ajaran yang patut


dipegang oleh Sang sadaka apabila hendaknya menganugrahkan
dewasa kepada masyarakat tentang hari yang disebut baik atau
buruk dan keburukan dari wuku yang disebut wala-wadi yaitu: Sinta,
Landep, Gumbreg, Medangkungan, Sungsang, Dungulan, Pahang,
Tambir, Perangbakat, Bala, Wayang, Watugunung. Kesemua wuku
tersebut di atas adalah wuku yang tidak baik untuk membangun
atau melaksanakan upacara memuja Hyang, menyucikan diri,
membuat rumah, melaksanakan upacara atiwa-tuwa (ngaben),
narpana pitra, perkawinan, mengupacarai bayi, upacara agunting
(memotong rambut). Akibat mendapat rintangan, umur pendek.
Tidak mendapat kebahagiaan, selalu menderita penyakit. Jika (pada
waktu tersebut di atas) membangun rumah, (rumah itu) akan
ditempati oleh Bhuta Dengen (pemiliknya) akan sakit-sakitan lalu
mati (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 48)
Jika memuja Bhatara akan mendapatkan duka bertubi-tubi.
Menyebabkan penyakit lepra. Sesajen yang dipersembahkan
dicampur kotoran oleh Bhuta Kingkara. Oleh karena sehari-hari
tersebut kumpulan hari tidak suci. Jika (pada hari-hari tersebut)
membangun tempat suci, akan ditempati oelh kala. Akibatnya selalu
mendapatkan bahaya. Jika melaksanakan upacara padudusan, tirta
amreta jadi racun. Menjadi penyakit yang menyebabkan mati. Uku
yang dapat disucikan adalah; uku Landep, Perangbakat, Wayang,
dan Kuningan, keburukan Uku tersebut sama dengan keburukan Uku
tan Paguru (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 49)
Ini adalah keburukan dari Dewasa. Orang tidak boleh
melakukan pekerjaan untuk kebaikan, memuja para Dewa,
membangun rumah. Hari yang tidak baik dimaksud adalah wuku tan
Paguru, Sasih tan Patumpek, Wulan tan Pasirah, Erangan, Kala,
Dangu, PAsah juga adalah Prawani wulan. Jika pada wuku tan atiwa-
tiwa, pitra tarpana, perkawinan, mengupacarai bayi dan upacara
agunting, maka akibatnya mendapatkan halangan besar, pendek
umur, menderita, selalu menderita penyakit. Jika membangun
rumah, rumah itu akan ditempati oleh Bhuta Dengen (yang punya
rumah) mati mendadak (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 50)
Ini yang disebut alaning dewasa: wuku tan paguru, sasih tan
patumpek, wulan tan pasirah, Erangan, Kala, dangu dan Pasah.
Semua hari buruk itu, ada upacara untuk menjadikannya hari baik,
sehingga menyebabkan yang punya kerja tidak mendapatkan
rintangan. Demikian juga yang menganugrahkan dewasa, (yang
menganugrahkan Dewasa) sepatutnya mengetahui kedudukan
saudaranya di dalam diri pun di alam makro (juga sifatnya
mengetahui) kedudukan matahari dan bulan, serta kedudukan
Dewata Nawasanga yang mengganggu orang yang membuat
upakara. Ini disuguhkan, upakaranya (Lontar Aji Swamandala,
Paragraf ke 56)
Ini adalah hukuman Sang Hyang Swamaóðala dan Sang
Hyang Hayu: jika ada orang yang melaksanakan upacara kematian
mengubur, menghanyutkan mayat di sungai atau membakar mayat
dan yang sejenisnya. Janganlah melaksanakan pada hari Kamis,
Wage, Uku Sungsang. Sebab hari itu adalah hari turunnya Ida
Bhaþàra Amangkurat diiringi olh semua Dewata Nawasanga, para
Resi, Gendarwaraja untuk menyaksikan upacara pemujaan yang
dilaksanakan oleh umat manusia di dunia. Tidak dibenarkan
menghaturkan upacara Byakala pada hari Sugian, Kamis Wage dan
Jumat Kliwon. (jika itu dilanggar) ia akan menganugrahkan umur
pendek. Dan warga desa akan mati setiap lima hari sekali. Maka
akibatnya manusia selalu cuntaka, kotor. Ia yang melaksanakan
upacara ngaben, leluhurnya akan dimasukkan ke dalam Lumpur
blagadabah, demikian akibat buruknya (Lontar Aji Swamandala,
Paragraf ke 62)
Jika ada pada hari baik ada pujawali Ida Bhatara di
Prahyangan, warga dewa tidak boleh melaksanakan upacara
kematian. Pahala buruknya adalah ia yang memberi petunjuk
maupun yang melaksanakan upacara itu akan mendapatkan kutuk
besar. Desa akan selalu mendapatkan celaka. Pada hari Rabu Kliwon
Dungulan dan Selasa Umanis Kuningan juga tidak dibenarkan
mengubur mayat dan melakukan upacara ngaben. Pada hari itu
para dewa turun dari sorga bestana di kahyangan di dunia. Jika
(ketentuan itu) dilanggar, pastilah mendapat kutuk, rohnya
menjelma menjadi binatang neraka, cacing, lintah atau ular.
Demikianlah prihalnya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 63)
Inilah ucap-ucap Sang Hyang Aji Swamandala, ialah ajaran
Bhaþàra Sùrya Candra yang diwarisi oleh para Pendeta dari sejak
dahulu kala. Yaitu tatacara orang untuk mendapat hari baik, dewasa
ayu, untuk melaksanakan upacara kecil, menengah ataupun besar.
Baik upacara menyucikan diri, aguntinga dan upacara mengangkat
anak untuk melanjutkan keturunan. Inilah hari baik yang mesti
didapat yaitu hari: Rebo Umanis Perangbakat Sasih ke 3, 4, 5,
tanggal ke 10 adalah hari yang sangat baik, disebut hari Mretabumi.
Akibatnya mendapatkan panjang umur anak yang diangkat jarang
tertimpa penyakit. Dan orang yang merawat dirinya dengan baik,
jaya, bahagian yang didapatnya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf
ke 84)
Sabtu Umanis Tolu Sasih ke 5 tanggal ke 13 disebut hari
Mretaresi adalah hari baik untuk membangun tempat suci, sanggar.
Pahalanya dikasih para dewa. Para Bhùta menunduk horma,
berlimpah kemakmuran (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 85)
Kemis Wage Sasih Karo tanggal ke 5 adalah hari baik untuk
melaksanakan upacara Agunting. Pahalanya jarang tertimpa
penyakit (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 86)
Rebo Wage Sasih ke 5 disebut hari wrediguna adalah hari baik
untuk mengupacarai sanggar. Pahalanya mendapat manfaat
(wibawa?) (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 87)
Rebo Paing, nuju Guru, Sasih ke 10, tanggal ke 1 disebut hari
Wibuh Mretadewa, adalah hari baik untuk menyucikan diri dan
bayi. Tetapi tidak boleh dilaksanakan pada hari Kresnapaksa.
Laksanakanlah pada hari suklapaksa. Pahalanya berlimpa
kebahagiaan dan kemakmuran(Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke
88)
Ini adalah tatacara orang menanyakan hari baik kepada sang
pendeta mulya. Orang hendaknya menanyakan hari baik untuk
melaksanakan upacara yajña sebaiknya sang bertanya
menghaturkan, daksina, diantaranya; sreh ampinan, buah
bancangan, canang atanding, uang 250, dihaturkan kepada Hyang
Saraswati, karena beliau perwujudan dan Bhaþàra Trisakti, beliau
yang menjaga Khayangan Sang Hyang Saraswati, kalau tidak
demikian, nantinya akan menemukan mreta wiûya (makanan
menjadi racun) yajña yang dilakukan ditinggalkan oleh Bhagawan
Garga (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 89)
Dan janganlah anda bertanya, sastra kebaikan/kebajikan pada
sang pendeta, pada waktu Purwani, pahalanya tidak baik, akan
disusupi oleh Sang Kala-kali pada akhirnya, prilaku orang yang
beryajña, setiap pekerjaan janganlah dilakukan pada Wuku tan
Paguru, Sasih tan Patumpek, wulan tan Pasirah, erangan, Kala,
Dangu, hati tidak baik untuk menyucikan diri dan mengangkat anak
untuk dijadikan anak, pahalanya akan pendek umur (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 90)
Ini adalah Aji Swamandala. Swamandala adalah tempat
berwujud matahari dan bintang. Beliau yang menentukan hari-ahri
semuanya. Baik buruknya hari, didalam kitab Wariga yang
dianugrahkan oleh sang penddeta di dunia. Beliaulah yang menjaga
(menentukan) hidup matinya seseorang di dunia. Beliau berwujud
kata-kata, tenaga dan pikiran, bàyu- úabda – idêp (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 91)
Ini adalah hari atau dewasa tidak boleh dipakai untuk orang
mati perinciannya: wuku walang hati namanya, sinta, gumbreg,
warigadian,kuningan, Pahang, Medangkungan, Prangbakat, Bala,
Wayang,Klawu, Watugunung, kalau dilanggar kena kutukan oleh
Bhaþàra (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 98)
Ini hari yang tidak boleh dipergunakan untuk mengupacarai
orang mati, tidak boleh dilalui diantaranya: pada hari Minggu,
Landep, pada hari senin, ukir hari selasa, kemis, jumat, kulantir,
merakih hari Rebi, Julungwangi, Lngkir, Pahang, Medangkungan,
Menail, Watugunung, Senin, Rabu, Jumat, sungsang, Kuningan,
Klurut, Selasa, Kemis, Medangsia, Puju, Matal, Uye, Klawu, Dukut,
sabtu, tolu amat buruk, tidak dapat dijalani walaupun melaksanakan
kebaikan. Kalau hal ini dilanggar akibatnya mati disambar ayam,
seapi, burung, krebayak, disambar petir, dimakan ikan besar (jagul),
harimau, dipatuk ulat, mati disawah, mati jauh, mati melahirkan,
mati masuk kedalam air, mati masuk kedalam api, menderita
penyakit yang tidak disebut-sebut, salah lihat, salah berkata-kata,
wabah penyakit meraja lela, menemui keburukan, dikutuk oleh
Bhatàra Guru. Demikian tersebut dalam kitab sastra (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 99)
Ini hari baik (dewasa) mengupacarai mayat, abik, sorga,
terbuka perinciannya: landep, julungwangi, klurut, perangbakat,
pada hari minggu. Pananggal ke 1, ke 6, ke,(Lontar Aji Swamandala,
Paragraf ke 100)
Kamis Umanis Sinta, panglong ping 4, baik, Bhatàra Siwa
menerima atmanya, senang, kaya/sejahtera, digger oleh kebaikan
namanya, Jumat Umanis, Merakih panglong ping 8, baik, Bhaþàra
Guru menerima atma, bekal menikmati kerahayuan namanya. Jumat
Pahing Matala pananggal ping 11, baik, senang, berhasil Bhaþàra
Úiwa, Paramaúiwa menerima atmanya. Kemis Pon Uye, panglong
ping 9, Bhaþàra Sinuhun menerima atma, baik, pikiran senang
namanya. Senin Pon Ugu, pananggal ping 3 Bhaþàra Siwa menerima
atmanya, senang, sejahtera rahayu (Lontar Aji Swamandala,
Paragraf ke 102)
Senin Wage Dukut pananggal ping 11 Bhaþàra Úiwa jagat
yang menerima atama, senang, kesucian, kalau lahir kembali
senang mempelajari sastra, baik. Senin Pahing, Jumat Pahing
namanya Purwaning dina (awalnya hari, apabila pada pananggal
ping 1, ping 4, ping 6, ping 8, itu namanya pañca purwani) (Lontar
Aji Swamandala, Paragraf ke103)
Ini namanya Kala Têmah tidak boleh dilanggar pada saat
melakukan kegiatan, sangat buruk, mengakibatkan kematian
namanya. Sinta, Landep, Wariga, warigadian, pada hari senin tidak
baikl; Ukir, Selasa, Kemis, Jumat, Sabtu, sama tidak baik; Kulantir,
Dungulan pada hari Rabo, tidak baik, Tolu pada hari Senin, Kemis,
Jumat adalah tidak baik. Julungwangi, Langkir, Pahang,
Medangkungan, Menail, watugunung, pada hari senin, Jumat adalah
buruk. Medangsia; Pujut Klawu, Dukut pada hari Minggu, sabtu itu
semuanya buruk. Agar selalu diingat oleh yang mengetahui semua
hari baik/buruk (dewasa) (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 104)
Kalau Sasih Jyesta, penanggal ping 7, Wintang Mangan Bumi
namanya; Kalau Sasih Sada, panglong ping 7, Wintang Mangan
Bumi namanya; Kalau Sasih Kasa, panglong ping 5, Wintang Mangan
Bumi namanya; Kalau Sasih Karo, penanggal ping 8, Wintang
Mangan Bumi namanya; Kalau sasih Katiga, penanggal ping 8,
Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih Kapat, penanggal ping
9, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau sasih Kalima, penanggal
ping 13, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih Keenem,
pananggal ping 8, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih
Kapitu, penanggal ping 5, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau
Sasih Kaulu, penanggal ping 4, Wintang Mangan Bumi namanya;
Kalau Sasih Kasanga, penanggal ping 7, Wintang Mangan Bumi
namanya; Kalau Sasih Kadasa, penanggal ping 10, Wintang Mangan
Bumi namanya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 106)
Ini penjelasan tentang Kala Dangu, tidak boleh dilanggar,
tempat atau rumahnya kala-kala, kalau dilawan/dilanggar buruk,
mati akibatnya, demikian peredarannya Kala Dangu, apabila
mamakuh (mendirikan) rumah dan mulai memasuki karang (angaub
karang); dan perkawinan (kawin) semua pekerjaan buruk, apabila
dilanggar berakibat sakit, bahaya, gila, mengamuk namanya.
Demikian khirnya akibatnya, tidak dapat ditawar (ditebus) karena
amat samarnya kala itu, karena banyak jenis atau bermacam-
macam jenisnya, sang Kala Dangu namanya (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 107)
Tempatnya Kala itu, mengikuti turunnya, sesuai dengan
semua wuku, lima warna tempat pertemuannya, sesuai dengan
semua wuku, uraiannya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 108)
Sinta di Utara tempatnya, sang Kala Dangastra Mangap, sang
Kala Mrak, empat buah namanya, diawali dengan ala jatuh, jatuh
tanpa sebab, bengkak (beteg bangsel), pingsan dan akhirnya mati
(Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 109)
Landep di Barat Laut, tempatnya pada tanah/pertiwi, sang
Kala Sada Guna-guna, empat banyaknya, Sang Kala Timpang dua
banyaknya. Dan lagi akhirnya sakit akibat jatuh, picang, patah,
pejen, lumpuh namanya, akhirnya menemui kematian (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 109)
Ukir di Tenggara tempatnya Sang Kala Petang bàyu namanya,
tiga jumlahnya, Kala Spaksa Pataka, empat jumlahnya, dan cirinya:
pusing, bengong, panas dingin, gelisah, sakit pada emua
persendian, ngereres (mati pelan-pelan akibat sakit), sesak nafas,
batuk, yang menyebabkan kematian (Lontar Aji Swamandala,
Paragraf ke 110)
Kulantir, pada pertiwi/tanah tempatnya, sang Kala Bhùta
Mngasa, tiga banyaknya, dan Sang Kala Sor menjadi empat, serta
pada wuku itu tidak boleh melaksanakan upacara mendirikan
bangunan dan mencari rumah, mencari desa. Adapun mulainya
segala bentuk kerja di pertiwi, dapat berakibat fatal, bahkan
menemui ajal (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 111)
Tolu, tempatnya di Barat Laut, penguasa, Sang Bhùtakala
Raksasa yang jumlahnya enam, akibat yang ditinggalkannya sakit
gila, suka mengamuk. Gumbreg, tempatnya di tenggara;
penguasanya; sang Kala Tapaksa, empat banyaknya, sang Kala
Raksasa, jumlahnya empat menjadi delapan, akibat yang
ditinggalkannya sakit gila, berkata-kata karuan bahkan dapat
menemui ajal. Wariga; bertempat di sembilan penjuru, perwujudan
Sang Kala Turunan yang jumlahnya lima, Sang Kala Pati jumlahnya
empat, dengan akibat yang ditinggalkannya mati karena jatuh,
hingga patah dan remuk, dilarang memanjat ditinggalkannya mati
karena jatuh, hingga patah dan remuk dilarang memanjat pohon.
Warigadian, tempatnya di Utara; penguasanya, sang Kala Yaciri,
Kala Gandara yang jumlahnya enam, kabyoncah, jumlahnya tiga;
dengan laki dan perempuan suka berbuat ulah (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 113)
Julungwangi; tempatnya di Barat Daya; penguasanya Sang
Kala Nalapati yang jumlahnya enam, akibat yang ditinggalkannya
sengsara akibat penyakit, lesu dan mati baranak. Sungsang,
tempatnya di timur, berstana Sang Kala berjumlah delapan; Kala
bàyubajra berjumlah dua, Kala Wang sanggana berjumlah enam,
dengan akibat yang ditinggalkannya, sakit berkepanjangan, batu
berat, hingga manamui ajal (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke
114)
Dungulan; tempatnya di Timur Sang Kala Desa marep
berjumlah dua, sang Kala Kalimbur jumlahnya dua, berpenyakit
kulit, sakit kelamin, hingga manamui ajal. Kuningan, tempatnya di
Barat, sang Kala Kuning jumlahnya dua, sang Kala Wasatasti yang
jumlahnya tiga, menjelmanya berbagai penyakit, sakit beri-beri,
sakit paru-paru, hingga manamui ajal. Langkir, tempatnya di
Tenggara, berstana Sang Kala Paksa, dan sang Kala Alpayusa
dengan jumlahnya empat, dan Sang Kala Kungpati yang berjumlah
dua, selalu dirundung rasa prihatin, sakit berkepanjangan (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 115)
Medangsya, tempatnya di Alam pertiwi, berjumlah tujuh, Sang
Kala Mangsayoda jumlahnya empat, dan sang Kala Gutilana
jumlahnya dua, Sang Kala Sor, dan lagi pula pada wuku ini
pantangan untuk memakuh, pantangan untuk mulai menempati
rumah, mulai menempati pekarangan baru, dan segala kegiatan
yang berkaitan dengan alam pertiwi semuanya tidak diperbolehkan.
Jika dilanggar segala penyakit bermunculan dengan tiba-tiba,
dimangsa oelh roh-roh jahat hingga menemui ajal. Pujut bertempat
di barat Laut, sang Buta Kala Raksasa Sangga, dengan penyakit gila
tak henti-hentinya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 116)
Pahng tempatnya di segala penjuru, sang Kala Dangu dengan
seluruh pengikutnya; dan lagi pula wuku ini, tidak diperbolehkan
untuk memulai menempati rumah atau pekarangan, jika itu
dilanggar akan berakibat tidak baik berpenyakitan kusta, gatal-
gatal, dan sakit berkepanjangan. Krulut, tempatnya di selatan,
stananya Sang Kala Kingkingan yang berjumlah empat, sang Kala
Sura Punggung jumlahnya tiga, dengan akibat yang
ditinggalkannya, sengsara karena disisihkan, anal-anak hidupnya
sengsara.
Merakih, berstana Sang Kala Sundel jumlahnya lima, sang
Kala Ulanyar jumlahnya dua, laki dan perempuan suka berkhianat.
Tambir tempatnya di Barat, sang Kala Durga dengan jumlahnya
empat sang Katangguran jumlahnya dua, sengsara akibat disakiti
oleh guna-guna ilmu hitam. Medangkungan tempatnya di timur,
Sang Kala Durga Wisaya berjumlah empat Sang Kala Kipkip
berjumlah dua, suami istri sering berdusta. Matal; tempatnya di
timur Laut, Sang Kala Marep berjumlah dua, Sang Kala Sirep
jumlahnya enam, dengan akibat yang ditinggalkannya, sering
kecurian senang berbuat dusta (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke
117)
Uye tempatnya di arah Barat, sang Kala Wiûya dengan jumlah
empat, Sang Kala dekesan jumlahnya tiga dengan akibat yang
ditinggalkan sering disakiti oleh orang-orang dusta. Menial;
tempatnya di tenggara, penguasanya, sang Kala Wipasa dengan
jumlah empat, sang Kala Anel dengan jumlah tiga, sering
bertengkar, angkuh, suka menantang (Lontar Aji Swamandala,
Paragraf ke 119)
Prangbakat, tempatnya di pertiwi, penguasanya Sang Kala
Dangu dan sang Kala Sor serta pengikutnya yang berjumlah tiga,
sang Kala Suliwalikatan dengan akibat yang ditinggalkannya, sakit
pada perut, sakit pada telinga. Bala, tempatnya di Barat Laut,
berstana Sang Kala Medangsah dengan jumlah empat, dengan
akibat yang ditinggalkannya, gatal-gatal, dan sakit kulit lainnya di
malam hari. Ugu, tempatnya di selatan, berstana Sang Kala Naga
jumlahnya enam, dengan akibat yang ditinggalkannya, sakit
mendadak, disantap kala, pendarahan tanpa sebab hingga
menemui ajal (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 20)
Wayang, tempatnya di angkasa, berstana Sang Kala Mangap
yang jumlahnya tiga, Sang Kala Rungsung jumlahnya empat,
dengan perwujudannya, jatuh, patah tulang hingga hancur, hingga
menemui ajal, dan lagi pula pad wuku wayang tidak boleh
memanjat pohon (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 121)
Klawu, tempatnya di utara, pengusanya, sang Kala
Nagamaksa yang jumlahnya empat, dengans akit mendadak, suka
ngamuk, muntah-muntah, pendarahan hingga menemui ajal. Dukut,
bertempat di Barat; penguasa Sang Kala Gaóapati dengan jumlah
empat, sang Kala Tungguwan tiga jumlahnya, sakit kepala, pusing-
pusing, sering merana, selalu mendapat musibah hingga menemui
ajal (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 122)
Watugunung, tempatnya di seluruh Pertiwi (alam tanah),
penguasanya Sang Kala Undur-Undur yang jumlahnya sembilan,
Sang Kala Rancananen di angkasa tempatnya, Sang Kala Tengah
ditengah-tengah tempatnya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke
123)

Kajian Wariga Dalam Lontar Aji Swamandala


Lontar Aji Swamandala, banyak hal yang diuraikan terkait
dengan wariga. berkaitan dengan ala-ayuning dewasa yang dapat
dijadikan pedoman dalam melaksanakan upacara yadnya. Sudah
sangat jelas diuraikan tentang padewasan yang nantinya dapat
dijadikan pedoman dalam menjalanan suatu upacara. Dalam Lontar
Aji Swamandala menguraikan tentang dewasa dewa yadnya,
mengubur mayat dan yang lainya yang berkaitan dengan orang
meninggal. Serta ala ayuning dewasa dalam sasih, pananggal,
panglong panca wara, sapta wara dan uraian tengtang wuku mulai
dari sinta hingga watu gungung.

Anda mungkin juga menyukai