Anda di halaman 1dari 6

Konsepsi Tri Angga atau Tri Loka

Tri Angga memilki arti tiga bagian dalam tubuh manusia yang terdiri dari utama angga
(kepala), madya angga (badan), dan nista angga (kaki). Konsep Tri Angga dalam Bhuana
Agung disebut dengan Tri Loka atau Tri Mandala. Konsepsi Tri Angga berlaku dari yang
besar (makro) sampai yang terkecil (mikro). Bila dianggap secara vertikal, maka aplikasi konsep
tersebut terdiri dari utama berada pada posisi teratas atau sakral, madya posisi tengah, dan nista
pada posisi terendah atau kotor.
Konsep Tri Angga/ Tri Lokadalam Susunan Kosmos
UNSUR UTAMA ANGGA MADYA ANGGA NISTA ANGGA
Alam Semesta Swah Loka Bhuah Loka Bhur Loka
(Bhuana Agung)
Wilayah Gunung Dataran Laut
Desa (Perumahan) Kahyangan Tiga(Pura Pemukiman Setra atau kuburan
Desa, Puseh dan
Dalem)
Rumah Tinggal Merajan Tegak Umah Teba
Bangunan Atap Tiang dan dinding Lantai dan bebatuan
Manusia (Bhuana Kepala Badan Kaki
Alit)
Masa atau waktu Masa Yang Masa Sekarang Masa Lalu (Atita)
AkanDatang (Nagata)
(Wartamana)

Dalam bangunan seperti bale-bale seperti bale meten, bale dangin, bale dauh, dan lain-
lainya dipandang sebgaia miniature dari bhuwana agung dengan menampilkan tiga unsur : atma,
sarira, tri kaya. Unsur tersebut merupakan konsep perwujudan bangunan perumahan tradisional
 Bangunan pemenjaraan (suci), dapat dipandang sebagai intinya atau atma
perumahan.
 Pekarangan, pelembangan dan segala perwujudannya dapat dipandang sebagai
sarira atau awak ,badan bangunan atau fisik.
 Pawongan (orang-orang yang tinggal) dapat dipandang sebagai Tri Kaya.
Kemanunggalan ketiga unsure : Pemerajaan atau tempat suci,Pelemahan dan Pawongan
disebut sebagai “Tri Hita karana”. Dari Tri Hita Karana turunlah konsep ruang yaitu Tri
Angga atau Tri Loka.
Konsepsi Keseimbangan Kosmos

Sanga Mandala / Nawa Sanga


Lahir dari sembilan manisfestasi Hyang Widhi, yaitu Dewata Nawa Sanga yang
menyebar di delapan arah mata angin dan satu di tengah sebagai penjaga keseimbangan semesta.
Nawa Sanga adalah konsep 9 mata angin yang menjadi pedoman bagi kehidupan keseharian
masyarakat Bali. Nawa Sanga merupakan gabungan
konsep sumbu bumi arah utara-selatan (Kaja-Kelod) dan konsep sumbu ritual timur– barat
(Kangin-Kauh).
Prinsip-Prinsip Padewasan dalam Proses Pembangunan Secara Tradisional
Bali

Di Bali hampir setiap kegiatan bisa dicarikan padewasan. Padewasan berasal dari kata
dewasa yang artinya hari pilihan, hari baik. Jadi, padewasan berarti ilmu tentang hari yang baik.
Sedangkan Dewasa Ayu artinya adalah hari yang baik untuk melaksanakan suatu aktivitas. Pada
umumnya penentuan dewasa dipergunakan untuk kegiatan panca yadnya. Padahal, hampir di
setiap sendi kehidupan bisa dianalisis dari sudut dewasa. Mulai dari kegiatan upacara
keagamaan, seni, budaya, perikanan, pertanian, peternakan, peralatan senjata, pembangunan dan
aneka usaha senantiasa menggunakan ala ayuning dewasa.
Tempat tinggal sebagai bangunan tanem tuwuh yang dibuat untuk dimanfaatkan dalam
jangka waktu yang lama dan seumur hidup membutuhkan padewasaan yang tepat menggunakan
hitungan wa pa tang sa da yaitu wewaran, pawukon, tanggal, sasih, dan dauh.
Faktor-faktor penentu hari baik (Dewasa Ayu)
1. Dening
2. Dawuh (waktu), alah (dikalahkan) dening(oleh) dening
3. Sasih, alah dening dawuh
4. Penanggal/Pangelong, alah dening sasih
5. Pawukon, alah dening penanggal/pangelong
6. Wewaran, alah dening pawukon
Wewaran berasal dari kata “wara” yang dapat diartikan sebagai hari, seperti hari senin,
selasa, dan seterusnya. Masa perputaran satu siklus tidak sama cara menghimpunnya. Semua
unsur itu menetapkan sifat-sifat padewasan (baik buruknya dewasa). Siklus ini dikenal misalnya
dalam sistem kalender Hindu dengan istilah bilangan sebagai berikut :
1. Eka Wara : luang (tunggal)
2. Dwi Wara : menga (terbuka), pepet (tertutup)
3. Tri Wara : pasah, beteng, kajeng
4. Catur Wara : sri (makmur), laba (pemberian), jaya (unggul), menala (sekitar daerah)
5. Panca Wara : umanis (penggerak), paing (pencipta), pon (penguasa), wage (pemelihara),
kliwon (pelebur)
6. Sad Wara : tungleh (tak kekal), aryang (kurus), urukung (punah), paniron (gemuk), was
(kuat), maulu (membiak)
7. Sapta Wara : redite (minggu, ala-ayu kepanggih), soma (senin, rahayu), anggara (selasa,
tukaran), budha (rabu, sukha), wrihaspati (kamis, pangan kinum), sukra (jumat,
kinasihan), saniscara (sabtu, prihatin)
8. Asta Wara : sri (makmur), indra (indah), guru (tuntunan), yama (adil), ludra (pelebur),
brahma (pencipta), kala (nilai), uma (pemelihara)
9. Sanga Wara : dangu (antara terang dan gelap), jangur (antara jadi dan gagal), gigis
(sederhana), nohan (gembira), ogan (bingung), erangan (dendam), urungan (batal), tulus
(langsung atau lancar), dadi (jadi)
10. Dasa Wara : pandita (bijaksana), pati (dinamis), suka (periang), duka (jiwa seni/mudah
tersinggang), sri (kewanitaan), manuh (taat/menurut), manusa (sosial), raja
(kepemimpinan), dewa (berbudi luhur), raksasa (keras).

Disamping perhitungan hari menggunakan wara, ada juga perhitungan wuku (buku)
dimana satu wuku memiliki umur tujuh hari, dimulai hari minggu (redite), 1 tahun kalender
pawukon = 30 wuku sehingga 1 tahun wuku = 30x7 hari = 210 hari. Adapun nama-nama
wukunya sebagai berikut : sinta, landep, ukir, kulantir, taulu, gumbreg, wariga, warigadean,
julungwangi, sungsang, dunggulan, kuningan, langkir, medangsia, pujut, pahang, krulut,
merakih, tambir, medangkungan, matal, uye, menail, prangbakat, bala, ugu, wayang, klawu,
dukut, watugunung.
Nilai sasih untuk pembangunan :
1. Shrawana : baik
2. Bhadrapada : baik
3. Asuji : buruk
4. Kartika : baik
5. Margasira : baik
6. Pausya : baik
7. Magha : buruk
8. Palguna : buruk
9. Caitra : buruk
10. Waisyaka : baik
11. Jyestha : buruk
12. Asadha : buruk

Padewasaan dalam membangun rumah secara permanen diawali dengan membuat


pondasi. Untuk membangun pondasi diharapkan memilih saptawara seperti hari Senin, Rabu,
Kamis, dan Jumat. Sedangkan untuk Sanga Wara pemilik rumah disarankan menggunakan Tulus
atau Dadi. Tulus secara filosofis artinya tanpa halangan. Sedangkan Dadi itu jadi, itulah
maknanya. Jika sanga waranya menggunakan Jangur (antara jadi dan gagal) itu berisiko rumah
sering didatangi pencuri. Sedangkan bila menggunkan Ogan (Kaogan antuk Hyang Bhatara)
maka akan sering tertimpa bencana. Padewasaan membuat pondasi juga baik dilakukan saat
Kajeng Maulu, Beteng Aryang, Kajeng Urukung, Kajeng Dadi dan Beteng Tulus. Dewasa
membuat pondasi tersebut sudah satu paket dengan membuat tembok rumah, kusen pintu dan
jendela. Hanya saja, untuk memasang kap atau atap rumah wajib dicarikan padewasaan baru,
biasanya dicari Kali Ngadeg. Bagusnya pertemuan Tri Wara dengan Sad Wara. Yaitu Kajeng
Maulu, Beteng Was atau Kajeng Dadi. Tapi harus dihindari padewasaan Geni Rwana. karena
Geni Rwana itu hanya baik untuk pekerjaan yang menggunakan api, tapi tidak cocok untuk
mengatapi rumah. Setelah rumah selesai dibangun, maka wajib dibuatkan upacara Ngurip-urip.
Upacara Ngurip urip wajib dibuat agar bangunan itu hidup secara niskala. Sebab, jika tidak
dibuatkan, bangunan rumah tak ubahnya hanya material yang ditumpuk semata.

Hindarilah menggunakan padewasaan Lebur Awu karena Lebur Awu sangat tidak
baik untuk membuat rumah dan melakukan upacara atau prosesi pamakuhan, ketentuan hadirnya
Lebur Awu berpedoman pada Sapta Wara dan Asta Wara. Yakni pada Redite Indra, Soma Uma,
Anggara Rudra, Buda Brahma, Wrespati Guru, Sukra Sri, dan Saniscara Yama. Sedangkan jika
merujuk pada Lontar Aji Swamandala disebutkan jika ada beberapa wuku yang dianggap tidak
tepat untuk membangun rumah. Seperti wuku Sinta, Landep, Gumbreg, Medangkungan,
Sungsang, Dunggulan, Pahang, Tambir, Perangbakat, Bala, Wayang, dan Watunggunung,
termasuk juga dilarang membangun rumah pada wuku tanpa guru, Sasih tanpa Tumpek, Wulan
tanpa Sirah, Erangan, Kala, Dangu, Pasah, dan Prawani Wulan. Jika tetap membangun di wuku
ini makan konsekuensinya rumah akan dihuni oleh Bhuta Dengen dan penghuninya akan sakit-
sakitan, bahkan bisa mati mendadak. Larangan Mengatapi Rumah juga terdapat pada Agni
Rawana: Anggara-tanggal/pangelong ke 10, Jejepan: Wrespati-tanggal/pangelong ke 8 Larangan
makuh, mengatapi, pidah, menempati rumah dan Agni Agung Patra Limutan: Redite-Brahma

Anda mungkin juga menyukai